UNIVERSITAS PADJADJARAN
FAKULTAS HUKUM
Terakreditasi Berdasarkan Keputusan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi
Nomor: BAN-PT No. 4071/SK/BAN-PT/Akred/M/X/2019
Nida Urrizqiyah
110620230004
Dosen Pengampu :
Dr. Hj. Susilowati S. Dajaan, S.H., M.H.
Dr. Tri Handayani, S.H., M.H.
2023
1
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................................1
A. Pendahuluan.......................................................................................................................... 3
1. Latar Belakang................................................................................................................. 3
2. Identifikasi Masalah:........................................................................................................4
3. Tujuan Penelitian:........................................................................................................... 4
B. Metode Penelitian..................................................................................................................4
C. Tinjauan Pustaka................................................................................................................... 5
1. Bangun Guna Serah......................................................................................................... 5
a. Pengertian................................................................................................................5
i. Bangun................................................................................................................ 5
ii. Guna...................................................................................................................5
iii. Serah................................................................................................................. 5
b. Perjanjian Turunan Skema Perjanjian Bangun Guna Serah....................................6
i. Konstruksi............................................................................................................6
ii. Konsesi...............................................................................................................6
iii. Kebebasan Operasi........................................................................................... 6
iv. Alokasi Risiko.................................................................................................... 6
2. KUHPerdata..................................................................................................................7
a. Asas kebebasan berkontrak.................................................................................... 8
b. Perjanjian Kuasa......................................................................................................9
c. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan.......................................................................11
3. Undang-Undang Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat.............................................. 11
a. Perjanjian Pembebasan Lahan.............................................................................. 11
b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 Tentang
Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah....................................................... 14
c. Pendaftaran Tanah berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 24 Tahun 1997..........................................................................................14
4. Regeling Menteri Keuangan Republik Indonesia.........................................................15
a. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia, Nomor: 248/KMK.04/1995.... 15
2. Hardship.......................................................................................................................16
a. Pengertian..............................................................................................................16
b. Pengaturan di KUHPerdata................................................................................... 17
D. Hasil dan Pembahasan........................................................................................................ 17
1. Analisis kedudukan skema perjanjian bangun guna serah di dalam KUHPerdata?.... 17
2. Analisis unsur naturalia dari keadaan hardship skema perjanjian bangun guna serah
berdasarkan KUHPerdata?..............................................................................................18
E. Penutup................................................................................................................................ 20
1. Simpulan........................................................................................................................ 20
2
a. Sistem Hukum..........................................................................................................20
Daftar Pustaka............................................................................................................................. 21
2
3
A. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Negara Indonesia adalah negara yang memiliki tujuan untuk memberikan
kesejahteraan kepada masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut, Indonesia
sebagai negara hukum1 melalui badan-badan publik yang meliputi kegiatan
legislatif, eksekutif, dan yudikatif melakukan pembentukan, pelaksanaan, dan
penegakkan peraturan perundang-undangan sesuai dengan kekuasaan yang
dimiliki oleh masing-masing lembaga Negara.
1
Undang-Undang Dasar R.I. Tahun 1945 Pasal 1 ayat (3)
3
4
Haluan Negara, perubahan ini dikarenakan adanya penguatan otonomi daerah dan
desentralisasi pemerintahan.
2. Identifikasi Masalah:
a. Bagaimana kedudukan skema perjanjian bangun guna serah di dalam
KUHPerdata?
b. Bagaimana unsur naturalia dari keadaan hardship skema perjanjian bangun
guna serah berdasarkan KUHPerdata?
3. Tujuan Penelitian:
a. Mengetahui dan memahami bagaimana kedudukan skema perjanjian bangun
guna serah di dalam KUHPerdata.
b. Mengetahui dan memahami bagaimana unsur naturalia dari keadaan hardship
skema perjanjian bangun guna serah berdasarkan KUHPerdata.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif, yang melakukan
analisis atas kedudukan hukum waris adat patrilineal dalam sistem hukum Indonesia:
waris adat di manggarai melalui studi kepustakaan. Melalui metode penelitian ini penulis
akan menemukan kebenaran koheren yang memiliki validitas logikal meskipun tidak
dibuktikan secara empiris.
