METODOLOGI KERJA
1. Kegiatan Persiapan
1. Persiapan
2. Pengumpulan data sekunder
3. Review data sekunder
PENDAHULUAN
1. Peta dasar/topografi.
Persiapan 2. Peta jaringan sungai.
1. Administrasi. 3. Peta citra satelit.
2. Teknis: 4. Peta dan data geologi. Review Data Sekunder RMK
- Mobilisasi personil. 5. Peta dan data RTRW.
- Mobilisasi alat dan bahan. 6. Data BPS.
7. Data hidroklimatologi.
8. Data pendukung RAB.
9. Hasil studi terkait.
SURVEI PENDAHULUAN
Identifikasi Daerah dan Jaringan Irigasi
Diskusi Laporan Bahan Diskusi
Pendahuluan Laporan Pendahuluan 1. Inventarisasi daerah dan jaringan irigasi.
2. Identifikasi kebutuhan penanganan.
Laporan
Penyusunan Rencana Survei
Pendahuluan
SURVEI LAPANGAN
Pengukuran Topografi Survei Geoteknik
1. Pengukuran situasi. 1. Bor mesin.
2. Pengukuran trase.
ANALISIS DATA
1. Ketersediaan data. 3. Peta tata guna lahan eksiting 1:5000
2. Pemeriksaan data. 4. Profil memanjang H=1:2.000 & V=1:200.
3. Analisis hujan rencana. 5. Potongan melintang 1:100.
4. Drainage module.
5. Curah hujan wilayah.
6. Curah hujan andalan. Analisis Kualitas Air Analisis Sosial Ekonomi
7. Curah hujan efektif.
8. Ketersediaan air. 1. Kualitas air. 1. Kelayakan usaha budidaya.
9. Evaporasi 2. Daya dukung SDM
10. Kebutuhan air.
SISTEM PLANNING
Rencana Pengembangan
Berdasarkan Zona Pengelolaan Air
Laporan Jaringan Rawa Irigasi
Antara 1. Satuan lahan dan kesesuaian lahan.
2. Pengelolaan air.
DETAIL DESAIN
IV.2.1 Persiapan
Kegiatan persiapan dilaksanakan segera setelah diterbitkannya Surat Perintah Menjalankan
Pekerjaan (SPMK). Secara umum pekerjaan persiapan terdiri dari:
A. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi lebih banyak berkaitan dengan penyelesaian administrasi
dengan pemberi tugas, perijinan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan, kerja
sama dengan perusahaan dan instansi lain dan sebagainya. Pekerjaan administrasi yang
dipersiapkan adalah:
1. Legalisasi pelaksanaan pekerjaan.
2. Penjajakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait.
3. Persiapan administrasi dan finansial.
4. Persiapan peralatan dan peminjaman (bila ada).
5. Pembuatan rencana kerja.
6. Dan penjadualan personil dan koordinasi pelaksanaan.
B. Persiapan Teknis
Persiapan teknis merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum kegiatan
pengumpulan data (primer dan sekunder) dilaksanakan, lebih banyak berkaitan dengan
hal mobilisasi personil, mobilisasi bahan dan peralatan. Persiapan teknis mencakup
beberapa hal sebagai berikut:
1. Mobilisasi personil:
Jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan berdasarkan pengalaman dan
pendidikan.
Kemampuan fisik personil terutama untuk personil pada pelaksanaan survei
lapangan.
Penyusunan deskripsi tugas dan tanggung jawab personil.
2. Mobilisasi alat dan bahan:
Persiapan peralatan yang akan digunakan.
Persiapan bahan dan data yang akan digunakan.
1. Peta dasar/topografi
Peta dasar yang dimaksud yaitu peta topografi dengan skala 1:50.000 yang diperoleh
di BAKOSURTANAL yang berada di Kabupaten Bogor. Peta dasar ini harus
mencakup kawasan irigasi dan DAS yang sungainya berkaitan dengan pengembangan
daerah irigasi yang direview desain.
3. Peta citra
Peta citra yang dimaksud yaitu peta citra satelit kawasan irigasi yang direview desain.
Peta citra ini dapat diperoleh dengan melakukan streaming di google earth.
6. Data BPS
Data BPS yang dimaksud yaitu data Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka yang
terbaru. Data Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka dapat diperoleh di BPS atau
Bappeda Kabupaten Bangka Selatan.
7. Data hidroklimatologi
Data ini mencakup data hujan dan iklim di lokasi pekerjaan dengan ketersediaan data
minimal untuk 10 tahun terakhir yang dapat diperoleh di BMKG Provinsi Bangka
Belitung.`
melintang dan memanjang saluran, serta ketinggian muka air disetiap penampang.
Pengukuran dilakukan dengan alat ukur water pass otomatis, T 0, T2 dan GPS yang mana
pengukuran detail penampang saluran dilakukan pada jarak yang ditentukan dan akan
memuat keadaan topografi dasar, tebing dan tepi saluran serta daerah sekitarnya.
