Kami menyambut dengan senang hati segala saran dan kritik membangun
demi penyempurnaan laporan ini, dan akhirnya semoga laporan ini memberi
manfaat bagi penyusunan evaluasi pencapaian SPM Bidang Ketahanan Pangan
Provinsi dan Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat.
Konsutan Pelaksana
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iii
DAFTAR TABEL..................................................................................................iv
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................8
PEMBAHASAN.....................................................................................................8
BAB III................................................................................................................104
PENUTUP...........................................................................................................104
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................106
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
iv
Tabel 10. Keamanan Produk Hortikultura Dari Residu Pestisida Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2013..................................................................................................
Tabel 11. Rekapitulasi Urutan Peringkat Situasi Ketahanan Dan Kerentanan
Pangan Berdasarkan Jumlah Kecamatan Komposit Kabupaten Di Kalimantan
Barat Tahun 2010.....................................................................................................................
Tabel 12. Penanganan Daerah Rawan Pangan Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2011-2013.................................................................................................................................
Tabel 13. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 – 2013
..................................................................................................................................................
Tabel 14. Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan pangan di Kalimantan Barat
Tahun 2009-2012 (Ton)............................................................................................................
Tabel 15. Perkembangan Rata-Rata Ketersediaan Perkapita Perhari Energi dan
Protein (Neraca Bahan Makanan) Tahun 2007-2010...............................................................
Tabel 16. Ketersediaan Beras Tahun 2013 Berdasarkan Angka ARAM II BPS per-
Kabupaten/Kota........................................................................................................................
Tabel 17. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Tahun
2009-2013................................................................................................................................
Tabel 18. Perkembangan Harga Pangan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009
– 2012.......................................................................................................................................
Tabel 19. Perkembangan Cadangan Pangan Pemerintah Pusat di Perum BULOG
Divre Kalbar 2008-2012..........................................................................................................
Tabel 20. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sampai
dengan Tahun 2012 (Ton).........................................................................................................
Tabel 21. Cadangan Pangan Masyarakat melalui Lumbung Pangan Masyarakat
Tahun 2010 – 2012...................................................................................................................
Tabel 22. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Perkapita/hari Menurut
Kelompok Bahan Makanan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 – 2013......................
Tabel 23. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Kalimantan
Barat Perkapita Perhari dan skor PPH, Tahun 2009-2013.......................................................
Tabel 24. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Indonesia
Perkapita Perhari dan skor PPH, Tahun 2005-2009.................................................................
Tabel 25. Jumlah Sampel Pangan Segar yang Diujikan pada tahun 2010 – 2012..................
v
Tabel 26. Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rupiah) Menurut
Kelompok Barang Dan Daerah Tempat Tinggal, Maret 2011 dan 2012..................................
Tabel 27. Rekapitulasi Gapoktan Penerima Dana Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan (PUAP) Tahun 2008-2013.....................................................................
Tabel 28. Jumlah Desa Mandiri Pangan Reguler/Kawasan Perbatasan Yang
Diberdayakan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2006 – 2012................................................
Tabel 29. Keragaan Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten/Kota.......................................
Tabel 30. Keragaan Kelembagaan Penyuluhan Kecamatan (BP3K)......................................
Tabel 31. Jumlah Pegawai pada BKPP Prov. Kalbar Tahun 2012..........................................
Tabel 32. Keragaan Penyuluh PNS dan THL – TB di Kalimantan Barat Tahun
2013..........................................................................................................................................
Tabel 33. Keragaan Penyuluh Swadaya di Kalimantan Barat Tahun 2013.............................
Tabel 34. Luas Panen, Produksi, Produktivitas, dan Impor Beras Kalimantan
Barat 2011-2013.......................................................................................................................
Tabel 35. Rata-Rata Konsumsi Kalori Perkapita Perhari Menurut
Kabupaten/Kota Provinsi Kal-Bar 2011-2013 (Kkal)..............................................................
Tabel 36. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan di Kalimantan Barat
Menurut Kelompok Pengeluaran (rupiah), 2011 dan 2012......................................................
Tabel 37. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan Provinsi Kalimantan Barat
Menurut Kelompok Barang (rupiah), 2007-2012....................................................................
Tabel 38. Pengeluaran untuk Makanan Rata-Rata per Kapita Sebulan dan
rasionya terhadap total pengeluaran di Berdasarkan Kab/Kota 2011 dan 2012.......................
vi
vii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan Ketahanan Pangan memiliki arti yang strategis baik di
tingkat global maupun di tingkat nasional. Hal ini mengingat bahwa pemenuhan
pangan ini sangat terkait dengan kebutuhan manusia yang paling azasi yang harus
tetap terjamin. Sebagai hak dasar (hak azasi) maka pemenuhan pangan dapat
dikatakan sebagai prasyarat bagi pemenuhan Hak-Hak dasar lainnya seperti
pendidikan, pekerjaan dan sebagainya. Pemenuhan kebutuhan pangan mulai dari
tingkat rumah tangga merupakan dasar bagi upaya peningkatan sumber daya
manusia yang pada akhirnya akan sangat menentukan kemampuan bangsa pada
berbagai bidang kehidupan. Dengan demikian dapat juga dikatakan pemenuhan
pangan sebagai suatu investasi sosial dan ekonomi karena bukan hanya
merupakan suatu kewajiban tetapi juga merupakan investasi pembentukan SDM
yang lebih baik di masa datang.
1
dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Oleh karena
terpenuhinya pangan menjadi hak asasi bagi masyarakat, melalui Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, dan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara
Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah
Kebupaten/Kota dalam Pasal 7 huruf m dan Pasal 8, urusan Ketahanan Pangan
merupakan urusan wajib berkaitan dengan pelayanan dasar dalam pemenuhan
kebutuhan hidup minimal.
2
besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian Standar Pelayanan
Minimal berupa masukan, proses, hasil, dan atau manfaat pelayanan. Dalam hal
ketentuan SPM Bidang Ketahanan Pangan, ditentukan 4 (empat) jenis pelayanan
dasar. Selanjutnya penjabaran indikator kinerja Pemerintah Daerah
Kabupaten/Kota target capaian 2015 sebagaimana pada Tabel 1;
Keterangan
Jenis Pelayanan Dasar SPM Capaian
Bidang KP SKPD
Indikator Nilai (%)
Ketersediaan Energi dan
Protein Per Kapita (AKE =
Ketersediaan 90 2015 BKPD
2200 kkal/kap/hr; AKP =
A dan Cadangan
57 gr/kap/hr)
Pangan
Penguatan Cadangan
60 2015 BKPD
Pangan
Ketersediaan Informasi
Pasokan, Harga dan Akses 90 2015 BKPD
Distribusi dan
B Pangan di Daerah
Akses Pangan
Stabilitas Harga &Pasokan
90 2015 BKPD
Pangan
Skor Pola Pangan
Harapan/PPH (komposisi
Penganekaragam kons pangan scr seimbang
90 2015 BKPD
an dan sesuai AKE = 2000
C
Keamanan kkal/kap /hr; AKP = 52
Pangan gr/kap/hr
Pengawasan & Pembinaan
80 2015 BKPD
Keamanan Pangan
D Penanganan Penanganan Daerah 60 2015 BKPD
Kerawanan Rawan Pangan
3
Pangan
Tujuan Kegiatan
Sasaran
Ruang Lingkup
4
Identifikasi dan verifikasi data.
Lokasi penelitian
Data
Data Primer yang dikumpulkan dengan alat bantu kuisioner untuk mengumpulkan
informasi yang relevan dengan membangun model.
Fasilitas Penunjang
Sistematika
Materi pembahasan dalam Buku Laporan Akhir (Final Report) ini secara
sistematis berisi :
BAB I Memuat Latar Belakang, Maksud dan Tujuan, Sasaran, Lingkup Kegiatan
serta dilengkapi dengan Sistematika Pembahasan.
5
BAB IIMetodologi Penyusunan, merupakan gambaran sistematika dari metode
pengumpulan data, analisis dan proses penyusunan Kajian Pencapaian Standar
Pelayanan Minimal (SPM) Ketahanan Pangan Daerah Provinsi Kalimantan Barat
Landasan Hukum
6
Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 82,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 4737);
7
BAB II
PEMBAHASAN
METODOLOGI
8
Pangan Harapan (PPH) mencapai kondisi ideal sebesar 95 pada Tahun 2015 dan
Meningkatnya kualitas keamanan pangan segar. (4). Penanganan daerah rawan
pangan.
Gambar 1.Skema analisis penentuan kebijakan pengembangan ketahanan pangan kabupaten/kota untuk
mendukung pencapaian SPM Ketahanan Pangan di Kabupaten/Kota tahun 2015
Metoda yang digunakan adalah dengan analisis gap yaitu membandingkan capaian
setiap indikator terhadap target yang ditetapkan dalam Permentan Nomor 65 tahun
2010 dan dilakukan analisis secara deskriptif. Evaluasi pencapaian indikator
9
tersebut diinterpretasikan dalam 3 (tiga) katagori yaitu; (1) belum tercapai
(realisasi < target), (2) sesuai (realisasi target), dan (3) melampaui (realisasi >
target).
Data yang digunakan adalah Laporan Penerapan dan Pencapaian SPM Bidang
Ketahanan Pangan Tahun 2013. Jika tidak diperoleh data dari laporan tersebut,
maka akan digunakan data BPS Kab/Kota tahun 2013 dan data Dolog Kab/Kota.
Analisis ini diarahkan untuk mengetahui kemampuan dan potensi daerah disusun
berdasarkan data, statistik dan informasi yang akurat dan dapat
dipertanggungjawabkan. Data dan informasi yang secara langsung berkaitan
dengan perencanaan dan penerapan SPM ketahanan pangan antara lain; data
teknis, sarana dan prasarana fisik, personil, alokasi anggaran untuk pelaksanaan
SPM dimaksud. Sedangkan yang tidak secara langsung terkait dengan penerapan
SPM ketahanan pangan adalah kondisi geografis, kondisi demografis, pendapatan,
sarana prasarana umum dan sosial, dsb.
Potensi daerah yang dimaksud dalam hal ini mengandung pengertian ketersediaan
sumberdaya yang dimiliki baik yang telah dieksploitasi maupun yang belum
dieksploitasi yang keberadaannya dapat dimanfaatkan untuk menunjang
pencapaian SPM. Sementara, kemampuan daerah didefinisikan sebagai
kemampuan keuangan daerah, dan seluruh komponen di dalamnya seperti PAD
dan dana perimbangan, yang dapat digunakan dalam membiayai pencapaian SPM.
10
Potensi tenaga kerja (T), dinilai dari kerapatan geografis tenaga kerja ditambah
dengan evaluasi tingkat pendidikan yang menghasilkan T1 (tenaga kerja kurang
mendukung) dan T2 (tenaga kerja sangat mendukung).
Beban lingkungan (B), dinilai dari kepadatan penduduk dan beban tanggungan
keluarga, menghasilkan B1 (beban lingkungan ringan) dan B2 (beban lingkungan
berat).
Komoditas pertanian unggulan (P), komoditas sesuai dengan kondisi tanah dan
agroklimat spesifik lokasi, memiliki keunggulan komparatif setelah dianalisis
dengan land rent, mempunyai nilai ekonomi cukup potensial untuk pasar domestik
dan global, serta sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat. Secara garis
besar penilaian potensi daerah ditekankan untuk pengembangan komoditas
tanaman pangan dan tanaman tahunan.
Dalam menyusun pola pencapaian SPM Ketahanan Pangan, akan ditetapkan skala
prioritas yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi daerah. Metode yang
akan digunakan untuk menentukan skala prioritas adalah metode analisis SWOT.
SWOT adalah sebuah singkatan dari, S adalah Strenghts atau Kekuatan, W adalah
Weakness atau Kelemahan, O adalah Oportunities atau Kesempatan, dan T adalah
Threats atau Ancaman. SWOT ini biasa digunakan untuk menganalisis suatu
kondisi dimana akan dibuat sebuah rencana untuk melakukan sesuatu.
11
pencapaian SPM dan menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan rencana
pencapaiannya. Faktor internal merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
pencapaian SPM yang berada/dimiliki oleh pemerintah daerah sebagai kekuatan
dan kelemahan. Kekuatan dapat berupa ketersediaan anggaran, personil,
teknologi, dsb yang memadai atau mungkin berlebih. Kelemahan dapat berupa
ketersediaan anggaran, personil, teknologi, dsb yang tidak memadai atau mungkin
sangat kurang.
