2 PB
2 PB
1, April 2023 46
Journal of Information Systems for Public Health Volume VIII No. 1 April 2023 Halaman 46-56
Received: 04 Juli 2022 Accepted: 28 April 2023 Published online: 30 April 2023
ABSTRAK
Latar belakang: Melalui kemudahan untuk dapat gap analysis elemen data yang mengacu standar
memelihara catatan pemeriksaan medisnya sendiri dan interoperabilitas HL7 FHIR R4 version menghasilkan
menentukan hak akses dalam memiliki data pribadi, profile sistem interoperabilitas yang diunggah dan
maka pasien dapat memanfaatkan akses tersebut untuk divalidasi oleh platform Simplifier.net, serta berhasil
meningkatkan kesehatan dan mengelola penyakitnya diuji coba pada aplikasi PHR Nusacare. Pada tahap
sendiri. Namun, saat ini masyarakat masih kesulitan evaluasi, keseluruhan pengguna menyatakan sistem
dalam mengakses data kesehatannya. Data yang interoperabilitas bermanfaat terhadap kemudahan
diambil dalam EHR hanya dapat diakses oleh fasilitas akses data kesehatan, membantu pasien dalam
kesehatan, sedangkan pasien tidak memiliki akses melakukan pemantauan kesehatan mandiri, serta
bahkan terhadap data kesehatannya sendiri. Melalui mendukung kolaborasi internal organisasi, tetapi
PHR, pasien dapat mengakses hasil tes laboratorium terkendala pada interoperabilitas ke organisasi
dengan cepat, serta melihat riwayat pemeriksaan dan external lainnya yang tidak saling membuka akses
pengobatan. Dalam pelaksanaannya seringkali untuk interoperabilitas.
fasilitas kesehatan tidak membagikan data pasien Kesimpulan: Sistem interoperabilitas e-PHR dapat
mereka. Selain itu, catatan kesehatan biasanya memberikan manfaat khususnya bagi pasien untuk
disimpan dalam standar yang berbeda pada masing- memudahkan mengakses data kesehatannya dari rekam
masing fasilitas kesehatan, sehingga kesulitan untuk kesehatan elektronik di fasilitas kesehatan, dengan
pertukaran catatan kesehatan antar fasilitas kesehatan. mendapatkan informasi kesehatan yang dibutuhkan
Padahal, idealnya berbagai layanan sistem informasi akan membantu pasien dalam melakukan pemantauan
dapat saling bertukar data untuk memperoleh data kesehatan secara mandiri sehingga perawatan
pasien secara komprehensif dan longitudinal. Sejalan kesehatan pada pasien dapat berkesinambungan.
dengan hal tersebut, laboratorium SIMKES UGM
Kata kunci: Interoperabilitas, Personal Health
mengembangkan aplikasi Nusacare, yaitu bentuk
Record, Aksesibilitas, Action Research
digitalisasi dari PHR yang bertujuan memantau
kesehatan individu. Agar pengguna dapat mengakses
data kesehatannya dari rekam kesehatan elektronik di
ABSTRACT
Background: Through the convenience of being able to
fasilitas kesehatan maka diperlukan perancangan
maintain their own medical examination records and
sistem interoperabilitas.
determining access rights to have personal data,
Metode: Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah
patients can take advantage of this access to improve
deskriptif kualitatif dengan desain penelitian action
their health and manage their own illnesses. However,
research. Tahapan penelitian terbagi menjadi empat
nowadays people still have difficulty in accessing their
fase yakni (1) Diagnosing Action, (2) Planning Action,
health data. The data taken in the EHR can only be
(3) Taking Action, dan (4) Evaluation. Cara
accessed by health facilities, while patients do not have
pengumpulan data dengan metode wawancara
access even to their own health data. Through PHR,
mendalam, FGD, dan studi dokumen.
