Anda di halaman 1dari 62

BAB IV

METODOLOGI KERJA

IV.1 KONSEP PENDEKATAN


Mengacu pada Kerangka Acuan Kerja pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi
Penutuk Timur yang selanjutnya kami interprestasikan ke dalam metodologi pelaksanaan
pekerjaan (Gambar IV.1). Metodologi pelaksanaan pekerjaan merupakan strategi yang
dilakukan dalam melaksanaan pekerjaan sehingga pekerjaan dapat berjalan dengan urut
dan sistematis. Dalam metodologi pelaksanaan pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah
Irigasi Penutuk Timur, kita susun dengan melakukan pendekatan teknis maupun non
teknis, dengan tujuan supaya dalam pelaksanaan pekerjaan ada dasar pemikiran atau
pertimbangan dalam melakukan kegiatan untuk setiap item pekerjaan. Yang lebih
ditekankan dalam metodologi kerja ini yaitu prosedur dan langkah kerja dalam
melaksanakan pekerjaan. Metodologi pelaksanaan pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah
Irigasi Penutuk Timur, secara garis besar terdiri dari beberapa kegiatan yang mencakup:

1. Kegiatan Persiapan
1. Persiapan
2. Pengumpulan data sekunder
3. Review data sekunder

2. Kegiatan Survei Pendahuluan


1. Identifikasi daerah dan jaringan irigasi
2. Penyusunan rencana survei

3. Kegiatan Survei Lapangan


1. Pengukuran topografi
2. Pengukuran kualitas air
3. Survei sosial ekonomi
4. Survei geoteknik

Bab IV : Metodologi Kerja 1


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

4. Kegiatan Analisis Data


1. Analisis hidrologi
2. Penggambaran hasil pengukuran
3. Analisis kualitas air
4. Analisis sosial ekonomi
5. Analisis geoteknik

5. Kegiatan Sistem Planning


1. Tata guna lahan dan jaringan irigasi eksisting
2. Rencana pengembangan berdasarkan zona pengelolaan air
3. Jaringan irigasi rencana
4. Pemodelan jaringan irigasi

6. Kegiatan Detail Desain


1. Perencanaan hidraulis
2. Perhitungan struktur dan stabilitas
3. Penggambaran
4. Penyusunan rencana anggaran biaya

7. Kegiatan Pelaporan dan Diskusi


1. RMK
2. Laporan pendahuluan
3. Laporan bulanan
4. Laporan antara
5. Laporan akhir+laporan lainnya
6. Diskusi laporan pendahuluan
7. Diskusi laporan antara
8. Diskusi laporan akhir

Bab IV : Metodologi Kerja 2


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Pengumpulan Data Sekunder

PENDAHULUAN
1. Peta dasar/topografi.
Persiapan 2. Peta jaringan sungai.
1. Administrasi. 3. Peta citra satelit.
2. Teknis: 4. Peta dan data geologi. Review Data Sekunder RMK
- Mobilisasi personil. 5. Peta dan data RTRW.
- Mobilisasi alat dan bahan. 6. Data BPS.
7. Data hidroklimatologi.
8. Data pendukung RAB.
9. Hasil studi terkait.

SURVEI PENDAHULUAN
Identifikasi Daerah dan Jaringan Irigasi
Diskusi Laporan Bahan Diskusi
Pendahuluan Laporan Pendahuluan 1. Inventarisasi daerah dan jaringan irigasi.
2. Identifikasi kebutuhan penanganan.

Laporan
Penyusunan Rencana Survei
Pendahuluan

SURVEI LAPANGAN
Pengukuran Topografi Survei Geoteknik
1. Pengukuran situasi. 1. Bor mesin.
2. Pengukuran trase.

Pengukuran Kualitas Air Survei Sosial Ekonomi


1. Pengambilan sampel air. 1. Inventarisasi data sekunder.
2. Inventarisasi data primer.

Penggambaran Hasil Pengukuran Analisis Geoteknik


1. Peta ikhtisar 1:20.000. 1. Analisa laboratorium:
Analisis Hidrologi 2. Peta situasi 1:5000 2. Daya dukung tanah.

ANALISIS DATA
1. Ketersediaan data. 3. Peta tata guna lahan eksiting 1:5000
2. Pemeriksaan data. 4. Profil memanjang H=1:2.000 & V=1:200.
3. Analisis hujan rencana. 5. Potongan melintang 1:100.
4. Drainage module.
5. Curah hujan wilayah.
6. Curah hujan andalan. Analisis Kualitas Air Analisis Sosial Ekonomi
7. Curah hujan efektif.
8. Ketersediaan air. 1. Kualitas air. 1. Kelayakan usaha budidaya.
9. Evaporasi 2. Daya dukung SDM
10. Kebutuhan air.
SISTEM PLANNING

Tata Guna Lahan dan Jaringan


Irigasi Eksisting
Diskusi Laporan Bahan Dikusi
Pemodelan Jaringan Irigasi
Antara Laporan Antara

Rencana Pengembangan
Berdasarkan Zona Pengelolaan Air
Laporan Jaringan Rawa Irigasi
Antara 1. Satuan lahan dan kesesuaian lahan.
2. Pengelolaan air.
DETAIL DESAIN

1. Perencanaan hidraulis. Diskusi


Bahan Diskusi
2. Perhitungan struktur dan stabilitas. Laporan
Laporan Akhir
3. Penggambaran. Akhir
4. Penyusunan RAB
Perbaikan
1. Laporan akhir
2. Laporan lainnya

Gambar IV.1 Metodologi pelaksanaan pekerjaan

Bab IV : Metodologi Kerja 3


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

IV.2 KEGIATAN PENDAHULUAN

IV.2.1 Persiapan
Kegiatan persiapan dilaksanakan segera setelah diterbitkannya Surat Perintah Menjalankan
Pekerjaan (SPMK). Secara umum pekerjaan persiapan terdiri dari:

A. Persiapan Administrasi
Persiapan administrasi lebih banyak berkaitan dengan penyelesaian administrasi
dengan pemberi tugas, perijinan yang diperlukan dalam pelaksanaan kegiatan, kerja
sama dengan perusahaan dan instansi lain dan sebagainya. Pekerjaan administrasi yang
dipersiapkan adalah:
1. Legalisasi pelaksanaan pekerjaan.
2. Penjajakan kerjasama dengan instansi lain yang terkait.
3. Persiapan administrasi dan finansial.
4. Persiapan peralatan dan peminjaman (bila ada).
5. Pembuatan rencana kerja.
6. Dan penjadualan personil dan koordinasi pelaksanaan.

B. Persiapan Teknis
Persiapan teknis merupakan persiapan yang harus dilakukan sebelum kegiatan
pengumpulan data (primer dan sekunder) dilaksanakan, lebih banyak berkaitan dengan
hal mobilisasi personil, mobilisasi bahan dan peralatan. Persiapan teknis mencakup
beberapa hal sebagai berikut:
1. Mobilisasi personil:
 Jumlah dan kualifikasi personil yang diperlukan berdasarkan pengalaman dan
pendidikan.
 Kemampuan fisik personil terutama untuk personil pada pelaksanaan survei
lapangan.
 Penyusunan deskripsi tugas dan tanggung jawab personil.
2. Mobilisasi alat dan bahan:
 Persiapan peralatan yang akan digunakan.
 Persiapan bahan dan data yang akan digunakan.

IV.2.2 Pengumpulan Data Sekunder


Dalam kegiatan ini akan dikumpulkan data-data sekunder yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan pekerjaan ini, yaitu yang terdiri dari:

Bab IV : Metodologi Kerja 4


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Peta dasar/topografi
Peta dasar yang dimaksud yaitu peta topografi dengan skala 1:50.000 yang diperoleh
di BAKOSURTANAL yang berada di Kabupaten Bogor. Peta dasar ini harus
mencakup kawasan irigasi dan DAS yang sungainya berkaitan dengan pengembangan
daerah irigasi yang direview desain.

2. Peta jaringan sungai


Peta jaringan sungai dapat dikumpulkan dari instansi yang terkait, salah satunya yaitu
di Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Jaringan sungai yang
dimaksud yaitu jaringan sungai yang berkaitan daerah irigasi yang direview desain.

3. Peta citra
Peta citra yang dimaksud yaitu peta citra satelit kawasan irigasi yang direview desain.
Peta citra ini dapat diperoleh dengan melakukan streaming di google earth.

4. Peta dan data geologi


Peta dan data geologi yang dimaksud, yaitu peta dan data yang menjelaskan geologi
teknis permukaan tanah di wilayah pekerjaan yang ada di Kabupaten Bangka Selatan.
Peta dan data ini dapat diperoleh di Departemen Geologi yang berada di Jalan
Diponegoro Kota Bandung.

5. Peta dan data RTRW


Peta dan data RTRW wilayah pekerjaan dapat diperoleh di Bappeda setempat, yaitu
Bappeda Kabupaten Bangka Selatan.

6. Data BPS
Data BPS yang dimaksud yaitu data Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka yang
terbaru. Data Kabupaten Bangka Selatan Dalam Angka dapat diperoleh di BPS atau
Bappeda Kabupaten Bangka Selatan.

7. Data hidroklimatologi
Data ini mencakup data hujan dan iklim di lokasi pekerjaan dengan ketersediaan data
minimal untuk 10 tahun terakhir yang dapat diperoleh di BMKG Provinsi Bangka
Belitung.`

8. Data pendukung RAB


Data ini mencakup harga bahan dan material, harga upah kerja, dan harga sewa alat di
Kabupaten Bangka Selatan dan di daerah pelaksanaan pekerjaan untuk tahun 2023.

Bab IV : Metodologi Kerja 5


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Data-data tersebut diperoleh di Instansi Pemerintah Kabupaten Bangka Selatan,


misalnya Bappeda Kabupaten Bangka Selatan. Sebagai pembanding dalam analisa
harga satuan, jika memungkinkan dikumpulkan harga satuan pekerjaan konstruksi
yang sedang dilaksanakan di wilayah atau dekat lokasi pekerjaan pada tahun 2023.

9. Hasil studi terkait


Hasil studi terkait yang berupa laporan dan gambar dapat dikumpulkan dari instansi
yang terkait yaitu misalkan di Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Bangka Selatan.
Laporan tersebut dapat berupa laporan akhir dan laporan penunjang. Laporan
penunjang yang dimaksud yaitu laporan lapangan dan laporan pendukung. Gambar
perencanaan yang dimaksud diantaranya yaitu peta dan/atau gambar desain hasil studi
terkait.

IV.2.3 Review Data Sekunder


Setelah data-data sekunder didapat, selanjutnya dilakukan review terhadap data-data
tersebut. Dalam kegiatan ini akan dipelajari, dipahami, dan digali variabel-variabel penentu
dalam pelaksanaan review desain jaringan irigasi sehingga dapat dijadikan solusi atau
dasar dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab Penyedia Jasa dalam hal ini yaitu
pelaksanaan pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur.

IV.3 KEGIATAN SURVEI PENDAHULUAN

IV.3.1 Identifikasi Daerah dan Jaringan Irigasi


Dalam kegiatan identifikasi ini mencakup pekerjaan inventarisasi daerah dan jaringan
irigasi, serta identifikasi kebutuhan penanganan.

1. Inventarisasi daerah dan jaringan irigasi


Inventarisasi daerah dan jaringan irigasi merupakan pekerjaan pengumpulan data dan
informasi tentang kondisi eksisting daerah dan jaringan irigasi dengan melakukan
pengamatan langsung dan mendata semua informasi yang dibutuhkan. Kegiatan
inventarisasi ini dilakukan bersama-sama dengan Pengawas Pekerjaan. Tujuan dari
kegiatan inventarisasi ini yaitu mendapatkan semua data dan informasi mengenai
kondisi eksisting daerah dan jaringan irigasi yang memadai, tepat pada sasaran, dan
kebenarannya dapat dipertanggungjawabkan.

Bab IV : Metodologi Kerja 6


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Untuk kegiatan ini dilakukan pengamatan langsung dan wawancara dengan


masyarakat yang ada di daerah irigasi. Untuk pengamatan langsung dilakukan
beberapa kegiatan, yang terdiri dari:
1. Pengamatan kondisi jaringan irigasi
Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan langsung terhadap saluran dan bangunan
air dan melakukan cek cross data yang sudah didapat. Jika diperlukan, akan
dilakukan pengukuran dimensi kerusakan yang terjadi pada bangunan air.
2. Pengamatan kondisi daerah irigasi
Pada kegiatan ini dilakukan pengamatan langsung terhadap tata guna lahan areal
irigasi.
Sedangkan wawancara dengan masyarakat yang ada di daerah irigasi dilaksanakan
dengan melakukan diskusi non formal yang bertujuan untuk mendapatkan informasi
tentang kondisi dan pemanfaatan daerah irigasi pada masa lalu.

2. Identifikasi kebutuhan penanganan


Hasil dari inventarisasi yaitu permasalahan yang ada pada daerah dan jaringan irigasi
yang terdiri dari jenis permasalahan dan penyebab permasalahan. Setelah
permasalahan diketahui, maka selanjutnya akan diberikan rekomendasi penanganan
permasalahan yang berupa usulan penanganan permasalahan yang ada pada daerah
irigasi.

IV.3.2 Penyusunan Rencana Survei


Dari inventarisasi yang sudah dilaksanakan, Konsultan dapat menyajikan metode survei
topografi, survei kualitas air, survei sosial ekonomi, dan penyelidikan geoteknik.
Bersamaan dengan metode survei ini, disusun juga rencana jadwal pelaksanaan survei
lapangan.

