Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kota Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Letak geografis Malaka yang
sangat menguntungkan menjadikannya jalan silang antara Asia Timur dan Asia Barat dan
juga perannya sebagai pintu masuk bagi pedagang-pedagang Asing yang hendak masuk dan
keluar pelabuhan-pelabuhan di Kepulauan Nusantara. Pada abad ke-15 Malaka merupakan
pusat perdagangan di Asia. Dengan demikian, Malaka menjadi tempat persinggahan para
saudagar dari Jazirah Arab, Asia Selatan (India), Asia Tenggara, Cina, dan daerah-daerah lain
dari wilayah Nusantara sendiri, sehingga tidak aneh jika penduduk Malaka pada akhir abad
15 sudah bercampur dengan unsur-unsur asing.1
Unsur-unsur asing yang dibawa oleh pedagang-pedagang Muslim seperti Jazirah
Arab, Gujarat, dan India, menjadikan Malaka tidak hanya maju dalam bidang ekonomi,
melainkan dalam bidang agama juga. Dengan perkembangan Malaka yang begitu pesat,
banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di wilayah ini.2

Perkembangan dan pertumbuhan Islam diIndonesia menyebabkan berdirinya beberapa


kerajaan Islam. Kemudian karena Indonesia kaya raya, maka datanglah bangsa-bangsa Barat,
diantaranya Portugis pada tahun 1512 M, kemudian disusul Spanyol pada tahun 1521 M, lalu
Perancis pada tahun 1529 M, dan Belanda pada tahun 1596 M.3

Pada tahun 1595, Perseroan Amsterdam untuk pertama kalinya mengirim angkatan
kapal dagangnya yang terdiri atas empat kapal ke Indonesia di bawah pimpinan Cornelis de
Houtman dan pada tanggal 14 Agustus 1597 tiba kembali di Tessel. Menyusul kemudian
pada tanggal 1 Mei 1597 angkatan kedua di bawah pimpinan Van Nede, Van Heemskerck,
dan Van Warwijck. Pada waktu itu juga ada beberapa kapal yang dikirim ke Indonesia, ada
yang bertolak dari Vlissingen, ada yang dari Middelburg, dan ada pula dari Rotterdam.
Angkatan ketiga yang dikirim oleh Perseroan Lama berangkat dari Amsterdam pada bulan

1
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993), jld. III, hlm. 331.
2
Ibid, hlm. 334.
3
Fatah Syukur, Sejarah Peradaban Islam, (PT. Pustaka Rizki Putra: Semarang, 2002) hlm. 214.
April 1599 M, di bawah pimpinan van Der Hagen, sedangkan yang keempat di bawah van
Neck berangkat pada bulan Juni 1600 M.4

Berbicara tentang imperialisme Barat yang terjadi di wilayah-wilayah Islam, secara


umum kegiatan imperialisme terbagi pada dua bentuk, yaitu imperialisme kuno dan
imperialisme modern.5 Imperialisme kuno adalah bentuk imperialisme yang dilakukan
negara-negara Eropa dengan motivasi untuk mencari kekayaan (gold), kejayaan (glory), dan
menyebarkan agama Nasrani (gospel), yang kemudian diikuti dengan semangat
reconquesta(memerangi orang-orang Islam di setiap daerah yang ditemuinya). Dan menurut
hemat penulis Belanda datang ke Indonesia termasuk ke dalam Imperialisme kuno.
Untuk mencegah persaingan dan untuk memperkuat kedudukannya di Indonesia,
Belanda membentuk dan mendirikan perkumpulan dagang monopoli yang bernama VOC
(Vereenigde Oost Indische Compagnie) pada bulan Maret 1602. VOC ini dibentuk dan
disahkan oleh Staten General Republic6 dengan satu piagam yang memberi hak khusus
kepada VOC untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan di kawasan antara
Tanjung Harapan dan kepulauan Solomon.7
Agama Islam adalah agama yang paling banyak dianut oleh masyarakat
Indonesia.Dalam hal menguasai Indonesia, Belanda selalu berhadapan dengan masyarakat
yang mayoritas beragama Islam. Pada awalnya untuk menghadapi Islam, pemerintah Belanda
tidak terlalu ikut campur dalam segala hal yang berhubungan dengan Islam, karena pada saat
itu pemerintah Belanda kurang memiliki pengetahuan tentang Islam.