4
5
C. Tinjauan Pustaka
1. Bangun Guna Serah
a. Pengertian
Bangun guna serah adalah skema khusus dalam bidang perjanjian pendanaan atau
pembiayaan suatu pembangunan atau proyek yang dilakukan oleh pihak yang
tidak memiliki proyek untuk mendapatkan keuntungan berdasarkan izin yang
diberikan oleh pemilik proyek. Berdasarkan uraian tersebut unsur izin (dapat
menggunakan istilah lain) untuk mengambil suatu keuntungan dari proyek yang
bukan dimilikinya merupakan kekhasan yang dimiliki oleh skema perjanjian
bangun guna serah. Apabila perjanjian ini berakhir, maka pemilik proyek akan
menguasai secara utuh dan penuh proyek yang dimilikinya tanpa adanya
intervensi dari pihak manapun.
i. Bangun
Periode ini adalah periode pertama dari skema perjanjian bangun guna serah
secara keseluruhan, dalam tahapan ini pemilik proyek berdasarkan suatu
perjanjian meminta pihak lain untuk melakukan pembangunan proyek
dengan biaya sendiri. Pemilik proyek sama sekali tidak memberikan dana
ataupun jaminan kepada lembaga pembiayaan atas pinjaman yang dilakukan
pihak lain dalam rangka pembangunan proyek ini. Dalam tahap ini prestasi
pihak lain kepada pemilik proyek adalah hasil pekerjaan yang sesuai dengan
perjanjian tanpa mempedulikan cara mengerjakannya maupun perolehan
dana untuk pembangunannya.
ii. Guna
Setelah pembangunan proyek selesai, pemilik proyek memberikan izin
kepada pihak pembangun untuk melakukan pengoperasian/mengusahakan
proyek untuk jangka waktu tertentu. Periode ini adalah periode bagi pihak
lain untuk mengoperasikan/mengusahakan proyek tersebut seolah-olah untuk
mengembalikan modal dana yang telah dikeluarkan mungkin saja beserta
dengan bunga-bunga yang timbul dari proses pembangunan proyek tersebut.
Selain mengoperasikan/mengusahakan proyek pembangunan, pihak lain
memiliki kewajiban untuk tetap menjaga kondisi dan keadaan dari proyek
yang dimiliki pihak lain tetap baik dan layak untuk digunakan sebagaimana
baiknya dalam keadaan yang optimal. Dalam hal maintenance ini pihak lain
adalah yang memiliki kewajiban untuk mengeluarkan dana apabila
dibutuhkan.
iii. Serah
Setelah jangka waktu izin yang diberikan telah menemui akhirnya maka
pemilik proyek akan menguasai kembali proyek yang dimiliki olehnya.
Penyerahan secara nyata maupun yuridis secara otomatis akan mengakhiri
keseluruhan rangkaian dari skema perjanjian bangun guna serah ini.
5
6
Sifat dan unsur yang dimiliki oleh skema perjanjian perjanjian bangun guna serah
memiliki tingkat spekulasi yang tinggi dan dapat dikatakan memiliki sifat
untung-untungan. Izin pengoperasian/pengusahaan yang dimiliki oleh jangka
waktu yang sangat panjang sampai dengan puluhan tahun sehingga memiliki
kerentanan dari proyeksi yang sudah dimiliki atas keadaan-keadaan luar biasa
yang tidak terduga di kemudian hari.
i. Konstruksi
Pihak lain yang diberikan izin untuk menguasai proyek skema perjanjian
bangun guna serah akan disebut konsorsium. Dalam hal melakukan pekerjaan
konstruksi konsorsium umumnya memiliki kebebasan untuk menentukan
konstruksi yang akan digunakan untuk pembangunan proyek dan pihak
pemberi kuasa akan memberikan persetujuan atas konstruksi yang sudah
diajukan. Setelah pemilihan sudah menemukan kesepakatan maka
pelaksanaan pembangunannya adalah wewenang penuh dari konsorsium.
ii. Konsesi
Perjanjian konsesi adalah perjanjian yang paling penting dari skema bangun
guna serah karena perjanjian ini adalh titik tumpu keunikan dan kekhasan
yang dimiliki oleh skema perjanjian bangun guna serah. Perjanjian akan
mengatur kedudukan yang dimiliki oleh pemilik proyek dalam hal ini
pemerintah atau agen pemerintah dan konsorsium. Dalam perjanjian ini akan
mengandung unsur kepentingan privat dan kepentingan umum yang saling
berbenturan sehingga terdapat hal tentang mekanisme penentuan tarif, jangka
waktu konsesi, alokasi risiko, dan perikatan tambahan lain yang mungkin
timbul untuk mengakomodasi skema perjanjian bangun guna serah.
