Anda di halaman 1dari 27

MATERI KONSEP DASAR POLITIK

KONSEP DASAR IPS SD

DISUSUN OLEH :
NUR AFDALIA TAHIR
220407561003
Kelas : 32 B

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH


PENDIDIKAN JASMANI DI SD
Drs. H. Abd. Kadir A, M.Kes

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022/2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................
DAFTAR ISI ....................................................................................................
A. DEFINISI ILMU POLITIK..................................................................
B. IDEOLOGI PANCASILA PADA MASA ORDE BARU ....................
C. PENYEBAB RUNTUHNYA ORDE BARU .......................................

BAB III PENUTUP .........................................................................................


A. KESIMPULAN ...................................................................................
B. SARAN ...............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................


ILMU POLITIK

A. Definisi Ilmu Politik


Menurut Rod Hague et al, Politik adalah kegiatan yang menyangkut cara bagaimana
kelompok-kelompok mencapai keputusan-keputusan yang bersifat kolektif dan mengikat
melalui usaha untuk mendamaikan perbedaan-perbedaan di antara anggota-anggotanya
(Politics is the activity by which groups reach binding collective decisions through attempting
to reconcile diferences among their members).
Menurut Andrew Heywood Politik adalah kegiatan suatu bangsa yang bertujuan untuk
membuat, mempertahankan, dan mengamandemen peraturan-peraturan umum yang mengatur
kehidupannya, yang berarti tidak dapat terlepas dari gejala konlik dan kerja sama (Politics is
the activity through which a people make, preserve and amend the general rules under which
they live and as such is inextricaly linked to the phenomen of conlict and cooperation).
Menurut Ramlan Surbakti mengartikan politik sebagai interaksi antara pemerintah dan
masyarakat dalam rangka proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat
tentang suatu kebaikan bersama masyarakat yang tinggal di wliayah tertentu.
Mneurut Miriam Budiardjo, Ilmu politik adalah ilmu yang mempelajari politik atau
politics atau kepolitikan. Politik adalah usaha menggapai kehidupan yang baik.
Sejak dahulu kala masyarakat mengatur kehidupan kolektif dengan baik mengingat
masyarakat sering menghadapi terbatasnya sumber alam, atau perlu dicari satu cara distribusi
sumber daya agar semua warga merasa bahagia dan puas. Ini adalah politik.
Politik dalam suatu negara (state) berkaitan dengan masalah kekuasaan (power)
pengambilan keputusan (decision making), kebijakan publik (public policy), dan alokasi atau
distribusi (allocation or distribution).
Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap politics sebagai suatu usaha untuk
mencapai masyarakat politik (polity) yang terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan
hidup bahagia karena memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa
kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi. Pandangan
normatif ini berlangsung sampai abad ke-19. Usaha itu dapat dicapai dengan berbagai cara,
yang kadang-kadang bertentangan satu dengan lainnya. Akan tetapi semua pengamat setuju
bahwa tujuan itu hanya dapat dicapai jika memiliki kekuasaan suatu wilayah tertentu (negara
atau sistem politik). Kekuasaan itu perlu dijabarkan dalam keputusan mengenai kebijakan
yang akan menentukan pembagian atau alokasi dari sumber daya yang ada.

B. Negara
Menurut Roger H. Soltau: “ Negara adalah alat (agency) atau wewenang (authority) yang
mengatur atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama, atas nama masyarakat.”
Menurut Harold J. Lasksi: “Negara adalah suatu masyarakat yang diintegrasikan karena
mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih agung daripada
individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat itu.”
Menurut Max Weber: “ negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai monopoli dalam
penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah.”
Negara merupakan integrasi dari keuasaan politik, organisasi pokok dari kekuasaan politik.
Negara adalah organisasi yang dalam suatu wilayah dapat memaksakan kekuasaannya secara
sah terhadap semua golongan kekuasaan lainnya dan yang dapat menetapkan tujuan-tujuan
dari kehidupan bersama (seluruh warga Negara). Menurut John Locke, pada dasarnya fungsi
negara dapat diamat pada tiga hal: 1) Fungsi Legislasi, yaitu fungsi membuat undang-undang
dan peraturan. 2) Fungsi Eksekutif, yaitu fungsi untuk melaksanakan peraturan. 3) Fungsi
Federatif, yaitu fungsi untuk mengurusi urusan luar megeri dan urusan perang dan damai.

Fungsi Negara:
1. Fungsi Regular (fungsi pengaturan)
a. Fungsi Politik, fungsi ini merupakan kewajiban negara yang pertama kali muncul
setelah negara tersebut lahir. Aspek yang termasuk dalam fungsi ini adalah: pertama,
pemeliharaan ketenangan dan ketertiban. Kedua, pertahanan dan keamanan
(security).
b. Fungsi Diplomatik, negara tidak akan dapat hidup secara sempurna tanpa
berhubungan dengan negara yang lain. Inilah yang merupakan hakikat dari fungsi
diplomatik. Negara berhubungan dengan negara lain atas dasar persahabatan yang
bertanggung jawab bukan atas dasar penjajahan.
c. Fungsi Yuridis, dalam pelaksanaan fungsinya, negara harus dapat menjamin adanya
rasa keadilan dalam masayarakat. Dalam konteks ini, negara berkewajiban untuk
mengatur tata cara bernegara dan bermasyarakat agar dapat terhindar dari adanya
konflik-konflik yang terjadi di dalam masyarakat.
d. Fungsi Administrasi, fungsi ini mengharuskan negara menata birokrasinya, demi
mewujudkan tujuan sebuah negara. Penataan birokrasi yang dimaksud bukan atas
dasar kemauan negara semata-mata, akan tetapi selalu bersumber pada aturan hukum
yang telahn ditetapkan sebelumnya.
2. Fungsi Pembangunan
Pembangunan pada hakikatnya merupakan perubahan yang terencana dilakukan secara
terus menerus untuk menuju pada suatu perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya.
Tujuan negara dimaksud tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, secara
tegas dikemukakan bahwa “untuk melindungi segenap bangsa Indonesia serta seluruh
tumpah darah Indonesia untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan
bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia.” Semangat inilah yang kemudian
melandasi pengelolaan negara dan pemerintahan, untuk mencapai kebaikan dan
kesejahteraan bersama.
Tugas Negara:
1) Mengendalikan dan mengatur gejala-gejala kekuasaan yang bertentangan satu sama
lain (a sosial), supaya tidak menjadi antagonisme / anarkisme yang membahayakan;
2) Mengorganisir dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan golongan-golongan kearah
tercapainya tujuan-tujuan dari masyarakat seluruhnya. Negara menentukan bagaimana
kegiatan asosiasi-asosiasi kemasyarakatan disesuaikan satu sama lain dan diarahkan
pada tujuan nasional.
Sifat - sifat negara:
a) Sifat Memaksa, dalam hubungan internasional merujuk pada penggunaan kekuatan
atau ancaman kekuatan oleh suatu negara terhadap negara lain untuk mencapai
tujuannya. Sifat memaksa dapat melibatkan penggunaan kekuatan militer, ekonomi,
atau diplomasi untuk memengaruhi tindakan atau kebijakan negara lain. Sifat
memaksa dapat berdampak pada hubungan antara negara secara politik, ekonomi, dan
sosial, serta dapat menciptakan ketegangan atau konflik antara negara-negara yang
terlibat.
b) Sifat Monopoli, monopoli dalam hubungan internasional merujuk pada dominasi atau
kontrol penuh yang dimiliki oleh satu negara atau sekelompok negara terhadap sumber
daya, wilayah, atau kebijakan internasional tertentu. Negara atau kelompok negara
yang memiliki monopoli dapat memegang kekuatan atau pengaruh yang sangat besar
dalam konteks internasional, yang dapat mempengaruhi tindakan dan kebijakan
negara-negara lain. Monopoli dapat terjadi dalam berbagai bidang, seperti ekonomi,
teknologi, politik, dan militer.
c) Mencakup Semua Negara, konsep mencakup semua negara dalam ilmu politik
merujuk pada fakta bahwa dalam sistem politik global, semua negara di dunia
dianggap sebagai entitas yang saling terkait dan berpartisipasi dalam hubungan
internasional. Tidak ada negara yang terkecuali dari interaksi politik, ekonomi, dan
sosial di tingkat global. Meskipun negara-negara memiliki perbedaan dalam hal
ukuran, kekuatan, dan pengaruh, namun dalam konteks hubungan internasional, setiap
negara dianggap memiliki kedudukan yang sama dan harus berhubungan dengan
negara-negara lain dalam sistem politik global.