Walaupun sejak kedatangannya mereka dihadapkan kepada agama Islam dan


kebudayaannya di Indonesia, mereka tidak menaruh perhatian secara intensif terhadap
penyelidikan mengenai kepercayaan orang Indonesia.Indonesia dianggap oleh pemerintah
Belanda sebagai daerah rampasan. Mereka takut terhadap agama Islam yang sebagian besar
dianut oleh orang Indonesia sebagai pengganggu keamanan.Menurut pemerintah Belanda,
agama Islam dipandang sebagai bahaya politik yang dapat mengancam posisi perdagangan
Belanda. Yang terutama dicurigai adalah orang haji yang pulang dari tanah suci ke Indonesia,
karena mungkin mereka dijangkiti pendapat-pendapat yang anti kolonial selama menunaikan
4
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500-1900 Dari Emporium Sampai
Imperium (PT. Gramedia : Jakarta, 1987), hlm. 70.
5
Ading Kusdiana, Sejarah dan Kebudayaan Islam Periode Pertengahan, (Bandung: CV Pustaka Setia,
2013), h. 297.
6
Istilah Badan Pengesahan Umum Dalam Pemerintahan Hindia Belanda.
7
Fatah Syukur, Op.cit, hlm.214
ibadah haji.Karena perasaan takut itu pemerintahBelanda seringkali mengambil langkah-
langkah yang negatif terhadap orang-orang Indonesia yang ingin beribadah haji, meskipun
kemerdekaan agama diakui oleh otoritas itu secara resmi.

Pada awalnya, dalam menghadapi Islam di Indonesia, pemerintah Belanda belum


mempunyai kebijaksanaan yang jelas mengenai urusan yang berhubungan dengan
Islam.Kebijaksanaan untuk tidak mencampuri urusan agama Islam tersebut pada
kenyataannya tidak memiliki garis kerja yang jelas.

Baru kemudian pada akhir abad ke sembilan belas pemerintah Hindia Belanda mulai
menetapkan politiknya yang lebih sadar dan lebih konsekuen terhadap agama Islam di
Indonesia. Pada tahun 1889 M, Christian Snouck Hurgronje datang ke Indonesia sampai
tahun 1906 M dia tetap tinggal dan bekerja sebagai pegawai pemerintah Hindia Belanda.
Pertama-tama dia bertugas sebagai penasehat Gubernur Jenderal untuk bahasa-bahasa timur
dan agama, kemudian dia menjadi penasehat mengenai urusan-urusan pribumi dan Arab.8

Secara perlahan, pemerintah Belanda memahami kedudukan penting dari Islam di


Indonesia dengan mengangkat penasihat-penasihat untukmasalah-masalah Islam.Penasehat-
penasehat yang ada pada umumnya merupakan ahli dalam Islam. Snouck Hurgronje,
merupakan penasihat pertama dan yang paling terkenal di antara para penasihat lainnya. Ia
mempelajari Islam dan persoalan para penganutnya di Mekkah pada tahun 1885 M dengan
mempergunakan nama Abdul Ghafur serta mengaku sebagai seorang Muslim.9

Berbicara kebijakan politik pasti tidak lepas dari salah satu tokoh yang mempunyai
pandangan-pandangan tersendiri tentang kondisi pada zamannya. Dengan pemikiran dan
peran dalam membuat kebijakan, diantaranya menjadi pejabat atau yang sejajar dengannya
sehingga menghasilkan suatu kebijakan tertentu yang dibangun atas dasar pemikirannya.