iii. Kebebasan Operasi
Hal ini sangat berkaitan erat dalam proses guna dalam skema perjanjian
bangun guna serah. Dalam hal ini klausula yang dibentuk oleh para pihak
adalah adanya keleluasaan yang dimiliki oleh konsorsium dari urusan politik
maupun birokrasi yang bisa saja menghambat pengembalian uang yang
sedang diusahakan oleh pihak konsorsium.
iv. Alokasi Risiko
Dalam skema perjanjian bangun guna serah pihak konsorsium menanggung
beban risiko secara penuh dan utuh karena dalam periode awal perjanjian
konsorsium yang mempertaruhkan segala miliknya dalam proyek
pembangunan tersebut tanpa adanya potensi kerugian yang mungkin timbul
akibat dari pembangunan proyek tersebut.
6
7
2. KUHPerdata
Jenis perjanjian BOT ini tidak dikenal atau tidak ada namanya dalam
KUHPerdata. Munculnya perjanjian BOT dilatarbelakangi adanya tuntutan
kebutuhan masyarakat, khususnya bagi para pelaku usaha yang menghendaki
terjalinnya hubungan kemitraan atau kerjasama dalam menjalankan usaha maupun
melakukan ekspansi yang dituangkan dalam suatu perjanjian tertulis dan lazimnya
agar para pihak yang berkepentingan merasa terlindungi di kemudian hari yang
dibuat dihadapan Notaris. Mengenai pengertian perjanjian BOT secara normatif
tidak diatur secara formal dalam pengaturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia. Penggunaan istilah BOT pun juga masih beragam, ada yang masih
menggunakan istilah aslinya untuk kata BOT dan ada yang sudah diterjemahkan
dengan BGS (Bangun Guna Serah). Sampai dengan saat ini pengaturan mengenai
Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) ini masih tersebar di berbagai peraturan
perundang-undangan. Memang belum ada undang-undang juga yang secara
khusus mengenai Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) ini. Saat ini pun masih
disusun Rancangan Undang-Undang tentang Perjanjian BOT (RUU BOT). RUU
BOT ini nantinya diharapkan dapat dijadikan dasar hukum dalam mengatur BOT
baik dari aspek hukum perdatanya(hukum perjanjian), hukum pertanahan dan juga
hukum administrasi. Peraturan yang menjadi dasar dalam Perjanjian Build
Operate Transfer (BOT) yang meliputi aspek Hukum Perdata, Hukum Pertanahan
(Agraria) dan Hukum Administrasi. Pengaturan dari aspek hukum perdata dapat
dilihat di dalam ketentuan Buku III KUH Perdata tentang Perikatan (van
verbintenisen). Beberapa ketentuan dalam KUH Perdata yang dapat dijadikan
dasar pengaturan bagi Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) yaitu Pasal 1313
