Anda di halaman 1dari 15

Potensi Terjadinya Konflik Domestik di Pantai Gading dan Nigeria : Analisis Perbandingan Kapabilitas Sistem Politik

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Politikdan Pemerintahan Afrika

Dosen Pengampu : Samsu Rizal Panggabean

Oleh : Bisma Putra Sampurna 10/296280/SP/23823

JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2011
1

DAFTAR ISI
Daftar Isi.........................................................................................................................................2 Abstraksi...3 Bab I: Pendahuluan Latar Belakang Masalah....4 Rumusan Masalah................................................................................................................6 Landasan Konseptual.....6 Hipotesis.........6 Bab II: Pembahasan...7 Bab III: Analisa....12 Bab IV: Kesimpulan....14 Daftar Pustaka................................................................................................................................15

Abstraksi

Sebagai sebuah entitas politik negara memiliki berbagai peran yang mengharuskannya untuk menjadi sentral dari kegiatan masyarakatnya dalam berbangsa dan bernegara. Untuk menjalankan peran tersebut, suatu negara membutuhkan suatu sistem politik yang dapat mengakomodasi berbagai kepentingan masyarakatnya. Ketika suatu negara gagal dalam mengakomodasi kepentingan-kepentingan yang ada maka dapat menyebabkan timbulnya ketidakpuasan oleh masyarakat yang akan mendorong terjadinya konflik horizontal. Pantai Gading dan Nigeria merupakan dua negara di wilayah Afrika Barat yang memiliki permasalahan yang sama di level nasionalnya, yaitu konflik horizontal. Umumnya konflik tersebut muncul karena sistem yang dimiliki kedua negara tersebut tidak dapat secara penuh mengakomodasi kepentingan masyarakatnya. Namun, dalam penanganan konflik tersebut terdapat perbedaan hasil dalam penanganannya. Perbedaan ini muncul karena masing-masing negara memilikikemampuan yang berbeda dalam memenuhi prasyarat pelaksanaan sistem politik yang ideal. Rumusan masalah yang diangkat pada paper ini adalah Bagaimana potensi terjadinya konflik domestik di Pantai Gading dan Nigeria jika dilihat dari perbandingan kapabilitas sistem politiknya. Dalam pembahasannya akan digunakan Teori Kapabilitas Sistem Politik (Gabriel Almond). Teori ini akan digunakan untuk melihat kinerja sistem politik di Pantai Gading dan Nigeria dalam mengakomodasi kepentingan masyarakatnya.

Keyword : Sistem Politik, Kapabilitas, Konflik Domestik, Pantai Gading, Nigeria

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam melaksanakan kehidupan bernegara diperlukan sebuah perangkat atau sistem yang dapat mengatur serta mengakomodasi berbagai kepentingan serta kebutuhan masyarakat. Dalam kaitannya dengan hal tersebut, sistem politik merupakan perangkat yang dibutuhkan guna mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam sebuah entitas politik yang berdaulat. Jika melihat kembali kepada pengertiannya, sistem politik ini sendiri pada dasarnya berangkat dari pemikiran David Easton yang mengemukakan bahwa kehidupan politik sebaiknya dilihat sebagai sebuah sistem dari kegiatan-kegiatan yang saling berhubungan.1 Maksud dari Easton disini adalah bahwa didalam menjalankan kegiatan politik, terdapat struktur/komponen yang menjalankan fungsi tertentu, dimana fungsi yang dijalankan struktur tersebut-baik secara langsung maupun tidak langsung-akan saling mempengaruhi dan menciptakan kesalinghubungan satu sama lain yang menyebabkan terbentuknya sebuah sistem yang dinamakan sistem politik. Namun pada pelaksanaannya, hasil dari pola pelaksanaan suatu sistem politik di setiap negara tidaklah selalu sama. Ketika suatu negara-melalui sistem politiknya-gagal dalam mengatur serta mengakomodasi berbagai kepentingan serta kebutuhan masyarakatnya, maka dampak yang dihasilkan adalah akan timbulnya konflik horizontal dalamhubungan sosial masyarakat yang berpotensi mengancam stabilitas nasional.2 Terkait dengan hal ini, Pantai Gading dan Nigeria memiliki permasalahan yang serupa. Pantai Gading sebagai sebuah negara republik, memiliki berbagai permasalahan domestik yang disebabkan karena tidak adanya sistem politik yang dapat mengakomodasi kepentingan serta
1