patients can quickly access laboratory test results, as
Hasil: Tahap diagnosing dengan mengidentifikasi
well as view examination and treatment history. In
tantangan dalam hal teknis maupun non teknis, serta
practice, health facilities often do not share their
menganalisis kebutuhan pengguna terkait fitur, standar
patient data. In addition, health records are usually
data dan interoperabilitas aplikasi e-PHR sesuai
kept in different standards at each health facility,
kebutuhan. Pada tahap planning melalui pemetaan dan
making it difficult to exchange health records between
health facilities. In fact, ideally various information standar yang berbeda pada masing-masing fasilitas
system services can exchange data to obtain
kesehatan, sehingga terjadi kesulitan untuk pertukaran
comprehensive and longitudinal patient data. In line
with this, the SIMKES UGM laboratory developed the catatan kesehatan antar fasilitas kesehatan. Padahal saat
Nusacare application, which is a form of digitization of
ini pemerintah Indonesia sedang mengupayakan prinsip
the PHR which aims to monitor individual health. So
that users can access their health data from electronic Satu Data Indonesia yang diatur dalam Peraturan
health records in health facilities, it is necessary to
Presiden No. 39 Tahun 2019 dimana platform Satu
design an interoperability system.
Methods: The type of research in this research is Data Kesehatan memiliki prioritas terkait
descriptive qualitative with action research research
interoperabilitas data dari berbagai sistem informasi
design. The research stages are divided into four
phases, namely ((1) Diagnosing Action, (2) Planning layanan kesehatan, serta data harus memenuhi standar
Action, (3) Taking Action, dan (4) Evaluation. Methods
data, memiliki metadata, memenuhi kaidah
of collecting data are in-depth interviews, FGDs, and
document studies. interoperabilitas data, dan menggunakan kode referensi
Results: The diagnostic stage is to identify challenges
dan atau data induk. Platform Citizen Health
in technical and non-technical terms, as well as
analyze user needs regarding features, data standards berdasarkan single source of truth, integrated and
and interoperability of e-PHR applications as needed.
interoperable electronic Personal Health Record (e-
At the planning stage, through mapping and gap
analysis of data elements that refer to the HL7 FHIR PHR) merupakan solusi dari DTO Kemenkes bagi
R4 version interoperability standard, the
pengguna untuk dapat mengakses laporan kesehatan
interoperability system profile is uploaded and
validated by the Simplifier.net platform, and dan mendapatkan rekomendasi pribadi dalam
successfully tested on the Nusacare PHR application.
memelihara kesehatan secara optimal untuk mengatasi
At the evaluation stage, all users stated that the
interoperability system was useful for easy access to permasalahan akses data kesehatan oleh pasien.
health data, helping patients in conducting independent
Sejalan dengan hal tersebut, laboratorium
health monitoring, and supporting internal
organization collaboration, but were constrained by SIMKES UGM mengembangkan aplikasi Nusacare,
interoperability with other external organizations that
yaitu bentuk digitalisasi dari Personal Health Record.
did not open access to each other for interoperability.
Conclusions: The e-PHR interoperability system can Namun, saat ini aplikasi tersebut hanya sebatas
provide benefits, especially for patients to make it
menampilkan data kesehatan yang bersumber dari input
easier to access their health data from electronic
health records at health facilities, by obtaining the pengguna pada aplikasi itu sendiri, serta belum dapat
required health information, it will assist patients in
mengakses data rekam kesehatan pasien dari sistem
conducting independent health monitoring so that
health care for patients can be sustainable. informasi pelayanan kesehatan. Padahal dengan pasien
dapat memelihara catatan pemeriksaan medisnya
Keywords: Interoperability, Personal Health Record,
Accessibility, Action Research sendiri dan menentukan hak akses untuk memiliki data
pribadi maka dapat memanfaatkan akses tersebut untuk
PENDAHULUAN meningkatkan kesehatan dan mengelola penyakitnya
E-Personal Health Record (e-PHR) merupakan sendiri. Oleh karena itu, diperlukan upaya
sistem yang berisikan catatan kesehatan pribadi yang interoperabilitas pada e-PHR dengan sistem informasi
dapat diakses kapan saja. Namun, pada kebanyakan yang ada pada fasilitas kesehatan sehingga diharapkan
kasus, sistem PHR tidak terintegrasi dan interoperable dapat memudahkan antar sistem elektronik kesehatan
dengan penyedia layanan elektronik lainnya. Data yang dapat mencapai level interoperabilitas syntactic dan
diambil dalam rekam kesehatan elektronik hanya dapat semantic untuk dapat bertukar data kesehatan pasien
diakses oleh fasilitas kesehatan, sedangkan pasien tidak dengan menggunakan standar data dan terminologi
memiliki akses terhadap data kesehatannya tersebut. yang sama.
