Anda di halaman 1dari 142

Internalisasi

Kepatuhan DJP
Diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak

i
Disclaimer:
Isi dalam modul ini semata-mata hanya digunakan untuk pembelajaran dalam rangka
pengembangan kompetensi pegawai DJP.
Rujukan utama tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Penerbit:
Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan RI
Januari 2024

Hanya untuk Internal DJP

i Internalisasi Kepatuhan DJP


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI II
KATA PENGANTAR IV
DAFTAR TABEL VI
DAFTAR GAMBAR VII

BAB I KODE ETIK DAN KODE PERILAKU PEGAWAI DJP 2


A. Landasan Perilaku Pegawai 2
B. Butir Kode Etik dan Kode Perilaku 9
C. Pencegahan dan Dugaan Terjadinya Pelanggaran 30
D. Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku 31
E. Pemantauan dan Evaluasi 41
F. Latihan Soal 42

BAB II DISIPLIN PEGAWAI NEGERI SIPIL 44


A. Kewajiban PNS 44
B. Larangan 46
C. Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin 48
D. Pejabat yang Berwenang Menghukum 56
E. Tahapan dan Jangka Waktu Pemeriksaan 56
F. Latihan Soal 63

BAB III GRATIFIKASI 65


A. Landasan Pelaporan Gratifikasi Dan UPG 65
B. Penanganan Laporan Gratifikasi 70
C. Hak, Perlindungan Pelapor dan Ketentuan Lainnya 74
D. Latihan Soal 75

BAB IV PENANGANAN BENTURAN KEPENTINGAN 78


A. Pendahuluan 78
B. Tujuan 79
C. Benturan Kepentingan 79
D. Latihan Soal 89

ii Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB V WHISTLEBLOWING 92
A. Pendahuluan 92
B. Saluran dan Pengelolaan Pengaduan 92
C. Penanganan Aduan dengan Memperlakukan Pegawai sebagai Wajib Pajak 93
D. Kewajiban Merahasiakan Identitas Pelapor 94
E. Hak-Hak Pelapor 95
F. Ketentuan Lain 98
G. Contoh-Contoh Pelanggaran 98
H. Latihan Soal 130

KUNCI JAWABAN 132


DAFTAR PUSTAKA 133
DAFTAR PENULIS 134

iii Internalisasi Kepatuhan DJP


KATA
PENGANTAR
Dunia terus berubah, kegiatan ekonomi Wajib Pajak juga berubah
mengikuti perkembangan dunia digital. Direktorat Jenderal
Pajak (DJP) juga berubah dengan melakukan reformasi
melalui Pembaharuan Sistem Administrasi Perpajakan
yang meliputi pelaksanaan berbagai Inisiatif Strategis
terkait 5 Pilar Reformasi Perpajakan, yaitu Organisasi,
Sumber Daya Manusia (SDM), Peraturan Perundang-
undangan, Proses Bisnis, serta Teknologi Informasi dan
Basis Data.

Tujuan dari reformasi tersebut adalah mewujudkan kondisi


yang dapat memberikan daya dukung kepada optimalisasi
penerimaan pajak, di antaranya:

1. struktur organisasi yang efektif dan efisien dengan memperhatikan cakupan geografis,
karakteristik organisasi, ekonomi, kearifan lokal, potensi penerimaan dan rentang
kendali (span of control) yang memadai, mendukung perluasan jangkauan pelayanan
dan pengawasan Wajib Pajak dan penyelesaian tugas tepat waktu dan berkualitas;

2. sumber daya manusia yang tangguh, akuntabel dan berintegritas dalam rangka
menjalankan administrasi perpajakan demi mencapai target penerimaan pajak dan
strategis lainnya;

3. peraturan perundang-undangan yang harmonis, sederhana (simple), mendukung


perluasan jangkauan pelayanan, peningkatan kualitas pelayanan dan pembinaan Wajib
Pajak, peningkatan kemudahan berusaha (ease of doing business), meningkatkan
perekonomian dan penerimaan perpajakan, serta sesuai dengan kebutuhan
stakeholders, perkembangan perekonomian, dan teknologi informasi;

4. proses bisnis inti administrasi perpajakan yang efektif, efisien, dan akuntabel;

5. sistem informasi administrasi perpajakan yang terpercaya, handal, terintegrasi dengan


proses bisnis inti administrasi perpajakan dan didukung dengan basis data yang akurat
(reliable) dan dapat dipergunakan sebagai Single Source of Truth (SSO).

iv Internalisasi Kepatuhan DJP


Untuk mendukung tercapainya tujuan reformasi perpajakan, diperlukan SDM yang
berkualitas. Oleh karena itu, Direktorat Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya
Aparatur (KITSDA) bersama Subject Matter Expert (SME) menyusun 13 modul materi
perpajakan dan non perpajakan sebagai berikut:

1. Seri modul materi perpajakan yang terdiri atas: KUP, PPh, PPN, PBB, dan Bea Meterai;

2. Seri modul materi non perpajakan yang terdiri atas: Organisasi, Keuangan, Kepegawaian,
Internalisasi Kepatuhan, Tata Naskah Dinas, serta Teknologi Informasi dan Komunikasi

3. Seri modul materi khusus untuk Account Representative dan Penelaah Keberatan.

Modul tersebut digunakan sebagai salah satu sarana pembelajaran dan pengembangan
kompetensi pegawai. Modul ini diharapkan dapat membantu seluruh pegawai DJP untuk
memahami tugas dan pekerjaannya dengan lebih mudah sehingga dapat berkontribusi
secara optimal pada organisasi untuk mendorong meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak
(WP) dan mengurangi Tax Gap. Pada akhirnya, dapat berkontribusi untuk mendukung
penerimaan pajak sesuai yang diamanatkan dalam APBN dan meningkatkan Tax Ratio.

Direktur Kepatuhan Internal dan


Transformasi Sumber Daya Aparatur

Ditandatangani secara elektronik


Lucia Widiharsanti

v Internalisasi Kepatuhan DJP


DAFTAR TABEL

Tabel 1-1 : Ketentuan Umum dalam PER-22/PJ/2019 ........................................................ 2


Tabel 1-2 : Nilai Dasar ASN ................................................................................................ 5
Tabel 1-3 : Nilai-Nilai Kementerian Keuangan ..................................................................... 8
Tabel 1-4 : Skema dan Jangka Waktu Penyelesaian Penegakan oleh Atasan Langsung . 34
Tabel 1-5 : Ketentuan Pembentukan Majelis ..................................................................... 35
Tabel 2-1 : Kewajiban PNS ............................................................................................... 44
Tabel 2-2 : Larangan ......................................................................................................... 46
Tabel 2-3 : Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin ................................................................ 48
Tabel 2-4 : Pelanggaran Terhadap Kewajiban Masuk Kerja .............................................. 49
Tabel 2-5 : Pelanggaran Terhadap Kewajiban Pasal 3 dan 4 PP 94 Tahun 2021 ............. 50
Tabel 2-6 : Pelanggaran Terhadap Larangan Pasal 5 PP 94 Tahun 2021......................... 53
Tabel 3-1 : Ketentuan Umum dalam PER KPK No 2 Tahun 2019 ..................................... 65
Tabel 4-1 : Pejabat yang Berpotensi Memiliki Benturan Kepentingan ............................... 79
Tabel 4-2 : Jenis Benturan Kepentingan Pada Lingkungan Eksekutif dan Yudikatif .......... 81
Tabel 5-1 : Hak-hak yang Diperoleh Pelapor dan Mekanisme Penyampaian
Surat Perintah Pemberian Upaya Perlindungan .............................................. 95
Tabel 5-2 : Contoh-contoh Pelanggaran Kerugian Keuangan Negara ............................... 99
Tabel 5-3 : Contoh-contoh Pelanggaran Suap Menyuap ................................................. 101
Tabel 5-4 : Contoh-contoh Pelanggaran Penggelapan Dalam Jabatan ........................... 111
Tabel 5-5 : Contoh-contoh Pelanggaran Pemerasan ...................................................... 116
Tabel 5-6 : Contoh-contoh Pelanggaran Perbuatan Curang ............................................ 119
Tabel 5-7 : Contoh-contoh Pelanggaran Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan ....... 121
Tabel 5-8 : Contoh-contoh Pelanggaran Gratifikasi ......................................................... 122
Tabel 5-9 : Contoh-contoh Pelanggaran Peraturan di Bidang Perpajakan....................... 124
Tabel 5-10 : Contoh-contoh Pelanggaran Peraturan di Bidang Kepegawaian
Kode Etik Pegawai DJP ............................................................................... 125
Tabel 5-11 : Contoh-contoh Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil .......................... 128

vi Internalisasi Kepatuhan DJP


DAFTAR GAMBAR

Gambar 1-1 : Nilai-Nilai Kementerian Keuangan ................................................................. 7


Gambar 1-2 : Proses Penegakan Dugaan Pelanggaran Disiplin oleh Atasan Langsung ... 33
Gambar 1-3 : Bagan Alur Pembentukan Majelis................................................................ 36
Gambar 1-4 : Proses Penegakan Dugaan Pelanggaran Disiplin oleh Majelis .................... 38
Gambar 1-5 : Proses Pelaksanaan Sanksi Moral .............................................................. 40
Gambar 3-1 : Pelaporan Gratifikasi ................................................................................... 73
Gambar 3-2 : Penanganan Laporan Gratifikasi ................................................................. 73

vii Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB I
KODE ETIK DAN
KODE PERILAKU PEGAWAI DJP

1 Internalisasi Kepatuhan DJP


1 BAB I
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU
PEGAWAI DJP

A. Landasan Perilaku Pegawai


Pada pembahasan ini, kita akan mempelajari tentang ketentuan umum dan landasan
perilaku pegawai. Pemahaman kedua aspek tersebut diperlukan untuk memperoleh
gambaran awal mengenai Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai di Direktorat Jenderal
Pajak (DJP).

1. Ketentuan Umum
Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai di DJP diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal
Pajak Nomor 22/PJ/2019 (PER-22/PJ/2019) tentang Kode Etik dan Kode Perilaku
Pegawai di DJP. Peraturan ini merupakan implementasi dari Pasal 21 ayat (3)
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 190/PMK.01/2018 tentang Kode Etik dan Kode
Perilaku Pegawai Negeri Sipil di Kementerian Keuangan. Peraturan tersebut disusun
dalam rangka mendukung upaya penguatan budaya organisasi serta untuk
mewujudkan misi ketiga DJP dalam menjamin penyelenggaraan negara yang
berdaulat dan mandiri dengan aparatur pajak yang berintegritas, kompeten, dan
profesional, serta untuk mendukung efektivitas penerapan kode etik dan kode perilaku
pegawai di lingkungan DJP. Dalam PER-22/PJ/2019, terdapat beberapa ketentuan
umum sebagai berikut:

Tabel 1-1 : Ketentuan Umum dalam PER-22/PJ/2019

No Istilah Keterangan

Aparatur Sipil Negara dan Calon Pegawai Negeri


Pegawai Direktorat Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-
Jenderal Pajak yang Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur
1. selanjutnya Sipil Negara, termasuk Pegawai Negeri Sipil dari
kementerian/lembaga/instansi lain yang
disebut Pegawai mendapat penugasan di lingkungan Direktorat
Jenderal Pajak.

2 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Istilah Keterangan

Pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan


pegawai dalam melaksanakan tugas pokok dan
Kode Etik dan Kode
2. fungsi serta pergaulan hidup sehari-hari yang
Perilaku
bertujuan untuk menjaga martabat dan
kehormatan pegawai, bangsa, dan negara.

Tim yang bersifat tidak tetap (ad hoc) yang


Majelis/Komisi dibentuk di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak
Kehormatan Kode Etik dan bertugas melakukan penegakan atas
3.
dan Kode Perilaku pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang
Pegawai DJP (Majelis) dilakukan oleh pegawai berdasarkan asas
kejujuran dan keadilan.

Segala bentuk ucapan, tulisan, gambar dan/atau


4. Pelanggaran perbuatan Pegawai yang bertentangan dengan
Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.

Menteri Keuangan, Pejabat yang Berwenang


Pejabat yang
5. membentuk Majelis dan menjatuhkan sanksi, atau
berwenang
pejabat lain yang ditunjuk.

Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran


6. terlapor
Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai.

pihak yang memberitahukan kepada Pejabat yang


Berwenang terkait adanya Pelanggaran Kode Etik
7. Pelapor
dan Kode Perilaku Pegawai yang sedang
dan/atau telah terjadi.

pemberitahuan yang disertai bukti/keterangan dan


permintaan oleh pihak yang berkepentingan untuk
dilakukan pemeriksaan dan/atau penelitian
8. Pengaduan
terhadap pegawai yang diduga telah melakukan
Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
Pegawai.

sekumpulan data dan/atau informasi terkait


dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode
Perilaku Pegawai yang diperoleh dari hasil
9. Temuan pengawasan/ monitoring yang dilakukan oleh
atasan langsung, Unit Kepatuhan Internal (UKI),
dan/atau Aparat Pengawasan Intern Pemerintah
(APIP).

bukti awal untuk menduga adanya pelanggaran


Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai sekurang-
Bukti/keterangan yang
10. kurangnya satu alat bukti berupa surat/tulisan,
memadai
keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan
terlapor.

3 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Istilah Keterangan

Alasan yang dapat dipertanggungjawabkan yang


disampaikan oleh pegawai secara tertulis dan
11. Alasan yang sah dituangkan dalam surat
permohonan/pemberitahuan serta disetujui oleh
atasan langsung.

Situasi saat pegawai memiliki atau patut diduga


memiliki kepentingan pribadi atau kepentingan
Benturan kepentingan
12. kelompok atas setiap penggunaan wewenang
(conflict of interest)
yang dimilikinya sehingga dapat mempengaruhi
kualitas keputusan dan/atau tindakannya.

Setiap informasi elektronik yang dibuat,


diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan
dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,
optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat,
ditampilkan, dan/atau didengar melalui komputer
13. Dokumen elektronik atau sistem elektronik, termasuk tetapi tidak
terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta,
rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda,
angka, kode akses, simbol atau perforasi yang
memiliki makna atau arti atau dapat dipahami
oleh orang yang mampu memahaminya.

Media berbasis internet yang bersifat dua arah


dan terbuka bagi siapa saja, yang memungkinkan
14. Media Sosial para penggunanya dengan mudah berinteraksi,
berpartisipasi, berdiskusi, berkolaborasi, berbagi,
serta menciptakan dan berbagi isi.

Sumber: PER-22/PJ/2019

4 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Nilai Dasar ASN
Tabel 1-2 : Nilai Dasar ASN

No Nilai Dasar ASN Penjelasan

ASN diharapkan untuk


memahami, menghayati, dan
Memegang teguh ideologi
1 mengamalkan Nilai-Nilai
Pancasila
Pancasila sebagai dasar
negara Indonesia.

Setia dan
ASN diwajibkan untuk setia
mempertahankan Undang-
dan mempertahankan
Undang Dasar Negara
2 Undang-Undang Dasar dan
Republik Indonesia Tahun
pemerintahan yang sah
1945 serta pemerintahan
menurut hukum.
yang sah

ASN diharapkan untuk


Mengabdi kepada negara mendedikasikan diri dalam
3
dan rakyat Indonesia pelayanan kepada negara
dan masyarakat.

ASN harus melaksanakan


Menjalankan tugas secara
tugas dengan profesional,
4 profesional dan tidak
tanpa memihak kepentingan
berpihak
tertentu.

Keputusan yang diambil


Membuat keputusan harus didasarkan pada
5 berdasarkan prinsip pengetahuan dan
keahlian keterampilan terbaik pegawai
dalam bidangnya.

ASN diharapkan untuk


menciptakan suasana kerja
Menciptakan lingkungan
yang tidak membeda-
6 kerja yang
bedakan berdasarkan latar
nondiskriminatif
belakang atau karakteristik
tertentu.

5 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Nilai Dasar ASN Penjelasan

Etika dan moral yang baik


Memelihara dan
harus dijunjung tinggi dalam
7 menjunjung tinggi standar
setiap tindakan dan
etika yang luhur
keputusan.

ASN harus siap bertanggung


Mempertanggungjawabkan jawab atas tindakan dan
8 tindakan dan kinerjanya kinerjanya, dan dapat
kepada publik dipertanggungjawabkan
kepada masyarakat.

ASN diharapkan memiliki


Memiliki kemampuan
kemampuan untuk
dalam melaksanakan
9 melaksanakan kebijakan dan
kebijakan dan program
program pemerintah dengan
pemerintah
baik.

Memberikan layanan Layanan yang diberikan oleh


kepada publik secara jujur, ASN harus dilakukan dengan
10 tanggap, cepat, tepat, jujur, tanggap, cepat, tepat,
akurat, berdaya guna, akurat, berdaya guna,
berhasil guna, dan santun berhasil guna, dan santun.

Kepemimpinan yang dimiliki


Mengutamakan
oleh ASN harus berkualitas
11 kepemimpinan berkualitas
tinggi sehingga dapat
tinggi
menjadi teladan yang baik.

Menghormati dan
Menghargai komunikasi, mempraktikkan komunikasi
12
konsultasi, dan kerja sama yang efektif, konsultasi, dan
kerja sama.

6 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Nilai Dasar ASN Penjelasan

Mengutamakan Fokus pada pencapaian hasil


pencapaian hasil dan yang baik dan mendorong
13
mendorong kinerja kinerja pegawai untuk
pegawai mencapai tujuan bersama.

Mendorong adanya
Mendorong kesetaraan kesetaraan dalam
14
dalam pekerjaan kesempatan kerja tanpa
diskriminasi.

Berusaha untuk
meningkatkan kinerja sistem
Meningkatkan efektivitas
pemerintahan yang
sistem pemerintahan yang
15 berlandaskan prinsip
demokratis sebagai
demokrasi sebagai bagian
perangkat sistem karier
dari karier dan tugas
pegawai.

3. Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

Gambar 1-1 : Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

7 Internalisasi Kepatuhan DJP


Nilai-Nilai Kementerian Keuangan terdiri dari:

Tabel 1-3 : Nilai-Nilai Kementerian Keuangan

Integritas Profesionalisme Sinergi

Seluruh pegawai harus Seluruh pegawai harus Seluruh pegawai harus


berpikir, berkata, bekerja dengan tuntas dan berkomitmen untuk
berperilaku, dan akurat berdasarkan membangun dan
bertindak dengan baik kompetensi terbaik dan memastikan hubungan
dan benar serta selalu penuh tanggung jawab kerja sama internal yang
memegang teguh Kode serta komitmen yang tinggi; produktif serta kemitraan
Etik dan prinsip-prinsip yang harmonis dengan
moral. para pemangku
kepentingan, untuk
menghasilkan karya yang
bermanfaat dan berkualitas.

Pelayanan Kesempurnaan

Seluruh pegawai harus memberikan Seluruh pegawai harus senantiasa


pelayanan untuk memenuhi kepuasan melakukan upaya perbaikan dan
para pemangku kepentingan dan memberikan kinerja terbaiknya.
dilaksanakan dengan sepenuh hati,
transparan, cepat, akurat, dan aman.

8 Internalisasi Kepatuhan DJP


B. Butir Kode Etik dan Kode Perilaku
Pada Bab ini akan menjelaskan mengenai tujuan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai
serta Butir Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai DJP.

1. Tujuan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai


Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai dibangun berdasarkan pada Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan dan bertujuan untuk:
a. meningkatkan disiplin pegawai;
b. menjamin terpeliharanya ketertiban;
c. menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan iklim kerja yang kondusif; dan
d. menciptakan dan memelihara kontribusi kerja serta perilaku yang profesional.

2. Butir – Butir Kode Etik dan Kode Perilaku

a. Butir Dan Contoh Perbuatan Kode Etik Dan Kode Perilaku Nilai Integritas

Pada bagian ini, akan menjabarkan butir- butir implementasi dari nilai integritas
yang disertai contoh perilaku tiap butirnya untuk memudahkan pemahaman
terhadap setiap butirnya.

1) Menjunjung tinggi dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila


dan Undang-Undang Dasar 1945

Contoh perbuatan:
Sebagai petugas TPT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ABC, pegawai A selalu
memberikan pelayanan yang sama dan setara kepada seluruh Wajib Pajak
tanpa membedakan suku, ras, dan golongan.
Perbuatan A telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

2) Menjaga citra, harkat, dan martabat Kementerian Keuangan,


khususnya Direktorat Jenderal Pajak

Contoh perbuatan:
Pegawai Z adalah pegawai Kanwil DJP PQR yang memiliki hobi koleksi
barang mewah dan bergaul dengan teman-temannya dengan mengkonsumsi
minuman keras. Pegawai Z menggunakan kartu kredit karena penghasilannya
tidak mencukupi untuk memenuhi hobi dan gaya hidupnya. Debt collector
seringkali ke Kanwil DJP PQR untuk menagih keterlambatan pembayaran
kartu kreditnya.
Perbuatan pegawai Z tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

9 Internalisasi Kepatuhan DJP


3) Menjadi teladan dalam bersikap dan bertingkah lake
dengan menjunjung tinggi norma yang berlaku dalam
masyarakat serta Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah Kepala Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal pada
KPP LMN. A selalu melaksanakan tugasnya dengan baik, benar serta inovatif.
Sikap dan perbuatan pegawai A menjadi teladan bagi pelaksana pada
Subbagian Umum dan Kepatuhan Internal (SUKI) sehingga seluruh pegawai
pada KPP LMN sangat terbantu dengan dukungan yang baik dari SUKI dalam
melaksanakan pekerjaannya. Perbuatan A telah sesuai dengan Kode Etik
dan Kode Perilaku.

4) Menjadi panutan yang baik bagi masyarakat dalam


memenuhi kewajiban perpajakan dan kewajiban lainnya
sebagai Aparatur Sipil Negara

Contoh perbuatan:
Pegawai J adalah pegawai pada Kanwil DJP DEF. Pegawai J memiliki
keahlian menyanyi dan sering kali di hari Sabtu dan Minggu menjadi penyanyi
di acara pernikahan. Pegawai J memiliki istri, ibu K yang adalah seorang
penata rias. Antara pegawai dan istrinya tidak terdapat perjanjian pemisahan
harta dan ibu K tidak menjalankan kewajiban perpajakan sendiri. Pegawai J
selalu melaporkan penghasilannya sebagai pegawai DJP, penyanyi dan juga
penghasilan istrinya di dalam SPT Tahunan.
Perbuatan pegawai J telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

5) Memegang teguh sumpah jabatan Pegawai Negeri Sipil

Contoh perbuatan:
Pegawai C adalah pegawai pada Kanwil MNO. Pegawai C selalu datang dan
pulang sesuai dengan jam kerja yang ditetapkan serta memanfaatkan waktu
kerja sesuai ketentuan dengan sebaik-baiknya. Pegawai C adalah Pegawai
yang memiliki tingkat disiplin yang tinggi.
Perbuatan pegawai C telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

10 Internalisasi Kepatuhan DJP


6) Menghindari benturan kepentingan pribadi, kelompok,
maupun golongan

Contoh perbuatan:
Pegawai B adalah fungsional pemeriksa KPP Pratama XYZ yang ditugaskan
untuk memeriksa Wajib Pajak PT. CDE. Berdasarkan admistrasi perpajakan,
diketahui bahwa pemilik PT. CDE adalah ternyata kakak sepupu pegawai B.
Untuk menghindari benturan kepentingan dalam pelaksanaan pemeriksaan
PT. CDE, pegawai B meminta kepada Pimpinan Unit Kerja untuk dilakukan
perubahan susunan Tim Pemeriksa.
Perbuatan pegawai B telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

7) Menyampaikan kepada Wajib Pajak untuk tidak memberi


apapun, baik langsung maupun tidak langsung kepada
seluruh Pegawai pada saat mengawali sosialisasi,
konsultasi, pelayanan, dan pelaksanaan tugas lainnya

Contoh perbuatan:
Pegawai P adalah AR pada KPP LMN. Dalam setiap layanan konsultasi
ataupun sosialisasi kepada Wajib Pajak, pegawai P tidak pernah meminta
imbalan atau biaya. pegawai P juga selalu menyampaikan kepada Wajib
Pajak bahwa DJP tidak pernah meminta biaya ataupun imbalan kepada Wajib
Pajak dalam bentuk apapun, dan agar Wajib Pajak berhati-hati terhadap
pihak-pihak yang mengatasnamakan DJP yang meminta imbalan dalam
bentuk apapun terkait layanan perpajakan.
Perbuatan pegawai P telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

8) Bersikap netral dalam pemilihan calon Presiden dan


Wakil Presiden, Kepala Daerah dan Wakil Kepala
Daerah, serta Anggota Legislatif Pusat dan Daerah

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah seorang pegawai DJP. Pada saat masa Pemilu/ Pilkada
berlangsung, pegawai A selalu aktif ikut serta dalam kampanye salah satu
partai politik serta menyebarluaskan atribut partai politik di lingkungannya.
Perbuatan pegawai A tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

11 Internalisasi Kepatuhan DJP


9) Menggunakan media sosial secara bijak dan santun
serta memperhatikan ketentuan yang berlaku

Contoh perbuatan:
Pegawai L adalah pegawai pada KPP XYZ. Dalam menggunakan media
sosial pegawai L sering kali mengunggah berita maupun informasi yang belum
dapat dibuktikan kebenarannya sehingga dapat membentuk persepsi yang
tidak tepat.
Perbuatan pegawai L tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

10) Berbicara dan bertindak secara jujur, akuntabel,


transparan sesuai dengan fakta, kebenaran, dan
ketentuan yang berlaku

Contoh perbuatan:
Pegawai C adalah AR pada KPP KLM. Pegawai C menyampaikan Surat
Permintaan Penjelasan atas Data dan/atau Keterangan (SP2DK) kepada
Wajib Pajak dengan data yang tidak sesuai dengan data potensi yang
sebenarnya sebagai bahan negosiasi untuk mendapatkan keuntungan
pribadi.
Perbuatan pegawai C tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

11) Mewujudkan pola hidup sederhana sebagai bentuk empati


kepada masyarakat terutama kepada sesame Pegawai

Contoh perbuatan:
Pegawai Z adalah Kepala KPP OPQ. Dalam keseharian baik di kantor maupun
di luar kantor pegawai Z senantiasa menerapkan pola hidup sederhana yang
disesuaikan dengan kebutuhan serta tidak berlebihan.
Perbuatan pegawai Z telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

12 Internalisasi Kepatuhan DJP


12) Tidak meminta dan/atau menerima sponsorship dalam
bentuk apapun dari Wajib Pajak, rekanan, peserta
tender/lelang atau pihak lainnya terkait penyelenggaraan
kegiatan di dalam maupun di luar kantor

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah Kepala KPP ABC berencana akan mengadakan
perlombaan Pekan Olah Raga dan Seni (PORSENI) dalam rangka peringatan
Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Karena keterbatasan dana pihak
panitia, pegawai A menghubungi PT XYZ yang merupakan Wajib Pajak yang
terdaftar pada KPP ABC untuk menjadi sponsor untuk menyediakan hadiah
bagi para pemenang perlombaan tersebut.
Perbuatan pegawai A tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

13) Tidak mengikuti seminar di dalam negeri maupun di luar


negeri yang dibiayai oleh rekanan, peserta lelang atau
pihak lain yang berhubungan dengan pengadaan barang
dan jasa

Contoh perbuatan:
Pegawai G adalah pegawai pada Unit Eselon II KPDJP. Pegawai G
menghadiri seminar di luar negeri sehubungan dengan keahlian yang
dimilikinya dengan biaya perjalanan maupun akomodasi yang berasal dari
calon rekanan pengadaan barang/jasa di unit eselon II tersebut.
Perbuatan pegawai G tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

14) Tidak meminta, menerima dan/atau memberikan sesuatu


dalam bentuk uang, barang, dan/atau fasilitas dalam bentuk
apapun, baik langsung maupun tidak langsung dari atau
kepada Wajib Pajak/sesama Pegawai/pihak lainnya yang
patut diduga menimbulkan benturan kepentingan serta
bertentangan dengan ketentuan yang berlaku

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah pelaksana Bagian Mutasi dan Kepangkatan KPDJP yang
menangani masalah mutasi. Sehubungan dengan akan dilakukannya mutasi
pegawai, Pegawai A menghubungi pegawai B yang bertugas di KPP XYZ dan
menawarkan bantuan agar pegawai B dapat dimutasikan ke tempat yang
diinginkannya dengan meminta sejumlah imbalan. Pegawai B menyanggupi
permintaan pegawai A. Perbuatan A dan B tersebut melanggar Kode Etik dan
Kode Perilaku.

13 Internalisasi Kepatuhan DJP


15) Tidak melakukan kegiatan selayaknya Konsultan Pajak
dan/atau berpartisipasi dalam kegiatan pihak lain sebagai
Konsultan Pajak, serta menyarankan atau memberikan
isyarat kepada Wajib Pajak untuk menggunakan jasa
konsultan/pihak-pihak tertentu dalam pemenuhan
kewajiban perpajakan Wajib Pajak

Contoh perbuatan:
Pegawai D adalah pegawai pada KPP DEF. Karena keahliannya, pegawai D
melakukan kegiatan tax review, tax planning, dan sekaligus mengisi SPT
Tahunan PPh Badan terhadap Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP GHI
dengan menerima imbalan.
Perbuatan pegawai D tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

16) Tidak mengunggah, like dan/atau share konten yang


mengandung unsur hoaks, pornografi, radikalisme,
terorisme, pelecehan, diskriminasi, dukungan terhadap
lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT), isu suku,
agama, ras dan antar golongan (SARA), serta pandangan
politik melalui media sosial

Contoh perbuatan:
Pegawai D adalah pegawai KPP DEF. Sehubungan dengan isu peristiwa
kemanusiaan (pembantaian suatu etnis tertentu) yang terjadi di suatu tempat,
pegawai D menyebarluaskan berita maupun informasi yang isinya cenderung
menyudutkan suku maupun agama tertentu yang terlibat dalam peristiwa
tersebut.
Perbuatan pegawai D tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

17) Tidak menemui Wajib Pajak atau pihak lain yang berpotensi
menimbulkan benturan kepentingan di luar kantor atau di luar
lokasi usaha Wajib Pajak, kecuali karena penugasan

Pertemuan antara pegawai dan Prominent People wajib dilakukan di kantor


maupun di lokasi usaha Wajib Pajak. Dalam hal terdapat keperluan organisasi
yang tidak dapat dihindari dan keterbatasan Wajib Pajak untuk hadir di kantor
pajak atau lokasi usaha Wajib Pajak, maka khusus Kepala Unit Kerja dapat
menemui Prominent People (seperti Wajib Pajak Besar/Orang
Terpandang/Tokoh Masyarakat/Pembuat Keputusan) di luar kantor maupun
di luar lokasi usaha Prominent People atas persetujuan atasan dan didampingi
oleh atasan/rekan sejawat serta melaporkan secara tertulis kepada atasan.