David Easton. 1957. Empirical Conceptualizations: An Approach to the Analysisof Political System. Dalam Budi Winarno. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: MedPress, hlm. 3. 2 Konflik Horizontal yang dimaksud adalah konflik antar kelompok masyarakat yang disebabkan oleh berbagai faktor seperti, ideology politik, ekonomi, dan faktor primordial. Sebagaimana dijelaskan dalam ProPatria Institute, disampaikan dalam FGD ProPatria Institute, Pilicing dan kamtibmas dalam rangka pemeliharaan kedamaian pasca konflik di Indonesia, Maret 2009, <http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Policing%20&%20Kamtibmas%20Dalam%20Rangka%20 Pemeliharaan%20Kedamaian%20Pasca%20Konflik%20di%20Indonesia%20[AS].pdf>, diakses pada 10 Januari 2012

aspirasi masyarakatnya secara komprehensif. Sebetulnya, Pantai Gading sejak awal kemerdekannya, tidak memiliki sejarah kelam dalam permasalahan domestiknya. Kepemimpinan Felix Houphouet-Boigny (1960-1993), dapat dikatakan merupakan masa kepemimpinan yang memiliki kapabilitas dalam upaya menciptakan hubungan masyarakat yang harmonis . Namun, setelah wafatnya Felix Houphouet-Boigny, dalam upaya menjalankan proses demokrasi, Pantai Gading sempat mengalami kudeta pada tahun 1999 yang dipimpin oleh Jenderal Guei Ousted Bedie. Kudeta ini dimaksudkan agar terjadi status quo dalam pemerintahan sehingga dapat dilakukan pemilihan umum yang demokratis. Tetapi, pada kenyataannya terjadi kecurangan dalam proses pemilihan yang diselenggarakan, dimana Guei secara sepihak mendeklarasikan kemenangannya atas lawan politiknya yaitu, Gbagbo. Hal ini lalu memicu protes keras dari pendukung Gbagbo atas ketidak demokratisan proses pemilihan tersebut. Permasalahan ini lah yang menjadi akar dari permasalahan antar masyarakat di Pantai Gading, hingga saat ini. Nigeria dalam hal ini memiliki perbedaan yang cukup signifikan, jika dibandingkan dengan Pantai Gading. Sebagai negara dengan kepemilikan lebih dari 250 etnis, Nigeria memiliki sejarah yang cukup panjang dalam permasalahan domestiknya. Enam tahun setelah

kemerdekaannya,pada tahun 1966 Nigeria mengalami dua kudeta sekaligus, pertama adalah kudeta oleh Mayor Kaduna Nzeogwu yang kemudian dikudeta lagi oleh Letnan Kolonel Murtala Mohammed. Kemudian pada tahun 1967 terjadi perang sipil yang menyebabkan jatuhnya banyak korban jiwa, baik dari warga sipil maupun anggota militer. Pantai Gading dan Nigeria sebagai dua negara yang memiliki sejarah konflik domestik, tentunya memiliki upaya-upaya penanganan konflik tersebut. Namun, terlepas dari upaya penanganan konflik, sesungguhnya dapat diyakini bahwa terdapat hal yang lebih penting dalam rangka mencegah terjadinya konflik domestik, yaitu dengan menciptakan sistem politik domestik yang memenuhi kriteria kapabilitas sistem politik yang ideal. Karena jika dilakukan tinjauan ulang, maka dapat dilihat bahwa terjadinya konflik merupakan konsekuensi logis dari tidak kapabilitasnya suatu sistem politik dalam memainkan perannya sebagai pengakomodasi tuntutan masyarakat.

