Anda di halaman 1dari 5

Ekonomi dan Politik Myanmar

1. Sistem Politik
Myanmar atau lebih dikenal dengan Republic of Myanmar, sebelumnya bernama
Union of Myanmar merupakan salah satu negara yang belum menjalankan
pemerintahan demokratis di Asia Tenggara sampai tahun 2011 setelah diperintah oleh
rezim junta militer Tatmadaw sejak tahun 1962.Pemerintahan militer Myanmar
dimulai sejak kudeta militer yang dilakukan oleh Jenderal Ne Win.Munculnya
kekuatan militer dalam sistem politik Myanmar menggeser pelaksanaan sistem
demokrasi parlementer yang telah diterapkan di Myanmar sejak kemerdekaannya dari
Inggris tanggal 4 Januari 1948.
Republik Kesatuan Myanmar sejatinya memiliki sistem presidensial di mana
menjadi kepala negara sekaligus kepala pemerintahan.Namun dalam sejarah
politiknya, Myanmar menjadi memiliki beberapa sistem pemerintahan lain yang
diakibatkan oleh kudeta, perbedaan kubu, dan daerah. Dalam buku "Demokrasi Mati
Suri" juga dijelaskan bahwa pada sistem pemerintahan Myanmar di bawah Junta
Militer dengan dua kendali, yakni:Dewan Pembangunan dan Perdamaian Negara
(State Peace and Development Council/SPDC) yang dipegang oleh Jenderal Besar
(Senior General) Than Shwe dan seorang Perdana Menteri bernama Letnan Jenderal
(Lieutenant General) Soe Win. Meski Myanmar memiliki seorang perdana menteri,
dalam praktiknya semua kehidupan bernegara berada di bawah kendali satu tangan
Than Shwe. Dengan sistem pemerintahan yang demikian, otomatis tak ada satu pun
kekuatan oposisi yang eksis berhadapan dengan kekuatan pemerintah seperti Junta
Militer ini. Bahkan pada Februari 2021 lalu, Junta militer resmi berkuasa di Myanmar
setelah angkatan bersenjata Tatmadaw menahan pemimpin de facto Aung San Suu
Kyi dalam kudeta.Angkatan bersenjata Tatmadaw juga menahan sejumlah pejabat
pemerintahan sipil lain seperti Presiden Myanmar Win Myint dan sejumlah tokoh
senior partai berkuasa, Liga Nasional untuk Demokras (NLD). Pada saat ini
kekuasaan di Myanmar dipegang oleh panglima tertinggi Min Aung Hlaing. Ia
merupakan tokoh yang memiliki pengaruh politik signifikan dan berhasil
mempertahankan kekuatan Tatmadaw (militer Myanmar) meskipun saat negara itu
dalam transisi menuju demokrasi.
Dunia internasional menginginkan agar Myanmar merubah sistem
pemerintahannya menuju pemerintahan demokratis. Hal ini didasarkan pada anggapan
bahwa sistem demokrasi dianggap sebagai sistem yang paling baik dan merupakan
solusi terbaik bagi sistem sosial dan politik yang ada di dalam masyarakat karena
meletakkan rakyat sebagai komponen penting dalam proses dan praktek-praktek
demokrasi.Sistem demokrasi juga mengakui adanya hak dasar kewarganegaraan
untuk mendapatkan kebebasan, persamaan, transparansi, tanggung jawab dan saling
menghormati perbedaan pendapat yang ada dalam masyarakat demi keberlangsungan
pemerintahan.
Setelah diperintah lebih dari 40 tahun oleh militer, pemerintah Myanmar akhirnya
mengungkapkan keinginannya untuk mulai menerapkan sistem demokrasi dalam
negaranya melalui sebuah kebijakan yang bernama Seven Steps Roadmap to
Discipline-Flourishing Democracy. Kebijakan ini merupakan salah satu program
politik yang disampaikan oleh Perdana Menteri Khin Nyut pada pertemuan di gedung
Pyithu Hluttaw pada tanggal 30 Agustus 2003. Ketujuh langkah dalam menciptakan
pemerintahan demokratis tersebut adalah :
1. Kembali mengadakan Konvensi Nasional yang telah diberhentikan sejak tahun
1996.
2. Setelah Konvensi Nasional ini sukses diadakan, pemerintah akan menerapkan
langkah demi langkah proses yang diperlukan untuk diadakannya sistem demokrasi
yang sejati dan disiplin.
3. Penyusunan Konstitusi baru yang disesuaikan dengan prinsip-prinsip dasar sesuai
dengan ketetapan-ketetapan yang dihasilkan oleh Konvensi Nasional.
4. Mengadopsi konstitusi ini sebagai awal dari referendum nasional.
5. Mengadakan pemilihan legislatif (Pyithu Hluttaw) yang bebas dan adil sesuai
dengan konstitusi baru.
6. Diselenggarakannya rapat Hluttaws yang dihadiri oleh anggota Hluttaw sesuai
dengan konstitusi baru.
7. Membangun negara modern, maju dan demokratis yang dipimpin oleh seorang
kepala negara yang dipilih oleh Hluttaw yang didukung oleh pemerintah dan organ
penting lainnya yang juga akan dibentuk oleh Hluttaw tersebut.