14 Internalisasi Kepatuhan DJP


Contoh "keperluan organisasi yang tidak dapat dihindari" antara lain
sebagai berikut:
1. Kepala Unit Kerja menyampaikan Surat Pemberitahuan Hasil
Pemeriksaan kepada Wajib Pajak yang sedang menjalani masa
hukuman di lembaga permasyarakatan;
2. Juru Sita menyampaikan Surat Perintah Penyanderaan kepada
Penanggung Pajak yang sedang berada di kafe hotel.
Yang dimaksud dengan "keterbatasan Wajib Pajak" adalah kondisi
sebagai berikut:
1. Prominent People tidak memungkinkan untuk hadir di kantor.atau di
lokasi usaha untuk bertemu dengan petugas pajak. Contoh: Prominent
People sedang menjalani penahanan atau menjalani rawat inap karena
sakit;
2. Prominent People dalam kondisi tertentu Contoh: Prominent People
seorang Pejabat tinggi Negara, menghadapi keterbatasan jarak dan
waktu, kondisi keamanan.

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah Kepala Kantor pada KPP DEF. Dalam rangka edukasi
kewajiban perpajakan, pegawai A bersama Kepala Bidang P2Humas Kanwil
DJP KLM bertemu di tempat tertentu (tempat yang dipandang pantas secara
etika dan moral yang berlaku di masyarakat) dengan Wajib Pajak yang juga
merupakan pengusaha terkemuka atas permintaan dari Wajib Pajak. Sebelum
memenuhi permintaan untuk bertemu, pegawai A terlebih dahulu meminta
persetujuan dari Kepala Kanwil DJP KLM dan setelah pertemuan tersebut,
pegawai A melaporkan kegiatan secara tertulis kepada Kepala Kanwil DJP
KLM.
Perbuatan pegawai A tersebut sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

18) Tidak membicarakan terkait kerahasiaan jabatan atau


pekerjaan yang berpotensi menimbulkan benturan
kepentingan

Contoh perbuatan:
Pegawai B adalah pejabat eselon II di Kanwil DJP. Suatu waktu pegawai B
menghadiri reuni alumnus Fakultas Ekonomi universitas DEF di restoran
ternama. Selama acara reuni, pegawai B tidak membicarakan hal-hal yang
berhubungan dengan kerahasiaan jabatan atau pekerjaannya.
Perbuatan pegawai B tersebut sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

15 Internalisasi Kepatuhan DJP


Catatan:
Sesuai dengan Pasal 34 ayat (1) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983
tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, bahwa setiap pejabat
dilarang memberitahukan kepada pihak lain segala sesuatu yang diketahui
atau diberitahukan kepadanya oleh Wajib Pajak dalam rangka jabatan atau
pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan.

19) Tidak bertindak dan/atau mengajak orang lain melakukan


perbuatan sewenang-wenang, melakukan hinaan, caci
maki, perundungan (bullying), ancaman kekerasan atau
pelecehan dalam bentuk apapun terhadap sesama
Pegawai/Wajib Pajak/atau pihak lain

Contoh perbuatan:
Pegawai K adalah Kepala Kantor KPP ABC. Pada saat rapat pembinaan,
pegawai K kecewa dan marah sambil mengucapkan cacian dan hinaan
kepada Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi karena laporan realisasi
penerimaan extra effort tidak sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Perbuatan pegawai K tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

20) Tidak melakukan kekerasan secara fisik maupun psikis


terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya

Contoh perbuatan:
Pegawai T adalah pegawai pada KPP JKL. Suatu waktu sepulang dari kantor
pegawai T mendapatkan laporan dari istrinya bahwa putranya berkelahi di
sekolah sehingga sekolah memberikan surat panggilan kepada orang tua.
Karena merasa marah dan malu maka pegawai T memukuli puteranya
hingga mengakibatkan luka-luka.
Perbuatan pegawai T tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

21) Tidak melakukan perbuatan yang melanggar norma


kesopanan dan norma kesusilaan yang dapat menurunkan
citra Pegawai dan/ atau organisasi

Contoh perbuatan:
Pegawai R adalah pegawai wanita pada KPP LMN yang sering kali masuk
bekerja dengan menggunakan pakaian terbuka yang secara moral
dipandang tidak pantas.
Perbuatan pegawai R tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

16 Internalisasi Kepatuhan DJP


22) Tidak memasuki tempat yang dipandang tidak pantas
secara etika dan moral yang berlaku di masyarakat, seperti
tempat prostitusi dan perjudian, kecuali karena penugasan

Contoh perbuatan:
Pegawai Y adalah seorang pegawai pada Direktorat STU. Y sering
mengunjungi tempat perjudian, tidak hanya itu, pegawai Y juga kerap
mengkonsumsi minuman beralkohol secara berlebihan hingga mabuk dan
membuat keributan di lingkungan tempat tinggalnya. Perbuatan pegawai Y
tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

23) Tidak bersikap, berucap, dan berperilaku yang tidak sesuai


dengan identitas seksual dan gender yang bersangkutan

Contoh perbuatan:
Pegawai F adalah seorang pegawai yang diketahui sesuai identitas resmi
adalah laki-laki di KPP OPQ. Dalam keseharian, gaya bahasa, perilaku,
dan/atau cara berpakaian pegawai F menyerupai wanita.
Perbuatan pegawai F tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

24) Tidak melakukan perbuatan yang mengarah pada tindakan


melanggar kesusilaan dengan lawan jenis atau sesama
jenis kelamin

Contoh perbuatan:
Pegawai G adalah seorang pegawai DJP yang memiliki pasangan hidup
sesama jenis kelamin. Pegawai G mempengaruhi rekan kerjanya bergabung
dalam komunitas penyuka sesama jenis.
Perbuatan pegawai G tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

17 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Butir Dan Contoh Perbuatan Kode Etik Dan Kode Perilaku Nilai
Profesionalisme

Pada bagian ini, akan menjabarkan butir-butir implementasi dari nilai


profesionalisme yang disertai contoh perilaku tiap butirnya untuk memudahkan
pemahaman terhadap setiap butirnya.

1) Mengutamakan kepentingan bangsa dan organisasi di


atas kepentingan pribadi

Contoh perbuatan:
Pegawai S adalah Kepala KPP Pratama KLM. Pegawai S menyampaikan
permohonan izin tidak berada di tempat untuk mengurus perpanjangan Surat
Izin Mengemudi di Kantor Polisi setempat. Pada saat pegawai S sudah berada
di lokasi, sekretaris pegawai S mengabarkan bahwa ada panggilan dari
Kepala Kanwil untuk membahas permasalahan yang mendesak. Sebagai
bentuk kesadaran akan kebutuhan organisasi, pegawai S menghadiri
panggilan dan menunda keperluan pribadinya tersebut. Perbuatan pegawai S
telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

2) Melaksanakan tugas sesuai dengan standar operasional


prosedur dan kewenangan jabatan

Contoh perbuatan:
Pegawai B adalah Penelaah Keberatan pada Kanwil DJP GHI. Dalam
menyelesaikan proses permohonan keberatan, pegawai B senantiasa meneliti
dan menelaah setiap dokumen yang terkait dengan permohonan keberatan
Wajib Pajak sesuai dengan SOP dan kewenangan jabatannya sehingga hasil
keputusan sesuai dengan bukti dan/atau fakta.
Perbuatan pegawai B tersebut sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

3) Menyelesaikan tugas atau pekerjaan secara


bertanggung jawab hingga tuntas

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah pegawai pada Kantor Penyuluhan, Pelayanan, dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP) BCD. Kepala KP2KP BCD menugaskan
pegawai A untuk memberikan sosialisasi tentang ketentuan perpajakan
terbaru di desa GQ yang hares ditempuh 10 jam perjalanan darat dan sungai.

18 Internalisasi Kepatuhan DJP


Sehubungan penugasan tersebut, pegawai A mempersiapkan materi
sosialisasi ketentuan tersebut dengan baik dan menjalankan tugas dengan
bertanggung jawab hingga tuntas.
Perbuatan pegawai A telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

4) Melaksanakan tahapan pengelolaan kinerja serta


menyusun/ melaporkan sasaran/ capaian kinerja
Pegawai secara jujur, objektif, terukur, akuntabel,
partisipatif dan transparan

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah Kepala KPP DEF. Pada saat memberikan penilaian
perilaku dan kinerja pegawai pada KPP DEF, pegawai A mempertimbangkan
secara objektif kinerja dan perilaku bawahannya dalam pelaksanaan
pekerjaan sehari-hari, dengan mempertimbangkan capaian kinerja sesuai
dengan dokumen pendukung yang relevan.
Perbuatan pegawai A tersebut sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

5) Bekerja secara optimal dengan kompetensi terbaik


untuk menyelesaikan tugas atau pekerjaan

Contoh perbuatan:
Pegawai C adalah Juru Sita pada KPP MNO. Pegawai C ditugaskan untuk
menyampaikan Surat Paksa (SP) kepada Wajib Pajak. Sebelum
melaksanakan tugas tersebut, pegawai C senantiasa memastikan prosedur
penyampaian SP sesuai dengan peraturan perundang-undangan,
memperhatikan kondisi lingkungan tempat kedudukan atau tempat tinggal
Wajib Pajak, karakter Wajib Pajak, serta mempersiapkan langkah-langkah
antisipatif apabila terjadi situasi yang tidak kondusif sehingga SP dapat
tersampaikan dengan baik kepada Wajib Pajak.
Perbuatan pegawai C telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

6) Bersikap disiplin dalam pemanfaatan waktu kerja

Contoh perbuatan:
Pegawai F adalah pegawai pada KPP ABC. Pegawai F senantiasa
mempergunakan waktu kerja dengan efektif, efisien dan tepat waktu dalam
menyelesaikan tugasnya.
Perbuatan pegawai F telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

19 Internalisasi Kepatuhan DJP


7) Berani mengakui kesalahan dan bertanggung jawab atas
pelaksanaan tugasnya

Contoh perbuatan:
Pegawai R adalah pegawai di KPP CDE. Pegawai R ditugaskan oleh
Pimpinan Unit Kerja untuk menyampaikan SP2DK kepada Wajib Pajak. Dalam
perjalanan pulang, pegawai R mampir ke suatu pusat perbelanjaan untuk
menghabiskan waktu jam kerja. Atas penggunaan waktu kerja yang
digunakan oleh pegawai R untuk kepentingan pribadi berada di mall, pegawai
R ditegur oleh atasannya dan R berani mengakui dan menerima sanksi atas
kesalahannya.
Perbuatan pegawai R telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

8) Bersikap, berpenampilan dan bertutur kata secara sopan

Contoh perbuatan:
Pegawai H adalah pegawai Direktorat KLM. Dalam melakukan sosialisasi, H
memiliki tugas pokok untuk melakukan sosialisasi ketentuan perpajakan
kepada unit vertikal di lingkungan DJP. Pada saat melaksanakan tugas,
pegawai H senantiasa memastikan ucapan dan sikapnya selaras dengan
norma kesopanan. Perbuatan pegawai H telah sesuai dengan Kode Etik dan
Kode Perilaku.

9) Membangun komunikasi yang baik secara lisan


maupun tertulis kepada stakeholder dan atasan/rekan
sejawat/bawahan untuk mendukung tercapainya tujuan
organisasi

Contoh perbuatan:
Pegawai D adalah AR di KPP DEF. Pegawai D dalam melakukan himbauan
kepada wajib pajak, selalu disertai dengan ancaman sanksi pidana atau
dengan mengancam dengan sanksi yang tidak sesuai dengan ketentuan dan
tidak melakukan edukasi kepada Wajib Pajak.
Perbuatan pegawai D tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

20 Internalisasi Kepatuhan DJP


10) Menjaga kebersihan, keamanan, kenyamanan ruang kerja,
termasuk tidak merokok di luar area merokok yang telah
disediakan

Contoh perbuatan:
Pegawai W adalah pegawai pada KPP BCD. Di lingkungan tempat kerjanya,
pegawai W selalu menjaga kebersihan dan kerapian meja kerjanya dengan
cara merapikan dan mengarsipkan berkas-berkas di atas mejanya dengan
baik dan membuang sampah yang ada di sekitar ruang kerja ke tempat
sampah.
Perbuatan pegawai W telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

11) Berpenampilan, berpakaian, dan memakai sepatu kerja


sesuai dengan ketentuan dan standar etika yang berlaku

Contoh perbuatan:
Pegawai P adalah pegawai Direktorat PQR. Pegawai P diberikan tugas
khusus bersama dua rekan kerja lainnya untuk melakukan pengumpulan
bahan dan keterangan atas pengaduan terhadap pegawai A di KPP XYZ dan
menggunakan pakaian sesuai kebutuhan di lapangan. Dalam pelaksanaan
tugas khusus, pegawai diberikan pengecualian untuk mengenakan pakaian
tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Perbuatan pegawai P telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

12) Mengenakan tanda pengenal pada saat melaksanakan


tugas sesuai peruntukannya

Contoh perbuatan:
Pegawai I selaku Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Kanwil GHI seringkali
meletakkan tanda pengenal penyidik di kendaraannya dengan maksud untuk
menghindari operasi lalu lintas di jalan raya.
Perbuatan pegawai I tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

21 Internalisasi Kepatuhan DJP


13) Tidak mengijinkan pihak yang tidak berkepentingan berada
dalam ruangan kerja

Contoh perbuatan:
Pegawai M adalah pegawai pada KPP ABC. Suatu saat, pegawai M melihat
seseorang yang bukan merupakan pegawai/pramubakti akan memasuki
gudang berkas pelayanan, pegawai M segera menghampiri untuk
menanyakan keperluan demi menjaga kerahasiaan atau kebocoran atas
dokumen yang berada di ruang berkas dari orang yang tidak berhak dan
meminta yang bersangkutan untuk meninggalkan ruangan.
Perbuatan pegawai M telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Catatan:
Pegawai M memiliki tanggung jawab dan komitmen yang tinggi terhadap
lingkungan kerjanya.

14) Tidak menyalahgunakan data, dokumen, dan/atau informasi


yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak yang bersifat rahasia

Contoh perbuatan:
Pegawai Z adalah seorang AR pada Kanwil DJP IJK. Dalam melaksanakan
tugasnya, pegawai Z memberikan data WP A yang dikelolanya kepada WP B
sebagai pesaing dari WP A.
Perbuatan pegawai Z tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

15) Tidak merespon kritik dan saran secara negatif

Contoh perbuatan:
Dalam suatu rapat di KPP DEF yang dipimpin oleh Kepala Kantor, pegawai K
yang merupakan Kepala Seksi menyampaikan masukan atas inkonsistensi
atas pelaksanaan action plan agar tidak terulang pada tahun berjalan. Atas
masukan kritik tersebut, Kepala Kantor marah dengan cara melontarkan
ucapan yang tidak sopan kepada pegawai K.
Perbuatan Kepala Kantor tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

22 Internalisasi Kepatuhan DJP


c. Butir Dan Contoh Perbuatan Kode Etik Dan Kode Perilaku Nilai Sinergi

Pada bagian ini, akan menjabarkan butir- butir implementasi dari nilai sinergi yang
disertai contoh perilaku tiap butirnya untuk memudahkan pemahaman terhadap
setiap butirnya.

1) Mengakui persamaan derajat, hak, dan kewajiban setiap


manusia serta mengembangkan sikap tenggang rasa antar
sesama manusia.

Contoh perbuatan:
Pegawai L adalah pegawai pada KPP HIJ. Suatu saat pegawai M yang
merupakan rekan kerja pegawai L menderita luka akibat kecelakaan sehingga
memerlukan biaya pengobatan yang besar. Mengetahui hal tersebut pegawai
L berinisiatif untuk membantu pegawai M dengan memberikan sejumlah uang
sebagai bantuan pengobatan, serta mengajak rekan kerja lain untuk turut
serta meringankan biaya pengobatan pegawai M.
Perbuatan L telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

2) Menghormati dan menghargai perbedaan latar belakang,


ras, warna kulit, agama, asal-usul, jenis kelamin, status
pernikahan, umur atau kondisi kecacatan

Contoh perbuatan:
Pegawai K adalah Anggota Baperjakat pada Direktorat KLM. Pegawai K dan
anggota Baperjakat lainnya dalam menentukan promosi dan mutasi pegawai,
selalu didasarkan pada integritas, kinerja, profesionalisme, dan kompetensi
para pegawai yang dimutasi atau promosi tanpa membedakan jenis kelamin,
Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan.
Perbuatan pegawai K telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

3) Bersikap kooperatif dengan unit kerja lain yang terkait


dalam pelaksanaan tugas

Contoh perbuatan:
Pegawai Q adalah pegawai pada KPP GHI. Pegawai Q ditugaskan membantu
pegawai C yang merupakan pegawai Direktorat KLM yang sedang
melaksanakan rekonsiliasi Barang Milik Negara pada KPP GHI. Pegawai Q
senantiasa membantu pegawai C dengan menyediakan data Barang Milik
Negara dan memberikan penjelasan yang dibutuhkan dengan baik.
Perbuatan pegawai Q telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

23 Internalisasi Kepatuhan DJP


4) Menghargai masukan, pendapat, dan gagasan orang lain

Contoh perbuatan:
Pegawai K adalah Kepala Kantor KPP ABC. Dalam menentukan rencana
kerja, K selalu memberikan kesempatan kepada para Kepala Seksi, Kepala
Subbagian Umum atau Supervisor untuk memberikan masukan atas program
yang akan dilakukan.
Perbuatan pegawai K telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

5) Menjaga komitmen terhadap keputusan bersama dan


implementasinya

Contoh perbuatan:
Pegawai F adalah pelaksana di KPP TRE, pegawai F berkomitmen untuk
melaksanakan seluruh hasil pembahasan program kerja yang telah
diputuskan bersama dalam rapat pembinaan walaupun pegawai F tidak hadir
dalam rapat tersebut.
Perbuatan pegawai F telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

6) Bersedia berbagi solusi, informasi dan/atau data sesuai


kewenangan untuk menyelesaikan masalah yang terkait
dengan pekerjaan

Contoh perbuatan:
Pegawai W adalah Pelaksana yang baru saja diangkat menjadi Account
Representative (AR) pada KPP KLM, dalam masa adaptasi dengan tugas
pokok dan fungsi pada jabatan yang baru, pegawai W mengalami kesulitan
dalam memahami beberapa SOP. Mengetahui kesulitan tersebut, pegawai K
yang merupakan atasan pegawai W menyusun kegiatan transfer of knowledge
dari AR senior untuk pegawai W dan para AR baru.
Perbuatan pegawai K telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

24 Internalisasi Kepatuhan DJP


7) Memberikan kesempatan untuk menunaikan ibadah
ketika rapat kerja atau tugas kedinasan sedang
berlangsung

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah Kepala KPP ABC. Dalam setiap kegiatan rapat atau
lainnya, pegawai A selalu memberikan kesempatan kepada para anggota
rapat untuk menunaikan ibadah sesuai dengan waktunya.
Perbuatan A telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

8) Melaksanakan kegiatan terkait tugas atau jabatannya


dengan izin atau sepengetahuan atasan

Contoh perbuatan:
Pegawai K adalah pegawai pada Bidang P2Humas Kanwil DJP TUV. Pegawai
K memiliki keahlian dalam desain grafis dan bertugas membuat desain brosur,
pamflet, spanduk dan hal lain untuk keperluan penyuluhan dan kehumasan.
Pada suatu waktu pegawai K mendapatkan surat panggilan dari Direktorat
JKL untuk membuat desain grafis spanduk Sosialisasi SPT Tahunan Orang
Pribadi. Untuk melaksanakan tugas tersebut, pegawai K meminta izin kepada
atasannya. Perbuatan pegawai K telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode
Perilaku.

9) Tidak memecah belah persatuan dan kesatuan Bangsa

Contoh perbuatan:
Pegawai D adalah pegawai pada Kanwil DJP MNO. Pada saat pemilihan
kepala daerah, terjadi konflik internal yang terjadi di antara pegawai Kanwil
DJP MNO terkait pilihan calon kepala daerah. Pegawai D selalu netral dan
berusaha mendamaikan konflik.
Perbuatan pegawai D telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

25 Internalisasi Kepatuhan DJP


10) Tidak menyebarkan informasi yang dapat menimbulkan
rasa kebencian dan/atau permusuhan

Contoh perbuatan:
Pegawai B adalah pegawai KPP RST. Pegawai B mengetahui aib masa lalu
pegawai K yang merupakan rekan seseksinya dan menceritakan hal tersebut
kepada rekan lainnya dikantor.
Perbuatan B tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

d. Butir Dan Contoh Perbuatan Kode Etik Dan Kode Perilaku Nilai Pelayanan

Pada bagian ini, akan menjabarkan butir- butir implementasi dari nilai pelayanan
yang disertai contoh perilaku tiap butirnya untuk memudahkan pemahaman
terhadap setiap butirnya.

1) Menunjukkan kepedulian, ramah, dan santun dalam


memberikan pelayanan kepada sesama Pegawai/Wajib
Pajak/ pihak lain/masyarakat.

Contoh perbuatan:
Pegawai L adalah pegawai pada KPP KLM, saat bertugas apabila melihat
Wajib Pajak membutuhkan fasilitas tertentu seperti ruang laktasi ataupun kursi
roda, pegawai L segera menginformasikan lokasi ruang laktasi atau meminta
petugas keamanan untuk menyediakan kursi roda bagi Wajib Pajak tersebut.
Perbuatan pegawai L telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

2) Memberikan pelayanan sesuai kompetensi dan dalam hal


terdapat permasalahan, bekerja sama dengan pihak-pihak
terkait dalam penyelesaian permasalahan

Contoh perbuatan:
Pegawai P adalah pegawai pada Direktorat OPQ. Dalam memberikan
pelayanan kepada unit vertikal DJP, pegawai P senantiasa memastikan
kebutuhan asistensi yang disampaikan dapat segera terakomodir serta
menginformasikan dasar hukum/latar belakang dari setiap materi
bimbingan/asistensi yang diberikan. Dalam hal pegawai P tidak menguasai
permasalahan yang didiskusikan, P akan melibatkan pihak lain yang
kompeten.
Perbuatan pegawai P telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

26 Internalisasi Kepatuhan DJP


3) Meminta persetujuan atasan saat menerima pihak lain yang
tidak terkait dengan pekerjaan di lingkungan kantor,
sepanjang tidak mengganggu pekerjaan atau layanan

Contoh perbuatan:
Pegawai B adalah petugas TPT pada KPP HIJ, pada pukul 16.00 pegawai B
menemui kerabatnya yang berkunjung ke kantor. Dalam hal ini, pegawai B
wajib memberitahukan maksud kedatangan dan meminta persetujuan dari
atasan langsungnya untuk dapat menemui kerabat tersebut.
Perbuatan pegawai B telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

4) Tidak bersikap diskriminatif dan tidak adil dalam


memberikan pelayanan

Contoh perbuatan:
Pegawai R adalah pejabat yang menangani penetapan mutasi pegawai di
lingkungan DJP. Pegawai R memasukkan nama pegawai Z yang merupakan
sepupunya ke dalam usulan mutasi dari KPP Pratama ABC ke KPP Madya
DEF dengan harapan karier dari saudara sepupunya tersebut lebih cemerlang
tanpa memperhatikan kinerja pegawai Z di KPP Pratama ABC.
Perbuatan pegawai R tersebut melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

e. Butir Dan Contoh Perbuatan Kode Etik Dan Kode Perilaku Nilai
Kesempurnaan

Pada bagian ini, akan menjabarkan butir- butir implementasi dari nilai
kesempurnaan yang disertai contoh perilaku tiap butirnya untuk memudahkan
pemahaman terhadap setiap butirnya.

1) Berupaya menjaga dan melakukan implementasi atas


keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa,
serta menghormati agama dan kepercayaan orang lain.

Contoh perbuatan:
Pegawai O adalah Kepala Kantor Pelayanan Pajak GHI, dalam setiap
rapat/kegiatan, pegawai O senantiasa mengajak berdoa seluruh pegawai
untuk mengawali rapat/kegiatan sesuai dengan agama dan kepercayaan
masing-masing agar seluruh kegiatan dapat terlaksana dengan baik.
Perbuatan pegawai O telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

27 Internalisasi Kepatuhan DJP


2) Terbuka terhadap usulan perbaikan

Contoh perbuatan:
Pegawai L adalah Kepala KPP GHI. KPP GHI merupakan kantor yang paling
banyak dikunjungi untuk permintaan NPWP sehingga dari mulai pukul 05.00
pagi, para pendaftar sudah mulai berdatangan tanpa diketahui urutan
kedatangan. Pegawai K selaku Kepala Seksi Pelayanan berinisiatif membuat
dan mengusulkan kepada pegawai L sistem penomoran antrian yang
transparan sehingga Wajib Pajak yang hadir terlebih dahulu mendapatkan hak
sesuai dengan urutan kehadiran dan pegawai L menyetujui penggunaan
sistem penomoran antrian tersebut.
Perbuatan pegawai L telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

3) Berinisiatif untuk meningkatkan kualitas pengetahuan,


kemampuan, dan keterampilan dengan membuka
wawasan akan pengetahuan yang baru.

Contoh perbuatan:
Pegawai A adalah pegawai pada KP2KP BCD. Kepala KP2KP BCD
menugaskan pegawai A untuk memberikan sosialisasi tentang ketentuan
perpajakan terbaru kepada sekelompok Wajib Pajak. Sehubungan penugasan
tersebut, pegawai A mempelajari ketentuan tersebut dan mempersiapkan
materi sosialisasi sehingga kegiatan sosialisasi dapat berlangsung dengan
baik. Perbuatan pegawai A telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

4) Berupaya melaksanakan pekerjaan dengan kinerja


dan/atau layanan yang terbaik

Contoh perbuatan:
Pegawai K adalah Account Representative (AR) pada KPP MNO. Dalam
melaksanakan tugasnya, pegawai K senantiasa berupaya untuk mencapai
target penerimaan yang optimal dan memberikan pelayanan terbaik kepada
Wajib Pajak. Tidak hanya itu, pegawai K juga senantiasa mengimbau dan
mengedukasi Wajib Pajak sehingga Wajib Pajak secara sukarela
melaksanakan kewajiban perpajakannya. Perbuatan pegawai K telah sesuai
dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

28 Internalisasi Kepatuhan DJP


5) Tidak mempengaruhi dan memaksakan suatu agama,
kepercayaan, ajaran, dan pikiran yang ia yakini kepada
orang lain dan/atau institusi

Contoh perbuatan:
Pegawai P adalah Pegawai pada KPP LMN yang memiliki pandangan tertentu
atas cara ibadah dari agama, kepercayaan, ajaran, dan pikiran yang ia yakini
dan berbeda dengan ajaran pada umumnya. Pada saat melaksanakan ibadah
pegawai P memaksakan pegawai lain untuk mengikuti cara ibadah yang ia
yakini tersebut.
Perbuatan pegawai P telah melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku.

6) Tidak menghalangi kreativitas/gagasan/pendapat yang


bernilai tambah bagi kemajuan organisasi

Contoh perbuatan:
Pegawai J adalah Kepala Kantor pada KPP TUV. Pegawai J senantiasa
mengapresiasi dan memberikan dukungan atas kreativitas yang dilakukan
oleh pegawai di lingkungannya. Dalam setiap pelaksanaan rapat, pegawai J
juga tidak segan untuk menenma gagasan dan pendapat dari pegawai lainnya
sepanjang hal tersebut tidak melanggar ketentuan dan bernilai tambah bagi
organisasi.
Perbuatan pegawai J telah sesuai dengan Kode Etik dan Kode Perilaku.

7) Tidak menghalangi upaya inovasi yang selaras


dengan peraturan perundang-undangan

Contoh perbuatan: Pegawai L adalah pelaksana pada KPP VWX. Pegawai L


memiliki inovasi untuk membuat aplikasi perpajakan yang dapat memudahkan
pegawai dalam pelaksanaan tugas dan dapat mempercepat layanan kepada
Wajib Pajak. Pegawai L menyampaikan inovasi tersebut kepada atasan
langsung. Namun tanpa melakukan upaya konfirmasi kepada Direktorat
terkait atas usulan inovasi tersebut, atasan langsung pegawai L menolak
untuk menggunakan aplikasi yang telah dibuat pegawai L dengan alasan tidak
mendapat ijin dari Direktorat terkait. Perbuatan L telah sesuai dengan Kode
Etik dan Kode.

29 Internalisasi Kepatuhan DJP


C. Pencegahan dan Dugaan Terjadinya Pelanggaran

1. Pencegahan
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai,
penting bagi seluruh pimpinan unit kerja untuk mengambil langkah-langkah proaktif.
Pertama-tama, mereka perlu memastikan bahwa UKI diberdayakan dengan baik.
Selain itu, koordinasi dengan unit kerja Eselon II yang berperan sebagai UKI pada DJP
menjadi esensial dalam menjalankan pengawasan internal secara efektif. Selanjutnya,
penting bagi pimpinan unit kerja untuk memastikan bahwa Nilai-Nilai Kementerian
Keuangan dan semua ketentuan terkait penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku telah
diinternalisasi dengan baik oleh pegawai di lingkungan kerjanya. Hal ini akan
memastikan bahwa setiap pegawai memahami dan menerapkan Nilai-Nilai
Kementerian Keuangan dan ketentuan terkait penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku.
Di samping itu, atasan langsung memiliki peran yang sangat penting dalam mencegah
pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai. Mereka diharapkan untuk
memberikan pemahaman yang jelas, menunjukkan keteladanan dalam berperilaku
sesuai dengan standar yang ditetapkan, serta melakukan pengawasan dan pembinaan
secara rutin terhadap bawahannya.

2. Dugaan Terjadinya Pelanggaran


Dalam penjelasan Pasal 9 ayat (1) Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-
22/PJ/2019 dugaan terjadinya pelanggaran kode etik dan kode perilaku dapat diperoleh
dari Pengaduan dan/atau Temuan dengan penjelasan sebagai berikut:

a. Pengaduan
Pengaduan adalah pemberitahuan yang disertai bukti/keterangan dan permintaan
oleh pihak yang berkepentingan untuk dilakukan pemeriksaan dan/atau penelitian
terhadap Pegawai yang diduga telah melakukan Pelanggaran Kode Etik dan Kode
Perilaku Pegawai.
1) Sumber pengaduan berasal dari:
a) Pengaduan yang berasal dari pegawai; dan/atau
b) Pengaduan yang berasal dari masyarakat.
2) Pengaduan disampaikan melalui:
a) Secara langsung, pengaduan disampaikan melalui HelpDesk Direktorat
Kepatuhan Internal dan Transformasi Sumber Daya Aparatur (KITSDA)
dengan cara Pelapor bertatap muka langsung dengan petugas penerima
laporan.
b) Secara tidak langsung, pengaduan dapat dilakukan melalui saluran
pengaduan DJP sebagai berikut:
1. Saluran telepon (021) 52970777
2. Kring Pajak 1500 200

30 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Email kode.etik@pajak.go.id
4. Email pengaduan@pajak.go.id
5. SIKKA masing-masing pegawai
6. Surat tertulis yang ditujukan kepada:
a. Direktur Jenderal Pajak;
b. Direktur KITSDA;
c. Pimpinan Unit Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.
3) Informasi dalam Pengaduan paling sedikit memuat:
a) waktu dan tempat kejadian
b) bukti dan/atau keterangan saksi
c) identitas pelapor dan terlapor

b. Temuan
Temuan adalah sekumpulan data dan/atau informasi terkait dugaan Pelanggaran
Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai yang diperoleh dari hasil
pengawasan/monitoring yang dilakukan oleh:
1) Atasan terlapor
2) Unit Kepatuhan Internal (UKI) dan/atau
3) Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP)

D. Penegakan Kode Etik dan Kode Perilaku


Bab V Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-22/PJ/2019 menjelaskan tata cara
penegakan atas dugaan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku yang dilakukan oleh
pegawai melalui 2 (dua) mekanisme, yaitu penegakan melalui atasan langsung dan
penegakan oleh Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku.