IV.4 KEGIATAN SURVEI LAPANGAN

IV.4.1 Pengukuran Topografi


Pengukuran topografi mempunyai tujuan untuk mendapatkan bentuk permukaan
tanah/kontur kawasan irigasi yang direview desain dan kondisi prasarana/ sarana yang
sudah ada seperti; bangunan, permukiman, jalan, jembatan, saluran (primer, sekunder, dan
tersier), bangunan utilitas dan lain-lain. Selain bentuk permukaan tanah, pekerjaan
pengukuran topografi juga ditujukan untuk memperoleh trase saluran, penampang

Bab IV : Metodologi Kerja 7


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

melintang dan memanjang saluran, serta ketinggian muka air disetiap penampang.
Pengukuran dilakukan dengan alat ukur water pass otomatis, T 0, T2 dan GPS yang mana
pengukuran detail penampang saluran dilakukan pada jarak yang ditentukan dan akan
memuat keadaan topografi dasar, tebing dan tepi saluran serta daerah sekitarnya.
START
PENGUKURAN

MOBILISASI
PERSONIL ORIENTASI MEDAN DAN PENENTAPAN TINGGI REFERENSI
MOBILISASI
ALAT
PEMASANGAN BM (BENCH MARK)

PELAKSANAAN PENGUKURAN
SITUASI DAN TRASE

KERANGKA DASAR HORIZONTAL KERANGKA DASAR VETIKAL

PENGOLAHAN DATA

INPUT DATA PERHITUNGAN

Tidak
KETELITIAN

Ya

PENGGAMBARAN
1. Peta ikhtisar 1:20.000
2. Peta situasi 1:5000
3. Potongan memanjang H=1:2000 dan V=1:200
4. Potongan melintang 1:1000, interval 100 m (lurus) dan 50 m (tikungan)

Gambar IV.2 Tahapan pelaksanaan pengukuran dan penggambaran topografi

IV.4.1.1 Orientasi Medan


Sebagai langkah awal setelah tim survei topografi tiba di Base Camp lapangan adalah
melakukan orientasi medan yang meliputi pekerjaan-pekerjaan sebagai berikut:
1. Melacak letak dan kondisi eksisting BM (BM yang telah ada sebelumnya dan pilar
beton lainnya yang akan dimanfaatkan sebagai titik-titik kontrol pengukuran).
2. Meninjau dan mengamati kondisi kawasan irigasi yang akan diukur beserta
keadaan daerah sekitarnya.
3. Penghimpunan Tenaga Lokal (TL) yang diambil dari penduduk sekitar lokasi.

Bab IV : Metodologi Kerja 8


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

4. Melakukan konsolidasi internal terhadap kesiapan personil, peralatan,


perlengkapan, material, serta logistik.
5. Melakukan konsultasi teknis serta meninjau lokasi secara bersama-sama dengan
Pengawas Lapangan.

IV.4.1.2 Penetapan Tinggi Referensi


Penetapan tinggi referensi ditujukan untuk memperoleh satu referensi ketinggian yang
sama/seragam pada semua titik pengukuran di lokasi pekerjaan. Penetapan titik tinggi
referensi ini dilakukan dengan mencari titik referensi ketinggian di sekitar area proyek agar
diperoleh kesatuan sistem elevasi. Dalam penentuan titik referensi proyek harus
mendapatkan persetujuan dari Pengguna Jasa.

IV.4.1.3 Pemasangan Bench Mark (BM) dan Patok


BM dipasang di tempat yang stabil, aman dari gangguan dan mudah dicari. Setiap BM
difoto, dibuat deskripsinya, diberi nomor dan kode. Penentuan koordinat (x, y, z) BM
dilakukan dengan menggunakan pengukuran GPS, poligon dan sipat datar. Pada setiap
pemasangan BM akan dipasang CP pendamping untuk memudahkan pemeriksaan. Tata
cara pengukuran, peralatan dan ketelitian pengukuran sesuai dengan ketentuan yang
berlaku. Titik ikat yang dipakai adalah BM lama yang terdekat. Bentuk, ukuran dan
konstruksi Bench Mark besar berukuran (20x20x100)cm. Bench Mark besar dipasang
seperti berikut:

1. Azimut awal harus ditetapkan dari data minimum 2 BM yang ada di lapangan dan ini
harus dimintakan persetujuan dari pemilik lahan.

2. BM harus dipasang pada jarak tertentu sepanjang jalur poligon utama atau cabang.
Patok beton tersebut harus ditanam ke dalam tanah sepanjang kurang lebih 80 cm
(yang kelihatan di atas tanah kurang lebih 20 cm) ditempatkan pada daerah yang lebih
aman dan mudah dicari. Pembuatan tulangan dan cetakan BM dilakukan di Base
Camp. Pengecoran BM dilakukan dilokasi pemasangan. Pemotretan BM dalam posisi
"Close Up", untuk lembar deskripsi BM.

3. Baik patok beton maupun patok-patok poligon diberi tanda Bench Mark (BM) dan
nomor urut, ditempatkan pada daerah yang lebih aman dan mudah pencariannya.

4. Untuk memudahkan pencarian patok sebaiknya pada pohon-pohon disekitar patok


diberi cat atau pita atau tanda-tanda tertentu.

Bab IV : Metodologi Kerja 9


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

5. Untuk patok kayu harus dibuat dari bahan yang kuat dengan ukuran (3x5x50)cm
ditanam sedalam 30 cm, dicat merah dan dipasang paku diatasnya serta diberi kode
dan nomor yang teratur.
Pen k u n in g an
Ø6 c m

Pelat m arm er 12 x 12 Pip a p ralo n PVC Ø6 c m


20

25
No m o r titik

Tu lan g an tian g Ø10


Dic o r b eto n
Sen g k an g Ø5-15

10
100

65

Dic o r b eto n

75
20

B eto n 1:2:3
15

10

20

Pas ir d ip ad atk an
20

40

Benchmark Control Point

Gambar IV.3 Konstruksi BM Sekunder

IV.4.1.4 Pengukuran Poligon (Kerangka Dasar Horizontal)


Pengukuran poligon dilakukan sepanjang rencana trase saluran dan digunakan patok kayu
untuk setiap jarak 50 m. Dalam pengukuran poligon ada dua unsur penting yang perlu
diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan. Pengukuran titik kontrol horizontal (titik
poligon) dilaksanakan dengan cara mengukur jarak dan sudut menurut lintasan tertutup.
Pada pengukuran poligon ini, titik akhir pengukuran berada pada titik awal pengukuran.
Pengukuran sudut dilakukan dengan pembacaan double seri, dimana besar sudut yang akan
dipakai adalah harga rata-rata dari pembacaan tersebut. Azimut awal akan ditetapkan dari
pengamatan matahari dan dikoreksikan terhadap azimut magnetis.

1. Pengukuran Jarak
Pengukuran jarak dilakukan dengan menggunakan pita ukur 100 m. Tingkat ketelitian
hasil pengukuran jarak dengan menggunakan pita ukur, sangat tergantung kepada cara
pengukuran itu sendiri dan keadaan permukaan tanah. Khusus untuk pengukuran jarak
pada daerah yang miring dilakukan dengan cara seperti di bawah.
Jarak AB = d1 + d2 + d3

Bab IV : Metodologi Kerja 10


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Untuk menjamin ketelitian pengukuran jarak, maka dilakukan juga pengukuran jarak
optis pada saat pembacaan rambu ukur sebagai koreksi.

d1
d2

A 1

d3

2
B

Gambar IV.4 Pengukuran jarak pada permukaan miring

2. Pengukuran Sudut Jurusan


Sudut jurusan sisi-sisi poligon adalah besarnya bacaan lingkaran horisontal alat ukur
sudut pada waktu pembacaan ke suatu titik. Besarnya sudut jurusan dihitung
berdasarkan hasil pengukuran sudut mendatar di masing-masing titik poligon.
Penjelasan pengukuran sudut jurusan dijelaskan seperti pada Gambar IV.5.

AB
 B

AC

A
C

Gambar IV.5 Pengukuran sudut antara dua titik


Keterangan:
β = sudut mendatar
α AB = bacaan skala horisontal ke target kiri
αAC = bacaan skala horisontal ke target kanan

Bab IV : Metodologi Kerja 11


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Pembacaan sudut jurusan poligon dilakukan dalam posisi teropong biasa (B) dan luar
biasa (LB) dengan spesifikasi teknis sebagai berikut:
1. Jarak antara titik-titik poligon adalah  50m.
2. Alat ukur sudut yang digunakan Theodolite T2.
3. Alat ukur jarak yang digunakan pita ukur 100m.
4. Jumlah seri pengukuran sudut 4 seri (B1, B2, LB1, LB2).
5. Selisih sudut antara dua pembacaan  5” (lima detik).
6. Ketelitian jarak linier (KI) ditentukan dengan rumus berikut:

f x
2
 fy
2

KI   1 : 5.000
d
7. Bentuk geometris poligon adalah loop.

3. Pengamatan Azimuth Astronomis


Pengamatan matahari dilakukan untuk mengetahui arah/azimuth awal yaitu:
1. Sebagai koreksi azimuth guna menghilangkan kesalahan akumulatif pada sudut-
sudut terukur dalam jaringan poligon.
2. Untuk menentukan azimuth/arah titik-titik kontrol/poligon yang tidak terlihat satu
dengan yang lainnya.
3. Penentuan sumbu x untuk koordinat bidang datar pada pekerjaan pengukuran yang
bersifat lokal/koordinat lokal.
4. Pengamatan azimuth astronomis dilakukan dengan:
 Alat ukur yang digunakan Theodolite T2
 Jumlah seri pengamatan 4 seri (pagi hari)
 Tempat pengamatan, titik awal (BM.1)
Dengan melihat metoda pengamatan azimuth astronomis pada dibawah, Azimuth
Target (T) adalah:
T = M +  atau T = M + ( T - M )
Dimana:
T = azimuth ke target
M = azimuth pusat matahari
(T) = bacaan jurusan mendatar ke target
(M) = bacaan jurusan mendatar ke matahari
= sudut mendatar antara jurusan ke matahari dengan jurusan ke target

Bab IV : Metodologi Kerja 12


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

U (Geografi)
Matahari

M T

Target
A

Gambar IV.6 Pengamatan azimuth astronomis

IV.4.1.5 Pengukuran Sipat Datar (Kerangka Dasar Vertikal)


Kerangka dasar vertikal diperoleh dengan melakukan pengukuran sipat datar pada titik-
titik jalur poligon. Pengukuran beda tinggi dilakukan double stand dan pergi pulang.
Seluruh ketinggian di traverse net (titik-titik kerangka pengukuran) telah diikatkan
terhadap BM. Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan
melakukan pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM) seperti
digambarkan pada Gambar IV.7.

Slag 2
Slag 1 b2 m21
b1 m1

Bidang Referensi

D
D

Gambar IV.7 Pengukuran waterpass


Pengukuran waterpass mengikuti ketentuan sebagai berikut:

1. Jalur pengukuran dibagi menjadi beberapa seksi.

2. Tiap seksi dibagi menjadi slag yang genap.

Bab IV : Metodologi Kerja 13


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

3. Setiap pindah slag rambu muka menjadi rambu belakang dan rambu belakang menjadi
rambu muka.

4. Pengukuran dilakukan double stand pergi pulang pembacaan rambu lengkap.

5. Pengecekan baut-baut tripod (kaki tiga) jangan sampai longgar. Sambungan rambu
ukur harus betul dan rambu harus menggunakan nivo.

6. Sebelum melakukan pengukuran, alat ukur sipat datar harus dicek dulu garis bidiknya.
Data pengecekan harus dicatat dalam buku ukur.

7. Waktu pembidikan, rambu harus diletakkan di atas alas besi.

8. Bidikan rambu harus diantara interval 0,5 m dan 2,75 m.

9. Setiap kali pengukuran dilakukan 3 (tiga) kali pembacaan benang tengah, benang atas
dan benang bawah.

10. Kontrol pembacaan benang atas (BA), benang tengah (BT) dan benang bawah (BB),
yaitu: 2 BT = BA + BB.

11. Selisih pembacaan stand 1 dengan stand 2 < 2 mm.

12. Jarak rambu ke alat maksimum 50 m.

13. Setiap awal dan akhir pengukuran dilakukan pengecekan garis bidik.

14. Toleransi salah penutup beda tinggi (T).


T = 10”  D mm, dimana D = Jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal dalam satu
km.

IV.4.1.6 Pengukuran Situasi


Pengukuran situasi dimaksudkan untuk mendapatkan data situasi kawasan irigasi dan
sepanjang saluran (primer, sekunder, dan tersier) yang disetujui oleh Direksi Pekerjaan.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam pengukuran situasi, yaitu:
1. Pengukuran situasi detail dilakukan dengan cara Tachymetri.
2. Ketelitian alat yang dipakai adalah 20”.
3. Poligon tambahan jika diperlukan dapat diukur dengan metode Raai dan
Vorstraal.
4. Ketelitian poligon raai untuk sudut 20” n, dimana n = banyaknya titik sudut.
5. Ketelitian linier poligon raai yaitu 1:1000.

Bab IV : Metodologi Kerja 14


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

6. Kerapatan titik detail harus dibuat sedemikian rupa sehingga bentuk topografi dan
bentuk buatan manusia dapat digambarkan sesuai dengan keadaan lapangan.
7. Sketsa lokasi detail harus dibuat rapi, jelas dan lengkap sehingga memudahkan
penggambaran dan memenuhi mutu yang baik dari peta.
8. Sudut poligon raai dibaca satu seri.
9. Ketelitian tinggi poligon raai 10cm D (D dalam km).
Dengan cara tachymetri ini diperoleh data-data sebagai berikut:
1. Azimuth magnetis.
2. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah).
3. Sudut zenith atau sudut miring.
4. Tinggi alat ukur.
Berdasarkan besaran-besaran tersebut diatas selanjutnya melalui proses hitungan, diperoleh
jarak datar dan beda tinggi antara dua titik yang telah diketahui koordinatnya (x, y, z).

IV.4.1.7 Perhitungan Hasil Pengukuran


Semua pekerjaan hitungan sementara harus selesai di lapangan sehingga kalau ada
kesalahan dapat segera diulang untuk dapat diperbaiki saat itu juga.

1. Penghitungan data di lapangan, merupakan penghitungan sementara untuk mengetahui


ketelitian ukuran.

2. Penghitungan definitif yaitu penghitungan yang sudah menggunakan hitungan


perataan. Hasil penghitungan ini yang akan digunakan dalam proses penggambaran.

