Anda di halaman 1dari 6

MATERI INTI 3

PENGELOLAAN SHELTER ISOLASI TERPUSAT COVID-19 BERBASIS MASYARAKAT


(Waktu 1 JPL: T=1 JPL; P=0 JPL; PL=0 JPL)

1. Deskripsi Singkat
2. Tujuan Pembelajaran
2.1. Tujuan Umum
2.2. Tujuan Khusus
a. Peserta mengetahui konsep shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat
b. Peserta mengetahui tata laksana shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat
c. Peserta mengetahui tata laksana pemantauan pasien isolasi melalui telemedisin
3. Pokok Bahasan
a. Konsep shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat
b. Tata laksana shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat
c. Tata laksana pemantauan pasien isolasi melalui telemedisin
4. Bahan Belajar
5. Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajaran
5.1. Langkah-Langkah
5.2. Metode
5.3. Media dan Alat Bantu Pelatihan
6. Uraian Materi
a. Konsep shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat
Isolasi untuk pasien COVID-19 adalah salah satu upaya agar dapat menekan
penyebaran COVID-19. Namun tidak semua pasien COVID-19 mampu melakukan isolasi
mandiri di rumah karena kondisi rumah yang tidak memenuhi kriteria untuk isolasi mandiri.
Oleh karena itu, shelter isolasi terpusat COVID-19 yang berbasis masyarakat bertujuan untuk
dapat memisahkan orang yang masuk dalam definisi isolasi dengan masyarakat setempat di
dalam satu tempat yang dalam pelaksanaannya perlu pelibatan masyarakat setempat dan
RT-RW secara aktif dalam mendukung proses isolasi1. Sehingga pasien COVID-19 bisa
memperoleh perawatan dan memudahkan tenaga kesehatan untuk memantau kasus
COVID-19. Proses tersebut meliputi pendataan warga, pelibatan satgas relawan, melakukan
koordinasi dengan fasilitas pelayanan kesehatan setempat dan memberikan konsekuensi
positif untuk memperbaiki stigma yang ada bagi orang yang masuk dalam definisi karantina
atau isolasi. Sebagai contoh, di Kecamatan Ubud, pemerintah setempat mengadakan isolasi
terpusat yang berbasis desa dengan memanfaatkan rumah-rumah penduduk yang tidak
terpakai dan fasilitas desa dengan mendapat pengawasan ketat dari aparat desa.
Pemerintah juga memberdayakan klinik dan UMKM di setempat 2. Selain untuk mencegah
penularan COVID-19, isolasi terpusat berbasis desa ini dilakukan untuk memfasilitasi pasien
COVID-19 yang merasa kurang nyaman apabila harus melakukan isolasi di hotel yang jauh
dari tempat tinggal.
Terkait sarana prasarana penyediaan shelter, disarankan untuk dilakukan mandiri
(rumah pribadi) dan tidak menggunakan fasilitas umum karena penerapan protokol

1 Kemensos. 2020. Panduan Penyiapan Fasilitas Shelter untuk Karantina dan Isolasi terkait COVID-19 Berbasis
Komunitas
2 https://bali.bisnis.com/read/20210825/537/1434109/ubud-terapkan-isolasi-terpusat-berbasis-desa
kesehatan dapat lebih terjamin. Namun jika kondisi rumah tidak mumpuni, maka
pemerintah dapat bekerja sama dengan swasta untuk menyediakan fasilitas shelter isolasi
terpusat menggunakan tempat-tempat penginapan yang memang dirancang dapat
menampung individu untuk menetap seperti hotel, balai pelatihan dan pendidikan, balai
rehabilitasi sosial, dan asrama haji. Alternatif lainnya (apabila fasilitas pribadi maupun
fasilitas penginapan tidak ada), sarana prasarana penyediaan shelter dapat menggunakan
fasilitas umum seperti kantor pemerintah, balai desa, dan fasilitas olah raga. Namun hal ini
membutuhkan sumber daya yang lebih besar dan perlu penerapan protokol pencegahan
penyebaran COVID-19 dengan sangat ketat, sehingga jangan sampai tempat shelter menjadi
tempat penyebaran penyakit. Selain itu, penyediaan tempat isolasi terpusat juga dapat
menggunakan tempat ibadah, namun perlu menjadi perhatian terkait inklusifitas dan perlu
dilakukan koordinasi dengan warga sekitar, tokoh agama maupun tokoh adat untuk akses
bagi pengguna shelter dengan keyakinan yang berbeda. Perlu juga menjadi catatan bahwa
penyediaan tempat shelter menggunakan fasilitas pendidikan seperti sekolah maupun
pondok pesantren sebenarnya tidak disarankan dan hanya menjadi pilihan terakhir jika
alternatif-alternatif sebelumnya tidak dapat terpenuhi.

