Anda di halaman 1dari 2

Mazhab.

id Saat bulan Ramadhan, umat Islam yang mukallaf (baca; mukallaf adalah seseorang
yang telah berakal sempurna dan baligh) wajib berpuasa di bulan tersebut. Hal itu berdasarkan
Firman Allah:

‫َيا َأُّيَه ا اَّلِذيَن آَم ُنوا ُك ِتَب َعَلْيُك ُم الِّص َياُم َك َم ا ُك ِتَب َعَلى اَّلِذيَن ِم ْن َقْبِلُك ْم َلَعَّلُك ْم َتَّتُقوَن‬
Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa. (Q.S Al-Baqoroh: 183)
Selain ayat tersebut, menurut keterangan Syekh Nawawi Syekh Nawawi Al-Bantani, kewajiban
puasa di bulan Ramadhan juga berdasarkan sunnah Nabi dan ijma’ para ulama (Lihat
keterangannya dalam Syarah Sullam al-Taufiq, hlm. 43)
Dalam bahasa Arab, puasa disebut dengan as-shiyam (‫ )الص يام‬atau as-shoum (‫ )الص وم‬yang
artrinya adalah menahan (‫)اإلمساك‬. Sedangkan menurut istilah syara’, puasa adalah:

‫إمساك عن مفطر بنية خمصوصة مجيع هنار قابل للصوم من مسلم عاقل طاهر من حيض ونفاس‬
“Seorang muslim berakal (tidak gila/hilang akalnya) yang mampu menahan untuk tidak
melakukan sesuatu yang dapat membatalkan puasa di siang hari, serta suci dari haid dan nifas
(bagi perempuan).” (Lihat dalam Fathul Qorib hlm. 25)
Namun dari kewajiban tersebut ada beberapa jenis kelompok orang yang dikecualikan untuk
boleh berbuka puasa di siang hari Ramadhan. Salah satu di antaranya adalah para pekerja yang
kerjaannya itu sangat berat.
Syekh Nawawi Al-Bantani mengatakan:

‫ للمسافر واملريض والشيخ اهلرم أي الكبري الضعيف واحلامل ولو‬:‫[فائدة] يباح الفطر يف رمضان لستة‬
‫من زىن أو شبهة ولو بغري آدمي حيث كان معصومًا والعطشان أي حيث حلقه مشقة شديدة ال حتتمل‬
‫ وللمرضعة ولو مستأجرة أو متربعة ولو‬،‫عادة عند الزيادي أو تبيح التيمم عند الرملي ومثله اجلائع‬
،‫لغري آدمي‬
“Diperbolehkan berbuka berpuasa saat siang hari bulan Ramadhan untuk enam kelompok. 1.
Musafir (orang yang tengah berpergian). 2. Orang sakit. 3. Orang tua renta yang lemah. 4. Ibu
hamil walau hasil dari perzinahan dan (persetubuhan) syubhat walau dengan selain manusia
yang tanpa disengaja (karena menyangkanya sebagai pasangannya). 5. Orang yang sangat
kehausan yang tak sewajarnya (menurut pandangan az-Ziyadi) atau karena kesulitan sehingga
memperbolehkanna tayammum (menurut al-Ramli). Orang kelaparan yang sangat juga bisa
disamakan dengan model seperti poin ini. 6. Ibu yang sedang menyusui, baik diberi upah atau
karena sukarela, walaupun (menyusuinya) itu pada selain manusia.” (Kasyifatussaja, hal. 121)
Dari keterangan di atas, para pekerja bisa dimasukkan dalam poin ke lima. Sebab para pekerja
tentunya akan merasa lapar dan kehasuan apabila pekerjanya itu sangat memberatkannya,
walaupun tidak semua pekerja demikian. Andaikan puasanya dilanjut, tentunya akan
membahayakan dirinya.
Jadi pada intinya, para pekerja boleh berbuka puasa sebelum maghrib tiba apabila ia merasakan
kelaparan dan kehausan yang sangat karena pekerjannya yang berat.
Senada dengan penjelasan Syekh Nawawi al-Bantani di atas, Syekh Zainuddin Al-Malibari juga
mengatakan:

‫( وخلوف هالك ) بالصوم من عطش أو جوع وإن كان صحيحا مقيما وأفىت األذرعي بأنه يلزم‬
‫احلصادين أي وحنوهم تبييت النية كل ليلة مث من حلقه منهم مشقة شديدة أفطر وإال فال‬

“(dipeberbolehkan berbuka puasa) bagi orang yang takut terdampak hal negatif sebab puasa,
semisal orang yang kehausan dan kelaparan, walaupun ia sehat dan muqim (tidak sedang
berpergian). Namun, menurut Imam al-Adzro’i, para petani ataupun yang semisalnya tetap
wajib berniat di setiap malam hari untuk berpuasa di siang harinya. Apabila ia menemui
kesukaran (dampak negatif sebab berpuasa) maka ia boleh berbuka, tetapi jika tidak demikian
maka tidak diperkenankan untuk membatalkan puasanya.” (Fathul Mu’in, hal 54)
Keterangan demikian setidaknya mempertegas bahwa bagi seseorang yang hawatir terkena
dampak negatif, maka boleh untuk membatalkan puasanya. Namun ia masih wajib niat
berpuasa di malam harinya.

Anda mungkin juga menyukai