Anda di halaman 1dari 5

SKRIPSI

Mutu Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas

OLEH:

CHINDY DWI MAYANG SARI

1711412009

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2021
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan bernegara, pada hakikatnya pemerintah berkewajiban

memberikan pelayanan kepada masyarakat (Pujiastuti, 2017). Kebijakan yang

dilakukan oleh Kementerian Kesehatan RI dalam upaya peningkatan mutu pelayanan

di fasilitas kesehatan tingkat pertama (FKTP) khususnya puskesmas adalah dengan

menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Republik Indonesia Nomor

46 Tahun 2015 tentang Akreditasi Puskesmas (Permenkes No. 46, 2015). Akreditasi

dilakukan sebagai upaya meningkatkan mutu pelayanan sebuah organisasi.

Kementerian Kesehatan RI menyampaikan akreditasi merupakan upaya untuk

menjamin peningkatan mutu pelayanan puskesmas (SIMPUS, 2014). Namun,

pencapaian puskesmas yang telah terakreditasi masih jauh dari harapan. Pada tahun

2016, baru 106 Puskesmas yang telah terakreditasi dari 6.358 puskesmas yang ada di

Indonesia, artinya hanya 1,67% Puskesmas di Indonesia yang telah memenuhi standar

mutu pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2016). Dalam melaksanakan

akreditasi, puskesmas perlu melakukan penilaian terhadap manajemen puskesmas,

penyelanggaraan upaya puskesmas, dan pelayanan klinis dengan menggunakan

standar akreditasi puskesmas (Kuncoro, 2016). Sebagai upaya peningkatan mutu

pelayanan, puskesmas wajib di akreditasi secara rutin minimal 3 tahun sekali

(KEMENTRIAN RI, 2014).


Mutu dan kinerja pelayanan perlu terus ditingkatkan, oleh karena itu perlu

adanya masukan dari masyarakat dan pengguna pelayanan puskesmas secara aktif

sebagai perbaikan pelayanan puskesmas. untuk menjamin bahwa perbaikan mutu dan

peningkatan kinerja dilakukan secara berkelanjutan, maka perlu dilakukan penilaian

oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang telah ditentukan yaitu

melalui mekanisme akreditasi (Permenkes No. 46, 2015). Akreditasi puskesmas

minimal menilai 3 kelompok pelayanan, yaitu kelompok administrasi manajemen

(admen), kelompok upaya kesehatan masyarakat (UKM), dan kelompok upaya

kesehatan perorangan (UKP) (Kementerian Kesehatan RI., 2015).

Tenaga kesehatan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan yang maksimal kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan untuk sehat sehingga akan

terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi

pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara social, ekonomi dan

sebagai salah satu elemen kesejahteraaan umum (Undang-Undang Republik

Indonesia, 2014). Permasalahan utama pelayanan kesehatan adalah kualitas yang

kurang memuaskan sehingga meskipun cakupan pelayanan sudah baik namun

dampak terhadap status kesehatan masyarakat nya belum optimal (Syaibani, 2010 ).

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2014, Pelayanan

Kesehatan adalah setiap upaya atau kegiatan yang dilakukan secara terpadu,

terintegrasi, dan berkesinambungan untuk masyarakat.

Mutu pelayanan sangat erat kaitannya dengan kepuasan pelanggan. oleh karena

itu, semakin baik mutu pelayanan maka semakin puas pula pelanggan begitu juga
sebaliknya. Puskesmas dapat mengukur mutu pelayanan dari para pasien melalui

umpan balik terhadap apa yang diterima atau bagaimana pelayanan yang didapatkan

pasien ke puskesmas tersebut sehingga dapat menjadi masukan untuk peningkatan

mutu pelayanan (Muninjaya, 2013).

Kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan mulut di Indonesia masih

rendah, karena masyarakat cenderung berobat hanya saat timbul keluhan saja.

Kebanyakan masyarakat datang ke Dokter Gigi dalam kondisi yang sudah

membutuhkan perawatan. Hal ini menunjukkan bahwa effective demand (kemampuan

dan keinginan untuk mendapat pelayanan) pengobataan gigi di Indonesia masih

rendah, yaitu hanya 7% dari jumlah penduduk. Data tersebut menunjukkan bahwa

pelayanan kesehatan yang diberikan saat ini masih belum efektif dalam mengatasi

masalah kesehatan gigi dan mulut di Indonesia (Dewanto, I & Lestari, 2014).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa

diperkirakan sekitar 39,2% penduduk Indonesia yang memanfaatkan pelayanan

Puskesmas. Di lihat dari proporsi pengetahuan masyarakat terhadap kemudahan akses

masyarakat ke pelayanan puskesmas di wilayah perkotaan lebih tinggi sebesar 46,1%

dibandingkan dengan di wilayah pedesaan yang hanya sebesar 31,0%. Artinya,

kurangnya pemanfaatan pelayanan puskesmas di wilayah pedesaan yang bisa

disebabkan oleh karena beberapa faktor seperti kurangnya pengetahuan masyarakat

mengenai pentingnya pemanfaatan puskesmas dan jarak puskesmas yang terlalu jauh

dari rumah penduduk (Riskesdas, 2018).


Ditinjau dari aspek data utilisasi layanan kesehatan, laporan bulanan BPJS

Kesehatan sampai dengan Desember 2017 menyebutkan sekitar 219,6 juta peserta

memanfaatkan layanan kesehatan, yang terdiri dari 66,7% pemanfaatan di FKTP,

29,3% di poliklinik rawat jalan FKRTL, dan 4 % rawat inap FKRTL (BPJS K, 2018).

Dari segi utilisasi, pada tahun pertama implementasi kebijakan JKN utilisasi

pelayanan kesehatan oleh peserta JKN meningkat signifikan, yaitu 64% pada

pelayanan rawat inap dan 20% pada pelayanan rawat jalan, dibandingkan dengan

utilisasi sebelum JKN (2011-2013) (TNP2K, 2018).

Berdasarkan penjabaran latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

melihat mutu pelayanan kesehatan kesehatan gigi dan mulut di puskesmas saat ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah pada literatur review

ini adalah “Bagaimana Mutu Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Puskesmas saat

ini ?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan literatur review ini adalah untuk melihat mutu pelayanan

kesehatan gigi dan mulut di puskesmas saat ini.

Anda mungkin juga menyukai