Anda di halaman 1dari 2

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Masalah Jihad

(Aqwalul Ulama fiil Risalatil Mansubah ilaa Syaikhil Islam Ibnu Taimiyah--
rahimahullah--fiil Jihaad)

oleh: Syaikh Sulaiman bin Shalih al-Khurasy

‫ وبعد‬، ‫ والصالة والسالم على من ال نيب بعده‬،‫احلمد هلل وحده‬


:

Sesungguhnya telah dikeluarkan sebuah pertemuan (dialog) dengan seorang peneliti,


tentang sebuah naskah yang disebut-sebut berjudul "Qaidah fii Qitaalil Kuffaar..." oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah--rahimahullah--. Ia menunjukkan bukti-bukti bahwa sebagian
peneliti pun menetapkan dan tidak mengingkari bahwa risalah ini dinisbahkan kepada
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan sebagian peneliti kemudian beristinbath, sebagaimana
jelas dibeberapa perkataan mereka: "Bahwasanya Syaikhul Islam--rahimahullah--
menuntaskan (pembahasan) sebagaimana telah lalu dalam risalah yang penting ini, dan beliau
rahimahullah telah menjelaskan dalam risalah beliau tersebut: Bahwasanya orang-orang kafir
itu diperangi dan dijihadi bukan karena kekafiran mereka, tetapi peperangan itu adalah karena
membela dien. Bahwasanya dasar dari Islam adalah pembela bukan penyerang".
Kami tidak akan mengeluarkan pembahasan tentang ada atau tidaknya kebenaran
penisbahan risalah ini kepada Syaikhul Islam, karena permasalahan ini membutuhkan bukti-
bukti, atas apa yang diperselisihkan dalam pandangan para peneliti. Akan tetapi, yang akan
kami bahas di sini adalah pemahaman yang salah atas perkataan Syaikhul Islam, di mana
dikatakan bahwa beliau tidak menetapkan jihad al thulaab (Jihad al Thulaab = Jihad dalam
artian memulai menyerang terlebih dahulu; red). Yang demikian ini, menurut saya, yang
menjadi sebab sebagian para ulama mengingkari penisbahan risalah ini kepada beliau
rahimahullah--bahkan dengan pengingkaran yang keras--, guna membantah pemahaman
buruk (yakni pemahaman bahwa Syaikhul Islam tidak memandang adanya jihad al thulaab)
yang disebarkan oleh da'i-da'i "modern"pada masa ini, dan mereka paksakan pendapat itu
seolah-olah mencocoki pendapat Syaikhul Islam.
Sebagian peneliti yang menolak risalah ini menyandarkan pendapat mereka pada
beberapa hal berikut ini:
1) Para peneliti memfokuskan pada kenyataan begitu banyaknya berita dusta yang
disandarkan pada Syaikhul Islam rahimahullah, selain risalah-risalah dan fatwa-fatwa beliau
rahimahullah, yang mana berita-berita dusta ini menegatifkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
rahimahullah--dan kebanyakan dari berita-berita dusta itu demikian adanya! Atau sebagian
dari mereka yang hendak menyebarkan rumor-rumor atas Syaikhul Islam. Sesungguhnya,
yang demikian itu terlihat dari apa-apa yang dinisbahkan kepada Syaikhul Islam dalam
bentuk Diwan Sya'ir, Doa Khatam al Qur'an, Fatwa-fatwa yang (seolah-olah Syaikhul Islam
berkata) tentang masih hidupnya Khidhir, dan juga (yang terkenal; red) yakni fatwa tentang
tajsim (penyerupaan Allah ta'ala dengan makhluk-Nya) yang disebarkan oleh Ibnu
Bathuthah...dan lain sebagainya dari contoh-contoh penisbahan kepada Syaikhul Islam apa-
apa yang tidak ada pada diri beliau--rahimahullah. Tak elak lagi, sesungguhnya risalah ini