b. Tata laksana shelter isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat


Kriteria teknis isolasi terpusat COVID-19 berbasis masyarakat dapat memperhatikan
parameter berikut:
1) Jenis intervensi dilakukan dengan pemantauan suhu, gejala dan tanda perubahan
harian oleh petugas kesehatan. Pasien COVID-19 juga diberi obat-obatan sesuai dengan
gejala dengan anjuran dan sepengetahuan petugas kesehatan. Pasien COVID-19 juga
perlu difasilitasi untuk memperoleh layanan konseling psikologis selama menjalani
isolasi terpusat
2) Dalam fasilitas shelter terpusat, selalu terpenuhi persediaan masker medis untuk 2-3
masker perhari minimal untuk 14 hari. Petugas maupun pasien harus selalu
menggunakan masker
3) Sangat direkomendasikan untuk merawat pasien yang terkonfirmasi COVID-19 di kamar
hunian tunggal dengan pintu dan sistem ventilasi udara yang terpisah agar
percampuran udara antar ruangan dapat terhindar. Apabila tidak memungkinan (kamar
tidur terpisah), maka kasus positif harus dipisah dengan kasus PDP/ODP dan antar
tempat tidur harus diberi jarak minimal 2 meter, serta terdapat pemisahan ruangan
untuk pasien laki-laki dan perempuan. Untuk menjaga privasi dan mencegah
penyebaran penyakit dapat diberikan pembatas berupa tirai atau sekat antar tempat
tidur
4) Adanya akses ruang terbuka atau teras dapat disesuaikan untuk memungkinkan
ventilasi yang baik dengan tersedia pencahayaan dan terdapat fasilitas untuk aktivitas
fisik. Sebaiknya juga disediakan ruang terbuka dengan sinar matahari yang cukup untuk
berjemur agar pasien dapat menjaga kesehatannya, berolahraga, dan terhindar dari
stress. Tempat shelter juga menyediakan papan informasi sebagai tempat untuk
materi-materi edukasi, komunikasi, informasi (yang juga memuat nomor-nomor
penting yang bisa dihubungi). Perlu ada ruang terbuka yang cukup luas (4m2 per orang)
agar setiap penghuni dapat menjaga jarak minimal 2 meter atau penggunaan ruangan
dapat dilakukan secara bergilir
5) Terdapat ventilasi alami dengan jendela yang cukup dan bisa dibuka serta menjamin
aliran udara dapat baik dan lancar (60 liter/detik/pasien). Ventilasi harus terpisah antar
ruangan isolasi dimana aliran udara tunggal (non-recirculating). Ruangan juga perlu
ventilasi yang baik untuk menjaga kenyamanan dari panas maupun dingin, terutama
pada fasilitas umum/kolektif
6) Tempat shelter isolasi terpusat berada di lokasi yang tidak dalam pemukiman padat dan
terdapat jarak lebih dari 2 meter dari rumah lainnya. Bangunan dan lokasi juga harus
aman dari ancaman bahaya seperti banjir, tanah longsor, tsunami maupun gempa.
Tempat shelter juga harus memiliki fasilitas untuk akses kendaraan roda empat
7) Di tempat shelter isolasi terpusat harus tersedia air bersih yang cukup sesuai dengan
standar yang berlaku dan harus dibersihkan dengan disinfektan minimal 2x sehari serta
sistem penyediaan saluran air bersih tersedia dengan baik (ada tempat penampungan
air, saluran ke fasilitas MCK, tempat cuci tangan, tempat cuci peralatan makan dan
pakaian)
8) Fasilitas Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di shelter isolasi terpusat hanya digunakan
untuk pasien isolasi yang berjumlah minimal satu fasilitas untuk tiap penghuninya dan
dibersihkan dengan disinfektan minimal 2x sehari. Fasilitas ini juga harus selalu tersedia
kertas tissue untuk mengeringkan tangan (tidak boleh menggunakan lap pengering).
Terdapat pula tempat sampah tertutup untuk sampah tissue dan sampah lain dengan