Unsur-unsur negara:

a) Wilayah adalah bagian fisik atau geografis dari suatu negara yang memiliki batas-batas
tertentu. Wilayah dapat meliputi daratan, perairan, udara, serta sumber daya alam yang
terdapat di dalamnya. Wilayah merupakan landasan geografis dari suatu negara, yang
menjadi cakupan wilayah di mana negara tersebut berdaulat, mengatur, dan
melaksanakan pemerintahan serta menjalankan kebijakan publik.
b) Penduduk adalah jumlah individu atau kelompok manusia yang tinggal di dalam
wilayah suatu negara dan menjadi bagian dari komunitas negara tersebut. Penduduk
dapat terdiri dari beragam kelompok etnis, budaya, agama, dan sosial yang
membentuk masyarakat dalam suatu negara. Penduduk merupakan sumber daya
manusia dalam negara yang dapat berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, dan
sosial di dalam negara tersebut.
c) Pemerintah adalah lembaga atau badan yang memiliki otoritas dan wewenang untuk
mengatur, mengelola, dan menjalankan kebijakan serta fungsi pemerintahan dalam
suatu negara. Pemerintah bertanggung jawab dalam pengambilan keputusan politik,
pelaksanaan kebijakan publik, pemeliharaan ketertiban dan keamanan, serta pelayanan
publik untuk masyarakat. Pemerintah dapat terdiri dari berbagai cabang, seperti
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, yang bekerja bersama-sama dalam menjalankan
pemerintahan.
d) Kedaulatan adalah prinsip yang menggambarkan kekuasaan penuh dan otonomi yang
dimiliki oleh suatu negara dalam wilayahnya sendiri, tanpa adanya campur tangan dari
negara-negara asing atau pihak ketiga. Kedaulatan merupakan prinsip dasar dari
konsep negara modern, yang menegaskan bahwa suatu negara memiliki hak untuk
mengatur urusan dalam wilayahnya, membuat kebijakan publik, menjalankan
pemerintahan, serta melindungi kepentingan dan kebijakan nasional tanpa campur
tangan dari pihak luar.
C. Kekuasaan
1. Pengertian Kekuasaan
Kekuasaan berasal dari kata “kuasa” yang berarti kemampuan atau
kesanggupanuntukmelakukan sesuatu. Kekuasaan merupakan konsep yang sangat
penting dalamilmu sosial padaumumnya dan dalam ilmu politik pada khususnya. Pada
hal ini politik mengasumsikaninti kekuasaan politik artinya memperjuangkan dan
mempertahankan kekuasaan. Kekuasaanerat kaitannya dengan pengaruh atau
mempengaruhi, kekuasaan pada umumnya berupa relasi dalamarti terdapat satu pihak
yang meguasai dan satu pihak yang tunduk, satu pihak memberikanperintah dan satu
pihak harus patuh pada perintah tersebut.
Machiavelli menggambarkan Kekuasaan sebagai sebuah tujuan. Kekuasaan ini
diwujudkandalam negara sebagai simbol politik tertinggi bersifat mutlak dan
mencakup semuanya. Kekuasaan adalah inti dari apa yang diperbuat oleh seorang
penguasa yang ingin berkuasa. Tugas utama penguasa adalah mencari keunggulan dan
mempertahankan kepentingan negaranyauntuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam
menjamin kelangsungan hidup diperlukan kekuatandan kecerdikan. Jika negara tidak
kuat akan mendorong hasrat kekuatan negara lainuntukmenghancurkannya.
Kecerdikan ini merupakan kepekaan terhadap bahaya dan kepekaanpadakesempatan
yang mendatangkan manfaat. Penguasaan boleh menggunakan sikap tidakterpuji tetapi
mampu menciptakan kesejahteraan dan ketentraman bagi masyarakatnya dan
menjagakestabilan kekuasaannya. Machiavelli mengasumsikan bahwa dunia
merupakan tempat yangberbahaya namun menguntungkan bagi masyarakat. Baginya
hal yang paling pentingbagi penguasa adalah mampu memberikan kenyamanan
kepada rakyatnya.
2. Sumber Kekuasaan Sumber sumber dalam kekuasaan dapat dilihat berdasarkan pada 2
hal yaitu:
a. Kekuasaan berdasarkan pada kedudukan Dibagi kedalam beberapa jenis yakni:
1) Kekuasaan formal atau legal, kekuasaan dalam hal ini diperoleh karena dipilih
atauditunjukdan diperkuat dalam aturan maupun perundangan- undangan
secara sah.
2) Kendali atas Sumber dan Ganjaran, seseorang memiliki kekuasaan untuk
memimpindanmemberikan ganjaran kepada anggota yang berada di bawahnya.
3) Kendali atas hukum dan ganjaran, umumnya berkaitan dengan hukuman maka
ganjarannyaakan terkait dengan kendali atas hukuman. Biasanya
kepemimpinan seperti ini berdasarkanrasa takut.
4) Kendali atas informasi, dalam hal ini pihak yang memegang sumber informasi
dapat menjadi pemimpin.
5) Kendali ekologik, sumber ini disebut juga rekayasa terhadap situasi, contohnya
kendali dalam hal penempatan jabatan oleh seorang pemimpin.
6) Kekuasaan kepribadian, hal ini didasarkan pada kepribadian seseorang atau
sifatnyayangmempunyai keterampilan atau keahlian, maupun kharismanya.
b. Kekuasaan pada sumber politik, dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
1) Kendali terhadap proses pembuatan keputusan, kekuasaan seseorang untuk
membuat sebuahkeputusan misalnya dalam sebuah organisasi ketua atau
pimpinan mempunyai kuasa untukmenetukan sebuah keputusan akan dibuat
dan dilaksanakan.
2) Koalisi kepemimpinan atas dasar kekuasaan politik ditentukan juga akan hak
dan wewenangdalam membuat kerjasama dengan pihak lain. 3) Partisipasi
pimpinan dalam mengatur partisipasi anggotanya, artinya pemimpin
mempunyai hak untuk mengatur dan menentukan bentuk partisipasi dan siapa
saja yang boleh terlibat.
3) Institusionalisasi, pemimpin mempunyai kekuasaan dalam penentuan dan
penetapansesuatusesuai tujuan dan fungsi institusi atau lembaganya.

Selain itu sumber kekuasaan juga diperoleh melalui legitimasi, kuasa atas
sumber informasi, keuangan, keahlian atau kritikalitas, hubungan sosial dalam
masyarakat dan karakter seseorangyang hebat.
Sumber kekuasaan dapat berupa kedudukan, kekayaan, atau kepercayaan.
Sumber kekuasaan berupa kekayaaan, misalnya seorang pengusaha kaya
mempunyai kekuasaan atas seorang politikus atau seorang bawahan yang
mempunyai utang yang belum dibayar kembali. Kekuasaan bersumber pada
kepercayaan atau agama, di banyak tempat alim ulama mempunyai kekuasaan
terhadap umatnya, sehingga mereka dianggap sebagai pemimpin informal yang
perlu diperhitungkan dalam proses pembuatan keputusan di tempat itu. Kekuasaan
bersumber pada kedudukan diartikan sebagai posisi jabatan seseorang dalam
memiliki kekuasaan. Misalnya, orang yang memiliki kekuasaan dapat
mempengaruhi kedudukan atau statusnya.

D. Kebijakan

Secara etimologi, istilah kebijakan berasal dari kata “bijak” yang berarti “selalu
menggunakan akal budidaya; pandai; mahir”. Selanjutnya dengan memberi imbuhan kedan
- an, maka kata kebijakan berarti “rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan
dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan, kepemimpinan”.

Bertitik tolak dari pengertian di atas, maka pengertian kebijakan dalam pendidikan
merupakan keseluruhan proses dan hasil perumusan langkah-langkah strategis pendidikan,
yang dijabarkan dari visi, misi pendidikan, dalam rangka untuk mewujudkan tercapainya
tujuan pendidikan dalam suatu masyarakat untuk suatu kurun waktu tertentu.

1. Perencanaan Kebijakan
Perencanaan adalah proses dasar yang digunakan untuk memilih tujuan dan
menentukan cakupan pencapaiannya. Menurutnya, merencanakan berarti mengupayakan
penggunaan sumberdaya manusia (human resources), sumber daya alam (natural
resources), dan sumberdaya lainnya (other resources) untuk mencapai tujuan. Sementara
itu, Mulyasa menjelaskan bahwa perencanaan adalah suatu bentuk dari pengambilan
keputusan (decision making). Hamzah B. Uno juga menyatakan perencanaan adalah suatu
cara yang memuaskan untuk membuat kegiatan dapat berjalan dengan baik, disertai
dengan berbagai langkah yang antisipatif guna memperkecil kesenjangan yang terjadi
sehingga kegiatan tersebut mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa perencanaan


mengandung paling sedikit 4 unsur yaitu:
a. Ada tujuan yang harus dicapai
b. Ada strategi untuk mencapai tujuan
c. Sumber daya yang mendukung
d. Implementasi setiap keputusan

Perencanaan kebijakan publik merupakan salah satu tahap dari rangkaian proses
pembuatan dan pelaksanaan suatu kebijakan publik. Pandangan Dunn mengatakan,
perumusan kebijakan (policy formulation) yakni pengembangan dan sintesis terhadap
alternatif-alternatif pemecahan masalah. Winarno menyatakan bahwa masing-masing
alternatif bersaing untuk di pilih sebagai kebijakan dalam rangka untuk memecahkan
masalah. Islamy menyebutkan perumusan kebijakan sebagai alternatif yang terus menerus
dilakukan dan tidak pernah selesai, dalam memahami proses perumusan kebijakan perlu
memahami aktor-aktor yang terlibat dalam proses perumusan kebijakan.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa formulasi kebijakan


merupakan cara untuk memecahkan suatu masalah yang di bentuk oleh para aktor pembuat
kebijakan dalam menyelesaikan masalah yang ada dan dari sekian banyak alternatif
pemecahan yang ada maka dipilih alternatif kebijakan yang terbaik.

