Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

KETERLAMBATAN BERBICARA ( SPEEKED DELAY) DAN KETERLAMBATAN


BERBAHASA (SPEEKED LANGUAGE) ANAK USIA DINI

Dosen Pengampu : Tri Sugiarti, S.Psi., M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 3

1. Sri Nova Yanti (220409502029)


2. Aidah Fadhilah (220409501007)
3. Zayda Mayziada Amami (220409502025)

Mata Kuliah : Analisis Permasalahan Anak

PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya dan tak lupa pula kita kirimkan salam serta shalawat kepada junjungan
baginda nabi Muhammad saw. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik tanpa
kendala apapun. Adapun judul dari makalah ini adalah “Keterlambatan berbicara ( speeked delay)
dan keterlambatan berbahasa (speeked language) Anak Usia Dini”.

Pada kesempatan ini, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah
membantu dalam penyusunan makalah ini, terutama dosen pengampu mata kuliah "Analisis
Permasalahan Anak" dan diharapkan dapat menambah wawasan pada penulis serta pembaca.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah masih memerlukan penyempurnaan,


terutama pada bagian isi. Oleh karena itu, kami menerima segala bentuk kritik dan saran yang
membangun dari berbagai pihak. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, kami
memohon maaf.

Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kami dan teman-teman yang
berkepentingan.

Makassar, 25 Februari 2024

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
.....................................................................................................................................................

Daftar Isi
.....................................................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN
.....................................................................................................................................................

A. Latar Belakang
..........................................................................................................................................
B. Rumusan
Masalah
..........................................................................................................................................
C. Tujuan
Masalah
..........................................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
.....................................................................................................................................................

A. Definisi Keterlambatan Berbicara Dan Berbahasa Anak Usia


Dini
..........................................................................................................................................
B. Penyebab Terjadinya Keterlambatan Berbicara Dan Berbahasa Pada Anak Dapat Di Lihat
Dari Berbagai
Faktor
..........................................................................................................................................
C. Solusi Mengatasi Keterlambatan Berbicara Dan Berbahasa Anak Usia
Dini
..........................................................................................................................................
D. Keterkaitan Pola Asuh Orang Tua Dengan Keterlambatan Berbicara dan Berbahasa
Anak
..........................................................................................................................................

BAB III PENUTUP


.....................................................................................................................................................

A. Kesimpulan
..........................................................................................................................................