START
PENGUKURAN
MOBILISASI
PERSONIL ORIENTASI MEDAN DAN PENENTAPAN TINGGI REFERENSI
MOBILISASI
ALAT
PEMASANGAN BM (BENCH MARK)
PELAKSANAAN PENGUKURAN
SITUASI DAN TRASE
PENGOLAHAN DATA
Tidak
KETELITIAN
Ya
PENGGAMBARAN
1. Peta ikhtisar 1:20.000
2. Peta situasi 1:5000
3. Potongan memanjang H=1:2000 dan V=1:200
4. Potongan melintang 1:1000, interval 100 m (lurus) dan 50 m (tikungan)
1. Azimut awal harus ditetapkan dari data minimum 2 BM yang ada di lapangan dan ini
harus dimintakan persetujuan dari pemilik lahan.
2. BM harus dipasang pada jarak tertentu sepanjang jalur poligon utama atau cabang.
Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang lebih 80 cm
(yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada daerah yang lebih
aman dan mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM dilakukan di Base
Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan. Pemotretan BM dalam posisi
"Close Up", untuk lembar deskripsi BM.
3. Baik patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda Bench Mark (BM) dan
nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah pencariannya.
5. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran (3x5x50)cm
ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku diatasnya serta diberi kode
dan nomor yang teratur.
Pen k u n in g an
Ø6 c m
25
No m o r titik
10
100
65
Dic o r b eto n
75
20
B eto n 1:2:3
15
10
20
Pas ir d ip ad atk an
20
40
1. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian
hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara
pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak
pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di bawah.
Jarak AB = d1 + d2 + d3
Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak
optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.
d1
d2
A 1
d3
2
B
AB
B
AC
A
C
Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar
biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
1. Jarak antara titik-titik poligon adalah 50m.
2. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
3. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100m.
4. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
5. Selisih sudut antara dua pembacaan 5” (lima detik).
6. Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut:
f x
2
fy
2
KI 1 : 5.000
d
7. Bentuk geometris poligon adalah loop.
U (Geografi)
Matahari
M T
Target
A
Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1
Bidang Referensi
D
D
3. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi
rambu muka.
5. Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan rambu
ukur harus betul dan rambu harus menggunakan nivo.
6. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya.
Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.
9. Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah, benang atas
dan benang bawah.
10. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB),
yaitu: 2 BT = BA + BB.
13. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.
6. Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan
bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.
7. Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan
penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
8. Sudut poligon raai dibaca satu seri.
9. Ketelitian tinggi poligon raai 10cm D (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
1. Azimuth magnetis.
2. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
3. Sudut zenith atau sudut miring.
4. Tinggi alat ukur.
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh
jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (x, y, z).
4. Peta ikhtisar kawasan irigasi digambar dengan skala 1:20.000 atau lebih besar.
5. Peta situasi dan tata guna lahan eksisting kawasan irigasi digambar dengan skala
1:5000.
7. Profil memanjang digambar dengan skala horizontal 1:2000 dan vertikal 1:200.
8. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.
10. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang
ditentukan oleh Direksi.
11. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan: salah penutup
sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga toleransinya,
jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya, serta jumlah
jaraknya.
14. Tata guna tanah yang meliputi vegetasi, pemukiman dan lain-lain yang harus
dinyatakan dengan jelas pada peta.
1. Penentuan lokasi
Penentuan lokasi dilakukan dengan menelusuri sungai sehingga mendapatkan lokasi
pengukuran yang dibutuhkan. Selain untuk menentukan lokasi pengukuran,
penelusuran sungai juga bermanfaat sebagai inventarisasi sungai untuk mengetahui
kondisi morfologi sungai dan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi.
2. Inventarisasi data primer dilakukan dengan cara observasi lapangan, diskusi dan
wawancara dengan masyarakat di kawasan irigasi. Wawancara dilakukan secara non
formal dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) atau checklist yang
sudah disiapkan.
2. Menyusun perencanaan kerja secara rinci, termasuk daftar peralatan yang dipakai
beserta personilnya.
3. Perijinan penggunaan lokasi titik bor, mobilisasi alat serta persiapan kerja di lapangan.
4. Pelaksanaan pemboran.
7. Apabila semua pekerjaan pemboran sudah diperiksa oleh Pemberi Pekerjaan dan telah
disetujui, maka peralatan beserta personilnya bisa dimobilisasikan.
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, ......Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
Dimana:
RX = hujan yang hilang
R1, R2, .., Rn = hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
NX = hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang hilang datanya.