Islam mengemukakan bahwa ada empat langkah dalam proses perencanaan


kebijakan publik, yaitu:
a. Perumusan Masalah (defining problem)
Pemahaman terhadap masalah dapat membantu menemukan asumsi-asumsi yang
tersembunyi, mendiaognosis penyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang
memungkinkan, memadukan pandangan yang bertentangan dan rancangan peluang
kebijakan baru. Perumusan masalah merupakan sumber dari kebijakan publik, dengan
pemahaman dan identifikasi masalah yang baik maka perencanaan kebijakan dapat di
susun, perumusan masalah dilakukan oleh mereka yang terkena masalah atau orang lain
yang mempunyai tanggung jawab dan pembuat kebijakan harus mempunyai kapasitas
untuk itu. Proses kebijakan publik di mulai dengan kegiatan merumuskan masalah
secara benar, karena keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan perumusan
kebijakan ini akan sangat berpengaruh pada proses pembuatan kegiatan ini akan sangat
berpengaruh pada proses pembuatan kebijaksanaan seterusnya.

b. Agenda Kebijakan
Sekian banyak problema-problema umum yang muncul hanya sedikit yang
mendapat perhatian dari pembuat kebijakan publik. Pilihan dan kecondongan perhatian
pemuat kebijakan menyebabkan timbulnya agenda kebijakan. Sebelum masalah-
masalah berkompotensi untuk masuk dalam agenda kebijakan, masalah tersebut akan
berkompetisi dengan masalah yang lain yang pada akhirnya akan masuk dalam agenda
kebijakan. Pentingnya status agenda kebijakan dalam formulasi kebijakan publik, Cob
dan Elder dalam Islamy mengartikan kebijakan sebagai: “Agenda sistemik terdiri atas
semua isu-isu yang dipandang secara umum oleh anggota-anggota masyarakat politik
sebagai patut memperoleh perhatian dari publik dan mencakup masalahmasalah yang
berada dalam kewenangan sah setiap tingkat pemerintah masing-masing.”

Abdul Wahab menyatakan bahwa suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda
kebijakan harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu:
1) Isu tersebut telah mencapai suatu titik tertentu sehingga ia praktis tidak lagi bisa
diabaikan begitu saja.
2) Isu tersebut telah mencapai tingkat partikularitas tertentu yang dapat menimbulkan
dampak (impact) yang bersifat dramatik.
3) Isu tersebut menyangkut emosi tertentu dilihat dari sudut kepentingan orang banyak.
4) Isu tersebut menjangkau dampak yang amat luas.
5) Isu tersebut mempermasalahkan kekuasaan dan keabsahan (legitimasi) dalam
masyarakat.
6) Isu tersebut menyangkut suatu persoalan yang fasionable, dimana posisinya sulit
untuk dijelaskan tapi mudah dirasakan kehadirannya.

c. Pemilihan Alternatif Kebijakan untuk Memecahkan Masalah


Setelah masalah-masalah publik didefinisikan dengan baik dan para perumus
kebijakan sepakat untuk memasukan masalah tersebut ke dalam agenda kebijakan, maka
langkah selanjutnya adalah membuat pemecahan masalah. Menurut Winarno dalam tahap
ini para perumus kebijakan akan berhadapan dengan alternatif-alternatif pilihan kebijakan
untuk memecahkan masalah tersebut. Menurut Islamy, perumusan usulan kebijakan
(policy proposals) adalah kegiatan menyusun dan mengembangkan serangkaian tindakan
yang perlu untuk memecahkan masalah. Proses dalam kegiatan ini meliputi:

1) Mengidentifikasi altenatif.
2) Mendefinisikan dan merumuskan alternative
3) Menilai masing-masing alternatif yang tersedia
4) Memilih alternatif yang memuaskan atau paling mungkin untuk dilaksanakan.

Pada tahap ini para perumus kebijakan akan dihadapkan pada pertarungan kepentingan
antara berbagai aktor, masing-masing aktor ditawarkan alternatif dan pada tahap ini sangat
penting untuk mengetahui apa alternatif yang ditawarkan oleh masing-masing aktor. Pada
kondisi ini, pilihan-pilihan kebijakan akan didasarkan pada kompromi dan negoisasi yang
terjadi antara aktor yang berkepentingan dalam pembuatan kebijakan tersebut.

d. Tahap Penetapan Kebijakan


Setelah salah satu dari sekian alternatif kebijakan diputuskan, untuk di ambil sebagai
cara memercahkan masalah kebijakan, maka tahap paling akhir dalam pembuat kebijakan
adalah penetapan kebijakan, sehingga mempunyai kekuatan hukum yang mengikat. Proses
pembuatan kebijakan tidak dapat dipisahkan dengan proses penetapan atau pengesahan
kebijakan. Proses pengesahan kebijakan adalah proses penyesuaian dan penerimaan secara
bersama tehadap prinsip-prinsip yang diakui dan ukuran-ukuran yang diterima.

Menurut Anderson dalam Islamy, proses pengesahan kebijakan diawali dengan kegiatan:
1) Persuasion, yaitu usaha-usaha untuk meyakinkan orang lain tentang suatu kebenaran atau
nilai kedudukan seseorang dan mereka mau menerimanya sebagai milik sendiri;
2) Barganing, yaitu suatu proses dimana kedua orang atau lebih mempunyai kekuasaan atau
otoritas mengatur setidak-tidaknya tujuan-tujuan mereka tidak sepakati agar dapat
merumuskan serangkaian tindakan yang dapat diterima bersama tetapi tidak ideal bagi
mereka. Barganing meliputi perjanjian (negotation); saling memberi dan menerima (take
and give); dan kompromi (copromise).
Sumber :

Abdul Wahab, Solichin. (2008). Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke. Implementasi
Kebijaksanaan Negara, Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Dunn, William. (2003). Analisa Kebijakan Publik, cetakan kedua. Yogyakarta: Gajah
Mada Press.