Selain itu, catatan kesehatan biasanya disimpan dalam
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian diakses oleh pasien, hanya pengguna dari Puskesmas
ini adalah deskriptif kualitatif. Desain penelitian ini dan Pengembang yang dapat mengaksesnya. Fitur-fitur
adalah action research karena adanya kegiatan yang terdapat pada aplikasi Smartsisfomas antara lain
intervensi dan keterlibatan mitra yang diteliti, Registrasi, Layanan Poliklinik, Layanan Apotek,
Waterman et al. (2001 disitasi oleh Utarini, 2020). Layanan Kasir, P-Care Log, Laporan, dan Layanan
Kesehatan. Secara umum fitur utama dari aplikasi ini
adalah Registrasi dan Layanan. Fitur registrasi juga berbeda, sehingga form pemeriksaannya
digunakan untuk menginput data pasien yang akan pun berbeda satu dengan lainnya.
mendaftar berobat di klinik yang dituju. Dalam fitur b) Standar Interoperabilitas
ini, id unik adalah nomor rekam medis dan NIK. Salah satu tantangan terkait standar data
Elemen data yang terdapat pada formulir aplikasi adalah perbedaan penggunaan elemen data
Simpus Smartsisfomas sebagian besar mengikuti dalam sistem informasi di pelayanan kesehatan.
standar data kesehatan Indonesia yang terdapat dalam Kondisi elemen data yang digunakan dalam
Kamus Data Kesehatan atau HDD (Health Data sistem informasi pelayanan kesehatan di
Dictionary) dari Kementerian Kesehatan RI. Namun Indonesia saat ini berbeda-beda. tantangan
ada elemen data yang dibuat berdasarkan permintaan terkait penggunaan elemen data yang harus
dari pengguna Puskesmas yang tidak sesuai dengan disesuaikan dengan kebutuhan pengguna sistem
standar data kesehatan Indonesia. informasi. Menurut wawancara dengan
2. Perancangan Interoperabilitas Electronic programmer SIMPUS Smartsisfomas, pihak
Personal Health Record Puskesmas sering diminta untuk menambah atau
Penelitian ini terbagi menjadi beberapa langkah
mengubah elemen data, sedangkan elemen data
sesuai konsep action research. Berikut langkah-
tidak sesuai dengan standar data Kamus Data
langkah dalam perancangan interoperabilitas electronic
Kesehatan Indonesia. Sedangkan aplikasi e-
personal health record:
PHR Nusacare menggunakan elemen data yang
a. Diagnosing Action memenuhi standar data menurut Kamus Data
1) Tantangan Dalam Interoperabilitas
Kesehatan Indonesia. Namun proses
Pada tahap ini dilakukan identifikasi
interoperabilitas masih memerlukan pemetaan
terhadap tantangan dalam interoperabilitas e-PHR.
elemen data di setiap sistem informasi
Berikut 5 aspek yang menjadi tantangan dalam
pelayanan kesehatan mengikuti standar data
interoperabilitas:
HL7 FHIR versi R4.
a) Interfacing
Upaya lain yang dilakukan sebelumnya untuk
Aplikasi e-PHR Nusacare saat ini
interoperabilitas melalui bridging dari sistem
menyediakan fitur hasil pemeriksaan
informasi pelayanan kesehatan ke platform
laboratorium, riwayat penyakit pasien,
BPJS menggunakan standar interoperabilitas
pengamatan kegiatan sehari-hari seperti
yang ditentukan BPJS. Namun, saat ini dengan
pemeriksaan vital sign dan pemeriksaan fisik
adanya perubahan standar yang ditentukan oleh
lainnya, serta fitur untuk screening kesehatan
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
individu. Dibandingkan dengan fitur standar
mengacu pada HL7 FHIR dianggap menambah
personal health record pada umumnya, fitur
beban kerja bagi programmer. Selain belum
pada e-PHR Nusacare ini masih belum memadai
terbiasa menggunakan FHIR dan dianggap lebih
dan mencukupi kebutuhan pasien untuk
rumit dibandingkan standar yang sebelumnya
pemantauan kesehatan secara mandiri. Salah
telah dilakukan, di sisi lain perlu upaya mandiri
satu tantangan dalam design interface e-PHR
bagi programmer untuk mempelajari role FHIR
yaitu harus menyediakan fitur yang dapat
karena di Indonesia tidak banyak menyediakan
memenuhi kebutuhan pasien, padahal masing-
informasi terkait standar FHIR tersebut.