1. Penegakan oleh Atasan Langsung


Atasan langsung terlapor yang mengetahui dugaan telah terjadi Pelanggaran Kode Etik
dan Kode Perilaku wajib melakukan penelitian atas Temuan dan/atau Pengaduan
dengan menjaga kerahasiaan identitas Pelapor.
Langkah-Langkah atasan langsung dalam melakukan penelitian sebagaimana yang
diatur pada Pasal 10 PER-22/PJ/20219 adalah sebagai berikut:
a. Melakukan Identifikasi Dugaan Pelanggaran
Atasan langsung terlapor melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran secara
mandiri, atau dapat didampingi oleh UKI untuk mengidentifikasi dugaan
pelanggaran. Apabila hasil identifikasi merupakan pelanggaran disiplin, maka
diproses sesuai dengan ketentuan penegakan disiplin yang berlaku.

31 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Meminta Keterangan, klarifikasi, tanggapan dan/atau pembelaan diri dari
terlapor disertai dengan bukti atas dugaan Pelanggaran
Dalam melakukan penelitian, harus disertai bukti/keterangan yang memadai.
Bukti/keterangan yang memadai adalah bukti awal untuk menduga adanya
pelanggaran kode etik dan kode perilaku, yang sekurang-kurangnya memuat satu
alat bukti berupa surat/tulisan, keterangan ahli, keterangan saksi, pengakuan
terlapor.
c. Melakukan Penelitian dan Menyampaikan Hasil Penelitian atas Dugaan
Pelanggaran
Atas keterangan, klarifikasi, tanggapan dan/atau pembelaan diri dari terlapor,
atasan langsung terlapor melakukan penelitian atas bukti tersebut. Apabila atasan
langsung terlapor menemukan bahwa dugaan pelanggaran kode etik dan kode
perilaku tidak didukung dengan bukti yang memadai, maka atasan langsung
harus menghentikan penelitian dan menuangkannya pada Laporan Hasil
Penelitian.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh atasan langsung disusun dalam Laporan Hasil
Penelitian paling sedikit memuat:
1) identitas pelapor dan terlapor;
2) kronologis kejadian;
3) analisis; dan
4) simpulan dan rekomendasi
Dalam hal atasan langsung terlapor menemukan bahwa dugaan pelanggaran kode
etik dan kode perilaku terdapat bukti yang memadai, atasan langsung melakukan
identifikasi atas unsur-unsur kumulatif untuk menentukan langkah selanjutnya.

Unsur-unsur Kumulatif antara lain:


1) kesengajaan/berencana dan tanpa paksaan;
2) pengulangan, kecuali untuk dugaan pelanggaran yang mengandung unsur
suku, agama, ras dan antargolongan, serta tindakan asusila; dan
3) berdampak terhadap kinerja, citra, dan/atau merugikan Direktorat Jenderal
Pajak, Kementerian Keuangan, Pemerintah; dan/atau Negara.

Atas penelitian yang didukung dengan bukti yang memadai dan mengandung
unsur kumulatif, maka atasan langsung terlapor wajib meneruskan secara hierarki
kepada Pejabat yang Berwenang untuk dilakukan PEMBENTUKAN MAJELIS
KODE ETIK DAN KODE PERILAKU yang dituangkan dalam Laporan Hasil
Penelitian.

32 Internalisasi Kepatuhan DJP


Jika penelitian didukung dengan bukti yang memadai, namun TIDAK
mengandung unsur, maka:
1) jika dugaan pelanggaran terbukti, maka atasan langsung melakukan Dialog
Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku serta menyampaikan Berita Acara
Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku.
2) jika dugaan pelanggaran tidak terbukti, maka atasan langsung
menyampaikan pernyataan tidak bersalah, serta menerbitkan surat
pernyataan tidak bersalah bagi terlapor.

Gambar 1-2 : Proses Penegakan Dugaan Pelanggaran Disiplin oleh atasan langsung

33 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tabel 1-4 : Skema dan Jangka Waktu Penyelesaian Penegakan oleh Atasan
Langsung

Jenis Tindakan
Skema
No yang dilakukan Output Jangka Waktu
Penagakan
atasan Langsung

1. Dugaan Menghentikan Laporan Hasil Tidak diatur


pelanggaran tidak Penelitian Penelitian
didukung atasan
dengan bukti langsung
yang memadai

2. Dugaan Meneruskan secara Laporan Hasil Tidak diatur


pelanggaran Hierarki kepada Penelitian
didukung Pejabat yang atasan
dengan bukti Berwenang untuk langsung
yang memadai membentuk Majelis
dan memenuhi
unsur kumulatif

3. Dugaan Melakukan Dialog Berita Acara paling lama 7


pelanggaran Penguatan Kode Kode Etik dan hari kerja sejak
terbukti Etik dan Kode Kode Perilaku terbuktinya
bersalah, Perilaku dugaan
didukung pelanggaran
dengan bukti
yang memadai
namun tidak
memenuhi unsur
kumulatif

4. Dugaan Menyampaikan Surat paling lama 7


pelanggaran Pernyataan Tidak Pernyataan hari kerja sejak
didukung Bersalah Tidak Bersalah tidak
dengan bukti terbuktinya
yang memadai, dugaan
tidak memenuhi pelanggaran
unsur kumulatif,
namun terbukti
tidak bersalah

Sumber: PER-22/PJ/2019

34 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Pembentukan Majelis
Pembentukan Majelis ditetapkan melalui surat perintah paling lama 10 (sepuluh)
hari kerja sejak diterimanya Laporan Hasil Penelitian oleh atasan langsung.
Ketentuan mengenai persyaratan pembentukan Majelis Kode Etik dan Kode
Perilaku diatur dalam Pasal 12 PER-22/PJ/2019 sebagai berikut:
Keanggotaan Majelis terdiri atas:
a. 1 (satu) orang ketua merangkap anggota;
b. 1 (satu) orang sekretaris merangkap anggota; dan
c. paling sedikit 3 (tiga) orang anggota.
d. Apabila anggota Majelis lebih dari 5 (lima) orang, maka jumlahnya harus ganjil.
e. Jabatan anggota Majelis tidak boleh lebih rendah dari jabatan terlapor.
f. Salah satu anggota Majelis berasal dari unsur UKI.
g. Apabila terdapat anggota Majelis yang berhalangan sementara atau
berhalangan tetap, maka Pejabat yang Berwenang dapat menunjuk anggota
Majelis pengganti melalui surat perintah.

Tabel 1-5 : Ketentuan Pembentukan Majelis

Pejabat yang
No Subjek yang Diperiksa
Memeriksa

1. Direktur Jenderal atas a. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama;


nama Menteri b. Pejabat Fungsional Ahli Madya; dan
Keuangan c. pejabat lain yang berkedudukan setara
dengan pejabat sebagaimana dimaksud
dalam huruf a dan huruf b di lingkungan
Direktorat Jenderal Pajak.

2 Pejabat Pimpinan a. Pejabat Administrator,


Tinggi Pratama atas b. Pejabat Pengawas,
nama Menteri c. Pejabat Fungsional Ahli Muda,
Keuangan d. Pejabat Fungsional Keterampilan Penyelia,
e. dan pejabat lain yang berkedudukan setara

3. Pejabat Administrator a. Pejabat Pelaksana,


atas nama Menteri b. Pejabat Fungsional Ahli Pertama,
Keuangan c. Pejabat Fungsional Keterampilan Mahir,
d. Pejabat Fungsional Keterampilan Pemula
e. dan pejabat lain yang berkedudukan setara

` Sumber: PER-22/PJ/2019

35 Internalisasi Kepatuhan DJP


Gambar 1-3 : Bagan Alur Pembentukan Majelis

3. Penegakan oleh Majelis


Selanjutnya setelah membentuk Majelis, maka Mekanisme Penegakan Kode
Etik dan Kode Perilaku oleh Majelis Kode Etik dan Kode Perilaku sesuai dengan

36 Internalisasi Kepatuhan DJP


Pasal 14 dan Pasal 15 PER-22/PJ/2019 dilakukan dengan langkah-langkah
sebagai berikut:

a. Melakukan Pemanggilan
1) Pemanggilan dilakukan secara tertulis kepada terlapor paling lambat 7
(tujuh) hari kerja sebelum tanggal pemeriksaan oleh Majelis.
2) Apabila terlapor tidak memenuhi panggilan pertama, maka dilakukan
pemanggilan kedua dengan jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja sejak
terlapor seharusnya hadir pada panggilan pertama.
3) Apabila terlapor tidak bersedia memenuhi panggilan kedua tanpa
alasan yang sah, Majelis merekomendasikan sanksi moral
berdasarkan alat bukti yang ada tanpa dilakukan pemeriksaan.

b. Melakukan Pemeriksaan
1) Jika terlapor memenuhi panggilan maka Majelis melakukan
Pemeriksaan terhadap terlapor yang dihadiri oleh seluruh anggota
Majelis dengan sidang tertutup.
2) terlapor diberikan kesempatan untuk memberi tanggapan dan membela
diri.

c. Hasil Keputusan Majelis


Keputusan Majelis diambil secara musyawarah mufakat. Jika tidak tercapai
secara mufakat, maka diambil melalui suara terbanyak. Jika tidak tercapai
melalui suara terbanyak, maka Ketua Majelis harus mengambil keputusan.
Keputusan Majelis berupa:
1) Rekomendasi penjatuhan sanksi moral secara terbuka atau tertutup;
atau
2) Rekomendasi Keputusan tidak bersalah.
Keputusan Majelis dituangkan dalam Laporan Hasil Sidang Majelis
(LHSM) yang bersifat final dan harus disampaikan kepada atasan langsung
atau Pejabat yang Berwenang paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
keputusan Majelis.

37 Internalisasi Kepatuhan DJP


Gambar 1-4 : Proses Penegakan Dugaan Pelanggaran Disiplin oleh Majelis

4. Pelaksanaan Sanksi Moral dan Penyampaian Keputusan Tidak


Bersalah
Pelaksanaan keputusan sanksi moral oleh Pejabat yang Berwenang dilakukan
paling lama 15 (lima belas) hari kerja sejak diterimanya LHSM. Sedangkan
Penyampaian Keputusan Tidak Bersalah kepada terlapor dilakukan paling lama
7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal diterimanya LHSM sesuai dengan Pasal 15
PER-22/PJ/2019.

a. Mekanisme Pelaksanaan Sanksi Moral


Pegawai yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku
Pegawai yang selanjutnya disebut dengan Pelaku Pelanggaran, dikenakan
sanksi moral berupa:
1. pernyataan secara tertutup; atau
2. pernyataan secara terbuka

38 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Pertimbangan dalam Penentuan Jenis Sanksi Moral
Dalam menentukan jenis sanksi moral, Majelis harus mempertimbangkan
hal-hal sebagai berikut:
1) Nilai/budaya masyarakat setempat;
2) Cakupan pihak yang dirugikan akibat pelanggaran;
Semakin luas cakupan pihak yang dirugikan maka semakin berat sanksi
yang dikenakan.
3) Dampak pelanggaran terhadap citra Direktorat Jenderal Pajak,
Kementerian Keuangan maupun Pemerintah;
Semakin besar dampak pelanggaran maka semakin berat sanksi yang
dikenakan.
4) Jabatan dari Pelaku Pelanggaran;
Semakin tinggi jabatan Pelaku Pelanggaran maka semakin berat sanksi
yang dikenakan.
5) Unsur kesengajaan dari pelanggaran;
Apabila pelanggaran tersebut dilakukan dengan sengaja maka semakin
berat sanksi yang dikenakan.
6) Frekuensi pelanggaran;
Semakin banyak frekuensi pelanggaran, maka semakin berat sanksi
yang dikenakan.
7) Jumlah etika yang dilanggar;
Semakin banyak etika yang dilanggar maka semakin berat sanksi yang
dikenakan.
8) Sebagai inisiator;
Apabila pelanggaran dilakukan bersama-sama oleh beberapa pegawai
maka pegawai yang bertindak sebagai inisiator pelanggaran dikenakan
sanksi yang lebih berat.

c. Pelaksanaan Sanksi Moral Tertutup


Setelah melakukan pertimbangan dalam menentukan jenis sanksi moral,
apabila keputusan Majelis menetapkan melalui sanksi moral tertutup, maka
pelaksanaan sanksi moral tertutup dilakukan oleh Pejabat yang Berwenang
atau pejabat lain (tidak boleh memiliki jabatan/pangkat golongan lebih
rendah dari Pelaku Pelanggaran) yang ditunjuk, di dalam ruang tertutup
yang dihadiri oleh Pelaku Pelanggaran serta pejabat atau pihak lain yang
terkait.

d. Pelaksanaan Sanksi Moral Terbuka


Sanksi moral berupa pernyataan secara terbuka dilaksanakan 1 (satu) kali
di Unit Kerja Pelaku Pelanggaran dan wajib dihadiri oleh Pelaku
Pelanggaran. Pernyataan secara terbuka disampaikan oleh Pejabat yang

39 Internalisasi Kepatuhan DJP


Berwenang menjatuhkan sanksi moral atau pejabat lain yang ditunjuk
melalui:
1) forum pertemuan resmi Pegawai;
2) apel rutin Pegawai.

Apabila tempat kedudukan Pejabat yang Berwenang dan tempat Pelaku


Pelanggaran yang dikenakan sanksi moral berjauhan atau telah mengalami
mutasi, maka:
1) Pejabat yang Berwenang dapat meminta pejabat lain atau atasan
langsungnya untuk menyampaikan sanksi moral dimaksud,
2) Pejabat yang ditunjuk tidak lebih rendah dari Pegawai yang dikenakan
sanksi.

e. Pernyataan Permohonan Maaf


Pelaku Pelanggaran yang dikenakan sanksi moral baik secara tertutup
maupun secara terbuka, harus membuat pernyataan permohonan maaf
dan/atau penyesalan. Jika tidak bersedia, maka dijatuhi hukuman disiplin
dengan tingkat yang paling ringan berdasarkan ketentuan mengenai disiplin
Pegawai Negeri Sipil.

Gambar 1-5 : Proses Pelaksanaan Sanksi Moral

40 Internalisasi Kepatuhan DJP


E. Pemantauan dan Evaluasi

5. Penyampaian Dokumen Pemrosesan Kode Etik dan Kode Perilaku


Seluruh hasil pemrosesan terhadap dugaan Pelanggaran Kode Etik dan Kode
Perilaku yang meliputi:
a. Laporan Hasil Penelitian;
b. Berita Acara Dialog Penguatan Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai;
c. Surat Pernyataan Tidak Bersalah;
d. Laporan Hasil Sidang Majelis Kode Etik;
e. Keputusan Pengenaan Sanksi Moral;
f. Keputusan Tidak Bersalah; dan/atau
g. Surat Permohonan Maaf;
disampaikan secara berjenjang kepada Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak dan
unit kerja Eselon II sebagai UKI DJP.

6. Pemantauan dan Evaluasi


Direktur Jenderal Pajak menyampaikan laporan pemantauan dan evaluasi
sebagaimana kepada Inspektur Jenderal dengan tembusan kepada Sekretaris
Jenderal u.p. Kepala Biro Sumber Daya Manusia, yang disampaikan paling kurang
1 (satu) tahun sekali dan dapat dilakukan secara manual dan/atau elektronik.

7. Koordinasi
Unit Kerja Eselon II sebagai UKI DJP akan melakukan koordinasi dengan atasan
langsung dalam hal:
a. Atasan langsung belum melakukan penelitian atas dugaan pelanggaran kode
etik.
b. Terdapat ketidaksesuaian dalam menentukan simpulan dan rekomendasi
hasil penelitian oleh atasan langsung.
c. Pejabat yang Berwenang tidak menindaklanjuti hasil rekomendasi dari Majelis
Kode Etik.
F. Latihan Soal

1. Kode Etik dan Kode Perilaku pegawai di DJP diatur dalam…


a) PER-21/PJ/2019
b) PER-22/PJ/2019
c) PER-12/PJ/2019
d) PER-32/PJ/2019

2. Tidak menemui Wajib Pajak atau pihak lain yang berpotensi menimbulkan benturan
kepentingan di luar kantor atau di luar lokasi usaha Wajib Pajak kecuali karena
penugasan, adalah butir perilaku Kode Etik dan Kode Perilaku…
a) Nilai Sinergi
b) Nilai Integritas
c) Nilai Kesempurnaan
d) Nilai Profesionalisme

3. Untuk mencegah terjadinya Pelanggaran Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai,
seluruh pimpinan unit kerja harus...
a) memberdayakan satu pegawai terbaik saja di unit kerja.
b) berkoordinasi dengan KPK dalam melaksanakan pemantauan.
c) memberdayakan UKI.
d) melaksanakan sidak setiap hari.

4. Pengaduan disampaikan melalui, kecuali...


a) Email kode.etik@pajak.go.id.
b) HelpDesk KITSDA.
c) Surat kaleng.
d) Kring Pajak 1500 200.

5. Keputusan Majelis berupa….


a) Keputusan
b) Rekomendasi
c) Laporan
d) Surat Perintah

42 Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB II
DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL

43 Internalisasi Kepatuhan DJP


2 BAB II
DISIPLIN PEGAWAI
NEGERI SIPIL

Pada Bab II, kita akan mempelajari mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang
mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 (PP 94 Tahun 2021) tentang
Disiplin Pegawai Negeri Sipil. Disiplin PNS adalah kesanggupan PNS untuk menaati
kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-
undangan.
PP 94 Tahun 2021 ditetapkan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 86 ayat (4) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Sejak diberlakukannya PP 94
Tahun 2021, maka aturan sebelumnya yaitu PP 53 Tahun 2010 tentang Disiplin, dicabut dan
dinyatakan tidak berlaku.
Dalam Pasal 2 PP 94 Tahun 2021 menyatakan bahwa PNS wajib menaati kewajiban dan
rnenghindari larangan.

A. Kewajiban PNS
Terdapat 17 Kewajiban PNS yang diatur dalam pasal 3 dan pasal 4 PP 94 Tahun 2021,
sebagaimana berikut:

Tabel 2-1 : Kewajiban PNS

No Pasal Kewajiban

1. Pasal 3 huruf a setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-


Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah

2. Pasal 3 huruf b menjaga persatuan dan kesatuan bangsa

3. Pasal 3 huruf c melaksanakan kebijakan yang ditetapkan oleh pejabat


pemerintah yang berwenang

44 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Pasal Kewajiban

4. Pasal 3 huruf d menaati ketentuan peraturan perundang-undangan

5. Pasal 3 huruf e melaksanakan tugas kedinasan dengan penuh pengabdian,


kejujuran, kesadaran, dan tanggung jawab

6. Pasal 3 huruf f menunjukkan integritas dan keteladanan dalam sikap,


perilaku, ucapan, dan tindakan kepada setiap orang, baik di
dalam maupun di luar kedinasan

7. Pasal 3 huruf g menyimpan rahasia jabatan dan hanya dapat mengemukakan


rahasia jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan

8. Pasal 3 huruf h bersedia ditempatkan di seluruh wilayah Negara Kesatuan


Republik Indonesia

9. Pasal 4 huruf a menghadiri dan mengucapkan sumpah/ janji PNS

10 Pasal 4 huruf b menghadiri dan mengucapkan sumpah/janji jabatan

11. Pasal 4 huruf c mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan


pribadi, seseorang, dan/ atau golongan

12. Pasal 4 huruf d melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila


mengetahui ada hal yang dapat membahayakan keamanan
negara atau merugikan keuangan negara

13. Pasal 4 huruf e melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

14. Pasal 4 huruf f masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja

15. Pasal 4 huruf g menggunakan dan memelihara barang rnilik negara dengan
sebaik-baiknya

16. Pasal 4 huruf h memberikan kesempatan kepada bawahan untuk


mengembangkan kompetensi

17. Pasal 4 huruf i menolak segala bentuk pemberian yang berkaitan dengan
tugas dan fungsi kecuali penghasilan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan

Sumber: PP 94 Tahun 2021

45 Internalisasi Kepatuhan DJP


B. Larangan
Terdapat 14 Larangan PNS yang diatur dalam Pasal 5 PP 94 Tahun 2021, sebagaimana
berikut:

Tabel 2-2 : Larangan

No Pasal Larangan

1. Pasal 5 huruf a menyalahgunakan wewenang

2. Pasal 5 huruf b menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan


pribadi dan/ atau orang lain dengan menggunakan
kewenangan orang lain yang diduga terjadi konflik
kepentingan dengan jabatan

3. Pasal 5 huruf c menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain

4. Pasal 5 huruf d bekerja pada lembaga atau organisasi internasional tanpa


izin atau tanpa ditugaskan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian

5. Pasal 5 huruf e bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau


lembaga swadaya masyarakat asing kecuali ditugaskan
oleh Pejabat Pembina Kepegawaian

6. Pasal 5 huruf f memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan,


atau meminjamkan barang baik bergerak atau tidak
bergerak, dokumen, atau surat berharga milik negara
secara tidak sah

7. Pasal 5 huruf g melakukan pungutan di luar ketentuan

8. Pasal 5 huruf h melakukan kegiatan yang merugikan negara

9. Pasal 5 huruf i bertindak sewenang-wenang terhadap bawahan

10 Pasal 5 huruf j menghalangi berjalannya tugas kedinasan

11. Pasal 5 huruf k menerima hadiah yang berhubungan dengan jabatan


dan/ atau pekerjaan

12. Pasal 5 huruf l meminta sesuatu yang berhubungan dengan jabatan

13. Pasal 5 huruf m melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
dapat mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani

46 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Pasal Larangan

14. Pasal 5 huruf n memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil


Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah,
calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota
Dewan Perwakilan Daerah, atau calon anggota Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
1. Ikut kampanye;
2. Menjadi peserta kampanye dengan
menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
3. Sebagai peserta kampanye dengan
mengerahkan PNS lain;
4. Sebagai peserta kampanye dengan
menggunakan fasilitas negara;
5. Membuat keputusan dan/atau tindakan yang
menguntungkan atau merugikan salah satu
pasangan calon sebelum, selama, dan sesudah
masa kampanye;
6. Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada
keberpihakan terhadap pasangan calon yang
menjadi peserta pemilu sebelum, selarna, dan
sesudah masa kampanye meliputi pertemuan,
ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian
barang kepada PNS dalam lingkungan unit
kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
dan/ atau
7. Memberikan surat dukungan disertai fotokopi
Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan
Tanda Penduduk.

Sumber: PP 94 Tahun 2021

47 Internalisasi Kepatuhan DJP


C. Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
PNS yang tidak menaati kewajiban dan larangan PNS dijatuhi Hukuman Disiplin.
Hukuman Disiplin adalah hukuman yang dijatuhkan oleh Pejabat yang Berwenang
Menghukum kepada PNS karena melanggar peraturan Disiplin PNS. Sedangkan
pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang tidak
menaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan Disiplin PNS, baik yang
dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.

1. Tingkat Hukuman Disiplin


Terdapat 3 (tiga) Tingkat Hukuman Disiplin yang terdiri atas:
a. Hukuman Disiplin ringan;
b. Hukuman Disiplin sedang; atau
c. Hukuman Disiplin berat.

2. Jenis Hukuman Disiplin


Jenis Hukuman Disiplin sesuai tingkatannya dapat dilihat pada tabel sebagai
berikut:

Tabel 2-3 : Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin

Tingkat Hukuman
No Jenis Hukuman Disiplin
Disiplin

Teguran lisan
Ringan
1. Teguran Tertulis atau
Pasal 8 ayat (2)
Pernyataan tidak puas secara tertulis

Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua


puluh lima persen} selama 6 (enam) bulan;
Sedang Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua
2.
Pasal 8 ayat (3) puluh lima persen} selama 9 (sembilan) bulan;

Pemotongan tunjangan kinerja sebesar 25% (dua


puluh lima persen) selama 12 (dua belas) bulan.

penurunanjabatan setingkat lebih rendah selama


12 (dua belas) bulan;

Berat pembebasan dari jabatannya menjadi jabatan


3.
Pasal 8 ayat (4) pelaksana selama 12 (dua belas) bulan;

pemberhentian dengan hormat tidak atas


permintaan sendiri sebagai PNS.

48 Internalisasi Kepatuhan DJP


Sesuai dengan pasal 42 PP 94 Tahun 2021, terkait jenis hukuman disiplin tingkat
Sedang berlaku setelah Peraturan Pemerintah mengenai Gaji dan Tunjangan
berlaku. Selama belum berlaku PP tersebut maka Jenis Hukuman Disiplin tingkat
Sedang yang berlaku adalah mengacu pada PP 53 Tahun 2010 sebagaimana
berikut:

Tingkat Hukuman
No Jenis Hukuman Disiplin
Disiplin

penundaan kenaikan gaji berkala selama 1


(satu) tahun;
Sedang
penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu)
1. Pasal 7 ayat (3) PP 53 tahun;
Tahun 2010
penurunan pangkat setingkat lebih rendah
selama 1 (satu) tahun.

3. Jenis Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Kewajiban Masuk


Kerja

Jenis Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Kewajiban Masuk Kerja


sebagaimana Pasal 4 huruf f, dapat dilihat pada tabel sebagai berikut:

Tabel 2-4 : Pelanggaran Terhadap Kewajiban Masuk Kerja

Tingkat Tidak masuk kerja tanpa


No Hukuman Jenis Hukuman Disiplin alasan yang sah secara
Disiplin kumulatif selama:
Teguran lisan 3 hari kerja selama satu tahun
4 s.d. 6 hari kerja selama satu
Ringan Tertulis atau
1. tahun
Pernyataan tidak puas secara 7 s.d. 10 hari kerja selama satu
tertulis tahun
Pemotongan tunjangan kinerja
11 s.d. 13 hari kerja Selama
sebesar 25% (dua
satu tahun
puluh lima persen} selama 6
(enam) bulan;
Pemotongan tunjangan kinerja
14 s.d. 16 hari kerja Selama
sebesar 25% (dua
2. Sedang satu tahun
puluh lima persen} selama 9
(sembilan) bulan; atau
Pemotongan tunjangan kinerja
17 s.d. 20 hari kerja Selama
sebesar 25% (dua
satu tahun
puluh lima persen) selama 12
(dua belas) bulan.