Kajian terhadap peraturan yang telah ada dilakukan melalui penelusuran pustaka,
baik di pusat maupun di daerah. Melalui kajian ini diharapkan dapat ditarik
benang merah kebijakan pemerintah pusat dan daerah dalam
mendukung/mengarahkan ketahanan pangan, selanjutnya melalui penyelarasan
12
dengan hasil kajian aspek teknis dan aspek sosial ekonomi/kelembagaan, dapat
dirumuskan rekomendasi kebijakan sebagaimana tujuan studi ini.
Data sekunder : Susenas, Badan Pusat Statistik (data baru tersedia hingga tingkat
provinsi).
Data BKKBN.
Besaran dan angka konversi yang digunakan (seperti pakan, tercecer dan bibit)
ditetapkan oleh Tim Neraca Bahan Makanan (NBM), berdasarkan hasil kajian dan
pendekatan-pendekatan ilmiah
Data produksi tanaman pangan dan hortikultura, data impor dan ekspor, data
industri bukan makanan diperoleh dari BPS kabupaten/kota
Data stok diperoleh dari Perum Badan Urusan Logistik (Bulog) dan Dewan Gula
Nasional.
13
Data/Informasi pasokan pangan dari pedagang grosir, eceran, penggilingan, RPH,
RPA dan instansi terkait di provinsi dan kabupaten/kota.
Dinas Kesehatan.
Dinas Pertanian dan Balai Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura (BPTPH).
Dolog Kabupaten/Kota.
Komposisi gizi dan bagian yang dapat dimakan (BDD) diperoleh dari buku Daftar
Komposisi bahan Makanan Indonesia, Direktorat Ketahanan Pangan Masyarakat
Departemen Pertanian RI dan sumber lain yang bersifat resmi.
Pemantauan dan Survey Keamanan pangan Segar oleh petugas daerah Kehutanan,
2008.
14
GAMBARAN UMUM WILAYAH PERENCANAAN
15
dengan negara jiran yaitu: Kabupaten Sambas, Bengkayang, Sanggau, Sintang dan
Kapuas Hulu, yang membujur sepanjang Pegunungan Kalingkang – Kapuas Hulu.
Berdasarkan letak geografis yang spesifik ini maka, daerah Kalimantan Barat
tepat dilalui oleh garis Khatulistiwa (garis lintang 00) tepatnya di atas Kota
Pontianak. Karena pengaruh letak ini pula, maka Kalimantan Barat adalah salah
satu daerah tropik dengan suhu udara cukup tinggi serta diiringi kelembaban yang
tinggi.
Luas wilayah Kalimantan Barat sebesar 146.807 Km2. Dengan luas wilayahnya,
Kalimantan Barat merupakan provinsi keempat terbesar setelah Irian Jaya,
(421.891 km2), Kalimantan Timur (202.440 km2), dan Kalimantan Tengah
(152.600 km2). Secara umum, daratan Kalimantan Barat merupakan dataran
rendah dengan sedikit berbukit yang menghampar dari Barat ke Timur di
sepanjang Lembah Kapuas serta Laut Natuna/Selat Karimata. Wilayah daratan
diapit oleh Pegunungan Kalingkang/Kapuas Hulu di bagian Utara Pegunungan
Schwaner di bagian Selatan sepanjang perbatasan dengan Kalimantan Tengah.dan
mempunyai ratusan sungai yang aman bila dilayari. Sebagian daerah daratan ini
berawa-rawa bercampur gambut dan hutan mangrove.
Dilihat dari tekstur tanahnya sebagian besar daerah Kalimantan Barat terdiri dari
jenis tanah PMK (Podsolik Merah Kuning), areal sekitar 9,4 juta hektar (63,81%)
dari luasan 14,7 juta hektar dan jenis tanah OGH (Organosol, Gley dan Humus)
sekitar 3,3 juta hektar (22,17%) serta tanah aluvial yang terhampar sebagian besar
kabupaten di daerah pantai.
Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah provinsi yang dijuluki dengan
“Seribu Sungai ”, hal ini selaras dengan kondisi geografis, Kalimantan Barat
memiliki ratusan sungai besar dan kecil diantaranya aman untuk dilayari dan
merupakan urat nadi, jalur utama sarana transfortasi daerah pedalaman, walaupun
prasarana jalan darat telah menjangkau sebagian besar kecamatan.
Sungai besar utama dan terpanjang di Indonesia adalah Sungai Kapuas yaitu 1.086
km (daerah yang dilalui adalah Kabupaten Kapuas Hulu, Kab. Sintang, Kab,
16
Sanggau, Kab. Sanggau, Kab. Sekadau, Pontianak) dan sepanjang 942 dapat
dilayari.
Provinsi Kalimantan Barat pada tahun 2013 dibagi menjadi 14 (empat belas)
Kab./Kota yaitu dua belas Kabupaten dan dua Kota. Empat belas kabupaten/kota
ini terbagi dalam 176 kecamatan yang seluruhnya terbagi lagi menjadi 1.970
desa/kelurahan.
Jumlah Penduduk Kalimantan Barat pada tahun 2013 mencapai 4.641.393 jiwa
orang. Pada tahun 2000 baru mencapai 3.750.795 jiwa orang, meningkat menjadi
4.052.345 jiwa orang pada tahun 2005, sedangkan tahun 2010 menjadi 4.395.983
jiwa orang. Adapun laju pertumbuhan penduduk Kalbar (tahun 2010-2012)
sebesar 1,74 %, tertinggi di Kab. Ketapang 2,24%, diikuti Kota singkawang
2,20% dan Kab. Bengkayang 2,10% serta yang terendah adalah Kab. Sambas
0,94%.
Berdasarkan proyeksi 2012 dan 2013, BPS Provinsi Kalimantan Barat, penduduk
terbanyak terdapat di Kota Pontianak yaitu sebesar 575.843 jiwa orang (12.65%)
pada tahun 2012 dan 587.169 jiwa orang (12.65%) di tahun 2013, kemudian
diikuti oleh Kabupaten Kubu Raya 518.803 jiwa orang (11.40%) pada tahun 2012
dan 529.320 jiwa orang (11,40%) pada tahun 2013, sedangkan jumlah penduduk
terkecil sebanyak 99.495 jiwa orang (2,18%) pada tahun 2012 dan 101.529 jiwa
orang (2,18%) pada tahun 2013 berada di Kabupaten Kayong Utara.
Luasan wilayah provinsi Kalimantan Barat seluas 146.807 km2, dengan jumlah
penduduk yang relatif kecil menyebabkan tingkat kepadatan hunian masih
dikatagorikan rendah, yaitu sekitar 32 jiwa/km2. Kota Pontianak merupakan
daerah terpadat, yaitu sebesar 5.447 jiwa/km2, kemudian Kota Singkawang
sebesar 386 jiwa/km2, serta Kabupaten Pontianak sebesar 189 jiwa/km2.
17
Sedangkan yang terendah Kab. Kapuas Hulu hanya sebesar 18 jiwa/km2, Kab.
Ketapang sebesar 14 jiwa/km2 dan Kabupaten Melawi kepadatannya sama dengan
kab. Sintang yaitu sebesar 17 jiwa/km2.
Jumlah rumah tangga pada tahun 2013 di Kalimantan Barat mencapai 1.498.292
rumah tangga, dengan rata-rata per rumah tangga 3,09 anggota. Jumlah penduduk
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 2.366.292 jiwa sedangkan perempuan
2.275.101 jiwa. Jumlah rumah tangga tertinggi berada di wilayah Kabupaten
Sambas, yaitu 180.561 rumah tangga (12,05%), Kota Pontianak sebesar 177.159
rumah tangga (11,82%) dan ketiga terbesar adalah Kabupaten Ketapang sebesar
170.926 rumah tangga (11,40%) (Kalbar dalam angka, 2014).
Jumlah penduduk miskin di Kalimantan Barat pada tahun 2013 (Maret) sebanyak
407.300 ribu orang. Kabupaten Landak, Melawi, dan Ketapang merupakan
kabupaten yang memiliki penduduk miskin tertinggi yaitu 49.500 (14,18%),
26.000 (13,7%) dan 58.000 (12,85%) sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 2.
Jika dilihat dari wilayah desa dan kota, maka tingkat kemiskinan tertinggi berada
di wilayah desa. Pada tahun 2013 (maret), tingkat kemiskinan di desa mencapai
9,51 persen sedangkan wilayah kota sebesar 5,30 persen. Kondisi ini relatif
rendah bila dibandingkan pada tahun 2008, dimana wilayah desa mencapai 11,49
persen dan kemiskinan di wilayah kota sebesar 9,98 persen. Hal ini menunjukkan
bahwa selama kurun waktu lima tahun tingkat kemiskinan di wilayah desa turun
sebesar 1,98 persen, sedangkan pada wilayah kota terjadi penurunan sebesar 4,68
persen.
18
6 Ketapang 15,21 13,08 13,67 12,75 11,91 13,34
7 Sintang 13,61 11,55 9,76 9,07 8,55 10,5
8 Kapuas Hulu 11,44 9,93 11,39 10,61 9,95 10,67
9 Sekadau 7,66 6,42 6,77 6,30 5,93 6,61
10 Melawi 14,80 12,62 13,77 12,93 12,1 13,25
11 Kayong Utara 14,50 12,43 11,69 10,91 10,16 11,95
12 Kubu Raya - 6,78 7,14 6,67 6,27 5,37
13 Kota Pontianak 9,29 6,38 6,62 6,15 5,77 6,84
14 Kota Singkawang 7,89 6,20 6,12 5,69 5,32 6,25
KALIMANTAN BARAT 11,07 9,30 9,02 8,48 7,96 9,17
INDONESIA 15,42 14,20 13,30 12,36 na Na
Dilihat dari garis kemiskinan, pada tahun 2008 garis kemiskinan Kalimantan
Barat mencapai Rp. 158.834 ribu/kapita,- dan terjadi kenaikan di tahun 2013
menjadi Rp.252.617 ribu/kapita,-. Berarti ada peningkatan atau kenaikan garis
kemiskinan selama lima tahun terakhir sebesar Rp.93.783 ribu/kapita,-.
Berdasarkan wilayah kota dan desa, garis kemiskinan di kota lebih tinggi
dibanding dengan kemiskinan di desa. Hal ini dapat dilihat pada tahun 2013, garis
kemiskinan desa sebesar Rp. 242.322 ribu/kapita,- sedangkan di kota telah
mencapai Rp. 262.912,-,
19
Gambar 2. Presentase Penduduk Miskin Menurut Kabupaten/Kota di Kalimantan Barat 2013
20
- Desa 150.968 166.815 182.293 198.886 232.303 242.322
Sumber: Profil Kalimantan Barat, 2013
Penduduk Usia Kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berumur 15 tahun dan
lebih, terdiri dari Angkatan Kerja dan Bukan Angkatan Kerja. Proporsi penduduk
yang tergolong Angkatan Kerja adalah mereka yang masih aktif dalam kegiatan
ekonomi. Pada tahun 2013, jumlah angkatan kerja di Provinsi Kalimantan Barat
sebanyak 2.182.524 orang. Yang aktif bekerja sebanyak 96,52 persen dan yang
menganggur sebesar 3,48 persen. Pekerjaan utama sebagian penduduk
Kalimantan Barat sebagai tenaga usaha pertanian, tenaga perdagangan dan tenaga
jasa masing-masing 59,51 persen, 13,08 persen dan 11,04 persen.
11.94% Pertanian
1.30%
Pertambangan
2.66%
Industri
13.54%
Listrik, Gas & Air
Konstruksi
57.57%
Perdagangan
5.30%
Angkutan & Komunikasi
0.17%
3.34% Keuangan
4.17%
Jasa
Gambar 3.Persentase Penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha utama Kalimantan Barat
21
Sektor pertanian merupakan sektor dominan terbesar dalam struktur
perekonomian Kalimantan Barat. Oleh sebab itu pembangunan ekonomi pada
sektor pertanian merupakan hal sangat penting yang dimaksudkan untuk
meningkatkan pendapatan petani dan mensukseskan pemerataan pembangunan
pedesaan. Upaya yang sudah dijalankan pemerintah kearah itu adalah dengan
menerapkan program intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi dan rehabilitasi.
22
Analisis gap ditujukan untuk melihat kondisi riil pemenuhan SPM Bidang
Ketahanan Pangan Kab/Kota Kalimantan Barat. Analisis dilakukan terhadap
setiap Laporan SPM dari masing-masing Kab/Kota yang dilaporkan kepada
Gubernur Kalimantan Barat. Namun tidak semua data yang dibutuhkan untuk
analisis tersedia, oleh karena itu tim pelaksana menggunakan data dari data BPS
Provinsi/Kab/Kota, serta instansi-instansi terkait.
