Anda di halaman 1dari 5

KRISNA JALU RAMANDA

BRIGTUTAR / 21.077
E / 17

MANAJEMEN KONFLIK
UU NO 7 TAHUN 2012 TENTANG PENANGANAN KONFLIK SOSIAL

1. Jelaskan latar belakang terbentuknya undang-undang no 7 tahun 2012 tentang


penanganan konflik sosial

Berikut adalah beberapa latar belakang terbentuknya undang-undang tersebut:

1. Peningkatan Kasus Konflik Sosial: Pada masa sebelumnya, Indonesia menghadapi


berbagai konflik sosial, baik tingkat lokal maupun nasional. Beberapa di antaranya
melibatkan isu-isu etnis, agama, dan kepentingan ekonomi. Peningkatan jumlah
kasus konflik sosial membuat pemerintah merasa perlu memiliki kerangka hukum
yang jelas untuk penanganan konflik.
2. Upaya Mewujudkan Kedamaian dan Stabilitas: Kedamaian dan stabilitas merupakan
prasyarat utama bagi pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.
Penanganan konflik sosial menjadi penting untuk mencegah potensi gangguan
terhadap proses pembangunan dan perdamaian di berbagai tingkatan.
3. Dukungan pada Prinsip Demokrasi dan Hak Asasi Manusia: Dalam konteks
perubahan politik dan perkembangan demokrasi di Indonesia, penting untuk
memiliki undang-undang yang mendukung prinsip-prinsip demokrasi dan hak asasi
manusia. Undang-Undang Penanganan Konflik Sosial diharapkan mencerminkan nilai-
nilai demokrasi, toleransi, dan keadilan.
4. Internasionalisasi Isu Konflik: Beberapa konflik sosial di Indonesia mendapatkan
perhatian internasional. Dengan adanya undang-undang ini, pemerintah berupaya
menunjukkan komitmen terhadap penanganan konflik yang sesuai dengan standar
internasional dan dapat meningkatkan citra positif di mata masyarakat global.
5. Memperkuat Penanganan Konflik Berbasis Masyarakat: Undang-Undang No. 7
Tahun 2012 juga bertujuan untuk memperkuat peran masyarakat dalam penanganan
konflik. Dalam konteks ini, masyarakat diharapkan terlibat aktif dalam proses
perdamaian dan rekonsiliasi.
6. Menyelaraskan dengan Undang-Undang Lainnya: Undang-Undang ini juga
dimaksudkan untuk menyelaraskan dan mengkoordinasikan upaya penanganan
konflik dengan undang-undang lainnya, seperti Undang-Undang Keamanan Nasional
dan undang-undang lainnya yang relevan.

2. Apa yang menjadi asas, tujuan dan ruang lingkup dari undang-undang no 7 tahun 2012
tentang penanganan konflik social

1. Asas
 Asas Pembinaan: Undang-Undang ini berlandaskan asas pembinaan, yang berarti
bahwa penanganan konflik sosial harus dilakukan melalui upaya-upaya pencegahan,
mediasi, rekonsiliasi, dan pembinaan masyarakat tanpa mengabaikan aspek hukum
yang berlaku.
 Asas Keberpihakan pada Rakyat: Undang-Undang ini menekankan asas
keberpihakan pada rakyat, yang mengartikan bahwa penanganan konflik harus
memperhatikan kepentingan dan aspirasi masyarakat secara menyeluruh.
 Asas Keadilan dan Hak Asasi Manusia: Keadilan dan hak asasi manusia merupakan
aspek sentral dalam penanganan konflik sosial sesuai dengan norma-norma dan
prinsip hak asasi manusia.

2. Tujuan
 Mewujudkan Kedamaian dan Stabilitas: Salah satu tujuan utama undang-undang ini
adalah mewujudkan kedamaian dan stabilitas di tengah-tengah masyarakat, sehingga
konflik sosial tidak menghambat pembangunan dan perdamaian.
 Menekan Timbulnya Konflik Sosial: Tujuan lainnya adalah menekan timbulnya
konflik sosial melalui pencegahan, mediasi, dan penyelesaian konflik secara dini.
 Meningkatkan Partisipasi Masyarakat: Undang-Undang ini bertujuan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penanganan konflik, dengan melibatkan mereka secara
aktif dalam proses pembinaan dan rekonsiliasi.

3. Ruang Lingkup
 Penanganan Konflik Sosial: Undang-Undang ini mengatur langkah-langkah konkret
untuk penanganan konflik sosial, mencakup pencegahan, penyelesaian, dan
rekonsiliasi.
 Penyelenggaraan Bina Damai: Ruang lingkup undang-undang ini juga melibatkan
penyelenggaraan bina damai, yang mencakup berbagai upaya untuk mencegah dan
menyelesaikan konflik secara damai.
 Kerjasama antara Pemerintah dan Masyarakat: Melibatkan kerjasama antara
pemerintah, masyarakat, dan pihak-pihak terkait dalam menanggapi dan
menyelesaikan konflik sosial.
 Pengaturan terkait Penanganan Darurat dan Penyelidikan: Ruang lingkup undang-
undang ini mencakup juga pengaturan terkait penanganan darurat dan penyelidikan
terhadap konflik sosial yang sedang terjadi.

3. Lembaga-lembaga apa saja yang berkewajiban menyelesaikan konflik social menurut


undang-undang no 7 tahun 2012? Dan bagaimana mekanismenya masing-masing
Lembaga tersebut?

Undang-Undang No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial mengidentifikasi


beberapa lembaga dan mekanisme yang memiliki kewajiban untuk menyelesaikan
konflik sosial di Indonesia. Berikut adalah beberapa lembaga yang terkait dan
mekanisme yang mereka terapkan:

1. Komisi Nasional Penanganan Konflik Sosial (Komnas Konsos)


Kewajiban:
 Memfasilitasi proses penanganan konflik sosial.
 Memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah terkait penanganan konflik
sosial.
 Melakukan mediasi dalam konflik sosial yang melibatkan kepentingan nasional.
Mekanisme:
 Melakukan mediasi dan rekonsiliasi di tingkat nasional.
 Melibatkan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik untuk mencapai kesepakatan damai.
 Memberikan rekomendasi dan saran kepada pemerintah terkait penanganan konflik
sosial.

2. Dewan Penanganan Konflik Sosial (Dewan Konsultan Penanganan Konflik


Sosial/Dekon Konsos)
Kewajiban:
 Memberikan konsultasi dan dukungan teknis kepada pemerintah dan masyarakat dalam
penanganan konflik sosial.
Mekanisme:
 Memberikan rekomendasi dan masukan teknis kepada pemerintah dalam merancang
dan melaksanakan kebijakan penanganan konflik sosial.
 Menyelenggarakan pelatihan dan pendampingan bagi masyarakat dalam penanganan
konflik.

3. Unit Penanganan Konflik Sosial Daerah (UPKSD)


Kewajiban:
 Menangani konflik sosial di tingkat daerah.
 Melaksanakan tugas mediasi, rekonsiliasi, dan pembinaan terkait konflik sosial di
wilayahnya.
Mekanisme:
 Melakukan mediasi dan dialog dengan pihak-pihak yang terlibat dalam konflik di tingkat
daerah.
 Membina dan melibatkan masyarakat lokal untuk mencapai solusi damai.

4. Pemerintah Daerah dan Lembaga-Lembaga Terkait


Kewajiban:
 Melibatkan pemerintah daerah dan lembaga-lembaga terkait dalam penanganan konflik
sosial di tingkat lokal.
Mekanisme:
 Menyelenggarakan dialog dan mediasi di tingkat lokal untuk menyelesaikan konflik
sosial.
 Menggandeng berbagai pihak, termasuk masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat
(LSM), dalam penanganan konflik.

5. Masyarakat dan Pihak-Pihak Terkait


Kewajiban:
 Berpartisipasi aktif dalam penanganan konflik sosial.
 Melibatkan diri dalam dialog, mediasi, dan rekonsiliasi untuk mencapai solusi damai.
Mekanisme:
 Mengajukan masukan dan partisipasi dalam proses penanganan konflik.
 Menggunakan mekanisme dialog dan mediasi untuk mencapai kesepakatan bersama.
4. Bagaimana mekanisme penggunaan kekuatan tni dalam penanganan konflik social

Mekanisme Penggunaan Kekuatan TNI:


 Penilaian Ancaman: Sebelum TNI dilibatkan, pemerintah dan TNI melakukan
penilaian terhadap tingkat ancaman yang dihadapi. Ini melibatkan analisis situasi dan
potensi dampak konflik terhadap keamanan nasional.
 Perintah dari Pemerintah: Penggunaan kekuatan TNI untuk menanggapi konflik
sosial memerlukan perintah langsung dari pemerintah, terutama dari Presiden atau
pejabat yang berwenang.
 Operasi Militer: TNI dapat melakukan operasi militer khusus untuk menanggapi
konflik sosial, seperti pengamanan wilayah, pemulihan ketertiban, dan bantuan
kemanusiaan.
 Koordinasi dengan Pihak Terkait: TNI harus berkoordinasi dengan lembaga
pemerintah, kepolisian, dan lembaga nonmiliter lainnya dalam penanganan konflik
sosial.
 Pengawasan dan Akuntabilitas: Penggunaan kekuatan TNI harus diawasi secara ketat
dan melibatkan prinsip-prinsip akuntabilitas. Pelanggaran hak asasi manusia dan
tindakan yang tidak sesuai dengan norma-norma etika militer harus dihindari.

Penting untuk dicatat bahwa penggunaan kekuatan TNI dalam penanganan konflik sosial
haruslah menjadi opsi terakhir dan dilakukan sesuai dengan hukum serta norma-norma
kemanusiaan. Penekanan harus diberikan pada upaya penyelesaian damai dan
pendekatan yang melibatkan unsur nonmiliter dan nonkepolisian sebanyak mungkin.

5. Jelaskan peran serta masyarakat dalam penyelesaian / penanganan konflik social

Peran serta masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam penyelesaian dan
penanganan konflik sosial. Konflik sosial dapat melibatkan berbagai pihak dalam
masyarakat, dan partisipasi aktif dari masyarakat dapat membantu mencegah eskalasi
konflik, mempromosikan dialog, dan menciptakan solusi yang berkelanjutan. Berikut
adalah beberapa aspek peran serta masyarakat dalam penyelesaian konflik sosial:

1. Pencegahan Konflik:
 Pendidikan dan Kesadaran: Masyarakat dapat berperan dalam pencegahan konflik
dengan meningkatkan tingkat pendidikan dan kesadaran akan isu-isu yang dapat
memicu konflik. Pendidikan masyarakat tentang toleransi, dialog antarbudaya, dan
pemahaman terhadap perbedaan dapat membantu mencegah ketegangan.
 Pengembangan Keterampilan Komunikasi: Memberdayakan masyarakat dengan
keterampilan komunikasi yang baik dapat membantu mengurangi kesalahpahaman
dan konflik yang disebabkan oleh ketidakmampuan berkomunikasi efektif.

2. Mediasi dan Dialog:


 Mediasi Komunitas: Masyarakat dapat membentuk kelompok-kelompok mediasi
komunitas yang bertugas untuk memfasilitasi dialog dan mediasi antara pihak-pihak
yang terlibat dalam konflik. Ini bisa menjadi cara untuk menemukan kesepakatan
bersama dan mencapai rekonsiliasi.
 Fora Publik dan Diskusi Terbuka: Masyarakat dapat menyelenggarakan diskusi
terbuka dan forum publik untuk membahas isu-isu yang mungkin menyebabkan
konflik. Hal ini dapat menciptakan ruang bagi pihak-pihak yang berkonflik untuk
berbicara dan mendengarkan satu sama lain.

3. Pemberdayaan Masyarakat:
 Pelibatan dalam Pengambilan Keputusan: Masyarakat dapat dilibatkan dalam
pengambilan keputusan terkait kebijakan dan program yang dapat memengaruhi
dinamika sosial dan mengurangi ketidaksetaraan.
 Pengembangan Kapasitas: Masyarakat dapat dilibatkan dalam program
pengembangan kapasitas untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan
mereka terkait penyelesaian konflik, manajemen konflik, dan negosiasi.

4. Pembangunan Masyarakat:
 Pembangunan Ekonomi Lokal: Membangun ekonomi lokal dapat membantu
mengurangi ketegangan sosial dengan menciptakan peluang ekonomi dan
mengurangi ketidaksetaraan.
 Pembangunan Infrastruktur Sosial: Pembangunan fasilitas umum, seperti pusat
komunitas, sekolah, dan sarana kesehatan, dapat memperkuat ikatan sosial dan
mempromosikan kolaborasi antarwarga.

5. Pemantauan dan Pelaporan:


 Pemantauan Konflik: Masyarakat dapat berperan sebagai pengamat konflik,
melaporkan ketidaksetaraan atau pelanggaran hak asasi manusia, dan
menginformasikan pihak yang berkompeten untuk mengambil tindakan.
 Penggunaan Media dan Teknologi: Pemanfaatan media dan teknologi oleh
masyarakat dapat membantu menyebarkan informasi, menciptakan kesadaran, dan
memobilisasi dukungan untuk penyelesaian konflik.

6. Implementasi Program Rekonsiliasi:


 Program Rekonsiliasi: Masyarakat dapat mengimplementasikan program rekonsiliasi,
seperti pertemuan damai, acara kebudayaan bersama, dan proyek kolaboratif untuk
membangun hubungan positif antaranggota masyarakat yang berkonflik.

Melalui peran serta masyarakat dalam penanganan konflik sosial, tercipta suatu lingkungan
yang lebih inklusif, adil, dan damai. Penting bagi pemerintah dan lembaga terkait untuk
mendukung dan memfasilitasi peran serta masyarakat dalam upaya penyelesaian konflik.

Anda mungkin juga menyukai