Anda di halaman 1dari 13

“MENGANALISIS PERNIKAHAN USIA MUDA PADA ERA

DIGITAL GENERASI Z DI DESA KEKAIT”


Sawaluddin1, Maswana2, Putri Pertiwi3, Aura Wastinaya4, Baiq Yosinta Muliani5, Wegi
Ammarsany6, Lalu Muhammad Arif Fikri7.
1234567
Program Studi PPKn, Jurusan PIPS, Univeritas Mataram
sawaludin@gmail.com , maswanaunram@gmail.com , ppertiwi824@gmail.com,
aurawastinaya8@gmail.com , yosintabq49@gmail.com , ammarsany17@gmail.com ,
lalua3918@gmail.com

ABSTRAK

Kata Kunci:
A. LATAR BELAKANG

Kasus pernikahan usia dini bukan hal yang baru di Indonesia. Pernikahan dini merupakan
permasalahan social yang terjadi pada remaja, korban paling banyak dari pernikahan dini
adalah remaja perempuan. Secara umum kasus pernikahan usia dini banyak terjadi di pedesaan
daripada daerah perkotaan, dan sering terjadi pada keluarga miskin, berkependidikan rendah
dan dropout dari sekolah. Kejadian pernikahan usia dini mulai bergeser ke daerah perkotaan ,
hal ini ditandai dengan peningkatan kasus pernikahan usia dini perkotaan dari 2% pada tahun
2015 menjadi 37% pada tahun 2016. Jadi artinya kasus pernikahan usia dini dapat terjadi
dimana saja dan kapan saja, untuk itu orang tua dan lingkungan harus membantu anak menikah
pada usia yang tepat. Pengetahuan orang tua tentang usia pernikahan berperan penting dalam
memutus mata rantai kasus pernikahan usia dini, untuk itu orang tua harus faham kapan usia
menikah yang baik. Menurut undang-undang perkawinan tahun 1974 pasal 6 dan 7 yang masih
digunakan sampai saat sekarang menetapkan usia pernikahan yang tepat utuk laki-laki 19 tahun
dan Wanita 16 tahun, namun pada tahun 2014 Badan Kependudukan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) menetapkan usia minimum pernikahan 21 tahun pada Wanita dan 25 tahun
pada laki-laki. Fenomena pernikahan dini seolah menjadi bagian dari tradisi yang biasanya di
lingkungan pedesaan. Hal tersebut terjadi karena masyarakat desa masih memegang teguh adat
kebudayaan serta memiliki kehidupan yang kental dengan agaamanya, maka masyarakat desa
terkadang menikahkan anak-anak mereka ketika usia dini dengan beralasan supaya tidak terjadi
zinah atau hal yang tidak diinginkan.

Angka kejadian pernikahan usia dini banyak terjadi pada negara berkembang
disbandingkan negara maju. Negara Amerika melaporkan terdapat, 12% remaja yang
melakukan pernikahan dini, sedangkan di Sudan dan Uganda sebagai negara berkembang,
angka pernikahan dininya berkisar 69,3% dan 46% (Aziem, Sah & Bilakhshan, Schlechd,
2014; Singh & Vennam, 2016). Di Indonesia Angka capaian Pernikahan dini di kalangan
remaja sebanyak 45,38% (BKKBN,2015) dan angka ini nomor dua tertinggi di Negara ASEAN
setelah Negara Komboja (UNICEF,2014). Sedangkan di Indonesia dari data Riskesdas (2013)
terdapat perermpuan yang menikah di bawah usia 15 tahun sebanyak 2,6% kemudian 23,9 %
menikah di usia 15-19 tahun. Prevalensi kejadian pernikahan dini yang tinggi berdampak luas
bukan hanya berdampak buruk pada remaja tetapi juga berdampak buruk pada negara, yang
akhirnya merugikan bangsa.
Fenomena maraknya perilaku Masyarakat yang melakukan pernikahan dini ini juga terjadi
di NTB. Bahkan kondisinya menunjukkan trend cukup tinggi, karena menurut survey nasional,
NTB berada pada urutan tertinggi. Menurut Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan
Perlindungan Anak dan Keluarga (BP3AKB), setengah dari penduduk NTB melakukan
pernikahan dini. Berdasarkan hasil penelitian BP3AKB, tahun 2014, persentase pernikahan
dini di NTB mencapai 51,8% dan tahun 2015 mencapai 34,9%. Jumlah remaja sebagai pelaku
pernikahan usia dini di NTB sepertiga dari total penduduk NTB yang berjumlah 4,8 juta.

Nusa Tenggara Barat merupakan daerah dengan tingkat kasus pernikahan usia dini tertinggi
di Indonesia. Kondisi ini mendapatkan perhatian pemerintah provinsi NTB, karena
dikhawatirkan akan mengganggu proses pembangunan kualitas sumberdaya manusia NTB.
Bentuk perhatian pemerintah tersebut dituangkan dengan mengeluarkan aturan tentang
pendewasaan usia pernikahan bagi Masyarakat. Penelitian ini bermaksud memahami
pandangan MUI NTB terkait dengan inervensi pemerintah yang mengatur batas usia
pernikahan tersebut, karena dalam islam, tidak ada ketentuan tentang batas usia pernikahan,
dan jika terjadi kasus yang tidak ada ketentuan hukumnya dalam islam, maka MUI merupakan
lembaga yang memiliki otoritas untuk memberikan fatwa hukumnya.

Banyak kerugian disebabkan oleh pernikahan usia muda, begitu juga dengan desa Kekait
Gunungsari yang telah kami observasikan dimana di desa tersebut juga terdapat pernikahan
usia muda yang mengakibatkan dampak negatif dari segi sosial, kesehatan, dan psikologis.
Dampak sosial seperti : hubungan keluarga dengan keluarga, Masyarakat dan hubungan dengan
tetangga kurang harmonis. (Sekarayu & Nurwati, 2021) Dampak Kesehatan seperti melahirkan
anak dengan berat badan lahir rendah, pendarahan bahkan resiko kematian. Selain itu
pernikahan usia muda mempengaruhi psikologis seperti depresi, kegelisahan, gangguan mood
lainnya, pada remaja wanita bisa mengalami kekerasan fisik dan seksual dalam pernikahan,
depresi kehamilan, emosi yang tidak setabil dalam menjalankan peran ibu, dan setres yang
muncul dalam kehidupan berumah tangga sehingga berpotensi mengalami gangguan jiwa maka
dari itu dapat disimpulkan bawa pernikahan usia muda sangat merugikan seperti kejadian atau
pengalaman para warga yang melakukan pernikahan usia muda di desa kekait sehingga hal itu
mendorong kami untuk melakukan observasi di Gunungsari desa Kekait.
B. METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini kami menggunakan metode pendekatan (Fadli, 2021) kualitatif
dimana pada pendekatan ini merupakan penelitian yang mengeksplorasi dan
menganalisis fenomena dengan menggunakan data kualitatif seperti observasi,
wawancara, analisis teks untuk memahami konteks opic dan makna terkait dengan
fenomena tersebut (Djaelani, Aunu Rofiq). Pada tahap ini penulis melakukan kegiatan
wawancara dengan staf instansi Rumah Sakit, KUA, dan Kantor Desa.

C. HASIL KEGIATAN DAN PEMBAHASAN


1. Kegiatan Lapangan
a. Pelaksanaan Kegiatan
Langkah awal yang kami lakukan dalam melaksanakan project kewarganegaraan ini
yaitu melakukan kegiatan diskusi kelompok dimana pada thap ini seluruh anggota
kelompok mengeluarkan pendapatnya masing masing dan menjelaskan secara rinci
sebab akibat serta alasan memilih tema dan judul tersebut, kemudian setelah melakukan
diskusi kelompok kami berembuk untuk menentukn tema terbaik yang kn dipilih
kemudian dijadikan sebagai bahan penelitian project kewarganegaran, pada keputusan
judul yang kami pilih yaitu pernikahan usia muda.

(Gambar 1 Diskusi pemilihan dan keputusan judul)

b. Kegiatan Lapangan
Pada tahap ini penulis melaksanakan kegiatan lapangan di Gunungsari desa Kekait
dengan mendatangi Lembaga terkait seperti Rumah Sakit, KUA, dan Kantor Desa
dengan tujuan mendapatkan berbagai informasi dan menjalin Kerjasama dengan
instansi tersebut guna untuk meminimalisir terjadinya pernikahan usia muda. Selain itu
penulis melakukan wawancara dengan organisasi yang menentang pernikahan anak
usia muda kemudian melakukan wawancara pada beberapa warga yang melakukan
pernikahan anak usia muda.

(Gambar 2, Penyerahan Surat Izin ke RS)

(Gambar 3, Penyerahan Surat Izin ke KUA)


(Gambar 4, Wawancara dengan Ketua BPD)

(Gambar 5, Wawancara Dengan Pelaku Pernikahan Usia Muda)

c. Waktu Dan Tempat Pelaksanaan

Sebelum melakukan terjun lapangan langsung, penulis terlebih dahulu melakukan penentuan
waktu dan tempat pelaksanaan observasi sesuai dengan pertimbangan dari narasumber atau
objek peneliti. Adapun waktu jadwal penelitian yang kami lakukan:

No Hari, tanggal Kegiatan


1 Rabu, 18 Oktober Kami menyerahkan surat kepada :
2023
a. Puskesmas Gunung Sari

b. KUA

c. Wali hukum (orang yang menikahkan pasangan


dengan metode nikah sirih)

d. Salah satu aparat desa seperti Kepala desa

2 Jum'at 20 Oktober kami mengunjungi serta mewawancarai lembaga serta


2023 meminta bantuan terkait program yang akan kami lakukan
contoh nya : mengumpulkan anak-anak yang masih sekolah
maupun putus sekolah

3 Minggu, 22 Oktober Kami mengumpulkan seluruh data dari setiap lembaga yang
2023 telah kami wawancarai

4 Sabtu, 28 - 31 Oktober Kami membuat spanduk kemudian terjun untuk melaksanakan


2023 program kami serta hasil dari ide-ide yang telah kami susun

5 Selasa, 1 - 4 Kami mengevaluasi seluruh hasil kami mulai dari awal


November 2023

6 Sabtu, 5 - 11 Kami membeli hasil olahan wirausaha dari salah satu warga
November 2023 desa Kekait

7 Sabtu, 12 November Penyusunan artikel dan pengeditan video


2023

8 Senin, 20 November Mempresentasikan hasil projek Pendidikan kewarganegaraan


2023

9 Rabu, 22 November Kami melakukan sosialisasi di Gunungsari desa Kekait dengan


2023 cara menyebar poster di tempat yang strategis atau familiar
misalnya di tiang listrik, tembok pinggir jalan, warung-warung
dan banyak tempat lainnya
Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan Observasi atau Wawancara

d. Evaluasi Kegiatan
Pada tahap puncak penelitian, penulis melakukan evaluasi kegiatan dari awal hingga
akhir dimana kami melakukan presentasi kelompok kemudian diberikan masukan
oleh Dosen pengampu Mata Kuliah untuk menambahkan kegiatan yang lebih luas
dalam artian pada ruang lingkup yang lebih besar seperti bersosialisasi, melakukan
penempelan poster dan lain sebagainya. Kemudian dari masukan tersebut kami
memilih untuk menambahkan kegiatan yaitu menempel poster pada setiap sudut yang
strategis guna untuk dilihat Masyarakat dengan tujuan mereka sadar akan bahaya dari
pernikahan anak usia muda.

(Gambar 7, Penempelan Poster)

2. Hasil Data dan Pembahasan


a. Pernikahan Usia Muda
Pernikahan usia muda merupakan pernikahan yang melibatkan satu atau dua individu
yang masih dibawah usia dewasa, biasanya dibawah usia 25 tahun bagi laki laki dan 21
tahun bagi Perempuan menurut BKKBN. Adapun menurut sumber informasi dari ketua
BPD yang menyatakan bahwa pernikahan usia mud aini dulu disebut pernikahan dini
namun kemudian dirubah karena banyak orang yang Bernama Dini. Pernikahan usia
dini dalam bahasa Sasak disebut merarik kodek dimana merarik kodek ini sudah dibawa
ke Kancah nasional dan di Ngo juga tetap disebut menarik kodek, selain itu juga pada
Perlindungan Anak terpadu berbasis masyarakat dan semuanya include guru,
masyarakat, pemdes, orang tua, serta bpd.
(Gambar 1 Dokumentasi Bersama anggota BPD)

b. Faktor Penyebab Anak Melakukan Pernikahan Usia Muda

(Mubasyaroh, 2016) Banyak berbagai faktor yang kami temukan dari berbagai sumber
informasi salah satunya dari wawancara yang telah kami selenggarakan, yang pertama faktor
lingkungan dimana anak dipengaruhi oleh ruang lingkup yang ditempati baik internal maupun
eksternal seperti pola pikir pribadi, pengaruh keluarga, pengaruh tetangga, dan lain sebagainya.
Kemudian factor yang kedua yaitu faktor pergaulan dimana pada factor ini melibatkan
hubungn atau interaksi anak yang salah dalam memilih pergaulan sehingga menimbulkan
dampak-dampak negatif dari pengaruh pergaulan baik teman maupun orang terdekat, selain itu
juga pada factor pergaulan ini yang menyebabkan pola pikir seseorang dalam penerimaan sosial
misalnya Ketika mereka melihat teman atau anggota keluarga yang menikah kemudian mereka
mungkin merasakan tekanan batin untuk melakukan hal yang sama yaiu menikah supaya bisa
menyesuaikan diri dan diterima oleh kelompok sosialnya. Harapan orang juga menjadi salah
satu (Naibaho, 2013) factor pendorong anak usia muda untuk melakukan pernikahan karena
Sebagian besar keluarga lainnya memandang pernikahan sebagai cara untuk menjamin masa
depan anak mereka terutama menikah dengan keluarga yang lebih tinggi ekonominya. Tidak
hanya itu, kurangnya teladan alternatif bagi remaja atau motivasi untuk mereka yang tidak
tertarik menikah pada usia muda sehingga mereka merasa bahwa pernikahan adalah satu-
satunya pilihan yang tersedia. Kemudian pada factor pergaulan ini juga menyebabkan pengaruh
kedewasaan emosional yang belum cukup matang sehingga mudah terpengaruh dari teman
maupun orang sekitar untuk memilih keputusan salah satunya dalam memutuskan menikah
pada usia muda guna dapat menyenangkan orang sekitar dan keluarga tanpa
mempertimbangkan kehidupan selanjutnya. Selanjutnya pada (Khaerani, 2019) factor ekonomi
dimana banyak Masyarakat terutama di pedesaan yang mengalami kesulitan ekonomi atau
kemiskinan sehingga, menikah pada usia muda menjadi salah satu solusi atau cara untuk
mengurangi beban keluarga. Adapun beberapa faktor menurut ketua BPD yang ada di desa
kekait yaitu (Yati & Citra, 2020) faktor perintah Orang Tua dimana para anak mengikuti
kemauan dari orantuanya untuk melaksanakan pernikahan pada usia muda agar tidak
menimbulkan fitnah dan kemaksiatan, juga faktor terjadinya pandemi Covid-19 yang membuat
masyarakat harus mengisolasi diri sehingga pada kesempatan tersebut anak-anak usia remaja
banyak yang terjerumus melakukan pernikahan usia muda dikarenakan tidak memiliki
kegiatan maupun pekerjaan yang lain.
c. Upaya Pencegahan Pernikahan Anak Usia Muda

Dari hasil seluruh kegitan kami menemukan sebab akibat serta dampak yang terjadi ketika
melakukan pernikahan dini sesuai dengan informasi yang diberikan oleh beberapa tim yang
membrantas pernikahan diri serta hasil dari wawancara kami kepada Masyarakat di desa kekait,
Ada beberapa factor penyebab pernikahan dini yang terjadi di desa kekait yang meliputi factor
Pendidikan, tingkat Pendidikan yang rendah membuat remaja yang seharusnya sibuk dengan
belajar menjadi tidak ada aktifitas yang jelas. Maka hal tersebut mendorong untuk berpacaran
dan pada akhirrnya dinikahkan. Selanjutnya adalah factor ekonomi, tingkat ekonomi keluarga
yang rendah dapat menimbulkan beberapa dampak. Mulai dari seringnya pertengkaran,
terputusnya Pendidikan anak, sampai dengan perceraian. Seorang anak yang seharusnya masih
berada dalam Pendidikan,terpaksa harus bekerja untuk memenuhi kebutuhan lainnya.

d. Menurut Undang-Undang

Indonesia telah memiliki Undang-Undang No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang
didalamnya mengatur Batasan usia minimal bagi warganya yang akan menikah. Dalam pasa 7
ayat 1 disebutkan Batasan minimal 16 tahun untuk Perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki.
Penetapan usia minimal ini diyakini dapat menjadi salah satu factor ketahanan rumah tangga,
karena semakin dewasa calon pengantin maka semakin matang kondisi fisik dan mental
seseorang dalam mengurangi kehidupan ruamh tangga. Selain itu, isu Kesehatan reproduksi
Perempuan menjadi bagian yang tidak kalah penting dalam perdebatan pelarangan perkawinan
anak, sehingga muncul wacana tentang Batasan usia dalam undang-undang ini perlu revisi dan
dipertimbangkan Kembali. Hal ini telah diungkapkan dalam laporan komisi nasional anti
kekerasan terhadap Perempuan periode 2007-2011 kepada komite CEDAW pada tanggal 10
Oktober 2011. Laporan tersebut memuat pernyataan bahwa perkawinan anak merupakan
bentuk pelanggaran undang-undang, tidak memenuhi standar aman Kesehatan reproduksi
Perempuan, dan memicu tingginya angka perceraian. (Tim Penyusun Komnas Perempuan,
2011)
E. PENUTUP

Simpulan
Anak adalah fenomena yang sering kali terjadi terutama di wilayah pedesaan dan
masyarakat yang masih memegang teguh tradisi(Sulaiman, 2012). Pernikahan anak dapat
memiliki dampak yang serius terhadap kehidupan anak tersebut, baik secara fisik maupun
psikologis. Dengan mempertimbangkan dampak fisik, psikologis, serta Pendidikan dan
peluang Pernikahan ekonomi, pernikahan anak ini merugikan bagi perkembangan anak.
Pernikahan ini dapat menyebabakan masalah kesehatan serius bagi anak perempuan dan
menghambat kesempatan mereka untuk mencapai potensi penuh mereka dalam kehidupan.

Saran
Peran keluarga memiliki peran penting dalam mencegah pernikahan anak. Orang tua
dan keluarga harus mendukung Pendidikan anak-anak mereka dan mempromosikan Kesehatan
gender. Pemberdayaan Perempuan penting untuk memperkuat peran Perempuan di Desa
Kekait. Ini dapat dilakukan melalui program pemberdayaan ekonomi, pelatihan keterampilan,
dan akses pekerjaan yang layak.
DAFTAR PUSTAKA

(Sulaiman, 2012)Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif.


Humanika, 21(1), 33–54. https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075

Khaerani, S. N. (2019). Faktor Ekonomi Dalam Pernikahan Dini Pada Masyarakat Sasak
Lombok. Qawwam, 13(1), 1–13. https://doi.org/10.20414/qawwam.v13i1.1619

Latifah, A. N. (2018). Problematika Pernikahan Dini Di Kecamatan Bojonegoro Kabupaten


Bojonegoro. 5, 12–23.
http://etheses.iainkediri.ac.id/679/%0Ahttp://etheses.iainkediri.ac.id/679/3/933700514-
bab2.pdf

Mubasyaroh. (2016). Analisis Faktor Penyebab Pernikahan Dini dan Dampaknya Bagi
Pelakunya. Jurnal Pemikiran Dan Penelitian Sosial Keagamaan, 7(2), 385–411.

Naibaho, H. (2013). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pernikahan Usia Muda (Studi Kasus
Di Dusun Ix Seroja Pasar Vii Tembung Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli
Serdang). Welfare State, 2(4), 1–12.
https://www.neliti.com/id/publications/222063/faktor-faktor-yang-mempengaruhi-
pernikahan-usia-muda-studi-kasus-di-dusun-ix-ser#cite

Santoso. (2016). Hakekat Perkawinan Menurut Undang-Undang Perkawinan, Hukum Islam


dan Hukum Adat. Jurnal YUDISIA, 7(2), 412.

Sekarayu, S. Y., & Nurwati, N. (2021). Dampak Pernikahan Usia Dini Terhadap Kesehatan
Reproduksi. Jurnal Penelitian Dan Pengabdian Kepada Masyarakat (JPPM), 2(1), 37.
https://doi.org/10.24198/jppm.v2i1.33436

Sulaiman. (2012). Dominasi Tradisi Dalam Perkawinan DiBawah Umur. Analisa, 19(1), 15–
26.

Susilawati, R. (2022). Upaya Pencegahan Pernikahan Dini Meningkatkan Generasi


Berkualitas di Lombok Timur (Studi Kasus UPTD PPA Lombok Timur). At-Taujih:
Jurnal Bimbingan Dan Konseling, 1(1), 40–48.

Yati, D., & Citra, R. S. (2020). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Orangtua Menikahkan
Anak Pada Usia Dini Di Wilayah Kecamatan Wonosari. Journal of Holistic Nursing
Science, 7(1), 32–38. https://doi.org/10.31603/nursing.v7i1.3035

Anda mungkin juga menyukai