E. Pengambilan Keputusan
a. Definisi Keputusan
Keputusan adalah proses penelusuran masalah yang berawal dari latar belakang
masalah, identifikasi masalah hingga kepada terbentuknya kesimpulan atau
rekomendasi (Fahmi, 2013). Rekomendasi itulah yang selanjutnya dipakai dan
digunakan sebagai pedoman basis dalam pengambilan keputusan. Oleh karena itu,
begitu besarnya pengaruh yang akan terjadi jika seandainya rekomendasi yang
dihasilkan tersebut terdapat kekeliruan atau adanya kesalahan- kesalahan yang
tersembunyi karena faktor ketidakhati-hatian dalam melakukan pengkajian masalah.
b. Relasi Antara Pengambilan Keputusan Dengan Pencapaian
Tujuan
Setiap manusia memiliki tujuan yang hendak diraih. Tujuan tersebut dapat diraih secara
individu atau melalui kelompok. Organisasi merupakan wadah atau alat yang digunakan
oleh manusia untuk mengkoordinasikan seluruh tindakan mereka dengan tujuan saling
berinteraksi untuk mencapai sejumlah tujuan yang sama. Pencapaian tujuan merupakan
konsep yang dikaitkan dengan masa depan, artinya tujuan yang hendak dicapai oleh
seseorang atau organisasi merupakan sesuatu yang hendak diraih. Untuk meraih tujuan
tersebut kita dihadapkan pada kelangkaan (scarcity) sumber daya.
Kelangkaan menjadi salah satu faktor penghambat bagi seseorang atau
organisasi dalam mencapai tujuannya. Selain kelangkaan, konsep lain yang merupakan
hambatan bagi pencapaian tujuan adalah konsep tentang ketidak-pastian (uncertainty).
Masa depan diisi dengan ketidak-pastian, dimana memunculkan dua peluang kondisi
yang akan muncul. Kondisi pertama menghasilkan keuntungan, dengan asumsi :
manusia dapat melakukan peramalan atas apa yang akan terjadi pada masa depan
dengan tepat.
Kondisi kedua menghasilkan kerugian atau resiko (risk), resiko dikatakan sebagai
kesenjangan antara hasil yang diharapkan dengan kenyataan atau hasil yang terealisasi.
Konsep-konsep utama dalam kajian manajemen ini dilandaskan atas ketersediaan
informasi tentang peristiwa masa depan. Ketidak-pastian dan peluang terjadinya
peristiwa yang tidak diinginkan mendorong kita untuk mencari, mengumpulkan dan
mengolah informasi menjadi data yang dapat dipakai sebagai panduan dalam
menentukan keputusan.
Kesulitan dalam mewujudkan keseuaian tentang hasil yang mungkin terjadi
dengan kenyataan mendorong kita menetapkan proses pengambilan keputusan secara
cerdas. Dimana proses tersebut dibantu oleh sejumlah teknik analisis penentuan
alternatif solusi.Proses pengambilan keputusanmenunjukkan langkah sistematis tentang
pencarian jawaban atas pertanyaan : apa masalah yang dihadapi, mengapa masalah
penting untuk diselesaikan dan bagaimana cara menyelesaikan masalah ? Ketiga
pertanyaan ini selalu muncul dalam pencapaian tujuan organisasi. Seluruh alat, metode,
konsep dan teori yang dibangun dalam kajian manajemen dipakai untuk menjawab
pertanyaan tersebut.
c. Tahap-tahap Pengambilan Keputusan
Guna memudahkan pengambilan keputusan maka perlu dibuat tahap-tahap
yang bisa mendorong kepada terciptanya keputusan yang diinginkan. Adapun tahap-
tahap tersebut adalah :
a) Mendefinisikan masalah tersebut secara jelas dan gamblang atau mudah dimengerti
b) Membuat daftar masalah yang akan dimunculkan dan menyusunnya secara prioritas
dengan maksud agar adanya sistematika yang lebih terarah dan terkendali
c) Melakukan identifikasi dari setiap masalah tersebut dengan tujuan untuk lebih
memberikan gambaran secara lebikh tajam dan terarah secara lebih spesifik
d) Memetakan setiap masalah tersebut berdasarkan kelompoknya masing-masing
yang kemudian selanjutnya dibarengi dengan menggunakan model atau alat uji yang
akan dipakai
e) Memastikan kembali bahwa alat uji yang dipergunakan tersebut telah sesuai dengan
prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah yang berlaku pada umumnya.
Di sisi lain Simon (dalam Fahmi, 2013) mengatakan, pengambilan keputusan
berlangsung melalui empat tahap, yaitu :
1. Inteligence
2. Design
3. Choice dan
4. Implementasi
Inteligence adalah proses pengumpulan informasi yang bertujuan
mengidentifikasi permasalahan. Design adalah tahap perancangan solusi terhadap
masalah. Biasanya pada tahap ini dikaji berbagai macam alternatif pemecahan masalah.
Choice adalah tahap mengkaji kelebihan dan kekurangan dari berbagai macam alternatif
yang ada dan memilih yang terbaik. Implementasi adalah tahap pengambilan keputusan
dan melaksanakannya.
d. Tipe-tipe Keputusan
Teori pengambilan keputusan diklasifikasikan menjadi keputusan terprogram dan
tidak terprogram, setiap keputusan tersebut memiliki perbedaannya masing-masing,
yaitu :
1) Keputusan Terprogram
Dianggap suatu keputusan yang dijalankan secara rutin saja, tanpa ada persoalan-
persoalan yang bersifat krusial. Karena setiap pengambilan keputusan yang
dilakukan hanya berusaha membuat pekerjaan yang terkerjakan berlangsung secara
baik dan stabil. Keputusan terprogram mampu diselesaikan ditingkat lini paling
rendah tanpa harus membutuhkan masukan dari pihak middle dan top management.
Jika dibutuhkan keterlibatan middle management hanya pada pelurusan beberapa
bagian teknis. Contoh keputusan yang terprogram adalah pekerjaan yang
dilaksanakan dengan rancangan SOP (standard operation procedure) yang sudah
dibuat sedemikian rupa.
Pada dasarnya suatu keputusan yang terprogram akan dapat terlaksana
dengan baik jika memenuhi beberapa syarat, yaitu :
a) Memiliki sumber daya manusia yang memenuhi syarat sesuai standar yang
diinginkan.
b) Sumber informasi baik yang bersifat kualitatif dan kuantitatif lengkap tersedia,
serta informasi yang diterima adalah dapat dipercaya.
c) Pihak organisasi menjamin dari segi ketersediaan dana selama keputusan yang
terprogram tersebut dilaksanakan
d) Aturan dan kondisi eksternal organisasi mendukung terlaksananya keputusan
terprogram ini hingga tuntas. Seperti peraturan dan berbagai ketentuan lainnya tidak
ikut menghalangi, bahkan sebaliknya turut mendukung
2) Keputusan yang tidak terprogram
Keputusan yang diambil dalam usaha memecahkan masalah-masalah baru yang
belum pernah dialami sebelumnya, tidak bersifat pengulangan, tidak terstruktur dan
sukar mengenali bentuk, hakikat dan dampaknya (Siagian dalam Fahmi, 2013).
Karena itu Griffin mendefinisikan keputusan tidak terprogram adalah keputusan yang
secara relatif tidak terstruktur dan muncul lebih jarang daripada suatu keputusan
terprogram. Pengambilan keputusan ini lebih bersifat rumit dan membutuhkan
komptensi khusus untuk menyelesaikannya, seperti top management dan para
konsultan dengan tingkat skill yang tinggi. Contohnya : penyelesaian kasus unjuk
rasa.
Sumber : Dermawan, 2016

e. Proses Pengambilan Keputusan


Lahirnya sebuah keputusan tidak serta merta berlangsung secara sederhana
begitu saja, sebab sebuah keputusan itu selalu lahir berdasarkan dari proses yang
memakan waktu, tenaga dan pikiran hingga akhirnya terjadi suatu pengkristalan dan
lahirlah keputusan tersebut. Saat pengambilan Keputusan adalah saat dimana kita
sepenuhnya memilih kendali dalam bertindak, sedangkan saat kejadian tak pasti
adalah saat dimana sesuatu diluar diri kitalah yang menentukan apa yang akan
terjadi, artinya kendali di luar kemampuan kita.
Selanjutnya yang dianggap penting adalah pertanggungjawaban dari keputusan itu
sendiri kepada pihak yang berkepentingan. Robbins dan Coulter (dalam Fahmi 2013)
mengemukakan dalam proses pengambilan keputusan terdiri dari beberapa tahap,
yakni : mengidentifikasi masalah, memilih suatu alternatif dan mengevaluasi keputusan.

Adapun tahapan proses pengambilan keputusan :


1.Perumusan
2.Identifikasi
3.Alokasi bobot
4.Pengembangan
5.Analisis
6.Pemilihan salah
7.Implementasi
8.Evaluasi
f. Perubahan dalam Keputusan
Dalam proses berlangsungnya suatu keputusan tentu tidak selamanya berlangsung
sesuai dengan rencana yang diharapkan. Secara umum dampak perubahan keputusan
tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Incremental Changes, merupakan dampak perubahan keputusan yang dapat
diperkirakan atau ditaksir berapa prosentase perubahan yang akan terjadi ke depannya,
tentu berdasarkan data-data yang terjadi di masa lalu.
2. Turbulance Changes, merupakan pengambilan keputusan dalam kondisi perubahan
yang sulit diperkitakan. Contohnya : bencana alam, perubahan kondisi politik,
dmonstrasi buruh dan sebagainya. Walaupun data–data tersebut ada namun kejadian
seperti ini belum tentu memiliki kesamaan kondisi dan situasi seperti dulu. Perlu
dipahami, bahwa data keputusan yang terlalu lama sulit untuk dijadikan sebagai data
prediksi di masa depan. Tingkat ketepatan atau akurasinya juga menjadi bagian yang
diragukan hasilnya.
g. Kualitas Keputusan
Kualitas merupakan mutu dari pekerjaan atau hasil yang telah dicapai dengan
proses yang dilakukan. Sehingga kualitas keputusannya merupakan mutu yang
dihasilkan dari hasil keputusan tersebut yang telah diaplikasikan atau telah diuji
secara maksimal dan terlihat hasilnya secara maksimal serta dinilai secara maksimal
juga. Penilaian secara maksimal tentunya akan menjadi lebih jelas dan lebih bisa
dipertanggung-jawabkan kebenarannya daripada penilaian secara tidak maksimal
tentunya. Maka dari itu untuk menilai suatu kualitas keputusan yang dibuat haruslah
diuji melalui pendekatan yang dapat dipertanggung-jawabkan secara ilmiah.
Pendekatan keilmuan yang dipakai disini haruslah berdasarkan pada ruang
lingkup dimana asal mula proses awal berdirinya keputusan tersebut. Jika keputusan
tersebut dipakai dalam bidang ekonomi, teknik, kedokteran dan sosiologi, maka harus
berlandaskan pada azas- azas dan aturan-aturan pada bidang ilmu tersebut. Agar
menghindarkan terjadinya tumpang-tindih atau kekacauan dalam penerapan
keputusannya
h. Pengambilan Keputusan dalam Kondisi Tidak Pasti
Pada kondisi seperti ini proses lahirnya keputusan lebih sulit atau lebih komplek
dalam artian keputusan yang dibuat belum diketahui nilai probabilitas atau hasil yang
mungkin diperoleh. Situasi seperti ini dimungkinkan sekali terjadi dikarenakan
minimnya informasi yang diperoleh baik informasi yang sifatnya hasil penelitian
maupun rekomendasi lisan yang bisa dipercaya. Karena itu membangun
perangkat suatu sistem informasi manajemen yang kredibel merupakan suatu
keharusan pada saat ini, jika tidak suatu organisasi akan tertinggal terutama jika ia
berkompetisi secara aktif di pasar bebas.
Informasi tersebut dapat dipakai sebagai pendukung dalam pembuatan keputusan.
Penggunaan teknologi modern dengan segala perolehan informasi yang akan diterima
sangat mendukung bagi peningkatan kinerja pihak manajemen perusahaan, dimana
informasi terbagi menjadi 2, yaitu :
1. Informasi internal, berasal dari lingkungan dalam organisasi yang diterima.
Selanjutnya diolah menjadi informasi yang mendukung pembentukan dalam proses
pengambilan keputusan organisasi.
2. Informasi eksternal, berasal dari lingkungan luar organisasi yang selama ini
mereka merupakan pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap organisasi,
selanjutnya informasi eksternal tersebut diolah menjadi informasi pendukung dalam
proses pengambilan keputusan organisasi. Agar lebih jelas, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini yang memperlihatkan sumber informasi yang umum bagi manajemen.
Untuk menghindari timbulnya masalah dalam situasi yang tidak pasti, sebaiknya
para manajer melakukan riset terlebih dahulu mencari informasi sebanyak mungkin
dan mempergunakan beberapa metode pengambilan keputusan yang paling sesuai
dengnan setiap kondisi masalah yang mungkin timbul, seperti :
a. Dipergunakannya metode laplace (proses pengambilan keputusan dengan asumsi
bahwa probabilitas terjadinya berbagai kondisi adalah sama). b. Metode maximax
(prosespengambilan keputusan dengan hanya mengutamakan hasil yang paling
optimistik dan mengabaikan sisi lain yang mungkin terjadi)
c. Metode maximin (proses pengambilan keputusan dengan memilih alternatif yang
paling minimalnya paling besar)
d. Metode regret (proses pengambilan keputusan dengan di dasari pada hasil
keputusan yang maksimal berdasarkan data pada masa lalui sebagai bahan
perbanduingannya)
e. Metode realisme (proses pengambilan keputusan dengan menggabungkan
metode maximax dan maximin)
i. Pengambilan Keputusan dalam Kondisi Konflik
Pada kondisi konflik, maka pengambilan keputusan yang dilakukan akan
menimbulkan dampak yang mungkin saja bisa merugikan salah satu pihak. Dalam
keadaan seperti ini lahirnya keputusan sebelumnya telah diawali oleh keadaan yang
saling bertentangan antara satu pihak dengan pihak yang lainnya. Untuk
menyelesaikan masalah disini biasanya dilakukan pendekatan teori permainan, yang
dalam dunia bisnis diaplikasikan dalam bentuk tawar- menawar harga dan hingga
terealisasinya suatu kontrak atau kesepakatan.
Kondisi pengambilan keputusan dalam kondisi konflik di banyak literatur bisa
kita persamakan dengan kondisi keputusan yang beresiko. Terkadang pengambilan
keputusan dihadapkan pada masalah dengan situasi yang tidak pasti, tetapi ia bisa
membuat perkiraan terjadinya kondisi tersebut. Kemungkinan terjadinya suatu
kondisi .
Situasi konflik muncul jika terdapat dua kepentingan atau lebih yang harus
diambil oleh pengambil keputusan. Satu pihak pengambil keputusan tidak hanya
memikirkan pada tindakannya sendiri, tetapi juga tertarik pada tindakan pesaing.
Situasi konflik terjadi kalau kepentingan duapengambil keputusan atau lebih saling
bertentangan. Pengambil keputusan bisa juga berarti pemain (player) dalam suatu
permainan (games).

