Hilal 2
Hilal 2
Disusun Oleh:
Hilal Ainur Fahla
JNR0200024
1. Pengertian
Terapi non farmakologi dengan menggunakan rebusan air daun salam yang di
berikan pada penderita hipertensi.
2. Tujuan
Untuk mengetahui perubahan tanda-tanda vital pada penderita hipertensi setelah di
lakukan terapi rebusan daun salam.
3. Peralatan dan Bahan
Tensi meter
Stetoskop
Air rebusan daun salam
4. Pelaksanaan
a. Tahap Prainteraksi
- Mencuci tangan
- Menyiapkan alat dan bahan
b. Tahap Orientasi
- Memberikan salam
- Menjelaskan tujuan dan prosedur pembuatan rebusan daun salam
- Menanyakan persetujuan/kesiapa
c. Tahap kerja
- Mendekatkan alat-alat didekat pasien
- Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya sebelum kegiatan dimulai
- Berikan privacy klien
- Perawat mencuci tangan
- Pelaksanaan :
o Melakukan pengukuran tekanan darah sebelum pemberian terapi
o Memberikan terapi rebusan daun salam pada penderita hipertensi
dengan cara diminum
o Melakukan pengukuran kembali tekanan darah setelah
± 30 menit pemberianterapi
5. Dokumentasi
a. Mencatat hasil pengukuran tekanan darah sebelum dan setelah dilakukan terapi
b. Tanda tangan terapis
LEMBAR OBSERVASI PROYEK INOVASI
TERAPI REBUSAN DAUN SALAM PADA PENDERITA
HIPERTENSI
Pelaksana :
1. Hilal Ainur Fahla, S.Kep
( Hilal Ainur
Fahla )
DOKUMENTASI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Bahan Kajian
C. Tujuan
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Diabetes melitus adalah sindrom yang disebabkan
A. ETIOLOGI
Insulin Dependen Diabetes Melitus (IDDM) atau diabetes
melitus tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel B pulau
langerhans akibat proses autoimun. Sedangkan non insulin dependen
diabetik melitus (NIDDM) atau diabetes melitus tidak tergantung
insulin disebabkan kegagalan relatif sel B dan resistensi insulin.
Resistensu insulin adalah turunnya kemampuan insulin untuk
merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk
menghambat produksi glukosa oleh hati. Sel B tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya. Artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari
berkurangnya sekresi insuli perangsangan sekresi insulin,
berarti sel B pankreas mengalami desensitisasi terhadap
glukosa.
1. Infeksi
2. Stress fisik dan emosional; respons hormonal terhadap stress
mendorong peningkatan proses katabolik . Menolak terapi insulin
B. KLASIFIKASI
Klasifikasi etiologis DM American Diabetes Assosiation
(1997) sesuai anjuran perkumpulan Endokrinologi Indonesia
(PERKENI) adalah :
a) Autoimun
b) Idiopatik
2. Diabetes tipe 2 (bervariasi mulai terutama dominan risestensi
insulin disertai definisi insulin relatif sampai terutama defek
sekresi insulin disertai resistensi insulin)
C. INSIDENSI
Secara umum di dunia terdapat 15 kasus per
100.000 individu pertahun yang menderita DM tipe 1. Tiga
dari 1000 anak akan menderita IDDM pada umur 20 tahun
nantinya. Insiden DM tipe 1 pada anak-anak di dunia tentunya
berbeda. Terdapat 0.61 kasus per 100.000 anak di Cina, hingga 41.4
kasus per 100.000 anak di Finlandia. Angka ini sangat
bervariasi, terutama tergantung pada lingkungan tempat tinggal.
Ada kecenderungan semakin jauh dari khatulistiwa, angka
kejadiannya akan semakin tinggi. Meski belum ditemukan angka
kejadian IDDM di Indonesia, namun angkanya cenderung lebih
rendah dibanding di negara-negara eropa.
D. PROGNOSIS PENYAKIT
Pada DM yang tidak terkendali dengan kadar gula darah
yang terlalu tinggi dan kadar hormon insulin yang rendah, tubuh
tidak dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi. Sebagai
gantinya tubuh akan memecah lemak untuk sumber energi.
A. KESIMPULAN
10. Terdapat tanda dan gejala khas pada pasien dengan KAD
yakni napas berbau aseton atau buah.
B. Saran
1.3 Tujuan
a. Tujuan Umum
1.4 Manfaat
a. Mendapatkan pengetahuan tentang ketoasidosis diabetikum
(KAD).
b. Mendapatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan tentang
ketoasidosis diabetikum (KAD).
c. Dapat menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
ketoasidosis diabetikum (KAD).