(yakni risalah tentang Jihad) telah diingkari (penisbatannya kepada Syaikhul Islam) oleh
Kibaril Ulama, dan di antaranya adalah Syaikh Sulaiman bin Sahman, serta dua orang mufti
kerajaan Saudi: Syaikh Muhammad bin Ibrahim, dan Syaikh Abdul Aziz bin Baz--
rahimahumullah jami'an--sebagaimana nanti akan saya turunkan keterangan lebih lanjutnya.
Maka seharusnya, bagi yang hendak menisbahkan risalah itu setelah turun keterangan
ini (yakni fatwa para ulama) untuk mengkoreksi hujjah mereka: Apakah ada sanad yang
menghubungkan antara mereka dengan Syaikhul Islam? Ataukah ada pada mereka tulisan
makhtuthah (manuskrip)nya? Ataukah telah ada penetapan dari murid-murid dan pengikut
beliau tentang kitab itu? Dan ini semua belum bisa terjawab--sepengetahuanku--hingga
sekarang.
2) Bahwasanya di dalam risalah tersebut terdapat beberapa bentuk perubahan (tashrif)
maupun peringkasan (ikhtishar), sebagaimana terlihat di beberapa naskah yang ada seperti
kata-kata "kemudian disebutkan...", "kemudian dikatakan...", atau juga "hingga dikatakan..."
(lihat naskah al Fiqy di halaman 119, 125, 127, 128, 136, 137).
Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Maani'--rahimahullah--mengkoreksi risalah itu
dalam bentuk catatan ketika menemui salah satu bentuk (peringkasan dan sebagainya) itu,
beliau berkata: "Dalam perkataan-perkataan ini terdapat peringkasan". [Naskah Ibnu Maani'
ini tersimpan di Maktabah Raja Fahd di Riyadh]
3) Bahwasanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah memiliki perkataan-perkataan yang
terdapat di risalah-risalah yang lain yang telah jelas penisbahannya kepada beliau--
rahimahullah--yang berbeda dengan apa yang dipahami dari risalah ini, yakni pemahaman
bahwa Syaikhul Islam mengingkari adanya jihad thulab, sebagaimana akan datang keterangan
lebih lanjutnya, insya'Allah..
Demikianlah, maka sebagian orang-orang yang menisbahkan risalah ini kepada
Syaikhul Islam, dan bergembira dengannya, mereka menduga bahwa Syaikhul Islam
memandang tidak ada "Jihad Thulab" dengan bukti risalah ini. Sedangkan yang mengingkari
adanya penisbahan risalah ini, maka mereka membela dengan memaparkan nash-nash syari'at
dan perkataan-perkataan Syaikhul Islam yang terdapat di risalah yang lain.
Yang benar--menurutku--yakni: Bahwasanya seandainya dikatakan bahwa risalah ini
adalah benar-benar tsabit dari Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, maka sesungguhnya tidak ada
di dalam risalah ini yang dapat dijadikan bukti bahwa beliau rahimahullah menafikkan Jihad
Thulab sebagaimana diduga oleh sebagian orang yang tidak memahami maksud Syaikhul
Islam dalam risalah ini.
Sesungguhnya Syaikhul Islam menghendaki dengan risalah ini, bantahan kepada para
ahli fiqh yang lemah, yang mereka berkata: Bahwasanya diperanginya orang-orang kafir
adalah karena "kekafirannya", dan oleh karena itu mereka berpandangan bahwa orang-orang
kafir semuanya diperangi, tanpa membedakan apakah mereka itu mampu untuk berperang
ataupun tidak, tanpa membedakan apakah mereka itu meminta perlindungan kepada kita
ataupun yang menyerang kita, tidak membedakan apakah mereka itu adalah rahib-rahib atau
tidak, tanpa pula membedakan apakah mereka itu orang-orang tua ataukah pemuda-pemudi.

Anda mungkin juga menyukai