prosedur pengelolaan sampah sesuai ketentuan yang berlaku. Fasilitas CTPS harus
terdapat tanda jaga jarak bagi penghuni yang mengantre. Apabila memungkinkan,
tersedia pula hand sanitizer di fasilitas CTPS
9) Toilet harus dibuat tanda jaga jarak untuk penghuni shelter yang mengantre.
Aksesibilitas toilet harus disesuaikan dengan kebutuhan penghuni yang lokasinya dekat
dari lokasi perawatan. Perlu juga dipastikan bahwa terdapat penerangan yang cukup di
dalam MCK dan di tempat akses antara MCK dan tempat tidur. Tersedia minimal 1
toilet untuk setiap 20 pasien dan tersedia privasi antara pengguna (terpisah untuk laki-
laki, perempuan, anak-anak dan petugas kesehatan). Toilet harus dibersihkan dengan
disinfektan minimal 2x sehari dan disediakan bahan disinfektan yang bisa digunakan
bagi pengguna sebelum dan sesudah. Tangki septik harus tersedia dengan aman kedap
dan tidak mencemari lingkungan. Fasilitas toilet harus tersedia air bersih mengalir yang
memadai. Dalam toilet harus ada peralatan untuk kebersihan diri (hygiene kit seperti
odol, sikat gigi, sabun, sisir dll) sendiri-sendiri dan tidak berbagi dengan orang lain, serta
untuk perempuan dapat disediakan pembalut dalam jumlah yang cukup dan jenis yang
sesuai. Keberadaan MCK harus dievaluasi sesuai dengan kebutuhan yang ada dengan
mempertimbangkan jumlah unit dengan calon pengguna (meminimalisir waktu antre),
pemisahan antrian dengan penggunaan MCK untuk kelompok rentan (misal kelompok
lansia dan disabilitas)
10) Untuk kebutuhan mencuci pakaian, kegiatan ini harus dilakukan terpisah dari orang
lainnya di tempat shelter isolasi terpusat dan apabila mencuci harus direndam dengan
deterjen. Orang yang mencuci pakaian harus menggunakan masker dan sarung tangan
dari karet dengan mencuci tangan memakai sabun selama 20 detik setelah mencuci
pakaian
11) Terkait drainase, saluran air harus tidak mengalir ke lingkungan luar dan dapat
disalurkan langsung terkoneksi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) atau
menuju septictank yang ada dengan kondisinya yang sesuai standar SNI. Hal ini
dilakukan untuk bisa mencegah penyebaran penyakit melalui kotoran manusia
12) Sampah harus dimasukkan ke dalam plastik terpisah yang terletak dalam kamar dan
saat mengambilnya harus menggunakan masker dan sarung tangan. Setelah itu harus
mencuci tangan menggunakan sabun. Perlu juga dilakukan edukasi penanganan
sampah infeksius dan komunikasi dengan dinas kesehatan terkait pengelolaan sampah
(sampah infeksius, sampah tissue, sampah yang terkontaminasi dengan cairan tubuh,
sampah pembalut)
13) Logistik makanan untuk penghuni shelter isolasi terpusat harus disediakan oleh
pemerintah setempat (yang dapat juga dilakukan dengan sistem gotong royong antar
warga dengan mengantarkan makanan siap saji atau memasak yang dilakukan di luar
wilayah shelter isolasi terpusat). Makanan yang disajikan perlu dipastikan
kebersihannya termasuk apabila menggunakan layanan pesan antar (delivery).
Makanan yang disajikan harus bergizi dan seimbang, menyesuaikan kebutuhan
penghuni (contohnya untuk lansia dapat disediakan makanan lunak). Shelter isolasi
terpusat juga harus menyediakan akses air minum, terdapat meja kecil di balik
pintu/sekat/tirai untuk meletakkan makanan maupun kebutuhan lainnya
14) Peralatan makan yang digunakan harus berbeda antar penghuni satu dengan penghuni
lainnya yang dicuci menggunakan air dan sabun cuci piring. Saat mengumpulkan
peralatan makan harus menggunakan sarung tangan dan hindari menyentuh wajah saat
