Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ghibah yang merupakan salah satu ulah lidah yang sekarang telah menjadi budaya bagi ibu-
ibu yang didorong oleh penyakit hati. Tidak hanya berhenti disana, ghibah telah dibiasakan
dengan adanya infotaiment yang bisa kita lihat tiap pagi, siang sore, dan itu menjadi
tayangan favorit dari berbagai kalangan, dari kecil hingga dewasa. Miris memang, ketidak
tahuan hokum tentang ghibah merupakan salah satu factor kenapa minat terhadap ghibah
slalu meningkat.
Dalam makalah ini pemaklah mencoba memaparkan pentingnya mnejaga lidah dari
bahaya membicarakan orang lain baik sepengetahuannya atau pun tidak diketahui olehnya.
Dalam infotaiment misalnya, budaya membincangkan aib orang lain seakan-akan telah
menjadi biasa dan memilki banyak peminat, namun yang menjadi pertanyaan disini
contohny berita atau membicarakan pernikahan apakah juga termasuk ghibah, dan
terkadang atas permintaan sendiri untuk ketenaran sang artis. Lebih dari itu, dalam makalah
ini kami mencoba memaparkan pengertian serta dalil al-qur’an dan hadits tentang ghibah,
hokum, macam-macam ghibah, batasan ghibah, serta tips untuk menghilangkan keinginan
untuk berghibah yang telah mengakar dikalangan masyarakat dewasa ini. Semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita maupun mayarakat luas.
B. Rumusan Masalah
Adapun perumusan permasalahan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Pengertian atau dhefenisi Ghiba
2. Dalil tentang Ghiba
3. Motivasi Pendorong Ghibah dan Obat Penawarnya
4. Alasan-Alasan yang ditolerir dalam Ghibah
5. Kontekstualisasi Hadits tentang Ghibah dalam Realita Sosial (Infotaiment)
C. Tujuan
Dari rumusan masalah di atas dapat diambil tujuan agar bagaimana santri khususnya
dan masyarakat umumnya bisa Memahami pengertiaan ghibah dan hokum gibah.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ghibah
Secara etimologi, ghibah berasala dari kata Ghaba- Yaghibu yang artinya adalah
mengupat, menurut Jalaluddin bin Manzur, ini juga berarti fitnah, umpatan, atau gunjingan.
Dapat juga diartikan membicarakan keburukan orang lain dibelakangnya atau tanpa
sepengetahuan yang dibicarakan. Disisi lain an-Nawawi mendefinisikan ghibah adalah
mengupat atau menyebut orang lain yang ia tidak suka atau memebencinya, terutama dalam
hal kehidupannya. Beliau mengatakan bahwa jarang sekali orang yang bisa lepas dari
menggunjing orang lain.
Secara terminology atau bahasa, ghibah adalah memebicarakan orang lain tanpa
sepengetahuannya mengenai sifat atau kehidupannya, sedangkan jika ia mendegar maka ia
tidak menyukainya. Dan terlebih jika yang dibicarakan tidak terdapat dalam diri yang
dibicarakan itu berarti dusta atau mengada-ada dan itu merupaka dosa yang lebih besar dari
ghibah itu sendiri. Tidak berbeda dengan definisi yang disebutkan oleh al-Maragi dalam
menjelaskan tentang ghibah yaitu menbicarakan kejelekan atau aib orang lain
dibelakangnya, dan jika ia mnegetahui maka ia tidak suka walaupun yang dibicarakan
adalah benar. Dalam hadits Nabi saw pun telah dijelaskan pengertian ghibah sebagai beriku;
“ Seseorang bertanya pada Nabi saw, wahai Rosulullah, apakah yang dinamakan ghibah
itu?, ghibah ialah menceritakan saudaramu tentang sesuatu yang ia benci,si penanya
bertanya kembali,’wahai Rosullullah bagaimana pendapatmu bila apa yang diceritakan itu
benar apa adanya?, Rosulullah menjawab, kalau memang ada padanya maka itu ghibah
namanya, dan jika tidak maka kamu telah berbuat buhtan (dusta)”.
Berikut dapat disimpulkan beberapa poin tentang definisi ghibah diatas:
1. Membicarakan keburukan orang lain tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, baik
dengan ucapan, sindiran ataupun dengan isyarat.
2. Menbicarakan aib orang lain,walaupun yang dibicarakan adalah benar adanya pada
diri yang dibicarakan.
3. Jika yang dibicarakan mengetahui maka ia akan tidak suka aibnya dibicarakan pada
orang lain.
4. Hal yang dibicarakan meliputi, kehidupan pribadi, keluarga maupun spiritual
sesorang.