Konsep Discipline Democracy berasal dari kata disiplin yang berarti mematuhi
aturan dengan segala pengecualian dan larangan yang termuat di dalamnya. Dalam
bidang militer kata disiplin biasanya digunakan untuk melakukan kontrol terhadap
anggotanya dan untuk mempertahankan keteraturan yang ada, sedangkan demokrasi
memberikan kebebasan dan HAM kepada seluruh masyarakatnya. Jadi, Discipline
Democracy berarti kebebasan dan HAM yang diberikan kepada masyarakat akan
berada di bawah kontrol dan dalam kasus Myanmar pemegang kontrol tersebut adalah
militer.

2. Sistem Ekonomi
Ekonomi Myanmar termasuk salah satu ekonom negara yang terendah di sekitar
kawasan Asia Timur dan Asia Pasifik. Pada awal tahun 2014, pendapatan per kapita
penduduk Myanmar hanya sebesar US$ 1.105. Sumber ekonomi Myanmar secara
tidak langsung bergantung pada Sungai Mekong, sedangkan ekonomi Myanmar lebih
bergantung kepada keberadaan Sungai Nu Salween. Sumber energi listrik untuk
kegiatan ekonomi dan kehidupan penduduk Myanmar bergantung kepada pembangkit
listrik tenaga air. Pembangunan ekonomi di Myanmar terhambat karena
keterlambatan pembangunan infrastruktur jalan dan penyediaan energi listrik yang
belum memadai. Pertumbuhan ekonomi Myanmar bergantung kepada negara-negara
yang tergabung dalam Subwilayah Mekong Raya
Myanmar membentuk kerja sama ekonomi dengan bergaubung dalam
Subwilayah Mekong Raya. Pembentukannya bersama dengan empat negara dalam
kawasan Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dan dua provinsi
dalam wilayah Tiongkok. Kerja sama ini memanfaatkan Sungai Mekong sebagai
sumber ekonomi bagi keenam negara ini. Negara ASEAN yang bekerja sama ialah
Kamboja, Laos, Thailand, Myanmar dan Vietnam. Sedangkan Tiongkok hanya
bekerja sama pada wilayah yang dilintasi oleh Sungai Mekong yaitu Provinsi Yunnan
dan Provinsi Guangxi Zhuan. Pelopor kerja sama ekonomi subwilayah ini adalah
Bank Pembangunan Asia. Perjanjian kerja sama ditandatangani pada tahun 1992.

