Anda di halaman 1dari 4

BAB 7

PENJARA SUKAMISKIN

Rumah penjara Sukamiskin memberi pengalaman dan


pelajaran yang lain bagi Bung Karno. Kesan pertamanya di
Sukamiskin adalah tidak adanya lagi perlakuan yang kejam dari
kalangan petugas penjara. Tidak lama kemudian terasa bahwa
cara seperti itu adalah untuk memisahkan Bung Karno dari para
tahanan lainnya. Ketika para tahanan lainnya tidak ada lagi di
pekarangan, barulah Bung Karno disuruh ke halaman selama
setengah jam. Pengeluaran selama setengah jam pada waktu nara
pidana lainnya sudah tidak ada, diperlakukan petugas khusus
bagi Bung Karno dua kali sehari.
Di Penjara Sukamiskin, seperti umumnya narapidana,
Bung Karno juga diberi pekerjaan. Namun Bung Karno diberikan
pekerjaan sebagai tukang cetak dan mensortir kertas, yang
ruangan kerjanya berjauhan dari lokasi kerja para narapidana
lainnya. Lokasi percetakan berdekatan dengan kantor kepala
penjara dan di bidang cetak-mencetak ini hanya dipekerjakan
narapidana orang Belanda. Jadi dengan adanya Bung Karno di
sana maka dia sendirilah yang bukan orang Belanda di antara
yang lainnya. Penempatan Bung Karno dipercetakan dan bersama
dengan orang Belanda dimaksudkan agar supaya Bung Karno
tidak mempengaruhi narapidana lain untuk menjadi patriot.
Walaupun rekan sekerjanya orang Belanda, namun Bung Karno
dengan bangga menjelaskan posisinya sebagai narapidana adalah
akibat aksi politik dan bukan oleh aksi kriminal biasa.
Bung Karno menggunakan berbagai cara untuk bisa
tahu bagaimana keadaan diluar penjara. Kiriman nasi yang biasa
diantar oleh Bu Inggit, diatur dengan kode–kode tertentu, yang
setiap kode mengandung arti tersendiri. Dengan cara begini,
Pemeriksaan yang ketat dari petugas penjara dapat diterobos.
Kode–kode rahasia ini juga di kirim melalui Al Qur’an. Misalnya
jika ada terdapat lipatan pada satu halaman sekian, maka artinya
angka itu mempunyai makna tersendiri. Ada juga buku lain yang
boleh dibawa ke penjara, asal tidak bersifat politik.
Waktu di penjara Sukamiskin ini banyak dimanfaatkan
untuk belajar termasuk mempelajari Islam. Dari Buku–buku
Islam Bung Karno mempelajari sungguh-sungguh tentang Islam
untuk dapat memahami pemikiran Nabi Muhammad S.A.W. Dari
mempelajari Islam lewat buku-buku tersebut, Bung Karno merasa
amat puas, sehingga tidak perlu lagi mencari–cari buku sosiologi
untuk mendapat jawaban atas bagaimana dan mengapa semua ini
terjadi. Di penjara Sukamiskin ini pulalah Bung Karno merasa
menemukan Tuhan.1
Di dalam penjara Sukamiskin Bung Karno menyelami
dirinya dan dunia, kemudian Bung Karno berkesimpulan:2
“Aku memaksakan diriku untuk menyadari bahwa cita–cita yang
besar datangnya pada saat–saat yang sepi, lalu aku mencoba
membuktikan kebenaran dari kata–kata mutiara ‘CITA–CITA YANG
BESAR DAPAT MEMBELAH DINDING PENJARA.’ Ketika
membangkitkan diri secara mental, aku tidak saja menjadi biasa
dengan keadaanku, akan tetapi juga kupergunakan keadaan itu
untuk menyusun rencana–rencana dimasa yang akan datang. Aku
bahkan dapat berkata, bahwa aku berkembang dalam penjara.
Ketetapan hatiku semakin kuat. Ruang penjara adalah sekolahku.”
Setelah beberapa lama di penjara, melalui kode yang
dikirim, Bung Karno mendapat kabar terpecahnya PNI. Bung
Karno merasa sangat merana. Perpecahan ini menyebabkan
persatuan dari potensi–potensi pergerakan menjadi berantakan.
Bung Karno yang merasa dirinya adalah ‘Bapaknya’ PNI, tidak
kuat menahan rasa sedih. Bung Karno malah meratap seperti
‘anak kecil’ menghadapi perpecahan dalam partai yang dia dirikan
itu.3
Dibalik perasaannya yang merana itu, Bung Karno coba
menguasai diri dan berjanji tidak akan menyerah pada keadaan.
Bung Karno berdoa dan berharap agar nanti, pada satu waktu dia
dapat mempersatukan potensi–potensi yang sedang berantakan

1 Ibid, Hal, 158.


2 Ibid. Hal, 155.
3 Ibid. Hal 158.
itu, menjadi satu persatuan yang kokoh dan siap digunakan
untuk perjuangan.
Secara fisik, Bung Karno mendekam di balik terali.
Sementara pikiran beliau mengguncang belahan dunia lain,
menerobos batas Hindia Belanda, Gugatan Bung Karno dalam
“INDONESIA MENGGUGAT” telah beredar kemana-mana, baik
didalam negeri, juga keluar negeri, dan menggerakkan para ahli
hukum untuk mengkomplain Pemerintah Belanda. Pengadilan
Austria mengemukakan bahwa pengadilan Hindia Belanda tidak
pernah dapat membuktikan tuduhannya tentang Soekarno, oleh
karena itu keputusan pengadilan itu, tidak berperikemanusiaan.
Suara dari Austria ini menggema ke Mancanegera dan
resonansinya kembali ke Hindia Belanda. Seorang ahli hukum
orang Belanda di Batavia, membuat sebuah tulisan yang isinya
mempermasalahkan pengadilan Belanda itu. Akibatnya,
pemerintah Belanda mengeluarkan teguran khusus kepadanya,
karena telah dianggap menentang keputusan Ratu Wilhelmina.
(Ratu Belanda waktu itu)
Protes–protes keras yang gencar terus mengalir, sehingga
memaksa pemerintah Hindia Belanda terpaksa memberikan remisi
kepada Bung Karno. Dan boleh jadi protes-protes dari berbagai
kalangan itulah yang memaksa pemerintah kolonial mengurangi
hukuman Bung Karno sebanyak 2 tahun. Dan akhirnya pada
tanggal 31 Desember 1931, Bung Karno dinyatakan bebas dari
hukuman.
Tatkala Bung Karno berjalan melalui pintu gerbang
penjara, ia melihat tertulis catatan di gerbang penjara yang
berbunyi:
“Saya memulai kehidupan baru.”
Direktur Rumah Penjara yang mengiringi Bung Karno
keluar dari rumah penjara Sukamiskin menanyakan bagaimana
pendapat Bung Karno tentang kebenaran kata-kata tersebut.
Menurut jalan perkiraan Direktur Rumah Penjara, Bung Karno
akan memulai hidup baru dengan meninggalkan kegiatannya di
masa lalu, yang menyebabkan dia masuk penjara. Namun
jawaban Bung Karno atas bunyi tulisan yang ditunjuk oleh
direktur Penjara amat berlainan. Bung Karno dengan suara tegas
berkata;4
“Seorang Pemimpin tidak berubah karena hukuman. Saya masuk
penjara untuk memperjuangkan kemerdekaan dan saya
meninggalkan penjara dengan pikiran yang sama.”

4 Ibid. Hal, 159.

Anda mungkin juga menyukai