memindahkan serta membersihkan peralatan makan yang sudah digunakan. Saat
sesudah membersihkan peralatan makan, harus mencuci tangan menggunakan sabun
15) Shelter isolasi terpusat harus memiliki penerangan dan sumber listrik yang memadai
(terdapat sumber listrik/penerangan cadangan) serta memastikan bahwa cahaya terang
di area ruangan, selasar dan toilet
16) Peralatan medis dalam shelter isolasi terpusat dapat disesuaikan dengan kebutuhan
dan panduan dari petugas kesehatan setempat. Tersedia juga obat-obatan dan P3K
terutama bagi penghuni yang memiliki penyakit bawaan lainnya
17) Kebutuhan tenaga medis, tenaga kesehatan dan tenaga penunjang perlu disesuaikan
dengan standar dan protokol yang ditetapkan gugus tugas nasional dan daerah. Perlu
juga disediakan akomodasi dan tempat terpisah dengan akses yang dekat dan mudah
serta memiliki fasilitas yang memadai
18) Perlu disediakan APD bagi petugas/orang yang melakukan perawatan langsung berupa
masker bedah, gaun, apron, sarung tangan, pelindung mata dll
19) Terdapat akses hiburan di dalam shelter seperti televisi, buku maupun internet
20) Tersedia ruang yang cukup untuk para penghuni melakukan ibadah. Ibadah dapat
dilakukan secara terpisah dengan jarak minimal 2 meter. Peralatan ibadah seperti kitab
suci, sajadah, tasbih harus dimiliki masing-masing penghuni dan tidak boleh berbagi
serta harus dibersihkan setiap hari
21) Terdapat petugas keamanan yang melakukan pemantauan dengan berkoordinasi
dengan gugus tugas setempat. Satuan gugus tugas tingkat RT/RW dapat berkoordinasi
dengan pihak kelurahan/BPBD setempat untuk memperoleh bantuan dan penjagaan
keamanan
22) Pada shelter isolasi terpusat harus dipastikan bahwa seluruh ruangan disesuaikan
dengan kebutuhan aksesibilitas bagi seluruh penghuni (termasuk bagi orang yang
memiliki disabilitas fisik seperti pengguna kursi roda, disabilitas sensorik seperti
gangguan penglihatan maupun pendengaran, disabilitas mental, disabilitas intelektual
dan lansia). Pendamping bagi penghuni yang disabilitas harus berbadan sehat, bukan
kelompok berisiko tinggi COVID-19 serta bisa memahami dampak, risiko dan upaya
pencegahan penularan COVID-19. Tersedia alat bantu mobilitas seperti kursi roda,
tongkat penyangga dll dan harus dibersihkan sesering mungkin menggunakan cairan
antiseptic/desinfektan
23) Shelter isolasi terpusat memiliki rencana evakuasi (memakai ambulans maupun moda
transportasi lain), mempertimbangan bila terjadi ancaman bencana dan memiliki akses
untuk evakuasi dan melakukan koordinasi dengan fasyankes terdekat untuk rujukan
apabila kondisi kesehatan memburuk. Perlu juga memperhatikan prosedur evakuasi
dengan jaga jarak dan prosedur isolasi lainnya
24) Pemerintah setempat perlu melakukan sosialisasi dan edukasi dengan warga sekitar
untuk mencegah stigma, diskriminasi dan penolakan dari warga. Masyarakat setempat
juga harus menjaga situasi kondusif dan memahami risiko serta upaya yang diperlukan
dengan berkoordinasi dengan petugas dan pemahaman yang baik tentang keberadaan
dan fungsi fasilitas shelter yang tersedia. Untuk menghindari gejolak sosial, perlu
dilakukan koordinasi dengan struktur pemerintah setempat (RT/RW/Kel) dan pihak
keamanan.
25) Keluarga dan kerabat hanya diperkenankan untuk mengunjungi dengan jarak lebih dari
2 meter dan menggunakan masker, tidak melakukan kontak fisik dan harus memahami
cara pencegahan infeksi. Shelter harus menyediakan ruang khusus terbuka bagi
pengunjung yang diharapkan terpisah dari ruang isolasi