Daftar Pustaka
.....................................................................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Anak usia dini berumur antara 0 – 8 tahun melakukan aktivitas berbahasa yakni
mendengarkan dan bicara. Mereka belum mampu membaca dan menulis. Oleh karena itu,
anak usia dini tersebut dalam berbahasa yang perlu dibina dan dikembangkan terutama
keterampilan mendengar dan bicara. Dalam kehidupan sehari-hari, manusia tidak bisa
melepaskan diri dari bahasa. Dengan bahasa manusia bisa bergaul sesama manusia di muka
bumi ini. Manusia tidak hanya berfikir dengan otaknya, tetapi juga dituntut untuk
menyampaikan dan mengungkapkan pikirannya dengan bahasa yang dapat dimengerti
orang lain. Ungkapan-ungkapan itu menunjukkan betapa pentingnya peranan bahasa bagi
perkembangan manusia dan kemanusiaan. Bahasa juga memberikan sumbangan yang
besar dalam perkembangan anak. Dengan menggunakan bahasa, anak akan tumbuh dan
berkembang menjadi manusia dewasa yang dapat bergaul di tengah – tengah masyarakat.
Pada dasarnya bahasa itu merupakan rangkaian bunyi yang melambangkan pikiran,
perasaan, serta sikap manusia. Jadi, bahasa dapat dikatakan sebagai lambang. Dalam
pemakaiannya, lambang itu digunakan sesuai dengan kaidah yang berlaku dalam bahasa
yang bersangkutan. Sesuai dengan kaidah pembentukannya, suatu rangkaian bunyi
membentuk gabungan kata , klausa, dan kalimat.
Pembelajaran bahasa untuk anak usia dini diarahkan pada kemampuan
berkomunikasi, baik secara lisan maupun tertulis (simbolis). Anak secara alami belajar
bahasa dari interaksinya dari orang lain untuk berkomunikasi, yaitu menyatakan pikiran,
keinginannya, memahami pikiran dan keinginan orang lain. Bukankah manusia itu
makhluk sosial yang selalu bergaul, bermasyarakat dan bekerja sama dengan orang lain,
oleh karena itu belajar bahasa yang paling efektif ialah dengan bergaul dan berkomunikasi
dengan orang lain. Pada saat anak masuk Taman kanak-kanak atau usia 5 tahun anak telah
menghimpun kurang lebih 8.000 kosa kata, di samping telah menguasai hampir semua
bentuk dasar tata bahasa. Anak dapat membuat pertanyaan, kalimat negatif, kalimat
tunggal, kalimat majemuk, serta bentuk penyusunan lainnya. Anak telah belajar
penggunaan bahasa dalam berbagai situasi sosial yang berbeda. Misalnya, anak dapat
bercerita hal-hal yang lucu, bermain tebak-tebakan dan berbicara sopan pada orang tua
mereka.
Pada usia Taman Kanak-kanak dapat dilihat perkembangan bicara anak sangatlah
penting yang mana anak dapat berinteraksi dengan orang lain dan dapat bermain dengan
benar dan jelas supaya apa yang disampaikan dapat dimengerti teman seusianya, anak pada
usia Taman Kanak-kanak seharusnya memiliki keberanian dalam berbicara, mau
menjawab pertanyaan yang diajukan, mampu menceritakan tentang kejadian disekitarnya
secara sederhana. Perkembangan berbicara anak dapat distimulasi dengan kegiatan-
kegiatan sederhana. Oleh sebab itu orang tua harus dapat mengembangkan kecakapan anak
dalam berbicara, berinteraksi melalui kegiatan yang menarik dan menyenangkan. Setelah
observasi ke lapangan namun kenyataannya peneliti menemukan perkembangan berbicara
anak masih kurang berkembang atau belum maksimal sesuai dengan tahap perkembangan
berbicara anak sebagaimana mestinya. Masih kurangnya kemampuan ketepatan
penggunaan kata, yang ditandai dengan pengucapan yang tidak jelas dan dalam
berkomunikasi hanya menggunakan bahasa isyarat, sehingga orang disekitarnya kurang
dapat memahami anak, walaupun anak sebenarnya dapat memahami apa yang dibicarakan
orang. Anak belum bisa merangkai kata-kata dalam berbicara lancar dengan kalimat
sederhana. Masih rendahnya penguasaan kosakata anak, apalagi kurangnya penguasaan
anak dalam perkembangan bahasannya.

B. RUMUSAN MASALAH
a. Menjelaskan definisi keterlambatan berbicara dan berbahasa anak usia dini?
b. Menjelaskan penyebab terjadinya keterlambatan berbicara dan berbahasa pada
anak?
c. Menjelaskan solusi mengatasi keterlambatan berbicara dan berbahasa anak usia
dini?
d. Menjelaskan pola asuh orang tua dengan keterlambatan berbicara dan berbahasa
anak?