2
5. Karena membicarakan tanpa sepengetahuan yang dibicarakan, ini artinya perbuatan
licik dan pasti perbuatan ini mengandung unsur keinginan untuk merusak harga diri,
atau kemulyaan seseorang.
B. Dalil tentang Ghibah
Dalam al-Qur’an juga terdapat ayat yang berbicara tentang larangan untuk
membicarakan orang lain dan itu merupakan perbuatan buruk, hal ini dijelaskan dalam Qs,
al-Hujurat: 12,
“ Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan),
Karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan janganlah mencari-cari keburukan orang
dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka
memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik
kepadanya. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat
lagi Maha Penyayang”.
Dari ayat tersebut jelaslah bahwa perbuatan mengunjing orang lain merupakan perbuatan
yang keji dan menjijikkan seperti yang digambarkan oleh Allah bahwa seseorang yang
mengunjing ibaratkan memakan daging saudaranya yang sudah mati (bangkai saudarnya).
Adapun hadits yang berbicara tentang Ghibah atau bahaya lisan sangat banyak dijumpai
dalam kitab-kitab hadits berikut;

‫َم ْن َك اَن ُيْؤ ِم ُن ِباِهَّلل َو اْلَيْو ِم اآْل ِخ ِر َفْلَيُقْل َخْيًرا َأْو ِلَيْس ُك ت‬
Barang siapa yang beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaklah berkata benar atau
diam”.(HR.Bukhari-Muslim)

‫َح َّد َثَنا َقَتاَد ُة َع ْن َأَنِس ْبِن َم اِلٍك َقاَل َقاَل َر ُسوُل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْيِه َو َس َّلَم اَل َيْسَتِقيُم ِإيَم اُن َع ْبٍد‬
‫َح َّتى َيْسَتِقيَم َقْلُبُه َو اَل َيْسَتِقيُم َقْلُبُه َح َّتى َيْسَتِقيَم ِلَس اُنُه‬
“Iman seorang hamba tidak istiqomah sebelum hatinya istiqomah, dan hatinya tidak
istiqomah sebelum lidahnya istiqomah.”(HR. Ahmad)
‫َح َّد َثَنا ُمَحَّم ُد ْبُن َأِبي َبْك ٍر اْلُم َقَّد ِمُّي َح َّد َثَنا ُع َم ُر ْبُن َع ِلٍّي َسِمَع َأَب ا َح اِز ٍم َع ْن َس ْهِل ْبِن َس ْع ٍد َع ْن َر ُس وِل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع َلْي ِه‬
‫َو َس َّلَم َقاَل َم ْن َيْض َم ْن ِلي َم ا َبْيَن َلْح َيْيِه َو َم ا َبْيَن ِر ْج َلْيِه َأْض َم ْن َلُه اْلَج َّنَة‬
“ Siapa yang menjamin bagiku apa diantara dua tulang dagunya (lidah) dan apa diantara
dua kakinya (kemaluannya), maka aku menjamin baginya surga.”(HR. al-Bukhari,
Tirmudzi, dan Ahmad)
Ada dua pelanggaran yang dilkukan oleh yang suka membicarakan orang lain, yaitu
pelanggaran terhadap hak Allah, karena ia melakukan apa yang dimurkainya, dan