3. Gambar dibuat dengan kalkir 80 – 85 gram dalam ukuran A1 standar.

4. Peta ikhtisar kawasan irigasi digambar dengan skala 1:20.000 atau lebih besar.

5. Peta situasi dan tata guna lahan eksisting kawasan irigasi digambar dengan skala
1:5000.

6. Peta situasi trase saluran digambar dengan skala 1:2000.

7. Profil memanjang digambar dengan skala horizontal 1:2000 dan vertikal 1:200.

8. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.

9. Stasiun pengamatan matahari harus tercantum pada sketsa.

Bab IV : Metodologi Kerja 15


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

10. Hitungan poligon dan sipat datar digunakan hitungan perataan dengan metode yang
ditentukan oleh Direksi.

11. Pada gambar sketsa kerangka utama harus dicantumkan hasil hitungan: salah penutup
sudut poligon dan jumlah titiknya, salah linier poligon beserta harga toleransinya,
jumlah jarak, salah penutup sipat datar beserta harga toleransinya, serta jumlah
jaraknya.

12. Perhitungan dilakukan dalam proyeksi UTM.

13. Elevasi muka tanah diproyeksikan dalam elevasi peil tertentu.

14. Tata guna tanah yang meliputi vegetasi, pemukiman dan lain-lain yang harus
dinyatakan dengan jelas pada peta.

IV.4.2 Pengukuran Kualitas Air


Survei kualitas air yang dilakukan dalam rangka review jaringan irigasi berupa
pengambilan sampel air. Langkah kerja yang dilakukan dalam pengambilan sampel air
yaitu:

1. Penentuan lokasi
Penentuan lokasi dilakukan dengan menelusuri sungai sehingga mendapatkan lokasi
pengukuran yang dibutuhkan. Selain untuk menentukan lokasi pengukuran,
penelusuran sungai juga bermanfaat sebagai inventarisasi sungai untuk mengetahui
kondisi morfologi sungai dan tanda-tanda banjir yang pernah terjadi.

2. Pengambilan sampel air


Pengambilan air dilakukan dengan botol air.

IV.4.3 Survei Sosial Ekonomi


Survei sosial ekonomi kawasan irigasi mempunyai tujuan untuk memperoleh data deskripsi
mengenai keadaan sosial-ekonomi masyarakat yang ada di sekitar kawasan irigasi yang
direview desain. Kegiatan survei sosial ekonomi kawasan irigasi dilakukan dengan
beberapa tahapan, yaitu:

1. Inventarisasi data sekunder dilakukan dengan mengumpulkan data-data yang ada di


kantor dinas-dinas terkait.

2. Inventarisasi data primer dilakukan dengan cara observasi lapangan, diskusi dan
wawancara dengan masyarakat di kawasan irigasi. Wawancara dilakukan secara non

Bab IV : Metodologi Kerja 16


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

formal dengan berpedoman pada daftar pertanyaan (kuisioner) atau checklist yang
sudah disiapkan.

IV.4.4 Survei Geoteknik


Penyelidikan geoteknik yang dimaksud pada pekerjaan ini berupa bor mesindengan tujuan
yaitu:

1. Mengetahui susunan lapisan tanah/ batuan.

2. Menduga kekuatan tanah dan mendapatkan gambaran mengenai keadaan lapisan


tanah.
Kegiatan yang dilakukan dalam penyelidikan geoteknik yaitu: penentuan lokasi pemboran
dan pelaksanaan bor mesin.

IV.4.4.1 Penentuan Lokasi Pemboran


Penentuan lokasi titik-titik penyelidikan geoteknik yang tepat diharapkan dapat
menghasilkan gambaran tentang kondisi lapisan tanah, baik dalam arah vertikal maupun
dalam arah memanjang as rencana bangunan yang akan direncanakan. Lokasi pemboran
harus disetujui Pengawas, apabila ada perubahan akan ditentukan kemudian dengan berita
acara tertulis. Pada pekerjaan ini penentuan lokasi titik-titik penyelidikan geoteknik
didasarkan pada titik-titik rencana bangunan yang dibutuhkan dalam jaringan irigasi.

IV.4.4.2 Pelaksanaan Bor Mesin


Tahap kegiatan yang dilaksanakan dalam pekerjaan ini yaitu:

1. Penentuan titik-titik pemboran dan kedalaman dengan persetujuan Pemberi Pekerjaan.

2. Menyusun perencanaan kerja secara rinci, termasuk daftar peralatan yang dipakai
beserta personilnya.

3. Perijinan penggunaan lokasi titik bor, mobilisasi alat serta persiapan kerja di lapangan.

4. Pelaksanaan pemboran.

5. Penyiapan peti contoh (Core-Box).

6. Lubang bor yang sudah diberi tanda dengan patok beton.

7. Apabila semua pekerjaan pemboran sudah diperiksa oleh Pemberi Pekerjaan dan telah
disetujui, maka peralatan beserta personilnya bisa dimobilisasikan.

Bab IV : Metodologi Kerja 17


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

IV.5 KEGIATAN ANALISIS DATA

IV.5.1 Analisis Hidrologi

IV.5.1.1 Ketersediaan Data


Diusahakan dalam melaksanakan analisa hidrologi digunakan data aliran dengan analisa
frekuensi. Apabila data aliran tidak didapat maka dalam melaksanakan analisa hidrologi
digunakan data hujan yang didapat dari stasiun hujan yang paling mewakili.

IV.5.1.2 Pemeriksaan Data


Pemeriksaan data dilakukan dengan melakukan pengisian data kosong dan uji konsistensi:

1. Pengisian Data Kosong


Dari data hidroklimatologi yang telah didapat, khususnya data hujan terdapat data
kosong yang disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya yaitu:
a. rusaknya alat atau pengamat tidak mencatat data;
b. dan adanya perubahan kondisi di lokasi pencatatan selama periode pencatatan,
seperti pemindahan atau perbaikan stasiun, perubahan prosedur pengukuran atau
karena penyebab lain.
Dalam perhitungan curah hujan dari masing-masing stasiun harus lengkap, oleh karena
itu untuk melengkapi data curah hujan yang kosong ini dilakukan perhitungan sebagai
berikut:
1. Rata-rata Aritmatik
Jika ada suatu stasiun hujan terdapat data curah hujan yang hilang dan bila
perbedaan antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya tersebut
< 10%, maka perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dicari dengan
mengambil harga rata-rata aritmatik dari stasiun-stasiun yang mengelilinginya.

Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, ......Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,.......,n (datanya lengkap)
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama

Bab IV : Metodologi Kerja 18


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Normal Ratio Method


Bila perbedaan antara hujan tahunan normal pada stasiun yang hilang datanya
tersebut > 10%, maka perkiraan data curah hujan yang hilang tersebut dihitung
dengan metoda perbandingan normal:

Dimana:
RX = hujan yang hilang
R1, R2, .., Rn = hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
NX = hujan tahunan rata-rata pada stasiun yang hilang datanya.
N1, N2, .Nn = hujan rata-rata pada stasiun 1, 2,.......,n
N = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
3. Reciprocal Method
Cara perhitungan yang dianggap lebih baik, adalah cara reciprocal method yang
memanfaatkan jarak antar stasiun sebagai faktor koreksi. Hal ini dapat dimengerti
karena korelasi antara dua stasiun hujan menjadi makin kecil dengan besarnya
jarak antar stasiun tersebut. Metode ini dapat digunakan jika dalam DAS (Daerah
Aliran Sungai) terdapat lebih dari dua stasiun pencatat hujan. Umumnya,
dianjurkan untuk menggunakan paling tidak tiga stasiun acuan.

Dimana:
RX = curah hujan yang hilang
R1, R2, .Rn = curah hujan pada stasiun 1, 2,...,n untuk tahun yang sama
n = jumlah stasiun yang datanya lengkap untuk tahun yang sama
dX1, ..., dXn = jarak stasiun dengan stasiun yang datanya tidak ada

2. Uji Konsistensi
Data-data hidrologi yang dibutuhkan dalam analisis hidrologi sering kali keberadaanya
tidak begitu valid. Hal tersebut terjadi karena data-data hidrologi seperti hujan yang
berada di stasiun hujan keberadaannya tidak konsisten. Data yang tidak konsisten
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain (Subarkah, 1980:28):

Bab IV : Metodologi Kerja 19


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

a. Perubahan mendadak pada sistem lingkungan hidrologis, misalnya pembangunan


gedung-gedung, tumbuhnya pohon-pohon, gempa bumi, gunung meletus, dan
lain-lain.
b. Pemindahan alat pengukur hujan.
c. Perubahan cara pengukuran, misalnya berhubungan dengan adanya alat baru atau
metode baru.
Untuk mengetahui hal tersebut perlu dilakukan uji konsistensi data pengamatan dari
stasiun yang bersangkutan. Cara pengujian yang dilakukan untuk konsistensi data
hujan tiap stasiun adalah metode RAP’S (Rescaled Adjusted Partial Sums) (Buishand,
1982). Metode RAP’S merupakan pengujian konsistensi dengan menggunakan data
dari stasiun itu sendiri, yaitu pengujian dengan kumulatif penyimpangan kuadrat
terhadap nilai reratanya. Persamaan yang digunakan dalam uji konsistensi dengan
metode RAP’S, diantaranya yaitu:

, k = 1, 2, ...., n

, i = 1, 2, ...., n

Nilai Statistik Q ---------->`Q = MaksSk** untuk 0 ≤ k ≤ n


Nilai Statistik R ----------->`R = Maks Sk** - Min Sk**
Dimana:
So* = simpangan awal
Yi = curah hujan tahunan pada tahun ke-i
Yr = curah hujan rata-rata tahunan
n = jumlah data
Sk* = simpangan mutlak
Dy = simpangan rata-rata
Sk** = nilai konsistensi data

Bab IV : Metodologi Kerja 20


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Q = nilai statistik Q untuk 0 ≤ k ≤ n


R = nilai statistik (range)
Apabila nilai Q dan R hasil perhitungan lebih kecil dibandingkan nilai Q dan R yang
tersaji pada Tabel IV.1, maka data masih dalam batasan konsisten.
Tabel IV.1 Nilai statistik Q dan R
Q/√n R/√n
n
90% 95% 99% 90% 95% 99%
10 1,05 1,14 1,29 1,21 1,28 1,38
20 1,1 1,22 1,42 1,34 1,43 1,6
30 1,12 1,24 1,46 1,4 1,50 1,7
40 1,13 1,26 1,5 1,42 1,53 1,74
50 1,14 1,27 1,52 1,44 1,55 1,78
100 1,17 1,29 1,55 1,5 1,62 1,86
1,22 1,36 1,63 1,62 1,75 2,00
Sumber: Sri Harto: 1993; 60

IV.5.1.3 Analisis Hujan Rencana


Selain menggunakan perhitungan manual, analisa curah hujan rencana dapat dilakukan
dengan menggunakan SMADA 6.4.6 / DISTRIB 2.2, program aplikasi ini bersifat free
ware dan dapat di download langsung pada URL : http://www-cee.engr.ucf.edu.

1. Analisis Frekuensi Curah Hujan


a. Distribusi Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi normal dirumuskan:

Dimana:

Dalam distribusi ini harus mengubah parameter  = 0 dan  = 1


b. Distribusi Gumbel
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari ditribusi Gumbel dirumuskan:

Dimana:

Bab IV : Metodologi Kerja 21


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

x
y

6
 S

  x  0.5772
Untuk x = xT maka

Menurut Gumbel persamaan peramalan dinyatakan sebagai berikut:

c. Pearson Type III


Parameter yang ada dalam perhitungan stastitik Pearson:
 Nilai rata-rata (mean)
 Standar deviasi
 Koefisien
Garis besar dalam menghitungnya:
 X1, X2, X3,.......Xn

 Hitung nilai mean:



 X  X  2

 Hitung standar deviasi: S =


N  1
 Hitung koefisien kemencengan:

 Hitung curah hujan:


d. Distribusi Log Pearson Type III
Fungsi distribusi kumulatif (CDF) dari distribusi Log Pearson dirumuskan:

Dimana: 2 adalah varian dan (x) adalah fungsi gamma


Parameter-parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi log Pearson Tipe III
adalah:

Bab IV : Metodologi Kerja 22


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

 Nilai rata-rata (mean)


 Standar deviasi
 Koefisien
Garis besar dalam menghitungnya:
 Ubah data hujan X1, X2, X3,.......Xn menjadi LogX1, LogX2, LogX3,.......LogXn.

 Hitung nilai mean:

 Hitung standar deviasi: Slog =

 Hitung koefisien kemencengan:

 Hitung logaritma hujan:


e. Log Normal
Fungsi distribusi komulatif (CDF) dari distribusi Log Normal dirumuskan:

Dimana:

Dalam perhitungannya sama sedangan distribusi Log Pearson Type III, tetapi
dengan mengambil harga koefisien asimetri Cs = 0.