N1, N2, .Nn = hujan rata-rata pada stasiun 1, 2,.......,n
N = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
3. Reciprocal Method
Cara perhitungan yang dianggap lebih baik, adalah cara reciprocal method yang
memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Hal ini dapat dimengerti
karena korelasi antara dua stasiun hujan menjadi makin kecil dengan besarnya
jarak antar stasiun tersebut. Metode ini dapat digunakan jika dalam DAS (Daerah
Aliran Sungai) terdapat lebih dari dua stasiun pencatat hujan. Umumnya,
dianjurkan untuk menggunakan paling tidak tiga stasiun acuan.
Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
dX1, ..., dXn = jarak stasiun dengan stasiun yang datanya tidak ada
2. Uji Konsistensi
Data-data hidrologi yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi sering kali keberadaanya
tidak begitu valid. Hal tersebut terjadi karena data-data hidrologi seperti hujan yang
berada di stasiun hujan keberadaannya tidak konsisten. Data yang tidak konsisten
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (Subarkah, 1980:28):
, k = 1, 2, ...., n
, i = 1, 2, ...., n
Dimana:
Dimana:
x
y
6
S
x 0.5772
Untuk x = xT maka
Dimana:
Dalam perhitungannya sama sedangan distribusi Log Pearson Type III, tetapi
dengan mengambil harga koefisien asimetri Cs = 0.
2. Uji Kecocokan
Dalam menghitung curah hujan rencana digunakan beberapa distribusi, dari beberapa
distribusi ini hanya satu yang akan dipakai. Untuk menentukan distribusi mana yang
akan dipakai dilakukan uji kecocokan dengan maksud untuk memberikan informasi
apakah suatu distribusi data sama atau mendekati dengan hasil pengamatan dan
kelayakan suatu fungsi distribusi. Ada empat metoda yang digunakan untuk pengujian
tersebut:
Rata-rata prosentase error, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan
probabilitas dan fungsi kerapatan kumulatif.
Deviasi, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas dan fungsi
kerapatan komulatif.
Chi-Kuadrat, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas.
Kolmogorof-Smirnov, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan kumulatif.
Adapun penjelasan dari metode uji kecocokan di atas yaitu:
a. Rata-rata Prosentase Error
= nilai analitis
Xi = nilai aktual
i = nomor urut data (1,2,3, ......N)
N = jumlah data
Jika nilai rata-rata prosentase error mendekati 100% atau lebih, maka suatu fungsi
distribusi memiliki nilai kepercayaan error besar, dengan kata lain fungsi
distribusi tidak cocok dengan data lapangan, dan sebaliknya.
b. Deviasi
Nilai deviasi sebanding dengan nilai simpangan data analisa terhadap data
lapangan. Semakin kecil nilai deviasi maka sebaran nilai fungsi akan mendekati,
dengan data pengamatan dan sebaliknya jika nilai deviasi besar maka sebaran
fungsi tersebut akan menjahui data. Nilai deviasi dinyatakan dengan:
Fungsi distribusi dikatakan cocok dengan data lapangan jika memiliki nilai deviasi
kecil jika dibandingkan terhadap fungsi yang lain maka yang dipilih adalah yang
terkecil.
c. Chi-Kuadrat
Pengujian Chi-kuadrat yaitu dengan membandingkan frekuensi-frekuensi
pengamatan n1, n2, n3, .....nk sejumlah nilai-nilai variat (atau dalam k selang)
terhadap frekuensi-frekuensi pengamatan e1, e2, e3, .....ek yang bersangkutan dari
suatu fungsi distribusi. Dasar untuk memeriksa kebenaran perbandingan ini
digunakan distribusi dari besaran:
Dimana C1-f adalah nilai distribusi komulatif (1- ) dari Xf2 distribusi teoritis
yang diasumsikan merupakan model yang dapat diterima pada taraf nyata .
Biasanya nilai yang digunakan adalah 5%. Jumlah drajat kebebasan untuk
fungsi distribusi dengan jumlah c buah parameter dilakukan dengan (k – c - 1)
drajat kebebasan. Untuk memberikan hasil yang memuaskan digunakan k5 dan
ei5.
d. Kolmogorof-Smirnov
Prinsip dari metoda ini yaitu membandingkan probabilitas kumulatif lapangan
dengan distribusi komulatif fungsi yang ditinjau. Data yang ditinjau berukuran N,
diatur dengan urutan semakin meningkat. Dari data yang diatur ini akan
membentuk suatu fungsi frekuensi kumulatif tangga sebagai berikut:
Dimana:
xi = nilai data ke i
k = nomor urut data (1,2,3,4,.......,N)
= CDF data aktual
G(x) = CDF data teoritis
Selisih maksimum antara dan G(x) untuk seluruh rentang x merupakan
ukuran penyimpangan dari model teoritis terhadap data aktual. Selisih maksimum
dinyatakan dalam:
Jika DN yang diamati kurang dari nilai kritis , maka distribusi dapat diterima
pada taraf yang ditentukan, jika tidak maka distribusi akan ditolak.
analisa statistik untuk memperkirakan besarnya curah hujan selama waktu tertentu.