Perpolitikan mulai menarik untuk dikaji sejak pendudukan Belanda dimana antara
pemerintah Hindia Belanda dan umat Islam Indonesia pada waktu itu, masing-masing
mempunyai kepentingan yang berbeda, di satu pihak pemerintah Hindia Belanda dengan
segala daya upaya berusaha memperkuat dan mempertahankan kekuasaannya, sementara di
pihak yang lain, umat Islam Indonesia berdaya upaya pula untuk melepaskan diri dari
cengkeraman kekuasaan Belanda dengan melakukan gerakan-gerakan pemberontakan seperti
8
Herman Leonard Beck, Studi Islam Asia Tenggara, disunting oleh Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi
(Muhammadiyah University Press : Surakarta, 1999), hlm. 159-160.
9
Deliar Noer, Administrasi Islam di Indonesia, (Jakarta: CV.Rajawali, 1983), hlm. 1.
gerakan Padri dan gerakan yang dipimpin oleh Pangeran Diponegoro dan gerakan-gerakan
lainnya. Sedangkan dalam mempertahankan kekuasaannya, setiap pemerintah kolonial selalu
berusaha memahami hal ihwal penduduk pribumi yang dikuasainya, sehingga kebijaksanaan
mengenai pribumi sangat besar artinya dalam menjamin kelestarian kekuasaan tersebut. 10

Penetrasi Belanda dalam dunia politik seringkali justru diundang oleh konflik internal
suatu kerajaan atau konflik antar kerajaan Indonesia. Yaitu di Sulawesi terdapat konflik
dalam negeri antara Gowa-Tallo dengan Bone. Sehingga VOC mampu memonopoli di
Makassar maupun di Indonesia bagian Timur. Selain Indonesia bagian Timur, Belanda juga
melakukan penetrasi politik di berbagai daerah yang ada di Indonesia diantaranya Sumatera,
Aceh, Jawa.11

Kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam ini sering
disebut dengan istilah Islam Politick, dimana Prof. C. Snouck Hurgronje dianggap sebagai
peletak dasarnya.Sebelum itu kebijaksanaan pemerintah Hindia Belanda terhadap Islam
hanya berdasarkan rasa takut dan tidak mau ikut campur, karena Belanda belum menguasai
masalah Islam.12

Menurut G.F.Pijper,13 Snouck Hurgronje dikirim ke Indonesia untuk suatu penelitian


ilmiah di Jawa, ia tetap tinggal di Indonesia sampai tahun1906 M sebagai penasihat
pemerintah Belanda mengenai masalah-masalah orang Indonesia dan Arab. Ia mencari tahu
pengetahuan tentang Islam dengan mengelilingi Pulau Jawa, juga ikut serta dalam
perdamaian Aceh, menerbitkan karya besarnya yang kedua De Atjehers14 yang menjadi dasar
untuk mengetahui Islam di Indonesia. Ia memberi bantuan tulisan tentang ilmu bahasa
Indonesia, mengumpulkan naskah-naskah, dan berhubungan langsung dengan orang
Indonesia, ia sangat mengetahui tentang masyarakat Indonesia, dan mempunyai hubungan
baik dengan orang-orang Arab yang berasal dari Hadramaut. Terutama karenasaran-sarannya

10
H.Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda : Het Kantoor Voor Inlandshe zaken, (Jakarta:
LP3ES, 1985), hlm. 1.
11
Fatah Syukur, Op.Cit, hlm. 216.
12
H.Aqib Suminto, Op.Cit,hlm. 2.
13
Sarjana Belanda yang bekerja sebagai pegawai Pemerintah Hindia Belanda (1893-1988 M).
14
C. Snouck Hurgronje, De Atjehers, 2 jilid, Batavia-Leiden, 1893-1894, terjemahan dalam bahasa
Inggris oleh O’Sullivan, The Achehnese, 2 jilid, Leiden 1906.
kepada pemerintah Belanda dan karena pribadinya, ia adalah orang yang meletakkan batu
pertama politik Belanda terhadap Islam.15