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Etiologi
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
2.4 Patofisiologi
Pada ketoasidosis diabetic, kadar glukosa darah meningkat dengan cepat akibat,
glukoneogenesis dan peningkatan penguraian lemak yang progresif. Terjadi
poliuria dan dehidrasi. Kadar keton juga meningkat (ketosis) akibat penggunaan
asam lemak yang hamper total untuk menghasilkan ATP. Keton keluar melalui
urine (ketonouria) dan menyebabkan bau napas seperti buah. Pada ketosis, pH
turun di bawah 7,3. pH yang rendah menyebabkan asidosis metabolic dan
menstimulasi hiperventilasi, yang disebut pernapasan kussmaul, karena individu
berusaha untuk mengurangi asidosis dengan mengeluarkan karbon dioksisa (asam
volatile).
1. Hiperglikemi
a. Glukosa
b. Natrium
c. Kalium.
d. Bikarbonat
g. Keton
h. β-hidroksibutirat
i. Urinalisis (UA)
j. Osmolalitas
k. Fosfor
m. Kadar kreatinin
1. Cairan
2. Insulin
3. Potassium
2.11 Komplikasi
4. Kelainan Jantung
5. Hipoglikemia
6. Impotensi
7. Hipertensi
8. Komplikasi lainnya
2.12 Prognosis
3.1 Pengkajian
1. Pengumpulan data
Mual muntah
c. Riwayat penyakit sekarang
d. Riwayat penyakit dahulu
e. B5 (Bowel)
1. Distensi abdomen
2. Bising usus menurun
Pengkajian Pasien
1. Periksa TTV: TD, MAP, FJ, dan frekuensi pernapasan setiap jam atau
lebih sering jika kondisi pasien tidak stabil atau selama resusitasi cairan
untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi. Pernafasan kussmaul
dikaitkan dengan pH <7,2.
2. Kaji status hidrasi: catat turgor kulit pada paha bagian dalam atau dahi,
kondisi membran bukal, dan perkembangan edema atau bunyi kreteks
setelah dilakukan resusitasi cairan.
3. Kaji tingkat kesadaran secara cermat selama resusitasi cairan karena
edema serebral dapat disebabkan oleh penggantian volume cairan yang
sangat agresif. Anak-anak dengan diabetes tipe 1 yang mengalami KAD
pada saat diagnosis terutama beresiko mengalami edema serebral, yang
sering kali fatal.
4. Kaji status pernapasan untuk menentukan frekuensi dan kedalaman
pernapasan atau suara napas tambahan. Ketidakseimbangan kalium dapat
menyebabkan henti napas; resusitasi cairan yang cepat dapat menyebabkan
kelebihan cairan.
5. Kaji status GI: mual, distensi abdomen, dan tidak adanya bising usus dapat
mengindikasikan terjadinya ileus.
6. Kaji pasien untuk mengetahui perkembangan sekuele klinis.
Intervensi :
1. Pertahankan catatan intake dan output yang akurat
2. Monitor status hidrasi ( kelembaban membran mukosa, nadi adekuat,
tekanan darah ortostatik ), jika diperlukan
3. Monitor hasil lab yang sesuai dengan retensi cairan (BUN , Hmt ,
osmolalitas urin, albumin, total protein )
4. Monitor vital sign setiap 15menit – 1 jam
5. Kolaborasi pemberian cairan IV
6. Monitor status nutrisi
7. Berikan cairan oral
8. Berikan penggantian nasogatrik sesuai output (50 – 100cc/jam)
9. Dorong keluarga untuk membantu pasien makan
10. Kolaborasi dokter jika tanda cairan berlebih muncul meburuk
11. Atur kemungkinan tranfusi
12. Persiapan untuk tranfusi
13. Pasang kateter jika perlu
14. Monitor intake dan urin output setiap 8 jam
Pengkajian Diagnostik
Penatalaksanaan Pasien
1. Berikan kristaloid sesuai instruksi untuk mengoreksi dehidrasi. Bolus NS
sampai 1.000 ml/jam mungkin diperlukan hingga haluran urine. TTV, dan
pengkajian klinis menggambarkan status hidrasi yang adekuat. Resusitasi
cairan yang kurang agresif mungkin diperlukan pada pasien dengan
riwayat penyakit kardiovaskular, terutama gagal jantung. Salin setengah
normal mungkin diperlukan pada pasien tersebut, bukan NS. Tambahkan
dektrosa 5% pada infusi intravena ketika glukosa serum ≤250 mg/dl, untuk
mencegah hipoglikemia rebound.
2. Berikan seteguk air atau kepingan es sedikit dan sering jika pasien
diizinkan mengkonsumsi cairan melalui mulut.
3. Berikan higiene oral secara sering karena dehidrasi menyebabkan
kekeringan pada membran mukosa.