B. RUMUSAN MASALAH Bagaimana potensi terjadinya konflik domestik di Pantai Gading dan Nigeria jika dilihat dari perbandingan kapabilitas sistem politiknya?

C. LANDASAN TEORI Landasan konseptual yang akan digunakan dalam paper ini adalah teori kapabilitas sistem politik yang dikemukakan oleh Gabriel Almond. Teori ini terdiri dari lima komponen, yaitu kapabilitas ekstraktif yang menyandarkan tolak ukur kinerja sistem politik dari data serta sumber riil yang terdapat dalam masyarakat; kapabilitas regulatif yang merujuk pada efektivitas regulasi yang ditetapkan kepada komponen didalam sistem politik guna mengatur hubungan antara komponen-komponen tersebut; kapabilitas distributif yang menilai suatu sistem politik dari kemampuannya sebagai penyalur kebutuhan bagi masyarakatnya; kapabilitas simbolik yang dilihat dari kemampuan peran pemimpin sebagai sosok yang berpengaruh terhadap masyarakat, dimana hal ini dapat dilihat dari proses komunikasi politik yang dijalankan; dan kapabilitas responsif yang berdasar pada kemampuan sistem politik dalam merespon berbagai tuntutan dari lingkungannya untuk dikonversi menjadi kebijakan.3 Teori ini akan digunakan untuk melihat kapabilitas sistem politik masing-masing negara dalam melaksanaan perannya sebagai pengakomodasi kepentingan masyarakatnya.

D. HIPOTESIS DIlihat dari perbandingan kapabilitas sistem politiknya, Pantai Gading memiliki potensi terjadinya konflik domestik yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan Nigeria. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan dalam memenuhi kriteria ideal kapabilitas sistem politik. Nigeria dalam melaksanakan sistem politiknya memiliki keunggulan dalam pelaksanaan kapabilitas ekstraktif, distributif serta simbolik. Dimana hal ini berpengaruh terhadap kemampuannya dalam meredam potensi konflik domestik yang terjadi.

Gabriel Almond. 1965. A developmental Approach to Political System. Dalam Budi Winarno. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: MedPress, hlm. 114.

BAB II PEMBAHASAN

A. Kapabilitas Sistem Politik Pantai Gading Pantai Gading merupakan negara yang terletak di Afrika Barat dengan jumlah penduduk sebanyak 21.504.162 jiwa dan tingkat pertumbuhan sebesar 3,8%.4 Dari segi sejarah konflik yang pernah dialami oleh Pantai Gading, pada dasarnya Pantai Gading bukanlah seperti kebanyakan negara di benua Afrika yang harus menghadapi percobaan penggulingan kekuasaan pada masa awal kemerdekaannya. Konflik di Pantai Gading sendiri baru muncul ke permukaan pada tahun 1999, ketika terjadi kudeta yang dilakukan oleh Jenderal Guei Ousted Bedie. Kudeta yang dilakukan ini merupakan titik awal terjadinya serangkaian konflik berikutnya. Pasca kudeta tersebut, pada tahun 2000 diadakan pemilihan presiden untuk yang pertama kalinya, namun pemilihan ini kemudian justru menjadi akar dari permasalahan berikutnya, karena pada proses pemilihan ini, Guei secara sepihak mendeklarasikan dirinya sebagai presiden. Hal ini menyulut terjadinya konflik antara kubu oposisi (Gbagbo) dengan kubu Guei. Konflik lainnya terjadi pada tahun 2002 ketika jabatan presiden berada ditangan Gbagbo. Pada masa ini terdapat gerakan oposisi yang mengklaim telah menguasai wilayah bagian utara Pantai Gading dan menuntut diberhentikannya pemerintah yang berkuasa. Gerakan ini mengajukan tuntutannya atas dasar ketidakpuasan dan ketidakadilan dari proses sistem politik yang dijalankan oleh Pemerintahan Gbagbo. Selain konflik ini, pada 2010 lalu, terjadi kembali konflik seperti pada tahun 2000. Namun yang menjadi perbedaan adalah, disini Gbagbo merupakan pemerintah yang berkuasa dan tidak mengakui hasil pemilu yang dimenangkan oleh pihak oposisi yang dipimpin oleh Outtara. Selanjutnya, utnuk melihat kapabilitas sistem politik yang dilaksanakan di Pantai Gading, sebaiknya dilepaskan terlebih dahulu pandangan mengenai konflik-konflik yang terjadi sebelumnya, guna mendapatkan gambaran yang lebih utuh mengenai kemampuan sistem tersebut. Dari segi kapabilitas ekstraktifnya, Pemerintah Pantai Gading pada dasarnya berhasil mempertahankan pendapatan per kapita penduduknya pada angka US$ 1.800 per kepala keluarga
4