Sejak kedatangan Snouck Hurgronje di Indonesia pada tahun 1889 M, maka politik
terhadap Islam atas nasehatnya mulai didasarkan atas fakta-fakta dan tidak atas rasa takut
semata. Ia mengemukakan bahwa para pemimpin agama tidak a priori16bermusuhan dengan
pemerintah kolonial dan orang yang kembali dari naik haji tidak dengan sendirinya menjadi
orang fanatik dan suka memberontak. Sebaliknya, Snouck Hurgronje memperingatkan agar
Islam sebagai kekuatan politik dan religius jangan dipandang rendah. Apabila ideologi Islam
disebarkan sebagai doktrin politik yang digunakan untuk membuat agitasi17terhadap
pemerintahan asing sebagai pemerintahan kaum kafir sehingga orang meragukan atau
mengingkari legalitas pemerintah Belanda, maka di sini ada bahaya bahwa fanatisme agama
akan menggerakkan rakyat untuk menghapuskan orde kolonial.18

Di kalangan para orientalis berkebangsaan Belanda cukup banyak yang


memperhatikan mengenai Islam di Indonesia, namun sebagian besar dari mereka terutama
sebelum perang dunia ke-2, studi mengenai Islam yang dilakukan umumnya dimaksudkan
untuk membantu dan melayani politik colonial, salah satunya adalah Christian Snouck
Hurgronje,19titik tolak pertama studi Islamnya adalah “to serve interest of the colonial
power”20 dan itu bukan soal yang aneh.21

Meskipun kewibawaan Snouck Hurgronje sebagai ahli di bidang agama Islam belum
terlawan, beberapa sarjana Barat memberikan tekanan kepada peranannya dalam politik
penjajahan Belanda di Indonesia.Sarjana-sarjana seperti W.F. Wertheim dan P.Sj.van
Koningsveld menekankan bahwa pandangan Snouck Hurgronje mengenai agama Islam
dipengaruhi oleh fungsinya sebagai penasehat pemerintah Hindia Belanda. Di dalam bukunya

15
G.F.Pijper, Beberapa Studi Tentang Islam di Indonesia 1900-1950, diterjemahkan oleh Tudjimah dan
Yessy Augusdin, (Jakarta: UI Press, 1984), hlm. 8.
16
Mendahulukan atau mengutamakan.
17
Hasutan kepada orang banyak, biasanya dilakukan oleh tokoh atau aktivis partai politik.
18
Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1993), hlm. 73.
19
Snouck Hurgronje dianggap bersama Ignaz Goldziher sebagai pendiri Islamologi modern.Sebagian
besar kemasyhuran orientalistik dan islamologi Belanda adalah karena karya Christian Snouck Hurgronje.
20
Artinya, Menimbulkan ketertarikan terhadap kekuatan kolonial.
21
Herman Leonard Beck, Studi Islam Asia Tenggara, disunting oleh Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi
(Muhammadiyah University Press : Surakarta, 1999), hlm. xv.
yang berjudul De Atjehers dan di dalam nasehat-nasehatnya kepada pemerintah Hindia
Belanda dan terutama di dalam nasehat-nasehatnya yang rahasia mengenai Aceh menjadi
jelas bahwa pemikiran Snouck Hurgronje dan pekerjaannya sebagai pegawai pemerintah
Hindia Belanda tidak bisa dibedakan.22