masing pasien memiliki kondisi klinis yang
berbeda-beda, kebutuhan akan pemeriksaannya
Pemanfaatan NIK juga akan digunakan kesehatannya sendiri atau pihak yang diberi
sebagai parameter pencarian database rekam kuasa setelah mendapatkan ijin dari pasien.
medis pasien. Kondisi saat ini, sistem informasi Sedangkan kendala akses bagi praktisi
pelayanan kesehatan masih menggunakan kesehatan, tidak semua Puskesmas telah
parameter yang berbeda, seperti SIMPUS mengimplementasikan rekam medis elektronik,
Smartsisfomas yang menggunakan nama pasien sehingga dokter mengakses data kesehatan
atau tanggal lahir. pasien melalui dokumen rekam medis.
Sedangkan dalam proses pemetaan elemen Sedangkan Puskesmas yang telah
data ke dalam HL7 FHIR, tantangan yang mengimplementasikan rekam medis elektronik
dihadapi programmer terkait dengan juga tidak lepas dari kendala pengaksesan data
penggunaan FHIR itu sendiri, diikuti dengan kesehatan pasien yaitu minimnya ketersediaan
penggunaan terminologi klinis standar. FHIR komputer di ruangan dokter yang menyebabkan
mengacu pada SNOMED-CT sebagai standar keterbatasan dokter dalam mengakses data
terminologi untuk temuan klinis, sedangkan di rekam medis pasien melalui sistem.
Indonesia menggunakan ICD-10 sebagai standar Akses interoperabilitas di tingkat organisasi
terminologi diagnostik, dan ICD 9-CM sebagai pelayanan kesehatan yang menjadi kendala saat
terminologi standar untuk prosedur atau ini selain keterbatasan aturan interoperabilitas,
prosedur medis. Proses pemetaan standar untuk tidak semua pengembang Puskesmas atau
pemeriksaan laboratorium mengikuti aturan fasilitas kesehatan lain membuka akses untuk
FHIR dengan mengacu pada LOINC sebagai interoperabilitas dengan e-PHR Nusacare
terminologi standar pemeriksaan laboratorium. maupun dengan sistem informasi kesehatan
c) Aksesibilitas lainnya. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam
Kendala akses bagi pasien yaitu ketika ingin mengembangkan interoperabilitas.
mendapatkan informasi tentang rekam d) Kerahasiaan
medisnya, pasien harus mengajukan permintaan Tantangan selanjutnya pada interoperabilitas
kepada dokter yang memeriksa. Di sisi lain, adalah aspek privasi atau kerahasiaan data
akan membutuhkan waktu lama untuk kesehatan. Adanya pertukaran data antar sistem
mendapatkan data kesehatan dari Puskesmas. informasi memungkinkan data kesehatan
Adapun data kesehatan yang dapat diakses oleh tersebar. Untuk menjaga kerahasiaan data
pasien terbatas, terdapat regulasi yang mengatur kesehatan seharusnya informasi hanya dapat
terkait kerahasiaan data kesehatan sehingga diakses oleh pengguna yang berwenang yang
tidak semua data boleh diberikan kepada pasien. memiliki ijin untuk menggunakan sistem, juga
Namun, menurut pendapat dokter, memang perlu menerapkan standar keamanan yang tinggi
sebaiknya data kesehatan yang dapat diakses pada sistem yang digunakan dalam menyimpan
oleh pasien dibatasi agar tidak terjadi data tersebut.
penyalahgunaan oleh pasien. Misalnya terkait Penggunaan aplikasi mobile e-PHR Nusacare
obat sebaiknya dokter hanya memberikan yang interoperable dengan SIMPUS
informasi jenis kandungan obatnya saja, bukan memungkinkan data dapat diakses oleh
nama obat. Sedangkan hak akses, hanya pasien pengguna lain, karena saat ini aplikasi dapat
tersebut yang boleh mengakses data diakses cukup dengan memasukkan nomor
smartphone. Oleh karena itu, kerahasiaan data dengan rekam kesehatan di SIMPUS atau fasilitas
kesehatan pribadi sudah menjadi tanggung kesehatan lainnya.
jawab pengguna aplikasi itu sendiri, sedangkan Secara teknis, persiapan yang harus dilakukan
kerahasiaan data kesehatan yang tersimpan di dalam perancangan interoperabilitas adalah
Puskesmas merupakan tanggung jawab pemetaan elemen data dari setiap sistem informasi
Puskesmas. pelayanan kesehatan yang akan
e) Keamanan diinteroperabilitaskan. Untuk memenuhi standar
Tantangan lainnya pada interoperabilitas e- interoperabilitas HL7 FHIR versi R4 proses
PHR yaitu terkait keamanan data kesehatan. selanjutnya yaitu melakukan pemetaan data elemen
Dengan penggunaan aplikasi berbasis mobile sesuai aturan yang tersedia di FHIR.
sebagai salah satu pemanfaatan teknologi dalam b. Planning Action
mempermudah pengaksesan data, juga Langkah kedua dalam tahap action research yaitu
memudahkan data-data rekam medis pasien perencanaan, pada penelitian ini proses perencanaan
diretas oleh pihak yang tidak bertanggung interoperabilitas electronic personal health record
jawab. Meskipun di Indonesia perlindungan data dengan melakukan kegiatan mapping dan gap analysis.
pribadi dalam sistem elektronik telah diatur Proses mapping dilakukan dengan menganalisis
dalam Permenkominfo RI No. 20 Tahun 2016, kesamaan definisi setiap komponen pada e-PHR dan
akan tetapi aspek keamanan yang saat ini masih Simpus dengan komponen pada FHIR. Terdapat 8
menjadi permasalahan adalah terkait bagaimana FHIR Resource yang digunakan untuk memenuhi
data yang disimpan dan yang interoperable pada kebutuhan personal health record, antara lain Identitas
sistem dengan aman dari kebocoran dan Pasien direpresentasikan oleh Patient Resource, Alergi
elemen data kesehatan di PHR dan Simpus sama menerima request data kesehatan yang dikirimkan
dengan definisi, tipe dan nilai data yang terdapat pada dengan protokol HTTP POST dan memberikan
FHIR Resources, dan tidak sesuai artinya FHIR response kepada client dengan protokol HTTP GET
Resources mampu merepresentasikan elemen data pada dalam bentuk FHIR Resource. Proses pengujian unit
PHR dan Simpus, namun terdapat perbedaan FHIR REST Server dilakukan menggunakan tool
penggunaan tipe dan nilai data dengan FHIR, 2). Tidak Insomnia.
tersedia dalam spesifikasi, artinya FHIR Resources Pengujian pada penelitian ini berhasil dilakukan.
tidak dapat merepresentasikan elemen data pada PHR Aplikasi e-PHR Nusacare dapat menampilkan fitur
sehingga membutuhkan penambahan elemen data Kondisi Medis, Hasil Laboratorium, dan Vital Sign
(extension). yang diinputkan melalui aplikasi Nusacare maupun
Hasil mapping dan gap analysis menunjukkan SIMPUS Smartsisfomas.
bahwa elemen data personal health record pada d. Evaluating Action
aplikasi Nusacare dapat direpresentasikan oleh FHIR Tahapan selanjutnya dalam penelitian ini adalah
Resource. Akan tetapi perlu melakukan penyesuaian evaluasi untuk mendapatkan penilaian user baik dari
untuk memenuhi kebutuhan personal health record pasien maupun dokter Puskesmas berdasarkan aspek
dengan menambah elemen data baru (extension) penilaian tool NuHISS untuk mengukur
sebanyak 13 elemen data atau 16% dari keseluruhan 97 kebermanfaatan sistem interoperabilitas terhadap
elemen data yang digunakan. Penyesuaian elemen data dimensi Kemudahan Penggunaan (Ease of Use) yang
tersebut sebagian besar pada Patient Resource karena mengukur seberapa mudah suatu sistem informasi
banyak perbedaan isi form identitas pasien di Indonesia digunakan, dimensi manfaat (benefits) mengukur
lain membuka akses untuk interoperabilitas dengan e- Ketika antar fasilitas pelayanan kesehatan
PHR Nusacare maupun dengan sistem informasi berkomunikasi satu sama lain (interoperable), maka
kesehatan lainnya. aksesibilitas merupakan aspek yang sangat penting
untuk diperhatikan. Aksesibilitas mencakup siapa
PEMBAHASAN yang dapat mengakses informasi yang dibagikan
1. Pentingnya Interoperabilitas e-PHR dalam dan di tingkat mana pengguna tertentu dapat
Memberikan Kemudahan Pasien mengakses informasi medis melalui sistem, Danny.
Mengakses Data Kesehatan A, et al., (2008 disitasi Mansoor, 2010).
Kondisi data kesehatan pasien saat ini masih
Terkait hak akses data kesehatan di
sulit untuk diakses baik oleh pasien maupun dokter
Puskesmas, saat ini hanya pasien tersebut yang
dari rekam kesehatan pasien di Puskesmas atau
boleh mengakses data kesehatannya sendiri atau
fasilitas kesehatan lainnya. Belum tersedianya
pihak yang diberi kuasa setelah mendapatkan ijin
aplikasi PHR menyebabkan tidak adanya wadah
dari pasien dengan mengajukan permintaan kepada
untuk menyimpan data riwayat pemeriksaan dan
Puskesmas untuk mendapatkan resume medis.
pengobatan pasien. Aplikasi PHR yang tidak
Hanya pasien yang berkepentingan yang akan
interoperable dengan rekam kesehatan di SIMPUS
diberikan resume medis dari Puskesmas, biasanya
atau sistem informasi pelayanan kesehatan lainnya
untuk kepentingan rujukan dan hanya pasien
menyebabkan pasien saat ingin mengakses data
dengan penyakit khusus seperti Ischaemic Heart
kesehatannya harus melakukan permintaan resume
Disease, Stroke Infark, dan penyakit-penyakit
medis ke Puskesmas sesuai prosedur yang ada.
infark lainnya, serta untuk pengurusan seperti
Proses permintaan tersebut seringnya memakan
Jampersal. Sedangkan praktisi kesehatan hanya
waktu dan tidak praktis.
yang merawat pasien saat itu saja yang diberikan
Sesuai Permenkes RI No 13 tahun 2022,
akses terhadap data kesehatan pasien.
fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas,
Berbeda dengan di Amerika, berdasarkan
rumah sakit, klinik, apotek, laboratorium dinilai
HIPAA dalam penelitian Joan, et. al., (2016),
berada pada kematangan digital tingkat 7 mengacu
dokumen rekam medis dapat diakses dengan lebih
pada HIMSS Electronic Medical Records Adoption
mudah oleh pihak-pihak lain, yaitu pasien itu
Model (EMRAM) salah satunya apabila telah
sendiri, orang tua pasien atau wali yang
menerapkan pertukaran informasi kesehatan antar
bertanggung jawab menjaga pasien juga dapat
sistem kesehatan.
memperoleh copy rekam medis secara lengkap.
Dengan sistem interoperabilitas, aplikasi PHR
Bagi keluarga/kerabat dekat atau caregiver, perlu
Nusacare dapat menjadi jembatan bagi pasien untuk
ada ijin tertulis dari pasien pemilik rekam medis.
mengakses data kesehatannya di Puskesmas, karena
Providers mempunyai hak untuk melihat dan
e-PHR dapat diakses oleh seluruh masyarakat.
membagikan rekam medis pasien, misalnya dari
Selain keterbatasan akses sistem informasi
dokter pelayanan primer ke dokter spesialis dimana
pelayanan kesehatan oleh pasien, di sisi lain juga
pasien dirujuk. Pihak pembayar pelayanan
terdapat tantangan yang dihadapi dalam
kesehatan juga berhak terhadap rekam medis pasien
interoperabilitas yaitu terkait akses ke aplikasi
apabila sebagian dari biaya pelayanan tersebut
lainnya. Saat ini, kesulitan yang dihadapi
ditanggung oleh perusahaan.
dikarenakan aplikasi lainnya tidak membuka akses
untuk interoperabilitas.