C. TUJUAN MASALAH
a. Mengetahui definisi keterlambatan berbicara dan berbahasa anak usia dini.
b. Mengetahui penyebab terjadinya keterlambatan berbicara dan berbahasa pada anak.
c. Mengetahui solusi mengatasi keterlambatan berbicara dan berbahasa anak usia dini.
d. Mengetahui pola asuh orang tua dengan keterlambatan berbicara dan berbahasa
anak.
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI KETERLAMBATAN BERBICARA DAN BERBAHASA ANAK USIA


DINI
Keterlambatan bahasa (language) dan bicara (speech) adalah dua pengertian yang
tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain. Di samping itu, menurut Benson kedua
kemampuan tersebut juga sangat berkaitan dengan proses berfikir (thought). Apakah
hubungannya dengan perkembangan bahasa anak dalam pembicaraan ini. Masalah
perkembangan anak, yang sering dipersoalkan adalah tentang “kapankah anak menguasai
bahasa, dan kapankah anak menguasai bicara?”. Ada pendapat yang mengatakan bahwa
berbicara lebih dahulu dikuasai baru diikuti bahasa dan ada pula yang mengatakan bahwa
antara bahasa dan bicara berkembang bersama-sama. Tarmansyah menjelaskan bahwa
bahasa berkembang terlebih dahulu baru diikuti bicara.Dikatakan lebih lanjut bahwa
masalah tersebut dapat dibuktikan dengan kurangnya atau tidak dimilikinya
perbendaharaan kata atau kosakata pada anak, sehingga anak tidak dapat berbicara. Lebih
lanjut dicontohkan pada kasus anak tunarungu yang tidak dapat berbicara karena tidak
dimilikinya atau miskinnya bahasa. Dengan demikian nampak bahwa bahasa dimiliki
terlebih dahulu, baru kemudian anak dapat bicara.
Keterlambatan berbicara pada anak merupakan masalah yang cukup serius dan
harus segera ditangani karena merupakan gangguan perkembangan yang paling sering
ditemukan pada anak. Menurut IDEA (Individuals with Disabilities Education Act) tahun
1997, gangguan ini mengacu pada gangguan komunikasi seperti gagap, gangguan
artikulasi gangguan bahasa, gangguan suara yang berdampak pada hasil pembelajaran
seorang anak.
Kemampuan bicara dan bahasa adalah dua hal yang diukur secara terpisah dan
secara bersama-sama dianggap mencerminkan kemampuan lisan seorang anak secara
keseluruhan. Kemampuan bicara terdiri dari berbagai bunyi yang dibuat orang dengan
mulut mereka untuk berkomunikasi.
Berbahasa dapat diaplikasikan dalam dua hal yaitu:
1. Bahasa ekspresif pada kemampuan individu di dalam menghasilkan suatu
bahasa. Misalkan : menyampaikan isi pikiran atau pendapat secara verbal.
2. Bahasa reseptif mengacu pada kemampuan individu memahami suatu
bahasa. Misalkan : orang yang mengeti bahasa asing tetapi ia tidak dapat
berbicara dalam bahasa asing tersebut.

Berbicara merupakan sarana berkomunikasi. Untuk dapat berkomunikasi dengan


orang lain, semua individu harus dapat mengusai dua fungsi yang berbeda; kemampuan
menangkap maksud yang ingin dikomunikasikan orang lain dan kemampuan untuk
berkomunikasi dengan orang lain sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti. Komunikasi
sendiri sudah dimulai sejak masa bayi. Sejak usia tiga bulan bayi sudah mulai mengerti
ekspresi muka pembicara, nada suara dana isyarat-isyarat tangan hal tersebut dapat
membantu bayi mengerti kata- kata, sampai bayi berusia delapan bulan, kata–kata harus
diperkuat dengan isyarat, menunjuk benda.
Walaupun usia anak belum mencapai 1 tahun, mereka dapat mengetahui betapa
pentingnya peran bicara dalam komunikasi dengan orang lain. Pada waktu mereka
menemukan bahwa upaya awal mereka untuk berkomunikasi dengan menangis atau
dengan menggunakan isyarat yang tidak selalu dipahami.

Harlock dalam bukunya perkembangan anak menyampaikan bagaimana bicara


mempengaruhi penyesuaian sosial dan pribadi anak. Antara lain mampu memenuhi
kebutuhan anak dan keinginan anak, karena mampu menjelaskan kebutuhan dan keinginan
mereka kepada orang lain daripada sekedar menunggu orang lain memahami arti tangisan,
isyarat, maupun ekspresi. Anak-anak mampu menjalin hubungan sosial yang baik.