3
tebusannya adalah dengan taubat dan menyesali perbuatannya. Sedangkan yang kedua
adalah pelanggaran terhadap kehormatan sesama. Jika ghibah telah di dengar oleh orangnya
maka dia harus menemuinya dan meminta maaf atas perbuatannya dalam membicarakan
aibnya. Dalam hal ini sangatlah berat karena dosanya tidak hilang selama orang tersebut
tidak memaafkan. Dalam hal ini Abu Hurairah meriwayatkan dari Nabi saw, beliau
bersabda:
‫َم ْن َكاَنْت ِع ْنَد ُه َم ْظِلَم ٌة َأِلِخ يِه َفْلَيَتَح َّلْلُه ِم ْنَها َفِإَّنُه َلْيَس َثَّم ِد يَناٌر َو اَل ِد ْر َهٌم ِم ْن َقْبِل َأْن ُيْؤ َخ َذ‬
‫َأِلِخ يِه ِم ْن َح َس َناِتِه َفِإْن َلْم َيُك ْن َلُه َح َس َناٌت ُأِخ َذ ِم ْن َس ِّيَئاِت َأِخ يِه َفُطِر َح ْت َع َلْيِه‬
“ Siapa yang melakukan suatu kedzoliman terhadap saudaranya, harta atau
kehormatannya, maka hendaklah ia menemuainya dan meminta maaf kepadanya dari dosa
ghibah itu, sebelum dia dihukum, sementara dia tidak memepunyai dirham atau pun dinar.
Jika dia memilki kebaikan, maka kebaikan-kebaikan itu akan diambil lalu diberikan pada
saudarnya itu. Dan jika tidak, maka sebagian keburukan-keburukan saudaranya itu diambil
dan diberikan padanya”. (HR. Bukhari)
C. Motivasi Pendorong Ghibah dan Obat Penawarnya
Dikarenakan ghibah merupakan perbuatan yang sangat digandrungi sebagian besar
dari kalangan ibu-ibu, maka sebelum membicarakan solusi agar terhindar dari sifat ghibah,
terlebih dahulu menjelaskan sebab yang umum terjadinya ghibah dalam masyrakat, berikut
sebab-sebabnya;
1. Ingin mengangkat derajat diri sendiri dengan membicarakan keburukan orang lain,
artinya untuk menguatkan posisinya atas orang lain, serta agar orang lain menganggap
ia yang lebih dari orang lain.
2. Karena penyakit hati seperti, iri dengan keberhasilan dan kemulyaan teman atau
tetangganya, sombong akan kelebihan diri sehingga merendahkan orang lain dengan
ghibah, serta balas dendam terhadap kejahatan yang pernah orang lain lakukan terhadap
dirinya.
3. Dalam rangka melampiaskan amarah yang memuncak, ketika ia sedang marah maka ia
melakukan ghibah untuk melampiaskan amarahnya tersebut.
4. Terkadang terdapat dalam lelucon atau gurauan yang merendahkan orang lain.
5. Terkadang karena iba terhadap teman yang ditimpa kesedihan karena perbuatan
sesorang misalnya, maka ia dengan tidak sadar agar temannnya merasa lega yaitu
dengan menggunjing orang tersebut, dalam hal ini dikarenakan salah paham dalam
memahami maksud kesetiakawanan.
4
6. Dalam realita social, ghibah terjadi juga dikarenakan oleh nilai materi, misalnya dalam
tayangan infotaiment yang akan menjadi daya jual bagi produser-produser televise.
Setelah mengetahui beberapa factor atau motivasi diatas sebagai penyebab terjadinya
ghibah di masyarakat hendaklah dihindari dengan beberapa tips berikut;
1. Dengan slalu ingat bahwa Allah sangat membenci seseorang yang mengunjing
saudaranya, sedangkan kebaikan akan kembali pada orang yang dibicarakan dan jika
pun orang yang dibicarakan tidak memilki kebaikan maka keburukannya akan kembali
pada yang menggunjing.
2. Jika terlintas dalam fikiran untuk melakukan ghibah, maka hendaklah introspeksi diri
dengan melihat aib diri sendiri dan slalu berusaha memperbaikinya. Mestinya merasa
malu jika membicarakan aib orang lain sedangkan aib sendiri tidak terhitung
jumlahnya.
3. Jika pun merasa tidak memiliki aib, maka hendaklah senantiasa mensyukuri nikmat
yang telah dilebihkan Allah, bukan malah dengan mengotori diri dengan melakukan
ghibah.
4. Menjada diri dari sifat-sifat tercela seperti iri dengki dengan keberhasilan orang lain,
sombong dengan kelebihan diri sendiri, serta menjauhi sifat dendam.
5. Jika berghibah karena pengaruh teman, atau karena takut dikucilkan karena tidak ikut
serta dalam ghibah, maka hendaklah selalu mengingat bahwa murka Allah terhadap
siapa yang mencari keridhaan manusia dengan sesuatu yang membuat Allah murka.
6. Berdo’a mohon perlindungan Allah agar terhindar dari perbuatan-perbuatan keji. Serta
sebisa mungkin menjauhi perkumpulan-perkumpulan yang tidak bermanfaat.
D. Alasan-Alasan yang ditolerir dalam Ghibah
Ada beberapa hal yang ditolerir karena menyebut-nyebut keburukan orang lain adalah yang
mempunyai tujuan yang benar menurut sayri’at yang tujuan ini menurutnya tidak dapat
dicapai kecuali hanya dengan cara itu, dalam hal ini dosa ghibah dianggap tidak ada,
diantarnya adalah:
1. Karena adanya tindak kedzoliman, orang yang didzolimi boleh menyebut keburukan
orang yang berbuat dzolim kepada sesorang yang mampu atau bisa mengembalikan
haknya (penguasa/pemerintah, hakim atau yang berwenang dalam memutuskan perkara
yang hak), dalam al-Qur’an surah an-Nisa ayat 148 Allah berfirman: ‫اَل ُيِح ُّب ُهَّللا اْلَج ْهَر‬
‫ِبالُّس وِء ِم َن اْلَقْو ِل ِإاَّل َم ْن ُظِلَم َو َك اَن ُهَّللا َسِم يًعا َع ِليًم ا‬