Besarnya modulus drainase (Dn) diperoleh dengan rumus:
(Dn)T = (Rn)T + (In – En) – Sn – Pn
Dimana:
(Dn)T = Modulus drainase dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T tahun
n = Jumlah hari limpasan (hari)
(Rn)T = Curah hujan rencana dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T tahun
ln = Jumlah air irigasi yang disuplai selama n hari
En = Evaporasi untuk n hari (mm/hari)
Sn = Kapasitas genangan air di sawah yang diijinkan (mm/hari)
Pn = Perkolasi untuk n hari (mm/hari)
Modulus drainase adalah besarnya limpasan air yang harus dibuang dari lahan. Modulus
drainase tergantung pada tanaman, jenis tanah dan pola pembuangan yang direncanakan.
Kriteria drainase untuk berbagai tanaman adalah sebagai berikut:
1. Padi
Pada waktu pengolahan lahan dan proses pertumbuhan, diperlukan genangan tinggi (di
atas permukaan tanah), sehingga diperlukan saluran drainase untuk pergantian air bagi
kebutuhan tanaman. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan modulus
drainase adalah:
n = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 3.
Sn = Tinggi genangan air yang diijinkan di atas lahan
= 100 – 50 = 50 mm.
Sehingga formula modulus drainase menjadi:
2. Tanaman Keras/Karet
Modulus drainase untuk tanaman keras dengan pola tanam tahunan dihitung pada saat
kritis, yaitu saat musim hujan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan
modulus drainase adalah:
n = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 3.
Sn = Dianggap tidak ada genangan.
Pn = Dianggap tidak ada karena lahan selalu tergenang air.
In = Dianggap tidak ada karena tidak ada sistem irigasi yang masuk ke unit
reklamasi.
Maka rumus modulus drainase untuk tanaman keras menjadi:
3. Pemukiman
1. Modulus drainase rencana didasarkan pada curah hujan harian maksimum dengan
periode ulang 5 tahun.
2. Infiltrasi 30 mm/hari dan evapotranspirasi diasumsikan 0.
4. Tanaman Palawija
Untuk perhitungan modulus drainase pada musim tanam palawija, yang biasanya
dilakukan pada musim kemarau (tidak terlalu banyak hujan) dan tidak memerlukan
banyak air untuk genangan, maka faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan
modulus drainase adalah:
N = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 2.
Sn = Dianggap tidak ada genangan air.
Pn = Dianggap tidak ada karena lahan selalu tergenang air.
In = Dianggap tidak ada karena tidak ada sistem irigasi yang masuk ke
unit reklamasi.
Sesuai dengan kondisi tersebut dan dikorelasikan dengan rumus dasar sebagaimana
yang disebut sebelumnya, maka rumus Modulus drainase untuk tanaman palawija
menjadi:
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2, R3 ...Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar.
n = jumlah pos penakar hujan.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya
ditempatkan secara merata di area tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos
penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada pos penakar.
A1 = luas daerah pengaruh pos penakar 1.
A2 = luas daerah pengaruh pos penakar 2.
.............
A7 = luas daerah pengaruh pos penakar 7.
2
A2
1 3
A4
4
A1
A3
A5
A7
A6
7
5
6
Gambar IV.11 Poligon Thiesen
3. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambarkan dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti Gambar IV.12.
R6
R4 R5
R7
R3
R2
R1
A
A
5
A A A A 5
1 2 3 4
Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada isohyet
A1, A2, ........, A6 = luas daerah yang dibatasi oleh isohyet-isohyet berdekatan
Dimana:
p = probabilitas terlampaui
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil
1. Dasar Pemikiran
Metode ini merupakan model matematik hubungan hujan dan limpasan yang
dikembangkan di Amerika oleh Norman H. Crowford (USA) yang merupakan
penyederhanaan dari Stanford Watershed Model IV yang memiliki 34 parameter.
Besarnya aliran permukaan adalah sebesar kelebihan air pengisi lengas tanah ditambah
aliran dari air tanah. Kelebihan air pengisi lengas tanah atau Excess Moisture Storage
adalah berasal dari air hujan yang jatuh mengisi pori-pori tanah dan turun kebawah
mengisi air tanah bila hujanya lebat dan lama atau berintensitas tinggi, terjadi
kelebihan air maka terjadi aliran permukaan dan air tanah sebagian akan menjadi
aliran yang juga menambah aliran permukaan.