B. PENYEBAB TERJADINYA KETERLAMBATAN BERBICARA DAN


BERBAHASA PADA ANAK DAPAT DI LIHAT DARI BERBAGAI FAKTOR
Dari penyebab terjadinya keterlambatan berbicara dan berbahasa pada anak dapat
di lihat dari berbagai faktor yaitu sebagai berikut:
a. Gangguan Pendengaran.
Anak dengan gangguan pendengaran biasanya tidak akan memberi
respon terhadap bunyi–bunyian yang ada di sekitarnya. Gangguan
pendengaran bisa menyebabkan anak mengalami hambatan pula dalam
memahami, meniru dan menggunakan bahasa.

b. Gangguan pada Otot Bicara.


Ciri yang paling utama pada anak yang mengalami gangguan otot
bicara adalah, lafal bicaranya tidak bisa sempurna. Kadang otaknya sudah
memerintahkan untuk menjawab dengan benar, tapi yang keluar dari mulut
tetap tidak jelas. Hal itu terjadi karena adanya gangguan neurologis atau
persyarafan.

c. Keterbatasan Kemampuan Kognitif.


Keterbatasan kemampuan kognitif adalah keterbatasan
mempresentasikan objek yang dilihat dalam bentuk image. Bila
kemampuan kognitif terganggu, maka image tersebut tidak akan terbentuk.
Kondisi ini biasanya bisa dideteksi sendiri oleh orang tua dengan melihat
kemampuan motorik anak. Misalnya, anak yang mengalami gangguan
bicara biasanya juga kurang mampu melakukan aktivitas lain yang
sederhana sekalipun, seperti memakai sepatu atau mengancingkan baju.

d. Mengalami Gangguan Pervasif.


Biasanya terjadi pada anak yang mengalami ADD (attention defisit
disorder). Anak yang mengalami keterbatasan atensi ini mengalami
masalah di pusat sarafnya. Gangguan ini biasanya tidak berdiri sendiri, tapi
dibarengi ciri–ciri lain, misalnya, pekerjaannya tidak pernah tuntas,sulit
atau tidak bisa bisa berkonsentrasi dan sebagainya. Namun untuk
memastikannya, tidak ada cara lain kecuali mendatangi ahli saraf atau
neurolog.

e. Kurangnya Komunikasi serta interaksi dengan Orang Tua dan


Lingkungannya
Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa cara mereka
berkomunikasi dengan si anak lah yang juga membuat anak tidak punya
banyak perbendaharaan kata–kata, kurang dipacu untukberpikir logis,
membuat analisa atau kesimpulan dari kalimat – kalimat yang sangat
sederhana sekali pun.

C. SOLUSI MENGATASI KETERLAMBATAN BERBICARA DAN BERBAHASA


ANAK USIA DINI
Apabila orangtua atau guru menemukan anak dengan gangguan bicara dan
berbahasa maka harus merujuk kepada ahlinya yaitu dokter Telinga Hidung dan
Tenggorokan dan mengikuti terapi yang disarankan. Beberapa rekomendasi berikut ini
dapat dilakukan sebagai strategi pendidik dan sekolah dalam menangani anak dengan
gangguan bicara dan bahasa.
 Doronglah komunikasi lisan yang teratur: ajak anak untuk mulai berbicara
di depan kelas. Hal ini dapat membantu mereka untuk berlatih bicara
komunikasi.
 Ialah pendengar yang sabar: jangan tergoda untuk membentuk anak dengan
menyelesaikan kalimat yang seang mereka buat. Biarkan mereka
menuangkan pikiran secara mandiri dan berikanlah waktu ekstra sebagai
pendengar.
 Mintalah penjelasan ulang (klarifikasi) ketika suatu pesan yang
disampaikan tidak jelas: jelaskan kata-kata yang dipahami pendidik dari
pernyataa anak dan minta mereka untuk menjelaskan sisanya. Hal ini juga
menjadi indikator bagi anak mengenai sebaik apa mereka berkomunikasi.

D. KETERKAITAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN KETERLAMBATAN


BERBICARA DAN KETERLAMBATAN BERBAHASA ANAK
Pola asuh orang tua dibagi menjadi tiga macam (Hurlock, 1999).

Tabel 1. Pola asuh orang tua

No Macam-macam Keterangan
Orang tua memberikan anak kebebasan dalam
1. Demokratis mengungkapkan
pendapat namun tetap dalam kontrol orang tua.
Orang tua melakukan pengasuhan dengan cara membatasi,
2. Otoriter memberi hukuman, dan menuntut anak untuk selalu
mengikuti perintah orang tua.
Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif tidak selalu
ikut terlibat dalam kehidupan anak, orang tua memberikan
3. Permissive
kebebasan penuh kepada anak dengan menerapkan sedikit
batasan.
Berdasarkan tabel tersebut dan beberapa hasil penelitian yang telah dikaji, maka
pola asuh dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Pola asuh demokratis.


Pola asuh demoktratis memberikan anak kebebasan dalam mengungkapkan
pendapatnya, atau bahkan mempercayai keputusan yang diambil oleh anak.
Namun, orang tua juga tetap bertugas untuk mengontrol anak dan memberikan
batasan mana yang boleh di lakukan oleh anak dan mana yang tidak. Pola asuh ini
menciptkan komunikasi dan hubungan yang harmonis antara anak dan orang tua
(Juharta, Tjalla, & Hidayat, 2015). Penelitian (Pinquart, 2017) menyebutkan
adanya kehangatan orang tua, kontrol sikap, pemberian otonomi kepada anak,
pengasuhan demokratis mampu mengurangi gejala internalisasi pada anak. Selain
itu, anak yang diasuh dengan cara ini menjadikan anak lebih percaya diri, baik,
mandiri dan mampu untuk mengungkapkan apa yang ia rasakan.

2. Pola asuh otoriter.


Orang tua otoriter memiliki karakter yang keras, penuntut, kaku,
perfeksionis, sulit untuk diajak berkompromi, sering mengatur, dan cenderung
menggunakan hukuman fisik ketika anak melakukan kesalahan (Kurnia, 2019).
Penelitian yang dilakukan oleh (Juharta et al., 2015) bahwa orang tua melakukan
pengasuhan otoritatif dengan cara membatasi, memberi hukuman ketika anak
melakukan kesalahan dan selalu menuntut anak untuk selalu mengikuti perintah
orang tua. Sehingga, berdampak bagi anak cenderung tidak mampu untuk
mengeluarkan pendapatnya, anak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dan
berkomunikasi dengan orang lain.

3. Pola asuh permissive.


Penelitian yang dilakukan (Juharta et al., 2015) menemukan bahwa orang
tua dengan pola asuh permisif percaya bahwa cinta dan kasih sayang merupakan
kebutuhan bagi anak, sehingga kegiatan mendisiplinkan anak dianggap sebagai
sesuatu kontrol yang akan merusak kreatifitas anak. sehingga, orang tua dengan
gaya pengasuhan permisif tidak selalu ikut terlibat dalam kehidupan anak, orang
tua memberikan kebebasan penuh kepada anak dengan menerapkan sedikit batasan.
Penelitian mengungkapkan bahwa anak yang dibesarkan dengan gaya
pengasuhan permisif akan sulit untuk bersosialisai dengan lingkungannya (Juharta
et al., 2015). Ini dipengaruhi oleh kurangnya komunikasi dengan orang tua dan
karena kurangnya kontrol diri anak dan kecenderungan anak untuk melakukan
sesuatu dengan sesuka hatinya tanpa memikirkan lingkungan. Pengasuhan permisif
artinya orang tua membebasan anak untuk melakukan apapun yang disenangi hati
namun dengan minimnya tingkat disiplin, interaksi dan batasan pada anak
(Rohmah, Astikasari, & Weto, 2018; Wijayaningsih, 2019). Oleh karena itu,
pengasuhan permisif ini secara tidak langsung mampu mempengaruhi
perkembangan bicara anak usia dini.