2. Uji Kecocokan
Dalam menghitung curah hujan rencana digunakan beberapa distribusi, dari beberapa
distribusi ini hanya satu yang akan dipakai. Untuk menentukan distribusi mana yang
akan dipakai dilakukan uji kecocokan dengan maksud untuk memberikan informasi
apakah suatu distribusi data sama atau mendekati dengan hasil pengamatan dan
kelayakan suatu fungsi distribusi. Ada empat metoda yang digunakan untuk pengujian
tersebut:
 Rata-rata prosentase error, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan
probabilitas dan fungsi kerapatan kumulatif.
 Deviasi, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas dan fungsi
kerapatan komulatif.
 Chi-Kuadrat, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan probabilitas.
 Kolmogorof-Smirnov, digunakan untuk menguji fungsi kerapatan kumulatif.
Adapun penjelasan dari metode uji kecocokan di atas yaitu:
a. Rata-rata Prosentase Error

Bab IV : Metodologi Kerja 23


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Pengujian dengan rata-rata prosenase error digunakan untuk menentukan nilai


prosentase kesalahan antara nilai analitis dengan data lapangan, dinyatakan dalam:
Rata-rata error =
Dimana:

= nilai analitis
Xi = nilai aktual
i = nomor urut data (1,2,3, ......N)
N = jumlah data
Jika nilai rata-rata prosentase error mendekati 100% atau lebih, maka suatu fungsi
distribusi memiliki nilai kepercayaan error besar, dengan kata lain fungsi
distribusi tidak cocok dengan data lapangan, dan sebaliknya.
b. Deviasi
Nilai deviasi sebanding dengan nilai simpangan data analisa terhadap data
lapangan. Semakin kecil nilai deviasi maka sebaran nilai fungsi akan mendekati,
dengan data pengamatan dan sebaliknya jika nilai deviasi besar maka sebaran
fungsi tersebut akan menjahui data. Nilai deviasi dinyatakan dengan:

Fungsi distribusi dikatakan cocok dengan data lapangan jika memiliki nilai deviasi
kecil jika dibandingkan terhadap fungsi yang lain maka yang dipilih adalah yang
terkecil.
c. Chi-Kuadrat
Pengujian Chi-kuadrat yaitu dengan membandingkan frekuensi-frekuensi
pengamatan n1, n2, n3, .....nk sejumlah nilai-nilai variat (atau dalam k selang)
terhadap frekuensi-frekuensi pengamatan e1, e2, e3, .....ek yang bersangkutan dari
suatu fungsi distribusi. Dasar untuk memeriksa kebenaran perbandingan ini
digunakan distribusi dari besaran:

Dimana C1-f adalah nilai distribusi komulatif (1- ) dari Xf2 distribusi teoritis
yang diasumsikan merupakan model yang dapat diterima pada taraf nyata .
Biasanya nilai  yang digunakan adalah 5%. Jumlah drajat kebebasan untuk
fungsi distribusi dengan jumlah c buah parameter dilakukan dengan (k – c - 1)

Bab IV : Metodologi Kerja 24


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

drajat kebebasan. Untuk memberikan hasil yang memuaskan digunakan k5 dan
ei5.
d. Kolmogorof-Smirnov
Prinsip dari metoda ini yaitu membandingkan probabilitas kumulatif lapangan
dengan distribusi komulatif fungsi yang ditinjau. Data yang ditinjau berukuran N,
diatur dengan urutan semakin meningkat. Dari data yang diatur ini akan
membentuk suatu fungsi frekuensi kumulatif tangga sebagai berikut:

Dimana:
xi = nilai data ke i
k = nomor urut data (1,2,3,4,.......,N)
= CDF data aktual
G(x) = CDF data teoritis
Selisih maksimum antara dan G(x) untuk seluruh rentang x merupakan
ukuran penyimpangan dari model teoritis terhadap data aktual. Selisih maksimum
dinyatakan dalam:

Secara teoritis, DN merupakan suatu variabel acak yang ditribusinya tergantung


pada N. Untuk taraf nyata  yang tertentu, pengujian K-S membandingkan selisih

maksimum pengamatan dengan nilai kritis , yang didefinisikan dengan:

Jika DN yang diamati kurang dari nilai kritis , maka distribusi dapat diterima

pada taraf  yang ditentukan, jika tidak maka distribusi akan ditolak.

IV.5.1.4 Modulus Drainase


Pada rencana pengelolaan daerah irigasi, hal yang terpenting adalah menyiapkan saluran
drainase untuk pengeringan genangan yang terjadi sepanjang waktu, terutama pada saat
terjadi pasang maupun hujan lebat. Perhitungan modulus drainase dilakukan dengan

Bab IV : Metodologi Kerja 25


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

analisa statistik untuk memperkirakan besarnya curah hujan selama waktu tertentu.
Besarnya modulus drainase (Dn) diperoleh dengan rumus:
(Dn)T = (Rn)T + (In – En) – Sn – Pn
Dimana:
(Dn)T = Modulus drainase dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T tahun
n = Jumlah hari limpasan (hari)
(Rn)T = Curah hujan rencana dalam n hari berturut-turut untuk periode ulang T tahun
ln = Jumlah air irigasi yang disuplai selama n hari
En = Evaporasi untuk n hari (mm/hari)
Sn = Kapasitas genangan air di sawah yang diijinkan (mm/hari)
Pn = Perkolasi untuk n hari (mm/hari)
Modulus drainase adalah besarnya limpasan air yang harus dibuang dari lahan. Modulus
drainase tergantung pada tanaman, jenis tanah dan pola pembuangan yang direncanakan.
Kriteria drainase untuk berbagai tanaman adalah sebagai berikut:

1. Padi
Pada waktu pengolahan lahan dan proses pertumbuhan, diperlukan genangan tinggi (di
atas permukaan tanah), sehingga diperlukan saluran drainase untuk pergantian air bagi
kebutuhan tanaman. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan modulus
drainase adalah:
n = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 3.
Sn = Tinggi genangan air yang diijinkan di atas lahan
= 100 – 50 = 50 mm.
Sehingga formula modulus drainase menjadi:

1. Modulus drainase rencana didasarkan pada curah hujan 3 harian maksimum


dengan periode ulang 5 tahun.
2. Kedalaman genangan air maksimum untuk tanaman padi diijinkan adalah 0 mm
( tidak ada pematang )
3. Tinggi genangan maksimum adalah 53.7 pada hari ke 3 dan berkurang berturut-
turut sampai hari ke 6 adalah 0.
4. Infiltrasi dan evapotranspirasi diasumsikan 0.

Bab IV : Metodologi Kerja 26


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Gambar IV.8 Contoh modulus drainase tanaman padi

2. Tanaman Keras/Karet
Modulus drainase untuk tanaman keras dengan pola tanam tahunan dihitung pada saat
kritis, yaitu saat musim hujan. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan
modulus drainase adalah:
n = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 3.
Sn = Dianggap tidak ada genangan.
Pn = Dianggap tidak ada karena lahan selalu tergenang air.
In = Dianggap tidak ada karena tidak ada sistem irigasi yang masuk ke unit
reklamasi.
Maka rumus modulus drainase untuk tanaman keras menjadi:

1. Modulus drainase rencana didasarkan pada curah hujan 2 harian maksimum


dengan periode ulang 5 tahun.
2. Tinggi genangan maksimum 21.5 dan disyaratkan berkurang berturut-turut sampai
dengan 0 pada hari ke 2 dan minimum 25 cm di bawah permukaan tanah pada hari
ke 3.
3. Infiltrasi 25 mm/hari dan evapotranspirasi diasumsikan 0.

Bab IV : Metodologi Kerja 27


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Gambar IV.9 Contoh modulus drainase tanaman keras/karet

3. Pemukiman
1. Modulus drainase rencana didasarkan pada curah hujan harian maksimum dengan
periode ulang 5 tahun.
2. Infiltrasi 30 mm/hari dan evapotranspirasi diasumsikan 0.

Gambar IV.10 Contoh modulus drainase permukiman

Bab IV : Metodologi Kerja 28


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

4. Tanaman Palawija
Untuk perhitungan modulus drainase pada musim tanam palawija, yang biasanya
dilakukan pada musim kemarau (tidak terlalu banyak hujan) dan tidak memerlukan
banyak air untuk genangan, maka faktor-faktor yang berpengaruh dalam perhitungan
modulus drainase adalah:
N = Jumlah hari limpasan, dimana terjadi pada hari ke 1 – 2.
Sn = Dianggap tidak ada genangan air.
Pn = Dianggap tidak ada karena lahan selalu tergenang air.
In = Dianggap tidak ada karena tidak ada sistem irigasi yang masuk ke
unit reklamasi.
Sesuai dengan kondisi tersebut dan dikorelasikan dengan rumus dasar sebagaimana
yang disebut sebelumnya, maka rumus Modulus drainase untuk tanaman palawija
menjadi:

IV.5.1.5 Curah Hujan Wilayah


Analisa curah hujan wilayah adalah untuk menentukan curah hujan harian rata-rata suatu
daerah dari beberapa stasiun pengamat curah hujan yang ada di daerah bersangkutan. Ada
tiga macam cara yang berbeda dalam menentukan tinggi curah hujan rata-rata pada areal
tertentu dari angka-angka curah hujan dibeberapa titik pos penakar atau pencatat curah
hujan.

1. Cara Tinggi Rata-rata


Tinggi rata-rata curah hujan didapatkan dengan mengambil nilai rata-rata hitung
(arithmetic mean) pengukuran hujan di pos penakar hujan di dalam areal tersebut:

Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2, R3 ...Rn = tinggi curah hujan pada pos penakar.
n = jumlah pos penakar hujan.
Cara ini akan memberikan hasil yang dapat dipercaya jika pos-pos penakarnya
ditempatkan secara merata di area tersebut, dan hasil penakaran masing-masing pos
penakar tidak menyimpang jauh dari nilai rata-rata seluruh pos di seluruh areal.

Bab IV : Metodologi Kerja 29


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Cara Poligon Thiessen


Cara ini berdasarkan rata-rata timbang (weighted average). Masing-masing penakar
mempunyai daerah pengaruh yang dibentuk dengan menggambarkan garis-garis
sumbu tegak lurus terhadap garis penghubung diantara dua pos penakar yang
berdekatan.

Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata.
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada pos penakar.
A1 = luas daerah pengaruh pos penakar 1.
A2 = luas daerah pengaruh pos penakar 2.
.............
A7 = luas daerah pengaruh pos penakar 7.
2

A2

1 3
A4
4
A1
A3

A5
A7
A6
7
5
6
Gambar IV.11 Poligon Thiesen

3. Cara Isohyet
Dengan cara ini, kita harus menggambarkan dulu kontur tinggi hujan yang sama
(isohyet), seperti Gambar IV.12.

Bab IV : Metodologi Kerja 30


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

R6
R4 R5
R7
R3
R2

R1

A
A
5
A A A A 5

1 2 3 4

Gambar IV.12 Penggambaran Isohyet


Kemudian luas bagian diantara isoyet-isohyet yang berdekatan diukur, dan nilai rata-
ratanya dihitung sebagai nilai rata-rata timbang nilai kontur, sebagai berikut:

Dimana:
R = tinggi curah hujan rata-rata
R1, R2,........R7 = tinggi curah hujan pada isohyet
A1, A2, ........, A6 = luas daerah yang dibatasi oleh isohyet-isohyet berdekatan

IV.5.1.6 Curah Hujan Andalan


Ketersediaan air di lahan pertanian dinyatakan dalam curah hujan andalan bulanan. Untuk
memperoleh curah hujan andalan bulanan diperlukan curah hujan bulanan yaitu curah
hujan yang turun selama satu bulan. Selanjutnya data curah hujan bulanan ini diurutkan
dengan melakukan sorting terhadap data curah hujan bulanan tersebut.
Curah hujan andalan bulanan untuk memenuhi kebutuhan irigasi yaitu curah hujan bulanan
80% terpenuhi, maksudnya curah hujan bulanan dengan probabilitas terlampaui sebesar
80% atau curah hujan bulanan dengan probabilitas tidak terlampaui 20%. Dalam
perhitungan probabilitas terlampaui ini digunakan rumus weibull:

Dimana:
p = probabilitas terlampaui
m = posisi dalam rangking yang dibuat dari besar ke kecil

Bab IV : Metodologi Kerja 31


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

N = jumlah titik data

IV.5.1.7 Curah Hujan Efektif


Pada umumnya curah hujan efektif diambil 70% dari nilai curah hujan andalan, namun
persentase ini tidak mempertimbangkan intensitas dan kemampuan menyimpan air.

IV.5.1.8 Ketersediaan Air


Ketersediaan air merupakan besarnya debit yang ada dan bisa dimanfaatkan untuk
memenuhi kebutuhan. Besarnya ketersediaan air dicerminkan kedalam debit andalan. Debit
andalan ini adalah debit yang harus tersedia (terpenuhi) untuk penyediaan kebutuhan air
yang besarnya dinyatakan dalam ketersediaan air yang melampaui atau sama dengan suatu
nilai yang keberadaannya dikaitkan dengan prosentasi waktu atau kemungkinan terjadinya.
Besarnya debit andalan ini dihitung berdasarkan ketersediaan air dengan jumlah kebutuhan
air. Perhitungan ketersediaan air meliputi perhitungan evapotranspirasi dan aliran limpasan
(runoff) yang masuk ke bendung. Sedangkan kebutuhan air dapat disesuaikan dengan
proyeksi kebutuhan air dimasa yang akan datang dengan memperhatikan perkembangan
jumlah penduduk dan pembangunan daerah. Debit ketersediaan air diperkirakan dengan
menggunakan Nreka.

1. Dasar Pemikiran
Metode ini merupakan model matematik hubungan hujan dan limpasan yang
dikembangkan di Amerika oleh Norman H. Crowford (USA) yang merupakan
penyederhanaan dari Stanford Watershed Model IV yang memiliki 34 parameter.
Besarnya aliran permukaan adalah sebesar kelebihan air pengisi lengas tanah ditambah
aliran dari air tanah. Kelebihan air pengisi lengas tanah atau Excess Moisture Storage
adalah berasal dari air hujan yang jatuh mengisi pori-pori tanah dan turun kebawah
mengisi air tanah bila hujanya lebat dan lama atau berintensitas tinggi, terjadi
kelebihan air maka terjadi aliran permukaan dan air tanah sebagian akan menjadi
aliran yang juga menambah aliran permukaan.
Dalam metode ini dikenal beberapa parameter Daerah Aliran Sungai antara lain
sebagai berikut:
a. Nominal
Merupakan Index Soil Moisture Capacity daerah tangkapan (DAS). Nominal
dalam satuan (mm/bln) = 100 + C.Rt, Rt = curah hujan tahunan (mm), 100
mm/bln anggapan tanah tidak pernah betul-betul kering, tetapi masih ada berisi air

Bab IV : Metodologi Kerja 32


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

sebesar 100 mm/bln. Sedangkan nilai C ditetapkan berdasarkan hasil pengamatan


Nreka di DAS.
 C = 0.2 untuk daerah dengan hujan sepanjang tahun
 C < 0.2 untuk daerah dengan hujan musiman
Harga Nominal dapat dikurangi hingga 25% untuk DAS dengan vegetasi terbatas
atau tanah penutup tipis.
Hubungan antara perbandingan Moisture Storage (MS) dan Nominal dengan
perbandingan kelebihan MS dan hujan efektif (Water Balance (WB) tersedia
Grafik NR.1, sedangkan hubungan antara perbandingan (Rb/PET) dengan
(AET/PET) tersedia Grafik NR.2.