Berdasarkan hasil gap terhadap indikator kinerja SPM Bidang Ketahanan Pangan
Kab/Kota di Provinsi Kalimantan Barat, sampai tahun 2013 belum sepenuhnya
mencapai target SPM Bidang Ketahanan Pangan. Realisasi pencapaian SPM
Tahun 2013 sebagaimana tersaji pada Tabel 4.
Tabel 4. Pencapaian Target Indikator SPM Bidang Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Barat Tahun
2013
Ka
Ka
Kot Kab Ka Kab Ka Ka Ka Ka b.
Kota Kab. b.
Jenis Indik a . K b. K . b. b. b. b. Ka
Sing Beng M
Pelayana ator Pon Pon K La K Ket Si Se Sa Sa pu
kaw kaya el
n Dasar SPM tian tian R nd U apa nta kad mb ngg as
ang ng aw
ak ak ak ng ng au as au Hu
i
lu
AKeterse Keter 178 114 0, 0, 134, 0, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,00 0,0 0, 0,0
. diaan sedia ,25 ,38 0 00 72 00 0 0 0 0 0 00 0
dan an 0
Cadang Ener
an gi
Pangan dan
Protei
n Per
Kapit
a
(AKE
=
2200
23
kkal/k
ap/hr;
AKP
= 57
gr/ka
p/hr)
Peng
uatan
0, -
Cada 0,0 0,0 0, 8, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0, 0,0
0 40,5 0,00
ngan 0 0 00 72 0 0 0 0 0 00 0
0 4
Pang
an
BDistribus Keter
.i dan sedia
Akses an
Pangan Infor
masi
Paso
kan, 0, 10
151 100 0, 300, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0, 0,0
Harg 0 2, 0,00
,85 ,00 00 00 0 0 0 0 0 00 0
a dan 0 00
Akse
s
Pang
an di
Daer
ah
Stabil 0,0 111 0, 0, 118, 10 0,0 0,0 0,0 0,0 0,00 0,0 0, 0,0
itas 0 ,41 0 00 71 0, 0 0 0 0 0 00 0
Harg 0 00
a
&Pas
24
okan
Pang
an
CPengan Skor
. ekaraga Pola
man dan Pang
Keaman an
an Hara
Pangan pan/P
PH
(kom
posisi
kons
pang
an
scr 0,
93, 78, 0, 82,8 0, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0, 0,0
seim 0 0,00
68 70 00 2 00 0 0 0 0 0 00 0
bang 0
sesu
ai
AKE
=
2000
kkal/k
ap
/hr;
AKP
= 52
gr/ka
p/hr
Peng 100 64, 0, 0, 0,00 0, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,00 0,0 0, 0,0
awas 0
25
an &
Pemb
inaan
Keam ,00 29 0 00 00 0 0 0 0 0 00 0
anan
Pang
an
Pena
ngan
Penang an
anan Daer 0,
D 100 66, 0, 50,0 0, 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0, 0,0
Kerawa ah 0 0,00
. ,00 67 00 0 00 0 0 0 0 0 00 0
nan Rawa 0
Pangan n
Pang
an
Tabel 5. Realisasi Pencapaian SPM Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2013
26
Tabel 6.Pelayanan Ketersediaan dan Cadangan Pangan-Indikator Penguatan Cadangan Pangan
= x 100%
= 140,74 %
Tabel 7. Rincian Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2010-2013
27
Distribusi dan Akses Pangan – Indikator Ketersediaan Informasi Pasokan, Harga
dan Akses Pangan
Tujuan dari pelayanan dasar distribusi pangan adalah untuk menjamin agar
seluruh wilayah dan rumah tangga dapat memperoleh pasokan pangan yang cukup
dengan harga yang stabil dan terjangkau. Untuk menjaga stabilitas harga pangan
agar pangan dapat terjangkau oleh masyarakat dilaksanakan berbagai upaya
seperti koordinasi lintas sektor untuk merumuskan kebijakan yang menyangkut
stabilisasi harga dan pemantauan harga, ketersediaan dan distribusi pangan untuk
menjamin ketersediaan dan pasokan pangan serta harga yang terjangkau terutama
menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN).
Tabel 8. Target dan Capaian Ketersediaan Informasi Harga, Pasokan dan Akses Pangan Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2011 – 2013
28
100,0 100,0
2012 1. Komoditas 9 9 0 9 9 0 9 9 100,00
100,0 100,0
2. Lokasi 6 6 0 6 6 0 14 14 100,00
3. Waktu
(Minggu) 52 48 92,31 52 48 92,31 12 12 100,00
Ki 97,44 97,44 100,00
Capaian SPM 98,29
100,0 100,0
2013 1. Komoditas 9 9 0 9 9 0 9 9 100,00
100,0 100,0
2. Lokasi 6 6 0 6 6 0 14 14 100,00
3. Waktu
(Minggu) 52 43 92,31 52 43 92,31 12 10 100,00
Ki 94,23 94,23 94,44
Capaian SPM 94,30
Keterangan:
Target komoditas yang dipantau ada 9 jenis, yaitu: (1) gabah/beras, (2)
jagung, (3) kedelai, (4) daging sapi, (5) daging ayam, (6) telur, (7) minyak
goreng, (8) gula pasir, dan (9) cabe merah.
Nilai ketersediaan informasi harga (KH) adalah persentase dari ratio antara
realisasi jumlah informasi harga pangan yang dapat disediakan selama satu tahun
(RH) dengan target jumlah informasi harga pangan yang direncanakan akan dapat
disediakan (TH); Nilai ketersediaan informasi pasokan (KP) adalah persentase
dari ratio antara realisasi jumlah informasi pasokan pangan yang dapat disediakan
selama satu tahun (RP) dengan target jumlah informasi pasokan pangan yang
direncanakan akan dapat disediakan (TP); Nilai ketersediaan informasi akses
29
(KA) adalah persentase dari ratio antara realisasi jumlah informasi akses pangan
yang dapat disediakan selama satu tahun (RA ) dengan target jumlah informasi
akses pangan yang direncanakan akan dapat disediakan (TA). Nilai capaian
ketersediaan informasi harga, pasokan dan akses pangan Provinsi Kalimantan
Barat tahun 2013 sebesar 94,30% lebih rendah dari capaian pada tahun 2011
sebesar 98,29% dan tahun 2012 sebesar 98,29%.
KABUPATEN / KOTA
AKAN BK KOT
SBS PTK KKR LDK SGU SKD MLW STG KH KKU KTP
Y SKW
(produksi) 6 6 6 6 6 4 4 3 4 4 6 5 2
k dapat dilalui kendaraan
3 1 5 1 1 3 1 1 1 1 1 1 6
per kapita 3 3 3 4 2 3 2 2 3 3 2 3 3
30
tidak tamat SD 1 1 1 - 1 1 1 1 1 1 1 1 1
29 25 32 13 23 28 22 18 22 22 23 24 30
3,5
4,14 4,57 3,25 3,29 4,00 3,14 2,57 3,14 3,14 3,29 3,43 4,29
7
Pemberian jaminan mutu dan keamanan pangan yang beredar di masyarakat perlu
dilakukan sebagai salah satu upaya pemantaun untuk dapat mencegah terjadinya
pencemaran pada pangan di semua rantai distribusi pangan baik di tingkat petani,
pengepul dan pedagang. Banyaknya cemaran terutama yang disebabkan oleh
penggunaan bahan kimia yang berlebihan dan yang dilarang untuk digunakan
dalam pangan dapat menyebabkan keracunan dan menyebabkan sakit pada
konsumen. Berdasarkan hasil uji laboratorium maka persentase capaian indikator
Pengawasan dan Pembinaan Keamanan Pangan dihitung sebagai berikut :
= x 100%
= 100%
31
Capaian tersebut lebih tinggi dari target sebesar 80% dan perolehan capaian sama
dengan pada tahun 2011 dan 2012 sebesar 100%. Hasil pengawasan keamanan
pangan yang dilakukan di Tahun 2013 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 10. Keamanan Produk Hortikultura Dari Residu Pestisida Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2013
32
2012. Strategi yang digunakan adalah pemberdayaan masyarakat miskin melalui
jalur ganda/ twin track strategies, yaitu : (1) membangun ekonomi berbasis
pertanian dan perdesaan untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan; dan
(2) memenuhi pangan bagi kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan
melalui pemberdayaan dan pemberian bantuan langsung.
FSVA disusun pada tingkat wilayah dengan menggunakan indikator yang sifatnya
statis dan perubahannya jangka panjang periode pengambilan data setiap 2-3
tahun. Analisis FSVA merupakan sintesis hasil pemantauan situasi pangan dan gizi
2 – 3 tahun yang digunakan sebagai dasar perencanaan penanganan rawan pangan
jangka menengah (5 tahun).
Analisis SKPG ini merupakan sintesis hasil pemantauan situasi pangan dan gizi
tahunan yang digunakan sebagai dasar perencanaan penanganan rawan pangan
jangka pendek (1 tahun). Pelaksanaan SKPG diatur dalam Peraturan Menteri
Pertanian/Ketua Dewan Ketahanan Pangan Nomor 43/permentan/OT.140/7/2010
tentang Pedoman SKPG. Indikator yang digunakan dengan pendekatan SKPG
yaitu: (1). Pertanian: aspek ketersediaan pangan; (2). Sosial Ekonomi: aspek akses
pangan; dan (3). Kesehatan: aspek pemanfaatan pangan.
Aspek akses pangan dengan indikator persentase (r) penduduk miskin (sejahtera
dan prasejahtera).
33
c. ≥ 40 – skor 3 – Merah (rawan)
Aspek pemanfaatan pangan dengan indikator persentase (r) pravelensi gizi kurang
pada balita.
b. Skor komposit 5 – 6 dan tidak ada skor 3 dari setiap aspek ditandai dengan
warna kuning (waspada)
c. Skor komposit 5 – 9 dan ada skor 3 dari salah satu aspek ditandai dengan warna
merah (rawan).
Tabel 11. Rekapitulasi Urutan Peringkat Situasi Ketahanan Dan Kerentanan Pangan Berdasarkan Jumlah
Kecamatan Komposit Kabupaten Di Kalimantan Barat Tahun 2010
JUMLAH KECAMATAN
N KABUPATEN/
Priorita Priorita Priorita Priorita Priorita Priorita
O KOTA
sI s2 s3 s4 s5 s6
1 KAB. LANDAK - 11 1 - - -
KAB. KAPUAS
2 - 5 14 - 3 -
HULU
3 KAB. MELAWI 4 - 3 - - -
34
4 KAB. SEKADAU - 3 3 - - -
5 KAB. KETAPANG - 5 - 4 9 -
KAB. KAYONG
6 - 5 - - - -
UTARA
KAB.
7 - - 6 - 11 -
BENGKAYANG
8 KAB. SAMBAS - - - - - 19
9 KAB. SINTANG - 5 3 - 1 -
10 KAB. SANGGAU - 2 1 - 8 -
11 KAB. PONTIANAK - - -- - 8 -
12 KAB. KUBU RAYA - - - 8 1 -
= x 100%
= 92,86%
Capaian tersebut lebih tinggi dari target sebesar 60% dan sama dengan capaian
pada tahun 2011 dan 2012 yaitu sebesar 92,86%. Capaian indikator penanganan
daerah rawan pangan Provinsi Kalimantan Barat dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 12. Penanganan Daerah Rawan Pangan Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011-2013
35
2011 14 13 92,86
2012 14 13 92,86
2013 14 13 92,86
Harga-harga pangan lebih stabil, baik secara umum maupun pada saat menjelang
hari-hari besar nasional pada saat Puasa, Idul Fitri, Natal, dan Tahun Baru;
Pendapatan masyarakat meningkat, yang diukur dari nilai upah buruh tani dan
upah pekerja informal di sektor industri;
Peran serta masyarakat dan pemerintah daerah meningkat, yang ditunjukkan oleh
semakin meningkatnya kreativitas dan dukungan pemerintah daerah dan
masyarakat dalam pemantapan ketahanan pangan;
36
berkembangnya peran kelembagaan ketahanan pangan yang mengelola kegiatan-
kegiatan ketahanan pangan baik melalui dukungan APBN (dana Dekonsentrasi di
Provinsi, dan Tugas Pembantuan di Provinsi dan Kabupaten/Kota) maupun
dukungan APBD semakin meningkat.