U.S. Department of State. Background Note : Cote dIvoire. Oktober 2011. <http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2846.htm>, diakses pada 10 Januari 2012.

sejak tahun 2009. Sedangakan GDP Growth Rate-nya berada pada kisaran 3,6% pada tahun 2010.5 ini merupakan penurunan yang cukup signifikan, karena pertumbuhan GDP pada tahun 2009, mencapai angka 4,2%. Walaupun dalam beberapa tahun terakhir, ekonomi Pantai Gading memiliki kecenderungan adanya pertumbuhan yang cukup bagus. Namun, hal tersebut tidak dapat dijadikan tolak ukur yang ideal, karena pada dasarnya, pendapatan per kapita Pantai Gading, berada pada peringkat 195 dan pertumbuhan GDP-nya berada pada peringkat 93 dunia.6 Mengenai efektivitas regulasi yang diterapkan dalam rangka mengatur hubungan komponen didalamnya, Pantai Gading dapat dinilai tidak cukup memiliki kapabilitas dalam hal ini. Jika dibandingkan dengan negara didalam benua Afrika, mungkin dapat dilihat bahwa itnensitas konflik yang terjadi di Pantai Gading, tergolong tidak setinggi negara lain. Namun, jika dilihat dari jumlah korban yang dihasilkan akibat konflik tersebut, maka dapat dilihat bahwa sesungguhnya, Pantai Gading memiliki kapabilitas regulatif yang sangat buruk. Pada konflik antara pendukung Gbagbo dan pihak oposisi pada tahun 2011, tercatat, terdapat tiga ribu warga sipil tewas dan tidak dapat diperkirakan jumlah wanita yang menjadi korban pemerkosaan oleh pihak Gbagbo, sebagai bentuk terorisme terhadap rakyatnya.7 Jumlah korban tersebut dapat dijadikan indikasi bahwa dalam kapabilitas regulatifnya Pantai Gading dapat dikategorikan tidak cukup memiliki kapabilitas dalam menjalankan sistem politiknya. Sedangkan jika dilihat dari segi kapabilitas distributif, keadaan initidak jauh berbeda dengan kapabilats regulatif yang dimiliki oleh Pantai Gading. Keadaan ini dapat dilihat dari beberapa indikator, yaitu, tingkat kemiskinan dan jumlah kemampuan baca dan tulis. Pada tingkat kemiskinan, data dari National Statistic Institute (2008) menyebutkan bahwa 42.7% masyarakat Pantai Gading, hidup dibawah garis kemiskinan (1.25 US$ per hari).8 Sedangkan pada jumlah kemampuan baca, 55% masyarakat Pantai Gading yang berusia diatas 15 tahun, mampu untuk