F. Konflik
a. Definisi Konflik
a) Pengertian Konflik
Konflik merupakan suatu perselisihan yang terjadi antara dua pihak, ketika
keduanya menginginkan suatu kebutuhan yang sama dan ketika adanya hambatan
dari kedua pihak. Istilah konflik dalam ilmu politik seringkali dikaitkan dengan
kekerasan seperti kerusuhan, kudeta, terorisme, dan revolusi. Konflik mengandung
pengertian “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antar
individu dan individu, kelompok dan kelompok, individu dan kelompok atau
pemerintah.
Sumber: Ramlan Surbakti. 1992. Memahami Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Widiasarana
Indonesia. Hlm. 149
Jadi konflik politik dirumuskan secara luas sebagai perbedaan pendapat,
persaingan, dan pertentangan diantara sejumlah individu-individu, kelompok ataupun
organisasi dalam upaya mendapatkan atau mempertahankan sumber-sumber dari
keputusan yang dibuat yang dilaksanakan oleh pemerintah. Yang dimaksud dengan
pemerintah meliputi lembaga eksekutif legislatif dan yudikatif. Sebaliknya secara
sempit konflik politik dapat dirumuskan sebagai kegiatan kolektif warga masyarakat
yang diarahkan untuk menentang kebijakan umum dan pelaksanaannya juga perilaku
penguasa beserta segenap aturan, struktur, dan prosedur yang mengatur hubungan-
hubungan diantara partisipan politik.
Sumber: Arbi Sanit, 1985. Perwakilan Politik Indonesia, Jakarta: CV Rajawali. Hlm. 131

b) Konflik Menurut Ahli


Charles Watkins berpendapat bahwa konflik terjadi karena terdapat dua hal:
1.Konflik biasa terjadi bila sekurang-kurangnya terdapat dua pihak secara potensial
dan praktis/operasional dapat saling menghambat. Secara potensial mereka memilik
kemampuan untuk mengahambat.
2.Konflik dapat terjadi bila ada sesuatu sasaran yang sama-sama dikejar Oleh kedua
pihak, namun hanya ada salah satu pihak yang Memungkinkan mencapainya.
Sumber: Saefulloh dan Eep Fatah, 1988. Posisi Agama Islam dan Negara, Jakarta, Ghalia
Indonesia. Hlm. 43
Joyce Hocker dan William Wilmt dalam bukunya yaitu interpersonal conflict,
menurut mereka konflik dapat digambarkan sebagai berikut:
a. Konflik adalah hal yang abnormal karena hal normal adalah keselarasan, bagi
mereka yang menganut pandangan ini pada dasarnya bermaksud menyampaikan
bahwa suatu konflik hanya merupakan gangguan stabilitas.
b. Konflik sebenarnya hanyalah suatu perbedaan atau salah paham, mereka
berpendapat bahwasanya konflik hanyalah kegagalan berkomunikasi dengan baik
sehingga pihak lain tidak dapat memahami maksud yang sesungguhnya.
c. Konflik adalah gangguan yang hanya terjadi karena kelakuan orangorang yang
tidak beres dan penyebab dari suatu konflik adalah anti sosial. Marwadi Rauf
menyatakan bahwa konflik politik bukanlah konflik individu karena isu yang
dipertentangkan dalam konflik politik adalah isu publik yang menyangkut
kepentingan orang banyak, bukan kepentingan satu orang tertentu.
Sumber: 4.Cholisin dan Nasiwan, 2012. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Yogyakarta: Ombak.
Hlm 159

b. Teori Konflik Politik


Dalam kehidupannya manusia memiliki kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang
lain. Dalam kajian sosiologis, kebutuhan untuk berinteraksi dengan orang lain disebut
dengan gregariousness. Lebih lanjut, interaksi sosial sendiri merupakan hubungan-
hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang-
perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang-perorangan
dengan kelompok manusia.
Sumber: Soekanto, Soerjono , 2006. Sosiologi Suatu Pengantar, PT. Raja Grafindo Persada,
Jakarta. Hal 55
Interaksi yang terjadi pada kehidupan manusia memiliki potensi-potensi untuk
menimbulkan konflik jikala mempunyai tujuan serta kepentingan yang berbeda-
berbeda. Konflik dalam interaksi sosial bisa terjadi biasanya antara individu dengan
individidu, antara kelompok dengan kelompok, serta antara individu dengan kelompok
karena berbeda atau bertentangan dengan tujuan mereka.Interaksi sosial sendiri dimulai
ketika dua orang bertemu (tatap muka), saling menegur (kontak suara), dan berjabat
tangan (kontak fisik). Lebih lanjut, interasi sosial menurut Karp dan Yoels ditentukan
oleh ciri-ciri fisik dan penampilan.
Sumber: Soenarto ,2003. Kilas Balik dan Masa Depan Pendidikan dan Pelatihan Kejuruan.
Pidato Pengukuhan Guru Besar. UNY, Yogyakarta Hal 17
Ciri-ciri fisik meliputi jenis kelamin, usia, ras, sedangkan penampilan meliputi
daya tarik, bentuk tubuh, busana, dan wacana percakapan.
Berdasarkan pendapat di atas, diketahui bahwa pertimbangan dalam berinteraksi
biasanya ditentukan oleh adanya persamaan-persamaan, baik persamaan dalam ciri fisik
maupun penampilan. Dalam hal ini, individu cenderung melakukan identifikasi atau
mencari persamaan, dimana individu kemudian menempatkan diri pada kelompok
tertentu. Pada tataran kelompok etnis, persamaan yang dicari diantaranya persamaan
bahasa, adat kebiasaan, wilayah, sejarah, sikap, dan sistem politik. Pada umumnya
konflik di antara indivudu dengan individu relatif mudah untuk ditangani, sebab konflik
tersebut hanya melibatkan antara satu orang dengan orang lainnya. Akan tetapi, konflik
yang telah melibatkan suatu kelompok pada umumnya relatif sulit untuk ditangani dan
memerlukan mekanisme khusus dalam upaya resolusinya contonya konflik politik. Pada
dasarnya politik selalu mengandung konflik dan persaingan kepentingan. Suatu konflik
biasanya berawal dari kontroversi-kontroversi yang muncul dalam berbagai peristiwa
politik, dimana kontroversi tersebut diawali dengan hal-hal yang abstrak dan umum,
kemudian bergerak dan berproses menjadi suatu konflik.
Sumber: Hidayat, Imam, 2009, Teori-teori Politik, Setara Press, Malang. Hal 104
Konflik politik merupakan salah satu bentuk konflik sosial, dimana keduanya
memiliki ciri-ciri mirip, hanya yang membedakan konflik sosial dan politik adalah kata
politik yang membawa konotasi tertentu bagi sitilah konflik politik, yakni mempunyai
keterkaitan dengan negara atau pemerintah, para pejabat politik atau pemerintahan, dan
kebijakan.
Sumber: Rauf, Maswadi, 2001, Konsensus dan Konflik Politik, DIKTI, Jakarta. Hal 19
Sebagai aktivitas politik, konflik merupakan suatu jenis interaksi (interaction)
yang ditandai dengan bentrokan atau tubrukan diantara kepentingan, gagasan,
kebijaksanaan, program, dan pribadi atau persoalan dasar lainnya yang satu sama lain
saling bertentangan. Dengan demikian, makna benturan diantara kepentingan tadi, dapat
digambarkan seperti perbedaan pendapat, persaingan dan pertentangan antara individu
dan individu, individu dengan kelompok, kelompok dengan individu atau individu,
kelompok dengan perintah.
Sumber: Ibid. Hal 147
Konflik sosial dan konflik politik mempunyai satu perbedaan, dimana konflik
sosial terjadi di lingkungan masyarakat sedangkan konflik politik terjadi diantara para
elit politik dan didalam suatu pemerintahan, konflik terjadi karena isu-isu yang tidak
baik, ataupun bisa disebabkan oleh rasa kebencian dan prasangka terhadap lawan
konflik yang berupaya menjatuhkan satu dengan yang lainnya.Salah satu faktor yang
menggerakkan potensi konflik menjadi terbuka (manifest conflict), menurut Eric Hoffer
adalah faktor keinginan akan perubahan dan keinginan mendapat pengganti Faktor
tersebut, suatu saat, mampu menggerakkan sebuah gerakan massa yang bergerak
seketika, menuntut perubahan revolusioner. Sumber: Hoffer, Eric , 1998, Gerakan
Massa, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta.