Ketersediaan Pangan
Tabel 13. Perkembangan Produksi Komoditas Pangan Penting Tahun 2009 – 2013
I. Pangan Nabati
1. Padi (Gabah) 1.300.798 1.343.888 1.372.989 1.300.100 1.441.876 2,77
2. Jagung 166.833 168.273 160.826 170.124 159.973 -0,94
3. Kedelai 2.046 3.478 2.026 1.338 1677 4,90
4. Kc Tanah 2.107 2.124 1.763 1.688 1.317 -10,61
5. Ubi Kayu 166.586 177.606 141.548 153.564 168.521 1,14
6. Ubi Jalar 11.735 14.959 13.774 15.169 15.296 7,63
7. Sayur 6.651 5.021 6.169 5.554 8.965 74,19
8. Buah-2 an 386.418 298.477 310.930 416.966 297.841 -3,26
9. M. Goreng (Sawit) 471.303 502.654 531.416 539.934 580.343 5,37
II. Pangan Hewani
11. Daging sapi 6.927 7.074 7.081 7.263 7.428 1.77
12. Daging ayam 28.591 33.454 32.285 47.002 52.288 17,56
37
13. Telur 21.891 21.427 24.192 30.264 30.924 9,52
14. Susu 77 142 172 181 36 7,67
15. Ikan 96.250 122.825 137.780 153.061 241.432 27,12
Keterangan :
Produksi hortikultura (sayur dan buah) 2010 – 2013 Angka Tetap; Ditjen Bina Produksi Hor
Produksi minyak sawit CPO 2010 – 2013 Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Per
Produksi daging sapi & daging ayam (daging karkas) 2010 – 2013 Angka Tetap, 2
Sementara; Ditjen Peternakan
Produksi telur (ayam buras, ras petelur, itik) 2010 – 2013 Angka Tetap, 2009 Angka Seme
Peternakan
Produksi susu 2010 – 2013 Angka Tetap, 2009 Angka Sementara; Ditjen Peternakan
Produksi ikan 2007 ATAP, 2008 ASEM, 2009 Angka Proyeksi; Dep. Kelautan & Perikanan
Produksi pangan sumber protein hewani seperti terlihat pada Tabel 11, tampak
bahwa dari produksi beberapa jenis pangan hewani yaitu daging dan ikan
(tangkapan perairan laut, umum dan budidaya), cenderung mengalami
peningkatan dari waktu ke waktu. Untuk daging ayam dan telur produksinya
meningkat cukup besar di tahun 2011-2013. Begitu juga dengan daging ayam
juga mengalami peningkatan produksi yang cukup besar di tahun yang sama.
Khusus untuk produksi ikan mengalami peningkatan yang paling besar dalam
kurun waktu 2009-2013. Naiknya produksi ikan jenis ini disebabkan oleh adanya
program budidaya lele untuk memenuhi kebutuhan daerah dalam rangka
mengurangi impor ikan.
38
Ketersediaan berbagai jenis komoditas pangan nabati dan hewani tersebut,
merupakan produksi domestik setelah dikurangi kebutuhan untuk benih, pakan,
dan tercecer, ditambah dengan ekspor-impor dan pemakaian stok, yang nilainya
untuk masing-masing komoditas berbeda. Khusus untuk beras, nilai produksi
juga dikurangi kebutuhan bahan baku industri non makanan. Ketersediaan
pangan pokok utama di Kalimantan Barat yaitu beras, dalam periode 2009 sampai
2011, meningkat rata-rata 21,7 ribu ton/tahun atau 3% per-tahun. Pada tahun
2012, ketersediaan beras menurun 43,8 ribu ton atau sebesar 5,7% dibandingkan
ketersediaan tahun 2011. Akan tetapi penurunan ketersediaan beras tersebut
diimbangi dengan peningkatan ketersediaan jagung 18,3 ribu ton dan ubi jalar
sebesar 2,2 ton. Perubahan neraca ketersediaan pangan pokok ini, diharapkan
diikuti pula oleh perubahan pola konsumsi pangan pokok masyarakat di
Kalimantan Barat. Secara umum ketersediaan pangan pokok di Kalimantan Barat
masih mencukupi tingkat kebutuhannya (surplus) (Tabel 12).
Tabel 14. Perbandingan ketersediaan dan kebutuhan pangan di Kalimantan Barat Tahun 2009-2012 (Ton)
39
Ketersedia Kebutuhan Surplus/ Ketersedia Kebutuhan Surplus/
an Defisit an Defisit
A. Pangan Nabati
1 Beras 718.294 605.245 S 742.089 612.810 S
2 Jagung 147.230 2.523 S 148.501 2.554 S
3 Kedelai 1.874 9.308 D 3.186 9.424 D
4 Kacang Tanah 1.947 1.479 S 1.963 1.497 S
5 Ubi Kayu 150.827 29.751 S 160.985 30.123 S
6 Ubi Jalar 10.327 3.219 S 13.164 3.259 S
B. Pangan Hewani
7 Daging *) 34 946 38 594 D 38 458 39 076 D
8 Telur 19 766 17 358 S 15 283 17 757 D
9 Ikan 86 428 92 516 D 91 582 93 672 D
Sumber : Data BPS diolah BKP
Angka ketersediaan ini sudah melebihi angka rekomendasi hasil Widya Karya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) VIII tahun 2004 untuk ketersediaan energi
2200 kkal dan protein 57 gram. Sumber ketersediaan protein masih didominasi
dari bahan nabati.
Tabel 15. Perkembangan Rata-Rata Ketersediaan Perkapita Perhari Energi dan Protein (Neraca Bahan
Makanan) Tahun 2007-2010
Tahun Pertumb.
Sumber zat gizi Rata-Rata
2007 2008 2009 2010 (%)
40
Lemak (Gram/Hari ) 109,64 116,76 136,13 147,02 127,39 10,36
Beragamnya kondisi sumberdaya alam dan kondisi iklim yang tidak menentu
menyebabkan perbedaan dalam kemampuan daerah untuk memproduksi bahan
pangan. Oleh karena itu untuk dapat mewujudkan ketersediaan pangan yang
cukup bagi masyarakat Kalbar, pemerintah masih dihadapkan pada masalah
semakin terbatas ketersediaan bahan pangan akibat kesenjangan yang terjadi
antara produksi dan permintaan. Dari 14 Kabupaten/Kota berdasarkan angka
ARAM 2013 menunjukkan bahwa 7 Kab/Kota pasokan beras lebih, dan 7
Kab/Kota pasokan bahan pangan kurang.
Tabel 16. Ketersediaan Beras Tahun 2013 Berdasarkan Angka ARAM II BPS per-Kabupaten/Kota
41
n
(Kg)
92278,4
1. Sambas 170 155,04 139,15 77 876,60 Surplus
4
39150,9
2. Bengkayang 73 331,50 139,15 34 180,56 Surplus
4
73995,0
3. Landak 125 885,01 139,15 51 889,93 Surplus
8
11651,4
4. Pontianak 48 438,55 139,15 36 787,10 Surplus
5
-
5. Sanggau 53 610,96 139,15 64 620,12 11009,1 Defisit
6
-
6. Ketapang 45 517,99 139,15 68 058,70 22540,7 Defisit
1
7. Sintang 58 956,21 139,15 57 451,68 1504,53 Surplus
8. Kapuas Hulu 34 630,36 139,15 35 262,35 -631,99 Defisit
-
9. Sekadau 15 586,26 139,15 28 631,19 13044,9 Defisit
3
10. Melawi 18 553,20 139,15 28 359,97 -9806,76 Defisit
29275,7
11. Kayong Utara 44 430,72 139,15 15 154,94 Surplus
8
54553,5
12. Kubu Raya 133 744,40 139,15 79 190,87 Surplus
3
-
13. Kota Pontianak 667,60 139,15 87 901,13 87233,5 Defisit
3
42
-
Kota
14. 12 876,08 139,15 29 661,30 16785,2 Defisit
Singkawang
1
695 141358,
KALBAR 836 385,00 139,15 Surplus
026,42 58
Pemerintah daerah dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan sub-sistem distribusi
telah mengembangkan program aksi dalam rangka menjaga stabilitas harga
gabah/beras/jagung di tingkat petani melalui kegiatan Penguatan Lembaga
Distribusi Pangan Masyarakat (Penguatan LDPM) yang ditujukan untuk;
Pembelian gabah atau pangan lokal spesifik lainnya bagi kebutuhan anggotanya di
saat menghadapi paceklik,
43
Meningkatkan nilai tambah produk melalui kegiatan penyimpanan/ pengolahan/
pengepakan
Tahap Pengembangan yaitu tahun ke dua pada Gapoktan yang sama pemerintah
menyalurkan dana Bansos sebesar Rp. 75 Juta sebagai tambahan modal usaha
untuk mendukung unit usaha distribusi dalam kegiatan pembelian dan penjualan
gabah/beras/jagung dan jika diperlukan dapat digunakan untuk mendukung
pengembangan cadangan pangan. Gapoktan yang telah menerima dana Bansos
wajib membeli gabah/beras di wilayahnya minimal sesuai dengan harga
pembelian pemerintah (HPP) dan jagung menimal sesuai dengan harga referensi
daerah (HRD).
Tabel 17. Penguatan Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (P-LDPM) Tahun 2009-2013
44
Pengembangan
(6 kabupaten)
(6 kabupaten) (7 kabupaten) (7 kabupaten)
8 Gapoktan 15 Gapoktan 21 Gapoktan
Tahap Mandiri -
(6 kabupaten) (12 kabupaten) (12 kabupaten)
45
Sebagaimana pada Gambar 5, harga daging ayam ras dan daging sapi mengalami
kenaikan harga terjadi pada bulan romadhan dan hari raya. Hal ini disebabkan
pada bulan tersebut adalah bulan romadhon buat orang islam sehingga permintaan
daging semakin meningkat yang menyebabkan harga semakin naik.
Tabel 18. Perkembangan Harga Pangan di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2009 – 2012
2010 2011
No. Jenis Komoditi Harga Harga Harga Harga
CV CV
Tertinggi Terendah Tertinggi Terendah
1 Beras 8 250 6 500 8,10 9 250 8 000 5,07
2 Minyak Goreng 10 680 8 531 6,48 11 125 9 500 6,75
3 Daging Ayam Ras 27 500 18 000 13,03 28 000 18 500 10,66
4 Daging Sapi 73 200 70 000 1,63 75 000 70 000 3,03
5 Telur Ayam Ras 17 650 10 563 12,43 22 500 15 000 11,85
6 Bawang Merah 24 500 11 250 26,55 24 500 11 000 28,84
7 Cabe Merah Besar 35 000 17 200 20,85 38 000 17 750 23,46
8 Cabe Rawit 55 400 17 000 34,72 70 000 7 250 71,85
9 Kelapa 5 000 4 000 11,03 7 000 5 500 9,88
10 Gula Pasir 10 938 9 680 3,54 10 750 9 000 5,58
11 Kacang Tanah 15 800 12 000 11,26 16 250 14 500 4,19
12 Kedelei 8 406 6 875 7,01 8 000 7 000 5,15
13 Jagung 5 375 3 567 15,18 6 000 5 000 5,68
46
Gambar 5. Perkembangan Harga Beberapa Komoditas Tahun 2009-2012
Cadangan Pangan
47
bersifat pokok di tingkat nasional sebagai persediaan pangan pokok tertentu,
misalnya beras, sedangkan di tingkat daerah dapat berupa pangan pokok
masyarakat di daerah setempat. Cadangan pangan pemerintah pusat di
Kalimantan Barat, dikelola oleh Bulog Divisi Regional Kalimantan Barat yang
jumlah cadangannya pada periode tahun 2008 – 2012 dapat dilihat pada Tabel 17.
Dalam rangka mengatasi gejolak harga pangan dan bencana alam serta antisipasi
masa paceklik, pemerintah daerah Kab/Kota memiliki tugas dan tanggung jawab
untuk memiliki cadangan pangan sesuai dengan permentan no.
65/Permentan/OT.140/12/2010 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang
Ketahanan Pangan Provinsi dan Kabupaten/Kota. Sampai dengan tahun 2012,
posisi cadangan pangan pemerintah Kab/Kota serta capaian Standar Pelayanan
Minimal (SPM) disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19. Perkembangan Cadangan Pangan Pemerintah Pusat di Perum BULOG Divre Kalbar 2008-2012
Tabel 20. Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota Sampai dengan Tahun 2012 (Ton)
PENGADAAN
PROV/KAB/KOTA STOK AKHIR SPM PENCAPAIAN
AWAL
Kalbar 333 296,975 200 148,49%
48
Kab. Sambas 30 25 100 25,00%
Kab. Sanggau 50 24,9 100 24,90%
Kab. Kayong Utara 20 8 100 8,00%
Kab. Bengkayang 20 18 100 18,00%
Kab. Kapuas Hulu 17,5 0 100 0,00%
Kab. Pontianak 20 20 100 20,00%
Kota Pontianak 22,2 16,2 100 16,20%
Kota Singkawang 20 20 100 20,00%
Tabel 21. Cadangan Pangan Masyarakat melalui Lumbung Pangan Masyarakat Tahun 2010 – 2012
LPM DAK
LPM DEKON
49
11 Kab. Kubu Raya - - - 1 - 1 - -
12 Kab. Kayong Utara - - - 3 - 1 - -
13 Kota Pontianak - - - - - - - -
14 Kota Singkawang - - - - - - - -
Jumlah 10 10 9 26 16 20 14 6
Tingginya % AKE dan %AKP, serta rendahnya Skor PPH konsumsi dapat dilihat
bahwa pola konsumsi pangan masyarakat masih belum sesuai dengan pola
konsumsi yang beragam. Sumbangan terbesar kalori masih didominasi oleh
kelompok padi-padian, sedangkan kelompok umbi-umbian pangan hewani,
kacang-kacangan, dan sayur dan buah menunjukkan porsi yang lebih rendah dari
ideal.