Dalam metode ini dikenal beberapa parameter Daerah Aliran Sungai antara lain
sebagai berikut:
a. Nominal
Merupakan Index Soil Moisture Capacity daerah tangkapan (DAS). Nominal
dalam satuan (mm/bln) = 100 + C.Rt, Rt = curah hujan tahunan (mm), 100
mm/bln anggapan tanah tidak pernah betul-betul kering, tetapi masih ada berisi air
0.9
0.8
0.7
0.6
0.5
0.4
0.3
0.2
0.1
0
- 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 .0 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5 1 .6 1 .7 1 .8 1 .9 2.0
0 .9
0 .8
AET / PET
0 .7
0 .6
0 .5 perbandingan MS/Nom
0 .4
(storage ratio MS/Nom )
0 .3
Bab IV : Metodologi
0 .2 Kerja 33
0 .1
0. 2
Rati
0. 1
0 .9 1.6
0 .8
1.2
AET / PET
0 .7
0 .6 0.8
0 .5 perbandingan MS/Nom
0.4 (s torage ratio MS/Nom )
0 .4
0 .3
0.0
0 .2
0 .1
0
- 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6 0 .7 0 .8 0 .9 1 .0 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5 1 .6
2. Aliran Permukaan
Merupakan penjumlahan dari aliran permukaan langsung (DRO) ditambah aliran dari
air tanah (GWF) yang dirumuskan sebagai berikut:
Dimana:
DRO : aliran permukaan langsung/direct run-off
GWF : aliran dari air tanah yang mengalir keluar menjadi run-off
GW : persentase kelebihan air pengisi lengas tanah yang menjadi air tanah
WB : curah hujan dikurangi evapotranspirasi aktual disebut water balance
EM : porsentase air hujan kelebihan yang menjadi sebagian aliran permukaan
R : data Curah hujan bulanan (mm)
c : nilai perbandingan excess moisture dan water balance
IV.5.1.9 Evaporasi
Evaporasi merupakan konversi air dari keadaan cair menjadi uap. Penguapan ini terjadi
pada tiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap.
Sementara kecepatan dan jumlah penguapannya tergantung dari:
1. Faktor meteorologi
2. Sifat permukaan benda yang menguap
3. Pengaruh kualitas air (salinitas)
Faktor meteorologi yang mempengaruhi evaporasi diantaranya:
1. Radiasi Matahari
Konversi air dari cair menjadi uap memerlukan input energi yang berupa panas laten.
Proses transpirasi hanya terjadi saat tumbuhan melakukan proses fotosintesis di bawah
pengaruh sinar matahari, tetapi evaporasi terjadi sepanjang hari selama ada input
panas. Jadi proses evapotranpirasi akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari
matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input
energi, sehingga akan menghambat proses.
2. Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi
jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan terhenti. Agar proses tersebut berjalan
lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan
hanya apabila terdapat angin. Jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses
penguapan.
4. Suhu (Temperatur)
Suhu udara dan suhu permukaan yang tinggi akan mempercepat proses penguapan,
karena adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air
akan bertambah jika suhunya naik. Hal ini berarti suhu udara mempunyai efek ganda
dibandingkan suhu permukaan.
M = E0 + P
E0 = 1,1Eto
k = (M x T)/S
Dimana:
M = kebutuhan ari untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
Eo = evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hr)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hr)
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm
YP YA d APCosAP
m
X Akhir X Awal X i 0
i 1
Dimana:
Di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur
3. Koreksi ordinat:
di
KY fY
di
Dimana:
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL):
SL f X2
f Y 2
KL
fX 2
fY 2
1 : 5.000
D
Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
Z d Z u r 1 d p i atau
2
md mu r 1 d p i
2
Dimana:
Zd = sudut zenith definitif
Md = sudut miring definitif
Zu = sudut zenith hasil ukuran
Mu = sudut zenith hasil ukuran
R = koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur
1. Syarat geometris
H Akhir H Awal H FH
T 8 D mm
2. Hitungan beda tinggi
H 12 Btb Btm
1
H 100Ba Bb Sin2m TA Bt
2
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba - Bb)Cos2m
Dimana:
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = jarak optis (100 x (Ba-Bb))
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur
poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi
utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi
boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi boussole (C)
adalah:
C=g-m
Dimana:
g = azimuth geografis
m = azimuth Magnetis
1. Peta ikhtisar kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:20.000 atau lebih besar
2. Peta situasi dan tata guna lahan eksisting kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:5000.
4. Profil memanjang digambar dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil, bilamana diperlukan).
5. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.
dan pola usaha tani, lapangan pekerjaan, pengeluaran dan pendapatan petani,
transportasi dan pemasaran hasil pertanian.
5. Triaxial Test
Pengujian kekuatan tanah dengan triaxial test, ASTM D-2850 ini bertujuan untuk
mendapatkan sudut perlawanan geser dalam dan kohesi tanah.
Oleh karena itu dalam penetapan rencana pengembangan tersebut perlu pembahasan dan
kesepakatan dengan petani sebagai pemanfaat (user) dan instansi terkait, khususnya pihak
yang melaksanakan program di lokasi tersebut.