49 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tingkat Tidak masuk kerja tanpa
No Hukuman Jenis Hukuman Disiplin alasan yang sah secara
Disiplin kumulatif selama:
Penurunan jabatan setingkat 21 s.d. 24 hari kerja selama
lebih rendah selama 12 satu tahun
(dua belas) bulan;
Pembebasan dari jabatannya
25 s.d. 27 hari kerja selama
menjadi jabatan
satu tahun
pelaksana selama 12 (dua
3. Berat
belas) bulan; dan
28 hari kerja atau lebih selama
Pemberhentian dengan
satu tahun
hormat tidak atas
permintaan sendiri sebagai
10 hari kerja secara terus
PNS.
menerus
Sumber: PP 94 Tahun 2021

4. Tingkat Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Kewajiban

Tingkat Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Kewajiban pada Pasal


3 dan 4 (selain pelanggaran kewajiban masuk kerja) sesuai dampak yang terjadi pada
lingkungan sebagai berikut:

Tabel 2-5 : Pelanggaran Terhadap Kewajiban Pasal 3 dan 4 PP 94 Tahun 2021

Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran


No Kewajiban PNS
Ringan Sedang Berat

Setia dan taat


sepenuhnya kepada pelanggaran
Pancasila, Undang- berdampak
Undang Dasar Negara
1. Republik Indonesia - - negatif pada
Tahun 1945, Negara Unit Kerja,
Kesatuan Republik instansi, dan/
Indonesia, dan atau negara;
Pemerintah

pelanggaran
pelanggaran
berdampak
Menjaga persatuan berdampak
2. - negatif pada Unit
dan kesatuan bangsa negatif pada
Kerja dan/atau
Negara
Instansi

50 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran
No Kewajiban PNS
Ringan Sedang Berat

Melaksanakan pelanggaran pelanggaran pelanggaran


kebijakan yang berdampak berdampak berdampak
3. ditetapkan oleh
pejabat pemerintah negatif pada negatif pada negatif pada
yang berwenang Unit Kerja Instansi Negara

pelanggaran pelanggaran pelanggaran


Menaati ketentuan berdampak berdampak berdampak
4. peraturan perundang-
undangan negatif pada negatif pada negatif pada
Unit Kerja Instansi Negara

Melaksanakan tugas pelanggaran pelanggaran pelanggaran


kedinasan dengan berdampak berdampak berdampak
5. penuh pengabdian,
kejujuran, kesadaran, negatif pada negatif pada negatif pada
dan tanggung jawab Unit Kerja Instansi Negara

Menunjukkan integritas
dan keteladanan pelanggaran pelanggaran pelanggaran
dalam sikap, perilaku, berdampak berdampak berdampak
6. ucapan, dan tindakan
kepada setiap orang, negatif pada negatif pada negatif pada
baik di dalam maupun Unit Kerja Instansi Negara
di luar kedinasan

Menyimpan rahasia
jabatan dan hanya pelanggaran pelanggaran pelanggaran
dapat mengemukakan berdampak berdampak berdampak
7. rahasia jabatan sesuai
dengan ketentuan negatif pada negatif pada negatif pada
peraturan perundang- Unit Kerja Instansi Negara
undangan

Bersedia ditempatkan pelanggaran pelanggaran pelanggaran


di seluruh wilayah berdampak berdampak berdampak
8.
Negara Kesatuan negatif pada negatif pada negatif pada
Republik Indonesia Unit Kerja Instansi Negara

Menghadiri dan Apabila dilakukan


9. mengucapkan - Tanpa alasan -
sumpah/ janji PNS yang sah

Menghadiri dan Apabila dilakukan


10. mengucapkan - Tanpa alasan -
sumpah/janji jabatan yang sah

51 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran
No Kewajiban PNS
Ringan Sedang Berat

pelanggaran
Mengutamakan pelanggaran pelanggaran berdampak
kepentingan negara berdampak berdampak
11. daripada kepentingan negatif pada
pribadi, seseorang, negatif pada negatif pada Negara
dan/ atau golongan Unit Kerja Instansi dan/atau
pemerintah

Melaporkan dengan
segera kepada pelanggaran
atasannya apabila pelanggaran berdampak
mengetahui ada hal berdampak
12. yang dapat - negatif pada
membahayakan negatif pada Negara
keamanan negara atau Instansi dan/atau
merugikan keuangan pemerintah
negara

Melaporkan harta
kekayaan kepada Yang dilakukan Yang dilakukan
pejabat yang pejabat pejabat
13. berwenang sesuai - administrator pimpinan
dengan ketentuan dan pejabat tinggi dan
peraturan perundang- fungsional pejabat lainnya
undangan

Masuk kerja dan


Lihat pada tabel Pelanggaran Terhadap Kewajiban
14. menaati ketentuan jam
Masuk Kerja
kerja

Menggunakan dan pelanggaran pelanggaran


memelihara barang berdampak berdampak
15. -
rnilik negara dengan negatif pada negatif pada
sebaik-baiknya Unit Kerja Instansi

Memberikan pelanggaran pelanggaran


kesempatan kepada berdampak berdampak
16. bawahan untuk -
mengembangkan negatif pada negatif pada
kompetensi Unit Kerja Instansi

Menolak segala bentuk


pemberian yang
berkaitan dengan Tanpa batas
tugas dan fungsi minimal dan
17. - -
kecuali penghasilan tanpa alasan
sesuai dengan apapun
ketentuan peraturan
perundang-undangan

Sumber: PP 94 Tahun 2021

52 Internalisasi Kepatuhan DJP


5. Tingkat Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Larangan
Sedangkan Tingkat Hukuman Disiplin berdasarkan pelanggaran terhadap Larangan
pada Pasal 5 PP 94 Tahun 2021 sesuai dampak yang terjadi pada lingkungan
sebagai berikut:

Tabel 2-6 : Pelanggaran Terhadap Larangan Pasal 5 PP 94 Tahun 2021

Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran


No Larangan
Ringan Sedang Berat

Menyalahgunakan
1. - - √
wewenang

Menjadi perantara untuk


mendapatkan keuntungan
pribadi dan/ atau orang lain
dengan menggunakan
2. - - √
kewenangan orang lain
yang diduga terjadi konflik
kepentingan dengan
jabatan

Menjadi pegawai atau


3. - - √
bekerja untuk negara lain

Bekerja pada lembaga atau


organisasi internasional
4. tanpa izin atau tanpa - - √
ditugaskan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian

Bekerja pada perusahaan


asing, konsultan asing,
atau lembaga swadaya
5. - - √
masyarakat asing kecuali
ditugaskan oleh Pejabat
Pembina Kepegawaian

Memiliki, menjual,
membeli, menggadaikan, pelanggaran
menyewakan, atau pelanggaran pelanggaran berdampak
meminjamkan barang baik berdampak berdampak negatif pada
6.
bergerak atau tidak negatif pada negatif pada Negara
bergerak, dokumen, atau Unit Kerja Instansi dan/atau
surat berharga milik negara pemerintah
secara tidak sah

53 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran
No Larangan
Ringan Sedang Berat

pelanggaran
pelanggaran berdampak
Melakukan pungutan di berdampak negatif pada
7. -
luar ketentuan negatif pada Negara
Instansi dan/atau
pemerintah

pelanggaran pelanggaran
Melakukan kegiatan yang berdampak berdampak
8. -
merugikan negara negatif pada negatif pada
Unit Kerja Instansi

pelanggaran pelanggaran
Bertindak sewenang- berdampak berdampak
9. -
wenang terhadap bawahan negatif pada negatif pada
Unit Kerja Instansi

pelanggaran pelanggaran
Menghalangi berjalannya berdampak berdampak
10. -
tugas kedinasan negatif pada negatif pada
Unit Kerja Instansi

Menerima hadiah
11. yang berhubungan dengan - - √
jabatan dan/atau pekerjaan

Meminta sesuatu yang


12. berhubungan dengan - - √
jabatan

Melakukan tindakan atau pelanggaran


tidak melakukan tindakan berdampak
13. - -
yang dapat mengakibatkan negatif pada
kerugian bagi yang dilayani Instansi

54 Internalisasi Kepatuhan DJP


Tingkat Hukuman/Jenis Pelanggaran
No Larangan
Ringan Sedang Berat

a. Sebagai peserta
kampanye dengan
mengerahkan PNS lain;
b. Sebagai peserta
kampanye dengan
menggunakan fasilitas
negara;
c. Membuat keputusan
dan/atau tindakan yang
Memberikan menguntungkan atau
dukungan merugikan salah satu
kepada calon pasangan calon
Presiden/Wakil sebelum, selama, dan
Presiden, calon a. Ikut sesudah masa
Kepala kampanye; kampanye;
Daerah/Wakil d. Mengadakan kegiatan
Kepala Daerah, b. Menjadi
peserta yang mengarah kepada
calon anggota keberpihakan terhadap
14. Dewan - kampanye
dengan pasangan calon yang
Perwakilan menjadi peserta pemilu
Rakyat, calon menggunakan
atribut partai sebelum, selarna, dan
anggota Dewan sesudah masa
Perwakilan atau atribut
PNS; kampanye meliputi
Daerah, atau pertemuan, ajakan,
calon anggota himbauan, seruan, atau
Dewan pemberian barang
Perwakilan kepada PNS dalam
Rakyat Daerah lingkungan unit
kerjanya, anggota
keluarga, dan
masyarakat; dan/ atau
e. Memberikan surat
dukungan disertai
fotokopi Kartu Tanda
Penduduk atau Surat
Keterangan Tanda
Penduduk.

Sumber: PP 94 Tahun 2021

55 Internalisasi Kepatuhan DJP


D. Pejabat yang Berwenang Menghukum
Atas pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh pegawai, maka dilakukan hukuman
disiplin oleh Pejabat yang Berwenang Menghukum. Sesuai Pasal 1 angka 3, Pejabat
yang Berwenang Menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan
hukuman disiplin kepada PNS yang melakukan pelanggaran disiplin.
Adapun ketentuan Pejabat yang Berwenang Menghukum sesuai Pasal 15 PP 94
Tahun 2021 adalah sebagai berikut:
1. Presiden;
2. Pejabat Pembina Kepegawaian;
3. Kepala Perwakilan Republik Indonesia;
4. Pejabat Pimpinan Tinggi Madya atau pejabat lain yang setara;
5. Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama atau pejabat lain yang setara;
6. Pejabat Administrator atau pejabat lain yang setara; dan
7. Pejabat Pengawas atau pejabat lain yang setara
Ketentuan mengenai ketentuan Pejabat yang Berwenang Menghukum atas dugaan
pelanggaran hukuman disiplin yang dilakukan oleh Pegawai Kementerian Keuangan.

E. Tahapan dan Jangka Waktu Pemeriksaan


Dalam melaksanakan proses pemeriksaan dan penjatuhan Hukuman Disiplin kepada
PNS di Lingkungan Kementerian Keuangan, terdapat beberapa aturan yang dapat
dijadikan pedoman sebagai berikut:
a. Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri
Sipil.
b. Peraturan Badan Kepegawaian Negara nomor 6 Tahun 2022 tentang
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil.
c. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 5/KMK.01/2022 tentang Pedoman
Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin
Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.
d. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97/PMK.09/2018 Tentang Petunjuk
Pelaksanaan Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin dan Penjatuhan Hukuman
Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.
e. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-22/PJ/2022 Tentang Pedoman
Penanganan Disiplin Di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

56 Internalisasi Kepatuhan DJP


1. Ketentuan Umum
Beberapa penjelasan istilah yang digunakan dalam proses penegakan dugaan
pelanggaran disiplin sesuai PMK Nomor 97/PMK.09/2018 adalah sebagai
berikut:
a. Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin adalah rangkaian tindakan yang
dilakukan o!eh Atasan Langsung atau Tim Pemeriksa dalam rangka
membuktikan dugaan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh Pegawai
serta menentukan rekomendasi hasil pemeriksaan.
b. Penjatuhan Hukuman Disiplin adalah keputusan berkenaan dengan tingkat
dan jenis hukuman disiplin yang diberikan kepada Pegawai berdasarkan
hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin.
c. Tim Pemeriksa adalah tim yang bersifat temporer (ad hoc) yang melakukan
Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin terhadap Pegawai yang melakukan
pelanggaran disiplin.
d. Atasan Langsung adalah PNS yang memanggil, memeriksa,
merekomendasikan, dan/atau menjatuhkan hukuman disiplin terhadap
Pegawai bawahannya yang diduga melakukan pelanggaran disiplin sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. Pejabat yang Lebih Tinggi adalah atasan dari Atasan Langsung secara
berjenjang.
f. Audit Investigasi adalah rangkaian tindakan yang dilakukan oleh Inspektorat
Jenderal c.q. Inspektorat Bidang Investigasi untuk mencari, menemukan,
dan mengumpulkan barang bukti, yang dengan barang bukti itu membuat
terang dan jelas tentang suatu perbuatan dan pelakunya guna dilakukan
tindakan selanjutnya.
g. Laporan Hasil Audit Investigasi yang selanjutnya disingkat dengan LHAI
adalah laporan pelaksanaan Audit Investigasi yang memuat fakta dan
rekomendasi hukuman disiplin.
h. Rekomendasi adalah saran penjatuhan hukuman disiplin yang memerlukan
Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin berdasarkan basil pengumpulan bukti
dan/ atau keterangan dugaan pelanggaran disiplin.

2. Tahapan dan Jangka Waktu Pemeriksaan

Berikut ini merupakan tahapan proses penegakan dugaan pelanggaran disiplin


yang berlaku di DJP yang mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor
97/PMK.09/2018 dan SE-22/PJ/2022:
a. Instruksi Pemeriksaan
Yang bertanggung jawab terhadap disiplin PNS adalah Atasan Langsung
masing-masing pegawai. Pemeriksaan pelanggaran disiplin yang dilakukan
oleh Atasan Langsung berdasarkan:
1) Rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin yang tercantum dalam LHAI
yang diterima dari Pimpinan Eselon I.

57 Internalisasi Kepatuhan DJP


2) Rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana tercantum
dalam Laporan UKI; dan/atau
3) Rekomendasi, pendapat, atau informasi lain sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Pegawai yang berdasarkan Rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin
berupa hukuman disiplin tingkat berat, dapat dibebaskan sementara dari
tugas jabatan oleh Atasan Langsung sejak yang bersangkutan
diperiksa.

b. Pelaksanaan Koordinasi Awal


Sebelum melakukan pemeriksaan terhadap Pegawai yang diduga
melakukan pelanggaran disiplin, kecuali pemeriksaan terhadap dugaan
pelanggaran masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja, Atasan
Langsung meminta Koordinasi Awal kepada Direktorat Kepatuhan Internal
dan Transformasi Sumber Daya Aparatur dengan menyampaikan
permohonan secara tertulis selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sebelum
tanggal surat panggilan pertama pemeriksaan pelanggaran disiplin dibuat.
Hasil Koordinasi dituangkan dalam Berita Acara Koordinasi Awal.

c. Persiapan Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin


1) Tanpa Pembentukan Tim
a) Rencana Pemeriksaan
Rencana Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin harus disampaikan
paling lama 40 (empat puluh) hari kerja sejak Atasan Langsung
menerima Rekomendasi penjatuhan.
b) Surat Perintah Pemeriksaan
Pejabat yang Lebih Tinggi menerbitkan surat perintah untuk
melakukan Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin paling lama 20 (dua
puluh) hari kerja sejak menerima rencana Pemeriksaan Pelanggaran
Disiplin.

2) Dengan Pembentukan Tim


Ketentuan Pembentukan Tim Pemeriksa diatur dalam pasal 29 PP 94
Tahun 2021 yaitu:
a) Pasal 29 (1) : Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan
dengan Hukuman Disiplin sedang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 10 dan Pasal 13 dapat dilakukan pemeriksaan oleh tim
pemeriksa.
b) Pasal 29 (2) : Pelanggaran terhadap kewajiban dan/atau larangan
dengan Hukuman Disiplin berat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
11 dan Pasal 14 dilakukan pemeriksaan oleh tim pemeriksa.

58 Internalisasi Kepatuhan DJP


Adapun tahapannya adalah sebagaimana berikut:
a) Usulan Pembentukan Tim Pemeriksa
Atasan Langsung mengajukan permohonan tertulis kepada
Pimpinan Unit Eselon I melalui Pejabat yang Lebih Tinggi untuk
menyampaikan surat permohonan pembentukan Tim Pemeriksa
kepada Inspektur Jenderal. Permohonan Pembentukan Tim
Pemeriksa dilakukan paling lama 40 (empat puluh) hari kerja
sejak Atasan Langsung menerima Rekomendasi penjatuhan
hukuman disiplin.
b) Kajian IBI (Inspektorat Bidang Investigasi)
Hasil kajian disampaikan oleh Inspektorat Bidang Investigasi
kepada Inspektur Jenderal paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
Inspektorat Bidang Investigasi menerima permohonan
pembentukan Tim Pemeriksa yang disampaikan oleh Pimpinan
Unit Eselon I.
c) Surat Keputusan Pembentukan Tim Pemeriksa
Inspektur Jenderal menyampaikan surat pembentukan Tim
Pemeriksa melalui pimpinan unit Eselon I kepada Atasan
Langsung dan/atau anggota Tim Pemeriksa lainnya paling lama
5 (lima) hari kerja setelah tanggal surat pembentukan Tim
Pemeriksa.

Tim Pemeriksa dibentuk oleh Menteri Keuangan selaku Pejabat


Pembina Kepegawaian. Pembentukan Tim Pemeriksa,
ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan yang
ditandatangani oleh Inspektur untuk dan atas nama Menteri
Keuangan.
Tim Pemeriksa terdiri atas:
a. Atasan Langsung
b. Unsur Pengawasan
c. Unsur Kepegawaian atau Pejabat Lain yang Ditunjuk
Sesuai pasal 1 angka 8 Peraturan Menteri Keuangan Nomor
97/PMK.09/2018, Unsur Pengawasan adalah Pejabat
Fungsional Auditor Inspektorat Jenderal Kementerian
Keuangan.
Tim Pemeriksa harus memiliki pangkat atau memangku jabatan
setara atau lebih tinggi dari pegawai yang diperiksa.

d. Pelaksanaan Pemeriksaan
1) Surat Pemanggilan I
Surat panggilan diterbitkan oleh:

59 Internalisasi Kepatuhan DJP


a) Atasan Langsung paling lambat 25 (dua puluh lima) hari kerja
setelah diterbitkan surat perintah untuk melakukan Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin; atau
b) Tim Pemeriksa yang ditandatangani oleh Atasan Langsung paling
lambat 25 (dua puluh Jima) hari kerja setelah Tim Pemeriksa
dibentuk.
Jarak waktu antara tanggal surat panggilan dengan tanggal
pemeriksaan paling lambat 7 (tujuh) hari kerja.
Apabila Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin tidak
hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada tanggal pemeriksaan
yang ditentukan, maka Atasan Langsung menerbitkan Surat
Pemanggilan kedua.

2) Surat Pemanggilan II
Apabila pada tanggal yang ditentukan pada surat panggilan pertama
yang bersangkutan tidak hadir, maka dilakukan pemanggilan kedua
paling lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal seharusnya yang
bersangkutan diperiksa pada pemanggilan pertama.
Apabila Pegawai yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin tidak
hadir memenuhi panggilan pemeriksaan pada tanggal pemeriksaan
yang ditentukan dalam surat panggilan kedua, Atasan Langsung
membuat:
a) Berita Acara Pemeriksaan; dan
b) Laporan Hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin.

3) Pemeriksaan
Pemeriksaan oleh Atasan Langsung atau Tim Pemeriksa terhadap
pegawai yang diduga melakukan pelanggaran disiplin, dilakukan secara
tertutup. Pemeriksaan dilakukan dengan menggali informasi antara lain:
a) Kapan, dimana, dan bagaimana pelanggaran disiplin terjadi;
b) Siapa yang bertanggungjawab; dan
c) Motif dan dampak atas pelanggaran disiplin tersebut.
Apabila pegawai yang diperiksa mempersulit pemeriksaan, Atasan
Langsung atau Tim Pemeriksa tetap dapat menggunakan bukti dan
keterangan yang ada untuk melaksanakan pemeriksaan.
Pemeriksaan dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan yang
ditandatangani oleh Atasan Langsung atau Tim Pemeriksa, dan
Pegawai yang diperiksa.

60 Internalisasi Kepatuhan DJP


e. Laporan Hasil Pemeriksaan
1) Surat Permintaan Koordinasi dengan Pemberi Rekomendasi (dalam hal
terdapat perbedaan kesimpulan)
Dalam hal terdapat perbedaan kesimpulan hasil pemeriksaan dengan
Rekomendasi penjatuhan hukuman disiplin sebagaimana tercantum
dalam LHAI atau Laporan UKI, Atasan Langsung atau Tim Pemeriksa
melakukan koordinasi untuk membahas hasil Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin dengan Inspektorat Jenderal atau unit yang
menangani Kepatuhan Internal pada masing-masing Eselon I sebelum
laporan hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin ditandatangani oleh
Atasan Langsung atau Tim Pemeriksa.

2) Hasil Koordinasi dengan Pemberi Rekomendasi


Hasil Koordinasi dituangkan dalam Berita Acara Koordinasi.

3) Laporan Hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin


Laporan hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin diselesaikan paling
lama 25 (dua puluh lima) hari kerja terhitung sejak tanggal berita acara
pemeriksaan. Laporan hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin paling
sedikit memuat:
a) Dasar Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin;
b) Tujuan dan Ruang Lingkup Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin;
c) Hasil Pemeriksaan Disiplin
d) Kesimpulan yang mencantumkan:
• Pelanggaran disiplin yang dilakukan dan rekomendasi jenis
hukuman disiplin yang dijatuhkan, apabila pegawai yang
diperiksa terbukti melakukan pelanggaran disiplin.
• Pernyataan Tidak bersalah, apabila pegawai yang diperiksa
tidak terbukti melakukan pelanggaran disiplin.

f. Penjatuhan
1) Hasil Pemeriksaan Menyatakan Tidak Terbukti
Dalam hal Pegawai tidak terbukti melakukan Pelanggaran Disiplin dan
dinyatakan tidak bersalah, Atasan Langsung menyampaikan laporan
hasil Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin kepada Pimpinan Unit Eselon I
dan unit yang menangani Kepatuhan Internal pada masing-masing
eselon I secara hierarki melalui pejabat yang lebih tinggi paling lama 5
(lima) hari kerja setelah tanggal laporan hasil Pemeriksaan Pelanggaran
Disiplin.

61 Internalisasi Kepatuhan DJP


2) Hasil Pemeriksaan Menyatakan Terbukti
a) Laporan Kewenangan Penjatuhan Hukuman Disiplin
Dalam hal sesuai hasil pemeriksaan menyatakan kewenangan
penjatuhan Hukuman Disiplin merupakan kewenangan pejabat
yang lebih tinggi, maka atasan langsung wajib melaporkan berita
acara pemeriksaan dan hasil pemeriksaan secara hierarki.
Atasan Langsung menyampaikan laporan hasil Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin kepada Pejabat yang Berwenang
Menghukum secara hierarki melalui pejabat yang lebih tinggi paling
lama 5 (lima) hari kerja setelah tanggal laporan hasil Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin.

b) Penerbitan Keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin


Pejabat yang Berwenang Menghukum menerbitkan keputusan
Penjatuhan Hukuman Disiplin paling lama 21 (dua puluh satu) hari
kerja sejak menerima laporan hasil Pemeriksaan Pelanggaran
Disiplin dan Laporan Kewenangan Penjatuhan Hukuman Disiplin
(tidak berlaku dalam hal Menteri selaku Pejabat Pembina
Kepegawaian bertindak sebagai Pejabat yang Berwenang
Menghukum kecuali untuk keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin
berupa pemberhentian).

c) Penyampaian Keputusan Penjatuhan Hukuman Disiplin


Penyampaian keputusan Hukuman Disiplin, dilakukan paling
lambat 14 (empat belas) hari kerja sejak keputusan ditetapkan.
Apabila Pegawai yang dijatuhi Hukuman Disiplin tidak hadir pada
saat penyampaian keputusan Hukuman Disiplin, keputusan dikirim
kepada yang bersangkutan.

d) Berlakunya Hukuman Disiplin


Keputusan Hukuman Disiplin berlaku pada hari ke-15 (lima belas)
sejak diterima.

g. Pendokumentasian Keputusan Hukuman Disiplin


Seluruh dokumen dan bukti yang diperoleh dalam Pemeriksaan
Pelanggaran Disiplin harus diadministrasikan oleh Atasan Langsung.

62 Internalisasi Kepatuhan DJP


F. Latihan Soal

1. Dasar hukum terbaru tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil yang menggatikan
Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil
adalah...
a) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021
b) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2021
c) Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2020
d) Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2020

2. Perilaku dibawah ini merupakan larangan-larangan yang harus dihindari oleh PNS,
kecuali...
a) menyalahgunakan wewenang
b) melakukan tindakan atau tidak melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan
kerugian bagi yang dilayani
c) memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan kompetensi
d) memberikan dukungan dengan mengikuti kampanye kepada calon
Presiden/Wakil Presiden, calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, calon
anggota Dewan Perwakilan Rakyat, calon anggota Dewan Perwakilan Daerah,
atau calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

3. Terdapat 3 (tiga) tingkat hukuman disiplin, yaitu:


a) ringan, sedang, dan berat
b) rendah, sedang, dan tinggi
c) ringan, sedang, dan tinggi
d) rendah, sedang dan berat

4. Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari, kecuali …


a) pernyataan tidak puas secara lisan
b) teguran lisan
c) teguran tertulis
d) pernyataan tidak puas secara tertulis

5. Pegawai yang tidak masuk kerja tanpa alasan yang sah secara kumulatif selama 4
(empat) sampai dengan 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) tahun akan dijatuhkan
hukuman disiplin berupa...
a) teguran tertulis
b) teguran lisan
c) pernyataan tidak puas secara tertulis
d) pernyataan tidak puas secara lisan

63 Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB III
GRATIFIKASI

64 Internalisasi Kepatuhan DJP


3 BAB III
GRATIFIKASI

A. Landasan Pelaporan Gratifikasi Dan UPG


Pada Sub Bab A, kita akan mempelajari mengenai pengertian dasar hukum pelaporan
dan negative list gratifikasi yang perlu untuk diketahui dan dipahami oleh seluruh
Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

1. Dasar Hukum Pelaporan


Pelaporan Gratifikasi diatur dalam Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi
Republik Indonesia nomor 2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi yang telah
ditetapkan pada tanggal 5 November 2019 oleh Ketua Komisi Pemberantasan
Korupsi (KPK) Republik Indonesia. Peraturan ini berisi 9 bab dan 34 pasal yang
mengatur secara rinci proses pelaporan gratifikasi.
Beberapa defiinisi yang perlu dipahami sebelum mempelajari hal lainnya dalam
peraturan ini, diantaranya adalah sebagai berikut:

Tabel 3-1 : Ketentuan Umum dalam PER KPK No 2 Tahun 2019

No Istilah Keterangan

pemberian dalam arti luas meliputi uang, barang, rabat


(discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket
perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata,
a. Gratifikasi pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya, baik
yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri,
yang dilakukan dengan menggunakan sarana elektronik
atau tanpa sarana elektronik

Penerima Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang


b.
Gratifikasi menerima Gratifikasi.

Pelapor Penerima Gratifikasi yang menyampaikan laporan


c.
Gratifikasi Gratifikasi

65 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Istilah Keterangan

Kondisi pemberian yang diberlakukan sama untuk


semua dalam hal jenis, bentuk, persyaratan atau nilai,
d. Berlaku umum
sesuai dengan standar biaya yang berlaku, dan
memenuhi kewajaran atau kepatutan.

unit yang dibentuk atau ditunjuk oleh pejabat yang


berwenang pada lembaga negara, kementerian,
Unit
lembaga pemerintah non kementerian, lembaga
Pengendalian
e. nonstruktural, pemerintah daerah, dan organ lainnya
Gratifikasi
yang mengelola keuangan negara atau keuangan
(UPG)
daerah untuk melakukan fungsi pengendalian
gratifikasi.

Instansi
f. instansi yang menjalankan fungsi pelayanan publik.
Pejabat Publik

Sumber: PER KPK No 2 Tahun 2019

2. Pelaporan Gratifikasi
Sebagai seorang penyelenggara negara yang memiliki kewajiban dan tugas yang
berhubungan dengan jabatannya, setiap pegawai negeri wajib untuk melaporkan
gratifikasi yang ditolak dan/atau diterimanya. Pada dasarnya setiap pemberian yang
ditolak dan/atau diterima oleh pegawai negeri wajib untuk dilaporkan, kecuali
kondisi-kondisi tertentu yang dapat disebut sebagai negative list gratifikasi yang
wajib dilaporkan:

Negative list gratifikasi yang wajib dilaporkan:

a. Pemberian dalam keluarga yaitu kakek/nenek,


bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/menantu, anak
angkat/wali yang sah, cucu, besan, paman/bibi,
kakak/adik/ipar, sepupu dan keponakan, sepanjang
tidak terdapat konflik kepentingan

b. Keuntungan atau bunga dari penempatan dana,


investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku
umum

66 Internalisasi Kepatuhan DJP


c. Manfaat dari koperasi, organisasi kepegawaian atau
organisasi yang sejenis berdasarkan keanggotaan yang
berlaku umum

d. Perangkat atau perlengkapan yang diberikan kepada


peserta dalam kegiatan kedinasan seperti seminar,
workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan sejenis,
yang berlaku umum

e. Hadiah tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya,


yang dimaksudkan sebagai alat promosi atau sosialisasi
yang menggunakan logo atau pesan sosialisasi,
sepanjang tidak memiliki konflik kepentingan dan
berlaku umum

f. Hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan,


perlombaan atau kompetisi yang diikuti dengan biaya
sendiri dan tidak terkait dengan kedinasan

g. Penghargaan baik berupa uang atau barang yang ada


kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang
diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku

h. Hadiah langsung/undian, diskon/rabat, voucher, point


rewards, atau suvenir yang berlaku umum dan tidak
terkait kedinasan

i. Kompensasi atau honor atas profesi diluar kegiatan


kedinasan yang tidak terkait dengan tugas dan
kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan
dan tidak melanggar peraturan/kode etik
pegawai/pejabat yang bersangkutan

j. Kompensasi yang diterima terkait kegiatan kedinasan


seperti honorarium, transportasi, akomodasi dan
pembiayaan yang telah ditetapkan dalam standar biaya
yang berlaku di instansi penerima Gratifikasi sepanjang
tidak terdapat pembiayaan ganda, tidak terdapat konflik
benturan kepentingan, dan tidak melanggar ketentuan
yang berlaku di instansi penerima

67 Internalisasi Kepatuhan DJP


k. Karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam
acara seperti pertunangan, pernikahan, kelahiran,
kematian, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau
upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun,
promosi jabatan

l. Pemberian terkait dengan pertunangan, pernikahan,


kelahiran, akikah, baptis, khitanan, potong gigi, atau
upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai
sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) setiap
pemberi

m. Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang


dialami oleh diri penerima Gratifikasi, suami, istri, anak,
bapak, ibu, mertua, dan/atau menantu penerima
Gratifikasi sepanjang tidak terdapat konflik kepentingan,
dan memenuhi kewajaran atau kepatutan

n. pemberian sesama rekan kerja dalam rangka pisah


sambut, pensiun, mutasi jabatan, atau ulang tahun yang
tidak dalam bentuk uang atau alat tukar lainnya paling
banyak senilai Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah)
setiap pemberian per orang, dengan total pemberian
tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) dalam
1 (satu) tahun dari pemberi yang sama, sepanjang tidak
terdapat konflik kepentingan

o. Pemberian sesama rekan kerja yang tidak dalam bentuk


uang atau alat tukar lainnya, dan tidak terkait kedinasan
paling banyak senilai Rp200.000,00 (dua ratus ribu
rupiah) setiap pemberian per orang, dengan total
pemberian tidak melebihi Rp1.000.000,00 (satu juta
rupiah) dalam 1 (satu) tahun dari pemberi yang sama

p. Pemberian berupa hidangan atau sajian yang berlaku


umum

68 Internalisasi Kepatuhan DJP


Penerima atau penolak gratifikasi dapat melaporkan penolakan atau penerimaan
gratifikasi kepada UPG atau ke KPK langsung dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Penerima atau penolak gratifikasi melaporkan kepada UPG paling lama 10
(sepuluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima dan/atau ditolak yang
selanjutnya wajib diteruskan oleh UPG ke KPK paling lama 10 (sepuluh) hari
kerja sejak tanggal gratifikasi diterima dan/atau ditolak ;
b. Penerima atau penolak gratifikasi melaporkan kepada KPK paling lama 30
(tiga puluh) hari kerja sejak tanggal gratifikasi diterima dan/atau ditolak.

Setiap laporan gratifikasi yang masuk akan segera ditindaklanjuti oleh KPK
berdasarkan data dan informasi yang telah diisi lengkap dan benar pada formulir
laporan oleh penerima atau penolak gratifikasi yang dapat disampaikan dalam
bentuk tertulis, surat elektronik, atau aplikasi pelaporan GOL (Gratifikasi Online)
yang paling sedikit memuat:
a. identitas penerima berupa Nomor Induk Kependudukan, nama, alamat lengkap,
dan nomor telepon
b. informasi pemberi gratifikasi
c. jabatan penerima gratifikasi
d. tempat dan waktu penerimaan gratifikasi
e. uraian jenis gratifikasi yang diterima
f. nilai gratifikasi yang diterima
g. kronologis peristiwa penerimaan gratifikasi
h. bukti, dokumen, atau data pendukung terkait laporan gratifikasi

Sering kali, gratifikasi yang diberikan berupa makanan dan/atau minuman yang
mudah rusak yang tidak dapat langsung ditolak saat diberikan karena tidak
diberikan secara langsung kepada pegawai, maka dalam ketentuannya, objek
gratifikasi tersebut dapat disalurkan sebagai bantuan sosial kepada yang
membutuhkan di luar unit kerja dengan tetap melakukan dokumentasi pemberian
bantuan sosial tersebut untuk keperluan pelaporan penerimaan gratifikasi.

3. Unit Pengendalian Gratifikasi


Unit Pengendalian Gratifikasi (UPG) adalah unit yang dibentuk bagi pegawai negeri
atau penyelenggara negara pada unit kerja untuk melaporkan gratifikasi yang ia
terima. Dari definisi UPG tersebut, dapat dikatakan bahwa UPG memiliki kedudukan
pada unit kerja yang memiliki tugas dan fungsi di bidang kepatuhan atau
pengawasan. UPG wajib dibentuk pada setiap instansi pemerintahan, badan usaha
milik negara, atau badan usaha milik daerah dan instansi pejabat public lainnya di
lingkungan kerjanya masing-masing.
Tugas UPG dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. menerima, menganalisis, dan mengadministrasikan laporan penerimaan
gratifikasi dari Pegawai Negeri, Penyelenggara Negara, atau pejabat publik
lainnya;

69 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. menerima dan mengadministrasikan laporan penolakan gratifikasi, dalam hal
Pegawai Negeri, Penyelenggara Negara atau pejabat publik lainnya
melaporkan penolakan gratifikasi;
c. meneruskan laporan penerimaan gratifikasi kepada Komisi;
d. melaporkan rekapitulasi laporan penerimaan dan penolakan gratifikasi secara
periodik kepada Komisi;
e. menyampaikan hasil pengelolaan laporan penerimaan dan penolakan
gratifikasi dan usulan kebijakan pengendalian gratifikasi kepada pimpinan
instansi masing-masing;
f. melakukan sosialisasi ketentuan gratifikasi kepada pihak internal dan eksternal
Instansi Pemerintahan, badan usaha milik negara, dan badan usaha milik
daerah;
g. melakukan pemeliharaan barang gratifikasi sampai dengan adanya penetapan
status barang tersebut; dan
h. melakukan pemantauan dan evaluasi dalam rangka pengendalian gratifikasi.