Gbr. NR.1 GRAFIK HUBUNGAN ANTARA


(MS/Nom ) & (EM/WB)
Ratio Kelebihan kelengasan = EM / WB

0.9

0.8

0.7

0.6

0.5

0.4

0.3

0.2

0.1

0
- 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 .0 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5 1 .6 1 .7 1 .8 1 .9 2.0

Ratio tampungan kelengasan tanah = MS / Nom

Gambar IV.13 Hubungan Antara (MS/Nom) Versus (EM/WB)


Gbr NR.2 GRAFIK HUBUNGAN ANTARA
(Rb/PET) & (AET / PET)

0 .9

0 .8
AET / PET

0 .7

0 .6

0 .5 perbandingan MS/Nom
0 .4
(storage ratio MS/Nom )

0 .3

Bab IV : Metodologi
0 .2 Kerja 33

0 .1
0. 2

Rati
0. 1

DED Jaringan -Irigasi


0. 1
Daerah
0. 2
Irigasi
0. 3 0. 4
Penutuk
0. 5 0. 6
Timur
0. 7 0. 8 0. 9 1 .0 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5 1 .6 1 .7 1 .8 1 .9 2. 0

Ratio tampungan kelengasan tanah = MS / Nom

Gbr NR.2 GRAFIK HUBUNGAN ANTARA


(Rb/PET) & (AET / PET)

0 .9 1.6
0 .8

1.2
AET / PET

0 .7

0 .6 0.8
0 .5 perbandingan MS/Nom
0.4 (s torage ratio MS/Nom )
0 .4

0 .3
0.0
0 .2

0 .1

0
- 0 .1 0 .2 0 .3 0 .4 0 .5 0 .6 0 .7 0 .8 0 .9 1 .0 1 .1 1 .2 1 .3 1 .4 1 .5 1 .6

Hujan bulanan Rb / PET

Gambar IV.14 Hubungan (Rb/PET) versus (AET/PET)


b. Koefisien PSUB (P1) dan GWF (P2)
Lapisan tanah tempat tersimpan atau dapat ditembus oleh air hujan sebagai
Infiltrasi dibagi dua:
o 0 – 2 m disebut lapisan permukaan disini berlaku koef. P1 (PSUB).
o 2 – 10 m lapisan tanah bawah permukaan berlaku koef. P2(GWF).
Masing-masing diperkirakan koefisen kelulusan berdasarkan pengamatan.
 PSUB = P1, persentase air kelebihan pengisi lengas tanah (EM) yang masuk
kebawah menjadi air tanah (GW) pada jalur subsurface/lapisan permukaan
tanah sedalam 0 – 2 m, nilai P1 berkisar antara 0.3 – 0.9 tergantung sifat lulus
air tanah:
o P1 = 0.5 untuk daerah tangkapan hujan normal / biasa
o P1 = 0.3 untuk tanah bersifat kedap air
o P1 = 0.9 untuk tanah bersifat lulus air
 GWF = P2, persentase tampungan air tanah (GW) yang menjadi aliran
permukaan (GWF) menuju ke sungai P2 merupakan parameter karateristik
lapisan tanah pada kedalaman 2 – 10 m, besarnya nilai P2 adalah:
o P2 = 0.2 untuk lapisan tanah bersifat kedap air
o P2 = 0.8 untuk lapisan tanah bersifat lulus air

Bab IV : Metodologi Kerja 34


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Aliran Permukaan
Merupakan penjumlahan dari aliran permukaan langsung (DRO) ditambah aliran dari
air tanah (GWF) yang dirumuskan sebagai berikut:

Dimana:
DRO : aliran permukaan langsung/direct run-off
GWF : aliran dari air tanah yang mengalir keluar menjadi run-off
GW : persentase kelebihan air pengisi lengas tanah yang menjadi air tanah
WB : curah hujan dikurangi evapotranspirasi aktual disebut water balance
EM : porsentase air hujan kelebihan yang menjadi sebagian aliran permukaan
R : data Curah hujan bulanan (mm)
c : nilai perbandingan excess moisture dan water balance

IV.5.1.9 Evaporasi
Evaporasi merupakan konversi air dari keadaan cair menjadi uap. Penguapan ini terjadi
pada tiap keadaan suhu, sampai udara di atas permukaan menjadi jenuh dengan uap.
Sementara kecepatan dan jumlah penguapannya tergantung dari:
1. Faktor meteorologi
2. Sifat permukaan benda yang menguap
3. Pengaruh kualitas air (salinitas)
Faktor meteorologi yang mempengaruhi evaporasi diantaranya:

1. Radiasi Matahari
Konversi air dari cair menjadi uap memerlukan input energi yang berupa panas laten.
Proses transpirasi hanya terjadi saat tumbuhan melakukan proses fotosintesis di bawah
pengaruh sinar matahari, tetapi evaporasi terjadi sepanjang hari selama ada input
panas. Jadi proses evapotranpirasi akan sangat aktif jika ada penyinaran langsung dari
matahari. Awan merupakan penghalang radiasi matahari dan akan mengurangi input
energi, sehingga akan menghambat proses.

2. Angin
Jika air menguap ke atmosfir maka lapisan batas antara tanah dengan udara menjadi
jenuh oleh uap air sehingga proses penguapan terhenti. Agar proses tersebut berjalan

Bab IV : Metodologi Kerja 35


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

lapisan jenuh harus diganti dengan udara kering. Pergantian itu dapat dimungkinkan
hanya apabila terdapat angin. Jadi kecepatan angin memegang peranan dalam proses
penguapan.

3. Kelembaban (Humiditas) Relatif


Jika kelembaban relatif naik, kemampuan udara untuk menyerap uap air akan
berkurang, sehingga laju penguapan akan berkurang.

4. Suhu (Temperatur)
Suhu udara dan suhu permukaan yang tinggi akan mempercepat proses penguapan,
karena adanya energi panas yang tersedia. Kemampuan udara untuk menyerap uap air
akan bertambah jika suhunya naik. Hal ini berarti suhu udara mempunyai efek ganda
dibandingkan suhu permukaan.

IV.5.1.10 Kebutuhan Air


Perkiraan kebutuhan air untuk tanaman padi dibuat sebagai berikut:

1. Kebutuhan bersih air di sawah untuk padi (NFR)


NFR = ETc + P – Re + WLR
Dimana:
ETc = penggunaan konsumtif (mm/hr)
P = kehilangan air akibat perkolasi (mm/hr)
Re = curah hujan efektif (mm/hr)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hr)
1. Penggunaan Konsumtif
Penggunaan konsumtif air oleh tanaman diperkirakan berdasarkan metode
perkiraan empiris dengan menggunakan data iklim, koefisien tanaman pada tahap
pertumbuhan:
ETc = Kc x Eto
Kc adalah koefisien tanaman yang besarnya adalah:
PADI
NEDECO/PROSIDA FAO KEDELAI
Varietas Varietas Varietas Varietas
Biasa Unggul Biasa Unggul
1.2 1.2 1.1 1.1 0.5
1.2 1.27 1.1 1.1 0.75
1.32 1.33 1.1 1.05 1
1.4 1.3 1.1 1.05 1
1.35 1.3 1.1 0.95 0.82
1.24 0 1.05 0 0.45
1.12 0.95
0 0

Bab IV : Metodologi Kerja 36


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Kehilangan Air Akibat Perkolasi


Besarnya kehilangan air akibat perkolasi merupakan besaran air yang masuk ke
tanah.
3. Penggantian Lapisan Air
Penggantian lapisan air setinggi tertentu diberikan dengan jangka waktu satu
setengah bulan.

2. Kebutuhan penyiapan lahan (LP)


Kebutuhan air selama jangka waktu penyiapan lahan dihitung dengan menggunakan
rumus:

M = E0 + P

E0 = 1,1Eto
k = (M x T)/S
Dimana:
M = kebutuhan ari untuk mengganti air yang hilang akibat evaporasi
dan perkolasi di sawah yang telah dijenuhkan.
Eo = evaporasi air terbuka selama penyiapan lahan (mm/hr)
T = jangka waktu penyiapan lahan (hr)
S = air yang dibutuhkan untuk penjenuhan ditambah dengan 50 mm

IV.5.2 Penggambaran Hasil Pengukuran


Penggambaran hasil pengukuran topografi mempunyai tujuan untuk mendapatkan
gambaran kondisi eksisting permukaan tanah kawasan irigasi yang berupa situasi dan
ketinggian serta posisi kenampakan yang ada disekitar, yang terdiri dari bentuk permukaan
tanah/kontur dan kondisi prasarana/sarana seperti; bangunan, permukiman, jalan, jembatan,
saluran (primer/sekunder/tersier), bangunan utilitas dan lain-lain.

IV.5.2.1 Hitungan Kerangka Horizontal


Dalam rangka penyelenggaraan kerangka dasar peta, dalam hal ini kerangka dasar
horizontal/posisi horizontal (X,Y) digunakan metoda poligon. Dalam perhitungan poligon
ada dua unsur penting yang perlu diperhatikan yaitu jarak dan sudut jurusan yang akan
diuraikan berikut ini:

Bab IV : Metodologi Kerja 37


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Perhitungan Koordinat Titik Poligon


Prinsip dasar hitungan koordinat titik poligon B dihitung dari koordinat titik poligon A
yang telah diketahui sebagai berikut:
XP  X A  d APSinAP

YP  YA  d APCosAP

Dalam hal ini:


XA, YA = koordinat titik yang akan ditentukan
dAP SinAP = selisih absis ( XAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP CosAP = selisih ordinat ( YAP) definitif (telah diberi koreksi)
dAP = jarak datar AP definitif
AP = azimuth AP definitif
Untuk menghitung azimuth poligon dari titik yang diketahui digunakan rumus sebagai
berikut:
Koordinat titik kerangka dasar dihitung dengan perataan metoda Bowdith. Rumus-
rumus yang merupakan syarat geometrik poligon dituliskan sebagai berikut:
1. Sarat geometriks sudut:
Akhir - Awal -  + n.1800 = f
Dimana:
 = sudut jurusan
 = sudut ukuran
n = bilangan kelipatan
f = salah penutup sudut
12  1A  1

  AP   A  1  1 180  
 23   21  1  12   2  180 

  AP   A  1   2  2 180  
 34   32   3   23   3  180 

  AP   A  1   2   3  3 180  

 4B   43   4   34   4  180  

  43   A  1   2   3   4  4 180  
2. Syarat geometriks absis:

Bab IV : Metodologi Kerja 38


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

m
X Akhir  X Awal    X i 0
i 1

Dimana:
Di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
X = absis
X = elemen vektor pada sumbu absis
m = banyak titik ukur
3. Koreksi ordinat:
di
KY   fY
 di
Dimana:
di = jarak vektor antara dua titik yang berurutan
di = jumlah jarak
Y = ordinat
Y = elemen vektor pada sumbu ordinat
m = banyak titik ukur
Untuk mengetahui ketelitian jarak linier-(SL) ditentukan berdasarkan besarnya
kesalahan linier jarak (KL):

SL   f X2

 f Y 2

KL 
 fX 2
 fY 2
 1 : 5.000
D

2. Pengamatan Azimuth Astronomis


Untuk menghitung azimuth matahari didasarkan pada rumus-rumus sebagai berikut:
Sin  Sin.Sinm
Cos M 
Cos.Cos.m
Dimana:
M = azimuth matahari
 = deklinasi matahari dari almanak matahari
m = sudut miring ke matahari
 = lintang pengamat (hasil interpolasi peta topografi)

Bab IV : Metodologi Kerja 39


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Dalam perhitungan azimuth matahari harga sudut miring (m) atau sudut Zenith (Z)
yang dimasukkan adalah harga definitif sebagai berikut:
Z d  Z u  r  1 d  p  i atau
2

md  mu  r  1 d  p  i
2
Dimana:
Zd = sudut zenith definitif
Md = sudut miring definitif
Zu = sudut zenith hasil ukuran
Mu = sudut zenith hasil ukuran
R = koreksi refraksi
1/2d = koreksi semidiameter
p = koreksi paralax
I = salah indeks alat ukur

IV.5.2.2 Hitungan Kerangka Vertikal


Penentuan posisi vertikal titik-titik kerangka dasar dilakukan dengan melakukan
pengukuran beda tinggi antara dua titik terhadap bidang referensi (BM).

1. Syarat geometris
H Akhir  H Awal   H  FH


T  8 D mm 
2. Hitungan beda tinggi
H 12  Btb  Btm

3. Hitungan tinggi titik


H 2  H 1  H 12  KH
Dimana :
H = tinggi titik
H = beda tinggi
Btb = benang tengah belakang
Btm = benang tengah muka
FH = salah penutup beda tinggi
KH = koreksi beda tinggi

Bab IV : Metodologi Kerja 40


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

T = toleransi kesalahan penutup sudut


D = jarak antara 2 titik kerangka dasar vertikal (kilo meter)

IV.5.2.3 Perhitungan Situasi Detail


Data-data hasil pengukuran situasi detail adalah sebagai berikut:
1. Azimuth magnetis
2. Pembacaan benang diafragma (atas, tengah, bawah)
3. Sudut zenith atau sudut miring
4. Tinggi alat ukur
Untuk menentukan tinggi titik B dari tinggi A yang telah diketahui koordinat (X, Y, Z),
digunakan rumus sebagai berikut:
TB  T A  H

1 
H   100Ba  Bb Sin2m  TA  Bt
2 
Dd = DOCos2m
Dd = 100(Ba - Bb)Cos2m

Dimana:
TA = titik tinggi A yang telah diketahui
TB = titik tinggi B yang akan ditentukan
H = beda tinggi antara titik A dan B
Ba = bacaan benang diafragma atas
Bb = bacaan benang diafragma bawah
Bt = bacaan benang diafragma tengah
TA = Tinggi alat
Do = jarak optis (100 x (Ba-Bb))
m = sudut miring
Mengingat akan banyaknya titik-titik detail yang diukur, serta terbatasnya kemampuan
jarak yang dapat diukur dengan alat tersebut, maka akan diperlukan titik-titik bantu yang
membentuk jaringan poligon kompas terikat sempurna. Sebagai konsekuensinya pada jalur
poligon kompas akan terjadi perbedaan arah orientasi utara magnetis dengan arah orientasi
utara peta sehingga sebelum dilakukan hitungan, data azimuth magnetis diberi koreksi

Bab IV : Metodologi Kerja 41


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

boussole supaya menjadi azimuth geografis. Hubungan matematik koreksi boussole (C)
adalah:
C=g-m
Dimana:
g = azimuth geografis
m = azimuth Magnetis

IV.5.2.4 Pengambaran Hasil Pengukuran


Dari hasil pengukuran yang selanjutnya dilakukan perhitungan dan analisa terhadap data
yang diperoleh. Dari analisa terhadap data hasil pengukuran maka selanjutnya dilakukan
penggambaran peta:

1. Peta ikhtisar kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:20.000 atau lebih besar

2. Peta situasi dan tata guna lahan eksisting kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:5000.

3. Peta situasi trase saluran dibuat dengan skala 1:2000.

4. Profil memanjang digambar dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil, bilamana diperlukan).

5. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.