Teori yang ia kemukakan untuk melestarikan penjajahan adalah dengan membedakan


antara agama dan politik. Artinya, Belanda tidak dibolehkan untuk terlalu ikut campur dalam
masalah agama.Akan tetapi pemikiran ini hanya terbatas pada beberapa hal dan dalam
prakteknya masih banyak yang tidak dijalankan dengan baik. Pada sisi lain Snouck tidak
menghendaki kristenisasi, akan tetapi ia menghendaki adanya asosiasi budaya. Dengan
begitu, dalam pandangan Snouck akan menghilangkan rasa kebencian masyarakat terhadap
Belanda karena aspek agama, akan tetapi merasa menjadi bagian dari Belanda karena sudah
berbudaya Belanda. Beberapa teori yang diangkat Snouck tersebut ternyata tidak memberikan
efek yang baik terhadap Belanda, akan tetapi justru memberi kesadaran bagi rakyat yang ada
di Hindia Belanda mengenai eksistensi dirinya dan menjadikan dirinya berusaha untuk
merdeka dengan cara yang lebih baik dan terorganisir. Adalah menjadi pertanyaan,
sebenarnya Snouck dalam misinya lebih menyukai kemerdekaan masyarakat Hindia Belanda
atau sebenarnya ia menginginkan lebih lama menjajah masyarakat. Hal ini hanya ada di
pikiran Snouck Hurgronje.Akhirnya, mengkaji masalah Snouck ini adalah menarik, karena
kontroversi yang dibuatnya.Dengan demikian, penulis akan mengambil skripsi dengan judul
“PERAN CHRISTIAN SNOUCK HURGRONJE TERHADAP KEBIJAKAN
POLITIK ISLAM HINDIA BELANDA (1889-1906)”.
Menurut hemat penulis, judul ini menarik untuk diteliti karena dapat mengungkap
bagaimana peran seorang Christian Snouck Hurgronje terhadap Pemerintah Hindia Belanda,
khususnya dalam menangani Umat Islam di Hindia Belanda.

A. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas maka rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana kondisi masyarakat Indonesia selama pendudukan Belanda sebelum
kedatangan Christian Snouck Hurgronje?
2. Bagaimana peran Christian Snouck Hurgronje terhadappemerintah Hindia Belanda?

22
Herman Leonard Beck, Studi Islam Asia Tenggara, disunting oleh Zainuddin Fananie dan M. Thoyibi
(Muhammadiyah University Press :Surakarta, 1999), hlm. 162.
3. Apa saja kebijakan-kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang dihasilkan dari
pemikiran Snouck Hurgronje dalam menangani Islam pribumi (Indonesia)?

B. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pemikiran Snouck Hurgronje tentang Islam di Indonesia.
2. Untuk mengetahui peran Snouck Hurgronje dan kebijakan-kebijakan politik Islam
Hindia Belanda pada saat itu.

C. Manfaat Penelitian
- Secara akademis, penelitian ini adalah untuk sebuah pengembangan pengetahuan
tentang suatu pemikiran dan suatu peristiwa.
- Secara praktis, penelitian ini adalah untuk kegunaannya di masyarakat, baik
masyarakat kampus khususnya dan masyarakat luas umumnya.

D. Ruang Lingkup Penelitian

Penulis menyadari sudah banyak buku yang membahas tentang pemikiran Snouck
Hurgronje, namun dalam penelitian ini penulis membatasi hanya pada pembahasan peran
Snouck Hurgronje dalam menangani Islam di Indonesia yang akhirnya akan dikaitkan dengan
kebijakan politik Islam Hindia Belanda yang merupakan hasil dari nasihat-nasihatnya. dalam
skripsi ini penulis membatasi peran Snouck Hurgronje dari tahun 1889-1906, ketika ia berada
di Hindia Belanda.23

Kemudian penelitian ini lebih kepada pembahasan masalah Indonesia daripada


spesifikasi suatu daerah, sebab penulis bertujuan meneliti peran Snouck Hurgronje dalam
menangani penduduk Indonesia yang berimplikasi terhadap kebijakan politik Islam
pemerintah Hindia Belanda.

E. Landasan Teori

Landasan teori yang menjadi acuan penulis adalah teori peran.Soejono Soekanto
mengungkapkan bahwa peranan menunjuk pada fungsi, penyesuaian diri dari suatu

23
Yang sekarang disebut dengan negara Indonesia.
proses.Pengertian Peranan diungkapkan oleh Soejono Soekanto:“Peranan merupakan aspek
dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan”.24

Selain kerangka teori di atas, penulis juga menggunakan teori Easton.Dia mempunyai
pandangan bahwa sejumlah konsep utama dan pemikiran-pemikiran mengenai analisa sistem
mempunyai akibat kebijakan yang penting dan dapat dipakai untuk penelitian permasalahan
yang penting. Bagi Easton, analisa kebijakan telah menjadi suatu bagian pusat dan eksplisit
dari pemikiran sistem, dan kebanyakan ketertarikan dalam analisa kebijakan telah mampu
menemukan di dalam analisa sistem suatu konsepsualisasi yang telah disiapkan guna
membantu mengidentifikasikan dan meneliti permasalahan utama yang akan dihadapi dalam
studi keluaran kebijakan.25