Tabel 22. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Perkapita/hari Menurut Kelompok Bahan Makanan
di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2011 – 2013
50
(kkal) (gram) (kkal) (gram) (kkal)
919.09 47.08 21.56 38.33 894,92 48.30 21.00 39.53 963.71 52.1
43.49 2.23 0.36 0.64 31.05 1.68 0.27 0.51 23.81 1.29
47.83 2.45 8.02 14.26 45.19 2.44 7.49 14.10 62.57 3.39
44.71 2.29 2.75 4.89 52.52 2.83 2.92 5.50 58.51 3.17
55.97 2.87 3.25 5.78 48.89 2.64 2.94 5.53 63.89 3.46
37.4 1.92 2.43 4.32 37.54 2.03 2.40 4.52 32.38 1.75
an 54.17 2.78 5.17 9.19 52.54 2.84 5.00 9.41 22.2 1.20
39.44 2.02 0.42 0.75 37.11 2.00 0.44 0.83 30.6 1.66
k 232.03 11.89 0.31 0.55 238.25 12.86 0.27 0.51 210.98 11.4
97.69 5.00 1.07 1.90 84.02 4.53 0.85 1.60 133.93 7.25
16.14 0.83 0.69 1.23 13.41 0.72 0.58 1.09 13.14 0.71
59.7 3.06 1.21 2.15 51.85 2.80 1.04 1.96 61.37 3.32
uman
304.35 15.59 9.01 16.02 265.55 14.33 7.93 14.93 170.95 9.25
1952.01 100.00 56.25 100.00 1852.84 100.00 53.14 100.00 1848.04 100
Tabel 23. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Kalimantan Barat Perkapita Perhari dan
skor PPH, Tahun 2009-2013
51
Tabel 24. Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein Penduduk Indonesia Perkapita Perhari dan skor
PPH, Tahun 2005-2009
Jika dilihat turunan dari kelompok pangan hingga kepada jenis komoditas, maka
sumbangan dari kelompok padi-padian terbesar disumbangkan oleh komoditas
beras sebagai penyumbang karbohidrat. Konsumsi beras Kalimantan Barat pada
tahun 2008 – 2012 menunjukkan penurunan, akan tetapi konsumsi beras tersebut
masih diatas target konsumsi nasional sebesar 90 kg/kap/thn (Gambar 6).
52
120
100
90
90
80
70
2008 2009 2010 2011 2012 Target
Tahun
53
UMKM dalam rangka pengembangan tepung-tepungan berbahan pangan lokal
dalam mewujudkan pangan beragam dan bergizi seimbang dan aman.
Tabel 25. Jumlah Sampel Pangan Segar yang Diujikan pada tahun 2010 – 2012
54
akan kebanjiran produk impor, terutama buah dan sayuran segar yang mutu dan
keamanannya kurang jelas; (2) Produk pertanian Indonesia kurang laku dan tidak
menjadi pilihan konsumen di dalam negeri dan luar negeri; (3) Daya saing produk
semakin rendah; (4) Mematikan petani/produsen dalam negeri; dan (5) Kerugian
ekonomi yang semakin besar. Dalam rangka penanganan keamanan pangan,
Badan Ketahanan Pangan
Tabel 26. Rata-Rata Pengeluaran Per Kapita Sebulan (Rupiah) Menurut Kelompok Barang Dan Daerah
Tempat Tinggal, Maret 2011 dan 2012
55
5 Telur dan susu 33.572 34.207 13.163 15.138 19.329
6 Sayur-sayuran 25.269 30.452 29.456 26.110 28.191
7 Kacang-kacangan 6.023 7.440 3.640 3.819 4.360
8 Buah-buahan 17.234 15.577 8.955 7.109 11.456
9 Minyak dan lemak 9.741 13.660 11.214 10.731 10.769
10 Bahan minuman 11.351 12.123 15.773 18.840 14.437
11 Bumbu-bumbuan 8.725 8.877 9.279 8.416 9.112
12 Konsumsi lainnya 8.245 10.156 7.329 7.865 7.606
Makanan dan minuman
13 123.173 107.684 35.711 39.303 62.137
jadi
14 Tembakau dan sirih 35.196 45.652 31.469 43.261 32.595
Sumber: Susenas Buku 3, 2012
56
Mitra Tani. GAPOKTAN PUAP (Tabel 25) diharapkan dapat menjadi
kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. Untuk mencapai tujuan
PUAP, yaitu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja
diperdesaan, PUAP dilaksanakan secara terintegrasi dan lintas sektoral.
Tabel 27. Rekapitulasi Gapoktan Penerima Dana Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Tahun 2008-2013
NAMA TAHUN
NO TOTAL
KOTA/KABUPATEN 2008 2009 2010 2011 2012 2013
1. Kab. Sambas 19 15 15 16 9 10 84
2 Kab. Bengkayang - - - 3 - - 3
3 Kab. Landak 30 20 20 29 60 32 191
57
4 Kab. Pontianak 10 15 15 1 - - 41
5 Kab. Sanggau 30 20 20 31 7 5 113
6. Kab. Ketapang 10 15 15 7 - - 47
7 Kab. Sintang 9 20 20 4 3 - 56
8 Kab. Kapuas Hulu - - - 5 5 - 10
9 Kab. Sekadau 35 20 20 8 16 7 106
10 Kab. Melawi 10 15 15 12 6 8 66
11 Kab. Kayong Utara 9 15 15 14 - - 53
12 Kab. Kubu Raya 25 20 20 14 7 - 86
13 Kota Pontianak 15 15 15 9 10 - 64
14 Kota Singkawang 30 20 20 9 - - 79
Jumlah 232 210 210 162 123 62 999
Tabel 28. Jumlah Desa Mandiri Pangan Reguler/Kawasan Perbatasan Yang Diberdayakan Provinsi
Kalimantan Barat Tahun 2006 – 2012
TAHUN
NO KAB./KOTA 2006 2012 2008 2009 2010 2011 2012 2013
REGULER Kaw
1 KAB. KAPUAS HULU 2 2 1 1 - - 2 2
2 KAB. MELAWI 2 2 1 1 - - 2 -
3 KAB. BENGKAYANG 2 2 1 1 1 - 1 2
4 KAB. SANGGAU 2 2 1 1 1 - 1 2
5 KAB. SEKADAU 2 2 1 1 - - 1 -
6 KAB. SINTANG 2 2 1 1 1 - 2 1
7 KAB. SAMBAS - - 2 1 1 1 1 2
8 KAB. PONTIANAK - - - 2 1 1 1 -
9 KAB. LANDAK - - - - 2 1 1 -
10 KAB. KUBU RAYA - - - - 2 1 1 -
58
11 KOTA PONTIANAK - - - - 2 1 1 -
12 KOTA SINGKAWANG - - - - 2 1 1 -
13 KAYONG UTARA - - - - - 2 1 -
14 KETAPANG - - - - - - - -
JUMLAH REGULER 12 12 8 9 13 8 16 9
59
Tabel 29. Keragaan Kelembagaan Penyuluhan di Kabupaten/Kota
60
Provinsi Kalimantan Barat mempunyai tugas : 1) melaksanakan penyusunan dan
pelaksanaan kebijakan daerah yang bersifat spesifik di bidang ketahanan pangan
dan penyuluhan; 2) melaksanakan tugas dekonsentrasi dan tugas lainnya yang
diserahkan Gubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
b. Bidang Penyuluhan
61
Pangan Provinsi yang dibentuk dengan Keputusan Gubernur Kalimantan Barat
No. 330 Tahun 2009 tentang Pembentukan Dewan Ketahanan Pangan Provinsi
Kalimantan Barat.
Ruang lingkup dari tugas Dewan Ketahanan Pangan Provinsi terdiri dari 1)
penyediaan pangan; 2) distribusi pangan; 3) cadangan pangan; 4)
penganekaragaman pangan, 5) pencegahan dan penanggulangan masalah pangan
dan gizi yang dituangkan dalam Kelompok Kerja (Pokja) pada struktur organisasi
Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Kalimantan Barat
Tabel 31. Jumlah Pegawai pada BKPP Prov. Kalbar Tahun 2012
62
Pendidikan
Lk Pr Lk Pr
S2 3 4 - - 7
S1 16 20 2 5 43
D4 - - - - -
D3 1 2 - - 3
SMA 13 7 1 - 21
SLTP - - - - -
JUMLAH 33 33 3 5 74
Tabel 32. Keragaan Penyuluh PNS dan THL – TB di Kalimantan Barat Tahun 2013
Penyuluh Pertanian
No. Kab/Kota PNS THL-TB Total
S1 DIV DIII SLTA Jml
1 KOTA PONTIANAK 7 0 0 1 0 1 8
2 KAB. KUBU RAYA 65 11 1 3 6 21 86
3 KAB. PONTIANAK 72 0 0 0 4 4 76
4 KOTA SINGKAWANG 27 3 2 1 2 8 35
5 KAB. SAMBAS 84 12 13 9 27 61 145
6 KAB. SEKADAU 32 8 3 3 18 32 64
7 KAB. SANGGAU 57 12 2 5 32 51 108
8 KAB. SINTANG 88 4 1 1 18 24 112
9 KAB. MELAWI 32 2 0 2 19 23 55
10 KAB. KAYONG UTARA 23 0 0 0 6 6 29
11 KAB. KETAPANG 57 6 2 5 21 34 91
12 KAB. LANDAK 88 13 4 6 22 45 133
13 KAB. BENGKAYANG 40 8 7 6 20 41 81
14 KAB. KAPUAS HULU 72 18 5 4 33 60 132
63
15 PROVINSI 12 0 0 0 0 0 12
TOTAL 756 97 40 46 228 411 1167
JUMLAH PENYULUH
NO NAMA KOTA/KABUPATEN
SWADAYA
1 Prov. Kalbar -
2 Kota Pontianak 3 orang
3 Kab. Kubu Raya 80 orang
4 Kab. Pontianak -
5 Kota Singkawang 15 orang
6 Kab. Sambas -
7 Kab. Sekadau 30 orang
8 Kab. Sanggau 62 orang
9 Kab. Sintang 7 orang
10 Kab. Melawi 6 orang
11 Kab. Kayong Utara -
12 Kab. Ketapang 6 Orang
13 Kab. Landak 15 Orang
14 Kab. Bengkayang -
15 Kab. Kapuas Hulu 12 Orang
Jumlah 309 Orang
64
setiap tahun. Pada tahun 2012 telah dianggarkan sebesar Rp 11.396.000.000,00,
tahun 2013 terjadi peningkatan anggaran menjadi Rp 13.944.000.000,00, dan pada
tahun 2014 anggaran untuk kegiatan Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh
Kalimantan Barat adalah sebesar Rp 13.621.000.000,00.
Ketersediaan Pangan
Sebagaimana yang disajikan pada Tabel 32, dapat dilihat bahwasanya laju lahan
pertanian pangan berkecenderungan melandai dengan rata-rata pertumbuhan
kurang satu persen sedangkan pertambahan penduduk sebesar 1,45% setiap tahun.
Dalam tabel tersebut juga dapat dilihat bahwasanya produktivitas lahan juga
mengalami kecenderungan menurun. Selanjutnya pada periode yang sama, impor
beras berfluktuasi. Dapat dilihat pada Tabel 32 bahwa pada tahun 2012 dan 2013
telah masuk masing-masing sebanyak 341,6 ribu ton beras dan 445,01 ribu ton
beras ke Kalimantan Barat. Sehingga jika dilihat dari tingkat ketergantungan
65
beras impor, bahwasanya ketergantungan Kalbar mencapai angka 21% pada tahun
2012 dan 24% pada tahun 2013.
