A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Prasangka buruk, Ghibah, dan Tabdzir?
2. Mengapa Prasangka buruk, Ghibah dan Tabdzir termasuk dalam tingkah
laku tercela?
3. Bagaimana Prasangka buruk, Ghibah dan Tabdzir itu dalam Al-Qur’an dan
Hadits?
1
C. Tujuan
1. Memahami mengenai tingkah laku tercela dalam Islam.
2. Mengetahui beberapa contoh tingkah laku tercela seperti prasangka buruk,
ghibah dan tabdzir.
3. Memahami hukum-hukum tentang tingkah laku tercela.
2
PEMBAHASAN
A. Prasangka Buruk
Prasangka buruk dalam Islam disebut su’udzon yakni lawan dari husnudzon
yaitu prasangka baik atau berbaik sangka. Prasangka buruk merupakan
pendapat atau anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum
mengetahui, atau menyelidiki sendiri. Hal ini dapat berakibat merusak
ukhuwah dan tali silaturahim, karena dapat menimbulkan fitnah dan itu tentu
dapat merugikan orang lain.
Oleh karena itu, prasangka buruk yang dapat berujung fitnah ini
merupakan perbuatan yang dibenci Allah Swt. dan ditentang dalam Islam.
Bahkan Allah Swt. mengumpamakan dosa fitnah itu lebih besar daripada
pembunuhan.
Allah Swt. mewajibkan bagi setiap mukmin untuk selalu berhati-hati dan
berpikir didialam setiap berprasangka, karena prasangka itu ada beberapa
macam. Ada kalanya prasangka itu wajib diikuti, contohnya prasangka dalam
bidang amaliyah dan prasangka kebaikan kepada Allah Swt. Namun ada
kalanya juga prasangka itu haram untuk diikuti seperti prasangka buruk pada
sifat ketuhanan, berburuk sangka pada Nabi dan berburuk sangka pada orang
mukmin.
Diriwayatkan oleh Bukhari dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah Saw.
bersabda:
1 Hadits
Riwayat Bukhari.
3
Persaudaraan menjadi kata kunci pesan Rasulullah dalam hadits di atas.
Dalam membina dan menjaga keutuhan persaudaraan, kita harus selalu
menjauhi prasangka, mencari-cari kesalahan orang lain, memata-matai, saling
iri, dan benci satu dengan yang lain. Jika kita tidak bisa menjauhi apa yang
sudah digariskan Rasulullah (kebiasaan jelek) di atas, maka yang tersisa
adalah sebuah permusuhan dan saling membenci antara satu dengan yang
lain. Tentu ini adalah awal bencana keretakan, ketidakrukunan dan hilangnya
harmoni di dalam lingkungan keluarga dan masyarakat.2
Berikut beberapa cara menjauhi dan menghilangkan munculnya prasangka
buruk.
1. Mendahulukan prasangka baik daripada prasangka buruk. Ini dapat
diartikan dengan selalu berpikir positif kepada orang lain. Segala sesuatu
yang kita dengar dan lihat dapat menimbulkan prasangka baik atau buruk.
Tergantung dari cara kita menanggapinya. Oleh karena itu, selalu
mendahulukan prasangka baik adalah pilihan utama. Dengan demikian kita
tidak akan terkotori oleh bisikan-bisikan setan yang terus membumbui
pemikiran kita tentang prasangka.
2. Mencari alasan-alasan positif bagi orang lain saat mereka melakukan
kekeliruan. Semua menusia pasti melakukan kesalahan. Namun tidak
mesti kesalahan itu kita tanggapi dengan cara yang buruk. Bisa jadi
kesalahan itu dilakukan karena ketidaksengajaan. Tinggalkan sikap
mencari-cari keselahan orang lain.
3. Jauhilah sikap suka menggali-gali rahasia dan membicarakan aib orang
lain. Sikap ini berdekatan dengan prasangka buruk. Dari sikap inilah
muncul prasangka buruk yang akhirnya menimbulkan fitnah.