Istilah politik Islam dalam skripsi ini lebih didefinisikan kepada kebijaksanaan
pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam di Indonesia. 26 Jika melihat
pengertian politik Islam secara umum, dapat diambil dari kata politik dan Islam. Politik
(siyâsah) adalah pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri. Politik dilaksanakan oleh
negara dan umat, karena negaralah yang secara langsung melakukan pengaturan ini secara
praktis, sedangkan umat mengawasi negara dalam pengaturan tersebut. Politik Islam berarti
pengaturan urusan umat di dalam dan luar negeri dengan hukum Islam.27

F. Tinjauan Pustaka

Christian Snouck Hurgronje, merupakan tokohyang mempunyai pengaruh besar


terhadap kebijakan politik Islam Hindia Belanda. Pemikiran-pemikirannya tentang Islam di
Indonesia banyak menimbulkan kritik dan juga pujian dari beberapa tokoh-tokoh Barat,
seperti P.J Pijper, dan lainnya. Ada beberapa penulis yang membahas tentang pemikirannya
tentang konsep politik Islam pemerintah Hindia Belanda dalam bentuk buku dan skripsi.
Diantaranya yaitu :

H. Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda : Het Kantoor Voor Inlandshe zaken,
(Jakarta: LP3ES, 1985). Buku ini mengkaji tentang Politik Islam Hindia Belanda yang

24
Hayati Latifah, Skripsi Peran ‘Aisyiyah dalam Internalisasi Nilai-nilaiMuhammadiyah di Kampung
Kauman Yogyakarta (UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008).
25
SP.Varma, Teori Politik Modern (Jakarta : Raja Grafindo Persada), hlm. 289.
26
H Aqib Suminto, Politik Islam Hindia Belanda, (Jakarta:LP3ES, 1985), hlm. 2.
27
Khalif Muammar, Politik Islam: Antara Demokrasi Dan Teokrasi, (khairuummah.com, 20/12/2014).
digariskan kepada Snouck Hurgronje sebagai peletak dasar kebijakan tersebut.Buku ini lebih
terfokus kepada lembaga Het kantoor voor Inlandsche zaken yang didalamnya terdapat
Snouck Hurgonje sebagai penasehat utama.Lembaga ini juga sebagai pelaksana kebijakan
politik Islam tersebut.

Harry J Benda, Bulan Sabit dan Matahari Terbit, terj. Daniel Dakhidae dari The
Crescent and The Rising Sun (Jakarta: Pustaka Jaya, 1984).Dalam bukunya Harry Benda
menjelaskan tentang politik Islam Hindia Belanda secara umum dan tokoh di balik kebijakan-
kebijakan tersebut, salah satunya yaitu Snouck Hurgronje.

C. Snouck Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, terj. LIPI dan KITLV, Panitia Seri
Terjemahan Karangan-karangan Belanda (Jakarta: Bhratara, 1973).Dalam bukunya ini
Snouck menjelaskan secara jelas bagaimana kehidupannya ketika meneliti tentang Islam di
Indonesia.

Christian Snouck Hurgronje Arsitek Urusan Perdata Kolonialistik Hindia Belanda


(IAIN Walisongo: 2010), ini merupakan skripsi dari Arief Muthofifin 28, dalam skripsi ini
membahas tentang pemikiran Snouck Hurgronje dalam bidang perdata, selain itu dibahas
juga tentang kehidupan Snouck Hurgronje ketika di Indonesia dan hal-hal yang berhubungan
dengan Snouck Hurgronje.

Yang menjadi fokus penulis dalam skripsi ini lebih ditekankan kepada pembahasan
mengenai peran Snouck Hurgronje dalam menangani Islam di Indonesia dan implikasinya
bagi kebijakan pemerintah Hindia Belanda.