sampai dengan Pasal 1352 KUH Perdata. Sumber hukum utama bagi lahirnya
perjanjian BOT yaitu Pasal 1338 KUH Perdata yang mengatur tentang kebebasan
berkontrak. Sedangkan pengaturan dari aspek Hukum Pertanahan, Perjanjian
Build Operate Transfer (BOT) diatur dalam beberapa peraturan
perundang-undangan terkait pertanahan dan agraria yaitu Undang-Undang Nomor
5 Tahun 1960.
Undang-undang dalam hal ini salah satunya sebagaimana diatur dalam Pasal 1320
KUH Perdata yang menentukan bahwa syarat sahnya perjanjian termasuk
perjanjian BOT, jika memenuhi syarat (1) Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya; (2) Kecakapan untuk membuat suatu perikatan; (3) Memenuhi suatu hal
tertentu; serta (4) Memiliki suatu sebab yang halal. Jika syarat-syarat sahnya
7
8
perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata telah dipenuhi,
maka berdasarkan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, perjanjian Bangun Guna
Serah (Build Operate and Transfer/BOT) telah memiliki kekuatan hukum yang
sama dengan kekuatan undang-undang. Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata menyebutkan bahwa : “Semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang- undang bagi mereka yang membuatnya”. Namun demikian,
meskipun perjanjian BOT merupakan perikatan yang bersumber dari perjanjian,
jika terjadi pelanggaran atas perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and
Transfer/BOT) tersebut, sanksinya tetap diberikan oleh undang-undang. Salah
satu contohnya, yaitu bahwa ketika salah satu pihak tidak melaksanakan
perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and Transfer/BOT), yang
kemudian menyebabkan kerugian kepada pihak lainnya, maka sesuai dengan
ketentuan Pasal 1239 KUH Perdata, pihak tersebut diwajibkan membayar ganti
rugi.2
2
Mercy M. Setlight, Keadilan Dalam Perjanjian Bangun Guna Serah ( Build, Operate And Transferred Contract/BOT)
Vol.1/No.6/Oktober-Desember /2023, Halaman 91.
8
9
b. Perjanjian Kuasa
Berdasarkan Pasal 1792 KUHPerdata yang menjelaskan bahwa pemberian
kuasa adalah suatu persetujuan yang berisikan pemberian kekuasaan kepada
orang lain yang menerimanya untuk melaksanakan sesuatu atas nama orang
yang memberikan kuasa.
Pengaturan mengenai skema pembangunan Perjanjian Build Operate Transfer
dapat dilihat pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016
tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah. Skema pembangunan
Perjanjian Build Operate Transfer dikenal dengan istilah Bangun Guna Serah
(BGS). BGS adalah pemanfaatan barang milik daerah berupa tanah oleh pihak
lain dengan cara mendirikan bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya,
kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu
yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta
bangunan dan/ atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka
waktu. Selanjutnya ada juga dalam Pasal 1 angka 12 Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 2006 Tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah disebutkan
bahwa Bangun guna serah adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah
berupa tanah oleh pihak lain dengan cara mendirikan bangunan dan/atau sarana
berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam
jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya diserahkan
kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah
berakhirnya jangka waktu. Berbagai pengertian Perjanjian Build Operate
Transfer (BOT) yang telah dijelaskan pada paragraf-paragraf sebelumnya baik
yang didapat dari pendapat para ahli ataupun beberapa peraturan yang ada,
dapat disimpulkan bawa Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) atau Bangun
Guna Serah (BGS) merupakan suatu perbuatan dengan mana pihak kesatu
(pemilik tanah/lahan yaitu instansi Pemerintah/ BUMN) mengikatkan diri
kepada pihak lain (swasta/ investor) untuk menyerahkan tanah/ lahan yang
dikuasai kepada pihak investor guna didirikan bangunan beserta sarana dan
fasilitasnya. Dengan biaya yang diperoleh dari investor dan kemudian investor
tersebut menggunakan atau memanfaatkan bangunan yang ada untuk jangka
waktu tertentu sesuai kesepakatan selanjutnya pada masa berakhirnya
Perjanjian Build Operate Transfer (BOT), investor wajib menyerahkan kembali
tanah beserta bangunan dan sarana/ fasilitasnya kepada pemilik tanah./ lahan.
Sesungguhnya bentuk kontrak ini merupakan pola kerjasama antara pemilik
tanah atau lahan (pemerintah) sebagai pengguna jasa dengan investor sebagai
penyedia jasa yang akan menjadikan lahan tersebut menjadi suatu fasilitas-
fasilitas publik seperti perdagangan, hotel, transportasi, telekomunikasi, resort,
dan lain-lain. Terlihat disini kegiatan yang dilakukan investor tersebut dimulai
9
10
Pada saat ini yang sesuai dengan tujuan kontrak antara BUJT dan investor
dalam kerjasama untuk pengelolaan Jalan Tol Jagorawi yaitu dengan bentuk
kerjasama BOT (Build Operate Transfer) yang juga sering dikenal dengan
Bangun Guna Serah (BGS). Hal ini dikarenakan BOT memiliki kerugian dan
keuntungan yang masih mampu dihadapi BUJT maupun investor dibandingkan
dengan bentuk kerjasama BOO. Berdasarkan PP Nomor 38 Tahun 2008
Tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 Tentang
Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah Pasal 1 angka 12, adalah
pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan
cara mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian
didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah
disepakati, untuk selanjutnya diserahkan kembali tanah beserta bangunan
dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah berakhirnya jangka waktu. Sesuai
dengan Peraturan Pemerintah tersebut dapat disimpulkan bahwa Bangun Guna
Serah / Build Operate Transfer merupakan bentuk perjanjian kerjasama yang
dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor, yang menyatakan
bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk
mendirikan bangunan selama masa perjanjian Build Transfer Operate (BOT),
dan mengalihkan kepemilikan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah
masa Build Operate Transfer berakhir. Salah satu bentuk nyata penerapan
kontrak kerjasama dengan sistem Build Operate Transfer ini dilakukan oleh PT
Jasamarga Jakarta Pusat. selaku BUJT pemegang hak konsesi atas ruas Jalan
Tol Jagorawi. PT Jasamarga Jakarta Pusat merupakan salah satu anak
perusahaan dari Badan Usaha Milik Negara yakni PT Jasa Marga (Persero)
Tbk, dengan kegiatan usaha fokus di bidang pembangunan, pengoperasian dan
pemeliharaan Jalan Tol Jagorawi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku.