4. Berikan terapi insulin intravena sesuai instruksi. Regimen tipikal dimulai
dengan dosis muatan 0,15 U insulin/kg, yang dilanjutkan dengan infusi
b. Diagnosis Keperawatan:
Resiko cedera yang berhubungan dengan perubahan status mental sekunder akibat
asidosis, ketidakseimbangan elektrolit, dan gangguan penggunaan glukosa
sekunder akibat kekurangan insulin
Kriteria Hasil
Glukosa serum 250 mg/dl selama fase awal terapi; tujuan akhirnya adalah
mencapai kadar glukosa serum yang normal sebesar 70-120
mg/dl
pH 7,35-7,45
Pemantauan Pasien
Pengkajian Pasien
1. Kaji tingkat kesadaran, yang dapat berkisar dari kebingungan sampai
koma yang nyata. Penurunan glukosa serum yang terlalu cepat (>100
mg/dl/jam) juga dapat mengakibatkan gangguan fungsi serebral. jika
Pengkajian Diagnostik
1. Tinjau kadar glukosa serum serial (selain pemantauan di sisi tempat tidur
dengan menggunakan glukometer) untuk mengevaluasi respons pasien
terhadap terapi insulin.
2. Tinjau GDA untuk mengevaluasi status oksigenasi dan asidosis metabolik
yang membaik atau memburuk.
c. Diagnosis Keperawatan
Intervensi :
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi
yang dibutuhkan pasien.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
Nutrition Monitoring
BB pasien dalam batas normal
Monitor adanya penurunan berat badan
Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang biasa dilakukan
Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
Monitor lingkungan selama makan
Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
Monitor turgor kulit
Monitor kekeringan, rambut kusam, dan mudah patah
Monitor mual dan muntah
Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht
Monitor makanan kesukaan
Monitor pertumbuhan dan perkembangan
Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
Monitor kalori dan intake nuntrisi
Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oral.
Catat jika lidah berwarna magenta, scarlet
Intervensi
1. Kaji kebutuhan energi dengan menggunakan persamaan Harris-Benedict
atau bantu dengan kalorimetri tidak langsung. Kebutuhan kalori untuk
pasien sakit kritis didasarkan pada berat badan aktual dan diperkirakan
sekitar 20 sampai 30 kcal/kg.
2. Hitung berat badan ideal dengan rumus berikut: 50 kg (pria) atau 45 kg
(wanita) = 2,3 (untuk setiap inci di atas 5 kaki) ± 10%.
3. Bandingkan berat badan serial; perubahan yang cepat (0,5 sampai 1,0
kg/hari) menunjukkan ketidakseimbangan cairan dan bukan
ketidakseimbangan antara kebutuhan nutrisi dan asupan.
4. Kaji status GI: muntah, diare, atau nyeri abdomen dapat mengganggu
absorpsi nutrisi.
5. Tinjau profil nutrisi untuk mengevaluasi respons pasien terhadap terapi.
6. Konsultasikan dengan ahli gizi untuk evaluasi nutrisi formal.
7. Berikan perawatan mulut untuk mengcegah stomatitis, yang dapat
berpengaruh buruk pada kemampuan pasien untuk makan.
8. Ciptakan lingkungan yang menyenangkan untuk meningkatkan nafsu
makan pasien; hindari pandangan yang menghina di sisi tempat tidur;
siapkan pasien dengan memastikan tangan dan wajah telah dicuci.
d. Diagnosa Keperawatan:
Kriterial Hasil
Intervensi
1. Perkenalkan diri anda kepada keluarga dan siapkan keluarga untuk
menghadapi lingkungan unit perawatan intensif (ICU). Antisipasi
kebutuhan pelayanan pendukung untuk pasien dan keluarga selama krisis
ini. Sediakan kontinuitas pemberi perawatan kapan pun memungkinkan.
2. Tunjukkan kompetensi dalam merawat kerabat mereka. Keluarga ingin
dinyakinkan bahwa perawatan yang sebaiknya mungkin diberikan kepada
kerabat mereka.
3. Tunjukan pengetahuan personal tentang pasien. Hormati keyakinan agama
dan budaya dan integrasikan keyakinan tersebut dalam asuhan
keperawatan.
4. Lakukan pendekatan pada keluarga dengan sikap relaks dan humanistik
serta berikan informasi dengan sering tanpa menunggu untuk ditanya.
Dengarkan ungkapan ketakutan, kemarahan, atau ansietas mereka. Hindari
jawaban yang defensi. Berikan waktu kepada keluarga meninggalkan
BAB IV
DISCHARGE PLANNING
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
KAD merupakan komplikasi akut diabetes melitus tipe 1 yang ditandai oleh
hiperglikemia, lipolisis yang tidak terkontrol (dekomposisi lemak), ketogenesis
(produksi keton), keseimbangan nitrogen negatif, deplesi volume vaskuler,
hiperkalemia dan ketidakseimbangan elektrolit yang lain, serta asidosis metabolik
Ada sekitar 20% pasien KAD yang baru diketahui menderita DM untuk
pertama kali. Pada pasien yang sudah diketahui DM sebelumnya, 80% dapat
dikenali adanya faktor pencetus. Mengatasi faktor pencetus ini penting dalam
pengobatan dan pencegahan ketoasidosis berulang.
5.2 Saran
Doengoes, E Marilyun, 1980. Nursing Care Plans, Second Edition. F.A Davis:
Philadelphia
Fisher, JN, Shahshahani, MN. Kitabchi, AE, Diabetic ketoacidosis low-doss insulin
therapy by various routes. www.contect.nejm.org