Tabel 34. Luas Panen, Produksi, Produktivitas, dan Impor Beras Kalimantan Barat 2011-2013
Impor
Produktivitas Tingkat Ketergantungan thd
Tahun Luas Panen (Ha) Produksi (Ton)
(Ton/Ha) impor (%)
(Ton)
2013 468.898 3,10 1.441.876 445.069 24%
2012 427.798 3,04 1.300.100 341.638 21%
2011 444.353 3,10 1.372.989 106.801 7%
2010 428.461 3,17 1.343.888 79 515 6%
2009 418.929 3,10 1.300.798 68 516 5%
2008 423.601 3,10 1.321.443 86 840 6%
Bila dikaitkan dengan kondisi sekarang dimana konversi lahan terjadi terus
menerus, dari pertanian sawah teknis ke pengguna lahan non pertanian, di
antaranya digunakan untuk perumahan, industri, dan sarana-prasarana.
Pengalihan fungsi lahan dari fungsi pertanian ke fungsi bangunan menjadi
penyebab utama berkurangnya lahan pertanian, yang selanjutnya berdampak pada
66
berkurangnya produksi produk pertanian, terutama pangan. Faktor penyebab lain
adalah adanya perubahan iklim global yang mengakibatkan bencana alam,
sehingga banyak areal panen menjadi puso, dan produksi menghadapi resiko
berupa ketidakpastian iklim.
67
harga pangan meningkat dan menekan konsumen, tetapi peningkatan harga
tersebut tidak banyak dinikmati para petani sebagai produsen.
Lamanya waktu tempuh dalam pengangkutan bahan pangan segar pada saat
terjadi gangguan transportasi, baik karena kondisi infrastruktur jalan maupun
cuaca, akan memperbesar persentase bahan pangan yang rusak. Masalah
kelangkaan pangan disuatu wilayah berdampak terhadap harga-harga pangan akan
melambung sangat tinggi yang berakibat pada terlampauinya tingkat inflasi dari
tingkat inflasi yang telah ditetapkan.
Masalah lainnya dalam rangka mendukung distribusi, harga dan cadangan pangan
adalah data dan informasi, SDM dan kelembagaan di tingkat Kabupaten/Kota
yang yang bertanggung jawab terhadap akurasi dan pengelola data yang terkait
dengan ketersediaan pangan, harga pangan, dan cadangan pangan di
provinsi/kabupaten/kota/desa untuk dapat digunakan dalam merumuskan
kebijakan distribusi, stabilsasi harga dan pasokan pangan serta kondisi cadangan
pangan di provinsi/kabupaten/kota/masyarakat.
Sarana distribusi pangan seperti fasilitas pasar umum, sarana penyimpanan dan
pengolahan hasil pertanian, masih terbatas jumlahnya. Terbatasnya sarana tersebut
menyulitkan masyarakat untuk melakukan penyimpanan dan pengolahan,
sehingga tidak dapat diperoleh mutu pangan dan nilai tambah yang tinggi.
Peraturan perundangan juga belum mendukung kelancaran distribusi pangan,
68
berbagai pungutan dan retribusi mengakibatkan meningkatnya biaya distribusi
pangan.
69
sekitar 108,5 kg per kapita. Keadaan ini dapat mengancam ketahanan pangan
daerah dalam hal kemandirian pangan. Jika melihat bahwa produksi beras
penduduk Kalbar dari tahun ke tahun yang tidak mampu mengimbangi tingkat
konsumsi masyarakat terhadap beras yang terus meningkat, walaupun selama ini
keadaan ini bisa teratasi dengan mengimpor beras.
Kualitas dan kuantitas konsumsi pangan sebagian besar masyarakat masih rendah,
yang dicirikan pada pencapaian Pola Pangan Harapan (PPH). Sampai dengan saat
ini pencapaian PPH Kalbar menunjukkan kecenderungan yang terus menurun
sebagaimana yang telah disajikan di atas. Sejak tahun 2011 persentase angka
kecukupan energi (%AKE) cenderung menurun dari 97,6 persen menjadi 92,4
persen tahun 2013 sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 33. Kecenderungan ini
sejalan dengan semakin meningkatnya rasio dengan pengeluaran konsumsi
makanan terhadap total pengeluaran (Tabel 34). Selanjutnya jika ditelusuri lebih
jauh, Kabupaten/Kota yang jumlah penduduk miskinnya lebih tinggi presentase
AKE nya sudah melebihi angka ideal (Tabel 36 dan Error! Reference source not
found.). Menurut Martianto dan Ariani (2004) menyatakan bahwa pada tingkat
pendapatan yang terbatas, seseorang akan mengutamakan faktor kenyang
(pemenuhan karbohidrat) daripada faktor gizi, preferensi dan prestise.
Tabel 35. Rata-Rata Konsumsi Kalori Perkapita Perhari Menurut Kabupaten/Kota Provinsi Kal-Bar 2011-
2013 (Kkal)
70
9 Sekadau 2116.58 105.8% 2060.66 103.0% 1952.0
10 Melawi 2212.17 110.6% 2261.10 113.1% 2105.1
11 Kayong Utara 1861.02 93.1% 1794.84 89.7% 1913.5
12 Kubu Raya 1771.99 88.6% 1678.03 83.9% 1737.6
13 Kota Pontianak 1822.72 91.1% 1655.78 82.8% 1758.3
14 Kota Singkawang 1991.79 99.6% 1655.29 82.8% 1825.9
Kalimantan Barat 1952.00 97.6% 1852.00 92.6% 1848.0
Sumber : diolah dari raw data Susenas 2011-2013
Tabel 36. Pengeluaran Rata- Rata per Kapita Sebulan di Kalimantan Barat Menurut Kelompok Pengeluaran
(rupiah), 2011 dan 2012
Tahun
Kelompok pengeluaran
2011 2012
35159
Makanan 312711 53% 0 57%
26168
Non-makanan 274022 47% 3 43%
61327
Jumlah 586733 3
Sumber: Susenas Buku 3, 2013
Tabel 37. Pengeluaran Rata-Rata per Kapita Sebulan Provinsi Kalimantan Barat Menurut Kelompok
Barang (rupiah), 2007-2012
Perkotaan Perdesaan
Non
Makanan Makanan Non Makanan
Jumla Makanan Jumla
h Jumla Rasi Jumla Rasi h Makan Rasi Non rasi
h o h o an o Makanan o
200 393.27 188.84 204.42 260.47 166.79 36
48% 52% 64% 93.685
7 3 4 9 7 1 %
71
200 448.53 218.16 230.37 310.92 194.96 37
49% 51% 63% 115.956
8 2 1 1 5 8 %
200 520.15 255.78 264.37 348.04 222.25 36
49% 51% 64% 125.796
9 5 0 5 9 3 %
201 690.44 322.78 367.65 387.00 243.61 37
47% 53% 63% 143.383
0 3 6 7 1 8 %
201 811.19 379.88 431.31 489.55 283.62 42
47% 53% 58% 205.923
1 6 4 2 2 9 %
201 874.67 438.63 436.03 500.10 313.90 37
50% 50% 63% 186.198
2 1 5 7 2 4 %
Tabel 38. Pengeluaran untuk Makanan Rata- Rata per Kapita Sebulan dan rasionya terhadap total
pengeluaran di Berdasarkan Kab/Kota 2011 dan 2012
72
Kalimantan Barat 312.711 53% 35.1590 57%
Sumber: diolah dari raw data susenas 2011-2012
Kondisi tersebut, tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang dihadapi dalam
pengembangan penganekaragaman konsumsi pangan menuju pola konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang, dan aman, antara lain: (a) keterbatasan
kemampuan ekonomi dari keluarga; (b) keterbatasan pengetahuan dan kesadaran
tentang pangan dan gizi; (c) adanya kecenderungan penurunan proporsi konsumsi
pangan berbasis sumber daya lokal; (d) lambatnya perkembangan, penyebaran,
dan penyerapan teknologi pengolahan pangan lokal untuk meningkatkan
kepraktisan dalam pengolahan, nilai gizi, nilai ekonomi, nilai sosial, citra, dan
daya terima; (e) adanya pengaruh globalisasi industri pangan siap saji yang
berbasis bahan impor, khususnya gandum; (f) adanya pengaruh nilai-nilai budaya
kebiasaan makan yang tidak selaras dengan prinsip konsumsi pangan beragam,
bergizi seimbang, dan aman.
73
penggunaan bahan tambahan pangan terlarang, dapat membahayakan kesehatan
bahkan menyebabkan kematian.
74
optimalnya peran dan fungsi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) sebagai lembaga
fungsional koordinator dalam penanganan ketahanan pangan di daerahnya.
Komitmen dan langkah nyata pemerintah daerah masih rendah untuk membangun
ketahanan pangan berkelanjutan.
Secara umum, pada tahun 2013, produksi bahan pangan mampu tumbuh secara
positif dan beberapa target sasaran produksi telah tercapai. Selain itu, PDB sektor
pertanian dan tingkat kesejahteraan petani meningkat namun masih belum tumbuh
seperti yang diharapkan. Masih terdapat beberapa permasalahan yang menjadi
kendala pencapaian SPM bidang ketahanan pangan. Oleh karena itu diperlukan
beberapa tindak lanjut dalam upaya mencapai target SPM bidang ketahanan
pangan ke depan.
75
diperoleh melalui analisis situasi berdasarkan lingkungan eksternal dan internal.
Pendekatan ini perlu dilakukan untuk merumuskan kebijakan ketahanan pangan
berdasarkan isu strategis dalam rangka mengantisipasi perubahan pada masa
mendatang.
Kekuatan Daerah
Kalimantan Barat memiliki sumberdaya alam yang melimpah meliputi sub sektor
pertanian tanaman pangan dan hortikultura, perkebunan, peternakan, kehutanan,
perikanan, dan sektor pertambangan (terutama Bauksit, Batu Bara dan Mineral
Radioaktif) yang belum termanfaatkan secara optimal;
Posisi geografis Kalimantan Barat sangat strategis karena terletak pada Alur Laut
Kepulauan Indonesia 1 (ALKI-1) dan perairan lautnya berhadapan langsung ke
Laut Cina Selatan;
76
Kalimantan Barat merupakan salah satu daerah penghasil devisa yang ditandai
dengan tingginya nilai ekspor dibandingkan dengan impor;
Kalimantan Barat memiliki potensi wisata yang cukup kaya dan beragam, mulai
dari wisata alam, wisata sejarah dan budaya serta wisata minat khusus seperti
perayaan Cap Go Meh, ritual sembahyang kubur, Eco Tourism dengan alamnya
yang masih potensial;
Kelemahan Daerah
77
Belum optimalnya investasi swasta dalam mendukung perkembangan
perekonomian daerah karena belum terbangunnya infrastruktur bertaraf
internasional sebagai prasyarat utama masuknya investasi;
Degradasi lingkungan dan deforestasi sumber daya hutan masih terus terjadi
sebagai akibat dari kegiatan perambahan hutan, pertambangan emas tanpa izin,
serta kebakaran hutan dan lahan;
Daya dukung Kota Pontianak dalam menanggung beban sebagai pusat pelayanan,
pemerintahan dan perekonomian semakin berkurang yang ditandai dengan
semakin padatnya lalu lintas kota;
Masih sering terjadinya kebakaran hutan dan lahan yang menimbulkan gangguan
terhadap lalu lintas darat, laut dan udara serta kesehatan masyarakat;
Peluang Daerah
78
Kalimantan Barat merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang resmi
mempunyai akses hubungan darat secara langsung dengan negara tetangga
(Malaysia dan Brunei);
a. Interaksi sosial ekonomi yang didukung dengan bis antar kota – antar negara
yang semakin meningkat.
Ancaman Daerah
a. Krisis ekonomi dan keuangan pada negara-negara tujuan ekspor atau menjadi
mitra dagang Indonesia akan membawa dampak pada perekonomian daerah;
79
c. Arus informasi yang bersifat negatif semakin sulit dibendung akibat pesatnya
perkembangan teknologi informasi sehingga dengan mudah dapat diakses oleh
masyarakat di daerah;
Pengelolaan status daerah tertinggal dan persoalan perbatasan antar negara belum
optimal.
80
Operasional Ketahanan Pangan dan Gizi untuk mencapai fokus/tujuan
pembangunan ketahanan pangan, dengan memperhatikan keragaan ketahanan
pangan, rencana pembangunan jangka
Ditinjau dari segi jenisnya, terlihat bahwa masyarakat di seluruh Kab/Kota masih
sangat tergantung pada satu jenis makanan yaitu beras sebagai pangan pokok.
Apabila terus berlanjut, dikhawatirkan kemampuan daerah untuk menyediakan
pangan beras akan menurun. Hal ini bisa terjadi karena permintaannya meningkat
seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Guna menghindari kejadian
tersebut, sosialisasi/pengenalan pangan sumber karbohidrat jenis lain harus terus
digalakkan.