Kawasan Perdagangan Bebas Perbara


Myanmar turut bergabung dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara sejak
tahun 1993. Dalam kawasan ini perdagangan dilakukan dengan aliran bebas barang di
ASEAN. Dalam kerja sama ekonomi ini, Myanmar menerima salah satu dari dua
jenis kerja sama. Dalam Kawasan Perdagangan Bebas Perbara, negara anggota
ASEAN terbagi dua, yaitu ASEAN 6 dan CLMV. ASEAN 6 terdiri dari Brunei
Darussalam, Filipina, Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Thailand. Sedangkan
CLMV merupakan gabungan dari Laos, Kamboja, Myanmar dan Vietnam. Dalam
ASEAN 6, tarif jalur masuk dikurangi hingga 99,65% dari skema Tarif Preferensi
Efektif Umum. Sedangkan dalam CLMV, tarif dikurangi sebesar 98,96% tarif
menjadi antara 0-5%. Tarif lama hanya diizinkan pada beberapa produk yang
tergolong dalam Daftar Sensitif, Daftar Sensitif Tinggi dan Daftar Ekspresi Umum.
Kawasan Perdagangan Bebas Perbara merupakan bagian dari Masyarakat Ekonomi
Perbara yang berhasil dicapai sejak tahun 2015. Perdagangan dalam sektor jasa
maupun barang di kawasan Asia Tenggara dilakukan dalam satu pasar bersama.
Namun pengelolaan pasar tetap menerapkan aturan pasar dan hukum persaingan
ekonomi dari masing-masing negara anggota

Kawasan Perdagangan Bebas Perbara-India


Myanmar juga bergabung dalam perjanjian ekonomi yang menetapkan Kawasan
Perdagangan Bebas Perbara-India. Kerangka perjanjian kerja sama ekonomi ini
ditetapkan pada tanggal 8 Oktober 2003. Dalam perjanjian ini, Myanmar termasuk
bagian dari ASEAN bersama dengan Indonesia, Malaysia, Thailand, Singapura,
Vietnam, Brunei Darussalam, Kamboja, Filipina, dan Laos. Sedangkan perjanjian
perdagangan dilakukan terhadap negara India. Pada tanggal 13 Agustus 2009,
ditetapkan protokol untuk mengubah perjanjian kerangka kerjasama yang
ditandatangani di Bangkok, Thailand. Dalam perjanjian ini, Myanmar akan
menetapkan kawasan perdagangan bebas di wilayahnya pada tahun 2018.
DAFTAR PUSTAKA
Mohamad Faisol Keling et all,“A Historical Approach to Myanmar’s Democratis
Process”, Journal of Asia Pacific Studies, Vol 1 No 2 (2010) : hal 141-142.

Priscilla Clapp,“Burma’s Long Road to Democracy” (Special Report 193, United


States Institute of Peace, November 2007), hal 2-3

Ravi Mirza Fitri, “Dukungan India terhadap Junta Militer Myanmar (2004-2009) :
Kerjasama Ekonomi dan Rivalitas dengan China,“ Jurnal Analisis Hubungan
Internasional Universitas Airlangga, Vol 3 No 1 : hal 530

Janelle M. Diller, “The National Convention in Burma (Myanmar): An Impediment to


the Restoration of Democracy,” http://www.ibiblio.org/obl/docs/LHR-
Diller3.html, (diakses 16 Oktober 2022)

“What Is Meant by Disciplined Democracy?,” http://monnews.org/2010/10/27/what-


is-meantby-disciplined/democracy/ (diakses 16 Oktober 2022).

Irewati, Awani, ed. (2018). Dinamika Kerja Sama Subregional di Asia Tenggara:
Great Mekong Subregion (PDF). Jakarta: LIPI Press.
hlm. 112–113. ISBN 978-979-799-993-3.

Sinaga, L.C. dkk., ed. (2019). 50 Tahun ASEAN: Dinamika dan Tantangan ke
Depan (PDF). Jakarta: LIPI Press. hlm. 122–123. ISBN 978-602-496-038-4.

Tavares, dkk. (2017). ASEAN Selayang Pandang (PDF) (edisi ke-22). Jakarta Pusat:
Sekretariat Direktorat Jenderal Kerja Sama ASEAN. hlm. 36.

Komisi Pengawas Persaingan Usaha Republik Indonesia (2013). "Menuju Pasar


Bebas AsEAN" (PDF). Kompetisi. 42: 5. ISSN 1979-1259.

Jati, dkk. (2019). Firdausy, dkk., ed. "Peran Kerja Sama Perdagangan Antara ASEAN
dan India dalam Ekonomi-Politik untuk Pembangunan
Berkelanjutan" (PDF). Prosiding Seminar Nasional Bagian II: Revolusi Industri
4.0 dan Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan. Jakarta: Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI: 46.

Anda mungkin juga menyukai