Central Intellegence Agency. The World Factbook. 2011. <https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/iv.html>, diakses pada 10 January 2012. 6 Countries of the World. Cote DIvoire Economy 2011. Januari 2011. <http://www.theodora.com/wfbcurrent/cote_divoire/cote_divoire_economy.html> , diakses pada 10 Januari 2012. 7 New York Times. Oktober 2011. <http://topics.nytimes.com/top/news/international/countriesandterritories/ivorycoast/index.html>, diakses pada 10 Januari 2012. 8 IRIN : Humanitarian News and Analysis. Cote dIvoire : Poverty Getting Worse. Desember 2008. <http://www.irinnews.org/report.aspx?reportid=81804>, diakses pada 10 Januari 2012.

membaca dan menulis. Keadaan ini sungguh sangat memprihatinkan, jika mengukur kinerja suatu sistem politik. Dalam hal kapabilitas simbolik, dapat dikatakan bahwa ini merupakan indikator kapabilitas, dimana Pantai Gading sangat lemah tingkat kapabilitasnya. Kapabilitas simbolik merupakan ukuran kapabilitas yang merujuk pada tuntutan perilaku simbolik dari elit politik, sebagai upaya mempertontonkan keagunangan dan kekuasaan negara dalam waktu-waktu ancaman, atau komunikasi kebijakan yang intens dari elit politik.9 Jika dikaitkan dengan fenomena yang terdapat di Pantai Gading, maka akan terdapat ironi, dimana sebuah tingkat ukuran kapabilitas yang sangat penting ini, tidak dapat terpenuhi karena didalam sistem politik yang dijalankan terdapat krisis kepercayaan terhadap pemimpin yang menjabat. Dalam hal ini dapat dilihat dari kasus Gbagbo. Kapabilitas responsif yang dimiliki Pemerintah Pantai Gading, juga tergolong rendah. Walaupun pemerintah berhasil meredam berbagai konflik yang terjadi sebelumnya dengan cara power sharing diantara pihak oposisi dan pemerintah, namun sesungguhnya, ini tidak menunjukkan kemampuan pemerintah dalam merespon tuntutan serta aspirasi masyarakatnya. Power sharing yang dijalankan ini cenderung dilakukan hanya karena pemerintah sudah berada dalam posisi tersudut. Kapabilitas responsif yang diharapkan disini adalah, bagaimana ketika masyarakat mulai mengajukan aspirasinya, pemerintah dengan sigap menampung dan mengolah hal tersebut menjadi kebijakan.

B. Kapabilitas Sistem Politik Nigeria

Nigeria sebagai salah satu negara dengan pengaruh paling besar di kawasan Afrika Barat, sesungguhnya memiliki sejarah konflik yang lebih banyak, jika dibandingkan dengan Pantai Gading. Hingga saat ini Nigeria telah beberapa kali mengalami pergantian pemerintahan. Pergantian ini, mayoritas terjadi karena adanya kudeta yang dilakukan oleh militer Nigeria. Kudeta yang terjadi berkali-kali ini juga dapat dijadikan indikasi bahwa sistem politik yang

Budi Winarno. Op., Cit. hlm. 114.

dijalankan di Nigeria , sebetulnya tidak memiliki kapabilitas yang cukup dalam melaksanakan fungsinya sebagai pengatur proses politik. Dilihat dari kapabilitas ekstraktifnya, pendapatan per kapita rata-rata masyarakat Nigeria pada tahun 2010 adalah sebesar US$ 2.500.10 Sedangkan, tingkat pertumbuhan ekonominya berada pada kisaran 8.4% (2010).11 Jumlah ini menempatkan Nigeria pada peringkat 183 dalam tingkat GDP per kapita dan peringkat ke-15 dalam tingkat pertumbuhan ekonominya. Data hingga tahun 2010 ini menunjukkan adanya peningkatan GDP sebanyak US$100 setiap tahunnya, sejak tahun 2008 dan peningkatan 2,4% dalam tingkat pertumbuhan ekonominya, sejak tahun 2008. Fakta mengenai meningkatnya tingkat pendapatan per kapita dan pertumbuhan ekonomi menunjukkan bahwa sistem politik di Nigeria memiliki kinerja yang baik, jika ditinjau dari kapabilitas ekstraktifnya. Berbeda dengan kapabilitas ekstraktifnya, kabilitas regulatif dari sistem politik Nigeria dapat dikategorikan tidak cukup baik. Hal ini dapat dilihat dari tingginya aktivitas Kriminal yang dilakukan oleh kelompok-kelompok tertentu. Kegiatan yang dilakukan Boko Haram merupakan salah tindakan yang dapat dijadikan contoh nyata mengenai rendahnya kapabilitas regulatif Nigeria. Sejak tahun 2010, tercatat tidak kurang dari sepuluh tindakan kriminal, berupa