4
ُ أن رسول هللا صلى هللا عليه وسلم قال أَتَد ُْر ْونَ َما ْال ِغ ْيبَةُ قَالُ ْوا هللاُ َو َر
س ْولُهُ أ َ ْعلَ ُم ّ عن أبي هريرة
ُقَا َل ِذ ْك ُركَ أَخَاكَ بِ َما يَ ْك َرهُ قِ ْي َل أَفَ َراَيْتَ إِ ْن َكانَ فِي أ َ ِخي َما أَقُ ْو ُل قَا َل إِ ْن َكانَ فِ ْي ِه َما تَقُ ْو ُل فَقَدِا ْغتَبَتَه
َوإِنَ لَ ْم يَ ُك ْن فِ ْي ِه فَقَدْ بَ َهتَّه
Artinya: Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Taukah
kamu sekalian, apakah menggunjing itu?” para sahabat berkata: “Allah swt
dan Rasul-Nya lebih mengetahui”. Beliau bersabda:“Yaitu bila kamu
menceritakan keadaan saudaramu yang ia tidak menyenanginya”. Ada
seorang sahabat bertanya: “Babagaimana seandainya saya menceritakan
apa yang sebernarnya terjadi pada saudara saya itu?” beliau menjawab:
“Apabila kamu menceritakan apa yang sebenarnya terjadi pada saudaramu
itu, maka berarti kamu telah menggunjingnya, dan apaila kamu menceritakan
apa yang sebenarnya tidak terjadi pada saudaramu, maka kamu benar-benar
membohongkannya.” (H.R. Muslim).4
Dari hadits di atas Nabi SAW menjelaskan tentang ghibah yaitu dengan
menyebut-nyebut orang lain dengan sesuatu yang ia benci, baik tentang
fisiknya maupun sifat-sifatnya. Maka setiap kalimat yang kita ucapkan
sementara ada orang lain yang membencinya, jika ia tahu kita mengatakan
demikian maka itulah ghibah. Dan jika sesuatu yang kita sebutkan itu
ternyata tidak ada pada dirinya, berarti kita telah melakukan dua kejelekan
sekaligus: ghibah dan buhtan (dusta).
Kedua sifat ini sangat berbahaya bagi kehidupan dan ketentraman
masyarakat. Ghibah membahayakan ketentraman dan kerukunan hidup
masyarakat karena setiap orang tidak mau dipandang cacat atau cela.
Ghibah haram hukumnya, baik bagi yang melakukan maupun yang
mendengarnya. Baik dengan kata-kata yang langsung (terang) maupun berupa
sindiran, dengan isyarat gerakan ataupun yang dimaksudkan untuk membuka
rahasia dan merendahkan kehormatan seseorang. Karena itu apabila kebetulan
kita terlibat dalam suatu percakapan yang bersifat ghibah hendaklah kita
menghindarkannya.
4
Alhafizh Ibn Hajar. Terjemahan Bulugul Maram, (Semarang : CV Toha Putra, 1985), hlm.766
5
Buhtan pun merupakan perbuatan yang sangat tercela dan lebih buruk
daripada ghibah. Sebab buhtan merupakan berita yang mengada-ada.
Allah Swt. berfirman:
ِ ُ ٰٰۤياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ٰۤ ْوا ا ِْن َجا ٓ َء ُك ْم فَا ِس ٌق ۢ بِنَبَ ٍا فَتَبَيَّنُ ٰۤ ْوا ا َ ْن ت
ْ ُ ص ْيب ُْوا قَ ْو ًما ۢ بِ َج َهالَ ٍة فَت
صبِ ُح ْوا
َع ٰلى َما فَعَ ْلت ُ ْم ٰند ِِميْن َ
Ayat di atas menjelaskan agar kita teliti terlebih dahulu dalam menerima
suatu kabar, apalagi buhtan itu akan lebih dekat dengan permusuhan. Apabila
kita didatangi orang dengan membawa kabar yang bertujuan membubarkan
atau membuat permusuhan dengan orang lain, maka hendaknya kita:
5
Surat Al-Hujurat (49) : 6
6
menceritakan bahwasanya hindun melaporkan kepada Nabi bahwa Abu
Sofyan itu pemuda yang gemuk.
2. Karena meminta pertolongan atas suatu perkara yang munkar, dan kita
mengira tidak menolak perbuatan itu.
3. Meminta fatwa
Contoh : Ada seseorang yang minta fatwa kepada seorang 'ulama dan dia
berkata "fulan telah mendzolimiku, apakah jalan yang harus saya
hentikan untuk mencegah kedzoliman itu ?"
4. Memberi peringatan bagi orang-orang muslim dari tipu daya.
Contoh : Cacatnya periwayatan dan kesaksian dan seseorang yang
memberikan pengajaran tetapi orang itu mempunyai cacat dalam
pengajarannya, maka itu boleh diungkapkan.
5. Menyebut seseorang yang memproklamirkan dengan sebuah kefasikan
atau bid'ah seperti penguasa yang semena-mena.
6. Memberitahukan kepada seseorang tentang aib yang menimpa seseorang,
seperti : mata satu, pincang, atau yang lainnya, akan tetapi hal itu tidak
boleh diniati dengan menghina atau merendahkannya.6
6
Muhammad bin Ismail Al Amir, Subulus Salam, (Lebanon: Darul Kotob Al-Ilmiyah, 2008), hlm.
195-196.