Ketahanan pangan terkait dengan rumah tangga atau individu yang memiliki akses
ketersediaan pangan yang cukup, aman serta bergizi untuk memenuhi kebutuhan
dalam menunjang kehidupan yang aktif dan sehat. Namun, pemenuhan kebutuhan
pangan penduduk secara merata dengan harga yang terjangkau oleh masyarakat
tidak boleh terlupakan. Hal ini menunjukkan konsepsi ketahanan pangan
merupakan konsep sangat luas dan beragam serta merupakan masalah yang
kompleks. Walaupun demikian, intinya terletak pada bagaimana mewujudkan
terjaminnya ketersediaan pangan bagi masyarakat.
81
Meningkatkan pengelolaan lumbung pangan lokal dan cadangan pangan
masyarakat;
1. Kebijakan Perberasan
Indonesia pada kurun waktu 1979 – 1986 pernah mencapai swasembada beras.
Keberhasilan tersebut dikatakan sebagai sebuah prestasi gemilang dan bahkan
diakui oleh dunia internasional. Namun ada catatan bahwa pencapaian
swasembada beras pada saat itu tidak berdampak meningkatkan kesejahteraan
petani karena harga beras ditekan dengan harga rendah (kebijakan harga beras
murah), sementara harga pupuk dan obat-obatan meningkat. Swasembada beras
tersebut tidak bertahan lama karena dukungan terhadap pertanian termasuk beras
berkurang sebagai akibat dari kebijakan pemerintah untuk mendorong sektor
industri.
Sejak krisis ekonomi 1997-1998, Indonesia mengalami defisit beras dalam jumlah
besar sehingga perlu dilakukan impor dalam jumlah besar yang sangat menguras
devisa negara. Dari fenomena tersebut, pemerintah bertekad untuk mencapai
swasembada beras kembali dan bahkan surplus. Namun target tersebut diprediksi
belum akan dapat dicapai karena masih adanya berbagai persoalan yang
menyangkut ketersediaan lahan, kerusakan jaringan irigasi, perubahan iklim, dan
lain-lain. Pertanyannya sekarang adalah: “Apakah Indonesia Harus Tetap
82
Berswasembada Beras?”. Beberapa pandangan untuk menjawab pertanyaan
tersebut adalah sebagai berikut; (1) Menolak swasembada; (2) Mendukung
swasembada; dan (3) Antara menolak dan mendukung, yaitu mencapai ketahanan
pangan.
Pandangan yang ketiga, yaitu ketahanan pangan, dimana Indonesia tidak harus
mencapai swasembada, tetapi defisit dapat ditutup dengan impor. Yang sangat
penting dalam konsep ketahanan pangan adalah: (1) Pasokan pangan harus cukup,
yang dapat dipenuhi melalui produksi sendiri dan impor (ketergantungan pada
impor tidak boleh terlalu besar); (2) Distribusi lancar sehingga beras mudah
diakses dan aman dikonsumsi oleh semua penduduk di seluruh wilayah Indonesia;
dan (3) Harganya terjangkau oleh semua lapisan masyarakat Indonesia. Dengan
83
demikian, maka tidak ada lagi rumah tangga yang mengalami kekurangan pangan,
baik secara kuantitas dan kualitas, sepanjang waktu.
Luas lahan sawah terus mengalami konversi ke penggunaan lain, baik untuk non-
pertanian maupun beralih ke komoditas non-beras. Kecenderungan ini akan terus
terjadi karena sulit dicegah. Sementara itu, pencetakan sawah baru berjalan lambat
karena berbagai persoalan. Walaupun terdapat lahan terlantar/tidur sangat luas,
lahan tersebut tidak serta-merta dapat digunakan untuk pembuatan sawah karena
masalah status pemilikan/penguasaan lahan yang rumit.
Hasil-hasil riset hingga saat belum dapat menghasilkan varietas padi dengan
produktivitas tinggi (diatas 7 ton GKG/ha). Produktivitas padi yang ada di
Indonesia sebenarnya sudah jauh melebihi produktivitas padi di Thailand dan
Vietnam, sehingga sulit dinaikkan.
84
berlaku untuk 2013-2017. Sebelumnya, Indonesia juga telah menandatangani
MoU dengan Thailand dan Kamboja dengan komitmen masing-masing
menyediakan 1,1 juta ton per tahun.
85
lemahnya apresiasi berbagai pihak terhadap peran nyata sektor pertanian dalam
perekonomian nasional, dan (3) Belum optimalnya perlindungan dan
pemberdayaan terhadap petani dengan segala kekayaan sosial budayanya.
86
pertanian. Tanpa mempertimbangkan aspek insentif ekonomi dan aspek
kelembagaan dikhawatirkan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan
hanya sebatas wacana dan akan dikalahkan bila kepentingan lain yang
menjanjikan keuntungan ekonomi yang lebih tinggi.
87
Untuk meningkatkan relasi koordinasi kebijakan, pelaksanaan kebijakan, dan
konsistensi kebijakan dalam pengelolaan PLP2B perlu ditetapkan
lembaga/institusi yang berwenang menetapkan, mengawasi dan memberi sanksi
jika lahan pertanian produktif dialihkan ke penggunaan lain. Pemerintah Daerah
perlu segera menetapkan kebijakan berupa Peraturan Daerah (Perda) yang
konsisten dan tegas tentang lahan pertanian berkelanjutan
3. Penyaluran Subsidi
88
serta petani hortikultura, pekebun atau peternak skala usaha kecil sesuai dengan
kriteria yang diatur dalam peraturan perundang - undangan.
Saat ini, skim subsidi pupuk adalah subsidi harga yang penyalurannya
dilaksanakan dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan
Kelompok (RDKK). Sistem penyaluran subsidi pupuk yang dilaksanakan melalui
subsidi harga masih dihadapkan pada berbagai permasalahan baik dari sisi teknis
dalam penyaluran pupuk bersubsidi maupun dari sistem penganggarannya. Dalam
rangka perbaikan sistem penyaluran pupuk bersubsidi yang saat ini dilaksanakan
dengan pola tertutup menggunakan Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok
(RDKK), maka peran aktif pemerintah daerah sangat diharapkan. Melalui
fasilitasi subsidi pupuk secara tertutup dapat diterapkan efisiensi penggunaan
pupuk anorganik yang terindikasi dengan peningkatan penggunaan pupuk
majemuk NPK dan penggunaan pupuk organik.
89
Faktor produksi lain yang berperan dalam peningkatan produksi pertanian adalah
benih. Benih merupakan sarana produksi penting yang penggunaannya perlu terus
didorong agar petani menggunakan benih unggul dalam usahataninya. Salah satu
insentif bagi petani agar menggunakan benih unggul adalah dengan memberikan
subsidi benih unggul, benih subsidi langsung maupun tidak langsung. Subsidi
tidak langsung seperti yang telah berjalan selama ini yaitu melalui subsidi harga
terhadap produksi benih yang dihasilkan oleh BUMN benih PT Sang Hyang Seri
dan PT Pertani. Selain subsidi harga, juga diperlukan subsidi langsung seperti
hibah benih kepada petani yang ditimpa bencana alam. Dalam 3 tahun terakhir
(sejak TA 2007) juga disediakan subsidi langsung melalui fasilitas penyediaan
anggaran ke BUMN dalam bentuk PSO (public service obligation) yang
dilaksanakan oleh BUMN. Di Kementerian Pertanian, bantuan langsung benih
dalam bentuk PSO ini dikenal dengan sebutan Bantuan Langsung Benih Unggul
(BLBU).
Sementara itu, subsidi bunga kredit adalah selisih bunga antara bunga yang
diterima perbankan dengan bunga yang dibayar petani. Subsidi bunga merupakan
salah satu insentif bagi petani/peternak yang ada pada skim kredit program.
Setidaknya ada tiga skim kredit program yang mendapat subsidi bunga saat ini,
dan akan terus dilanjutkan pada 5 tahun kedepan dan dioptimalkan
pemanfaatannya bagi para petani dan peternak. Kementerian Pertanian bersama
kementerian/lembaga terkait akan terus memperjuangkan pemberian subsidi
bunga kepada para petani dan peternak serta pelaku pembangunan pertanian.
Adapun tiga skim kredit program saat ini adalah: (1) Kredit Ketahanan Pangan
dan Energi (KKP-E); (2) Kredit Pengembangan Energi Nabati dan Revitalisasi
Perkebunan (KPEN-RP); dan (3) Kredit Usaha Pembibitan Sapi (KUPS).
Adapun plafon dan realisasi KKPE pada tahun 2012 per komoditas sebagai
berikut: (1) pada sub sektor tanaman pangan padi, jagung, dan kedelai, jumlah
plafon yang tersedia sebesar Rp 1,3 triliun dan terealisasi sebesar Rp 601 miliar,
(2) pada sub sektor perkebunan tebu, dari Rp 2,9 triliun komitmen dana yang
diberikan, baru terserap Rp 1,7 triliun.
90
Alokasi kredit KPEN-RP dengan plafon total sebesar Rp.38,61 triliun (posisi per
28 Februari 2013). Sampai dengan posisi Februari 2013 telah Akad Kredit sebesar
Rp.7,32 triliun atau sebesar 18,97% dari total plafon. Subsidi Bunga KPEN-RP
yang telah dibayarkan TA 2012 adalah sebesar Rp 76,99 Miliar (87,40%) dari
alokasi sebesar Rp 88,09 Miliar dialokasikan anggaran subsidi bunga KPEN-RP
sebesar Rp 80,313 miliar. Adapun realisasi penyaluran KUPS hingga 28 Februari
2013 oleh 12 Bank Pelaksana sebesar Rp. 575,24 miliar (14,51%) dari komitmen
pendanaan sebesar Rp.3,96 triliun. Sedangkan realisasi pembayaran subsidi bunga
KUPS hingga 31 Desember 2012 adalah sebesar Rp.26,98 miliar (63,40%) dari
plafon sebesar Rp.42,55 miliar.
Sesuai APBNP 2013, total anggaran subsidi pertanian mencapai Rp 143,45 triliun.
Adapun rincian subsidi tersebut yaitu sebesar Rp 13,95 triliun digunakan untuk
subsidi pupuk, dan Rp 129,5 triliun digunakan untuk subsidi benih. Sementara itu,
di Kementerian Pertanian juga terdapat alokasi Rp 1,1 triliun untuk subsidi pupuk
organik.
Kebijakan harga merupakan langkah yang sangat penting dan mendasar. Falsafah
kebijakan harga yang mewarnai kebijakan pemerintah adalah HPP atau Harga
Pembelian Pemerintah yang dapat merangsang produksi para petani dan
91
memberikan kualitas yang baik kepada konsumen. Pada subsistem distribusi,
perlu digarisbawahi bahwa perubahan BULOG dari Lembaga Pemerintah Non
Departemen (LPND) menjadi Perum tidak akan efektif tanpa adanya langkah-
langkah yang komprehensif dan konsisten dari pemerintah untuk menjabarkan
strategi dan kebijakan ketahanan pangan yang dapat dijadikan acuan sekaligus
mensinergikan seluruh komponen penunjang ketahanan pangan. Untuk itu, perlu
dikaji ulang untuk mereposisikan kembali BULOG sebagai sebuah lembaga yang
bertanggung jawab dan berperan penuh atas bekerjanya subsistem distribusi untuk
seluruh komoditi pangan yang strategis bagi seluruh lapisan masyarakat, tentu
saja dalam kerangka kelembagaan yang sesuai dengan perkembangan jaman.
Setelah melihat harga yang terus bergejolak dan ketahanan pangan sulit dicapai,
berbagai pihak mengusulkan untuk merevitalisasi fungsi Bulog agar kembali
seperti masa lalu. Bulog diberi peran yang lebih untuk menjaga stabilisasi dan
stok pangan nasional, tetapi perlu ada perbaikan dari sisi pengawasan dan
keterbukaan. Ada pula yang mengusulkan untuk membentuk lembaga baru non-
departemen karena yang berbentuk perum tidak cocok untuk fungsi stabilisasi,
bahkan pemerintah mulai menyiapkan perpres untuk memperbaiki fungsi Bulog
agar mampu menstabilkan harga beberapa komoditas antara lain beras, gula,
kedelai, jagung, dan minyak goreng. Bertambahnya peran dan fungsi tentu
memerlukan infrastruktur baru seperti pengadaan gudang untuk manajemen stok
dan strategi tata niaga yang matang untuk memahami dinamika pasar. Peran baru
Bulog lebih dibutuhkan untuk mengelola tata niaga bagi komoditas pangan lokal
agar mampu bersaing dengan komoditas impor.
