Anda di halaman 1dari 5

A.

Surat Berharga yang diatur Dalam KUHD


1. Surat Wesel
Menurut Abdulkadir Muhammad, wesel merupakan suatu surat yang memuat kata
wesel, yang diterbitkan tanggal tertentu, dengan mana penerbit memerintahkan tanpa
syarat kepada tersangkut untuk membayar sejumlah uang kepada pemegang atau
penggantinya pada tanggal dan tempat tertentu1. Wesel jenis surat berharga atau surat
tagihan yang merupakan sebuah perintah tertulis tidak bersyarat yang dikirim oleh
penarik atau penandatangan kepada pihak tertarik. Pengaturan wesel terdapat dalam
KUHD buku I Bab 6 pasal 100 sampai dengan 173.
Syarat-syarat formil dari surat wesel sebagaimana diatur dalam Pasal 100 KUHD
adalah : (a) Perumusan surat wesel harus mengandung perkataan “surat wesel” dalam
bahasa yang dipakai. (b) Harus berisi suruhan tak bersyarat untuk membayar sejumlah
uang tertentu. (c) Nama orang harus dibayar (tertarik). (d) Penetapan hari bayar. (e)
Penunjukkan tempat pembayaran. (f) Nama orang kepada siapa wesel harus dibayar
(penerima) atau ditunjuk. (g) Tempat dan tanggal penarikan. (h) Tandatangan yang
menarik (penarik).
Dari persyaratan tersebut terlihat bahwa terdapat beberapa pihak yang nantinya
terlibat atas diterbitkannya atau dikeluarkannya wesel yaitu: (a) Penerbit (trekker),
orang yang membuat/menerbitkan/mengeluarkan Surat Wesel. (b) Tersangkut
(betrokkene), orang yang mendapat perintah dari Penerbit untuk membayar sejumlah
uang pada hari bayar kepada Penerima. (c) Penerima (nemer), orang yang ditunjuk
oleh Penerbit untuk menerima sejumlah uang sebagai disebut dalam Surat Wesel pada
hari bayar. Latar belakang penerbitan wesel bisa merupakan persetujuan jual beli,
pinjam uang, ganti kerugian dan lain sebagainya. Dalam Pasal 108 KUHD ditegaskan
dua kewajiban dari penarik yaitu : (a) Kewajiban menanggung bahwa wesel akan
disetujui (diakseptir) oleh tertarik, kewajiban menanggung bahwa wesel itu setelah
diakseptir akan dibayar oleh tertarik. (b) Kewajiban penyediaan dana oleh penarik
pada tertarik pada waktu wesel ditagih oleh penarik.

2. Surat Cek

1
Abdulkadir Muhammad, Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga (Bandung:Citra Aditya Bakti:2003),
hal. 35.
Cek adalah warkat yang berisi perintah tidak bersyarat kepada bank yang
memelihara rekening nasabah untuk membayarkan suatu jumlah uang tertentu kepada
orang tertentu atau yang ditunjuk olehnya atau pembawanya.2 Dengan kata lain, cek
merupakan perintah tertulis dari nasabah pada bank untuk menarik dananya dalam
jumlah tertentu atas namanya atau yang ditunjuk. Pengaturan Surat Cek terdapat
dalam KUHD pasal 178 sampai dengan Pasal 229.
Syarat formil surat cek ini adalah mutlak dan ditentukan dalm Pasal 178 KUHD
yang memuat: (a) Perumusan surat cek harus mengandung perkataan “cek” dalam
bahasa yang dipakai. (b) Harus berisi suruhan tak bersyarat untuk membayar sejumlah
uang tertentu. (c) Nama orang yang harus membayar (tertarik) selalu nama bank. (d)
Penunjukkan tempat pembayaran harus dilakukan. (e) Penyebutan tempat dan tanggal
cek diterbitkan. (f) Tandatangan penarikan cek.
Tujuan dari suatu cek adalah sebagai alat pembayaran uang. Ada beberapa sifat
dari cek yang sama dengan sifat-sifat wesel, sifat tersebut antara lain : (a) Sifat alat
pembayaran. (b) Sifat surat perintah/suruhan untuk membayar. (c) Sifat latar belakang
(adanya perjanjian pokok). Berdasarkan Pasal 180 KUHD, cek itu harus diterbitkan
pada seorang bankir yang mempunyai dana untuk dipergunakan oleh penerbit. Jadi
syarat untuk menjadi tertarik (tersangkut) dari sepucuk cek ialah harus: (a) Seorang
bankir. (b) Mempunyai dana untuk dipergunakan oleh penerbit.