G. Metode Penelitian

Penelitian yang penulis lakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana pandangan


Snouck Hurgronje terhadap Islam di Indonesia dan perannya sebagai pejabat pemerintah
Hindia Belanda serta implikasinya bagi kebijakan pemerintah Hindia Belanda yang
diperuntukkan bagi umat Islam di Indonesia yang disebut politik Islam. Karena penelitian ini
merupakan perpaduan antara studi tokoh dan studi historis, maka penelitian ini menggunakan
pendekatan sosio-historis, yaitu penelitian yang dilakukan untuk mencari penjelasan
mengenai segala sesuatu yang terjadi di masa lampau.Metode sosio-historis merupakan
sebuah proses yang meliputi penafsiran gejala peristiwa ataupun gagasan yang timbul di

28
Mahasiswa IAIN Walisongo Semarang Jurusan Ahwal al Syakhshiyah.
masa lampau untuk menemukan generalisasi yang berguna dalam usaha untuk memahami
kenyataan-kenyataan sejarah, bahkan juga berguna untuk memahami situasi sekarang dan
meramalkan perkembangannya yang akan datang.29

Kemudian penulis melakukan pengumpulan data, yang dalam hal ini penulis
menggunakan metode penelitian sejarah.Penelitian sejarah mempunyai lima tahap, yaitu
pemilihan topik, pengumpulan sumber (heuristik), verifikasi (kritik sejarah), interpretasi, dan
historiografi.30

a) Pemilihan Topik
Pertama kali yang dilakukan oleh penulis adalah memilih topik, dalam hal ini penulis
memilih sesuai dengan minatnya yaitu tentang kebijakan politik Islam Hindia Belanda yang
terfokus pada peran Snouck Hurgronje sebagai peletak dasar kebijakan tersebut.

Seperti yang dikemukakan oleh Kuntowijoyo, topik sebaiknya dipilih berdasarkan


kedekatan emosional dan kedekatan intelektual.Dua syarat itu, subyektif dan obyektif, sangat
penting, karena penulis khususnya hanya akan bekerja dengan baik kalau penulis senang dan
mengerti. Setelah topik ditemukan barulah kita melakukan pengumpulan sumber.31

b) Heuristik (pengumpulan sumber)

Setelah menentukan topik, barulah kemudian penulis mencari dan mengumpulkan


sumber yang berhubungan dengan topik yang akan dibahas dalam skripsi ini, yakni “Peran
Christian Snouck Hurgronje terhadap Kebijakan Politik Islam Hindia Belanda Tahun 1889-
1906 M”. Mengumpulkan sumber yang diperlukan dalam penulisan ini dapat dikatakan
sedikit susah, sehingga diperlukan kesabaran dari penulis.

Heuristik merupakan masalah sejarawan dalam usahanya memilih suatu subyek dan
mengumpulkan informasi mengenai subyek itu.Dalam tahapan ini sejarawan harus
menggunakan banyak material yang tidak hanya terdapat dalam buku-buku tetapi bersifat
dokumen resmi, arsip, perpustakaan pemerintah, dan lain-lain.Sumber-sumber sejarah baik
lisan maupun tulisan dibagi menjadi dua yaitu sumber primer dan sekunder.32

29
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Dasar, Metode, dan Teknik, (Bandung : Tarsito, 1990),
hlm. 132.
30
Dr. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), hlm. 89.
31
Ibid, hlm. 90.
32
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 4.
Sumber primer adalah kesaksian dari seorang saksi dengan mata kepala sendiri atau
dengan panca indra yang lain, atau dengan alat mekanis seperti diktafon, yakni orang atau
alat yang hadir pada peristiwa yang diceritakannya (saksi mata) dan sumber tersebut sejaman
dengan peristiwa yang dikisahkannya.