pemboman, penyerangan serta pembunuhan, telah dilakukan oleh Boko Haram terhadap lawanlawan politiknya. Keberadaan kelompok ini menggambarkan bahwa Pemerintah Nigeria-melalui sistem politiknya-tidak mampu untuk mengatur pola hubungan masyarakatnya. Terlepas dari kemampuannya dalam mengatur pola hubungan masyarakatnya. Dalam perannya sebagai penyalur kebutuhan bagi masyarakatnya, Pemerintah Nigeria juga tidak memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan hal tersebut. Dilihat dari tingkat kemiskinannya, menurut data terbaru daru Trading Economics, Nigeria memiliki tingkat kemiskinan sebesar 21.1% dari jumlah penduduknya. Jumlah ini menunjukkan peningkatan yang signifikan jika dibandingkan data pada tahun 2008 yang menyebutkan tingkat kemiskinan berada

10

Central Intellegence Agency. The World Factbook. 2011. <https://www.cia.gov/library/publications/the-worldfactbook/geos/ni.html>, diakses pada 10 January 2012. 11 Ibid.

10

pada jumlah 11.8%.12 Mengenai tingkat kemampuan baca dan tulis masyarakatnya, 68% masyarakat Nigeria diatas usia15 tahun memiliki kemampuan baca tulis.13Jumlah ini daptat dikatakan sangat rendah dan merugikan kepentingan nasional. Dari kapabilitas simboliknya, pemimpin Nigeria, yaitu Presiden Goodluck Ebele Jonathan, memainkan peran yang cukup baik sebagai kepala negara dalam menjalankan tugasnya. Adanya penghormatan serta tanggapan positif masyarakat Nigeria terhadap kepemimpinannya, secara tidak langsung memperlihatkan bahwa Nigeria memiliki kapabilitas simbolik yang cukup baik. Jika dalam kapabilitas simboliknya, Pemerintah Nigeria dapat dilihat cukup baik, maka hal ini bertolak belakang dengan kapabilitas responsifnya. Dalam melihat hal tersebut, dapat dilakukan dengan mengamati ulang tindakan Boko Haram yang terus dilakukan. Pada dasarnya sebuah tindakan kekerasan yang dilakukan oleh kelompok tertentu, dapat diartikan sebagai manifestasi nyata dari sebuah tuntutan kelompok tersebut yang tidak mendapat tanggapan. Kasus Boko Haram sesungguhnya tidak jauh berbeda dengan pola dasar terjadinya tindakan kekerasan oleh suatu kelompok. Oleh karena itu, maraknya tindak kekerasan yang dilakukan oleh Boko Haram, sesungguhnya merupakan perwujudan dari gagalnya pemerintah dalam merespon tuntutan yang diajukan oleh masyarakatnya.

12

Trading Economics. Unemployement Rates, List by Country. <http://www.tradingeconomics.com/unemployment-rates-list-by-country?c=africa>, diakses pada 10 Januari 2012. 13 Index Mundi. Nigeria Literacy, < http://www.indexmundi.com/nigeria/literacy.html >, diakses pada 10 Januari 2012.