4. Perkembangan Bicara anak


Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Berk, L, 2012) bahwa
perkembangan bicara anak normalnya sebagai berikut, ketika anak berusia 2 bulan
pencapaian yang telah dapat dilakukan anak ialah berceloteh (cooing dan babling)
dan mengeluarkan suara vokal yang menghibur. Pada usia 2 hingga 6 bulan bayi
akan mulai mengamati permainan cilukba yang dilakukan oleh pengasuh.

Bayi mulai untuk berceloteh melalui penambahan konsonan dan pengulangan suku
kata serta lebih banyak melakukan celotehan yang melibatkan suara dari bahasa lisan di
usia 6-7 bulan. Pada usia 8-12 bulan bayi menggunakan isyarat praverbal dan semakin
akuran dalam menumbuhkan perhatian bersama dengan pengasuh yang sering kali
memberikan label lisan pada apa yang sedang dilihat oleh bayi.

Bayi yang berusia 12 bulan sudah mampu untuk berceloteh, mengucapkan kata
pertama yang mereka tahu seperti mama dan papa, serta meniru dua hingga tiga suku kata.
Pada usia 1 hingga 2 tahun, kosa kata anak terus bertambah sekitar 50 hingga 200 kata dan
anak juga dapat menggabungkan dua kata. Kemudian pada usia 2 hingga 5 tahun anak,
perkembangan bicara sudah sampai tahap menciptakan kata baru berdasarkan kata yang
sudah diketahui, memperluas kata melalui metafora, menggunakan ejaan hasil ciptaan dan
perkembangan kosa kata anak telah mencapai 10.000 kata.

Berdasarkan identifikasi yang telah dilakukan terhadap pola asuh orang tua dan
keterlambatan bicara anak ditemukan bahwa keterlambatan bicara pada anak diidentifikasi
memiliki keterkaitan dengan pola asuh permisif yang diterapkan orang tua. Berikut adalah
beberapa keterkaitan dalam pola asuh permisif yang menyebabkan keterlambatan bicara
pada anak.

Tabel 2. Penyebab keterlambatan bicara anak

Pola Asuh Penyebab


 Kesibukan orang tua.
 Rendahnya tingkat pendidikan orang
tua.
Pola asuh permisif dengan
 Kurangnya stimulasi, dukungan
keterlambatan bicara anak
positif dan interaksi.
 Keinginan orang tua agar anak mampu
berbahasa asing

Berdasarkan tabel tersebut maka dapat dijelaskan secara rinci bahwa penyebab
keterlambatan bicara. Pertama, kesibukan orang tua yang menyebabkan kurangnya
perhatian dan keterlibatan orang tua terhadap perkembangan bicara anak. Padahal orang
tua memiliki peranan yang sangat penting dalam perkembangan anak karena orang tua
menjadi orang pertama tempat anak dalam berkomunikasi. Kedua, rendahnya tingkat
pendidikan orang tua menyebabkan kurangnya pengetahuan untuk memfasilitasi dan
menstimulasi perkembangan bicara anak.