c. Penyebab Konflik
Salah satu sumber konflik politik adalah adanya stuktur yang terdiri dari penguasa
politik dan sejumlah orang yang dikuasi (Rauf, 2001: 25-28). Stuktur ini menyebabkan
bahwa konflik politik yang utama adalah antara penguasa politik dan sejumlah orang
yang menjadi obyek kekuasaan politik. Konflik yang hebat antara penguasa politik
dengan rakyatnya sendiri karena ketidakmauan dan ketidakmampuan penguasa politik
memahami dan membela kepentingan rakyatnya. Rakyat tidaklah patut disalahkan
sebagai penyebab terjadinya konflik politik. Hal yang perlu diperhatikan bahwa konflik
politik timbulkan oleh adanya keterbatasan sumber-sumber daya yang dibutukan untuk
hidup semakin besar kemungkinan terjadinya konflik politik. Dengan kata lain, semakin
besar penderitaan dan kekecewaan rakyat semakin besar dorongan di dalam masyarakat
untuk terlibat konflik dengan penguasa politik.
Sumber: Ibid. Hlm. 159
Konflik politik dapat muncul kepermukaan disebabkan oleh dua hal, yaitu konflik
politik kemajemukan horizontal dan konflik politik kemajemukan vertikal.
1. Kemajemukan Horizontal Adalah struktur masyarakat yang Majemuk secara kultural,
seperti: suku bangsa, daerah, agama, dan ras. Majemuk secara sosial, seperti:
perbedaan pekerjaan dan profesi, serta karakteristik tempat tinggal.
 Kemajemukan horizontal kultural dapat menyebabkan konflik karena, setiap
daerah berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budaya masing-
masing. Jika tidak ada konsensus nilai, maka akan terjadi perang saudara atau
gerakan separatisme.
 Kemajemukan horizontal sosial dapat menyebabkan konflik, karena masing-
masing kelompok pekerjaan, profesi, dan tempat tinggal memiliki kepentingan
yang berbeda-beda dan saling bertentangan.
2. Kemajemukan Vertikal Adalah struktur masyarakat yang terbagi berdasarkan
kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan. Jadi, distribusi kekayaan, pengetahuan, dan
kekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulnya konflik politik.
Sumber: Ramlan Surbakti. Op Cit. Hlm.

Teori penyebab konflik dalam masyarakat:


 Teori hubungan masyarakat, bahwa konflik yang terjadi lebih disebabkan polarisasi,
ketidakpercayaan (distrust) maupun permusuhan antar kelompok yang berada
ditengah-tengah masyarakat kita.
 Teori negosiasi prinsip, bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras
serta perbedaan pandangan tentang konflik antara pihak-pihak yang terlibat
didalamnya.
 Teori kebutuhan manusia, bahwa konflik yang muncul ditengah masyarakat
disebabkan perebutankebutuhan dasar manusia, seperti kebutuhan fisik, mental dan
sosial yang tidak terpenuhi dalam perebutan tersebut.
 Teori identitas, bahwa konflik lebih disebabkan identitas yang terancam atau berakar
dari hilangnya sesuatu serta penderitaan masa lalu yang tidak terselesaikan.
 Teori transformasi konflik, bahwa konflik disebabkan oleh hadirnya masalahmasalah
ketidaksetaraan dan ketidakadilan dalam ranah kehidupan sosial, ekonomi politik dan
kebudayaan. Suatu konflik dalam politik biasanya berawal dari kontroversikontroversi
atau isu-isu yang muncul dalam berbagai kegiatan dan peistiwa politik. Kontroversi
tersebut diawali dengan hal-hal yang bersifat abstrak dan umum, kemudian bergerak
dan berproses menjadi suatu konflik.
Sumber: Fisher, Simon, dkk., 2001, Mengelola Konflik: Keterampilan dan Strategi untuk
Bertindak, The British Council Indonesia, Jakarta. Hal 6-8

d. Tipe dan Struktur Konflik


a) Tipe Konflik
Terdapat dua tipe konflik, yaitu konflik positif dan konflik negatif. Untuk
menentukan sifat suatu konflik, kita harus melihat tingkat legitimasi masyarakat
terhadap sistem politik yang ada.
 Konflik Positif Adalah konflik yang tak mengancam eksistensi sistem
politik, biasanya disalurkan melalui mekanisme penyelesaian konflik yang
disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme tersebut ialah lembaga
demokrasi, seperti partai politik, badan perwakilan rakyat, pers, pengadilan,
pemerintah, dsb.
 Konflik Negatif Adalah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem
politik yang biasanya disalurkan melalui cara nonkonstitusional, seperti
kudeta, separatisme, terorisme, dan revolusi.
Sumber: Ibid. Hlm. 153
Sehubungan dengan adanya konflik yang positif dan konflik yang negatif
dalam kaitanya dengan masyarakat, dapat dibagi menjadi dua yakni masyarakat
yang mapan yakni masyatakat yang memiliki stuktur kelembagaan yang diatur
dalam konstitusi dan masyarakat yang belum mapan yakni masyarakat yang
belum memiliki stuktur kelembagaan yang mendapat dukungan penuh dari
seluruh masyarakat.
Sumber: Cholisin dan Nasiwan. Op Cit. Hlm. 161
b) Struktur Konflik
Menurut Paul Conn, struktur konflik dibedakan menjadi konflik
menangkalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non zero-sum
conflict).
a. Konflik Menang-Kalah Adalah konflik yang bersifat antagonistik, sehingga
tidak memungkinkan tercapainya kompromi antara pihak-pihak yang berkonflik.
Cirinya:
a. Tidak mungkin mengadakan kerja sama
b. Hasil kompetisi akan dinikmati oleh pemenang saja
c. Yang dipertaruhkan adalah hal-hal yang prinsipil, seperti harga diri, iman
kepercayaan, jabatan, dll. Contoh: konflik antar manusia beragama dengan orang
atheis.
b. Konflik Menang-Menang Adalah konflik dimana pihak-pihak yang terlibat
masuh mungkin untuk berkompromi dan bekerja sama. Cara yang dilakukan
yaitu dengan melakukan dialog, kompromi, dan kerja sama yang
menguntungkan dua pihak. Cirinya:
a. Kompromi dan kerja sama
b. Hasil kompetisi dinikmati oleh kedua pihak, namun tidak secara maksimal

e. Intensitas, Pengaturan dan Penyelesaian Konflik


a) Intensitas Politik
Intensitas konflik lebih merujuk kepada besarnya energi (ongkos) yang
dikeluarkan dan tingkat keterlibatan partisipan dalam konflik. Menurut Surbakti
(1992:156-158), intensitas konflik ditentukan oleh berbagai factor, yaitu:
1. Pertentangan antara pihak-pihak yang berkonflik yang mencakup berbagai jenis.
2. Terdapat kelas yang dominan dalam industri
3. Pihak yang berkonflik menilai tidak mungkin terjadi peningkatan status bagi
dirinya.
4. Besar kecilnya sumber-sumber yang diperebutkan dan tingkat resiko yang timbul
dari konflik tersebut. Semakin besar sumber-sumber yang diperebutkan maka
konflik akan semakin intens. Demikian pula dengan resiko, semakin besar tingkat
resiko yang akan ditimbulkan maka konflik akan semakin intens.
Sumber: Ramlan Surbakti. Op Cit. Hlm. 156-158
Coser (Soerjono Soekanto, 1988:94) mengungkapkan preposisi intensitas
konflik sebagai berikut:
1. Semakin disadarinya kondisi yang menyebabkan pecahnya konflik maka konflik
semakin intens.
2. Semakin besarnya keterlibatan emosional pihak-pihak dalam konflik maka
konflik semakin intens.
3. Semakin ketat struktur sosial maka tidak tersedianya alat yang melembaga untuk
menyerap konflik dan ketegangan konflik semakin intens.
4. Semakin besar perlawanan kelompok-kelompok dalam konflik terhadap
kepentingan objektif mereka maka konflik semakin intens.