IV.5.3 Analisis Kualitas Air


Analisis kualitas air dilakukan untuk mendapatkan parameter sungai yang berupa:
1. Morfologi sungai dan muka air banjir yang pernah terjadi
2. Kualitas air (keasaman, salinitas, DO, BOD, dll)

IV.5.4 Analisis Sosial Ekonomi


Data-data hasil kegiatan survei sosial ekonomi kawasan irigasi dianalisis secara deskriptif
atau tabulasi dengan tujuan untuk mengetahui beberapa hal, diantaranya:

1. Kelayakan usaha budidaya


Kelayakan ini dilihat pada sektor mata pencaharian penduduk khususnya mata
pencaharian penduduk yang bergerak di bidang budidaya pertanian. Pada kelayakan
usaha budidaya juga dilakukan kajian agronomis dan kondisi ekonomi masyarakat
yang mencakup jenis tanaman, jumlah produksi, pola tanam, hama dan penyakit, luas

Bab IV : Metodologi Kerja 42


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

dan pola usaha tani, lapangan pekerjaan, pengeluaran dan pendapatan petani,
transportasi dan pemasaran hasil pertanian.

2. Daya dukung SDM


Dalam menjalankan kegiatan budidaya pertanian di daerah irigasi, diperlukan daya
dukung SDM. Daya dukung SDM ini mencakup jumlah penduduk dan tingkat
pendidikan.

IV.5.5 Analisis Geoteknik

IV.5.5.1 Analisis Laboratorium


Kegiatan analisis laboratorium sampel tanah dilakukan untuk mendapatkan parameter-
parameter tanah. Adapun kegiatan analisa laboratorium sampel tanah pada pekerjaan ini
terdiri dari:

1. Pengukuran Kadar Air (Natural Moisture Content)


Pengukuran dilakukan untuk mengetahui kelembaban contoh-contoh tanah. Pekerjaan
dilakukan sesuai ASTM D-2116.

2. Penetapan Berat Jenis (Spesific Gravity)


Pengujian dilaksanakan untuk mendapatkan perbandingan antara berat satuan butir
tanah dengan berat satuan air. Pengujian ini sesuai ASTM D-854.

3. Pengukuran Batas-batas Konsistensi (Atterberg Limits)


Pengukuran dilakukan sesuai ASTM D-423 dan D-424 dimaksudkan untuk
menetapkan batas cair dan batas plastis tanah yang dipakai pada banyak klasifikasi
tanah, antara lain: USCS, AASHTO, dan sebagainya.

4. Grain Size Analisis


Tujuaan grain size analisis yaitu untuk menentukan gradasi atau pembagian ukuran
butir tanah (grain size distribution) dari suatu sample tanah dengan menggunakan
suatu saringan standar ASTM. Dengan mengacu pada American Association of State
Highway and Transportaton Officials (AASHTO) atau USCS, tanah tersebut dapat
diklasifikasikan berdasarkan distribusi butirannya.

5. Triaxial Test
Pengujian kekuatan tanah dengan triaxial test, ASTM D-2850 ini bertujuan untuk
mendapatkan sudut perlawanan geser dalam dan kohesi tanah.

Bab IV : Metodologi Kerja 43


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

IV.5.5.2 Daya Dukung Tanah


Pengujian di lapangan dengan bor mesin dilakukan untuk memperoleh kondisi daya
dukung tanah langsung di lokasi yang nantinya diperkuat dengan hasil analisa
laboratorium. Pengujian yang dilakukan dilapangan yaitu Uji Penetrasi Standar (SPT).

IV.6 KEGIATAN SISTEM PLANNING

IV.6.1 Tata Guna Lahan dan Jaringan Irigasi Eksisting


Berdasarkan peta situasi dan deliniasi lahan dapat disusun peta daerah irigasi dan jaringan
irigasi eksisting. Peta daerah irigasi yang dimaksud merupakan peta tata guna lahan
eksisting, sedangkan peta jaringan merupakan peta sistem tata air yang didalamnya
menggambarkan sistem tata air saluran pemberi dan saluran pembuang eksisting, termasuk
didalamnya sarana dan prasarana pendukung.

IV.6.2 Rencana Pengembangan Berdasarkan Zona Pengelolaan Air


ZPA ini merupakan satuan penggunaan lahan yang dihubungkan dengan sistem
pengelolaan air di daerah irigasi. Setiap ZPA meliputi batas kawasan yang dikendalikan
menurut struktur kontrol tertentu (biasanya berupa unit sekunder) sehingga dapat
diterapkan pengelolaan air yang sama/ seragam dalam satu wilayah ZPA. Dalam masing-
masing ZPA akan ditentukan suatu rencana pengelolaan air (water management plan) yang
mencakup sistem instruksi pengoperasian infrastruktur. Output dari rencana pengembangan
berdasarkan zona pengelolaan air adalah peta tata guna lahan rencana dan peta pengelolaan
air.
Faktor yang mempengaruhi ZPA adalah zone pasang surut, kategori hidrotopografi atau
limpasan muka air ke lahan, kesesuaian lahan dan jenis tanaman budidaya. Lahan di rawa
lebak selalu tergenang sehingga kondisinya hampir sama dengan hidrotopografi A untuk
rawa pasang surut.
Dalam merumuskan rencana pengembangan berdasarkan ZPA tersebut perlu didasarkan
atas beberapa pertimbangan, diantaranya yaitu:
1. Kesesuaian lahan
2. Program daerah/sektoral dalam pengembangan lokasi.
3. Tataguna lahan/pola tanam sekarang dan kecenderungan di masa mendatang.
4. Aspirasi/keinginan petani.
5. Prasarana yang sudah ada.

Bab IV : Metodologi Kerja 44


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Oleh karena itu dalam penetapan rencana pengembangan tersebut perlu pembahasan dan
kesepakatan dengan petani sebagai pemanfaat (user) dan instansi terkait, khususnya pihak
yang melaksanakan program di lokasi tersebut.

IV.6.2.1 Satuan Lahan


Untuk merumuskan alternatif pengembangan secara tepat, dibutuhkan pemahaman cukup
rinci mengenai kharakteristik lahan yang terdapat di lokasi. Hal tersebut dilakukan dengan
mendelinasi satuan-satuan lahan yang ada, identifikasi kendala, dan menilai kesesuaiannya
untuk penggunaan yang dipertimbangkan. Satuan lahan (land unit) adalah batas lahan yang
mempunyai kharakteristik tertentu yang diduga berpengaruh terhadap kesesuaian dan
potensi pengembangannya. Output dari penyusunan satuan lahan yaitu peta satuan lahan.
Terdapat empat parameter utama yang dianggap relevan untuk menentukan satuan lahan di
daerah pasang-surut, yakni meliputi:
1. Potensi irigasi pasang (kelas hidrotopografi)
2. Potensi kedalaman drainase (drainabilitas)
3. Intrusi air asin (salinitas)
4. Kondisi tanah

IV.6.2.1.1 Hidrotopografi
Dalam rangka mengetahui perbedaan elevasi antar elevasi lahan rawa dengan ketinggian
air pasang di saluran dibuat peta hidrotopografi. Kategori hidrotopografi ini berada pada
lahan rawa lebak yang berada pada daerah sungai yang terluapi pasut sungai menurut kelas
daerah pasut (ZP 1 s/d ZP 3). Hidrotopografi lahan rawa lebak akibat pasang surutnya air
di sungai sebagai dampak pasang surut di laut dan suplei air dari bagian sungai yang ada di
hulu yaitu:
1. Lebak Pematang
1. Genangan relatif dangkal dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman lebih kecil
dari 0,5 – 0,6 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif pendek dengan lama genangan
kurang dari ±3 s/d ±6 bulan.
3. Kapasitas drainase lahan dimiliki pada musim kering yaitu dengan klasifikasi KD3 (<
60 cm dan > 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata-rata).
Pedoman Penggunaan
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak

Bab IV : Metodologi Kerja 45


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim, dan pada musim penghujan
mempunyai potensi untuk ditanami padi.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin / tambak pada musim kemarau, sedangkan pada musim penghujan mempunyai
potensi untuk ditanami padi.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim. Di lahan ini juga berpotensi
untuk di tanami tiga kali padi.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3 berpotensi untuk di tanami dua kali
padi dan satu kali palawija.
2. Lebak Tengahan
1. Genangan relatif agak dalam dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman
mencapai 0,6 – 1 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif agak lama dengan lama genangan ±6
bulan.
3. Kapasitas drainase lahan dimiliki pada musim kering dengan klasifikasi KD4 (< 30
cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata-rata).
Pedoman Penggunaan
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak
karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim dari sungai, dan pada musim
penghujan mempunyai potensi untuk perikanan air tawar/kolam.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin/tambak karena pada musim kemarau mendapat suplai air asin dari sungai,
sedangkan pada musim penghujan mempunyai potensi untuk perikanan air
tawar/kolam.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim, dan pada musim kemarau
mempunyai potensi untuk ditanami padi.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3 mempunyai potensi untuk perikanan
air tawar/kolam pada musim hujan, sedangkan pada musim kemarau mempunyai
potensi untuk di tanami padi.
3. Lebak Dalam

Bab IV : Metodologi Kerja 46


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Genangan relatif dalam dengan lahan yang berelevasi pada kedalaman mencapai 1 –
2 m di bawah muka air tertinggi.
2. Periode tergenangnya dalam waktu yang relatif sangat lama (tergenang terus
menerus).
3. Tidak mempunyai kemampuan drainase lahan.
Pedoman Penggunaan
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1a, berpotensial untuk perikanan air asin/tambak
karena ada jaminan suplai air asin disepanjang musim dari sungai. Di lahan ini juga
berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam karena ada jaminan suplai air tawar
dari genangan akibat banjir, dan untuk menjaga air asin tidak masuk maka
digunakan pintu pasang surut.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1b, mempunyai potensi untuk perikanan air
asin/tambak karena pada musim kemarau mendapat suplai air asin dari sungai. Di
lahan ini juga berpotensial untuk perikanan air tawar / kolam karena ada jaminan
suplai air tawar dari genangan akibat banjir, dan untuk menjaga air asin tidak masuk
maka digunakan pintu pasang surut.
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP 1c, berpotensial untuk perikanan air tawar/kolam
karena ada jaminan suplai air tawar disepanjang musim dari sungai dan genangan
akibat banjir .
 Untuk lahan yang ada di daerah ZP2 dan ZP3, berpotensial untuk perikanan air
tawar/kolam karena ada jaminan suplai air tawar dari genangan akibat banjir.

Gambar IV.15 Hidrotopografi lahan rawa pasang surut

Bab IV : Metodologi Kerja 47


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

IV.6.2.1.2 Drainabilitas
Dalam mengevaluasi kesesuaian lahan rawa lebak selain irigasi lebak, kemampuan
drainase lahan juga merupakan parameter yang sangat penting. Lahan rawa lebak memiliki
kapasitas drainase pada waktu musim kemarau ketika genangan berangsur-angsur turun
yaitu di lahan lebak pematang dan tengahan, sedangkan lahan lebak dalam tidak
mempunyai kapasitas drainase. Untuk mengetahui kapasitas drainase tiap petak lahan rawa
dibuat peta drainabilitas yang menggambarkan perbedaan antara elevasi muka air surut
rata-rata pada saluran-saluran yang membatasi lahan dan level muka tanah rawa.
Kapasitas drainase ini penting bagi proses penurunan air tanah. Kondisi kemampuan
drainase berperan penting dalam menetapkan areal pertanian dan penerapan pengelolaan
air yang dapat dilakukan oleh petani. Berdasarkan kondisi topografi serta muka air surut
rata-rata pada sungai yang terdekat dengan lahan rawa, kapasitas drainase terbagi 3 kelas
kapasitas drainase yang berbeda untuk lahan rawa pasang surut seperti tampak pada tabel
di bawah ini.
Tabel IV.2 Klasifikasi kapasitas drainase (KD) lahan
Kelas Kapasitas Drainase Lahan
KD 1 > 120 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 2 < 120 cm dan > 60 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 3 < 60 cm dan > 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2
KD 4 < 30 cm dari permukaan lahan sampai batas surut rata2

IV.6.2.1.3 Intrusi Air Asin (Salinitas)


Adanya pengaruh intrusi air asin (salin) untuk daerah ZP 1a dan 1b merupakan pembatas
untuk pengusahaan pertanian di daerah lebak, terutama di musim kemarau. Nilai kritikal
salinitas untuk tanaman padi adalah 5 mS/cm. Pengaruh akibat salinitas terhadap
penurunan hasil pada tanaman umumnya terjadi berangsur/bertahap, tergantung dari
toleransi tanaman, tipe tanah, metoda irigasi, iklim, dan faktor ketergantungan waktu
(seperti lama suplai air, tingkat pertumbuhan). Batas toleransi salinitas pada musim hujan
relatif lebih tinggi, mengingat adanya pengaruh penetralan dari air hujan.
Parameter ini memperlihatkan periode intrusi salin (DHL ≥ 5 mS/cm) yang diperhitungkan
dalam sistem tata saluran. Pengaruh intrusi salin ini digolongkan atas dua kategori, yakni:
1. Salin, intrusi air asin (DHL ≥ 5 mS/cm) di saluran utama berlangsung >1 bulan.
2. Tidak salin, intrusi air asin (DHL ≤ 5 mS/cm) di saluran berlangsung ≤ 1 bulan.