Perum Bulog mempunyai tugas stabilisator harga yaitu pengamanan harga dasar
pembelian gabah petani dengan menggunakan konsep Harga Pembelian
Pemerintah (HPP) dan pengamanan harga beras dipasaran apabila harga penjualan
beras dipasaran telah melampaui harga normal, melaksanakan pendistribusian
harga beras untuk kelompok masyarakat miskin yang rawan pangan, melakukan
pemupukan stok pangan nasional untuk berbagai keperluan publik seperti keadaan
darurat, konflik sosial, dan lain sebagainya.
92
Dalam implementasinya di lapangan, peran Bulog menjadi kurang optimal dalam
pengendalian harga pangan beras. HPP yang ditetapkan pemerintah tidak
sepenuhnya terealisasi di lapangan. Ada juga pihak yang berani membeli gabah di
atas HPP yang ditetapkan pemerintah, walaupun masih tetap terlalu rendah jika
dibandingkan dengan harga jual di tingkat eceran yang sering kali kenaikannya
kurang wajar. Belum lagi adanya distorsi-distorsi lain yang mengakibatkan harga
di tingkat petani jatuh, tetapi di tingkat konsumen justru mengalami kenaikan.
Apalagi sejak 2005 kenaikan harga-harga komoditas cukup tinggi dan sulit
dikendalikan. Kalaupun mengalami penurunan, prosesnya sangat lamban bahkan
tidak kembali ke harga semula.
5. Modernisasi Pertanian
93
Sejak dikembangkannya gerakan revolusi hijau, pemanfaatan berbagai teknologi
seperti teknologi kimia dan teknologi alat dan mesin pertanian (alsintan) telah
terjadi peningkatan produktivitas pertanian yang sangat pesat. Namun disisi lain
terjadi kerusakan lingkungan hidup dan tatanan kehidupan sosial di pedesaan.
Proses adopsi inovasi teknologi baru di lingkungan petani telah terjadi berkat
dukungan sistem komunikasi pembangunan yang dikembangkan oleh pemerintah.
Menurut Sahardi (2005) sejak pasca swasembada pangan tahun 1984 terjadi
kecenderungan melambatnya adopsi inovasi teknologi pertanian dalam
peningkatan produksi, seperti terlihat dari gejala stagnasi atau pelandaian
produktivitas berbagai produksi komoditas pertanian dan pendapatan serta
kesejahteraan petani di pedesaan. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
adopsi inovasi teknologi antara lain: (1) teknis teknologinya, (2) karateristik
sasaran, (3) lingkungan dan (4) sumber informasi.
94
depan akan sangat tergantung terhadap pemanfaatan teknologi yang digunakan
petani dan tidak merusak lingkungan. Teknologi pertanian harus mampu
menyesuaikan diri dengan perkembangan global yakni berdaya saing dan ramah
lingkungan. Akses petani dalam memperoleh informasi dari berbagai sumber
menjadi bagian dari masyarakat informasi dalam upaya percepatan modernisasi
pertanian.
95
efisien, beban ongkos petani rendah, dan nilai tukar petani yang semakin
meningkat.
Upaya modernisasi pertanian dapat menjadi salah satu langkah mengurangi arus
urbanisasi dari desa ke kota. Kesenjangan tingkat upah antara kawasan perkotaan
dan perdesaan tersebut menjadi pememicu arus urbanisasi. Oleh karena itu, upaya
mengatasinya melalui peningkatan produktivitas pertanian mengingat sektor
pertanian masih merupakan sumber utama pendapatan masyarakat pedesaan.
Modernisasi pertanian bisa meningkatkan upah di sektor pertanian, sehingga
menjadi kunci penting dalam meredam arus urbanisasi tenaga kerja dari desa ke
kota.
Untuk menciptakan pertanian yang tangguh dan modern harus dilakukan melalui
penerapan teknologi serta mekanisasi yang efektif dan efisien di seluruh mata
rantai produksi. Salah satu caranya adalah dengan menggunakan model sistem
pertanian agro kompleks dan agro teknologi. Sistem pertanian agro kompleks dan
agro teknologi adalah modal sistem pengembangan pertanian yang melibatkan
seluruh sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, peternakan, perikanan,
kehutanan). Sistem ini dibangun secara terpadu dan terkoneksi dalam satu jejaring
dari hulu hingga hilir yang berada dalam suatu kawasan dengan menerapkan
teknologi pertanian modern. Untuk membangun sektor pertanian yang tangguh
tersebut, pemerintah sebaiknya terlebih dilu mengembangkan industri
pembenihan. Di sisi lain, kebijakan makro seperti penurunan suku bunga perlu
ditempuh agar sektor pertanian tidak kesulitan mendapatkan kucuran kredit
perbankan.
96
Dalam menetapkan kegiatan perlu mengacu pada RPJMN 2015-2019 dan RPJMD
setiap sektor terkait dengan penekanan pada aksi yang mempunyai daya ungkit
tinggi pada pencapaian MDGs terutama solusi menghadapi tantangan sosial
budaya setempat dan sistem pangan dan gizi yang ada. Dengan demikian
diharapkan semua kegiatan akan berkelanjutan dan mempunyai dampak yang
bermakna pada permasalahan ketahanan pangan di daerah tersebut.
Strata 1: Kabupate/Kota dengan rata-rata asupan energi sebesar > 80% dan pangsa
pengeluaran untuk pangan < 60%
Kebijakan: Melanjutkan penurunan prevalensi kurang gizi pada ibu dan anak dan
mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat, agar berkontribusi terhadap
percepatan pencapaian MDGs 1, 4, 5 dan 6.
Strategi:
Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan akses
informasi dan edukasi tentang PHBS bidang pangan dan gizi kepada individu,
keluarga, dan masyarakat terutama untuk menanggulangi gizi lebih dan penyakit
tidak menular terkait gizi.
97
Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan dengan menjaga mutu dan
keamanan pangan termasuk makanan jajanan, produk industri rumah tangga
(PIRT), dan air minum
Kebijakan: Melanjutkan penurunan prevalensi kurang gizi pada ibu dan anak dan
meningkatkan tingkat konsumsi masyarakat terutama di daerah sangat rawan
pangan.
Strategi:
98
Strata 3: Kabupate/Kota dengan rata-rata asupan energi sebesar > 80% dan pangsa
pengeluaran untuk pangan ≥ 60%
Kebijakan: Mempercepat penurunan prevalensi kurang gizi pada ibu dan anak dan
mempertahankan tingkat konsumsi masyarakat untuk mencapai asupan kalori
2000 Kkal/orang/hari.
Strategi:
Penguatan kelembagaan pangan dan gizi dengan (i) mengembangkan peta SDM
terkait gizi termasuk D3 gizi dan petugas kesehatan lain untuk identifikasi
kesenjangan deskripsi pekerjaan dan kompetensi petugas dan (ii) menjamin
implementasi SPM bidang kesehatan dan bidang pangan.
Peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) dengan mengutakan gerakan
pemberdayaan masyarakat untuk mendukung PHBS bidang pangan dan gizi
melalui peningkatan kemitraan lintas sektor, swasta, dan peran serta organisasi
sosial kemasyarakatan
Strata 4: Kabupate/Kota dengan rata-rata asupan energi sebesar ≤ 80% dan pangsa
pengeluaran untuk pangan ≥ 60%
99
Kebijakan: Mempercepat penurunan prevalensi gizi kurang pada ibu dan anak dan
peningkatan ketersediaan dan aksesibilitas pangan yang beragam untuk memenuhi
kebutuhan konsumsi masyarakat.
Strategi:
Penguatan kelembagaan pangan dan gizi dengan (i) meningkatkan kemitraan dan
kerjasama multi-sektor dalam badan pangan dan gizi tingkat provinsi yang efektif
dan badan yang bersifat paralel di tingkat kabupaten dan kota, (ii) memantau
dengan intensif implementasi program terkait dengan pengentasan kemiskinan
termasuk meningkatkan anggaran yang mampu mengungkit kinerja utama
kabupaten dan kota, (iii)pemutakhiran deskripsi pekerjaan untuk SDM terkait
pangan dan gizi di semua tingkat (provinsi, kabupaten dan kota, kecamatan dan
desa/kelurahan) untuk memenuhi kebutuhan tenaga sesuai dengan arah program
pangan dan gizi, termasuk memberikan insentif kepada petugas yang bekerja di
area penduduk yang tak terlayani, dan (iv) peningkatan advokasi dan sosialisasi
pengembangan kebijakan sehat mendukung pangan dan gizi di semua jenjang
administrasi.
100
Dalam rangka mewujudkan Visi dan Misi Kementerian Pertanian serta Tujuan
Pembangunan Pertanian, target utama Kementerian Pertanian tahun 2010-2014
yang ditetapkan, adalah: (1) Pencapaian Swasembada Daging Sapi, Gula Pasir dan
Kedelai, dan Swasembada Padi dan Jagung Berkelanjutan; (2) Peningkatan
Diversifikasi Pangan; (3) Peningkatan Nilai Tambah, Daya Saing dan Ekspor;
serta (4) Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Ada 2 (dua) target utama yang berkaitan dengan pemantapan ketahanan pangan,
yaitu: Peningkatan Diversifikasi Pangan dan Peningkatan Kesejahteraan Petani.
Peningkatan Diversifikasi Pangan berkaitan dengan Rencana Aksi Percepatan
Penganekaragaman Konsumsi Pangan dan Penanganan Keamanan Pangan Segar;
sedangkan Peningkatan Kesejahteraan Petani berkaitan dengan Rencana Aksi
Pengembangan Desa Mandiri Pangan, Penguatan Lembaga Distribusi Pangan
Masyarakat, Pemberdayaan Lumbung Pangan Masyarakat, dan Pemberdayaan
Kelompok Wanita/PKK/Dasa Wisma pada Desa P2KP.
Pemantapan swasembada beras, jagung, daging ayam, telur, dan gula konsumsi
melalui peningkatan produksi yang berkelanjutan;
101
Peningkatan produksi susu segar, buah lokal, dan produk-produk substitusi
komoditas impor;
Penguatan akses petani terhadap iptek, pasar, dan permodalan bunga rendah;
Mendorong minat investasi pertanian dan kemitraan usaha melalui promosi yang
intensif dan dukungan iklim usaha yang kondusif;
102
Penelitian dan pengembangan berbasis sumberdaya spesifik lokasi (kearifan lokal)
dan sesuai agro-ekosistem setempat dengan teknologi unggul yang berorientasi
kebutuhan petani;
Berperan aktif dalam melahirkan kebijakan makro yang berpihak kepada petani
seperti perlindungan tarif dan non tarif perdagangan internasional, penetapan
Harga Pembelian Pemerintah (HPP), dan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk
bersubsidi;
Meningkatkan peran pemerintah pusat dan daerah. Peran pemerintah ini dapat
ditempuh dengan membuat kebijakan anggaran berbasis kerakyatan,
memfasilitasi, mengatur, menggerakkan, serta memonitor dan mengevaluasi
keberadaan lembaga lumbung pangan desa.
103
mengembangkan potensi lumbung pangan dengan meningkatkan produksi
pertanian terutama pangan dengan sistem agribisnis secara berkelanjutan.
104
BAB III
PENUTUP
105
ada, apalagi bila dilakukan pada desa mandiri pangan yang telah dirintis oleh
pemerintah. Keberadaan lumbung pangan diarahkan menuju lumbung desa
sebagai sarana untuk pemupukan cadangan pangan masyarakat yang fungsinya
adalah mewujudkan ketersediaan, distribusi, dan konsumsi pangan dari waktu ke
waktu.
106
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. 2013. Kalimantan Barat Dalam Angka. BPS Provinsi
Kalimantan Barat
Badan Pusat Statistik. 2014. Kalimantan Barat Dalam Angka. BPS Provinsi
Kalimantan Barat
Martianto D., Ariani. 2004. Analisis perubahan konsumsi dan pola konsumsi
pangan masyarakat dalam dekade terakhir. Di dalam: Soekirman et al.,
editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan
Globalisasi. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19
Mei 2004. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. hlm 183-207.
Nono R., Anwar S., Ade C., Ali Muharam I.M.T., Prayogo U.H., Sri HS,
Muhammad M. 2013. “Studi Pendahuluan : Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) Bidang Pangan dan Pertanian 2015-
2019”. Direktorat Pangan dan Pertanian,Bappenas
107
Susenas, 2013. PENGELUARAN UNTUK KONSUMSI PENDUDUK
INDONESIA PER PROVINSI. Jakarta. Badan Pusat Statistik.
Unit Data dan Statistik Pembangunan Bapeda Prov. Kalbar. 2013. Profil
Kalimantan Barat Tahun 2013. Kalimantan Barat. Badan Pusat Statistik.
108