7
3. Qotadah mengatakan, “Yang namanya tabdzir (pemborosan) adalah
mengeluarkan nafkah dalam berbuat maksiat pada Allah, pada jalan yang
keliru dan pada jalan untuk berbuat kerusakan.”7
Artinya :
“Sesungguhnya Allah Swt. meridlai tiga hal bagi kalian dan murka apabila
kalian melakukan tiga hal. Allah ridha jika kalian menyembah-Nya dan tidak
mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apapun, dan (Allah Swt. ridha) jika
kalian berpegang pada tali Allah Swt seluruhnya dan kalian saling
menasehati terhadap para penguasa yang mengatur urusan kalian. Allah
Swt. murka jika kalian sibuk dengan desas-desus, banyak mengemukakan
pertanyaan yang tidak berguna serta membuang-buang harta.” (HR. Muslim
no.1715)8
Dari dua hadits di atas memberi pelajaran kepada kita agar selalu berbuat
hemat dalam segala hal, baik dalam hal makanan, minuman maupun
berpakaian. Bahkan ketika kita memiliki sesuatu untuk diberikan kepada
orang lain maka kita harus tetap bersikap tidak boros. Artinya ketika hendak
bersedekah maka kita harus memikirkan sudahkah keperluan anak, istri dan
7
Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 8/474-475
8
HR. Muslim no.1715
9
HR. Al-Turmudzi
8
orang yang menjadi tanggungan kita penuhi? Kalau sudah terpenuhi, barulah
bersedekah dengan tidak mengganggu ketentraman kehidupan keluarga kita.
Begitu juga dalam hal makanan dan minuman, umat Islam hendaknya
dapat mengatur kesehatan fisiknya melalui cara makan dan minum yang
benar menurut ajaran Islam, cara tersebut adalah dengan tidak mengisi
seluruh perut dengan makanan dan minuman.
Allah Swt. berfirman :
ِ َو ٰا
َّ ت ذَا ْالقُ ْر ٰبى َحقَّهٗ َو ْال ِم ْس ِكيْنَ َوابْنَ ال
سبِ ْي ِل َو ََل تُبَذّ ِْر ت َ ْب ِذي ًْرا
Artinya :
“Dan berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin
dan orang yang dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-
hamburkan (hartamu) secara boros.”
“Dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros.
Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan dan
setan itu sangat ingkar kepada Tuhannya” (Q.S. Al-Isra’ : 26-27)10
10
Q.S. Al-Isra’ : 26-27
9
enggan mensyukuri nikmat dan menentang segala ketentuan yang
diundangkan oleh Zat pemberi nikmat tersebut.
10
PENUTUP
A. Kesimpulan
Prasangka buruk yang merupakan pendapat atau anggapan yang kurang
baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui, atau menyelidiki sendiri. Dan
Ghibah yang berarti menceritakan kejelekan orang lain. Serta Tabdzir yang
berarti berbuat boros. Ketiga hal tersebut merupakan akhlak tercela sebab
lebih banyak mengandung mudaratnya. Dari prasangka buruk dan ghibah
dapat menimbulkan dampak seperti rusaknya tali silaturahmi. Dan dari sikap
tabdzir dapat menimbulkan sifat serakah dan selalu merasa kekurangan.
Dalam Al-Qur’an dan Hadits telah di tegaskan bahwa ketiga tingkah laku
tercela di atas sangat di benci oleh Allah Swt. Maka dari itu sebagai seorang
muslim kita harus menghindari tingkah laku tercela dan saling mengingatkan
untuk menjauhi tingkah laku tercela tersebut.
B. Saran
Menyadari bahwa penulis masih jauh dari kata sempurna, kedepannya
penulis akan lebih fokus dan detail dalam menjelaskan tentang makalah di
atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tertuang dan dapat
dipertanggungjawabkan. Penulis juga mengharapkan kritik dan saran
terhadap tulisan yang telah disajikan pada makalah ini. Sehingga dapat
menjadi tuntunan dalam pembuatan makalah-makalah selanjutnya.
11
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Muhammad Bin Ismail. 1981. Shahih Bukhari Juz 3. Istambul: Daarul
Fikri
Abi Khusain Muslim Bin. 1971. Shahih Muslim Juz 4. Libanon: Darul Khutub Al
‘Alamiyah
Al-Arif, Ahmad Adib. Akidah Akhlak. 2009. Semarang: CV. Aneka Ilmu
Muhammad bin Ismail Al Amir. 2008. Subulus Salam. Lebanon: Darul Kotob Al-
Ilmiyah
Nawawi, Imam. 1999. Riyadhus Shalihin, Terj. Ahmad Sunarto. Jakarta: Pustaka
Imani
12
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat limpahan
rahmat, taufiq, serta hidayahnya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Tingkah Laku Tercela” ini dengan baik. Sholawat serta salam
semoga tetap tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW.
yang telah membimbing kami dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang
yakni agama Islam.
Penyusun
13
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang..................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................................1
C. Tujuan................................................................................................................2
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Prasangka Buruk ..............................................................................................3
B. Ghibah dan Buhtan...........................................................................................4
C. Larangan Berbuat Boros (Tabdzir).................................................................7
PENUTUP.............................................................................................................11
Kesimpulan...........................................................................................................11
Saran......................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
14
Tingkah Laku Tercela
Dosen Pengampu:
PRODI JURNALISTIK
TAHUN 2019
15