5
“ Allah tidak mencintai orang yang suka menceritakan keburukan orang lain kecuali
bagi orang yang teraniaya, dan Allah Maha Melihat dan Maha Mengetahui”
2. Sebagai sarana untuk mengubah kemungkaran dan mengembalikan orang dzlim atau
yang berbuat maksiat kepada jalan yang benar (memperingati dari kejahatan). Dalam
hal ini umat muslim saling tolong-menolong dalam beramar ma’ruf nahi munkar.
3. Dibolehkan dalam menyebutkan ciri-ciri seperti pincang, si buta, si pendek agar orang
lain cepat faham (bukan membicarakan keburukan akan tetapi mengungkapkan bentuk
atau cirri kepada orang yang bertanya).
4. Dalam hal ini ulama sepakat dalam menilai rawi (al-Jarh wa Ta’dil) boleh dan bahkan
harus diungkapkan pada kaum muslimin untuk kemaslahatan dalam beribadah (ini
kaitannya dalam penelitian hadits sohih atau do’if).
5. Boleh menceritakan kepada khalayak ramai tentang orang yang melakukan perbuatan
yang terlarang, seperti mabuk-mabukan, menjarah, dan perbuatan bathil lainnya, seperti
dalam hadits Nabi berikut, (Ibn Qudaimah, h. 214).
6. Dalam rangka meminta fatwa, artinya dalam rangka membela haknya, namun dalam
menyebutkan keburukan lebih baiknya dengan kat-kat yang halus.
E. Kontekstualisasi Hadits tentang Ghibah dalam Realita Sosial (Infotaiment)
Ghibah atau bergunjing dalam masyarakat menyebabkan ketidaknyamanan, ini
artinya bhawa ghibah merupakan perbuatan yang benar-benar harus dihindarkan dalam
kehidupan sehari-hari. Berita gosip di Televisi misalnya, lama-kelamaan pemberitaan dalam
stasiun Televisi yang mengumbar-ngumbar aib sesorang seakan sekarang sudah menjadi
bagian dari konsumsi masyarakat, dan lebih parahnya berita-berita tersebut sangat
digandrungi. Dan hal ini jika terus dibudaykan maka berghibah atau menggunjing orang
lain sudah menjadi hal biasa dalam masyarakat khusunya kita Indonesia, setiap pagi
disuguhkan dengan berita-berita aib orang lain seperti perselingkuhan, perceraian dan
bahkan terkesan propokatif. Hal ini jelas-jelas melanggar ajaran Islam yang melarang
mencela, menggunjing, dan meremehkan orang lain. Meskipun memang dalam hokum
Islam ghibah atau gosip tidak memilki sanksi yang disebut denagn Ta’dzir, hanya
diterangkan bahwa bagi pelakunya akan mendapat dosa atau azab siksa yang berat.
Dalam permasalahan ghibah atau gossip, beberapa komunitas atau lembaga baik pemerintah
maupun non pemerintah misalnya Majlis Nahdatul ‘Ulama telah mengeluarkan fatwa haram
terhadap infotaiment dengan alasan bahwa acara gossip cenderung membuka aib dan
mempergunjingkan keburukan orang lain, hal ini tergolong ghibah dan hukumnya haram.

6
Dalam hadits nabi yang menyatakan tentang ghibah ada dua hal yang sangat urgen
yaitu “menceritakan aib” dan “benci jika ia mengetahui” maka dari dua kalimat inti tersebut
dapat kita simpulkan bahwa yang ternasuk ghibah adalah yang membuka iab orang lain dan
jika ia mngetahui maka ia tidak suka dan akibatnya akan mendatangkan permusuhan,
kemarahan, dan bahkan bisa pembunuhan. Dalam kasus ini yang perlu kita cermati dalam
relita social kita, infotaiment misalnya yang memberitakan seorang public figure dimana
terkadang sanag public figure tersebut merasa diuntungkan dengan adanya pemberitaan
mengenai dirinya, akan tetapi yang menjadi permasalahan adalah khawatir akan adanya
pergeseran pemahaman masyrakat tentang makna bahaya ghibah, dan itu akan dianggap
sepele. Sedangkan hukuman bagi yang menggosip adalah tidak ringan seperti yang
dijelaskan dalam surah al-Hujurat ayat 12, disana ghibah dianalogikan seperti seseorang
yang memakan daging saudaranya yang sudah busuk.
Dari pemaparan tentang gosip di infotaiment diatas dapat disimpulkan bahwa berita
yang memalukan seperti perceraian, perselingkuhan, putus cinta, seks bebas termasuk unsur
ghibah yang tidak ingin dikonsumsi public karena mendorong ahl-hal yang akan merusak.
Sedangkan berita-berita bahagia seperti pernikahan (walaupun tidak semua mereka ingin
diberitakan) jika ditarik pada makan ghibah diatas ini bukan termasuk dalam kategori
ghibah.

7
BAB III
KESIMPULAN

A. Kesimpulan
Dari keterangan al-Qur’an dan hadits Nabi di atas jelaslah bahwa ghibah merupakan
perbuatan tercela yang harus dihindari oleh muslim karena akan mengakibatkan perselisihan
dikalangan masyarakat. Ghibah akan mendatangkan banyak mudharat, diantaranya
perselisishan, permusuhan, dendam, perceraian dan bahkan bisa saja terjadi pembunuhan.
Islam sebagai agama Rahmatan lil ‘Alamin mencegah hal-hal tersebut, dan mengecam bagi
yang melakukan perbuatan tersebut akan mendapatkan siksaan Allah.
Ghibah dapat dicegah dengan slalu mengingat bahwa Allah Maha Melihat dan Maha
Mengetahui, ingat akan aib diri sendiri, dan tidak iri dengan keberhasilah saudaranya serta
senantiasa bersyukur atas nikmat yang telah diberikan Allah. Adapun ghibah yang
dibebaskan atau ditolerir adalah ghibah dalam hal amr ma’ruf nahi munkar, dalam rangka
menegakkan kebenaran, dalam hal ini termasuk berita tentang kasus suap (korupsi).
Melihat realita masyarakat dewasa ini ghibah seakan dianggap sepele karena
masyarakat slalu disuguhi dengan berita-berita selebriti dari pagi hingga siang, terkadang
sangat berlebihan dan tidak proporsional. Ini akan menimbulkan berbagai problem dalam
masyarakat. Namun tidak semuanya gossip tersebut mengandung unsure ghibah seperti
penjelasan hadits Nabi diatas.
B. Saran
Dari penjelasan diatas kami berharap pembaca dapat memahami dengan jelas apa-
apa yang telah kami jelaskan terkait dengan hokum ghibah, oleh karena itu diharapkan
untuk kita semua agar tidak menyepelehkan atau mengabaikan hal-hal yang telah tercantum
di atas, dan tak lupa pula Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan maka
dari itu kritikan dan saran kami butuhkan demi kesempurnaan makalah nantinya

8
DAFTAR PUSTAKA

- Qur’an Tafsir
- http://cchacunk.blogspot.com/2013/10/makalah-akhlak-tentang-ghibah.html

Anda mungkin juga menyukai