2. Perlunya Kerjasama dan Komitmen Untuk terminologi diagnosis yang digunakan di Indonesia
Saling Membuka Akses Interoperabilitas di memiliki kesamaan pada FHIR yang menggunakan
Tingkat Organisasi Pelayanan Kesehatan ICD-10. Untuk standar prosedur yang digunakan di
Kendala interoperabilitas di tingkat organisasi
Indonesia adalah ICD 9-CM, berbeda dengan FHIR
pelayanan kesehatan saat ini selain keterbatasan
yang menggunakan SNOMED CT. Standar nama
aturan interoperabilitas, tidak semua pengembang
obat juga terdapat perbedaan yang mana di
Puskesmas atau fasilitas kesehatan lain membuka
Indonesia menggunakan DOEN sedangkan FHIR
akses untuk interoperabilitas dengan e-PHR
merujuk pada LOINC sebagai standar obat dan
Nusacare maupun dengan sistem informasi
pemeriksaan laboratorium.
kesehatan lainnya. Hal ini menyebabkan kesulitan
Hal ini dijelaskan dalam penelitian Benson
dalam mengembangkan interoperabilitas.
and Grieve (2020), bahwa implementasi
Idealnya berbagai layanan sistem informasi
interoperabilitas menggunakan standar pesan FHIR
dapat saling bertukar data untuk memperoleh data
harus diikuti dengan penggunaan standar
pasien secara komprehensif dan longitudinal.
terminologi klinis. Pemetaan standar terminologi
Berdasarkan Rencana Strategis Kementerian
klinis dilakukan menggunakan International
Kesehatan tahun 2020-2024 yang tertuang dalam
Classification of Disease (ICD) sebagai standar
Permenkes Nomor 13 tahun 2022, pengembangan
terminologi diagnosis, Systematized Nomenclature
dan pemantapan Sistem Informasi Kesehatan
of Medicine Clinical Terminology (SNOMED CT)
ditujukan untuk menghasilkan layanan informasi
sebagai standar terminologi temuan klinis, dan
kesehatan yang lebih cepat, valid, mendukung
Logical Observation Identifiers Names and Codes
resource sharing dan berbasis elektronik
(LOINC) sebagai standar terminologi pemeriksaaan
terintegrasi.
laboratorium.
Implementasi Satu Data Indonesia adalah
4. Manfaat Sistem Interoperabilitas e-PHR
mandat Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2019.
yang Sangat Dirasakan Pengguna untuk
Kondisi implementasi Satu Data Indonesia saat ini Pemantauan Kesehatan Secara Mandiri
masih mengalami banyak tantangan dan hambatan, yaitu Dimensi Kemudahan Mendapatkan
antara lain data yang tidak konsisten dan tersebar di Informasi yang Dibutuhkan Pasien
Hasil evaluasi pengguna juga
berbagai nstitusi publik yang sulit untuk diakses,
menunjukkan bahwa informasi pasien yang
kurangnya koordinasi antarinstitusi pemilik data,
diperlukan mudah didapatkan melalui sistem ini.
dan data yang tidak terstandar.
Untuk melakukan pemantauan kesehatan secara
3. Pentingnya Standar Data dalam
Interoperabilitas untuk Pengembangan e- mandiri, fitur yang dibutuhkan oleh pasien sudah
PHR Berbasis Interoperabilitas tersedia di sistem ini, fitur-fitur tersebut antara lain
Kondisi saat ini di tingkat interoperabilitas riwayat obat yang pernah diresepkan ke pasien,
secara syntactic, standar elemen data yang riwayat alergi, hasil laboratorium, dan riwayat
digunakan di Indonesia dengan standar pemeriksaan. Selain itu terdapat fitur untuk dapat
internasional berbeda, sehingga pada proses melihat perkembangan kondisi kesehatan dalam
interoperabilitas memerlukan penyesuain elemen bentuk grafik sehingga memberi kemudahan
data yang mengacu pada standar internasional HL7 informasi untuk melihat data kesehatan pasien.
FHIR versi R4. Sedangkan di tingkat Pada format rekam medis, keseluruhan informan
interoperabilitas secara semantic, standar juga berpendapat bahwa sistem ini mudah dibaca.
Namun, akan lebih baiknya diagnosis dibuat dengan akses dan data rekam kesehatan apa saja yang boleh
bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien yang diakses dari SIMPUS, serta tantangan terkait privasi
awam tentang istilah medis. dan keamanan data. Meskipun perancangan
Dengan demikian, menurut penelitian interoperabilitas e-PHR ini sudah berhasil dilakukan
Olaronke (2014), untuk meningkatkan kegunaan pengujian, tetapi berdasarkan evaluasi pengguna bahwa
sistem interoperabilitas perawatan kesehatan sistem ini masih memiliki kekurangan terkait dimensi
elektronik, terminologi medis umum untuk kolaborasi lintas organisasi, sistem informasi di
menghindari ketidaksesuaian dan untuk menjamin organisasi kesehatan lain yang tidak saling membuka
konsistensi, penggunaan kembali, dan pembagian akses untuk interoperabilitas. Sedangkan penilaian dari
informasi perawatan kesehatan harus dimasukkan dimensi kemudahan, sistem ini memberi kemudahan
ke dalam desain sistem perawatan kesehatan untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan, serta
elektronik. kemudahan penginputan data sehingga dapat
Di sisi lain, jika informasi pada sistem meningkatkan pemantauan kesehatan pasien secara
interoperabilitas pada perawatan kesehatan mandiri. Terkait dimensi manfaat, sistem ini juga
elektronik sulit dibaca atau kebutuhan pengguna mendukung kesinambungan pelayanan kesehatan,
tidak terpenuhi, pengguna akan kesulitan membantu dalam pencegahan kesalahan pengobatan
menggunakan sistem, sehingga frustrasi dan serta menghindari pemeriksaan berulang kepada
meninggalkan sistem. Namun, jika sistem pasien.
memenuhi harapan pengguna, mereka akan
didorong untuk menggunakan sistem
KEPUSTAKAAN
interoperabilitas sehingga dapat memfasilitasi 1. Benson, T., dan Grieve, G. (2016). Principles of
komunikasi di antara penyedia layanan kesehatan. Health Interoperability:SNOMED CT, HL7 and FHIR
Oleh karena itu, sistem perawatan kesehatan (Health Information Technology Standards).
Springer International Publishing. Cham.
elektronik yang digunakan dapat meningkatkan
http://doi.org/10.1007/978-3-319-30370-3
kualitas perawatan dengan memfasilitasi 2. Coghlan, D. and Brannick, T. (2005). Doing Action
komunikasi yang lancar di antara fasilitas Research in Your Own Organization. Sage
pelayanan kesehatan. Selain itu juga memfasilitasi Publications. London
3. Flaumenhaft, Y. (2018). Personal Health Records,
pertukaran instan hasil tes dengan dokter lain,
Global Policy And Regulation Review. Health
penyedia layanan kesehatan, laboratorium, apotek, Policy. In Press : 815–826. doi :
dan klinik. Dengan demikian, sistem 10.1016/j.healthpol.2018.05.002
interoperabilitas dapat meningkatkan kualitas 4. Gaynor, M and Myung, D. (2008). Interoperability
of Medical Applications and Devices General
perawatan pasien.
Interoperability Motivation for Interoperability.
Sci. York, pp. 1–10, 2008
KESIMPULAN
5. Hidayat, I.F. (2020). Penerapan Standar FHIR
Dalam upaya pengembangan interoperabilitas pada untuk Interoperabilitas Rekam Kesehatan
e-PHR masih ditemukan tantangan, antara lain terkait Elektronik Indonesia. Tesis Program Magister.
interface aplikasi e-PHR yang perlu penyesuaian Institut Teknologi Bandung
6. Katehakis, D. G., Kondylakis, H., Koumakis, L.
terhadap kebutuhan interoperabilitas dengan rekam
(2017). Integrated Care Solutions for the Citizen:
kesehatan elektronik pada SIMPUS, elemen data pada Personal Health Record Functional Models to
aplikasi yang digunakan belum terstandar, batasan hak Support Interoperability. European Journal for