Bab IV : Metodologi Kerja 48


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Untuk memanfaatkan daerah irigasi rawa yang mempunyai zone pasang surut ZP 1a dan
ZP 1b untuk budidaya tanaman pangan, maka harus di blok dari intrusi air asin.
Untuk mengetahui pengaruh intrusi air asin dalam penyusunan satuan lahan maka dibuat
deliniasi area rawa berdasarkan tingkat salinitas saluran sehingga dihasilkan peta salinitas.

IV.6.2.1.4 Kondisi Tanah


Tanah merupakan faktor penentu dalam pendayagunaan lahan rawa lebak. Parameter dari
tanah yang diperhatikan dalam pendayagunaan lahan rawa lebak yaitu jenis tanah. Jenis
tanah di lahan rawa lebak biasanya aluvial dan gambut/tanah organik. Berkaitan dengan
jenis tanah maka dilakukan deliniasi areal rawa berdasarkan jenis tanah sehingga
didapatkan peta kondisi tanah daerah rawa.

1. Ketebalan Gambut
Dalam pendayagunaan lahan rawa faktor kedalaman gambut, hendakya perlu
menjadi pertimbangan. Lahan yang mempunyai kedalaman gambut < 3m dapat
dikembangkan untuk menjadi lahan persawahan / budidaya, sedangkan lahan yang
mempunyai ketebalan gambut > 3 m hendaknya dijadikan lahan konservasi. Berikut
ini adalah klasifikasi lahan gambut, berdasarkan ketebalan lapisannya.

Tabel IV.3 Klasifikasi ketebalan lapisan gambut (Widjaja-Adhi, 1988)

Gambut sangat dalam > 3.00 m lebih baik digunakan untuk konservasi lahan dan air.
Kalau mau ditanami bias dengan tanaman sayur mayur dimana zone akar < 40 cm dan
gambut dicampur dengan berak ternak dan diproses secara mikroba sehingga menjadi
pupuk organik. Lama kelamaan gambut akan matang turun sehingga ketebalan gambut
berubah menjadi << 300 cm, asalkan saja tidak menjadi rawa lebak (penanganannya
akan berubah). Sangat dilarang gambut dibakar sebab akan menyebabkan kebakaran
gambut yang berada di dalam bukan dipermukaan.

Bab IV : Metodologi Kerja 49


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Kedalaman Lapisan Pirit


Kedalaman lapisan pirit sangat menentukan pendayagunaan lahan rawa secara
berkelanjutan. Lapisan pirit yang terlalu dangkal akan membahayakan tanaman, hal ini
diakibatkan oleh lapisan pirit yang teroksidasi, sehingga menyebabkan tanah beracun.
Pirit tidak akan menjadi racun untuk tanaman apabila tidak terjadi oksidasi, maka pirit
bisa di kondisikan tetap terendam air dan tidak ada kesempatan untuk terjadi reaksi
dengan udara. Berikut ini adalah klasifikasi lapisan pirit berdasarkan tingkat letak
lapisan pirit di dalam tanah.
Tabel IV.4 Klasifikasi kedalaman lapisan pirit
Kelas Kedalaman lapisan pirit
1 < 25 cm dari permukaan tanah
2 25 – 50 cm dari permukaan tanah
3 51 – 100 cm dari permukaan tanah
4 > 100 cm dari permukaan tanah

IV.6.2.2 Kesesuaian Lahan


Kesesuaian lahan merupakan keadaan tingkat kecocokan lahan untuk penggunaan tertentu.
Kelas kesesuaian suatu lahan dapat berbeda-beda tergantung pada tipe penggunaan yang
diterapkan dan karakteristik lahan yang dapat menjadi hambatan/kendala bagi penggunaan
tersebut. Evaluasi kesesuaian lahan ditujukan untuk memperoleh deskripsi kesesuaian
lahan untuk berbagai penggunaan tertentu di lahan lebak.
Tingkat kesesuaian lahan untuk tanaman budidaya tertentu diklasifikasikan dalam beberapa
kategori sub-kelas sebagai berikut (FAO, 1976):
Sangat Sesuai (S1): Lahan sesuai untuk penggunaan tanaman tertentu, dan tidak memiliki
faktor pembatas yang berpengaruh nyata pada pertumbuhan tanaman.
Cukup Sesuai (S2): Lahan cukup sesuai untuk penggunaan tertentu. Pembatas yang ada
dapat berpengaruh pada hasil tanaman, sehingga diperlukan tambahan
masukan rendah/sederhana.
Sesuai Marjinal (S3): Lahan sesuai marjinal. Lahan mempunyai pembatas serius yang
berpengaruh terhadap hasil tanaman, sehingga diperlukan upaya
perbaikan dengan masukan rendah - tinggi.
Tidak Sesuai (N): Lahan memiliki pembatas sangat berat. Lahan termasuk tak sesuai
untuk penggunaan tertentu dan upaya perbaikan memerlukan masukan
teknologi/investasi tinggi (saat ini tidak ekonomis).

Bab IV : Metodologi Kerja 50


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Output penyusunan kesesuaian lahan yaitu peta kesesuaian lahan yang menggambarkan
kesesuaian petak lahan rawa untuk penggunaan tertentu.

IV.6.3 Jaringan Irigasi Rencana


Berdasarkan tata guna lahan rencana dan zona pengelolaan air maka selanjutnya disusun
tata letak jaringan irigasi rawa. Dalam jaringan irigasi rawa saluran pemberi dan pembuang
kadang-kadang jadi satu dan ada juga yang dibuat terpisah.

1. Jaringan irigasi rawa yang saluran pemberi dan pembuangnya terpisah:


1. Saluran pemberi:
 Saluran yang langsung berhubungan mengairi lahan, disebut saluran pemberi
tersier.
 Saluran yang disadap oleh saluran tersier disebut saluran pemberi sekunder.
 Saluran yang disadap atau diambil oleh saluran sekunder disebut saluran
pemberi primer.
 Saluran primer biasa mengambil dari sungai alam atau mengambil dari saluran
induk.
 Saluran induk yang direncanakan untuk sistem transportasi disebut saluran
navigasi.
 Saluran primer, sekunder bisa dimanfaatkan untuk sarana transportasi tapi
tidak dikatakan sebagai saluran navigasi.
2. Saluran drainase:
 Saluran yang langsung berhubungan dengan penuhuran lahan, disebut saluran
drainase tersier.
 Saluran yang menampung air dari saluran drainase tersier disebut saluran
drainase sekunder.
 Saluran yang menampung air dari saluran drainase sekunder disebut saluran
drainase primer.
 Saluran primer biasa membuang air ke sungai alam atau membuang air ke
saluran induk
 Saluran induk yang direncanakan untuk sistem transportasi disebut saluran
navigasi.
 Saluran drainase primer, sekunder bisa dimanfaatkan untuk sarana transportasi
tapi tidak dikatakan sebagai saluran navigasi.
2. Jaringan irigasi rawa yang saluran pemberi dan pembuangnya jadi satu:
1. Saluran yang langsung berhubungan mengairi lahan dan penuhuran lahan, disebut
saluran tersier.
2. Saluran yang disadap oleh saluran tersier dan pengumpulkan air dari saluran
tersier disebut saluran sekunder.

Bab IV : Metodologi Kerja 51


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

3. Saluran yang disadap oleh saluran sekunder dan pengumpulkan air dari saluran
sekunder disebut saluran primer.
4. Saluran primer biasa mengambil dari sungai dan membuang ke sungai alam atau
mengambil dari saluran induk dan membuang ke saluran induk.
5. Saluran induk yang direncanakan untuk sistem transportasi disebut saluran
navigasi.
6. Saluran primer, sekunder bisa dimanfaatkan untuk sarana transportasi tapi tidak
dikatakan sebagai saluran navigasi.
Dalam tata letak jaringan irigasi rawa terdapat bangunan penunjang seperti bangunan
pengatur air, jembatan, gorong-gorong dan lainnya.

IV.6.4 Pemodelan Jaringan Irigasi

IV.6.4.1 Skenario Pemodelan Jaringan


Dalam pemodelan jaringan irigasi digunakan tool aplikasi HEC-RAS versi 4 Beta. HEC-
RAS merupakan program aplikasi untuk memodelkan aliran di sungai atau saluran, River
Analysis System (RAS), dibuat oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) yang
merupakan satuan kerja di bawah US Army Corps of Engineers (USACE). HEC-RAS
merupakan model satu dimensi aliran permanen maupun tak-permanen (steady and
unsteady one-dimensional flow model). HEC-RAS versi versi 4 Beta, memiliki empat
komponen model satu dimensi:
1. Hitungan profil muka air aliran permanen;
2. Simulasi aliran tak permanen;
3. Hitungan transpor sedimen;
4. Dan hitungan kualitas (temperatur) air.
Satu elemen penting dalam HEC-RAS veri 4 Beta adalah keempat komponen tersebut
memakai data geometri yang sama, routine hitungan hidraulika yang sama, serta beberapa
fitur desain hidraulik yang dapat diakses setelah hitungan profile muka air dilakukan.
Aliran pada saluran di jaringan irigasi merupakan aliran berubah lambat laun (unsteady
gradually veried flow), dimana debit, kecepatan dan elevasi muka air berubah-ubah
menurut waktu dan ruang. Untuk memodelkan aliran berubah lambat laun pada jaringan
irigasi dengan program aplikasi HEC-RAS harus dibutuhkan syarat batas (boundary
conditions). Syarat batas pada pemodelan ini, terdiri dari 2 kondisi:

Bab IV : Metodologi Kerja 52


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Syarat batas di hilir (downstream boundary conditions) berupa fluktuasi muka air
sungai.

2. Syarat batas di hulu (upstream boundary conditions) berupa debit akibat aliran beban
drainase pada masing-masing petak tersier.

IV.6.4.2 Metodologi Pemodelan


Pada pemodelan jaringan irigasi, pemodelan dilakukan untuk saluran tersier, saluran
sekunder dan saluran primer. Pemodelan jaringan irigasi dilakukan pada kondisi eksisting
dan rencana untuk melihat muka air di saluran akibat pengaruh fluktuasi muka air sungai
dan parameter aliran di hulu (debit drainase rencana dengan periode ulang 5 tahun dan
volume air di masing-masing petak tersier).
Pemodelan kondisi eksisting menggunakan data-data sesuai dengan kondisi sebenarnya
yang ada di lapangan pada saat ini. Untuk pemodelan jaringan irigasi rencana, simulasi
dijalankan dengan menggunakan dimensi coba-coba hingga akhirnya didapatkan dimensi
yang mampu menampung beban yang disyaratkan.
Prinsip utama dalam pemodelan hidrodinamik jaringan irigasi dengan HEC-RAS versi 4
beta, yaitu:
1. Input data geometri saluran
2. Input data aliran dan syarat batas
3. Analisis aliran
4. Hasil analisis

IV.6.4.3 Pemodelan Hidrodinamik Jaringan Irigasi


Langkah pertama dalam mengaktifkan program HEC-RAS versi 4 Beta untuk pemodelan
jaringan irigasi, layar utama (Error: Reference source not found) akan muncul. Pada bagian
atas, di bawah judul identitas program, terdapat papan menu (menu bar) yang
1mencantumkan menu utama HEC-RAS: File, Edit, Run, View, Option, dan Help. Prinsip
dasar dalam pemodelan hidrodinamik jaringan irigasi yaitu:
1. Input data geometri saluran
2. Input data aliran dan syarat batas
3. Analisis saluran
4. Hasil analisis

Bab IV : Metodologi Kerja 53


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Input Data Geometri Saluran


Input data geometri saluran dalam pemodelan hidrodinamik ini berupa geometri
saluran eksisting dan dan rencana. Data geometrik saluran yang dibutuhkan dalam
pemodelan hidrodinamik dengan HEC-RAS berupa skematik jaringan saluran dan
cross section data.
Skematik jaringan saluran berupa alur saluran yang merupakan hasil pengukuran trase
saluran. Karena pemodelan dilakukan untuk kondisi eksisting dan rencanan maka
terdapat 2 skematik jaringan yaitu skematik kondisi eksisting dan rencana.
Cross section data yang dijadikan input dalam pemodelan hidrodinamik saluran
dengan HEC-RAS berupa data penampang melintang saluran, kekasaran dasar
(koefisien Manning), serta kehilangan energi di perubahan tampang (koefisien
ekspansi dan kontraksi). Penampang melintang saluran eksisting merupakan data
penampang saluran hasil pengukuran lapangan yang terdiri dari elevasi tiap titik cross
dan jarak kumalatif dari setiap titik hasil pengukuran. Sedangkan penampang
melintang saluran rencana merupakan penampang saluran hasil desain.

2. Input Data Aliran dan Syarat Batas


Input data aliran dan syarat batas terdiri dari boundary conditions dan initial
conditions. Jenis input data aliran dan syarat batas tergantung pada analisis aliran.
Karena analisis aliran yang digunakan adalah unsteady flow maka boundary conditions
berupa:
1. Upstream boundary conditions yang dibutuhkan di reach bagian hulu saluran yang
tidak terkoneksi dengan reach yang lain atau tampungan berupa hidrograf banjir.
2. Di hilir terdapat pasang surut maka downstream boundary conditions berupa stage
hydrograph (hubungan antara waktu dan elevasi muka air) untuk daerah hilir yang
terkena dampak back water.
Disamping itu inputing data unsteady tersebut juga perlu ditambahkan initial
condition. Initial condition tersebut berupa initial flow, initial ini berguna sebagai
harga awal dalam perhitungan metode iterasi pada program HEC-RAS.