IV.6.2.1.1 Hidrotopografi
Dalam rangka mengetahui perbedaan elevasi antar elevasi lahan rawa dengan ketinggian
air pasang di saluran dibuat peta hidrotopografi. Kategori hidrotopografi ini berada pada
lahan rawa lebak yang berada pada daerah sungai yang terluapi pasut sungai menurut kelas
daerah pasut (ZP 1 s/d ZP 3). Hidrotopografi lahan rawa lebak akibat pasang surutnya air
di sungai sebagai dampak pasang surut di laut dan suplei air dari bagian sungai yang ada di
hulu yaitu:
1. Lebak Pematang
1. Genangan relatif dangkal dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman lebih kecil
dari 0,5 – 0,6 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif pendek dengan lama genangan
kurang dari ±3 s/d ±6 bulan.
3. Kapasitas drainase lahan dimiliki pada musim kering yaitu dengan klasifikasi KD3 (<
60 cm dan > 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata-rata).
Pedoman Penggunaan
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak
karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim, dan pada musim penghujan
mempunyai potensi untuk ditanami padi.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin / tambak pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan mempunyai
potensi untuk ditanami padi.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim. Di lahan ini juga berpotensi
untuk di tanami tiga kali padi.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3 berpotensi untuk di tanami dua kali
padi dan satu kali palawija.
2. Lebak Tengahan
1. Genangan relatif agak dalam dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman
mencapai 0,6 – 1 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif agak lama dengan lama genangan ±6
bulan.
3. Kapasitas drainase lahan dimiliki pada musim kering dengan klasifikasi KD4 (< 30
cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata-rata).
Pedoman Penggunaan
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak
karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim dari sungai, dan pada musim
penghujan mempunyai potensi untuk perikanan air tawar/kolam.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin/tambak karena pada musim kemarau mendapat suplai air asin dari sungai,
sedangkan pada musim penghujan mempunyai potensi untuk perikanan air
tawar/kolam.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim, dan pada musim kemarau
mempunyai potensi untuk ditanami padi.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3 mempunyai potensi untuk perikanan
air tawar/kolam pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mempunyai
potensi untuk di tanami padi.
3. Lebak Dalam
1. Genangan relatif dalam dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman mencapai 1 –
2 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif sangat lama (tergenang terus
menerus).
3. Tidak mempunyai kemampuan drainase lahan.
Pedoman Penggunaan
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak
karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim dari sungai. Di lahan ini juga
berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam karena ada jaminan suplai air tawar
dari genangan akibat banjir, dan untuk menjaga air asin tidak masuk maka
digunakan pintu pasang surut.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin/tambak karena pada musim kemarau mendapat suplai air asin dari sungai. Di
lahan ini juga berpotensial untuk perikanan air tawar / kolam karena ada jaminan
suplai air tawar dari genangan akibat banjir, dan untuk menjaga air asin tidak masuk
maka digunakan pintu pasang surut.
Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim dari sungai dan genangan
akibat banjir .
Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3, berpotensial untuk perikanan air
tawar/kolam karena ada jaminan suplai air tawar dari genangan akibat banjir.
IV.6.2.1.2 Drainabilitas
Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan rawa lebak selain irigasi lebak, kemampuan
drainase lahan juga merupakan parameter yang sangat penting. Lahan rawa lebak memiliki
kapasitas drainase pada waktu musim kemarau ketika genangan berangsur-angsur turun
yaitu di lahan lebak pematang dan tengahan, sedangkan lahan lebak dalam tidak
mempunyai kapasitas drainase. Untuk mengetahui kapasitas drainase tiap petak lahan rawa
dibuat peta drainabilitas yang menggambarkan perbedaan antara elevasi muka air surut
rata-rata pada saluran-saluran yang membatasi lahan dan level muka tanah rawa.
Kapasitas drainase ini penting bagi proses penurunan air tanah. Kondisi kemampuan
drainase berperan penting dalam menetapkan areal pertanian dan penerapan pengelolaan
air yang dapat dilakukan oleh petani. Berdasarkan kondisi topografi serta muka air surut
rata-rata pada sungai yang terdekat dengan lahan rawa, kapasitas drainase terbagi 3 kelas
kapasitas drainase yang berbeda untuk lahan rawa pasang surut seperti tampak pada tabel
di bawah ini.
Tabel IV.2 Klasifikasi kapasitas drainase (KD) lahan
Kelas Kapasitas Drainase Lahan
KD 1 > 120 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 2 < 120 cm dan > 60 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 3 < 60 cm dan > 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 4 < 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
Untuk memanfaatkan daerah irigasi rawa yang mempunyai zone pasang surut ZP 1a dan
ZP 1b untuk budidaya tanaman pangan, maka harus di blok dari intrusi air asin.
Untuk mengetahui pengaruh intrusi air asin dalam penyusunan satuan lahan maka dibuat
deliniasi area rawa berdasarkan tingkat salinitas saluran sehingga dihasilkan peta salinitas.