B. Penanganan Laporan Gratifikasi


Pada Sub Bab B ini, proses penanganan laporan gratifikasi yang dilakukan oleh KPK,
khususnya di Direktorat Gratifikasi hingga penetapan status kepemilikan objek gratifikasi
yang dilaporkan.

Tahapan penanganan gratifikasi terdiri dari 3 tahapan, yaitu:

1. Verifikasi Laporan Gratifikasi

a. Merupakan tahap yang bertujuan untuk memeriksa kelengkapan laporan


gratifikasi yang disampaikan pelapor yang meliputi kelengkapan informasi pada
formulir laporan terkait data pelapor dan informasi objek gratifikasi.
b. Dalam hal informasi pada laporan dinyatakan tidak lengkap, laporan akan
dikembalikan kepada pelapor untuk dilengkapi paling lambat 30 (tiga puluh) hari
kerja.
c. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kerja laporan tidak dilengkapi, maka
laporan gratifikasi dapat tidak ditindaklanjuti

2. Analisis Laporan Gratifikasi

a. Merupakan tahap lanjutan dari tahap verifikasi atas laporan yang seluruh
informasinya telah lengkap.
b. Pada tahap ini dilakukan telaahan informasi yang diperoleh dari proses
verifikasi untuk memperoleh akurasi informasi dan menentukan tindak lanjut
yang akan dilakukan

70 Internalisasi Kepatuhan DJP


c. Direktorat Gratifikasi dapat melakukan pemanggilan untuk meminta
keterangan dan/atau meminta dan memeriksa data dan/atau dokumen
pendukung lain dari pelapor, pemberi gratifikasi, perwakilan instansi dan/atau
pihak lain terkait laporan gratifikasi sesuai dengan wewenang Direktorat
Gratifikasi
d. Pemberian keterangan atas permintaan Direktorat Gratifikasi, dapat
dilaksanakan dengan cara:
1) tertulis melalui persuratan atau media elektronik
2) lisan dengan menuangkannya dalam berita acara keterangan, dan/atau
3) wawancara langsung yang direkam melalui media audiovisual.
e. Hasil dari analisis laporan gratifikasi dituangkan dalam Laporan Hasil Analisis
Laporan Gratifikasi, yang dapat berupa:
1) laporan Gratifikasi ditindaklanjuti, atau
2) laporan Gratifikasi tidak ditindalanjuti.
f. Laporan Hasil Analisis Laporan Gratifikasi yang hasilnya laporan Gratifikasi
tidak ditindalanjuti akan diberitahukan kepada penerima gratifikasi melalui
surat pemberitahuan.

3. Penetapan Status Kepemilikan Gratifikasi

a. Penetapan status kepemilikan gratifikasi ditetapkan berdasarkan Laporan


Hasil Analisis laporan Gratifikasi
b. Jangka waktu penetapan status kepemilikan Gratifikasi yang dilaporkan
kepada Komisi paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja sejak laporan diterima
dan dinyatakan lengkap
c. Keputusan penetapan kepemilikan Gratifikasi disampaikan kepada Penerima
Gratifikasi paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal ditetapkan
d. Status kepemilikan gratifikasi yang dilaporkan dapat berupa
1) Gratifikasi milik Penerima; atau
2) Gratifikasi milik Negara
e. Penetapan status kepemilikan gratifikasi dibedakan berdasarkan nilai objek
gratifikasi dengan ketentuan sebagai berikut:
1) objek gratifikasi dengan nilai lebih dari Rp10.000.000,-00 (sepuluh juta
rupiah) ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan dan ditandatangani
oleh Pimpinan.
2) objek gratifikasi dengan nilai Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah) sampai
dengan Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), ditetapkan dengan
Keputusan Pimpinan dan ditandatangani oleh Deputi Bidang
Pencegahan untuk dan atas nama (a.n.) Pimpinan.

71 Internalisasi Kepatuhan DJP


3) objek gratifikasi dengan nilai kurang dari Rp5.000.000,00 (lima juta
rupiah), ditetapkan dengan Keputusan Pimpinan dan ditandatangani
oleh Direktur Gratifikasi untuk dan atas nama (a.n) Pimpinan.
f. Objek gratifikasi yang telah ditetapkan menjadi milik penerima akan
dikembalikan ke pelapor dalam hal objek dititipkan kepada UPG atau
disertakan dalam laporan gratifikasi.
g. Apabila objek gratifikasi yang telah ditetapkan menjadi milik penerima tidak
diambil oleh pelapor dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak
ditetapkan sebagai gratifikasi milik penerima, objek gratifikasi diserahkan
kepada negara untuk kemanfaatan publik setelah diinformasikan kepada
pelapor sesuai prosedur yang berlaku.
h. Objek gratifikasi yang disertakan dalam laporan gratifikasi dan telah
ditetapkan ditetapkan menjadi milik negara, objek gratifikasi diserahterimakan
kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
keuangan yang penyerahannya dituangkan dalam berita acara dan
dilaksanakan paling lama 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal penetapan status
kepemilikan gratifikasi menjadi gratifikasi milik negara.
i. Objek gratifikasi yang tidak disertakan dalam laporan gratifikasi dan telah
ditetapkan ditetapkan menjadi milik negara, wajib diserahkan oleh pelapor
kepada Komisi atau kementerian yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan di bidang keuangan berdasarkan permintaan penyerahan dari
Komisi paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal keputusan ditetapkan
j. setiap gratifikasi yang ditetapkan menjadi gratifikasi milik negara wajib
diumumkan dalam Berita Negara Republik Indonesia oleh KPK yang
dilaksanakan paling sedikit 1 (satu) kali dalam setahun berupa rekapitulasi
Keputusan Pimpinan.

72 Internalisasi Kepatuhan DJP


Gambar 3-1 : Pelaporan Gratifikasi

Gambar 3-2 : Penanganan Laporan Gratifikasi

73 Internalisasi Kepatuhan DJP


C. Hak, Perlindungan Pelapor dan Ketentuan Lainnya

1. Penyertaan Objek Pelaporan

Dalam pelaporan gratifikasi, terdapat hal-hal yang mewajibkan objek gratifikasi


diikutsertakan dalam pelaporan, yaitu dalam hal diperlukan memerlukan uji
orisinalitas; dari objek gratifikasi dan/atau objek gratifikasi diperlukan untuk
kepentingan verifikasi dan analisis. Objek gratifikasi yang disertakan dalam
pelaporan akan diterima oleh KPK dengan tanda terima dan diidentifikasi sebagai
titipan. Jangka waktu penitipan objek gratifikasi ditetapkan sampai dengan
ditentukan status kepemilikannya melalui penetapan status kepemilikan gratifikasi.

2. Hak Pelapor

Setiap pelapor gratifikasi yang beritikad baik dalam menyampaikan laporannya,


memiliki beberapa hak yang diberikan oleh KPK dan/atau instansi lain yang terkait
atas permohonan pelapor. Hak-hak tersebut adalah:
a. memperoleh penjelasan terkait hak dan kewajibannya dalam pelaporan
gratifikasi;
b. memperoleh informasi perkembangan laporan gratifikasi; dan
c. memperoleh perlindungan, yang terdiri dari:
1) perlindungan terhadap kerahasiaan identitas pelapor dalam hal
diperlukan; dan
2) perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta benda

3. Kompensasi

Kompensasi adalah permohonan penggantian nilai objek gratifikasi untuk dapat


dimiliki oleh pelapor gratifikasi yang diajukan kepada KPK setelah hasil penetapan
status kepemilikan gratifikasi ditetapkan.
Syarat-syarat untuk mengajukan permohonan kompensasi adalah:
a. pelapor hanya dapat menyampaikan permohonan kompensasi atas objek
gratifikasi yang dilaporkannya kepada KPK;
b. objek gratifikasi berbentuk barang atau fasilitas;
c. pelapor kooperatif dan beritikad baik; dan
d. pelapor bersedia mengganti objek gratifikasi dengan sejumlah uang yang
senilai dengan barang yang dikompensasikan.

74 Internalisasi Kepatuhan DJP


Nilai kompensasi dari objek gratifikasi ditentukan berdasarkan taksiran dari tim
penilai yang ditunjuk pimpinan atau instansi yang berwenang. Pelapor berhak atas
objek gratifikasi yang dilaporkan setelah membayar kompensasi sesuai keputusan
pimpinan yang merupakan persetujuan permohonan kompensasi yang didalamnya
terdapat nilai kompensasi yang harus dipenuhi oleh pemohon kompensasi.

D. Latihan Soal

1. Jangka waktu penitipan objek gratifikasi ditetapkan sampai dengan...


a) ditentukannya status kepemilikannya objek.
b) 1 (satu) tahun sejak pelaporan diterima lengkap.
c) 30 (tiga puluh) hari setelah pelapor membayar kompensasi sesuai nilai yang
telah ditetapkan
d) proses analisis laporan gratifikasi selesai dilaksanakan.

2. Di bawah ini merupakan hak-hak yang diperoleh pelapor gratifikasi, kecuali..


a) memperoleh penjelasan terkait hak dan kewajibannya.
b) memperoleh informasi perkembangan laporan gratifikasi yang dilaporkannya.
c) memperoleh perlindungan sesuai ketentuan yang ditetapkan.
d) memperoleh kompensasi sesuai nilai yang telah ditetapkan.

3. Gratifikasi yang diterima oleh pegawai negeri yang wajib dilaporakan dibawah ini
adalah ……
a) hadiah, apresiasi atau penghargaan dari kejuaraan, perlombaan atau kompetisi
yang diikuti dengan biaya dari unit kerja dan terkait dengan kedinasan
b) kompensasi atau honor atas profesi di luar kegiatan kedinasan, sepanjang tidak
terkait dengan tugas dan kewajiban, sepanjang tidak terdapat konflik
kepentingan dan tidak melanggar peraturan
c) karangan bunga sebagai ucapan yang diberikan dalam acara seperti
pertunangan, pernikahan, kelahiran, kematian, akikah, baptis, khitanan, potong
gigi, atau upacara adat/agama lainnya, pisah sambut, pensiun, promosi jabatan
d) pemberian cendera mata/plakat kepada instansi dalam rangka hubungan
kedinasan dan kenegaraan, baik di dalam negeri maupun luar negeri sepanjang
tidak diberikan untuk individu pegawai negeri atau penyelenggara negara

75 Internalisasi Kepatuhan DJP


4. Pada tahap analisis laporan gratifikasi, dapat dilakukan hal-hal sebagai berikut,
kecuali…
a) Pemanggilan pelapor.
b) Pemeriksaan kelengkapan laporan.
c) Permintaan keterangan atau dokumen pendukung lain.
d) Menelaah informasi yang diperoleh dari proses verifikasi untuk memperoleh
akurasi informasi dan menentukan tindak lanjut yang akan dilakukan.

5. Jangka waktu penetapan status kepemilikan Gratifikasi yang dilaporkan kepada KPK
adalah paling lama …. sejak laporan diterima dan dinyatakan lengkap.
a) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja.
b) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kalender.
c) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja.
d) dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari kalender.

76 Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB IV
PENANGANAN BENTURAN
KEPENTINGAN

77 Internalisasi Kepatuhan DJP


4 BAB IV
PENANGANAN BENTURAN
KEPENTINGAN

Pada Bab 4, kita akan mempelajari mengenai penanganan benturan kepentingan


sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum
Penanganan Benturan Kepentingan.

A. Pendahuluan
Benturan kepentingan merupakan suatu kondisi pertimbangan pribadi yang
mempengaruhi dan/atau dapat menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam
mengemban tugas. Pertimbangan pribadi tersebut dapat berasal dari kepentingan
pribadi, kerabat atau kelompok yang kemudian mendesak atau mereduksi gagasan
yang dibangun berdasarkan nalar profesionalnya sehingga keputusannya
menyimpang dari orisinalitas keprofesionalannya dan berimplikasi pada
penyelenggaraan negara, khususnya di bidang pelayanan publik menjadi tidak efisien
dan efektif.
Untuk menjalankan tugas-tugas dalam proses pembangunan nasional, sangat penting
memiliki penyelenggara negara yang memiliki kewibawaan, bersih dari praktik korupsi,
kolusi, dan nepotisme, efektif, dan efisien. Hal ini dikarenakan peran setiap
penyelenggara negara memiliki dampak yang signifikan. Selain membutuhkan tingkat
profesionalisme yang tinggi, setiap penyelenggara negara juga harus menunjukkan
integritas dan komitmen penuh terhadap kepentingan rakyat, negara, dan bangsa.
Prioritas harus diberikan pada kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau
kelompok. Pemerintah telah berupaya menciptakan penyelenggara negara seperti
yang dijelaskan di atas melalui berbagai kebijakan, termasuk kebijakan yang mengatur
pembatasan dengan tujuan terhindarnya dari situasi atau kondisi benturan
kepentingan seperti peraturan pemerintah mengenai larangan PNS menjadi anggota
parpol, pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam usaha swasta, dan beberapa
pembatasan kegiatan pegawai negeri dalam rangka pendayagunaan aparatur negara
dan kesederhanaan hidup.

78 Internalisasi Kepatuhan DJP


B. Tujuan
Tujuan dari pedoman umum penanganan benturan kepentingan ini adalah:
1. Menyediakan kerangka acuan bagi instansi pemerintah untuk mengenal,
mencegah, dan mengatasi benturan kepentingan.
2. Menciptakan budaya pelayanan publik yang dapat mengenal, mencegah, dan
mengatasi situasi-situasi benturan kepentingan secara transparan dan efisien
tanpa mengurangi kinerja pejabat yang bersangkutan.
3. Mencegah terjadinya pengabaian pelayanan publik dan kerugian negara.
4. Menegakkan integritas.
5. Menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa.

C. Benturan Kepentingan
Pada sub bab Benturan Kepentingan, kita akan membahas mengenai pejabat yang
berpotensi memiliki benturan kepentingan, bentuk benturan kepentingan yang sering
terjadi dan dihadapi oleh penyelenggara negara, dan jenis benturan kepentingan yang
sering terjadi.

1. Pejabat yang Berpotensi Memiliki Benturan Kepentingan


Berikut ini adalah tabel yang menyajikan tentang pejabat yang berpotensi
memiliki benturan kepentingan:

Tabel 4-1 : Pejabat yang Berpotensi Memiliki Benturan Kepentingan

No Lingkungan Pejabat

1. Eksekutif a. Pejabat Tata Usaha Negara yang membuat Keputusan


Tata Usaha Negara dan mengambil Tindakan Tata Usaha
Negara.
b. Perencana, pejabat pemerintah yang diberi tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak secara penuh oleh
pejabat yang berwenang untuk melaksanakan kegiatan
perencanaan pada unit perencanaan tertentu.
c. Pengawas, pejabat pemerintah yang mengawasi tugas
dan fungsi eksekutif agar sesuai dengan kaidah yang
berlaku, dalam hal ini adalah: para pemeriksa, auditor,
dan pengawas di lingkungan
d. Pelaksana pelayanan publik, yaitu pejabat, pegawai,
petugas dan setiap orang yang bekerja di dalam unit
organisasi yang mempunyai tugas memberikan

79 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Lingkungan Pejabat

pelayanan publik termasuk pelaksana pelayanan publik di


lembaga eksektuif, yudikatif, dan lembaga nonstruktural
e. Penilai, yaitu orang yang bertugas menilai, melakukan
verifikasi, sertifikasi, dan tujuan pengujian lainnya
f. Jaksa, yaitu semua pejabat yang melakukan fungsi
penuntutan
g. Penyidik, yaitu semua pejabat yang melakukan fungsi
penyidikan
h. Panitera pengadilan, yaitu semua pejabat yang
melakukan fungsi kepaniteraan.

2. Yudikatif Pejabat negara di lingkungan peradilan, yaitu para hakim


yang mempunyai kewenangan memeriksa dan memutus
perkara dalam proses peradilan.

3. Lainnya Pejabat lain yang diangkat oleh Presiden/Menteri (Staf


Khusus dan Utusan Khusus Presiden/Wakil
Presiden/Menteri, yang penghasilannya dibiayai oleh APBN.

2. Kondisi yang Berindikasi sebagai Bentuk Benturan Kepentingan


Dalam pelaksanaan tugasnya, penyelenggara negara dapat menjumpai suatu
kondisi yang berindikasi sebagai bentuk benturan kepentingan sebagai berikut:
1. Situasi yang menyebabkan seseorang menerima gratifikasi atau
pemberian/penerimaan hadiah atas suatu keputusan/jabatan.
2. Situasi yang menyebabkan penggunaan aset jabatan/instansi untuk
kepentingan pribadi/golongan.
3. Situasi yang menyebabkan informasi rahasia jabatan/instansi dipergunakan
untuk kepentingan pribadi/golongan.
4. Perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki hubungan
langsung atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga
menyebabkan pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan
lainnya.
5. Situasi dimana seorang penyelenggara negara memberikan akses khusus
kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti
prosedur yang seharusnya.
6. Situasi yang menyebabkan proses pengawasan tidak mengikuti prosedur
karena adanya pengaruh dan harapan dari pihak yang diawasi.
7. Situasi dimana kewenangan penilaian suatu obyek kualifikasi dan obyek
tersebut merupakan hasil dari si penilai.
8. Situasi dimana adanya kesempatan penyalahgunaan jabatan.

80 Internalisasi Kepatuhan DJP


9. Situasi di mana seorang penyelenggara negara menentukan sendiri
besarnya gaji/remunerasi.
10. Moonlighting atau outside employment (bekerja lain di luar pekerjaan
pokoknya).
11. Situasi yang memungkinkan penggunaan diskresi yang menyalahgunakan
wewenang.

3. Kondisi yang Berindikasi sebagai Bentuk Benturan Kepentingan


Jenis benturan kepentingan yang sering terjadi pada lingkungan eksekutif dan
yudikatif ditunjukkan oleh tabel sebagai berikut:

Tabel 4-2 : Jenis Benturan Kepentingan Pada Lingkungan Eksekutif dan


Yudikatif

No Lingkungan Jenis Benturan Kepentingan

1. Eksekutif a. Kebijakan yang berpihak akibat pengaruh/hubungan


dekat/ ketergantungan/pemberian gratifikasi;
b. Pemberian izin yang diskriminatif.
c. Pengangkatan pegawai berdasarkan hubungan
dekat/balas jasa/rekomendasi/pengaruh dari pejabat
pemerintah;
d. Pemilihan partner/rekanan kerja berdasarkan
keputusan yang tidak professional;
e. Melakukan komersialisasi pelayanan publik;
f. Penggunaan asset dan informasi rahasia untuk
kepentingan pribadi.
g. Menjadi bagian dari pihak yang diawasi.
h. Melakukan pengawasan tidak sesuai dengan norma,
standar, dan prosedur.
i. Menjadi bawahan pihak yang dinilai.
j. Melakukan pengawasan atas pengaruh pihak lain.
k. Melakukan penilaian atas pengaruh pihak lain.
l. Melakukan penilaian tidak sesuai norma, standar, dan
prosedur.
m. Menjadi bagian dari pihak yang memiliki kepentingan
atas sesuatu yang dinilai.
n. Pengusutan dan tuntutan jaksa yang dapat merugikan
kepentingan negara karena pengaruh pihak lain.
o. Penyelidikan dan penyidikan yang dapat merugikan
pihak terkait karena pengaruh pihak lain.

81 Internalisasi Kepatuhan DJP


No Lingkungan Jenis Benturan Kepentingan

2. Yudikatif a. Putusan pengadilan yang dipengaruhi oleh pihak yang


terlibat dalam kasus persidangan.
b. Pengangkatan/mutasi/promosi hakim yang tidak fair
dan berindikasi adanya pengaruh dan kepentingan
pihak tertentu.
c. Menjabat sebagai dewan

4. Sumber Penyebab Benturan Kepentingan


Pada bagian sebelumnya, telah dijelaskan mengenai bentuk-bentuk benturan
kepentingan. Terdapat beberapa sumber penyebab benturan kepentingan dapat
terjadi, diantaranya:
a. Penyalahgunaan wewenang
yaitu penyelenggara negara membuat keputusan atau tindakan yang tidak
sesuai dengan tujuan atau melampaui batas-batas pemberian wewenang
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan.
b. Perangkapan jabatan
yaitu seorang penyelenggara negara menduduki dua atau lebih jabatan
publik sehingga tidak bisa menjalankan jabatannya secara professional,
independen dan akuntabel.
c. Hubungan afiliasi (pribadi, golongan)
yaitu hubungan yang dimiliki oleh seorang penyelenggara negara dengan
pihak tertentu baik karena hubungan darah, hubungan perkawinan maupun
hubungan pertemanan yang dapat memperngaruhi keputusannya.
d. Gratifikasi
yaitu pemberian dalam arti luas meliputi pemberian uang, barang, rabat,
komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan,
perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma dan fasilitas lainnya.
e. Kelemahan sistem organisasi
yaitu keadaan yang menjadi kendala bagi pencapaian tujuan pelaksanaan
kewenangan penyelenggara negara yang disebabkan karena struktur dan
budaya organisasi yang ada.

5. Prinsip Dasar Penanganan Benturan Kepentingan


Penanganan benturan kepentingan pada dasarnya dilakukan melalui perbaikan
nilai, sistem, pribadi dan budaya. Berikut ini merupakan prinsip dasar
penanganan benturan kepentingan:

82 Internalisasi Kepatuhan DJP


a. Mengutamakan kepentingan publik:
1) Penyelenggara negara harus memperhatikan asas umum pemerintahan
yang baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
2) Dalam pengambilan keputusan, penyelenggara negara harus
berdasarkan peraturan perundang-perundangan dan kebijakan yang
berlaku tanpa memikirkan keuntungan pribadi atau tanpa dipengaruhi
preferensi pribadi ataupun afiliasi dengan agama, profesi, partai atau
politik, etnisitas, dan keluarga.
3) Penyelenggara negara tidak boleh memasukkan unsur kepentingan
pribadi dalam penmbuatan keputusan dan tindakan yang dapat
mempengaruhi kualitas keputusannya. Apabila terdapat benturan
kepentingan, maka penyelenggara negara tidak boleh berpartisipasi
dalam pembuatan keputusan-keputusan resmi yang dapat dipengaruhi
oleh kepentingan dan afiliasi pribadinya.
4) Penyelenggara negara harus menghindarkan diri dari tindakan pribadi
yang diuntungkan oleh "inside information" atau informasi orang dalam
yang diperolehnya dari jabatannva. Sedangkan dalam pelaksanaan
tugasnya. Penyelenggara negara juga tidak mengambil keuntungan yang
tidak seharusnya dari jabatan yang pernah dipegangnya termasuk
mendapatkan informasi hal-hal dalam jabatan tersebut pada saat pejabat
yang bersangkutan tidak lagi duduk dalam jabatan tersebut.

b. Menciptakan keterbukaan penanganan dan pengawasan benturan


kepentingan:
1) Penyelenggara negara harus bersifat terbuka atas pekerjaan yang
dilakukannya. Kewajiban ini tidak sekadar terbatas pada mengikuti
undang-undang dan peraturan tetapi juga harus mentaati nilai-nilai
pelayanan publik seperti bebas kepentingan (disinterestedness), tidak
berpihak dan memiliki integritas.
2) Kepentingan pribadi dan hubungan afiliasi penyelenggara negara yang
dapat menghambat pelaksanaan tugas publik harus diungkapkan dan
dideklarasikan agar dapat dikendalikan dan ditangani secara memadai.
3) Penyelenggara negara harus menyiapkan mekanisme dan prosedur
pengaduan dari masyarakat terkait adanya benturan kepentingan yang
terjadi.
4) Penyelenggara negara serta lembaga publik harus menjamin konsistensi
dan keterbukaan dalam proses penyelesaian atau penanganan situasi
benturan kepentingan.
5) Penyelenggara negara serta lembaga publik harus mendorong
keterbukaan terhadap pengawasan dalam penanganan situasi benturan
kepentingan sesuai dengan kerangka hukum yang ada.

83 Internalisasi Kepatuhan DJP


6) Penyelenggara negara serta lembaga publik harus dapat memberikan
akses kepada masyarakat untuk mendapatkan berbagai informasi yang
terkait dengan penggunaan kewenangannya.
7) Penyelenggara negara harus menyiapkan prosedur pengajuan keberatan
dari masyarakat tentang penggunaan kewenangannya.

c. Mendorong tanggung jawab pribadi dan sikap keteladanan:


1) Penyelenggara negara senantiasa bertindak sedemikian rupa agar
integritas mereka dapat menjadi teladan bagi penyelenggara negara
lainnya dan bagi masyarakat.
2) Penyelenggara negara harus sebisa mungkin bertanggung jawab atas
pengaturan urusan pribadinya agar dapat menghindari terjadinya
benturan kepentingan pada saat dan sesudah masa jabatannya sebagai
penyelenggara negara.
3) Penyelenggara negara harus bertanggung jawab untuk mengidentifikasi
dan menyelesaikan benturan kepentingan yang merugikan kepentingan
publik apabila terjadi benturan kepentingan.
4) Penyelenggara negara harus menunjukkan komitmen mereka pada
integritas dan profesionalisme dengan menerapkan kebijakan
penanganan benturan kepentingan yang efektif.
5) Penyelenggara negara serta lembaga publik harus bertanggung jawab
atas segala urusan yang menjadi tugasnya sesuai peraturan perundang-
undangan.

d. Menciptakan dan membina budaya organisasi yang tidak toleran


terhadap benturan kepentingan:
1) Lembaga publik harus menyediakan dan melaksanakan kebijakan,
proses, dan praktek manajemen yang memadai dalam lingkungan kerja
yang dapat mendorong pengawasan dan penanganan situasi benturan
kepentingan yang efektif.
2) Lembaga publik harus mendorong penyelenggara negara untuk
mengungkapkan dan membahas masalah-masalah benturan
kepentingan serta harus membuat ketentuan yang melindungi
keterbukaan dari penyalahgunaan oleh pihak-pihak lain.
3) Lembaga publik harus menciptakan dan mempertahankan budaya
komunikasi terbuka dan dialog mengenai integritas dan bagaimana
mendorongnya.
4) Lembaga publik harus memberi pengarahan dan pelatihan untuk
meningkatkan pemahaman serta memungkinkan evolusi dinamis dari
ketentuan yang telah ditetapkan dan aplikasi ketentuan tersebut di tempat
kerja.

84 Internalisasi Kepatuhan DJP


6. Tahapan dalam Penanganan Benturan Kepentingan
Dalam penanganan benturan kepentingan, terdapat beberapa tahapan sebagai
berikut:
a. Penyusunan Kerangka Kebijakan Penanganan Benturan Kepentingan.
Dalam penyusunan kerangka kebijakan penanganan benturan kepentingan,
terdapat beberapa aspek pokok yang saling terkait dan perlu diperhatikan,
yaitu:
1) Pendefinisian benturan kepentingan yang berpotensi membahayakan
integritas instansi dan individu;
2) Komitmen pimpinan dalam penerapan kebijakan benturan kepentingan;
3) Pemahaman dan kesadaran yang baik tentang benturan kepentingan
untuk mendukung kepatuhan dalam penanganan benturan kepentingan;
4) Keterbukaan informasi yang memadai terkait dengan penanganan
benturan kepentingan;
5) Keterlibatan para stakeholder dalam kepentingan;
6) Monitoring dan evaluasi kebijakan kepentingan;

b. Identifikasi Situasi Benturan Kepentingan.


Pada tahapan ini akan dilakukan identifikasi terhadap situasi yang termasuk
dalam kategori benturan kepentingan. Dalam hal ini diperlukan penjabaran yang
jelas mengenai situasi dan hubungan afiliasi yang menimbulkan benturan
kepentingan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi
yang bersangkutan. Identifikasi tentang situasi benturan kepentingan harus
konsisten dengan ide dasar bahwa ada berbagai situasi dimana kepentingan
pribadi dan hubungan afiliasi seorang penyelenggara negara dapat menimbulkan
benturan kepentingan.

c. Penyusunan Strategi Penanganan Benturan Kepentingan.


Kebijakan penanganan benturan kepentingan perlu didukung oleh sebuah
strategi yang efektif berupa:
1) Penyusunan kode etik.
2) Pelatihan, arahan serta konseling dengan memberi contoh-contoh praktis dan
langkah-langkah untuk mengatasi situasi benturan kepentingan.
3) Deklarasi benturan kepentingan dengan cara sebagai berikut:
a) Pelaporan atau pernyataan awal (disclosure) tentang adanya
kepentingan pribadi yang dapat bertentangan dengan pelaksanaan
jabatannya pada saat seseorang diangkat sebagai penyelenggara
negara;
b) Pelaporan dan pernyataan lanjutan apabila terjadi perubahan kondisi
setelah pelaporan dan pernyataan awal;
c) Pelaporan mencakup informasi yang rinci untuk menentukan tingkat
benturan kepentingan dan bagaimana menanganinya.

85 Internalisasi Kepatuhan DJP


4) Dukungan kelembagaan dalam bentuk:
a) Dukungan administrasi yang menjamin efektifitas proses pelaporan
sehingga informasi dapat dinilai dengan benar dan dapat terus
diperbaharui;
b) Pelaporan dan pencatatan kepentingan pribadi dilakukan dalam
dokumen-dokumen resmi agar lembaga yang bersangkutan dapat
menunjukkan bagaimana lembaga tersebut mengidentifikasi dan
menangani benturan kepentingan.

d. Serangkaian tindakan yang diperlukan apabila seorang penyelenggara


negara berada dalam situasi benturan kepentingan.
Tindakan tersebut sebagai langkah lanjutan setelah penyelenggara negara
melaporkan situasi benturan kepentingan yang dihadapinya, antara lain adalah:
1) Pengurangan (divestasi) kepentingan pribadi penyelenggara negara dalam
jabatannya;
2) Penarikan diri (recusal) dari proses pengambilan keputusan di mana seorang
penyelenggara negara memiliki kepentingan;
3) Membatasi akses penyelenggara negara atas informasi tertentu apabila yang
bersangkutan memiliki kepentingan;
4) Mutasi penyelenggara negara ke jabatan lain yang tidak memiliki benturan
kepentingan;
5) Mengalihtugaskan tugas dan tanggung-jawab penyelenggara negara yang
bersangkutan;
6) Pengunduran diri penyelenggara negara dari jabatan yang menyebabkan
benturan kepentingan;
7) Pemberian sanksi bagi yang melanggarnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.

7. Faktor-faktor Pendukung Keberhasilan Penanganan Benturan


Untuk mendukung keberhasilan penanganan benturan, terdapat faktor-faktor
pendukungnya, antara lain:
a. Komitmen dan keteladanan pemimpin.
Meskipun tanggung jawab untuk mengetahui benturan-benturan
kepentingan yang dapat terjadi terletak pada pundak seorang
penyelenggara negara akan tetapi lembaga-lembaga publik harus
bertanggungjawab atas pelaksanaan atau implementasi kebijakan
penanganan benturan kepentingan. Untuk itu diperlukan komitmen dan
keteladanan pemimpin dalam penanganan kasus-kasus benturan
kepentingan. Para pemimpin/pejabat atasan wajib mempergunakan
kewenangannya secara baik dengan mempertimbangkan kepentingan
lembaga, kepentingan publik, kepentingan pegawai, dan berbagai faktor
lain.