b) Pengaturan Politik Pegaturan konflik adalah berupa bentuk-bentuk pengendalian


yang lebih diarahkan pada manifestasi konflik daripada sebab-sebab konflik.
Dengan asumsi konflik tidak akan dapat diselesaikan dan dibasmi, maka konflik
hanya dapat diatur saja sehingga konflik tidak mengakibatkan perpecahan dalam
masyarakat. Penyelesain konflik lebih merujuk pada sebab-sebab konflik daripada
manifestasi konflik. Dengan asumsi selama ada antagonisme kepentingan dalam
masyarakat, konflik selalu terjadi maka konflik tidak pernah dapat diselesaikan.
Pembasmian konflik lebih merujuk pada manifestasi konflik daripada sebab-sebab
konflik. Dalam jangka pendek konflik dapat dibasmi dengan kekerasaan, tetapi
untuk jangka panjang tidak akan dapat ditumpas.10
Sumber: Ibid 158-160
Menurut Ralf Dahrendorf, pengaturan konflik yang efektif sangat
bergantung pada tiga factor.11 Pertama, kedua pihak harus mengakui kenyataan
dan situasi konflik yang terjadi di antara mereka. Kedua, kepentingan-
kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisasikan secara rapi, tidak tercerai
berai sehingga masing-masing pihak memahmi dengan jelas lingkup tuntutan
pihak lain. Ketiga, kedua pihak menyepekati aturan main yang menjadi landasan
dari pegangan dalam hubungan interkasi diantara mereka. Apabila ketiga syarat
itu dapat dipenuhi maka berbagai bentuk pengaturan konflik dapat dibuat dan
dilaksanakan. Ada tiga bentuk pengaturan konflik. Pertama bentuk konsilisasi
seperti parlemen atau kursi perlemen, dimana semua pihak berdiskusi dan
berdebat secara terbuka dan mendalam untuk mencapai kesepakatantanpa ada
pihakpihak yang memonopoli pembicaraan atau memaksakn kehendak. Kedua,
bentuk mediasi dimana kedua pihak sepakat mencari penasehat dari pihak ketiga
tetapi nasehat yang diberikan oleh mediator tidak mengikat mereka. Ketiga
bentuk arbitrsi, kedua belah pihak sepakat untuk mendapatkan keputusann akhir
sebagai jalan keluar konflik pada pihak ketiga sebagai arbitrator.
Sumber: Ibid. Hlm. 160 dan Cholisin dan Nasiwan. Op Cit. Hlm. 162 122

c) Pengelolaan dan penyelesaian Konflik Politik Dalam konteks demokrasi ada


perubahan pemahaman mengenai konflik politik, dimana konflik tidak lagi
dipahami sebagai aktifitas yang negatif, buruk, dan merusak, tetapi sebaliknya
konflik merupakan aktifitas yang positif dan dinamis. Hal ini berlanjut pada
perubahan konsepsi penyelesaian konflik menjadi pengelolaan konflik
(management conflict). Ini sebuah perbedaan sangat penting.
 Pertama, penyelesaian konflik menunjuk pada penghentian atau penghilangan
suatu konflik, dengan demikian implikasinya adalah konflik merupakan sesuatu
yang negatif, yang bisa diselesaikan, diakhiri, bahkan dihapuskan.
 Kedua, berbeda dengan penyelesaian konflik, pengelolan konflik lebih memberi
pemahaman bahwa konflik bisa positif, bisa juga negatif. Meskipun makna
istilah-istilah tadi tentu masih menjadi perdebatan (debatable) hal ini
menunjukkan bahwa persoalan konflik memiliki berbagai pendekatan termasuk
istilah-istilahnya.Ada beberapa pendekatan untuk menangani konflik, yang
terkadang juga dipandang sebagai tahap-tahap dalam suatu proses.
Ada beberapa hal yang tercakup dalam konsep manajemen konflik menurut Boulding
seperti:
 adanya pengakuan bahwa dalam setiap masyarakat selalu ada konflik;
 Analisis situasi yang menyertai konflik, misalnya mengetahui apa sebenarnya yang
terjadi, apakah konflik berhubungan dengan nilai, tujuan, cara, teritori, atau
kombinasi dari faktorfaktor tadi;
 Analisis perilaku semua pihak yang terlibat;
 Tentukan pendekatan konflik yang dapat dijadikan model penyelesaian;
 Fasilitas komunikasi, yaitu mebuka semua jalur komunikasi baik langsung maupun
tidak langsung, diskusi dan dialog, dalam rangka hearing;
 Negosiasiyaitu teknik untuk melakukan perundingan dengan pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik;
 Rumuskan beberapa anjuran, tekanan, dan konfirmasi bagi kelestarian relasi
selanjutnya;
 Hiduplah dengan konflik, karena semua konflik tidak dapat dihilangkan kecuali
dapat ditekan atau ditunda kekerasannya.
Sumber: Liliweri, Alo, 2005, Prasangka dan Konflik (Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultur), LKIS, Yogyakarta. Hal 289
Tindakan dalam pengelolaan konflik dapat dilakukan dalam tiga cara, yaitu:
1) Mengelola konflik secara langsung;
2) Mengelola berbagai akibat konflik; dan
3) Mempengaruhi struktur sosial.
Sumber: Simon Fisher, dkk, Op.cit. Hal 91

Kemudian mengelola konflik secara langsung dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan


sebagai berikut:
a) Tahap Persiapan Intervensi
 Mengidentifikasi, memilih dan mengubah pendekatan terhadap konflik Dalam
hal ini ada 5 pendekatan yang dapat dicermati, yakni: (1) Kompromi
(Mengurangi harapan-harapan, tawar, memberi dan menerima dan memecah
perbedaan; (2) Akomodasi (Memberikan persetujuan, menentramkan
mengurangi atau mengabaikan perbedaan pendapat, menyerah; (3) Pemecahan
Masalah (Pengumpulan 1informasi.dialog, mencarialternatif); (4) Pengendalian
(Mengendalikan, menyaingi, menekan, memaksa, bertempur); (5) Penolakan
(Menolak, melarikan diri,menyangkal, mengabaikan, menarik diri, menunda).
 Mengidentifikasi dan mengurangi prasangka.
b) Tahap Meningkatkan dan Mobilisasi untuk Mendukung Perubahan yaitu dengan (1)
Melobi kepada para pengambil keputusan dan orang-orang yang memiliki
hubungan dengan mereka; (2) Berkampanye, dengan tujuan utamanya adalah
menciptakan iklim di kalangan public yang lebih luas, yang akan mendorong atau
menekan para pengambil keputusan untuk mengubah kebijakan mereka; (3)
Tindakan langsung dengan tanpa kekerasan melalui: Protes, anti kerjasama, ketidak
patuhan sipil, dan berprasa.
c) Tahap Pencegahan Mencegah konflik memanas sehingga berubah sekedar menjadi
tindak kekerasan, atau bahkan tidak menjadi konflik. Beberapa mekanisme yang
dapat di pilih, misalnya: (1) Membentuk forum yang berasal dari berbagai bagian
masyarakat; (2) Mengirim sesepuh dari marga, suku, atau kelompok tradisional
lainnya sebagai utusan; (3) Mengundang tokoh-tokoh agama untuk melakukan
intervensi, dengan tujuan menyediakan ruang untuk dialog; (4) Memanfaatkan
ritual yang ada dengan tujuan untuk membawa orang bersama-sama memperhatikan
nilai-nilai yang ada; (5) Memanfaatkan struktur atau kelompok yang adadan di
hormati; (6) Menggunakan publikasi secara hati-hati untuk menyoroti kebutuhan
tindakan darurat.
d) Tahap Mempertahankan Kehadiran Para aktivis lokal dan para pekerja perdamaian
dan hak asasi manusia di harapkan dapat mempertahankan kehadirannya, dengan
tujuan dapat memberikan bantuan secara efektif, dan mempengaruhi suasana
kembali normal. Tindakan yang dapat di lakukan di sini dapat berupa; (1)
perlindungan tanpa senjata; (2) Aktif melakukan pemantauan dan observasi
terhadap perkembangan situasi. Tindakan pengelolaan konflik berupa upaya untuk
mempengaruhi struktur sosial. Dalam hal ini ada tiga cara yang dapat ditempuh,
yakni:
1.penyelengaraan pendidikan, perdamaian dan keadilan, di institusi-institusi formal,
informal maupun non formal. Dalam kerangka ini anggota masyarakat diarahkan
untuk memiliki pengetahuan, sikap dan ketrampilan damai dan adil kepada sesama
manusia.
2.Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan.
3.Membangun pemerintah global. Pemerintah yang baik setidaknya memberikan
peluang kepada proses konsultif, rakyatpemerintah dan masyarakat madani untuk
semakin mandiri.
Sumber: Ibid. Hal. 95-108 dan 42 Fisher, Simon, dkk., 2001, Mengelola Konflik:
Keterampilan dan Strategi untuk Bertindak, The British Council Indonesia, Jakarta. Hal
147-153
Dalam kerangka konflik politik akhir-akhir ini, istilah pengelolan konflik atau
manajemen konflik lebih marak dengan istilah resolusi konflik. Menurut Morton
Deutch dalam bukunya, The Resolution of Conflict adalah sekumpulan teori
penyelidikan yang bersifat eksperimental dalam memahami sifat-sifat politik,
meneliti strategi terjadinya konflik, kemudian membuat resolusi terhadap konflik.
Sumber: Liliweri, Alo, 2005, Prasangka dan Konflik (Komunikasi Lintas Budaya
Masyarakat Multikultur), LKIS, Yogyakarta. Hal 289
Konsensus politik merupakan penyelesaian konflik politik secara damai. Dengan demikian
penyelesaian konflik politik berhasil dicapai. Maswadi Rauf (2001:35-36)
menyatakan bahwa penyelesaian konflik politik dapat dilakukan dengan pemilu
sebagai cara mencapai konsensus politik, musyawarah sebagai cara mencapai
konsensus politik, dan pemungutan suara.
Pemilu sebagai cara mencapai konsensus politik, merupakan konsensus politik
yang terjadi antara pihak-pihak yang terlibat konflik politik yang biasanya
berjumlah banyak diselesaikan oleh rakyat melalui pemilu. Referendum yang
merupakan pemilu untuk menyelesaikan perbedaan tentang masalah tertentu dapat
dikategorikan ke dalam pemilu. Konflik antara partai-partai politik dalam pemilu
mencapai konsensus berdasarkan keputusan yang dibuat para pemilih dalam bentuk
hasil pemilu. Hasil pemilu merupakan jalan keluar dari konflik politik antara partai-
partai unttuk merebutkan jalan keluar dari konflik politik antara partai-partai politik
untuk merebutkan posisi-posisi politik. Hasil pemilu merupakan konsensus politik
dicapai secara damai maka merupakan penyelesaian konflik secara persuasif.
Musyawarah sebagai cara mencapai konsensus, musyawarah dilakukan antara
pihak-pihak yang terlibat konflik politik tanpa adanya perantara karena
penyelesaian konflik politik tidak bisa ditentukan pihak lain tanpa persetujuan
pihak-pihak yang terlibat konflik. Musyawarah bertujuan mencari titik temu atau
kompromi antara pihak-pihak yang terlibat konflik. Pihak-pihak yang terlibat
konflik menyetujui itu berdasarkan kehendak dan kesadaran sendiri karena merasa
pendapat yang satu itulah yang terbaru untuk semua. Dalam kenyataan sangat
jarang kompromi atau mufakat, karena:
1. Besarnya perbedaan pendapat antara pihak yang terlibat konflik.
2. Kuatnya keyakinan pihak-pihak yang terlibat konflik akan kebenaran
pendapat mereka masing-masing sehingga sulit mengarapkan perubahan dari
pendapat yang dianut.
Pemungutan suara. Pemungutan suara adalah perhitungan suara diantara pihak-
pihak yang terlibat konflik untuk menentukan jumlah suara diantara yang
mendukung oleh suara terbanyak yang akan dijadikan keputusan bersama. Memang
sebaiknya pertama-tama diusahakan dengan mufakat. Pemungutan suara
merupakan pilihan berikutnya ketika musyawarah untuk mufakat mengalami jalan
buntu. Pemungutan suara adalah cara yang lazim digunakan dalam lembaga
perwakilan untuk menyelesaikan konflik antara partai-partai politik. Voting tidak
digunakan dalam sebagai mekanisme pembuatan keputusan di dalam birokrasi
memainkan peranan utama dalammenetapkan keputusan yang akan dibuat oleh
instansi tersebut. Penghitungan jumlah suara dari para bawahan yang mendukung
pendapatpendapat yang tidak diperlukan, meskipun pemimpin yang baik
menggunakan saran-saran dari bawahan sebagai bahan untuk pembuatan keputusan.
Voting dapat dilakukan dengan mayoritas mutlak dan mayoritas sederhana.
Mayoritas mutlak dapat dilakukan dengan berbagai kemungkinan, yaitu 51% atau
lebih. Sedangkan mayoritas sederhana berarti jumlah yang terbesar tetapi tidak
mencapai lebih dari setengah. Lembagalembaga perwakilan rakyat yang di dunia
jarang menggunakan mayoritas sederhana sebagai dasar pengambilan keputusan.
Pendapat menegaskan bahwa proses penyelesaian konflik politik yang
tidak bersifat kekerasan dibagi menjadi tiga tahap yakni meliputi tahap politisasi
dan atau koalisi, tahap pembuatan keputusan dan tahap pelaksanaan dan integrasi.
Sumber: Ramlan Surbakti. Op Cit. Hlm. 163-164
Jika terjadi konflik politik dalam masyarakat maka pihak-pihak yang
terlibat dalam konflik, setelah berhasil merumuskan tuntutannya kepada
pemerintah, mereka akan melakukan politisasi. Artinya mereka akan
memasyarakatkan tuntutannya melalui berbagai media komunikasi sehingga isu
menjadi politik, sehingga menjadi pembicaraan di kalangan pengemuka pendapat
maupun di kalangan pemerintahan. Dalam tahap ini para pihak yang terlibat dalam
konflik akan melakukan perhitungan apakah akan mengadakan koalisi dengan
pihak lain atau cukup memeperjuangakan sendirian. Setelah diputuskan untuk
melakukan kaoalisi atau tidak, langkah selanjutnya berusaha mempengaruhi
pembuat keputusan politik, agar yang terkahir ini mengabulkan tuntutannya.
Sumber: Cholisin dan Nasiwan. Op Cit. Hlm. 163-165
Dengan demikian bahwa didalam penyelesaian konflik atau resolusi
konflik sesungguhnya merupakan suatu proses mendiskusikan sebuah atau
serangkaian isu, mencapai kesepakatan, dan melaksanakannya, kemudian
menghilangkan akar penyebab konflik sebisa mungkin. Sejauh perangkat peraturan
itu dipandang adil oleh segenap lapisan masyarakat dan tidak ada kelompok
mayoritas yang menentang atau berniat mengganti peraturan itu, konflik yang ada
bisa dikatakan berhasil diselesaikan.

f. Konflik Pilkada Langsung


Pentingnya pemilukada secara langsung membuat semua daerah harus
mempersiapkan diri mereka sebaik-baiknya dan berusaha bagaimana dapat
berlangsung demokratis dan berkualitas sehingga benar-benar mendapatkan kepala
daerah dan wakil kepala daerah yang dapat membawa kemajuan bagi daerah
sekaligus memberdayakan masyarakat daerahnya. Selain itu, salah satu tujuan
diselenggarakannya pilkada secara langsung ini juga dapat memberikan pendidikan
politik bagi masyarakat didaerah, dimana nantinya mereka menjadi lebih
pengalaman dan ikut berpartisipasi dalam kegiatan politik.Pemilukada langsung
sebagai pembelajaran politik yang mencakup tiga aspek yaitu meningkatkan
kesadaran politik masyarakat lokal Mengorganisir masyarakat kedalam suatu
aktivitas politik yang memberikan peluang lebih besar pada setiap orang untuk
berpartisipasi dan Memperluas akses masyarakat lokal untuk mempengaruhi proses
pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan mereka.Pilkada sebagai
bentuk mewujudkan demokrasi di tingkat lokal, kerap kali berujung pada konflik.
Konflik itu sendiri biasanya diawali dari pelanggaran- pelanggaran yang
selanjutnya menjadi sengketa diantara kelompok yang mencalonkan pasangan
kepala daerah, penyelenggara pilkada, dan elemen lain yang terkait dengan
penyelenggaraan pilkada. Siapa pun yang ikut ambil bagian dalam arena pilkada
tidak menginginkan konflik itu terjadi. Kalau pun pada kenyataannya konflik itu
tidak terelakan, maka agar tidak menjadi eskalatif, konfrontatif, dan destruktif perlu
adanya model resolusi yang tepat.Penelitian yang dilakukan oleh M. Mahi dalam
pemilihan bupati tahun 2013 Mahkamah Konstitusi menolak gugatan pasangan
konco ale ate. Dalam lamar putusan, Mahkamah Konstitusi menyebutkan, hasil
rekapitulasi dalam pemilihan bupati Sumba Barat Daya 2013 yang benar adalah
rekapitulasi sebagaimana yang dituangkan KUP SBD dalam Berita Acara
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara pemilihan bupati Sumba Barat tertanggal 10
Agustus 2013. Putusan Mahkamah Konstitusi tersebut memicu bentrokan antar
pendukung pasangan calon, sehingga tiga orang meninggal dunia dan 19 rumah
penduduk terbakar serta ratusan warga mengungsi ke Waetabula, Ibu Kota
Kabupaten Sumba Barat Daya.
Sumber: Hkikmat, M. Mahi, 2014, Pemetaan Masalah dan Solusi Konflik Lokal
dalam Pilkada Langsung di Indonesia, jurnal MIMBAR, Vol. 30 , No. 1

G.

Anda mungkin juga menyukai