Penelitian yng dilakukan oleh (Hartanto, Selina, H, & Fitra, 2016) menemukan
bahwa pendidikan seorang ibu yang rendah memiliki kemungkinan besar untuk anak
mengalami keterlambatan bicara dikarenakan kurangnya stimulasi yang diperoleh anak di
lingkungan terdekat yaitu orang tua. Orang tua juga pada hakikatnya mempunyai peran
sebagai guru bahasa pertama anak dan memiliki kesempatan yang tepat dalam
memfasilitasi perkembangan bahasa anak (Siregar & Hazizah, 2019; Stoner, Meadan, &
Angell, 2013). Hal ini juga terkait dengan penelitian, bahwa orang tua yang mengikuti
pelatihan menjadi orang tua akan menunjukkan peningkatan keterampilan dalam
pengasuhan dan pengetahuan akan perkembangan anak dibandingkan dengan orang tua
yang sama sekali tidak pernah mengikuti pelatihan (Munger, Seeley, Mender, Schroeder,
& Gau, 2019). Ketiga, Kurangnya stimulasi, dukungan positif lingkungan dan interaksi
antara anak dan orang tua di masa perkembangan sehingga menyebabkan keterlambatan
bicara (Fitriyani et al., 2019). Seorang anak dengan keterlambatan bicara menggunakan
kata-kata atau frasa untuk mengungkapkan idenya akan tetapi sulit untuk dimengerti oleh
orang lain. Sehingga, orang sekitar anak akan cenderung menghindari percakapan dengan
anak.

Selain itu, orang tua juga kurangnya ajakan orang tua untuk berkomunikasi dan
berbicara dengan anak (Norcholifah & Oktavia, 2019). Keempat, keinginan orang tua agar
anak mampu berbahasa asing. Oleh karena itu, orang tua berkomunikasi dengan anak
menggunakan dua bahasa, seperti bahasa indonesia dan bahasa inggris. Sehingga,
penerapan bilingualism di lingkungan keluarga yang membingungkan bagi anak (Shetty,
2012). Sejalan dengan pendapat (Norcholifah & Oktavia, 2019) bahwa dengan adanya
penggunaan bahasa asing di lingkungan keluarga dapat memperlambat anak dalam belajar
bahasa ibunya.
BAB III

KESIMPULAN

A. KESIMPULAN

Kemampuan bicara dan bahasa adalah dua hal yang diukur secara terpisah dan secara
bersama-sama dianggap mencerminkan kemampuan lisan seorang anak secara
keseluruhan. Keterlambatan berbicara pada anak merupakan masalah yang cukup serius
dan harus segera ditangani karena merupakan gangguan perkembangan yang paling sering
ditemukan pada anak. Untuk dapat berkomunikasi dengan orang lain, semua individu harus
dapat mengusai dua fungsi yang berbeda; kemampuan menangkap maksud yang ingin
dikomunikasikan orang lain dan kemampuan untuk berkomunikasi dengan orang lain
sedemikian rupa sehingga dapat dimengerti. Komunikasi sendiri sudah dimulai sejak masa
bayi.

Ada beberapa penyebab keterlambatan berbicara dan berbahasa yaitu gangguan


pendengaran, gangguan pada otot bicara, keterbatasan kemampuan kognitif, mengalami
gangguan pervasive dan kurangnya komunikasi serta interaktif dengan orang tua dan
lingkungannya. Orang tua atau guru yang menemukan anak dengan ganggua berbicara dan
berbahasa maka harus merujuk kepada ahlinya yaitu dokter telingga hidung dan
tenggorokan dan dapat mengikuti terapi yang disarankan.
DAFTAR PUSTAKA

Berk, L, E. (2012). development through the lifespan (kelima). yogyakarta: pustaka pelajar.

Cici Ratna Sari, Dadan Suryana, Rismareni Pransiska. (2018). Keterlambatan bicara anak usia 5
tahun. Prosiding Seminar Dan Diskusi Pendidikan Dasar.
Fitriyani, F., Sumantri, M. S., & Supena, A. (2019). Language development and social emotions
in children with speech delay: case study of 9 year olds in elementary school. Jurnal
Konseling Dan Pendidikan. https://doi.org/10.29210/130600

Hartanto, F., Selina, H., H, Z., & Fitra, S. (2016). Pengaruh Perkembangan Bahasa Terhadap
Perkembangan Kognitif Anak Usia 1-3 Tahun. Sari Pediatri, 12(6), 386.
https://doi.org/10.14238/sp12.6.2011.386-90

Hurlock, E. B. (1999). Chlid Development Jilid II, terjemahan , Jakarta: Erlangga (II; Tjandrasa,
ed.). Jakarta: Erlangga.

Juharta, Y. nur fatimah, Tjalla, A., & Hidayat, dede rahmat. (2015). Belajar Dilihat Dari Pola Asuh
Authoritative , Authoritarian Dan Permisif. Insight Jurnal, 4(1), 1–8.
https://doi.org/10.21009/INSIGHT.041.18

Kurniasari, L., & Sunarti, S. (2019). early detection of speech delay and family factors. Journal of
Public Health in Africa, 10(s1), 152–153. https://doi.org/10.4081/jphia.2019.1212

Mulyati, Sri. (2013). Perkembangan Psikologi Anak. Yogyakarta: Laras Media Prima

Munger, K., Seeley, J., Mender, L., Schroeder, S., & Gau, J. (2019). Effect of Make Parenting a
Pleasure on Parenting Skills and Parental Depression. Child & Family Behavior Therapy,
42(1), 1–19. https://doi.org/10.1080/00168890.2019.1689915

Norcholifah, A., & Oktavia, W. (2019). keterlambatan bicara pada anak usia 4 tahun. KLAUSA,
3(2), 79–88. https://doi.org/10.33479/klausa.v3i2.203

Nur Hasanah, Sugito Sugito. (2020). Analisis pola asuh orang tua terhadap keterlambatan bicara
pada anak usia dini. Jurnal Obsesi: Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini 4 (2), 913-922.

Pinquart, M. (2017). Associations of Parenting Dimensions and Styles with Internalizing.

Symptoms in Children and Adolescents: A Meta-Analysis. Marriage and Family Review, 53(7),
613–640. https://doi.org/10.1080/01494929.2016.1247761

Rista Angraeni. (2024). Faktor dan Cara Mengatasi Speech Delay terhadap Pemerolehan Bahasa
Anak. Jurnal Onoma: Pendidikan, Bahasa, dan Sastra 10 (1), 773-779.
Rohmah, M., Astikasari, nita dewi, & Weto, iriyanti. (2018). Analisis Pola Asuh Orang Tua
Dengan Keterlambatan Bicara Pada Anak Usia 3-5 Tahun. OKSITOSIN : Jurnal Ilmiah
Kebidanan, 5(1), 32–42. https://doi.org/10.35316/oksitosin.v5i1.358

Shetty, P. (2012). Speech and language delay in children: A review and the role of a pediatric
dentist. Journal of Indian Society of Pedodontics and Preventive Dentistry, 30(2), 103–108
https://doi.org/10.4103/0970-4388.99979

Siregar, A. O., & Hazizah, N. (2019). Studi Kasus Keterlambatan Bicara Anak Usia 6 Tahun di
Taman Kanak-Kanak. Aulad : Journal on Early Childhood, 2(2), 22–27.
https://doi.org/10.31004/aulad.v2i2.31

Stoner, J., Meadan, H., & Angell, M. (2013). A Model for Coaching Parents to Implement
Teaching Strategies With Their Young Children With Language Delay or Developmental
Disabilities. Perspectives on Language Learning and Education, 20(3), 113.
https://doi.org/10.1044/lle20.3.112

Ulfatun Azizah. (2018). Keterlambatan Bicara dan Implikasinya dalam Pembelajaran Anak Usia
Dini. Hikmah: Jurnal Pendidikan Islam 6 (2), 281-297.

Wijayaningsih, L. (2019). Peran Pola Asuh Orang Tua dalam Meningkatkan Kemampuan Bicara
Anak Speech Delay (Studi Kasus Di Homeschooling Bawen Jawa Tengah). Satya Widya.
https://doi.org/10.24246/j.sw.2018.v34.i2.p151-159

Anda mungkin juga menyukai