86 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Partisipasi dan keterlibatan para penyelenggara negara
Implementasi kebijakan untuk mencegah benturan kepentingan
membutuhkan keterlibatan para penyelenggara negara. Para
penyelenggara negara harus sadar dan paham tentang isu benturan
kepentingan dan harus bisa mengantisipasi sekaligus mencegah terjadinya
benturan kepentingan. Untuk mendorong partisipasi dan keterlibatan
penyelenggara negara dapat dilakukan antara lain dengan:
1) Mempublikasikan kebijakan penanganan benturan kepentingan;
2) Secara berkala mengingatkan penyelenggara negara adanya kebijakan
penanganan benturan kepentingan;
3) Menjamin agar aturan dan prosedur mudah diperoleh dan diketahui;
4) Memberi pengarahan tentang bagaimana menangani benturan
kepentingan;
5) Memberi bantuan konsultasi dan nasehat bagi mereka yang belum
memahami kebijakan penanganan benturan kepentingan, termasuk juga
kepada pihak-pihak luar yang berkaitan atau berhubungan dengan
lembaga yang bersangkutan.

c. Perhatian Khusus atas Hal Tertentu


Hal-hal yang perlu mendapat perhatian khusus tersebut antara lain adalah:
1) Hubungan afiliasi (pribadi dan golongan);
2) Gratifikasi;
3) Pekerjaan tambahan;
4) Informasi orang dalam;
5) Kepentingan dalam pengadaan barang;
6) Tuntutan keluarga dan komunitas;
7) Kedudukan di organisasi lain;
8) Intervensi pada jabatan sebelumnya; dan
9) Perangkapan jabatan.

d. Beberapa langkah preventif dapat dilakukan untuk menghindari situasi


benturan kepentingan.
Sebagai contoh langkah-langkah preventif yang terkait dengan pengambilan
keputusan adalah:
1) Agenda rapat yang akan diadakan perlu diketahui sebelumnya supaya
penyelenggara negara dapat mengantisipasi kemungkinan terjadinya
benturan.
2) Adanya aturan yang jelas dan prosedur yang efisien yang memungkinkan
penarikan diri (recusal dari pengambilan keputusan secara ad hoc.

87 Internalisasi Kepatuhan DJP


e. Penegakan Kebijakan Penanganan Benturan Kepentingan
Penegakan kebijakan penanganan benturan kepentingan tidaklah mudah,
agar kebijakan tersebut berjalan secara efektif maka perlu ada:
1) Sanksi sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2) Mekanisme identifikasi untuk mendeteksi pelanggaran kebijakan yang
ada.
3) Instrumen penanganan benturan kepentingan yang secara berkala
diperbaharui.

f. Pemantauan dan Evaluasi


Kebijakan penanganan benturan kepentingan perlu dipantau dan dievaluasi
secara berkala untuk menjaga agar tetap efektif dan relevan dengan
lingkungan yang terus berubah.

8. Tindakan Terhadap Potensi Benturan Kepentingan


Dalam hal terdapat potensi atau kondisi/situasi benturan kepentingan,
penyelenggara negara :
a. Dilarang melakukan transaksi dan/atau menggunakan aset instansi untuk
kepentingan pribadi, keluarga atau golongan.
b. Dilarang menerima dan/atau memberi hadiah/manfaat dalam.
c. Dilarang menerima dan/atau memberi barang/parcel/uang/setara uang atau
dalam bentuk apapun pada hari raya keagamaan.
d. Dilarang mengijinkan pihak ketiga memberikan sesuatu dalam bentuk
apapun kepada penyelenggara negara.
e. Dilarang menerima refund dan keuntungan pribadi lainnya yang melebihi
dan atau bukan haknya dari hotel atau pihak manapun juga dalam rangka
kedinasan atau hal-hal yang dapat menimbulkan potensi benturan
kepentingan.
f. Dilarang bersikap diskriminatif, tidak adil untuk memenangkan penyedia
barang/jasa rekanan/mitra kerja tertentu dengan maksud untuk menerima
imbalan jasa untuk kepentingan pribadi, keluarga dan/atau golongan.
g. Dilarang memanfaatkan data dan informasi rahasia instansi untuk
kepentingan pihak lain.
h. Dilarang baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta
dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat
dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk
mengurus atau mengawasinya.
i. Membuat pernyataan potensi benturan kepentingan apabila mempunyai
hubungan keluarga sedarah dalam hubungan keluarga inti dengan
penyelenggara negara.

88 Internalisasi Kepatuhan DJP


9. Tata Cara Mengatasi Terjadinya Benturan Kepentingan
a. Seorang warga masyarakat yang terkait dalam pengambilan keputusan
dapat melaporkan atau memberikan keterangan adanya dugaan benturan
kepentingan pejabat dalam menetapkan keputusan dan/atau tindakan.
b. Laporan atau keterangan tersebut disampaikan kepada atasan langsung
pejabat pengambil keputusan dan/atau tindakan dengan mencantumkan
identitas jelas pelapor dan melampirkan bukti-bukti terkait.
c. Atasan langsung pejabat tersebut memeriksa tentang kebenaran laporan
masyarakat paling lambat 3 (tiga) hari kerja.
d. Apabila hasil dari pemeriksaan tersebut tidak benar maka keputusan
dan/atau tindakan pejabat yang dilaporkan tetap berlaku.
e. Apabila hasil pemeriksaan tersebut benar maka dalam jangka waktu 2 (dua)
hari keputusan dan/atau tindakan tersebut ditinjau kembali oleh atasan dari
atasan langsung tersebut dan seterusnya.
f. Pengawasan terhadap pelaksanaan keputusan dari tindak lanjut hasil
pemeriksaan terjadinya benturan kepentingan dilaksanakan oleh unsur
pengawasan.
Dengan adanya panduan penanganan benturan kepentingan ini, diharapkan
dapat menjadi landasan bagi semua pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan
negara untuk memahami, mengatasi, dan menangani benturan kepentingan.

D. Latihan Soal

1. Apa yang dimaksud dengan benturan kepentingan?


a) suatu kondisi pertimbangan organisasi yang mempengaruhi dan/atau dapat
menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas.
b) suatu kondisi pertimbangan pribadi yang mempengaruhi dan/atau dapat
menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas.
c) suatu kondisi pertimbangan bersama yang mempengaruhi dan/atau dapat
menyingkirkan profesionalitas seorang pejabat dalam mengemban tugas.
d) semua jawaban salah.

2. Tujuan dari pedoman umum penanganan benturan kepentingan ini adalah ...
a) Menyediakan kerangka acuan bagi instansi pemerintah untuk mengenal,
mencegah, dan mengatasi benturan kepentingan.
b) Mengakomodir peluang terjadinya benturan kepentingan.
c) Meningkatkan terjadinya pengabaian pelayanan publik dan kerugian negara.
d) semua jawaban salah.

89 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Kondisi yang berindikasi sebagai bentuk benturan kepentingan adalah …
a) Perangkapan jabatan di beberapa instansi yang memiliki hubungan langsung
atau tidak langsung, sejenis atau tidak sejenis, sehingga menyebabkan
pemanfaatan suatu jabatan untuk kepentingan jabatan lainnya.
b) Situasi dimana seorang penyelenggara negara memberikan akses khusus
kepada pihak tertentu misalnya dalam rekrutmen pegawai tanpa mengikuti
prosedur yang seharusnya.
c) a dan b benar
d) a dan b salah

4. Jenis benturan kepentingan yang terjadi pada lingkungan eksekutif adalah ...
a) Menjadi bawahan pihak yang dinilai.
b) Putusan pengadilan yang dipengaruhi oleh pihak yang terlibat dalam kasus
persidangan.
c) Pengangkatan/mutasi/promosi hakim yang tidak fair dan berindikasi adanya
pengaruh dan kepentingan pihak tertentu.
d) Menjabat sebagai dewan

5. Manakah yang bukan merupakan sumber penyebab benturan kepentingan?


a) Penyalahgunaan wewenang
b) Gratifikasi
c) Whistleblowing
d) Hubungan afiliasi

90 Internalisasi Kepatuhan DJP


BAB V
WHISTLEBLOWING

91 Internalisasi Kepatuhan DJP


5 BAB V
WHISTLEBLOWING

A. Pendahuluan
Pelanggaran yang terjadi oleh pegawai Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dapat
memberikan dampak negatif, baik bagi internal Direktorat Jenderal Pajak maupun
secara keseluruhan terhadap keuangan negara. Oleh karena itu, upaya pencegahan
dan deteksi dini pelanggaran dalam lingkungan Direktorat Jenderal Pajak memerlukan
partisipasi aktif dari pegawai dan masyarakat, yang diharapkan untuk melaporkan
setiap insiden pelanggaran yang mereka ketahui. Selain itu, untuk mendorong peran
serta pejabat/pegawai di Kementerian Keuangan dan masyarakat dalam pencegahan
serta penindakan tindak pidana korupsi dan penyalahgunaan wewenang, Kementerian
Keuangan telah menetapkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 103/PMK.09/2010
tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran
(Whistleblowing) di Lingkungan Kementerian Keuangan serta Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 149/KMK.09/2011 mengenai Tata Cara Pelaporan dan Publikasi
Pelaksanaan Pengelolaan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di Lingkungan
Kementerian Keuangan. Berdasarkan pertimbangan atas dampak negatif pelanggaran
yang mungkin terjadi, serta untuk menciptakan mekanisme yang efektif dalam
penanganan pelaporan pelanggaran di lingkungan DJP, maka ditetapkan Peraturan
Direktur Jenderal Pajak Nomor 22 Tahun 2011 tentang Kewajiban Melaporkan
Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran (Whistleblowing) di
Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

B. Saluran dan Pengelolaan Pengaduan


Dalam Bab 1 Kode Etik dan Kode Perilaku, telah dijelaskan sebelumnya mengenai
saluran pengaduan. Atas setiap pengaduan yang masuk akan direkam pada aplikasi
Sistem informasi Pengaduan Pajak (SIPP) oleh petugas pengaduan pada:
1. Direktorat KITSDA,
2. Direktorat Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat;
3. Direktorat Intelijen dan Penyidikan;
4. Kantor Wilayah DJP; atau
5. Kantor Pelayanan Pajak.

92 Internalisasi Kepatuhan DJP


Terkait dengan pengaduan, dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Pengaduan yang terkait dengan pelayanan perpajakan
Atas pengaduan tersebut, ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang penanganan pengaduan pelayanan perpajakan.

b. Pengaduan yang terkait dengan indikasi pelanggaran disiplin dan/atau kode etik
Atas pengaduan tersebut, ditindaklanjuti sesuai dengan peraturan Direktur
Jenderal Pajak tentang penanganan pengaduan oleh Direktorat KITSDA. Tindak
lanjutnya dapat berupa:
1) pengumpulan bahan dan keterangan oleh Direktorat KITSDA;
2) investigasi oleh Direktorat KITSDA;
3) penerusan kepada Tim Kepatuhan Internal Kantor Wilayah untuk dilakukan
penelitian pendahuluan;
4) penerusan kepada atasan langsung untuk dilakukan pemeriksaan; atau
5) pengarsipan.

Apabila berdasarkan tindak lanjut ditemukan cukup bukti terjadinya pelanggaran,


Pejabat yang berwenang melakukan investigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan
menghentikan investigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan. Apabila terjadi
penghentianinvestigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan, maka harus dinyatakan
dengan penerbitan Surat Penghentian Investigasi/Penelitian Pendahuluan/
Pemeriksaan.
Dalam hal pengaduan yang berdasarkan sifat dan karakteristiknya tidak dapat
ditangani oleh Direkiorat KITSDA, maka Direktur KITSDA melaporkan kepada Direktur
Jenderal Pajak untuk selanjutnya dikoordinasikan penanganannya dengan Iinspektorat
Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau Instansi Penegak Hukum yang berwenang.

C. Penanganan Aduan dengan Memperlakukan Pegawai sebagai


Wajib Pajak
Apabila hasil tindak lanjut atas pengaduan yang terkait dengan indikasi pelanggaran
disiplin dan/atau kode etik menunjukkan pelanggaran terhadap pemenuhan
kewajiban perpajakan oleh pegawai, maka unit yang melakukan
investigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan melaporkan hasil tindak lanjut kepada
Direktur KITSDA. Atas laporan tersebut, Direktur KITSDA akan melaporkannya
kepada Direktur Jenderal Pajak dan atas nama Direktur Jenderal Pajak, Direktur
KITSDA akan memerintahkan Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Pegawai
terdaftar sebagai Wajib Pajak, untuk melaksanakan prosedur perpajakan yang berlaku
terhadap Waijib Pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar.
Prosedur perpajakan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Penerbitan surat himbauan pembetulan Surat Pemberitahuan (SPT) kepada
Pegawai dan ditindaklanjuti dengan melaksanakan konseling sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;

93 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan
Pegawai oleh Kantor Pelayanan Pajak tempat Pegawai terdaftar sebagai Waijib
Pajak dalam hal setelah dilakukan tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada poin
1, pegawai tetap tidak menanggapi himbauan pembetulan.

Dalam hal pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan oleh Pegawai


menunjukkan adanya dugaan tindak pidana di bidang perpajakan, Direktur Jenderal
Pajak berdasarkan laporan Direktur KITSDA, memerintahkan untuk dilakukan
pengembangan dan analisis informasi, data, laporan atau pengaduan (IDLP) oleh
Direktorat Intelijen dan Penyidikan. Prosedur IDLP ini dilakukan sesuai dengan
Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pelaksanaan Pengembangan
dan Analisis Infermasi, Data, Laperan, dan Pengaduan. Atas pelaksanaan prosedur
perpajakan terkait pelanggaran terhadap pemenuhan kewajiban perpajakan oleh
pegawai atau penanganan terhadap adanya dugaan tindak pidana di bidang
perpajakan tidak menghapuskan kewenangan Direktur Jenderal Pajak untuk
melanjutkan proses investigasi terhadap kemungkinan terjadinya pelanggaran disiplin
yang terkait dengan pengaduan.
Seluruh biaya yang timbul dalam hal pegawai dilakukan pemanggilan sebagai Wajib
Pajak, ditanggung oleh pegawai. Selain itu, pegawai yang memenuhi pemanggilan
sebagai Wajib Pajak tersebut berhak mendapatkan surat izin meninggalkan tempat
kerja namun pemberian tunjangan kinerja tetap dilakukan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku. Dalam hal berdasarkan hasil investigasi terdapat indikasi tindak pidana,
hasil tindak lanjut dilaporkan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Direktur KITSDA,
untuk selanjutnya diteruskan kepada Inspektur Jenderal Kementerian Keuangan.
Dalam hal terhadap pegawai yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan yang benar
dan berdasarkan hasil investigasi tidak terbukti terjadi pelanggaran disiplin, dan
sepanjang Pegawai telah melakukan pembetulan SPT sesuai surat himbauan, atau
Pegawai tidak melakukan pembetulan SPT karena berdasarkan hasil konseling SPT-
nya terbukti sudah benar, maka terhadap pegawai tersebut tidak dikenakan penjatuhan
hukuman disiplin. Namun demikian, apabila terhadap pegawai tersebut tidak merespon
himbauan Kepala Kantor Pelayanan Pajak untuk membetulkan SPT, maka akan
dikenakan hukuman disiplin sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Kewajiban Merahasiakan Identitas Pelapor


Identitas Pelapor wajib dirahasiakan oleh setiap pegawai yang karena kewenangan
atau jabatannya mempunyai tugas untuk menerima, memproses, menindaklanjuti
pengaduan, dan mengelola sistem pengaduan, termasuk namun tidak terbatas pada
pegawai yang terkait dengan pemberian penghargaan bagi pelapor. Kewajiban
merahasiakan identitas pelapor tidak berlaku dalam hal pelapor meminta atau memilih
untuk tidak dirahasiakan identitasnya. Pegawai yang bertugas untuk menerima,
memproses, menindaklanjuti pengaduan, dan mengelola sistem pengaduan, wajib
menandatangani pakta integritas. Bagi pegawai tersebut yang terbukti tidak
melaksanakan kewajiban merahasiakan identitas pelapor dijatuhi hukuman disiplin
sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dilakukan setelah melalui pemeriksaan
atasan langsung yang dapat didahului dengan investigasi oleh Direktorat KITSDA.

94 Internalisasi Kepatuhan DJP


Pemeriksaan atau investigasi tersebut dilakukan berdasarkan perintah atau
permintaan dari Direktur KITSDA, yang diterbitkan berdasarkan:
1. surat permohonan pelapor; atau
2. informasi lainnya.

E. Hak-Hak Pelapor
Pelapor mendapatkan hak upaya perlindungan, informasi tindak lanjut penanganan
pengaduan, serta penghargaan.

1. Upaya Perlindungan
Pelapor yang berstatus pegawai berhak untuk mendapatkan upaya perlindungan.
Adapun pemberian upaya perlindungan terhadap pelapor yang berstatus sebagai
pegawai, dilakukan berdasarkan persetujuan Direktur Jenderal Pajak atas usulan
Direktur KITSDA yang telah menerima dan meneliti surat permohonan surat
permohonan tertulis yang diajukan oleh pelapor atau pihak lain kepada Direktur
KITSDA. Persetujuan tersebut dituangkan dalam bentuk surat perintah pemberian
upaya perlindungan. Berikut ini adalah tabel yang menunjukkan hak-hak yang
diperoleh pelapor yang berstatus pegawai serta mekanisme penyampaian surat
perintah pemberian upaya perlindungan:

Tabel 5-1 : Hak-hak yang Diperoleh Pelapor dan Mekanisme Penyampaian


Surat Perintah Pemberian Upaya Perlindungan

Hak-hak Pelapor yang Berstatus Surat perintah pemberian


No Pegawai (Mendapat upaya upaya perlindungan
perlindungan berupa:) disampaikan kepada:

perlindungan dari tindakan balasan yang


bersifat administratif kepegawaian yang
merugikan pelapor, misalnya penurunan
Pejabat serendah-rendahnya
1. peringkat jabatan, penurunan penilaian
eselon III
DP3, usulan pemindahan tugas/mutasi
atau hambatan karier lainnya (namun
tidak terbatas pada contoh tersebut);

pemindahtugasan/mutasi bagi Pelapor


2. atau terlapor dalam hal timbul ancaman Sekretaris Direktorat Jenderal
fisik terhadap pelapor

bantuan hukum sesuai dengan ketentuan


3. yang berlaku di lingkungan Kementerian Direktur Peraturan Perpajakan
Keuangan

95 Internalisasi Kepatuhan DJP


Hak-hak Pelapor yang Berstatus Surat perintah pemberian
No Pegawai (Mendapat upaya upaya perlindungan
perlindungan berupa:) disampaikan kepada:

bantuan permintaan perlindungan


kepada Kepolisian Negara Republik
Pejabat serendah-rendahnya
4. Indonesia dalam hal kasus telah
eselon III
dilimpahkan ke Instansi Penegak Hukum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku

bantuan permintaan perlindungan


kepada LPSK dalam hal kasus telah
5. Sekretaris Direktorat Jenderal
dilimpahkan ke Instansi Penegak Hukum
sesuai dengan ketentuan yang berlaku

Namun demikian, dalam hal upaya perlindungan tidak disetujui, Direktur Jenderal
Pajak menerbitkan surat penolakan pemberian upaya perlindungan yang disertai
dengan alasan penolakan.
Adapun upaya perlindungan diberikan dalam hal::
a. perlindungan dari tindakan balasan yang bersifat administratif kepegawaian
yang merugikan pelapor, misalnya penurunan peringkat jabatan, penurunan
penilaian DP3, usulan pemindahan tugas/mutasi atau hambatan karier
lainnya (namun tidak terbatas pada contoh tersebut);
b. ldentitas Pelapor diketahui oleh terlapor; dan
c. Pelapor atau pihak lain mengajukan permohonan tertulis kepada Direktur
KITSDA, yang dapat berupa surat/surat elektronik dengan menggunakan
format sebagaimana dimaksud PER-22/PJ/2011

2. Informasi Tindak Lanjut Penanganan Pengaduan


Pelapor berhak untuk mendapatkan informasi tindak lanjut penanganan
pengaduan dengan:
a. menghubungi 1500200 atau unit kerja penerima pengaduan, untuk
pengaduan terkait dengan pelayanan perpajakan;
b. menghubungi Help Desk Direktorat KITSDA, untuk pengaduan terkait dengan
indikasi pelanggaran disiplin dan/atau kode etik.

Permohonan informasi tindak lanjut penanganan pengaduan dilakukan dengan


menyebutkan nomor identitas pengaduan. Dalam hal pengaduan yang
disampaikan oleh pelapor terbukti benar, pelapor berhak untuk mendapatkan
penghargaan yang diberikan dalam hal:

96 Internalisasi Kepatuhan DJP


a. berdasarkan hasil pemeriksaan, terbukti benar bahwa telah terjadi
Pelanggaran terhadap Peraturan Pemerintah nomor 53 Tahun 2010 dalam:
1) Pasal 3 angka 4 jo. Pasal 10 angka 2 kecuali Pelanggaran terhadap
ketentuan izin perkawinan dan perceraian bagi pegawai negeri sipil;
2) Pasal 3 angka 8 jo. Pasal 10 angka 6;
3) Pasal 4 angka 1 jo. Pasal 13 angka 1;
4) Pasal 4 angka 2 jo. Pasal 13 angka 2;
5) Pasal 4 angka 3 jo. Pasal 13 angka 3;
6) Pasal 4 angka 4 jo. Pasal 13 angka 4;
7) Pasal 4 angka 5 jo. Pasal 13 angka 5;
8) Pasal 4 angka 6 jo. Pasal 13 angka 8;
9) Pasal 4 angka 7 jo. Pasal 13 angka 7; atau
10) Pasal 4 angka 8 jo. Pasal 13 angka 8; atau
b. berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum
tetap, terbukti telah terjadi tindak pidana korupsi, tindak pidana di bidang
perpajakan dan/atau tindak pidana pencucian uang;
c. penghargaan diberikan setelah keputusan hukuman disiplin atas pelanggaran
dijatuhkan atau putusan pengadilan tersebut telah mempunyai kekuatan
hukum tetap.

3. Penghargaan
Penghargaan yang diberikan kepada pelapor yang berstatus pegawai, berbentuk
piagam penghargaan dan:
a. promosi sampai dengan eselon IV atau pengusulan promosi sampai dengan
eselon II;
b. mutasi sesuai dengan keinginan;
c. kenaikan pangkat istimewa atau luar biasa;
d. training atau short course; dan/atau
e. imbalan prestasi kerja khusus maksimal sepuluh kali besarnya tunjangan
kinerja pelapor atau
f. imbalan lain yang setara.

Pemberian penghargaan diberikan berdasarkan keputusan Tim Pengkaji yang


dibentuk berdasarkan keputusan Direktur Jenderal Pajak. Adapun Susunan Tim
Pengkaji terdiri dari:
a. Direktur Jenderal Pajak sebagai Ketua Tim Pengkaji;
b. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak sebagai anggota;
c. Direktur KITSDA sebagai anggota;
d. Direktur Peraturan Perpajakan Il sebagai anggota;
e. Direktur Intelijen dan Penyidikan sebagai anggota;

97 Internalisasi Kepatuhan DJP


f. Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat sebagai
anggota;
g. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan dan Penertiban Sumber Daya Manusia
sebagai anggota.

Tim Pengkaji memberikan keputusan pemberian penghargaan dengan


mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut;
a. efek jera (deterrent effect) yang ditimbulkan dari pengungkapan Pelanggaran;
b. kualitas Pelanggaran yang diungkap;
c. kedudukan Pegawai yang melakukan Pelanggaran; atau
d. kriteria lain yang ditetapkan oleh Tim Pengkaiji.
Adapun penghargaan yang diberikan kepada pelapor yang tidak berstatus
pegawai, berbentuk piagam penghargaan.

Dalam hal terdapat hak-hak terlapor sebagai pegawai yang berdasarkan


ketentuan yang berlaku tidak diberikan sebagai akibat dari adanya proses
investigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan, hak-hak tersebut dapat
diberikan kembali sejak diterbitkannya surat penghentian dilakukannya
investigasi/penelitian pendahuluan/pemeriksaan.

F. Ketentuan Lain
Berikut ini adalah ketentuan lain yang diatur dalam PER-22/PJ/2011:
1. Pejabat yang terbukti menyalahgunakan jabatan dan/atau kewenangannya untuk
melakukan tindakan balasan yang bersifat administratif kepegawaian yang
merugikan pelapor yang berstatus pegawai, akan dijatuhi hukuman disiplin sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.
2. Pegawai yang berdasarkan hasil pemeriksaan terbukti dengan sengaja tidak
melaporkan suatu pelanggaran yang dapat membahayakan atau merugikan
negara atau pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materi
kepada atasan langsung atau melalui saluran pengaduan, dijatuhi hukuman
disiplin sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Pegawai yang berdasarkan hasil investigasi, hasil penelitian pendahuluan, dan
hasil pemeriksaan terbukti dengan sengaja membuat pengaduan palsu dan/atau
membuat pengaduan yang berisi fitnah, dijatuhi hukuman disiplin sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

G. Contoh-Contoh Pelanggaran
Berikut ini adalah contoh-contoh pelanggaran sebagaimana diatur dalam Pasal 2 PER-
22/PJ/2011:

98 Internalisasi Kepatuhan DJP


1. Tindak Pidana Korupsi
a. Kerugian keuangan negara

Tabel 5-2 : Contoh-contoh Pelanggaran Kerugian Keuangan Negara

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “mencari untung


dengan cara yang melawan hukum dan
merugikan negara”

Pasal 2 Undang- Contoh nomor 1a Contoh nomor 1b


Undang Nomor 31 A adalah Kasubbag X adalah Kasubbag
Tahun 1999 stdd. UU Umum di KPP Tata Usaha dan
Nomor 20 Tahun 2001 Pratama BCD yang Rumah Tangga pada
“Setiap orang yang juga menjadi pejabat Kanwil CDE. Dalam
secara melawan hukum pengadaan tempat menyelenggarakan
melakukan perbuatan parkir. pembukuan dan
memperkaya diri sendiri Dalam membangun pelaporan inventaris, X
atau orang fain atau tempat parkir yang mengatur sedemikian
suatu korporasi yang dibiayai cleh negara rupa sehingga terdapat
dapat merugikan tersebut, A secara beberapa barang yang
keuangan negara afau diam-diam tidak dimasukkan
perekonomian negara, mengurangi jumlah dalam pembukuan dan
dipidana penjara dengan semen yang laporan inventaris
penjara seumur hidup digunakan. Di atas Kanwil CDE. Barang-
atau pidana penjara kertas tertulis 1000 barang inventaris yang
paling singkat 4 (empat) sak, ternyata yang tidak tercatat tersebut
tahun dan paling lama 20 dipakai hanya 500 dijuat oleh X dan hasil
(dua puluh} tahun dan sak. Sisa uang penjualannya
denda paling sedikit Rp. pembelian semen ini digunakan untuk
200.000.000,00 (dua digunakan untuk kepentingan
ratus juta rupiah) dan kepentingan pribadi. pribadinya.
paling banyak Rp.
A yang secara diam-
1.000.000.000,00 (satu
diam mengurangi X yang menjual
milyar rupiah)”.
jumlah semen yang barang-barang
digunakan dan inventaris kantor dan
menggunakan sisa menggunakan hasil
uang untuk penjualan barang-
kepentingan pribadi barang tersebut untuk
adalah pelaku kepentingan
Pelanggaran. pribadinya adalah
pelaku Pelanggaran

99 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa:
“menyalahgunakan jabatan untuk mencari
untung dan merugikan negara”

Pasal 3 Undang-Undang Contoh nomor 2a Contoh nomor 2b


Nomor 31 Tahun 1999 Dalam contoh nomor Dalam contoh nemor
stdd. UU Nomor 20 1a, A bisa melakukan 1b, X bisa menjual
Tahun 2001 korupsi anggaran barang-barang
“Setiap orang yang pembangunan inventaris kantor
dengan tujuan tempat parkir karena dengan cara
menguntungkan diri A adalah pejabat memanipulasi
sendiri atau orang lain pada KPP Pratama pembukuan dan
atau suatu korporasi, BCD. Dengan laporan inventaris
menyalahgunakan demikian, A sudah Kanwil CDE karena X
kewenangan, menyalahgunakan adalah pejabat
kesempatan, atau sarana wewenang yang Kasubbag Tata Usaha
yang ada karena jabatan diperoleh karena dan Rumah Tangga
atau kedudukan yang jabatannya. yang berwenang untuk
dapat merugikan negara A yang menyelenggarakan
atau perekonomian menyalahgunakan pembukuan inventaris
negara, dipidana dengan wewenang yang kantor untuk keperluan
pidana penjara seumur diperoleh karena pengawasan dan
hidup atau pidana penjara jabatannya adalah pembuatan laporan.
paling singkat 1 (satu) pelaku pelanggaran. X yang
tahun dan paling lama 20 menyalahgunakan
(dua puluh) tahun dan kewenangan yang ada
atau denda paling sedikit padanya karena
Rp. 50.000.000,00 (lima jabatannya yang
puluh juta rupiah) dan mengakibatkan
paling banyak Rp. kerugian negara
1.000.000.000,00 (satu adalah pelaku
milyar rupiah)” pelanggaran.

100 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Suap-menyuap

Tabel 5-3 : Contoh-contoh Pelanggaran Suap Menyuap

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “‘menyuap pegawai


negeri”

Pasal 5 ayat (1) huruf a Contoh nomor 3a Contoh nomor 3b


Undang-Undang Nomor F adalah seorang G adalah seorang Ketua
31 Tahun 1999 stdd. UU Ketua Tim Fungsional Tim Fungsional Pemeriksa
Nomor 20 Tahun 2001 Pemeriksa Pajak Pajak pada KPP Madya HIJ
“Dipidana dengan pidana yang sudah empat yang sedang diperiksa oleh
penjara paling singkat 1 tahun bertugas pada tim pemeriksa dari Aparat
(satu) tahun dan paling KPP Pratama GHI di Pengawas internal
lama 5 (lima) tahun dan luar Jawa. F meminta Pemerintah. Pada saat
atau pidana denda paling bantuan kepada A, dilaksanakan pemeriksaan,
sedikit Rp50.000.000,00 seorang pegawai salah seorang pemeriksa
(lima puluh juta rupiah) Bagian Kepegawaian dari Aparat Pengawas
dan paling banyak yang menangani Internal Pemerintah
Rp250.000.000,00 (dua mutasi, agar dapat bernama C menemukan
ratus lima puluh juta memindahkannya ke adanya indikasi
rupiah) setiap orang yang: KPP di Kota J dengan penyimpangan dalam
a.memberi atau menjanjikan untuk proses pemeriksaan pajak
menjanjikan sesuatu memberikan sejumlah yang dilakukan oleh tim
kepada pegawai negeri uang. pemeriksa pajak yang
alau penyelenggara F yang berjanji diketuai oleh G. Atas
negara dengan maksud memberikan temuan tersebut, G
supaya pegawai negeri sejumlah uang agar menawarkan sejumlah
atau penyelenggara dapat dipindahkan ke uang dan menyampaikan
negara lfersebut berbual Kota J adalah pelaku keinginannya kepada C
atau tidak berbuat pelanggaran. agar temuan indikasi
sesualu dalam penyimpangan itu
jabatannya, yang dihilangkan dari laporan
bertentangan dengan hasil pemeriksaan.
kewajibannya”. G yang menawarkan
sejumlah uang dan
menyampaikan
keinginannya kepada C
agar temuan indikasi
penyimpangan itu
dihilangkan dari laporan
hasil pemeriksaan adalah
pelaku Pelanggaran.