1. Ketebalan Gambut
Dalam pendayagunaan lahan rawa faktor kedalaman gambut, hendakya perlu
menjadi pertimbangan. Lahan yang mempunyai kedalaman gambut < 3m dapat
dikembangkan untuk menjadi lahan persawahan / budidaya, sedangkan lahan yang
mempunyai ketebalan gambut > 3 m hendaknya dijadikan lahan konservasi. Berikut
ini adalah klasifikasi lahan gambut, berdasarkan ketebalan lapisannya.
Gambut sangat dalam > 3.00 m lebih baik digunakan untuk konservasi lahan dan air.
Kalau mau ditanami bias dengan tanaman sayur mayur dimana zone akar < 40 cm dan
gambut dicampur dengan berak ternak dan diproses secara mikroba sehingga menjadi
pupuk organik. Lama kelamaan gambut akan matang turun sehingga ketebalan gambut
berubah menjadi << 300 cm, asalkan saja tidak menjadi rawa lebak (penanganannya
akan berubah). Sangat dilarang gambut dibakar sebab akan menyebabkan kebakaran
gambut yang berada di dalam bukan dipermukaan.
Output penyusunan kesesuaian lahan yaitu peta kesesuaian lahan yang menggambarkan
kesesuaian petak lahan rawa untuk penggunaan tertentu.
3. Saluran yang disadap oleh saluran sekunder dan pengumpulkan air dari saluran
sekunder disebut saluran primer.
4. Saluran primer biasa mengambil dari sungai dan membuang ke sungai alam atau
mengambil dari saluran induk dan membuang ke saluran induk.
5. Saluran induk yang direncanakan untuk sistem transportasi disebut saluran
navigasi.
6. Saluran primer, sekunder bisa dimanfaatkan untuk sarana transportasi tapi tidak
dikatakan sebagai saluran navigasi.
Dalam tata letak jaringan irigasi rawa terdapat bangunan penunjang seperti bangunan
pengatur air, jembatan, gorong-gorong dan lainnya.
1. Syarat batas di hilir (downstream boundary conditions) berupa fluktuasi muka air
sungai.
2. Syarat batas di hulu (upstream boundary conditions) berupa debit akibat aliran beban
drainase pada masing-masing petak tersier.
3. Analisis Aliran
Analisis aliran lebih dikenal dengan istilah me-run program HEC-RAS, walaupun
istilah tersebut tidak tepat. Pemakai me-run program sejak saat pengaktifan HEC-RAS.
Persamaan yang digunakan dalam melakukan analisis hidrodinamik, pada aplikasi ini
adalah dengan dasar persamaan garis energi. Profil muka air dari satu tampang ke
tampang berikutnya dihitung dengan persamaan energi dengan prosedur iterasi standar
step methode. Persamaan energi yang digunakan adalah sebagai berikut:
Dengan:
y2, y1 = kedalaman air (m)
z1, z2 = jarak dari garis referensi (m)
1, 2 = koefisien kecepatan
v1, v2 = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan grafitasi (m/dt2)
he = tinggi hilang (m)
Gambar IV.16 Profil memanjang dan garis energi pada pias saluran
Kehilangan energi, he diperhitungkan berdasarkan kekasaran dan kontraksi aliran air.
Persamaan kehilangan energi tersebut adalah sebagai berikut:
Dimana:
L = jarak sepanjang bentang yang dituju
Sf = kemiringan gesekan (friction slope) antara dua potongan melintang
C = koefisien gesekan atau kontraksi/ekspansi
Jarak sepanjang bentang yang dituju (L) dihitung dengan persamaan:
Dimana:
Llob, Lch, Lrob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang ditinjau di
pinggir kiri saluran/left overbank (lob). Saluran utama/main
channel (ch), dan pinggir kanan saluran/right overbank (rob).
Qlob, Qch, Qrob= jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau dipinggir kiri saluran (lob), saluran utama (ch),
dan pinggiran kanan saluran (rob).
Untuk menghitung debit yang melewati suatu tampang menggunakan persamaan
manning dan tampang melintang saluran dibagi menjadi beberapa subdivisi atau pias
antara lain saluran sebelah kiri, saluran utama dan saluran sebelah kanan seperti
ditunjukan pada Gambar IV.17.
, dengan
Dimana:
K = koefisien untuk tiap pias
n = kekasaran manning untuk tiap pias
A = luas wilayah aliran untuk tiap pias
R = jari-jari hidraulik untuk tiap-tiap pias
Setelah data-data geometri saluran dan data pembebanan (boundary conditions dan
initial conditions) dimasukkan, selanjutnya dilakukan perhitungan/running program.
Panjang simulasi yang dilakukan adalah selama 12 jam sedangkan interval perhitungan
adalah 1 jam. Setelah kriteria running program disetting maka selanjutnya program di
running.