c. Tata laksana pemantauan pasien isolasi melalui telemedisin


Pemantauan kondisi kesehatan pasien selama masa isolasi terpusat dilakukan di
bawah koordinasi dinas kesehatan dan puskesmas setempat. Tenaga kesehatan yang
melakukan pemantauan melalui telemedicine merupakan dokter/dokter spesialis maupun
tenaga kesehatan lain yang telah ditetapkan oleh pimpinan fasyankes. Aplikasi yang
digunakan untuk melakukan layanan pemantauan melalui telemedicine adalah aplikasi milik
pemerintah atau swasta yang terintegrasi dan sesuai standar ketentuan peraturan
perundang-undangan. Berdasarkan KEPMENKES Nomor HK.01.07/MENKES/4829/2021
Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi COVID-
19, biaya konsultasi dan pemantauan tidak diberikan penggantian (reimbursement), namun
untuk biaya pelayanan obat-obatan diberi penggantian yang dibebankan kepada APBN
sesuai perjanjian kerjasama Kemenkes dengan fasilitas pelayanan kefarmasian 3. Kegiatan
pemantauan sebagai berikut:
1) Pemantauan harian paling sedikit 2 kali dalam sehari melalui chatting dan video call
dengan dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, suhu, laju
nadi, laju pernapasan, dan saturasi oksigen
2) Petugas memberikan edukasi terkait COVID-19 kepada pasien, lingkungan dan keluarga
3) Petugas memberikan resep obat tambahan secara elektronik apabila ditemukan gejala
baru

3 KEPMENKES Nomor HK.01.07/MENKES/4829/2021 Tentang Pedoman Pelayanan Kesehatan


Melalui Telemedicine Pada Masa Pandemi COVID-19
4) Petugas melakukan penanganan komorbid sementara apabila pasien baru mengetahui
adanya penyakit komorbid atau penyakit komorbid terkontrol menjadi tidak terkendali
saat dilakukan isolasi. Konsultasi penyakit komorbid dapat dilakukan melalui aplikasi
Temenin (Telemedicine Indonesia) maupun aplikasi lain
5) Petugas dapat membuat surat rujukan dan koordinasi bila terjadi perburukan
6) Petugas membuat surat keterangan selesai isolasi
Selanjutnya, berikut alur pemantauan pelayanan telemedicine melalui platform yang
disediakan oleh pemerintah maupun swasta pada pasien COVID-19 yang melakukan isolasi
1) Pasien dapat memilih salah satu platform dari data platform yang disampaikan pada
notifikasi pemerintah (melalui Whatsapp)
2) Setelah pasien menghubungi platform, pasien dapat melakukan konsultasi dengan
dokter seputar gejala klinis yang ada, lalu dokter memberikan resep elektronik dalam
bentuk PDF dan pasien dapat menyampaikan ke fasilitas pelayanan kefarmasian yang
ditunjuk Kemenkes untuk menyiapkan obat yang dibutuhkan. Dokter memperoleh
informasi bahwa pasien telah mendapat obat. Resep elektronik ini hanya bisa
digunakan untuk 1 kali pengambilan sediaan farmasi
3) Hasil kegiatan pemantauan dicatat dan dilaporkan ke puskesmas setempat
4) Jika terdapat kondisi perburukan maka pasien harus segera dirujuk secara online
melalui SISRUTE (Sistem Rujukan Terintegrasi). Apabila tidak memungkinkan
menggunakan SISRUTE, maka pasien dapat diberi surat rujukan ke rumah sakit

7. Kepustakaan

Anda mungkin juga menyukai