101 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “menyuap pegawai
negeri sehingga pegawai negeri melakukan atau
tidak melakukan sesuatu yang bukan kewajibannya”

Pasal 5 ayat (1) huruf b Contoh nomor 4a Contoh nomor 4b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor Dalam contoh 3b, G
31 Tahun 1999 stdd. UU 3a, permintaan menghubungi pejabat di
Nomor 20 Tahun 2001 pindah ke kota J dan lingkungan Pengawas
“Dipidana dengan pidana janji memberikan Internal Pemerintah yang
penjara paling singkat 1 uang disampaikan mempunyai pengaruh
(satu) tahun dan paling oleh F kepada L, bernama D dan meminta D
lama 5 (lima) tahun dan pejabat Direkiorat untuk menyampaikan
atau pidana denda paling Jenderal Pajak di luar keinginannya kepada tim
sedikit Rp50.000.000,00 Bagian Kepegawaian pemeriksa dari Aparat
(lima puluh juta rupiah) yang mempunyai Pengawas Internal
dan paling banyak pengaruh. Pemerintah tersebut agar
Rp250.000.000,00 (dua F yang berjanji temuan indikasi
ratus lima puluh juta memberikan uang penyimpangan itu
rupiah) setiap orang yang: adalah pelaku dihilangkan dari laporan
b.memberi sesuatu pelanggaran. hasil pemeriksaan. Atas
kepada pegawai negeri jasa
atau penyelenggara D, G menjanjikan sejumlah
negara karena atau uang sebagai imbalan.
berhubungan dengan G yang meminta D untuk
sesuatu yang menyampaikan
bertentangan dengan keinginannya kepada tim
kewajiban, dilakukan atau pemeriksa dari Aparat
tidak dilakukan dalam Pengawas Internal
jabatannya” Pemerintah tersebut agar
temuan indikasi
penyimpangan itu
dihilangkan dari laporan
hasil pemeriksaan dengan
menjanjikan sejumlah uang
sebagai imbalan adalah
pelaku Pelanggaran.

102 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “menyuap pegawai
negeri karena tahu persis/menganggap dengan
jabatannya memungkinkan untuk membantu”

Pasal 13 Undang- Contoh nomor 5a Contoh nomor 5b


Undang Nomor 31 F adalah seorang Sehubungan dengan
Tahun 1999 stdd. UU Ketua Tim Fungsional rencana kepergiannya ke
Nomor 20 Tahun 2001 Pemeriksa Pajak luar negeri, pegawai Kanwil
"Setiap orang yang yang sudah empat ABC bernama L melakukan
memberi hadiah atau janji tahun bertugas pada pengurusan paspor di
kepada pegawai negeri KPP Pratama GHIi di instansi yang berwenang.
dengan mengingat luar Jawa. F meminta Pada saat melakukan
kekuasaan atau bantuan kepada A, pengurusan, diketahui ada
wewenang yang melekat seorang pegawai persyaratan yang tidak bisa
pada jabatan atau Bagian Kepegawaian dipenuhi oleh L. Agar
kedudukannya, atau oleh yang oleh F diketahui paspornya dapat
pemberi hadiah atau janji persis (atau oleh F diselesaikan, L memberikan
dianggap melekat pada dianggap) menangani sejumlah uang tambahan
jabatan atau kedudukan mutasi fungsional, kepada petugas pada
tersebut, dipidana dengan agar dapat instansi tersebut selain
pidana penjara paling memindahkannya ke biaya resmi yang telah
lama 3 (tiga) tahun dan KPP di Kota J dengan ditetapkan.
afau denda paling banyak memberi hadiah atau L yang memberikan
150.000.000,00 (seratus menjanjikan sesuatu. sejumlah uang tambahan
lima puluh juta rupiah)” F yang memberi kepada petugas agar
hadiah atau paspornya dapat
menjanjikan sesuatu diselesaikan adalah pelaku
kepada A adalah pelanggaran.
pelaku pelanggaran.

4. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri


menerima suap seperti pada contoh 3a atau 4a”

Pasal 5 ayat (2) Undang- Contoh nomor 6a Contoh nomor 6b


Undang Nomor 31 Dalam contoh nomor Dalam contoh nomor 3b
Tahun 1999 jo. UU 3a dan 4a, A dan L dan db, C dan D yang
Nomor 20 Tahun 2001 yang menerima menerima pemberian atau
“Bagi pegawai negeri atau pemberian atau janji janji dari G, adalah pelaku
penyelenggara negara dari F, adalah pelaku Pelanggaran
yang menerima Pelanggaran.
pemberian atau janji
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf a
atau huruf b, dipidana
dengan pidana yang sama
sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1)"

103 Internalisasi Kepatuhan DJP


5. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
menerima suap yang diberikan agar melakukan atau
tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya”

Pasal 12 huruf a Contoh nomor 7a Contoh nomor 7b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor Dalam contoh nomor 3b, C
31 Tahun 1999 stdd. UU 3a, A yang menerima yang menerima pemberian
Nomor 20 Tahun 20 pemberian atau janji atau janji dari G sebelum C
“Dipidana dengan pidana dari F sebelum A melaksanakan hal yang
penjara seumur hidup melaksanakan hal diminta oleh G yang
atau pidana penjara paling yang diminta oleh F bertentangan dengan
singkat 4 (empat) tahun yang bertentangan kewajibannya, adalah
dan pafing lama 20 (dua dengan pelaku Pelanggaran.
puluh) tahun dan pidana kewajibannya, adalah
denda paling sedikit Rp pelaku Pelanggaran.
200.000.000,00 (dua ratus
juta rupiah) dan paling
banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah):
a. pegawai negeri alau
penyelenggara negara
yang menerima hadiah
atau janji, padahal
diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah
atau Janji tersebut
diberikan untuk
menggerakkan agar
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam
jabatannya, yang
bertentangan dengan
kewajibannya”

104 Internalisasi Kepatuhan DJP


6. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
menerima suap yang diberikan sebagai akibat atau
disebabkan karena telah melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya”

Pasal 12 huruf b Contoh nomor 8a Contoh nomor 8b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor
31 Tahun 1999 stdd. UU 3a, A yang menerima Dalam contoh nomor 3b, C
Nomor 20 Tahun 2001 pemberian atau janji yang menerima pemberian
“Dipidana dengan pidana dari F, yang patut atau janji dari G, yang patut
penjara seumur hidup diduga bahwa hadiah diduga bahwa hadiah atau
afau pidana penjara paling atau janji tersebut janji tersebut diberkan
singkat 4 {empat) tahun diberikan setelah A setelah C menghilangkan
dan paling lama 20 (dua memutasikan F ke temuan indikasi
puluh) tahun dan pidana kota J, dimana penyimpangan dari laporan
denda paling sedikit Rp pemberian tersebut hasil pemeriksaan, dimana
200.000.000,00 (dua ratus bertentangan dengan pemberian tersebut
juta rupiah) dan paling kewajibannya. bertentangan dengan
banyak Rp A yang menerima kewajibannya.
1.000.000.600,00 (satu pemberian atau janji C yang menerima
miliar rupiah): setelah memutasikan pemberian atau janji
b. pegawai negeri atau F adalah pelaku setelah menghilangkan
penyelenggara negara pelanggaran. temuan indikasi
yang menerima hadiah, penyimpangan dari laporan
padahal diketahui atau hasil pemeriksaan adalah
patut diduga bahwa pelaku pelanggaran.
hadiah tersebut diberikan
sebagai akibat atau
disebabkan karena telah
melakukan atau tidak
melakukan sesuatu dalam
jabatannya yang
bertentangan dengan
kewajibannya”

105 Internalisasi Kepatuhan DJP


7. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
menerima suap karena memiliki/dianggap memiliki
wewenang”

Pasal 11 Undang- Contoh nomor 9a Contoh nomor 9b


Undang Nomor 31 A, seorang pegawai C, seorang pemeriksa dari
Tahun 1998 stdd. UU Bagian Kepegawaian Aparat Pengawas Internal
Nomor 20 Tahun 2001 yang menangani Pemerintah yang
“Dipidana dengan pidana mutasi fungsional, menemukan adanya
penjara paling singkat 1 menerima hadiah indikasi penyimpangan
(satu) tahun dan paling atau janji dari F dalam proses pemeriksaan
lama 5 (lima) tahun dan karena F mengetahui pajak yang dilakukan oleh
atau pidana denda paling atau patut menduga tim pemeriksa pajak yang
sedikit Rp50.000.000,00 bahwa A memiliki diketuai oleh G, menerima
(lima puluh juta rupiah) kekuasaan atau hadiah atau janji dari G
dan paling banyak kewenangan untuk karena G mengetahui atau
Rp250.000.000,00 (dua memindahkannya ke patut menduga bahwa C
ratus fima puluh juta kota J. memiliki kekuasaan atau
rupiah) pegawai negeri A yang menerima kewenangan untuk
atau penyelenggara hadiah atau janji menghilangkan temuan
negara yang menerima karena kekuasaan indikasi penyimpangan
hadiah atau janji padahal atau kewenangannya tersebut dari laporan hasil
diketahui atau patut adalah pelaku pemeriksaan.
diduga, bahwa hadiah pelanggaran. C yang menerima hadiah
atau janji tersebut atau janji karena
diberikan karena kekuasaan atau
kekuasaan atau kewenangannya adalah
kewenangan yang pelaku Pelanggaran.
berhubungan dengan
jabatannya, atau yang
menurut pikiran orang
yang memberikan hadiah
atau janji tersebut ada
hubungan dengan
jabatannya”

106 Internalisasi Kepatuhan DJP


8. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “‘menyuap hakim”

Pasal 6 ayat {1) huruf a Contoh nomor 10a Contoh nomor 10b
Undang-Undang Nomor GT pegawai GT pegawai Direktorat
31 Tahun 1999 stdd. UU Direktorat Keberatan Jenderal Pajak yang
Nomor 20 Tahun 2001 dan Banding mencari didakwa melakukan tindak
“Dipidana dengan pidana penghasilan pidana pencucian uang
penjara paling singkat 3 tambahan dengan menyuap hakim Pengadilan
(tiga) tahun dan paling cara membantu Wajib untuk membebaskan dari
lama 15 (lima belas) Pajak memenangkan segala dakwaan.
tahun dan pidana denda perkara melawan GT yang menyuap hakim
paling sedikit Rp Direktorat Jenderal adalah pelaku pelanggaran.
150.000.000,00 (seratus Pajak dengan cara
lima puluh juta rupiah) menyuap hakim
dan paling banyak Rp Pengadilan.
750.000.000,00 (tujuh GT yang menyuap
ratus lima puluh juta hakim adalah pelaku
rupiah) setiap orang yang: pelanggaran.
a. memberi atau
menjanjikan sesualu
kepada hakim dengan
maksud untuk
mempengaruhi pufusan
perkara yang diserahkan
kepadanya untuk diadili”

107 Internalisasi Kepatuhan DJP


9. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa:“menyuap advokat”

Pasal 6 ayat (1) huruf b Contoh nomor 11a Contoh nomor 11b
Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor O adalah Kepala KP2KP di
31 Tahun 1999 stdd. UU 10a, GT menyuap sebuah kota kecil di daerah
Nomor 20 Tahun 2001 pejabat yang menjadi timur indonesia yang
“Dipidana dengan pidana pengacara atau sedang menghadapi
penjara paling singkat 3 pembela Direktorat perkara perebutan tanah
(tiga) tahun dan paling Jenderal Pajak di dengan kerabatnya sendiri.
lama 15 (lima belas) tahun Pengadilan. Perkara yang dihadapi oleh
dan pidana denda paling GT yang menyuap O berujung di pengadilan.
sedikit Rp 150.000.000,00 pejabat yang menjadi Selama menjalani proses
(seratus lima puiuh juta pengacara atau peradilan atas perkara
rupiah) dan paling banyak pembela adalah perebutan tanah tersebut,
Rp 750.000.000,00 (tujuh pelaku pelanggaran. O menyuap pengacara
ratus lima puluh juta lawan (pengacara dari
rupiah) setiap orang yang: kerabatnya) agar sang
b. memberi atau pengacara memberikan
menjanjikan sesuatu pembelaan yang buruk
kepada seseorang yang sehingga O dapat
menurut kefentuan memenangkan perkara
peraturan perundang- perebutan tanah tersebut.
undangan ditentukan O yang menyuap
menjadi advokat untuk pengacara lawan agar sang
menghadiri sidang pengacara memberikan
pengadilan dengan pembelaan yang buruk
maksud untuk adalah pelaku pelanggaran
mempengaruhi nasihat
atau pendapat yang akan
diberikan berhubung
dengan perkara yang
diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili”

108 Internalisasi Kepatuhan DJP


10. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pejabat yang menjadi
pengacara atau pembela menerima suap”

Pasal 6 ayat (2) Undang- Contoh nomor 12a Contoh nomor 12b
Undang Nomor 31 Dalam contoh nomor Dalam suatu perkara
Tahun 1999 stdd. UU 11a pejabat yang gugatan atas pelaksanaan
Nomor 20 Tahun 2001 menjadi pengacara penagihan pajak di
“Bagi hakim yang atau pembela Pengadilan, pejabat yang
menerima pemberian atau Direktorat Jenderal menjadi pengacara atau
janji sebagaimana Pajak di Pengadilan pembela Direktorat
dimaksud dalam ayat (1) menerima suap dari Jenderal Pajak di
huruf a atau advokat yang GT baik yang Pengadilan menerima
menerima pemberian atau mempengaruhi sejumiah uang dari Wajib
janji sebagaimana maupun tidak Pajak yang mengajukan
dimaksud dalam ayat (1) mempengaruhi gugatan. Pemberian uang
huruf b, dipidana dengan pembelaan, nasihat tersebut dimaksudkan
pidana yang sama atau pendapat yang untuk mempengaruhi
sebagaimana dimaksud akan diberikan, nasihat atau pendapat yang
dalam ayat (1)” berhubung dengan akan diberikan oleh pejabat
perkara yang yang menjadi pengacara
diserahkan atau pembela Direktorat
kepadanya untuk Jenderal Pajak tersebut
dibela. sehubungan dengan
Pejabat yang menjadi perkara yang sedang
pengacara atau ditanganinya.
pembela Direktorat Pejabat yang menjadi
Jenderal Pajak di pengacara atau pembela
Pengadilan, yang Direktorat Jenderal Pajak di
menerima suap dari Pengadilan, yang
GT adalah pelaku menerima suap dari Wajib
pelanggaran. Pajak adalah pelaku
pelanggaran.

109 Internalisasi Kepatuhan DJP


11. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa:“pejabat yang menjadi
pengacara atau pembela menerima suap yang
diketahui atau patut diduga untuk mempengaruhi
nasihat atau pendapat yang akan diberikan”

Pasal 12 huruf d Contoh nomor 13a Contoh nomor 13b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor Dalam contoh nomor 12b,
31 Tahun 1999 stdd. UU 11a pejabat yang pejabat yang menjadi
Nomor 20 Tahun 2001 menjadi pengacara pengacara atau pembela
Dipidana dengan pidana atau pembela Direktorat Jenderal Pajak di
penjara seumur hidup Direktorat Jenderal Pengadilan menerima suap
atau pidana penjara Pajak di Pengadilan dari Wajib Pajak yang
paling singkat 4 (empat) menerima suap dari mempengaruhi nasihat
tahun dan paling lama 20 GT yang atau pendapat yang akan
(dua puluh) tahun dan mempengaruhi diberikan sehubungan
pidana denda paling pembelaan, nasihat dengan perkara yang
sedikit Rp 200.000.000,00 atau pendapat yang sedang ditanganinya.
(dua ratus juta rupiah) akan diberikan, Pejabat yang menerima
dan paling banyak Rp berhubung dengan suap dari Wajib Pajak
1.000.000.000,00 (satu perkara yang adalah pelaku pelanggaran
miliar rupiah): diserahkan
d. seseorang yang kepadanya untuk
menurut ketentuan dibela.
peraturan perundang- Pejabat yang
undangarn ditentukan menerima suap dari
menjadi advokat untuk GT adalah pelaku
menghadiri sidang pelanggaran.
pengadilan, menerima
hadiah atau janji, padahal
diketahui atau patut
diduga bahwa hadiah
atau janji tersebut untuk
mempengaruhi nasihat
atau pendapat yang akan
diberikan, berhubung
dengan perkara yang
diserahkan kepada
pengadilan untuk diadili;

110 Internalisasi Kepatuhan DJP


c. Penggelapan dalam jabatan

Tabel 5-4 : Contoh-contoh Pelanggaran Penggelapan Dalam Jabatan

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri


menyalahgunakan uang atau membiarkan
penyalahgunaan uang”

Pasal 8 Undang-Undang Contoh nomor 14a Contoh nomor 14b


Nomor 31 Tahun 1899 M adalah seorang Q adalah seorang
stdd. UU Nomor 20 Bendahara Bendaharawan pada KPP
Tahun 2001 Pengeluaran KPP Madya NOP, yang baru
“Dipidana dengan pidana Pratama STB yang satu tahun menjabat
penjara paling singkat 3 salah satu tugasnya sebagai Bendaharawan.
(tiga) tahun dan paling adalah menghitung, Selama menjabat sebagai
lama 15 (lima belas) tahun memotong, menyetor Bendaharawan, Q
dan pidana denda pafing dan melaporkan pajak beberapakali menggunakan
sedikit Rp 150.000.000,00 penghasilan pasal 21 sebagian uang Negara
(seratus lima puluh juta dari pegawai KPP yang dikelolanya untuk
rupiah) dan paling banyak memakai uang yang kepentingan pribadi dengan
Rp 750.000.000,00 (tujuh seharusnya disetor membuat pengeluaran fiktif
ratus lima puluh juta untuk kepentingannya bekerjasama dengan
rupiah), pegawai negeri sendiri. pegawai lain yang terkait di
atau orang sefain pegawai M yang seharusnya KPP Madya NOP.
negeri yang ditugaskan menyetorkan uang Q yang menggunakan
menjalankan sualu hasil pemotongan sebagian uang Negara
jabatan umum secara PPh Pasal 21 ke kas yang dikelola nya untuk
terus menerus atau untuk negara, namun justru kepentingan pribadi dengan
sementara waktu, dengan memakai uang cara membuat
sengaja menggelapkan tersebut untuk pengeluaran fiktif adalah
uang atau sural berharga kepentingannya pelaku pelanggaran.
yang disimpan karena sendiri adalah pelaku
fabatannya, atau pelanggaran.
membiarkan uang atau
surat berharga tersebut
diambil atau digelapkan
oleh orang lain, atau
membantu dalam
melakukan perbuatan
tersebut”

111 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
memalsukan buku atau daftar-daftar yang khusus
untuk pemeriksaan administrasi”

Pasal 9 Undang-Undang Contoh nomor 15a Contoh nomor 15b


Nomor 31 Tahun 199 A adalah pejabat A adalah Kasubbag Rumah
stdd. UU Nomor 20 pengadaan di Kanwil Tangga pada Kanwil JTD,
Tahun 2001 JBB, membeli 10 unit yang sedang dilakukan
“Dipidana dengan pidana Air Conditioner Split pemeriksaan terkait dengan
penjara paling singkat 1 untuk ruangan aula pengadaan komputer. A
(satu) tahun dan paling Kanwil seharga memalsukan buku daftar
lama & (lima) tahun dan Rp45.000.000,00. A inventaris barang dengan
pidana denda paling meminta penjual mencantumkan jumlah
sedikit Rp 50.000.000,00 untuk menulis yang lebih kecil dari jumlah
(lima puluh juta rupiah) kwitansi seharga seharusnya.
dan paling banyak Rp Rp60.000.000,00 dan A yang memalsukan buku
250.000.000,00 (dua selisih sebesar daftar inventaris barang
ratus fima puluh juta Rp15.000.000,00 adalah pelaku pelanggaran.
rupiah) pegawai negeri digunakan untuk
atau orang selain pegawai kepentingannya
negeri yang diberi tugas sendiri.
menjalankan suatu A yang
jabatan umum secara memerintahkan
terus menerus atau untuk penulisan kwitansi
sementara waktu, dengan yang tidak sesuai
sengaja memalsu buku- dengan harga
buku atau daftar-daftar sebenarnya adalah
yang khusus untuk pelaku pelanggaran.
pemeriksaan
administrasi”.

112 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri yang
dengan sengaja menggelapkan, menghancurkan,
merusakkan, atau membuat tidak dapat dipakai
bukti"

Pasal 10 huruf a Contoh nomor 16a Contoh nomor 16b


Undang-Undang Nomor Di KPP Madya XYZ S adalah seorang pegawai
31 Tahun 1899 stdd. UU sedang dilaksanakan yang juga menjabat
Nomor 20 Tahun 2001 pemeriksaan oleh sebagai Bendaharawan
“Dipidana dengan pidana Aparat Pengawas Pengeluaran di KPP
penjara paling singkat 2 Internal Pemerintah Pratama TUV yang sedang
(dua) tahun dan paling atas pengaduan diperiksa oleh Aparat
lama 7 (fujuh) tahun dan adanya dugaan Pengawas Internal
pidana denda paling rekayasa dalam Pemerintah. Karena
sedikit Rp 100.000.000,00 pemeriksaan restitusi selama ini merasa sering
(seratus juta rupiah) dan yang diajukan oleh melakukan manipulasi
paling banyak Rp Wajib Pajak M. N, berupa pengeluaran-
350.000.000,00 (tiga ratus anggota tim pengeluaran fiktif, S
lima puluh juta rupiah) pemeriksa yang menghancurkan bukti-bukti
pegawai negeri atau menangani pengeluaran fiktif tersebut
orang selain pegawai pemeriksaan restitusi dan menghilangkan
negeri yang diberi tugas Wajib Pajak M pembukuan atas seluruh
menjalankan suatu tersebut menyadari transaksi keuangan.
jabatan umum secara bahwa pemeriksaan S yang menghancurkan
terus menerus atau untuk atas permohonan bukti-bukti pengeluaran
sementara waktu, dengan restitusi tersebut fikiif yang telah
sengaja: penuh dengan dilakukannya dan
a. menggelapkan, kecurangan dan menghilangkan pembukuan
menghancurkan, merugikan negara. atas seluruh transaksi
merusakkan, atau Atas inisiatifnya keuangan adalah pelaku
membuat tidak dapat sendiri, N pelanggaran.
dipakai barang, akta, menghilangkan
surat, atau daftar yang berkas restitusi Wajib
digunakan untuk Pajak M.
meyakinkan atau N yang
membuktikan di muka menghilangkan
pejabat yang berwenang, berkas restitusi Wajib
yang dikuasai karena Pajak M untuk
jabatannya” menutupi kecurangan
dalam proses restitusi
adalah pelaku
pelanggaran.

113 Internalisasi Kepatuhan DJP


4. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri yang
dengan sengaja membiarkan orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai bukti”

Pasal 10 huruf b Contoh nomor 17a Contoh nomor 17b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh nomor Dalam contoh nomor 16b,
31 Tahun 1999 stdd. UU 16a, perbuatan N tindakan S diketahui dan
Nomor 20 Tahun 2001 diketahui oleh O disetujui oleh W yang
“Dipidana dengan pidana sebagai ketua tim dan menjabat Kasubbag Umum
penjara paling singkat 2 O membiarkan N pada KPP Pratama TUV
(dua) tahun dan paling melakukan karena W merasa ikut
lama 7 (tujuh) tahun dan perbuatannya serta menikmati hasil perbuatan
pidana denda paling tidak berusaha S.
sedikit Rp 100.000.000,00 menghalangi dan W yang dengan sengaja
(seratus juta rupiah} dan tidak melaporkan membiarkan perbuatan S
paling banyak Rp perbuatan N kepada menghancurkan bukti-bukti
350.000.000,00 (tiga ratus pihak yang pengeluaran fiktif yang
lima puluh juta rupiah) berwenang. telah dilakukannya dan
pegawai negeri atau O yang membiarkan menghilangkan pembukuan
orang selain pegawai perbuatan N atas seluruh transaksi
negeri yang diberi tugas membiarkan orang keuangan adalah pelaku
menjalankan suatu lain menghilangkan, pelanggaran.
fabatan umum secara menghancurkan,
terus menerus atau untuk merusakkan, atau
sementara waktu, dengan membuat tidak dapat
sengaja: dipakai barang, akta,
b. membiarkan orang lain surat, atau daftar
menghilangkan, tersebut adalah
menghancurkan, pelaku Pelanggaran.
merusakkan, atau
membuat tidak dapat
dipakai barang, akta,
surat, alau daftar
tersebut”

114 Internalisasi Kepatuhan DJP


5. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri yang
dengan sengaja membantu orang lain
menghilangkan, menghancurkan, merusakkan, atau
membuat tidak dapat dipakai bukti”

Pasal 10 huruf c Contoh nomor 18a Contoh nomor 18b


Undang-Undang Nomor Dalam contoh 16a, N Dalam contoh 16b Y,
3 Tahun 1999 stdd. UU dibantu oleh P secrang pelaksana pada
Nomor 20 Tahun 2001 sebagai petugas Subbag Umum KPP
“Dipidana dengan pidana pada Seksi Pratama TUV, ikut
penjara paling singkat 2 Pelayanan membantu S
(dua) tahun dan paling menghilangkan menghancurkan bukti-bukti
lama 7 (tujuh) tahun dan berkas Waijib Pajak. pengeluaran fiktif tersebut
pidana denda paling P yang membantu dan menghilangkan
sedikit Rp 100.000.000,00 menghilangkan, pembukuan atas seluruh
(seratus juta rupiah) dan menghancurkan, transaksi keuangan.
paling banyak Rp merusakkan, atau Y yang membantu
350.000.000,00 (tiga ratus membuat tidak dapat menghancurkan bukti-bukti
lima puluh juta rupiah) dipakai barang, akta, pengeluaran fiktif tersebut
pegawai negeri atau surat, atau daftar dan menghilangkan
orang selain pegawai tersebut adalah pembukuan atas seluruh
negeri yang diberi tugas pelaku pelanggaran. transaksi keuangan adalah
menjalankan suatu pelaku pelanggaran.
jabatan umum secara
terus-menerus afau untuk
sementara waktu, dengan
sengaja:
c. membantu orang lain
menghilangkan,
menghancurkan,
merusakkan, atau
membuat tidak dapat
dipakai barang, akta,
sural, atau daftar
tersebut”

115 Internalisasi Kepatuhan DJP


d. Pemerasan

Tabel 5-5 : Contoh-contoh Pelanggaran Pemerasan

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri


memeras”

Pasal 12 huruf e Contoh nomor 19a Contoh nomer 19b


Undang-Undang Nomor H adalah seorang K adalah seorang
31 Tahun 1999 stdd. UU Account pelaksana pada Seksi
Nomor 20 Tahun 2001 Representative pada Ekstensifikasi KPP Pratama
“Dipidana dengan pidana KPP Pratama IJK. LMN. K memperoleh data
penjara seumur hidup Yang bersangkutan tentang kegiatan
atau pidana penjara membuat himbauan membangun sendiri yang
paling singkat 4 (empat) pembetulan kepada dilakukan oleh Wajib Pajak
tahun dan paling lama 20 Wajib Pajak L yang O dan mengetahui bahwa
(dua puluh) tahun dan menurut H tidak Q tidak memenuhi
pidana denda paling metaporkan kewajiban PPN atas
sedikit Rp 200.000.000,00 peredaran usahanya kegiatan membangun
(dua ratus juta rupiah) secara benar. sendiri tersebut. K
dan paling banyak Rp Pembetulan SPT mendatangi O dan
1.000.000.000,00 (satu yang telah dilakukan mengancam akan
mifiar rupiah): oleh L tetap meneruskan data tersebut
e. pegawai negeri atau dinyatakan tidak apabila O tidak memberikan
penyelenggara negara benar dan diancam sejumlah uang kepadanya.
yang dengan maksud akan diusulkan untuk Atas ancaman tersebut, O
menguntungkan diri dilakukan memberikan uang kepada
sendiri atau orang lain pemeriksaan, kecuali K sejumlah yang diminta.
secara melawan hukum, bila L mau K yang mengancam O
atau dengan memberikan untuk memberikan
menyalahgunakan sejumlah uang sejumlah uang adalah
kekuasaannya memaksa kepada H. pelaku pelanggaran.
seseorang memberikan H yang
sesualu, membayar, atau menyalahgunakan
menerima pembayaran kekuasaannya
dengan potongan, atau memaksa Wajib
untuk mengerjakan Pajak untuk
sesuatu bagi dirinya memberikan uang
sendiri” adalah pelaku
pelanggaran.

116 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
memeras dengan alasan uang/pemberian ilegal
tersebut adalah bagian dari peraturan atau hak dia”

Pasal 12 huruf g Contoh nomor 20a Contoh nomor 20b


Undang-Undang Nomor L adalah seorang P adalah seorang Kepala
31 Tahun 1999 stdd. UU Account Seksi pada Bidang
Nomor 20 Tahun 2001 Representative pada P2Humas Kanwil QRS
“Dipidana dengan pidana KPP Pratama RST yang mendapatkan tugas
penjara seumur hidup yang sedang memberikan penyuluhan
atau pidana penjara menangani berupa sosialisasi
paling singkat 4 (empat) permohonan peraturan perpajakan yang
tahun dan paling lama 20 pengurangan baru diberlakukan
(dua puluh) tahun dan pembayaran Pajak memenuhi undangan
pidana denda paling Bumi dan Bangunan beberapa Wajib Pajak yang
sedikit Rp 200.000.000,00 Waijib Pajak U. Pada tergabung dalam suatu
(dua ratus juta rupiah) saat permohonan asosiasi.
dan paling banyak Rp pengurangan tersebut Pada saat kegiatan
1.000.000.000,00 (satu diselesaikan dan sosialisasi tersebut
miliar rupiah): Wajib Pajak U berakhir, P meminta
g. pegawal negeri atau mendapat sejumlah uang kepada para
penyelenggara negara pengurangan atas Wajib Pajak tersebut
vang pada waktu Pajak Bumi dan dengan alasan sosialisasi
menjalankan tugas, Bangunan nya, L tersebut dilaksanakan
meminta atau menerima meminta sejumlah berdasarkan undangan dari
pekerjaan, atau uang kepada Wajib mereka.
penyerahan barang, Pajak U dengan
P yang meminta
seolah-olah merupakan alasan pengurangan
pembayaran atas
utang kepada dirinya, tersebut disetujui atas
penyuluhan tersebut adalah
padahal diketahui bahwa jasa L.
pelaku pelanggaran.
hal tersebut bukan L yang meminta balas
merupakan utang” jasa atas proses
pengurangan
pembayaran Pajak
Bumi dan Bangunan
adalah pelaku
pelanggaran.