11

BAB III ANALISA

Dari pemaparan mengenai kapabilitas sistem politik di kedua negara, sesungguhnya dapat dilakukan sebuah analisa dari pola-pola kapabilitas yang ada. Dimana, pada akhirnya analisa tersebut akan memberikan sebuah gambaran yang lebih utuh tentang kaitan antara kapabilitas sistem politik dengan potensi konflik yang akan terjadi di masa depan. Oleh karena itu, pertama akan dilakukan pembandingan kapabilitas sistem politik yang kemudian akan dilanjutkan dengan melihat potensi konflik yang akan timbul dari pola sistem politik yang ada di masing-masing negara. Mencermati indikator pertama, akan didapatkan sebuah hasil dimana dalam hal kapabilitas ekstraktif, Pantai Gading berada dibawah Nigeria. Hal ini secara jelas terlihat pada tingkat pertumbuhan ekonomi Nigeria yang mengalami peningkatansecara signifikan dalam tiga tahun terakhir, dimana hal serupa tidak terjadi di Pantai Gading. Jumlah GDP per kapita yang lebih tinggi di Nigeria juga menunjukkan bahwa kinerja sistem politik di Nigeria dalam menggerakkan fungsi ekonominya, berjalan dengan baik. Lalu, mengenai indikator kedua. Pada kemampuan regulasinya, kedua negara, pada dasarnya sama-sama tidak memiliki kapabilitas dalam mengatur pola hubungan masyarakatnya. Dimana, hal ini tercermin dari banyaknya korban jiwa dalam konflik yang berlangsung serta masih aktifnya pergerakan kelompokkelompok oposisi garis keras yang melakukan tindak kriminal. Pengamatan terhadap indikator ketiga, yaitu kapabilitas regulatif-sebagai bentuk kemampuan pemerintah sebagai penyalur kebutuhan masyarakatnya-menunjukkan bahwa Nigeria kembali lebih unggul jika dibandinkan dengan Pantai Gading. Lebih rendahnya jumlah penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan serta jumlah penduduk yang bisa membaca dan menulis, merupakan gambaran yang cukup jelas. Pada indikator keempat, yaitu kapabilitas simbolik. Nigeria dapat dinilai kembali, bahwa mereka lebih memiliki kapabilitas daripada Pantai Gading. Disini Nigeria dengan presidennya, Goodluck Ebele Jonathan, menunjukkan adanya proses komunikasi politik yang intens dan adanya penghormatan terhadap pemimpin negara. hal yang sama tidak terjadi di Pantai Gading, dimana justru dalam hal ini Pantai Gading
12

sedang mengalami masa krisis kepercayaan terhadap pemimpinnya. Keunggulan Nigeria dalam tiga indikator sebelumnya, sepertinya tidak terlihat pada indikator kapabilitas terakhir. Dalam hal kapabilitas responsif, baik Nigeria maupun Pantai Gading, sama-sama memiliki kinerja yang buruk dalam rangka melakukan respon atau tanggapan dari tuntutan yang diajukan oleh masyarakat. Atau dalam kata lain dapat dikatakan bahwa pemerintah di kedua negara tidak mampu untuk menangkap feedback dari sebuah sistem politik yang berjalan. Jika dikaitkan dengan potensi konflik domestik. Pola yang didapatkan dari perbandingan sistem politik di Pantai Gading dan Nigeria, pada dasarnya sudah memberi gambaran yang jelas tentang potensi tersebut. Nigeria dalam hal ini, merupakan negara yang berpotensi lebih rendah dalam terjadinya konflik domestik. Terpenuhinya tiga dari lima indikator kapabilitas sistem politik, secara tidak langsung telah membuat sistem politik yang dijalankan dapat mencegah potensi konflik domestik. Pencegahan yang dimaksud merupakan pencegahan yang berangkat dari asumsi bahwa ketika suatu sistem politik mampu untuk memenuhi atau mengakomodasi kepentingan serta tuntutan masyarakatnya, maka potensi untuk terjadinya penolakan atau konflik dari proses politik yang dijalankan akan lebih rendah. Sedangkan bagi Pantai Gading-berangkat dari asumsi sebelumnya-maka dalam hal kapabilitas sistem politiknya, Pantai Gading memiliki potensi yang sangat besar untuk terjadinya konflik domestik dalam negaranya karena tidak mampu untuk memenuhi kriteria ideal kapabilitas dari suatu sistem politik.