3. Analisis Aliran
Analisis aliran lebih dikenal dengan istilah me-run program HEC-RAS, walaupun
istilah tersebut tidak tepat. Pemakai me-run program sejak saat pengaktifan HEC-RAS.
Persamaan yang digunakan dalam melakukan analisis hidrodinamik, pada aplikasi ini
adalah dengan dasar persamaan garis energi. Profil muka air dari satu tampang ke

Bab IV : Metodologi Kerja 54


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

tampang berikutnya dihitung dengan persamaan energi dengan prosedur iterasi standar
step methode. Persamaan energi yang digunakan adalah sebagai berikut:

Dengan:
y2, y1 = kedalaman air (m)
z1, z2 = jarak dari garis referensi (m)
1, 2 = koefisien kecepatan
v1, v2 = kecepatan aliran (m/dt)
g = percepatan grafitasi (m/dt2)
he = tinggi hilang (m)

Gambar IV.16 Profil memanjang dan garis energi pada pias saluran
Kehilangan energi, he diperhitungkan berdasarkan kekasaran dan kontraksi aliran air.
Persamaan kehilangan energi tersebut adalah sebagai berikut:

Dimana:
L = jarak sepanjang bentang yang dituju
Sf = kemiringan gesekan (friction slope) antara dua potongan melintang
C = koefisien gesekan atau kontraksi/ekspansi
Jarak sepanjang bentang yang dituju (L) dihitung dengan persamaan:

Bab IV : Metodologi Kerja 55


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Dimana:
Llob, Lch, Lrob = jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang ditinjau di
pinggir kiri saluran/left overbank (lob). Saluran utama/main
channel (ch), dan pinggir kanan saluran/right overbank (rob).
Qlob, Qch, Qrob= jarak sepanjang potongan melintang pada aliran yang
ditinjau dipinggir kiri saluran (lob), saluran utama (ch),
dan pinggiran kanan saluran (rob).
Untuk menghitung debit yang melewati suatu tampang menggunakan persamaan
manning dan tampang melintang saluran dibagi menjadi beberapa subdivisi atau pias
antara lain saluran sebelah kiri, saluran utama dan saluran sebelah kanan seperti
ditunjukan pada Gambar IV.17.

Gambar IV.17 Tampang saluran yang dibagi menjadi beberapa pias


Persamaan untuk menghitung debit yang melalui pias-pias tersebut di atas adalah
sebagai berikut:

, dengan

Dimana:
K = koefisien untuk tiap pias
n = kekasaran manning untuk tiap pias
A = luas wilayah aliran untuk tiap pias
R = jari-jari hidraulik untuk tiap-tiap pias
Setelah data-data geometri saluran dan data pembebanan (boundary conditions dan
initial conditions) dimasukkan, selanjutnya dilakukan perhitungan/running program.
Panjang simulasi yang dilakukan adalah selama 12 jam sedangkan interval perhitungan

Bab IV : Metodologi Kerja 56


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

adalah 1 jam. Setelah kriteria running program disetting maka selanjutnya program di
running.

4. Hasil Analisis
Dengan melakukan running yang benar maka akan dapat ditampilkan hasil
perhitungan hidrodinamik tersebut. HEC-RAS menampilkan hasil hitungan dalam
bentuk grafik dan tabel. Presentasi dalam bentuk grafik dipakai untuk menampilkan
tampang lintang di suatu segmen saluran, tampang panjang (profil muka air sepanjang
alur), kurva ukur debit, gambar perspektif alur, atau hidrograf (untuk hitungan aliran
tak permanen). Presentasi dalam bentuk tabel dipakai untuk menampilkan hasil rinci
berupa angka (nilai) variabel di lokasi/titik tertentu, atau laporan ringkas proses
hitungan seperti kesalahan dan peringatan.

IV.7 KEGIATAN DETAIL DESAIN

IV.7.1 Perencanaan Hidraulis


Dalam perencanaan hidraulis jaringan irigasi yang berupa saluran, tanggul, gorong-gorong
dan bangunan air lainnya mengacu pada kriteria perencanaan irigasi, sedangkan sarana dan
prasarana penunjang jaringan irigasi seperti jembatan dan jalan inspeksi mengacu pada
standar bina marga.

IV.7.2 Perhitungan Struktur dan Stabilitas

IV.7.2.1 Perhitungan Struktur


Perhitungan struktur dilakukan terhadap bangunan air, sarana dan prasarana penunjang
jaringan irigasi. Dalam melakukan perhitungan-perhitungan tersebut harus mengikuti
standar-standar dan peraturan yang ada (misalnya: PPKI, SK-SNI).

IV.7.2.2 Perhitungan Stabilitas


Dalam perencanaan tanggul saluran, bangunan air, sarana dan prasarana penunjang
jaringan irigasi harus stabil terhadap guling geser dan daya dukung.

1. Stabilitas Terhadap Guling


Perhitungan stabilitas guling dilakukan untuk melihat kemampuan struktur dalam
menahan beban-beban yang bekerja pada struktur tersebut. Untuk bangunan air atau
dinding yang mengalami tekanan harus diperhitungkan faktor keamanan terhadap
tergulingnya bangunan menggunakan rumus:

Bab IV : Metodologi Kerja 57


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

Dimana:
Mt = terdiri dari momen yang di akibatkan oleh berat sendiri bangunan
Mg = terdiri dari momen yang menggulingkan bangunan seperti: tekanan aktif,
tekanan air, gempa, uplift dsb.

2. Stabilitas Terhadap Geser


Stabilitas geser diperlukan untuk saluran dan bangunan air agar tahan/tidak bergerak
jika mengalami tekanan horisontal seperti tekanan aktif, tekanan air, gempa, dan beban
luar lainnya. Faktor keamanan terhadap geser dihitung dengan rumus:

3. Daya Dukung
Analisa daya dukung dilakukan untuk mempelajari kemampuan tanah dalam
mendukung beban struktur yang terletak di atasnya. Daya dukung menyatakan tahanan
geser tanah untuk melawan penurunan akibat pembebanan, yaitu tahanan geser yang
dapat dikerahkan oleh tanah di sepanjang bidang-bidang gesernya. Analisa daya
dukung tanah dilakukan dengan menggunakan persamaan Terzaghi yang diberikan
sebagai berikut:

Daya dukung yang diizinkan menggunakan faktor keamanan (FK), sehingga rumus
daya dukung diijinkan adalah:

Dimana:
c = kohesi tanah fondasi (t/m2)
q = beban diatas fondasi (t/m2)
 = berat volume tanah diatas fondasi (t/m2)
B = lebar fondasi (m)
Nc , Nq , N= faktor daya dukung
FK = faktor keamanan terhadap daya dukung

IV.7.3 Penggambaran
Gambar desain yang dihasilkan dalam pekerjaan DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi
Penutuk Timur yaitu:

Bab IV : Metodologi Kerja 58


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Peta ikhtisar kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:20.000 atau lebih besar.

2. Peta situasi kawasan irigasi dibuat dengan skala 1:5000.

3. Peta tata guna lahan eksisting dengan skala 1:5000.

4. Peta hidrotopografi dengan skala 1:5000.

5. Peta drainibilitas dengan skala 1:5000.

6. Peta salinitas dengan skala 1:5000.

7. Peta kondisi tanah dengan skala 1:5000.

8. Peta tata guna lahan eksisting dengan skala 1:5000.

9. Peta satuan lahan dengan skala 1:2000.

10. Peta kesesuaian lahan dengan skala 1:5000.

11. Peta tata guna lahan rencana dengan skala 1:5000.

12. Peta tata pengelolaan air dengan skala 1:5000.

13. Profil memanjang digambar dengan skala horisontal 1:2.000 dan skala vertikal 1:200
(atau skala 1:100 untuk saluran berkapasitas kecil, bilamana diperlukan).

14. Profil melintang digambar dengan skala horisontal dan vertikal 1:100 dengan interval
100 m untuk bagian lurus dan interval 50 pada bagian tikungan. Lebar tampang 25 m
kekanan dan kekiri dari as saluran.

IV.7.4 Penyusunan RAB


Besarnya rencana anggaran biaya, didasarkan pada perhitungan volume pekerjaan dan
harga satuan dari masing-masing pekerjaan. Volume pekerjaan berisikan rincian
perhitungan volume rehab jaringan irigasi. Besarnya harga satuan pekerjaan untuk masing-
masing item pekerjaan didasarkan pada hasil analisis harga satuan masing-masing kegiatan
pekerjaan yang akan dikonstruksi.

IV.8 KEGIATAN PELAPORAN DAN DISKUSI


Evaluasi terhadap prestasi pekerjaan atau kemajuan serta perkembangan hasil pekerjaan
yang dilakukan Penyedia Jasa dapat diketahui melalui laporan-laporan yang diserahkan
oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa, laporan-laporan yang harus diserahkan
Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa adalah sebagai berikut:

Bab IV : Metodologi Kerja 59


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

1. Rencana Mutu Kontrak


Rencana Mutu Kontrak mencakup Diagram Alir tahap kegiatan, Daftar Standar
Prosedur (SP) dan Standar Studi (ST), serta Laporan Audit Mutu (Laporan Audit
Mutu, Form Usulan Pebaikan) dari pekerjaan yang akan dilaksanakan dan terlebih
dahulu harus dikonsultasikan dengan Pemberi Pekerjaan/ Pengawas dan harus
diserahkan sebanyak 5 buku selambat-lambatnya pertengahan minggu kedua bulan
pertama.

2. Laporan Pendahuluan
Laporan ini mencakup temuan-temuan dari hasil survei awal, metoda pelaksanaan
mencakup jadwal penugasan dan rencana mobilisasi personil, jadwal pengadaan
peralatan, pekerjaan persiapan dengan memperhatikan mutu desain dan rencana
pelaksanaan kegiatan. Laporan ini harus diserahkan sebanyak 5 buku selambat-
lambatnya akhir minggu ketiga bulan pertama.

3. Laporan Bulanan
Laporan ini harus menguraikan kemajuan/ progres pekerjan dan kegiatan pekerjaan
dari persiapan sampai dengan selesai pekerjaan setiap periode kemajuan pekerjaan dari
persiapan sampai dengan selesai pekerjaan setiap periode kemajuan pekerjaan,
masalah-masalah yang dihadapi dalam sebulan, serta rencana kerja bulan berikutnya.
Selain itu diuraikan juga hambatan-hambatan yang dihadapi dan rencana
penyelesaiannya. Notulen rapat termasuk keputusan yang diambil juga harus
dilampirkan dalam laporan bulanan.
Laporan ini ditandatangani oleh Team Leader yang bersangkutan dan sebelum
diserahkan laporan ini harus sudah diperiksa/ disahkan oleh Pengawas/Direksi
Pekerjaan. Laporan ini diserahkan sebanyak 5 buku untuk masing-masing bulan dan
selambat-lambatnya pada akhir bulan untuk setiap bulannya.

4. Laporan Antara
Laporan ini berisi hasil pengamatan, evaluasi dan analisis survei lapangan, serta peta-
peta yang dihasilkan pada analisis survei lapangan. Laporan antara diserahkan
sebanyak 5 buku dan selambat-lambatnya akhir bulan ketiga.

5. Laporan Akhir dan Laporan Lainnya


Laporan ini diserahkan paling lambat pada akhir masa proyek.
1. Laporan akhir
Laporan akhir berisikan seluruh kegiatan selama pelaksanaan, dan diserahkan
sebanyak 5 buku.

Bab IV : Metodologi Kerja 60


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

2. Laporan lainnya
Laporan lainnya terdiri dari:
 Laporan executive summary (5 buku)
 Laporan sistem planning (5 buku)
 Laporan BOQ dan rencana anggaran biaya (5 buku)
 Laporan spesifikasi teknis (5 buku)
 Laporan hasil pengukuran topografi (5 buku)
 Laporan hasil survei geoteknik (5 buku)
 Laporan kajian sosial ekonomi (5 buku)
 Laporan nota desain (5 buku)
 Laporan pedoman O&P (5 buku)
 Gambar desain (5 buku)
 Laporan softcopy dalam hardisk (1 unit)
Kegiatan diskusi merupakan sarana komunikasi antara pihak yang terlibat dalam kegiatan
ini. Diskusi dilakukan untuk memberikan informasi tentang hasil pekerjaan yang telah
dilakukan oleh Penyedia Jasa kepada Pengguna Jasa dan instansi terkait yang terlibat
dalam kegiatan diskusi tersebut. Dalam kegiatan diskusi ini, diharapkan akan memberikan
masukan untuk kesempurnaan hasil pekerjaan perencanaan ini. Untuk pekerjaan ini diskusi
dilakukan tiga kali yaitu:

1. Diskusi Laporan Pendahuluan


Pelaksanaannya akan dilakukan selambat-lambatnya akhir minggu ketiga bulan
pertama atau dilaksanakan setelah Penyedia Jasa menyerahkan bahan diskusi laporan
pendahuluan. Dalam diskusi laporan pendahuluan ini akan dibahas tentang temuan-
temuan dari hasil survei awal, metoda pelaksanaan mencakup jadwal penugasan dan
rencana mobilisasi personil, jadwal pengadaan peralatan, pekerjaan persiapan dengan
memperhatikan mutu desain dan rencana pelaksanaan kegiatan. Selanjutnya hasil dari
pembahasan tersebut disimpulkan dan ditindaklanjuti dengan beberapa kegiatan yang
harus dikerjakan pada saat di lapangan.

2. Diskusi Laporan Antara


Pelaksanaannya akan dilakukan selambat-lambatnya akhir bulan ketiga atau
dilaksanakan setelah Penyedia Jasa menyerahkan bahan diskusi laporan antara. Dalam
diskusi laporan interim ini akan dibahas tentang hasil pengamatan, evaluasi dan
analisis survei lapangan, serta peta-peta yang dihasilkan pada analisis survei lapangan.
Selanjutnya hasil dari pembahasan tersebut disimpulkan dan dijadikan dasar untuk
perencanaan detail desain.

Bab IV : Metodologi Kerja 61


DED Jaringan Irigasi Daerah Irigasi Penutuk Timur

3. Diskusi Laporan Akhir


Pelaksanaannya akan dilakukan selambat-lambatnya pertengahan minggu keempat
bulan keempat atau dilaksanakan setelah Penyedia Jasa menyerahkan bahan diskusi
laporan akhir. Dalam diskusi laporan akhir ini akan dibahas tentang seluruh kegiatan
yang ada dalam pekerjaan ini. Selanjutnya hasil dari pembahasan tersebut disimpulkan
dan dilakukan penyempurnaan untuk menjadi laporan akhir.

Bab IV : Metodologi Kerja 62

Anda mungkin juga menyukai