Apabila mengidentifikasi secara seksama ciri-ciri proyek BOT, yang
pelaksanaannya terdiri dari 3 (tiga) tahapan, yaitu tahap pembangunan (Build),
tahap pengoperasian (Operate), dan tahap penyerahan (Transfer), maka
aspek-aspek hukum perjanjian yang berkaitan dengan pemanfaatan tanah
melalui konsep BOT, di dalamnya memiliki keterkaitan dengan
perjanjian-perjanjian sebagaimana disebutkan di atas, yaitu :
3
Sovia Hasanah, Dasar Hukum Pembangunan dengan Skema Build Operate Transfer
(BOT),Hukumonline.com,https://www.hukumonline.com,/klinik/detail/ulasan/lt5a4458d2105c1/dasar-huku
m-pembangunan-dengan-skema-ibuild-operate-transfer-i-bot/ diakses tanggal 27 Juli 2020.
10
11
11
12
Dari aspek hukum pertanahan (agraria), Perjanjian BOT tidak terlepas dari
aturan-aturan agraria misalnya Undang-undang Pokok Agaria nomor 5 Tahun
1960 sehubungan dengan Perolehan, Pengelolaan, Penggunaan, pemindahan
maupun pemanfaatan tanah sebagai objek perjanjian BOT.
Afiliasi berarti, sehubungan dengan setiap orang, atau orang yang, secara
langsung atau tidak langsung, melalui satu atau lebih perantara, Mengendalikan
atau Dikendalikan oleh atau berada dalam Kendali bersama dengan orang
tersebut; dimana untuk tujuan definisi ini, istilah “orang” berarti
orang-perorangan, persekutuan perdata, kemitraan, perseroan terbatas,
perusahaan, badan hukum, perhimpunan, organisasi yang tidak berbadan
hukum, atau badan dan entitas atau pribadi, perangkat, kantor atau instansi
pemerintah atau politik.
12
13
Dalam hal perjanjian pembebasan lahan antara lain Hak Badan Usaha Jalan
Tol:
1. Memiliki hak pengusahaan jalan tol selama masa konsesi yang telah
disepakati;
2. Hak untuk menguasai seluruh tanah yang di butuhkan bagi pengusahaan
jalan tol
3. Dalam hal keterlambatan pengadaan tanah oleh pemerintah BUJT berhak
untuk menuntut kompensasi kepada Pemerinta dalam bentuk
Perpanjangan masa Konsesi dan atau penyesuaian tarif tol awal;
Hak Pemerintah
1. Selama masa konsesi BPJT berhak untuk melakukan pengawasan atas
pelaksanaan pengusahaan jalan tol yang meliputi aspek teknis dan
pengoperasian
2. Jaminan pelaksanaan akan menjadi aset pemerintah dan pemerintah
berhak untuk mencairkan dana jaminan pelaksanaan BUJT gagal untuk
melaksanakan kewajibannya sesuai dengan ketentuan yang diatur
3. Apabila perjanjian diakhiri oleh pemerintah akibat cidera janji
13
14
14
15
bidang- bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah
susun serta hak- hak tertentu yang membebaninya.”
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah,
bahwa pendaftaran tanah diselenggarakan dalam rangka menjamin
kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas
suatu bidang tanah yang telah terdaftar agar dengan mudah dapat
membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan dan
bertujuan untuk menyediakan informasi berkenaan dengan hak-hak atas
tanah yang telah terdaftar, serta bertujuan untuk tertibnya administrasi
pertanahan.
