Anggota Kelompok:
1. Muhammad Alvin Febriyan 2001125462 (Pembawa Materi)
2. Nur Maulidia 2001126106 (Moderator & Pembawa Materi)
3. Retno Trisna Wardani 2001114283 (Pembawa Materi & Notulensi)
Ringkasan Materi:
Kebijakan-kebijakan politik dan keamanan wilayah perbatasan Asia Tenggara merupakan
perkembangan strategi pembangunan ASEAN yang harus diimplementasikan oleh setiap
anggotanya. Pembangunan strategi ini tentu akan menghasilkan berbagai macam isu dan
mekanisme yang nantinya akan dijalankan oleh negara-negara anggota ASEAN baik secara
pengambilan keputusan yang langsung ataupun tidak langsung. Isu-isu penting terkait ancaman
keamanan dan politik akan menjadi fokus utama di dalam strategi pembangunan ini.
Kondisi geografis yang saling berdekatan membuat negara-negara kerap terlibat dalam
masalah di wilayah perbatasan. Beberapa negara kerap mengalami situasi yang memanas. Akibat
hal tersebut membuat masing-masing negara yang berkonflik mengeluarkan kebijakannya baik di
bidang politik maupun bidang keamanan. Mereka melakukan perjanjian antar negara, melakukan
diskusi secara bilateral, penambahan pengamanan daerah yang berbatasan, atau bahkan
menurunkan anggota militer untuk aksi senjata.
Pertanyaan:
1. Samuel Sihombing (2001125460)
Antara Indonesia dengan Malaysia apakah ada kesepakatan yang diambil dan memerlukan
pihak ketiga untuk menjadi saksi?
Jawab: dijawab oleh Nur Maulidia 2001126106 kedua negara memilih untuk
menggunakan metode negotiation atau perundingan diplomatis sebagai langkah awal untuk
menyelesaikan persengketaan mereka. Hal ini terlihat dari pertemuan-pertemuan yang
sudah dilakukan oleh perwakilan kedua negara. Penyelesaian kasus batas maritim dapat
dilakukan dengan negosiasi atau dengan bantuan pihak ketiga. Sejauh ini Indonesia dan
Malaysia memilih negosiasi sebagai jalan penyelesaian sengketa. Sejarah membuktikan
banyak sengketa antara Indonesia-Malaysia yang upaya penyelesaiannya ditempuh dengan
cara perundingan. Permasalahan TKI ditempuh dengan cara perundingan, penyelesaian
sengketa perebutan Pulau Sipadan dan Pulau Ligitan pada awalnya ditempuh dengan cara
perundingan, baik perundingan antar kepala negara, tingkat menteri pembentukan
kelompok kerja sampai pada tingkat perundingan antar wakil-wakil khusus (special
representative), walau pada akhirnya upaya perundingan tersebut tidak berhasil dan
penyelesaian akhir sengketa dilakukan melalui Mahkamah Internasional.