117 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
memeras pegawai negeri lain”

Pasal 12 huruf f Undang- Contoh nomor 21a Contoh nomor 21b


Undang Nomor 31 M adalah Bendahara Dalam contoh nomer 20b P
Tahun 1999 stdd. UU Pengeluaran pada memberikan penyuluhan
Nomor 20 Tahun 2001 KPP Pratama UVW. berupa sosialisasi
“Dipidana dengan pidana M sedang menangani peraturan perpajakan yang
penjara seumur hidup pencairan atas baru diberlakukan
atau pidana penjara paling rapelan gaji beberapa memenuhi undangan para
singkat 4 (empat) tahun pegawai pada KPP Bendaharawan pemerintah
dan paling lama 20 (dua tersebut. Kepada pada Pemerintah Daerah T
puluh) tahun dan pidana para pegawai yang dan pada saat kegiatan
denda paling sedikit Rp akan menerima sosialisasi tersebut
200.000.000,00 (dua ratus rapelan, M meminta berakhir, P meminta
jufa rupiah}) dan paling uang untuk sejumlah uang kepada para
banyak Rp memperlancar proses Bendaharawan pemerintah
1.000.000.000,00 (satu pencairan rapelan. tersebut dengan alasan
miliar rupiah): Pada saat sosialisasi tersebut
f. pegawai negeri atau dilaksanakan dilaksanakan berdasarkan
penyelenggara negara pembayaran rapelan undangan dari mereka.
yang pada waktu gaji, M memotong P yang meminta
menjalankan tugas, sejumiah uang atas pembayaran atas
meminta, menerima, atau pembayaran yang penyuluhan tersebut adalah
memotong pembayaran seharusnya diterima pelaku pelanggaran.
kepada pegawai negeri oleh masing-masing
atau penyelenggara pegawai tersebut.
negara yang lain atau M yang meminta dan
kepada kas umum, memotong sejumlah
seolah-olah pegawai uang atas
negeri atau pembayaran rapelan
penyelenggara negara gaji seclah-olah
yang lain atau kas umum pegawai negeri atau
tersebut mempunyai penyelenggara
utang kepadanya, padahal negara yang lain
diketahui bahwa hal tersebut mempunyai
tersebut bukan utang kepadanya
merupakan utang” adalah pelaku
pelanggaran.

118 Internalisasi Kepatuhan DJP


e. Perbuatan curang

Tabel 5-6 : Contoh-contoh Pelanggaran Perbuatan Curang

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “membiarkan


perbuatan gurang pada waktu pembuatan bangunan
atau penyerahan bahan bangunan”

Pasal 7 ayat (1) huruf b Contoh nomor 22a Contoh nomor 22b
Undang-Undang Nomor S adalah Pejabat T adalah Pejabat Penerima
31 Tahun 1999 stdd. UU Penerima Hasil Hasil Pekerjaan pada KPP
Nomor 20 Tahun 2001 Pekerjaan pada KPP Pratama VWX. KPP
Dipidana dengan pidana Pratama QQQ. Pada Pratama VWX sedang
penjara paling singkat 2 saat menerima hasil melaksanakan pengadaan
(dua) tahun dan paling pengadaan barang jasa perbaikan atas salah
lama 7 (tujuh) tahun dan bahan bangunan satu ruangan pada KPP
atau pidana denda paling berupa keramik yang tersebut. Selama proses
sedikit Rp100.000.000,00 diperiukan dalam pekerjaan perbaikan
(seratus juta rupiah) dan perbaikan salah satu tersebut, tukang yang
paling banyak ruangan di KPP mengerjakannya mengganti
Rp350.000.000,00 (tiga Pratama QQQ, S jenis semen yang
ratus lima puiuh juta dengan sengaja tetap seharusnya dipakai dengan
rupiah): menerima keramik semen yang berkualitas
a. pemborong, ahli yang dikirim oleh jauh lebih buruk. Hal ini
bangunan yang pada penjual walaupun diketahui dan dibiarkan oleh
waktu membuat diketahui kualitas T.
bangunan, afau penjual keramik tersebut jauh Pada saat melakukan
bahan bangunan yang dibawah kualitas pemeriksaan hasil
pada waktu menyerahkan keramik yang pekerjaan tersebut, T tetap
bahan bangunan, dipesan. menerima hasil pekerjaan
mefakukan perbuatan S yang tetap tersebut walaupun T
curang yang dapat menerima keramik mengetahui kecurangan
membahayakan yang kualitasnya yang terjadi selama proses
keamanan orang tidak sesuai dengan pengerjaannya.
keramik yang dipesan T yang bertugas melakukan
tersebut adalah pemeriksaan hasil
pelaku pelanggaran. pekerjaan pengadaan jasa
dan mengetahui adanya
kecurangan dalam proses
pengerjaannya tetapi tetap
menerima hasil pengadaan
jasa tersebut adalah pelaku
pelanggaran.

119 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “pegawai negeri
menyerobot tanah negara hingga merugikan orang
lain”

Pasal 12 huruf h Contoh nomor 23a -


Undang-Undang Nomor Kabag Umum Kanwil
31 Tahun 1999 stdd. UU YYY bernama X
Nomor 20 Tahun 2001 mengetahui bahwa
“Dipidana dengan pidana sebidang tanah di
penjara seumur hidup sebelah bangunan
atau pidana penjara Kanwil YYY masih
paling singkat 4 (empat) berada di bawah
fahun dan paling lama 20 pengelolaan Kanwil
(dua puluh) tahun dan YYY yang peruntukan
pidana denda paling sebenarnya adalah
sedikit Rp 200.000.000,00 untuk penambahan
(dua ratus juta rupiah) area parkir dan
dan paling banyak Rp fasilitas olah raga.
1.000.000.000,00 (satu Secara diam-diam, X
miliar rupiah): membuat surat yang
h. pegawai negeri atau menyatakan bahwa
penyelenggara negara dirinya diberi
yang pada waktu kekuasaan penuh
menjalankan tugas, telah untuk memanfaatkan
menggunakan tanah tanah tersebut.
negara yang di atasnya Diatas tanah
lterdapat hak pakai, tersebut, X
seolah-olah sesuai membangun
dengan peraturan bangunan yang dia
perundangundangan, sewakan kepada
telah merugikan orang penjual makanan.
yang berhak, padahal Keuntungan atas
diketahuinya bahwa penyewaan tersebut
perbuatan tersebut digunakan untuk
bertentangan dengan kepentingan pribadi
peraturan perundang- X.
undangan” X yang membangun
bangunan di atas
tanah negara
tersebut dan
menyewakannya
adalah pelaku
pelanggaran.

120 Internalisasi Kepatuhan DJP


f. Benturan kepentingan dalam pengadaan

Tabel 5-7 : Contoh-contoh Pelanggaran Benturan Kepentingan Dalam Pengadaan

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: pegawai negeri baik


langsung maupun tidak langsung dengan sengaja
turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau
persewaan yang diurusnya,”

Pasal 12 huruf I Contoh nomor 24a Contoh nomor 24b


Undang-undang Nomor U adalah pemilik CV V adalah pegawai di KPP
31 Tahun 1999 stdd. UU XXX yang bergerak di XYZ yang juga adalah
Nomor 20 Tahun 2001 bidang percetakan. U Pejabat Pengadaan. KPP
“Dipidana dengan pidana merupakan istri dari XYZ membutuhkan
penjara seumur hidup T, seorang pegawai di beberapa kendaraan yang
atau pidana penjara KPP YYY yang juga akan dipergunakan untuk
paling singkat 4 (empat) adalah Ketua Panitia suatu kegiatan antar jemput
tahun dan paling lama 20 Pengadaan. Pada pegawai. Pada saat
(dua puluh) tahun dan saat dilaksanakan dilaksanakan pengadaan
pidana denda paling pengadaan barang langsung sewa kendaraan,
sedikit Rp 200.000.000 cetakan oleh panitia. V menetapkan usaha
(dua ratus juta rupiah) Pengadaan yang persewaan kendaraan
dan paling banyak Rp diketuai oleh T, CV, miliknya sendiri sebagai
1.000.000.000 (satu miliar XXX turut serta dalam penyedia jasa.
rupiah): I pegawai negeri tender proyek V yang menetapkan usaha
atau penyelenggaran tersebut. Dalam persewaan kendaraan
negara baik langsung proses seleksi, atas miliknya sendiri sebagai
maupun tidak langsung campur tangan T, CV penyedia jasa adalah
dengan sengaja turut XXX terpilih sebagai pelaku pelanggaran.
serta dalam pemenang.
pemborongan, T yang secara
pengadaan, atau langsung turut serta
persewaan, yang pada dalam penentuan
saat dilakukan perbuatan, pemenang dari
untuk seluruh atau pengadaan barangf
sebagian ditugaskan cetakan memilih CV
untuk mengurus atau XXX yang merupakan
mengawasinya”. perusahaan milik
istrinya adalah eplaku
pelanggaran

121 Internalisasi Kepatuhan DJP


g. Gratifikasi

Tabel 5-8 : Contoh-contoh Pelanggaran Gratifikasi

1. Peraturan Peraturan “pegawai negeri menerima gratifikasi


dan tidak melaporkannya kepada Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK)”

Pasal 128 dan Pasal 12C Contoh-contoh pemberian Contoh nomor 25b
UU Nomor 20 Tahun 2001 yang dapat dikategorikan E, Kepala KPP FGH,
Pasal 12B sebagai gratifikasi yang membeli sebuah
sering terjadi adalah: mobil dari sebuah
(1) Setiap gratifikasi
kepada pegawai negeri 1. Pemberian hadiah atau dealer yang juga
atau penyelenggara negara parsel kepada pejabat merupakan Wajib
dianggap pemberian suap, pada saat ahri raya Pajak yang terdaftar
apabila berhubungan keagamaan, oleh di KPP FGH. Dalam
dengan jabatannya dan rekanan atau pembelian mobil
yang ebrlawanan dengan bawahannya; tersebut, pihak
kewajiban atau tugasnya, 2. Hadiah atau dealer memberikan
dengan ketentuan sebagai sumbangan pada saat potongan harga
berikut: perkawinan anak dari khusus kepada E.
pejabat oleh rekanan Sampai dengan
A. yang nilainya Rp
kantor pejabat lewat 30 (tiga puluh)
10.000.000,00 (sepuluh
tersebut; hari sejak
juta rupiah) atau lebih,
pembelian, E tidak
pembuktian bahwa 3. Pemberian tiket
juga melaporkan
gratifikasi tersebut bukan perjalanan kepada
potongan harga
merupakan suap dilakukan pejabat atau
khusus tersebut ke
oleh penerima gratifikasi; keluarganya untuk
KPK.
b. yang nilainya kurang dari keperiuan pribadi
secara cuma-cuma; E yang menerima
Rp 10.000.000,00 (sepuluh
potongan harga
juta rupiah), pembuktian 4. Pemberian potongan
khusus atas
bahwa gratifikasi tersebut harga khusus bagi
pembelian mobil
suap dilakukan oleh pejabat untuk
tersebut dan sampai
penuntut umum pembelian barang dari
dengan lewat 30
(2) Pidana bagi pegawai rekanan;
(tiga puluh) hari
negeri atau penyelenggara 5. Pemberian biaya atau sejak pembelian
negara sebagaimana ongkos naik haji dari tersebut tidak juga
dimaksud dalam ayat (1) rekanan kepada melaporkannya ke
adalah pidana penjara pejabat; KPK aadalah pelaku
seumur hidup atau pidana 6. Pemberian hadiah pelanggaran.
penjara paling singkat 4 ulang tahun atau pada
(empat) tahun dan paling acara-acara pribadi
lama 20 (dua puluh) tahun, lainnya dari rekanan;
dan pidana denda paling

122 Internalisasi Kepatuhan DJP


sedikit Rp 200.000.000,00 7. Pemberian hadiah atau
(dua ratus juta rupiah) dan souvenir kepada
paling banyak Rp pejabat pada saat
1.000.000.000,00 (satu kunjungan kerja;
miliar rupiah). 8. Pemberian hadiah atau
Pasal 12 C uang sebagai ucapan
(1) Ketentuan sebagaimana terima kasih karena
dimaksud dalam Pasal 12 telah dibantu.
B ayat (1) tidak berlaku, jika
penerima melaporkan Contoh nomor 25a
gratifikasi yang diterimanya
A adalah seorang
kepada Komisi
pelaksana di Seksi
Pemberantasan Tindak
Pelayanan sebuah KPP
Pidana Korupsi.
Pratama yang bertugas
(2) Penyampaian laporan memberikan pelayanan
sebagaimana dimaksud pembuatan NPWP. Dalam
dalam ayat (1) wajib melaksanakan tugas-tugas
dilakukan oleh penerima pelayanan pembuatan
gratifikasi paling lambat 30 NPWP tersebut, A
(tiga puluh) hari kerja melaksanakannya sesuai
terhitung sejak tanggal dengan SOP yang telah
gratifikasi tersebut diterima. ditetapkan. Pada saat
(3) Komisi Pemberantasan melayani pembuatan
Tindak Pidana Korupsi NPWP seorang pengguna
dalam waktu paling lambat layanan bermama B, A
30 (tiga puluh) hari kerja menerima pemberian
sejak tanggal menerima sejumlah uang dari B
laporan wajib menetapkan sebagai tanda terima kasih
gratifikasi dapat menajdi atas pelayanan A yang
milik penerima atau milik dinilai baik. Sampai dengan
negara. lewat 30 (tiga puluh) hari
(4) Ketentuan mengenai sejak menerima uang dari
tata cara penyampaian B, A tidak juga melaporkan
laporan sebagaimana pemberian uang tersebut ke
maksud dalam ayat (2) dan KPK.
penentuan status gratifikasi A yang menerima
sebagaimana dimaksud pemberian sejumlah uang
dalam ayat (3) diatur dalam dari B dan sampai dengan
Undang-undang tentang lewat 30 (tiga puluh) hari
Komisi Pemberantasan sejak menerima uang
Tindak Pidana Korupsi. tersebut tidak juga
melaporkannya ke KPK
adalah pelaku pelanggaran.

123 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Pelanggaran Peraturan di Bidang Perpajakan

Tabel 5-9 : Contoh-contoh Pelanggaran Peraturan di Bidang Perpajakan

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “tidak mengisi


Surat Pemberitahuan dengan benar”

Pasal 4 ayat (1) UU Nomor 6 Contoh nomor 26a


Tahun 1883 stdd. UU Nomor 16 F adalah seorang pelaksana pada KPP
Tahun 2009 tentang Ketentuan Pratama GHI. Dalam kesehariannya, baik
Umum dan Tata Cara Perpajakan ketika beraktivitas di kantor maupun dalam
“Wajib Pajak wajib mengisi dan kehidupan di luar kantor, F dikenal memiliki
menyampaikan Surat gaya hidup mewah. Selain memiliki
Pemberitahuan dengan benar, sejumlah rumah, F dikenal sering
lengkap, jelas, dan menggunakan mobil yang dikategorikan
menandatanganinya” mewah di lingkungan tempat tinggainya
secara bergantian.
Selain memperoleh penghasilan sebagai
PNS, F juga memperoleh penghasilan lain
dari usaha sampingan.
Dalam Surat Pemberitahuan, F tidak
melapcrkan penghasilan lain dari usaha
sampingannya tersebut.
F yang tidak melaporkan penghasilan lain
dari usaha sampingannya adalah pelaku
pelanggaran.

2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “tidak


memenuhi kewajiban PPN atas kegiatan
membangun sendiri”

Pasal 16C UU Nomor 8 Tahun Contoh nomor 27a


1983 stdd. UU Nomor 42 Tahun G adalah Kepala Kanwil HIJ yang baru saja
2009 tentang Pajak Pertambahan menyelesaikan pembangunan rumah
Nilai dan Pajak Penjualan atas bertingkat yang rencananya akan dia
Barang Mewah pergunakan untuk usaha kos-kosan. Luas
“Pajak Pertambahan Nilai dikenakan bangunan keseluruhan adalah 350 m2.
atas kegiatan membangun sendiri Sejak awal proses pembangunan, G tidak
yang dilakukan tidak dalam kegiatan pernah memenuhi kewajiban PPN atas
usaha atau pekerjaan oleh orang kegiatan membangun sendiri yang terutang.
pribadi atau badan yang hasiinya
digunakan sendiri atau digunakan G yang tidak memenuhi kewajiban PPN
pihak lain yang batasan dan tata atas kegiatan membangun sendiri yang
caranya diatur dengan Keputusan terutang adalah pelaku pelanggaran.
Menteri Keuangan.”

124 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Pelanggaran Peraturan di Bidang Kepegawaian
a. Kode Etik Pegawai DJP (Peraturan Menteri Keuangan Nomor 1/PM.3/2007
tanggal 23 Juli 2007)

Tabel 5-10 : Contoh-contoh Pelanggaran Peraturan di Bidang Kepegawaian Kode


Etik Pegawai DJP

1. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “tidak bertanggung


jawab dalam penggunaan barang inventaris milik
Direktorat Jenderal Pajak”

Panduan Kewajiban Contoh nomor 28a Contoh nomor 28b


Pegawai: Seorang Kepala Sub C, seorang Kepala
"Bertanggung jawab Bagian Umum di Sebuah Seksi KPP Pratama
dalam penggunaan KPP Pratama bernama DEF yang berlokasi di
barang inventaris milk B menguasai Jakarta
Direktorat Jenderal sepenuhnya sebuah dipindahtugaskan/dimu
Pajak.” kendaraan dinas dan tasi ke KPP Madya
menyewakan kendaraan GHI yang ebrlokasi di
dinas tersebut keapda Sulawaesi Selatan.
umum, terutama pada Dua bulan sejak
akhir pekan. Untuk dipindahtugaskan, C
mempermudah proses belum juga
penyewaan, B menyerahkan kembali
mengganti plat nomor rumah dinas yang
kendaraan dinas yang ditempatinya selama
ebrwarna merah dengan bertugas di KPP
plat nomor kendaraan Pratama DEF. Rumah
berwarna hitam. dinas tersebut masih
B yang menguasai ditempati oleh
sepenuhnya sebuah keluarganya.
kendaraan dinas dan C yang belum
menyewakan kendaraan menyerahkan kemabli
dinas tersebut kepada rumah dinas yang hak
umum adalah pelaku pemakaiannya telah
pelanggaran. berakhir adalah eplau
pelanggaran.

125 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “penyalahgunaan
kewenangan jabatan”

Panduan Larangan Contoh nomor 29a Contoh nomor 29b


Pegawai: A adalah Kepala Kantor D adalah Kepala
“Menyalahgunakan Wilayah pada Kanwil Subbagian Rumah
kewenangan jabatan baik XYZ. Tangga Kanwil EFG.
langsung maupun tidak Sehubungan dengan Sehubungan dengan
langsung” pemeriksaan WP MN jabatannya, D sering
yang dilakukan oleh B, berhubungan dengan
seorang Fungsional H seorang rekanan
Pemeriksa Pajak pada penyedia alat tulis
KPP STU, A memaksa B kantor (ATK). D
untuk memperkecil nilai berencana untuk
ketetapan pajak hasil membuka toko
pemeriksaan peralatan kantor
disebabkan WP MN sebagai usaha
merupakan kerabat A. sampingan.
Tindakan yang dilakukan Untuk keperluan
A merupakan intervensi tersebut, D meminta H
terhadap proses untuk menjadi
pemeriksaan. pemasok (supplier)
Di sisi lain, tindakan B tokonya dan meminta
yang memperkecil nilai potongan harga yang
ketetapan pajak melebihi kewajaran
merupakan tindakan dengan alasan sebagai
yang tidak objektif Kepala Subbagian
sehingga merugikan Rumah Tangga, D
keuangan negara. telah banyak
memberikan
keuntungan kepada H
A yang melakukan melalui pengadaan
intervensi terhadap ATK.
proses pemeriksaan
D menyalahgunaka
dengan memaksa B
kewenangan
untuk memperkecil nilai
jabatannya dengan
ketetapan pajak hasil
meminta potongan
pemeriksaan WP MN
harga yang melebihi
adalah pelaku
kewajaran kepada H
Pelanggaran.
adalah pelaku
Pelanggaran.

126 Internalisasi Kepatuhan DJP


3. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “‘perbuatan tidak
terpuji”

Panduan Larangan Contoh nomor 30a Contoh nomor 30b


Pegawai: A adalah pelaksana Beberapa pegawai
“Melakukan perbuatan pada KPP Pratama XYZ. KPP Pratama VWX
tidak terpuji yang Pada suatu saat, A tertangkap basah
berfentangan dengan diketahui mengkonsumsi sedang berjudi pada
norma kesusilaan dan minuman beralkohol saat jam kerja di salah
dapat merusak citra serfa yang mengakibatkan satu ruangan di KPP
martabat Direktorat dirinya mabuk dan Pratama VWX.
Jenderal Pajak” menimbulkan kecnaran Para pegawai yang
di lingkungan tempat tertangkap basah
tinggalnya. sedang berjudi
Hal tersebut dapat tersebut adalah pelaku
merusak citra dan pelanggaran.
martabat DJP.

127 Internalisasi Kepatuhan DJP


b. Disiplin Pegawai Negeri Sipil (Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010
tanggal 6 Juni 2010)

Tabel 5-11 : Contoh-contoh Pelanggaran Disiplin Pegawai Negeri Sipil

1. Peraturan Contoh pelanggaran berupa: “tidak melaksanakan


tuags kedinasan yang dipercayakan kepada PNS
dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung
jawab”

Kewajiban Pegawai Contoh nomor 31a Contoh nomor 31b


Negeri Sipil Pasal 3 X adalah seorang Y adalah pelaksana
angka 5 pejabat jurusita pada Subbagian umum pada
“Melaksanakan tugas sebuah KPP Pratama. KPP Madya PQR. Y
kedinasan yang Dalam pelaksanaan bertugas menangani
dipercayakan kepada tugas penyampaian usulan kenaikan pangkat
PNS dengan penuh Surat Paksa,s ecara pegawai KPP tersebut.
pengabdian, periodik yang Dalam melaksanakan
kesadaran, dan bersangkutan tugasnya, Y tidak secara
tanggung jawab” memanfaatkan surat proaktif mengusulkan
tugas untuk pulang ke kenaikan pangkat,
kota asal dengan cara melainkan menunggu
mengatur surat tugas permintaan dari para
penyampaian Surat pegawai KPP tersebut.
Paksa. Yang Beberapa pegawai
bersangkutan mengatur mengalami keterlambatan
sedemikian rupa agar dalam pengusulan
seluruh Surat Paksa kenaikan pangkatnya
yang disampaikan dalam akibat dari kelalaian Y.
waktu singkat tanpa Y yang tidak
memperhatikan prosedur melaksanakan pegusulan
yang telah ditetapkan kenaikan pangkat pegawai
sehingga yang KPP Madya PQR sesuai
ebrsangkutan memiliki dengan prosedur yang
waktu sisa beberapa hari telah ditetapkan adalah
kerja untuk pulang ke pelaku eplanggaran.
kota asalnya.
X yang tidak
melaksanakan tugas
penyampaikan Surat
Paksa sesuai dengan
prosedur yang telah
ditetapkan adalah pelaku
pelanggaran.

128 Internalisasi Kepatuhan DJP


2. Peraturan Contoh pelanggaran berupa “melanggar rahasia
jabatan”

Kewajiban Pegawai Contoh nomor 32a Contoh nomor 32b


Negeri Sipil Pasal 3 A adalah pelaksana H adalah pelaksana pada
angka 8 pada KPP Madya BCD. Direktorat EFG yang
“Memegang rahasia A ditugaskan untuk ditugaskan untuk
jabatan yang menurut menangani berkas- menajwab surat dari Wajib
sifatnya atau menurut berkas Wajib Pajak di Pajak I, pada saat
perintah harus KPP tersebut. Wajib menyusun konsep
dirahasiakan” Pajak E menghubungi A jawaban, I menghubungi H
untuk meminta data dan ingin mengetahui isi
Wajib Pajak lain yang dari konsep surat jawaban
sejenis yang berupa tersebut. H memenuhi
laporan keuangan untuk permintaan I dan
dipakai oleh E sebagai memberitahuka isi dari
bahan untuk menyusun konsep surat jawaban
SPT Tahunananya. A tersebut.
memenuhi permintaan E. H yang memberitahukan
A yang memberikan data isi dari konsep surat
berupa laporan jawaban kepada Wajib
keuangan Wajib Pajak Pajak I adalah pelaku
lain kepada E adalah pelanggaran.
pelaku pelanggaran.

3. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa:


“Memiliki, menjual, membeli, menggadaikan,
menyewakan, atau meminjamkan barang-barang milik
negara”

Larangan Pegawai Contoh nomor 33a Contoh nomor 33b


Negeri Sipil Pasal 4 Dalam contoh nomor Dalam contoh 1b X
angka 5 28a B menyewakan menjual barang-barang
“Memiliki, menjual, kendaraan dinas yang inventaris kantor dan
membeli, merupakan milk Negara menggunakan hasil
menggadaikan, tersebut secara tidak s penjualan barang-barang
menyewakan, atau ah. tersebut untuk
meminjamkan B yang secara tidak sah kepentingan pribadinya.
barang-barang baik menyewakan kendaraan X yang secara tidak sah
bergerak atau tidak dinas yang merupakan menjual barang-barang
bergerak, dokumen milik Negara tersebut inventaris yang
atau surat berharga adalah pelaku merupakan milik Negara
milik negara secara pelanggaran adalah pelaku
tidak sah” pelanggaran.

129 Internalisasi Kepatuhan DJP


4. Peraturan Contoh Pelanggaran berupa: “bertindak sewenang-
wenang terhadap bawahannya”

Larangan Pegawai Contoh nomor 34a


Negeri Sipil Pasal 4 Y adalah seorang kepala seksi pada Kanwil PQR.
angka 9 Yang bersangkutan sedang melanjutkan kuliah Strata
"Bertindak sewenang- 2. Untuk mengerjakan tugas-tugas kuliah, Y sering
wenang terhadap memerintahkan beberapa pelaksana untuk
bawahannya” menyelesaikan tugas-tugas kuliah tersebut pada jam
kerja sehingga tugas/pekerjaan para pelaksana
tersebut menjadi terbengkalai.
Y yang bertindak sewenang-wenang terhadap
bawahannya adalah pelaku pelanggaran.

H. Latihan Soal

1. Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran


(Whistleblowing) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diatur dalam ...
a) PER 11/PJ/2012
b) PER 22/PJ/2011
c) PER 12/PJ/2011
d) PER 21/PJ/2012

2. Hak yang diperoleh pelapor pelanggaran adalah, kecuali ...


a) upaya perlindungan
b) informasi tindak lanjut penanganan pengaduan
c) tempat tinggal
d) penghargaan

3. F adalah seorang Ketua Tim Fungsional Pemeriksa Pajak yang sudah empat tahun
bertugas pada KPP Pratama GHI di luar Jawa. F meminta bantuan kepada A,
seorang pegawai Bagian Kepegawaian yang menangani mutasi, agar dapat
memindahkannya ke KPP di Kota J dengan menjanjikan untuk memberikan
sejumlah uang.

130 Internalisasi Kepatuhan DJP


Berdasarkan contoh tadi, jenis pelanggaran yang terjadi adalah pelanggaran
terhadap ...
a) Suap menyuap
b) Gratifikasi
c) Kerugian keuangan negara
d) Penggelapan dalam jabatan

4. Manakah di bawah ini yang merupakan pelanggaran penggelapan dalam jabatan?


a) ASN menerima suap karena memiliki/dianggap memiliki wewenang
b) Menyalahgunakan jabatan untuk mencari untung dan merugikan negara
c) menyuap ASN karena tahu persis/menganggap dengan jabatannya
memungkinkan untuk membantu
d) ASN menyalahgunakan uang atau membiarkan penyalahgunaan uang

5. Berikut ini adalah penghargaan yang diberikan kepada pelapor pelanggaran yang
berstatus pegawai...
a) mutasi sesuai dengan keinginan
b) imbalan prestasi kerja khusus maksimal sepuluh kali besarnya tunjangan
kinerja pelapor
c) a dan b benar
d) a dan b salah

131 Internalisasi Kepatuhan DJP


KUNCI JAWABAN

BAB I BAB IV
1. B 1. B
2. B 2. A
3. C 3. C
4. C 4. A
5. B 5. C

BAB II BAB V
1. A 1. B
2. C 2. C
3. A 3. A
4. A 4. D
5. A 5. C

BAB III
1. A
2. D
3. A
4. B
5. C

132 Internalisasi Kepatuhan DJP


DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Jenderal Pajak. (2011). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 22/PJ/2011
tentang Kewajiban Melaporkan Pelanggaran dan Penanganan Pelaporan Pelanggaran
(Whistleblowing) di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Direktorat Jenderal Pajak. (2019). Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 22/PJ/2019
tentang Kode Etik dan Kode Perilaku Pegawai di DJP.
Direktorat Jenderal Pajak. (2022). Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-
22/PJ/2022 tentang Pedoman Penanganan Disiplin di Lingkungan Direktorat Jenderal
Pajak.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2018). Peraturan Menteri Keuangan Nomor
97/PMK.09/2018 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Pelanggaran Disiplin
dan Penjatuhan Hukuman Disiplin Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian
Keuangan.
Kementerian Keuangan Republik Indonesia. (2021). Keputusan Menteri Keuangan Nomor
5/KMK.01/2022 tentang Pedoman Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 94
Tahun 2021 tentang Pegawai Negeri Sipil di Lingkungan Kementerian Keuangan.
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia.
(2012). Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi
Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2012 tentang Pedoman Umum Penanganan
Benturan Kepentingan.
Komisi Pemberantasan Korupsi. (2019). Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi Nomor
2 Tahun 2019 tentang Pelaporan Gratifikasi.
Pemerintah Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021
tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

133 Internalisasi Kepatuhan DJP


DAFTAR PENULIS

Zulkifli Rahmat
Seksi Internalisasi Kepatuhan,
Subdit Kepatuhan Internal, Direktorat KITSDA

If you can the best and be happy,


you are further along in life than most people

Claudia Sefti Febrianti


Seksi Internalisasi Kepatuhan,
Subdit Kepatuhan Internal, Direktorat KITSDA

Sometimes you can only do a small.


Small, good thing for yourself, consistency in the process, and
that can make all the difference

Sekar Puspita Ayu Setiyaviani


Seksi Internalisasi Kepatuhan,
Subdit Kepatuhan Internal, Direktorat KITSDA

Don’t dream your life. Live your dreams!

Kms. Ismail Azhari


Seksi Evaluasi Temuan Pemeriksaan Eksternal,
Direktorat KITSDA

Cement is essentially just powder and


not as hard as bricks, but without quality cement, the building
will be unstable and collapse

134 Internalisasi Kepatuhan DJP

Anda mungkin juga menyukai