Berbeda dengan Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Hak Pakai,
perjanjian Bangun Guna Serah (BOT) meskipun objeknya tanah, tetapi bukan
merupakan objek pendaftaran tanah.
Bangun Guna Serah ("Built Operate and Transfer") adalah bentuk perjanj
kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan inves
yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kep
investor untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun g
serah (BOT), dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kep
pemegang hak atas tanah selama masa bangun guna serah berakhir. Hal
diatur dalam pasal 1.
Biaya mendirikan bangunan di atas tanah yang dikeluarkan oleh investor
merupakan nilai perolehan investor untuk mendapatkan hak menggunakan
atau hak mengusahakan bangunan tersebut, dan jumlah biaya yang
dikeluarkan tersebut oleh investor diamortisasi dalam jumlah yang sama
besar setiap tahun selama masa Perjanjian bangun guna serah. Amortisasi
sebagaimana mana yang berada pada ayat 1 dimulai pada tahun bangunan
tersebut mulai digunakan atau diusahakan investor. Apabila masa perjanjian
bangun guna serah menjadi lebih pendek dari masa yang telah ditentukan
dalam perjanjian maka sisa biaya bangunan yang belum diamortisasi,
diamortisasi sekaligus oleh investor pada tahun berakhirnya masa bangun
guna serah yang lebih pendek tersebut Apabila dalam pelaksanaan bangun
guna serah sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan penggantian atau
imbalan kepada investor, maka penggantian atau imbalan tersebut adalah
15
16
Bangunan yang diserahkan oleh investor kepada pemegang hak atas tanah
setelah masa perjanjian bangun guna serah berakhir adalah merupakan
penghasilan bagi pemegang hak atas tanah berdasarkan Pasal 4 ayat (1)
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun
1994. tas penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang Pajak
Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai yang tertinggi
antara nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) bangunan yang
bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 12 tahun
1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan
Undang-undang Nomor 12 tahun 1994 dan harus dilunasi
selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah masa guna serah
berakhir. Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat
(2), bagi orang pribadi bersifat final dan bagi Wajib Pajak badan adalah
merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat
diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang untuk tahun pajak
yang bersangkutan. Nilai perolehan atas bangunan yang diterima dari
investor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar nilai pasar atau
NJOP yang merupakan dasar pengenaan Pajak Penghasilan. Penghasilan lain
yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah selama masa bangun
guna serah merupakan objek Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (1) Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak
Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1994.BR
2. Hardship
a. Pengertian
Konsep Hardship sebenarnya dimulai dari prinsip impossibilium nulla est
obligatio (the impossible is no legal obligation), yang memiliki makna bahwa
tidak ada kewajiban bagi para pihak menjalankan hal yang tidak mungkin
untuk dilakukan, namun doktrin tersebut masih belum lengkap karena
ketidakmungkinan memiliki ukuran yang beragam, variatif dan sulit untuk
16
17
didefinisikan. Doktrin rebus sic stantibus mengatur bahwa suatu keadaan yang
tidak dapat diperhitungkan oleh para pihak dan berakibat perubahan keadaan
secara ekstrim dan mengakibatkan kesulitan berat para pihak untuk
pelaksanaan sebuah perjanjian menjadi alasan pemaaf.
Perbedaan di antara kedua doktrin tersebut adalah impossibilium nulla est
obligatio menuntut adanya ketidakmungkinan yang memiliki arti adanya act
of God yang terkandung di dalamnya, sedangkan rebus sic stantibus memiliki
kaitan yang sangat erat pada hardship. Berbeda dengan impossibilium nulla
est obligatio, doktrin rebus sic stantibus memberikan penekanan bahwa
perjanjian harus tetap dipertahankan dengan mengatasi hambatan yang akan
terjadi. Sayangnya doktrin rebus sic stantibus tidak dikenal dan digunakan
secara luas sebagaimana force majeure tetapi doktrin ini masih tidak diakui
bahkan tidak dikenal dalam sistem hukum civil law.
b. Pengaturan di KUHPerdata
KUHPerdata pada dasarnya tidak mengenal konsep hardship di dalam
pengaturannya akan tetapi dengan adanya asas kebebasan berkontrak, klausula
hardship akan tetap berlaku karena sifatnya yang terbuka dan dapat
dikesampingkan.
17
18
hukum pihak-pihak yang terlibat, tujuan yang sesuai dengan hukum dan ketertiban
umum, serta pemenuhan persyaratan bentuk baku jika diatur oleh undang-undang.
Dalam konteks perjanjian bangun guna serah, pemilik tanah (pemberi tanah) dan
penerima tanah adalah pihak-pihak yang terlibat. Mereka memiliki hak-hak dan
kewajiban yang diatur dalam KUHPerdata terkait kepemilikan tanah, pembangunan
bangunan, pemakaian tanah, serta kewajiban menyerahkan bangunan setelah selesai
kepada pemilik tanah.
Selain itu, KUHPerdata juga memberikan kerangka kerja hukum untuk mengatur
situasi-situasi yang mungkin terjadi dalam perjanjian bangun guna serah, seperti
pemutusan kontrak dan ganti rugi dalam kasus pelanggaran kewajiban. KUHPerdata
juga mengakui kemungkinan perubahan ketentuan-ketentuan perjanjian jika
pihak-pihak yang terlibat setuju untuk mengubahnya.
Dalam hal terjadi sengketa antara pihak-pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun
guna serah, KUHPerdata juga memberikan kerangka hukum untuk penyelesaian
sengketa, termasuk melalui mediasi, arbitrase, atau proses peradilan.
Namun, penting untuk diingat bahwa sifat dan ketentuan perjanjian bangun guna
serah dapat beragam tergantung pada kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat
dan juga peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh karena itu, dalam
praktiknya, para pihak yang terlibat dalam perjanjian bangun guna serah disarankan
untuk berkonsultasi dengan ahli hukum atau notaris yang berpengalaman untuk
memastikan bahwa perjanjian tersebut mematuhi hukum dan berjalan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku dalam KUHPerdata.
18
19
perjanjian yang masih sangat sederhana dan dilakukan secara kontan dan jangka
pendek.
Pengaturan bangun guna serah yang dimiliki oleh Indonesia juga masih berdasarkan
pada asas kebebasan berkontrak dar Kitab Undang-Undang hukum perdata sehingga
tidak memiliki pengaturan yang secara khusus perlu untuk dipenuhi dan perlu untuk
dilaksanakan dalam pelaksanaan kontraknya.
Keadaan hardship pada dasarnya merupakan unsur accidentalia yang perlu diatur
secara khusus di dalam perjanjian dengan dibatasi oleh peraturan
perundang-undangan dan sumber hukum lainnya sebagai kaidah hukum yang
memaksa dan tidak dapat dikesampingkan. Meskipun sistem hukum civil law secara
tegas tidak mengenal hardship karena tidak dirumuskan melalui peraturan
perundang-undangan, akan tetapi sifat terbuka yang didukung oleh doktrin dari sistem
hukum common law dapat dijadikan dasar dari penggunaan boilerplate clause ini.
3. Analisis dari skema perjanjian guna serah di dalam kementrian keuangan dan
KUHPerdata
Istilah Perjanjian Build Operate Transfer (BOT) terdapat di dalam Keputusan Menteri
Keuangan Republik Indonesia (Kemenkeu RI) tertanggal 2 Juni 1995 Nomor
248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-Pihak yang
melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah (Build Operate and
Transfer/BOT). Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa BOT adalah “bentuk
perjanjian kerjasama yang dilakukan antara pemegang hak atas tanah dengan investor,
yang menyatakan bahwa pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor
untuk mendirikan bangunan selama masa perjanjian bangun serah guna (BOT) dan
mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada pemegang hak atas tanah setelah
masa guna serah selesai.” Sebenarnya pengertian Perjanjian Build Operate Transfer
(BOT) secara normatif tidak diatur secara formal dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku di Indonesia. Dalam istilah Perjanjian Build Operate Transfer BOT) ada dua
hal yang memiliki pengertian masing-masing, yang pertama ada “ perjanjian” yang kedua
“Build, Operate, and Transfer (BOT)”. Namun kedua hal tersebut menjadi satu kesatuan
yang menimbulkan jenis atau bentuk perjanjian baru, penggunaan istilah Build, Operate,
and Transfer (BOT) ini pun masih beragam, selain ada yang menyebut BOT tetapi ada
juga yang menggunakan istilah BGS atau Bangun Guna Serah. Apabila perjanjian
diartikan sesuai dengan apa yang ada pada ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata maka
dapat dikatakan bahwa perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Pengertian tersebut tidak
lengkap dan sangat luas. Tidak lengkap karena perjanjian tersebut hanya bersifat sepihak
dan terlalu luas karena perjanjian tersebut menggunakan istilah perbuatan sehingga dapat
mencakup perbuatan perwakilan sukarela dan perbuatan melawan hukum. Juga
19
20
mencakup perbuatan yang bukan perbuatan hukum. Hingga saat ini belum ada
Undang-Undang yang secara khusus mengatur dan memberikan pengertian tentang BOT.
Istilah BOT diterjemahkan sebagai Bangun Guna Serah (BGS yang diatur dalam berbagai
peraturan perundang- undangan. Dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 470/
KMK.01/1994 tentang Tata Cara Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik/
Kepunyaan Negara dinyatakan bahwa: Bangun Guna Serah (BGS) adalah pemanfaatan
barang/ milik kekayaan negara berupa tanah oleh pihak lain dengan cara pihak lain
tersebut mendirikan bangunan atau sarana lain berikut fasilitasnya di atas tanah tersebut,
serta mendayagunakan dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian menyerahkan
kembali tanah, bangunan dana tau sarana lain berikut fasilitasnya tersebut beserta
pendayagunaannya kepada instansi/ lembaga yang bersangkutan setelah berakhirnya
jangka waktu yang disepakati. Kemudian dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
248/KMK.04/1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan terhadap Pihak-Pihak yang
melakukan Kerjasama dalam Bentuk Perjanjian Bangun Guna Serah, disebutkan bahwa:
Bangun Guna Serah (BGS) adalah bentuk perjanjian kerjasama yang dilakukan antara
pemegang hak atas tanah dengan investor diberikan hak untuk mendirikan bangunan
selama masa perjanjian BGS dan mengalihkan kepemilikan bangunan tersebut kepada
pemegang hak atas tanah setelah masa BGS berakhir.
E. Penutup
1. Simpulan
a. Sistem Hukum
Perjanjian BOT/BGS selain melibatkan banyak pihak, juga mengandung
banyak aspek dan tidak bisa hanya dipandang dalam aspek hukum
perjanjian atau hukum keperdataan saja, akan tetapi juga harus dipandang
dari aspek hukum pertanahan, hukum pemerintahan daerah, hukum
investasi, hukum keuangan negara, hukum lingkungan, hukum adat
bahkan hukum pidana. Oleh karena itu pembahasan mengenai perjanjian
BOT/BGS merupakan suatu pembahasan yang memerlukan suatu
pemikiran yang komprehensif, tanpa hal ini maka perjanjian BOT/BGS
akan sulit untuk memberikan manfaat bagi masyarakat. Perjanjian
BOT/BGS dilaksanakan dalam jangka waktu yang sangat lama sehingga
dalam prosesnya dapat menimbulkan berbagai risiko. Namun berdasarkan
peraturan yang berlaku, pihak pemerintah sebagai Pejabat Pembuat
Komitmen memiliki kedudukan yang lebih dominan dibanding dengan
pihak pelaksana proyek (mitra BGS/BOT) dalam Perjanjian BOT/BGS.
Kondisi yang tidak berimbang ini tampak pada adanya tindakan
20
21
Daftar Pustaka
Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Mercy M. Setlight, Keadilan Dalam Perjanjian Bangun Guna Serah ( Build, Operate
And Transferred Contract/BOT) Vol.1/No.6/Oktober-Desember /2023, Halaman 91.
Sovia Hasanah, Dasar Hukum Pembangunan dengan Skema Build Operate Transfer
(BOT),Hukumonline.com,https://www.hukumonline.com,/klinik/detail/ulasan/lt5a4458d2
105c1/dasar-hukum-pembangunan-dengan-skema-ibuild-operate-transfer-i-bot/ diakses
tanggal 27 Juli 2020
Mercy M. Setlight, Keadilan Dalam Perjanjian Bangun Guna Serah ( Build, Operate
And Transferred Contract/BOT) Vol.1/No.6/Oktober-Desember /2023, Halaman 91.
21