13

BAB IV KESIMPULAN
Pantai Gading dan Nigeria sebagai dua negara yang berada di Afrika Barat pada dasarnya memiliki permasalahan yang tidak jauh berbeda. Pelaksanaan sistem politiknya pun sama-sama mengalami beberapa gangguan dalam prosesnya. Gangguan berupa kudeta serta tindakan keras oposisi membuat kedua negara sulit untuk melakukan proses politik secara kondusif. Namun, dalam pelaksanaannya terdapat perbedaan kemampuan dalam menjalankan sistem politiknya. Kemampuan dalam menjalankan sistem politik ini sendiri, berpengaruh terhadap kemampuan suatu negara dalam meredam potensi konflik domestik yang terjadi. Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dengan terpennuhinya prasyarat kapabilitas sistem politik, maka hal tersebut menandakan terpenuhinya tuntutan serta aspirasi masyarakat. Sehingga, hal tersebut akan mendatangkan kepuasan terhadap pemerintah dan meinimalisasi terjadinya potensi konflik. Maka, jika ditinjau dari analisa perbandingan sistem politik yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa Nigeria memiliki potensi konflik domestik yang lebih rendah dibanding Pantai Gading. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan kemampuan dalam memenuhi kriteria ideal kapabilitas sistem politik. Nigeria dalam melaksanakan sistem politiknya memiliki keunggulan dalam pelaksanaan kapabilitas ekstraktif, distributif serta simbolik. Sedangkan Pantai Gading cenderung memiliki kemampuan yang rendah dalam memenuhi prasyarat kapabilitas sistem politik yang dikemukakan Almondl.

14

DAFTAR PUSTAKA
Masoed, Mochtar dan Colon MacAndrews(eds). 2006. Perbandingan Sistem Politik. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Thomson, Alex. 2004. An Introduction to African Politics. New York: Routledge.

Winarno, Budi. 2008. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta: MedPress.

Online References

Central Intellegence Agency. The World Factbook. 2011. <https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/ni.html> Central Intellegence Agency. The World Factbook. 2011. <https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/iv.html> Countries of the World. Cote DIvoire Economy 2011. Januari 2011. <http://www.theodora.com/wfbcurrent/cote_divoire/cote_divoire_economy.html> FGD ProPatria Institute, Pilicing dan kamtibmas dalam rangka pemeliharaan kedamaian pasca konflik di Indonesia, Maret 2009, <http://www.propatria.or.id/loaddown/Paper%20Diskusi/Policing%20&%20Kamtibmas%20Dal am%20Rangka%20Pemeliharaan%20Kedamaian%20Pasca%20Konflik%20di%20Indonesia%20 [AS].pdf> Index Mundi. Nigeria Literacy, < http://www.indexmundi.com/nigeria/literacy.html > IRIN : Humanitarian News and Analysis. Cote dIvoire : Poverty Getting Worse. Desember 2008. <http://www.irinnews.org/report.aspx?reportid=81804> New York Times. Oktober 2011. <http://topics.nytimes.com/top/news/international/countriesandterritories/ivorycoast/index.html> Trading Economics. Unemployement Rates, List by Country. <http://www.tradingeconomics.com/unemployment-rates-list-by-country?c=africa> U.S. Department of State. Background Note : Cote dIvoire. Oktober 2011. <http://www.state.gov/r/pa/ei/bgn/2846.htm>
15

Anda mungkin juga menyukai