3. Surat Sanggup
Surat sanggup adalah surat yang berisi kesanggupan seorang debitor untuk
membayar sejumlah uang tertentu pada tanggal dan tempat tertentu tanpa syarat
kepada seorang kreditor atau penggantinya. Pengaturan Surat sanggup terdapat dalam
KUHD pasal 174 sampai dengan Pasal 177. Perbedaan pokok antara wesel atau cek
dan surat sanggup ialah tulisan dalam surat sanggup mengandung suatu kesanggupan
akan membayar sedang dalam wesel/cek tulisan di dalamnya mengandung perintah
untuk membayar3
Secara mutlak Pasal 174 dan 175 KUHD menentukan isi surat sanggup sebagai
berikut : (a) Klausul “kepada pengganti” (order) atau istilah “surat sanggup” atau
“promes kepada pengganti” yang harus ditulis di dalam naskah surat tersebut. (b)
Kesanggupan tanpa syarat untuk membayar sejumlah uang tertentu. (c) Penetapan
2
Wirdjanarto, Hukum dan ketentuan Perbankan di Indonesia (Jakarta:Pustaka Utama Grafiti:1993), hal.174
3
Doni Armedi, “Surat-Surat Berharga Di Dalam KUHD dan Di Luar KUHD Serta MAnfaatnya Terhadap
Pembayaran”, Lex Privatum, Vol.VI, No.5, Juli 2018. Hal.168.
hari bayar. (d) Penetapan tempat pembayaran. (e) Nama orang atau penggantinya
kepada siapa pembayaran harus dilakukan. (f) Tanggal dan tempat surat sanggup itu
ditandatangani. (g) tanda tangan orang yang menerbitkan surat sanggup itu.

4. Surat Angkut
Dalam Pasal 90 disebutkan bahwa surat angkut adalah merupakan persetujuan
antara pengirim atau ekspeditur dengan pengangkut atau juragan kapal, yang di
dalamnya memuat kecuali apa yang menjadi persetujuan antara pihak-pihak, juga
memuat jangka waktu kapan selesainya pengiriman, serta mengenai penggantian
kerugian jika terjadi kelambatan yang juga harus memuat nama, berat, ukuran,
jumlah, dan merek dagang yang diangkut, nama penerima, nama dan alamat
pengangkut atau juragan kapal, jumlah biaya angkut, hari dan tanggal serta tanda
tangan dari kaspeditur. Surat berharga ini adalah diatur dalam Bab Ekspedisi dalam
KUHD, ialah Pasal 86 sampai dengan 90.

5. Kwitansi
Kwintasi ini diatur dalam KUHD Pasal 229 e sampai dengan Pasal 229 k. jika
dilihat dari bunyi Pasal 229 f KUHD, kwitansi dapat diartikan sebagai surat perintah
dari si penerbit kepada pemegang dalam waktu selambat-lambatnya 20 hari, jadi
merupakan surat berharga jangka pendek. Tetapi jika dihubungkan dengan bentuk
yang pada saat ini lazim beredar, maka fungsi kwintasi menjadi tanda pelunasan
hutang atau pembayaran. Kwitansi merupakan suatu surat atau dokumen yang sering
digunakan sebagai tanda bukti bahwa telah terjadinya transaksi penerimaan sejumlah
uang dari pemberi uang kepada penerima uang, yang dilengkapi dengan beberapa
rincian seperti tujuan dari pembayaran atas transaksi, tempat dan tanggal dimana
terjadinya transaksi tersebut.

6. Polis Asuransi
Polis adalah sebuah akta yang sengaja dibuat untuk tanda bukti adanya perjanjian
asuransi antara penanggung dengan tertanggung. Pasal 255 KUHD berbunyi: Suatu
pertanggungan harus dibuat secara tertulis dalam suatu akta yang dinamakan polis.
Polis pada hakikatnya merupakan tanda bukti adanya perjanjian pertanggungan. polis
asuransi ini di dalamnya atau isinya harus menyebutkan: (a) Tanggal diadakannya
asuransi. (b) Nama terasuransi. (c) Barang diasuransikan. (d) Jumlah asuransi. (e)
Bahaya yang ditanggung pengansurans. (f) Saat kapan dan mulai dan berakhirnya
asuransi. (g) Premi. (h) Hak-hak khusus yang perlu diketahui pengansuransi, yang
harus ditandatangani pengansuransi.

7. Saham
Surat berharga ini adalah sebagai bukti pemilikan usaha suatu perusahaan dimana
pemegangnya hanya bertanggungjawab atau punya hak sampai dengan jumlah yang
tercantum dalam sahamnya. Saham dapat didefinisikan tanda penyertaan modal atau
kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perseroan terbatas.
Semakin banyak saham yang dimiliki seseorang di suatu perusahaan, berarti jumlah
uang yang diberikan ke perusahaan itu juga semakin besar, demikian juga penguasaan
orang tersebut dalam perusahaan itu semakin tinggi.4 Pengaturan saham dalam KUHD
disinggung dalam Pasal 40.

Daftar Pustaka

4
Cindawati, Cara Praktis Mengenal Hukum Surat Berharga (Palembang:Putra Penuntun:2014), hal.23
Armedi, D. (Juli 2018 ). Surat-Surat Berharga di Dalam KUHD dan Di Luar KUHD Serta Manfaatnya
Terhadap Pembayaran. Lex Privatum Vol.VI No.5 , 162-172.

Cindawati. (2014). Cara Praktis Mengenal Hukum Surat Berharga. Palembang: Putra Penuntun.

Muhammad, A. (2003). Hukum Dagang tentang Surat-Surat Berharga. Bandung : Citra Aditya Bakti.

Wirdjanarto. (1993). Hukum dan Ketentuan Perbankan di Indonesia . Jakarta: Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai