Anda di halaman 1dari 10

UPAYA DIPLOMASI INDONESIA DALAM KEKETUAAN ASEAN 2023

(STUDI KASUS KUDETA MYANMAR 2021)


Dasar - Dasar Penelitian Sosial

Oleh:
Valenda Pratiwi
NIM: 07041282227134

Dosen Pengampu:
Dr. Ardiyan Saptawan, M.SI

Program Studi Ilmu Hubungan Internasional


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2023
BAB I
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Myanmar merupakan salah satu negara yang sebagian besar perjalanannya diwarnai oleh
pergolakan konflik internal, baik dalam hal politik, sosial maupun ekonomi. Permasalahan
yang terjadi di Myanmar sebagian besar disebabkan oleh adanya ketidakstabilan politik yang
merupakan akibat dari berkuasanya junta militer di Myanmar. Junta militer dikenal pada
kediktatoran nya dalam mengatur kekuasaan politik dalam pemerintahan. Kondisi ini sudah
terjadi sejak tahun 1962, dimana pada waktu itu Junta militer memperoleh kekuasaannya
melalui kudeta militer yang dipimpin oleh Jendral Ne win. Kudeta militer inilah yang kemudian
menjadi awal dari keruntuhan demokrasi di Myanmar. Semenjak adanya peralihan kekuasaan
kepada militer, seluruh aspek baik dalam pemerintahan maupun masyarkat sipil juga diambil
alih oleh militer (Wema Styadinata, 2014).
Sejak tanggal 1 Februari 2021 konflik yang terjadi didasari atas tuduhan yang dikeluarkan oleh
Junta Militer Myanmar terhadap pemeritahan sipil yang telah menganggap bahwa ada
kecurangan pemilu pada akhirnya berbuntut panjang dan berakhir dengan ditahannya Aung
San Suu Kyi sebagai pemimpin sah Myanmar. Kudeta yang dilakukan militer Myanmar ditolak
keras oleh masyarakat karena Myanmar baru beberapa tahun menjalankan sistem demokrasi.
Penolakan masyarakat dilakukan dengan demonstrasi untuk menuntut sistem demokrasi lama
kembali (Garmabar, 2021). Kekerasan yang dilakukan oleh Militer Myanmar terhadap
masyarakat sipil yang mengakibatkan lebih dari 700 ribu korban jiwa pada akhirnya menyedot
perhatian dunia Internasional. Kecaman datang dari negara-negara Asia Tenggara. Indonesia
sebagai salah satu negara ASEAN perlu mengambil sikap dalam menyelesaikan konflik kudeta
Myanmar dengan tetap tidak melanggar prinsip non-intervensi yang telah disepakati dan
tertuang dalam Piagam ASEAN pasal 2 nomor 2 dan pada ASEAN Way yang merupakan
norma ASEAN (ASEAN, 2018).
Oleh karenanya para pemimpin ASEAN selalu merujuk lima poin konsensus antaralain
pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian aksi kekerasan, diadakannya dialog inklusif,
mengajukan ASEAN untuk memfasilitasi mediasi, dan kunjungan utusan khusus ke Myanmar
yang telah disepakati bersama dengan pihak Junta Myanmar. Tak ada kemajuan implementasi
secara signifikan dari Myanmar dalam penerapan lima poin konsensus tersebut telah
memperburuk persatuan ASEAN dan mengurangi prospek untuk mendapatkan kembali
perdamaian kawasan. ASEAN telah banyak dikritik karena ketidakmampuannya menangani
krisis ini secara efektif. Paling jauh ASEAN hanya mengucilkan Myanmar dengan tidak
mengundang pemimpin Junta milite ke pertemuan rutin perhimpunan negara Asia Tenggara.
Optimisme terhadap perbaikan situasi Myanmar muncul kembali ketika keketuaan Indonesia
di ASEAN. Namun dalam hambatan prinsip non-Intervensi dan sikap tertutup serta respon
yang ditunjukkan oleh Myanmar, melalui diplomasi ulang alik (shuttle diplomacy), Indonesia
berupaya melakukan negosiasi terhadap Myanmar demi membantu menyelesaikan konflik
kudeta yang terjadi. Disamping itu, KTT ASEAN Jakarta 2021 berhasil diselenggarakan atas
inisiasi Indonesia dibantu dengan negara-negara anggota lain merupakan upaya lanjutan yang
juga dinilai berhasil untuk meredam konflik dan memberikan solusi penyelesaian di Myanmar.
Indonesia telah melihat munculnya kepercayaan antara satu pihak dengan yang lain di
Myanmar, kecuali dengan militer. Oleh karena itu perlu diteliti lebih dalam mengenai Upaya
diplomasi Indonesia di keketuaan ASEAN dalam menangani Kudeta Myanmar 2021.
Penelitian ini diharapkan mampu memperluas pengetahuan mengenai konsep-konsep yang
dipergunakan dalam studi hubungan internasional dalam meresolusi sebuah konflik dan
membantu korban konflik di dalamnya dengan mengaplikasikan peran yang dijalankan oleh
Indonesia yang dimana sebagai tetua ASEAN. Selain itu untuk memberikan pengetahuan
tentang peran dan tugas apa saja yang dilakukan Indonesia dalam konflik kudeta, Myanmar.

Rumusan Masalah
1. Bagaimana upaya diplomasi Indonesia di keketuaan ASEAN dalam menangani kudeta
Myanmar?
2. Bagaimana pengaruh upaya diplomasi Indonesia terhadap kudeta Myanmar?
Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui keketuaan Indonesia dalam ASEAN menjadi upaya diplomasi
Indonesia terhadap kudeta Myanmar
2. Untuk mengetahui pengaruh diplomasi Indonesia pasca kudeta Myanmar
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu yang digunakan peneliti pada penelitian kali ini ditujukan sebagai sumber
referensi dan perbandingan, serta menjadi fokus dalam penyelesaian masalah penelitian.
Berikut ini beberapa penelitian terdahulu yang penelitiannya menjadi sumber informasi
tambahan bagi peneliti, yaitu:

Pertama, Penelitian pertama yaitu Dalam jurnal Rizki Roza yang berjudul “Kudeta Militer di
Myanmar: Ujian Bagi ASEAN” (Roza, 2021) penelitian ini menjelaskan bahwa kudeta yang
terjadi pada Februari 2021 yang dilakukan oleh militer mencerminkan bahwa militer tidak siap
jika harus menyerahkan semua pemerintahan kepada sipil. Namun, kudeta ini lebih lunak
dibandingkan dengan kudeta yang pernah dilakukan oleh militer sebelumnya. hal ini
menjadikan ASEAN untuk melakukan peranan yang lebih aktif dengan melunakan prinsip non-
intervensi agar negara anggota seperti indonesia mendapatkan bantuan dari negara anggota
lainnya untuk menyelesaikan masalah kudeta Myanmar. Perbedaannya fokus yang dibahas
dalam penelitian ini adalah mengenai upaya Indonesia saat menjabat sebagai ketua ASEAN
2023 dalam melaksanakan prinsip non intervensi lewat diplomasi senyap.

Kedua, dari Ziyad Falahi dan Poltak Partogi Nainggolan yang berjudul “Upaya ASEAN
Menekan Myanmar” (Falahi & Nainggolan, 2021) fokus penelitian ini untuk menjelaskan
makna sukses ASEAN dalam mengambil sikap tidak mengundang Myanmar pada KTT yang
diselenggarakan pada Oktober 2021 menjelaskan bahwa ASEAN mempunyai sikap tegas yang
tidak lepas dari semangat ASEAN untuk menekan Myanmar dalam menyelesaikan masalah
dalam negeri secara damai dengan tidak mengundang Myanmar dalam KTT. Namun, ASEAN
perlu upaya yang lebih jauh lagi dalam mendesak militer Myanmar untuk menyepakati 5 poin
consensus. Perbedaannya dengan penelitian ini adalah pelaksanaan pengupayaan
menyelesaikan masalah lewat KTT ASEAN dalam keketuaan Indonesia 2023 dan Indonesia
sebagai mediator untuk dialog lewat diplomasi tenang.

Dalam jurnal Zahratunnisa Ramadhani dan Mabrurah yang berjudul “Pengaruh Prinsip Non-
Intervensi ASEAN terhadap Upaya Negosiasi Indonesia Dalam Menangani Konflik Kudeta
Myanmar” (Ramadhani & Mabrurah, 2021) yang bertujuan untuk menganalisa upaya apa saja
yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam meredakan konflik yang sedang terjadi di
Myanmar dengan adanya ketetapan untuk mematuhi prinsip non-intervensi yang menjadi
kesepakatan bersama di ASEAN. Perbedaannya dari penelitian yang dilakukan oleh
Zahratunnisa dengan penulisan ini ialah fokus penelitian ini upaya pemerintah Indonesia dalam
membantu penyelesaian kudeta Myanmar dengan membawa prinsip non intervensi ASEAN,
yang kemudian dijadikan acuan mencari jalan lain yaitu diplomasi tenang.

2.2 Kerangka Teori/Konsep

2.2.1 KTT ASEAN keketuaan Indonesia 2023

ASEAN merupakan singkatan dari The Association of Southeast Asian Nations atau
Perhimpunan Bangsa-bangsa di Asia Tenggara, yang dibentuk pada 8 Agustus 1967 di
Bangkok, Thailand. Terdapat lima negara pendiri ASEAN, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina,
Singapura, dan Thailand. Oleh karena itu, setiap tanggal 8 Agustus, kita memeringati Hari
ASEAN atau ASEAN Day. Seiring dengan dampak positif yang dirasakan dari perhimpunan
ini, hingga tahun 2022, anggota ASEAN bertambah enam negara lainnya menjadi total sebelas
negara anggota. Indonesia sendiri, telah berperan menjadi Keketuaan ASEAN sebanyak tiga
kali (1976, 2003, 2011) dan menghasilkan capaian yang terbukti, dapat mendorong kemajuan
negara ASEAN. Di tahun 2023 ini, menjadi kali kelima, Indonesia didapuk memegang
Keketuaan ASEAN, dengan tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth" yang bermakna
bahwa Indonesia ingin menjadikan ASEAN tetap penting dan relevan bagi masyarakat ASEAN
dan dunia. Hal ini karena, Indonesia ingin membawa ASEAN menjadi kawasan yang memiliki
peran penting, bagi negara kawasan dan dunia. Baik berperan sentral sebagai motor perdamaian
maupun kesejahteraan kawasan. Selain itu, Indonesia juga ingin menjadikan ASEAN sebagai
pusat pertumbuhan ekonomi kawasan dan dunia. Dengan memperhatikan apa yang terkandung
dari prinsip dalam piagam ASEAN (pasal 2) salah satunya prinsip non-intervensi adalah
fondasi inti yang mendasari hubungan regional antara negara-negara anggota ASEAN
(Keling dkk . 2011).

Prinsip ini pertama kali dituangkan dalam dokumen dasar ASEAN, Deklarasi
Bangkok, yang dikeluarkan pada tahun 1967. Deklarasi Bangkok menyatakan bahwa negara-
negara anggota bertekad untuk mencegah campur tangan eksternal untuk menjamin stabilitas
domestik dan regional (Stubbs 2008). Kontribusi ASEAN untuk penyelesaian konflik internal
Myanmar tidaklah sedikit. ASEAN telah menyepakati konsensus lima poin bersama junta
militer dua bulan sejak kudeta pecah di Myanmar pada 2021. Lima poin konsensus tersebut
adalah pengiriman bantuan kemanusiaan, penghentian aksi kekerasan, diadakannya dialog
inklusif, mengajukan ASEAN untuk memfasilitasi mediasi, dan kunjungan utusan khusus ke
Myanmar. Namun, hingga saat ini tak ada kemajuan signifikan dari Myanmar dalam penerapan
Lima Poin Konsensus tersebut. Kendati begitu, selama keketuaan Indonesia di ASEAN,
Indonesia telah berhasil melakukan 145 pendekatan dengan 70 stakeholders untuk membangun
kepercayaan agar terjalin perdamaian kembali di Myanmar. Di bawah keketuaan Indonesia,
ASEAN juga menyepakati mekanisme troika antara ketua ASEAN terdahulu, saat ini, dan
tahun depan untuk menjamin keberlanjutan penanganan isu Myanmar. ASEAN pun mengecam
keras peningkatan aksi kekerasan di Myanmar dan menegaskan lima poin konsensus tetap
menjadi acuan utama ASEAN dalam membantu penyelesaian krisis politik di Myanmar.

2.2.2 Konsep dasar diplomasi tenang atau quiet diplomacy

Diplomasi diam-diam, nama lainnya quiet diplomacy. Berbeda dengan diplomasi


rahasia, diplomasi ini sengaja dilakukan tanpa publikasi lebih dahulu, sampai pada tahap
sedemikian rupa sehingga ketika sudah dirasa aman dalam mencapai kesepakatan, barulah hal
ini dipublikasikan. Tidak dipublikasikannya upaya diplomatik ini dimaksudkan agar opini
publik, khususnya dalam negeri, tidak merusak atau mungkin menggagalkan rencana
pemerintah. Dalam kasus kudeta Myanmar Indonesia berencana untuk menormalisasi
hubungan diplomatik internal myanmar dijajagi lebih dulu melalui pertemuan tanpa publikasi
antara Menteri luar negeri Indonesia Retno Marsudi dengan ketua Junta militer Myanmar, Min
Aung Hlaing. Setelah semuanya matang, maka ketika normalisasi itu dilakukan, resistensi
dalam negeri sudah tidak begitu berpengaruh pada proses.

2.2.3 Teori Peranan oleh K. J. Holsti

K. J. Holsti menyampaikan dalam teorinya yang mengubah konteks teori peran untuk
dapat digunakan dalam konteks internasional. Teori peranan menegaskan bahwa perilaku
politik adalah perilaku dalam menjalankan peranan politik. Teori ini berasumsi bahwa sebagian
besar perilaku politik adalah akibat dari tuntutan atau harapan terhadap peranan yang kebetulan
dipegang aktor politik yang menyatakan bahwa kebijakan luar negeri yang dilakukan oleh
suatu pemerintahan dipengaruhi secara langsung oleh bagaimana para pengambil kebijakan di
dalam suatu pemerintahan tersebut menentukan peran dari negara atau pemerintahannya,
walaupun mungkin juga pada waktu-waktu tertentu kebijakan tersebut dapat dipengaruhi oleh
status suatu negara di dunia internasional. Status tersebut mungkin juga dapat dipengaruhi oleh
peran yang yang diambil oleh suatu negara, mungkin juga dapat dipengaruhi oleh hal-hal diluar
suatu negara. Peran yang diambil oleh suatu pemerintahan negara tadi dipengaruhi secara
langsung oleh kondisi internal negaranya, namun kadang-kadang dapat juga dipengaruhi oleh
hal-hal diluar dari negara tersebut.

Peran - peran telah diklasifikasikan oleh K. J. Holsti dalam 17 macam peran seperti: Bastion of
revolution-liberator, Regional leader, Regional Protector, Active Independent, Liberation
Supporter, Anti-imperialist agent, Defender of the faith, MediatorIntegrator, Regional-
subsystem collaborator, Developer, Bridge, Faithfull ally, Independent, Example, Internal
Development, Isolate, Protectee (Rudy, 2002:144). Beberapa negara memandang dirinya
mampu atau bertanggungjawab untuk memenuhi atau menjalankan tugas sebagai penengah
untuk menyelesaikan masalah di negara lain. Mereka menganggap dirinya sebagai penyelesai
masalah di kawasan regional maupun global. Indonesia berperan sebagai mediator-integrator
yang dilihat dari shuttle diplomacy yang dilakukan oleh Indonesia kepada negara anggota
ASEAN, dan mediasi yang dilakukan melalui komunikasi antar pihak Militer Myanmar.

2.2.4 Analisis Quite diplomacy sebagai Upaya keketuaan asean 2023

Menlu Retno mengungkapkan bahwa kantor utusan khusus yang berada di bawah
Ketua ASEAN telah melakukan 110 kali pertemuan atau dialog dengan para pihak di Myanmar.
Retno menyebut bahwa dirinya telah berbicara dengan menteri luar negeri dari kedua pihak,
yaitu Than Swe (pemerintahan Dewan Administrasi Negara atau SAC junta militer) dan menlu
dari Pemerintahan Persatuan Nasional (NUG). Selain itu, tim yang dibentuk khusus untuk
membantu utusan khusus juga telah bertemu dengan kelompok perlawanan etnis hingga
kelompok masyarakat sipil. Jumlah pertemuan tersebut meningkat dari sebelumnya 60 kali,
seperti dilaporkan pada KTT ASEAN di Labuan Bajo, pertengahan Mei 2023, kemudian
sebanyak 75 kali hingga pertengahan Juni 2023 dan terakhir adalah 110 kali. ”Dalam
pertemuan saya, baik dengan Menlu NUG dan Menlu SAC, saya telah sampaikan pentingnya
dialog inklusif sebagai satu-satunya way forward. Jika para pihak menginginkan perdamaian
yang durable di Myanmar. Semua pihak luar harus mendorong dilakukannya dialog inklusif di
Myanmar,” kata Retno.

Retno juga mengatakan, dirinya berdialog dengan sejumlah negara tetangga yang berbatasan
langsung dengan Myanmar. Dalam dialog itu dia menekankan agar negara-negara tersebut
mendukung implementasi lima poin konsensus yang telah disepakati para pemimpin ASEAN
di Jakarta, 24 April 2021. dalam apa yang disebut dengan diplomasi senyap (Quite Diplomacy)
menurut sejumlah pengamat, tidak berarti apa-apa jika di lapangan tidak terjadi perubahan
signifikan. Kekerasan bersenjata masih terjadi oleh para pihak berkonflik adalah salah satu
indikatornya. Bahkan, langkah Menlu Don dan pemerintah Thailand yang menggelar
pertemuan dengan Than Swe di Bangkok dinilai telah meremehkan upaya yIndikator kemajuan
lainnya, kata Ngurah, adalah AHA Center sudah mendapatkan jaminan keamanan untuk
mengirimkan bantuan kemanusiaan hingga ke wilayah pelosok. Sebelumnya tim pengiriman
bantuan hanya bisa mendistribusikan bantuan bagi sekitar 1.500 warga Myanmar. Sementara,
menurut data, jumlah warga yang membutuhkan bantuan lebih kurang ada 1,1 juta jiwa.
Menurut Ngurah, ini adalah indikator yang signifikan karena sebelumnya kerja pengiriman
bantuan kemanusiaan terkendala izin dari junta. Dia mengatakan, yang perlu terus diupayakan
adalah konsistensi kebijakan agar strategi yang sudah diambil berkelanjutan (Sulistiyanto,
2023.

2.2.4 Analisis Upaya diplomasi Indonesia dalam kudeta Myanmar 2021

Indonesia, negara terbesar di Asia Tenggara dan ketua blok Perhimpunan Bangsa-
Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tahun ini, berharap untuk memulai rencana lima poin yang
disepakati dengan junta Myanmar dua tahun lalu setelah berbagai upaya mediasi untuk
mengakhiri kekerasan telah gagal. “Pada tahap awal keketuaannya, Indonesia memutuskan
untuk mengambil pendekatan diplomasi non-megaphone,” kata Retno Marsudi dalam
konferensi pers. Tujuannya untuk memberikan ruang bagi semua pihak untuk membangun
kepercayaan. Diplomasi diam-diam bukan berarti Indonesia tidak berbuat apa-apa. Diplomasi
yang dilakukan oleh Jakarta sejak awal tahun termasuk 60 pembicaraan dengan semua pihak
yang berkonflik diharapkan menjadi modal untuk upaya lebih lanjut untuk menyelesaikan
krisis. Pembicaraan itu termasuk dengan pemerintah bayangan Myanmar yang sebagian besar
terdiri atas penentang junta yang digulingkan, pemerintah yang ditunjuk militer dan kelompok-
kelompok etnis minoritas bersenjata.

Menurut Presiden, Joko Widodo suara ASEAN bulat menyatakan bahwa pencederaan
terhadap nilai-nilai kemanusiaan tidak bisa ditoleransi. Five-point Consensus memandatkan
ASEAN harus engage dengan semua stakeholders. Inklusivitas harus dipegang kuat oleh
ASEAN karena kredibilitas ASEAN sedang dipertaruhkan. Indonesia, kata Presiden Jokowi,
siap berbicara dengan siapapun termasuk dengan junta militer Myanmar dan
seluruh stakeholders di Myanmar untuk kepentingan kemanusiaan. Tidak boleh ada pihak di
dalam atau di luar ASEAN yang mengambil manfaat dari konflik internal di Myanmar.
Kekerasan harus dihentikan dan rakyat harus dilindungi. Yang terpenting adalah
bahwa engagement bukan recognition. Melakukan pendekatan bukan berarti memberikan
pengakuan. Sehingga dikatakan bahwa kesatuan ASEAN sangat penting. Tanpa kesatuan akan
mudah bagi pihak lain untuk memecah ASEAN.
Akademisi dari Flinder University, Priyambudi Sulistyanto, juga menilai Indonesia adalah
negara yang tepat dalam membantu menyelesaian krisis politik di Myanmar.
Pertama, Indonesia punya pengalaman dalam mewujudkan sistem yang otoriter menjadi
demokrasi hingga mampu melakukan sistem pemilihan presiden dan kepala daerah secara
langsung. Kedua, posisi Indonesia sebagai “jangkar” karena 50 persen
penduduk ASEAN tinggal di Indonesia (Bonasir, 2021).

2.3 Alur Pemikiran


Bagan 2.3
Alur Pemikiran

Upaya Diplomacy Indonesia Dalam Keketuaan


Indonesia ASEAN 2023 (Studi Kasus kudeta
Myanmar 2021)

Teori mediator-Intergrator Menurut

Kebijakan
Indikator yang
ASEAN sebagai Non- Five-point mediator melatarbelakangi
organisasi Intervence Consensus quite diplomacy
Regional

Analisis Upaya Indonesia dalam keketuaan


ASEAN 2023 dalam kasus kudeta Myanmar 2021

: Sistematika berpikir peneliti


: Batas ruang lingkup kajian
Sumber: Diolah oleh peneliti (2023)
2.4 Hipotesis Argumentasi

Diplomasi tenang ini akan menjadi upaya Indonesia dalam tugasnya sebagai ketua ASEAN
2023. Program yang dicanangkan oleh ASEAN melalui Indonesia menekankan pendekatan
mediator dengan metode diplomasi tenang. Untuk memuluskan kepentingan kawasan,
mestabilkan kawasan dan mengembangkan citra positif Indonesia di mata negara-negara Asia
Tenggara Indonesia dalam Upaya ini, serta menciptakan kedamaian dan memngembalikan
kedemokrasian negara . Maka dari itu interaksi dan komunikasi di bidang kebudayaan dan
pendidikan melalui program pertukaran pelajar IISMA dengan instrumen-instrumennya yakni
kunjungan resmi, media massa, dan aktivitas lainnya yang dapat menciptakan opini public
tentang Indonesia

Anda mungkin juga menyukai