Sumber sekunder merupakan kesaksian dari siapapun yang bukan merupakan saksi
mata, yakni dari seseorang yang tidak hadir pada peristiwa yang dikisahkannya. 33Akan tetapi,
dalam penelitian ini penulis hanya bisa menemukan sumber sekunder, sedangkan sumber
primer belum bisa ditemukan.

c) Verifikasi

Pada tahap ini, sumber yang telah dikumpulkan pada kegiatan heuristik yang berupa
buku-buku yang relevan dengan pembahasan tentang Christian Snouck Hurgronje. Setelah
data itu ditemukan maka dilakukan penyaringan atau penyeleksian dengan mengacu pada
prosedur yang ada, yakni sumber yang faktual dan orisinalnya terjamin.

Verifikasi itu ada dua macam yaitu otentisitas atau keaslian sumber atau kritik
ekstern, dan kredibilitas atau kebiasaan dipercayai atau kritik intern.34

Kritik ekstern mencoba untuk melihat apakah suatu dokumen merupakan suatu jejak
yang dipalsukan.Kritik intern mencoba untuk menetapkan apakah dokumen berisi kedustaan
atau kesalahan-kesalahan. Di dalam kritik ekstern ada suatu argumen dari keanekaragaman,
suatu realisasi bahwa masing-masing dokumen dijamin oleh semua dokumen-dokumen
serupa yang diawetkan di tempat lain. Sebagaimana pertumbuhan sejumlah dokumen
terhadap ciri yang sama, demikian pula kemungkinan bahwa masing-masingnya adalah
otentik. Dari segi lain, kritik intern berdiri sendiri dalam metodenya. Keaslian masing-masing
dokumen, seperti terbebasnya dari kesalahan, sudah dinilai dari kebaikannya.35

d) Interpretasi

Setelah melalui tahapan kritik sumber, kemudian dilakukan interpretasi atau


penafsiran terhadap fakta sejarah yang diperoleh dari arsip, buku-buku yang relevan dengan
topik yang diambil oleh penulis sendiri.Tahapan ini menuntut kehati-hatian dan integritas

33
Ibid, hlm. 5.
34
Op. Cit,hlm. 99.
35
G.J Renier, Metode dan Manfaat Ilmu Sejarah (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 176
penulis untuk menghindari interpretasi yang subjektif terhadap fakta yang satu dengan fakta
yang lainnya, agar ditemukan kesimpulan atau gambaran sejarah yang ilmiah.

Menurut Kuntowijoyo, interpretasi sering disebut juga penafsiran sejarah. Interpretasi


itu ada dua macam, yaitu analisis dan sintesis.Analisis berarti menguraikan, sedangkan
sintesis berarti menyatukan.36

e) Historiografi

Setelah penulis menyelesaikan beberapa tahapan yakni heuristik, kritik sumber, serta
interpretasi, maka tahapan akhir dari rangkaian metode ini yaitu historiografi atau penulisan
sejarah.Menurut Louis Gottschalk, historiografi adalah proses penulisan sejarah, yakni
mempersatukan di dalam sebuah sejarah, unsur-unsur yang diperoleh dari rekaman-rekaman
melalui pengetrapan yang seksama daripada metode sejarah.37

H. Sistematika Pembahasan

Untuk mendapatkan gambaran secara terperinci, maka penulis menyusun sistematika


pembahasan sebagai berikut :

BAB I. Pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan
kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, landasan teori, tinjauan pustaka, metode
penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II. Menguraikan tentang pendudukan Belanda di Indonesia dan kondisi


masyarakat Indonesia sebelum kedatangan Christian Snouck Hurgronje.

BAB III. Berisi tentang biografi dan peran Christian Snouck Hurgronje terhadap
pemerintah Hindia Belanda dalam menanganiorang-orang Islam pribumi.

BAB 1V.Menguraikan tentang hasil pemikiran Snouck Hurgronje tentang Islam


pribumi dalam wujud kebijakan politik Islam pemerintah Hindia Belanda.

BAB V. Penutup, berisi kesimpulan dari hasil penelitian.

36
Dr. Kuntowijoyo, Pengantar Ilmu Sejarah(Yogyakarta: Yayasan Bentang Budaya, 1997), hlm. 100-
101.
37
Louis Gottschalk, Mengerti Sejarah (Jakarta: Universitas Indonesia, 1986), hlm. 14.

Anda mungkin juga menyukai