4. Hasil Analisis
Dengan melakukan running yang benar maka akan dapat ditampilkan hasil
perhitungan hidrodinamik tersebut. HEC-RAS menampilkan hasil hitungan dalam
bentuk grafik dan tabel. Presentasi dalam bentuk grafik dipakai untuk menampilkan
tampang lintang di suatu segmen saluran, tampang panjang (profil muka air sepanjang
alur), kurva ukur debit, gambar perspektif alur, atau hidrograf (untuk hitungan aliran
tak permanen). Presentasi dalam bentuk tabel dipakai untuk menampilkan hasil rinci
berupa angka (nilai) variabel di lokasi/titik tertentu, atau laporan ringkas proses
hitungan seperti kesalahan dan peringatan.
Dimana:
Mt = terdiri dari momen yang di akibatkan oleh berat sendiri bangunan
Mg = terdiri dari momen yang menggulingkan bangunan seperti: tekanan aktif,
tekanan air, gempa, uplift dsb.
3. Daya Dukung
Analisa daya dukung dilakukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam
mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan
geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang
dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Analisa daya
dukung tanah dilakukan dengan menggunakan persamaan Terzaghi yang diberikan
sebagai berikut:
Daya dukung yang diizinkan menggunakan faktor keamanan (FK), sehingga rumus
daya dukung diijinkan adalah:
Dimana:
c = kohesi tanah fondasi (t/m2)
q = beban diatas fondasi (t/m2)
= berat volume tanah diatas fondasi (t/m2)
B = lebar fondasi (m)
Nc , Nq , N= faktor daya dukung
FK = faktor keamanan terhadap daya dukung
IV.7.3 Penggambaran
Gambar desain yang dihasilkan dalam pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi
Penutuk Timur yaitu:
1. Peta ikhtisar kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:20.000 atau lebih besar.
13. Profil memanjang digambar dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil, bilamana diperlukan).
14. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.
2. Laporan Pendahuluan
Laporan ini mencakup temuan-temuan dari hasil survei awal, metoda pelaksanaan
mencakup jadwal penugasan dan rencana mobilisasi personil, jadwal pengadaan
peralatan, pekerjaan persiapan dengan memperhatikan mutu desain dan rencana
pelaksanaan kegiatan. Laporan ini harus diserahkan sebanyak 5 buku selambat-
lambatnya akhir minggu ketiga bulan pertama.
3. Laporan Bulanan
Laporan ini harus menguraikan kemajuan/ progres pekerjan dan kegiatan pekerjaan
dari persiapan sampai dengan selesai pekerjaan setiap periode kemajuan pekerjaan dari
persiapan sampai dengan selesai pekerjaan setiap periode kemajuan pekerjaan,
masalah-masalah yang dihadapi dalam sebulan, serta rencana kerja bulan berikutnya.
Selain itu diuraikan juga hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana
penyelesaiannya. Notulen rapat termasuk keputusan yang diambil juga harus
dilampirkan dalam laporan bulanan.
Laporan ini ditandatangani oleh Team Leader yang bersangkutan dan sebelum
diserahkan laporan ini harus sudah diperiksa/ disahkan oleh Pengawas/Direksi
Pekerjaan. Laporan ini diserahkan sebanyak 5 buku untuk masing-masing bulan dan
selambat-lambatnya pada akhir bulan untuk setiap bulannya.
4. Laporan Antara
Laporan ini berisi hasil pengamatan, evaluasi dan analisis survei lapangan, serta peta-
peta yang dihasilkan pada analisis survei lapangan. Laporan antara diserahkan
sebanyak 5 buku dan selambat-lambatnya akhir bulan ketiga.
2. Laporan lainnya
Laporan lainnya terdiri dari:
Laporan executive summary (5 buku)
Laporan sistem planning (5 buku)
Laporan BOQ dan rencana anggaran biaya (5 buku)
Laporan spesifikasi teknis (5 buku)
Laporan hasil pengukuran topografi (5 buku)
Laporan hasil survei geoteknik (5 buku)
Laporan kajian sosial ekonomi (5 buku)
Laporan nota desain (5 buku)
Laporan pedoman O&P (5 buku)
Gambar desain (5 buku)
Laporan softcopy dalam hardisk (1 unit)
Kegiatan diskusi merupakan sarana komunikasi antara pihak yang terlibat dalam kegiatan
ini. Diskusi dilakukan untuk memberikan informasi tentang hasil pekerjaan yang telah
dilakukan oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa dan instansi terkait yang terlibat
dalam kegiatan diskusi tersebut. Dalam kegiatan diskusi ini, diharapkan akan memberikan
masukan untuk kesempurnaan hasil pekerjaan perencanaan ini. Untuk pekerjaan ini diskusi
dilakukan tiga kali yaitu: