Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEDUA

PENGANTAR PENDIDIKAN
DOSEN PRAKTISI: H. MASBAN, S.Pd. , M.Pd

DISUSUN OLEH:

YUSFAL HADI (E1B02310134)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PANCASILA DAN


KEWARGANEGARAAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MATARAM
2023
A. Jalur Pendidikan
Jalur pendidikan terdiri atas 3 jalur, yaitu:
1. Pendidikan formal, jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas
pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.
Ciri-ciri Pendidikan Formal :
a. Tempat berlangsungnya kegiatan proses pembelajaran di gedung sekolah.
b. Untuk menjadi peserta didik ada persyaratan khusus yang harus dipenuhi misalnya usia.
c. Memiliki jenjang pendidikan secara jelas.
d. Kurikulumnya disusun secara jelas untuk setiap jenjang dan jenisnya.
e. Materi pembelajaran bersifat akademis.
f. Pelaksanaan proses pendidikan relatif memakan waktu yang cukup lama.
g. Ada ujian formal yang disertai dengan pemberian ijazah.
h. Penyelenggaraan pendidikan adalah pemerintah/swasta.
i. Tenaga pengajar harus memiliki klasifikasi tertentu sebagaimana yang ditetapkan dan
diangkat untuk tugas tersebut.
j. Diselenggarakan dengan menggunakan administrasi yang relatif seragam.

2. Nonformal, jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan


secara terstruktur dan berjenjang.
Ciri-ciri Pendidikan Nonformal :
a. Penyelenggaraan kegiatan proses pembelajaran dapat dilakukan diluar gedung sekolah.
b. Adakalanya usia menjadi persyaratan ,tetapi tidak merupakan suatu keharusan.
c. Pada umumnya tidak memiliki jenjang yang jelas.
d. Adanya program tertentu yang khusus hendak ditangani.
e. Bersifat praktis dan khusus.
f. Pendidikannya relatif berlangsung secara singkat,
g. Kadang-kadang ada ujian dan biasanya peserta mendapatkan sertifikat.
h. Dapat dilakukan oleh pemerintah maupun swasta.
3. Informal, jalur pendidikan keluarga dan lingkungan.
Ciri-ciri Pendidikan Informal :
a. Dapat dilakukan dimana saja dan tidak terikat oleh hal-hal yang formal.
b. Tidak ada persyaratan apapun.
c. Tidak ada program yang direncanakan secara formal.
d. Berlangsung sepanjang hayat.
e. Tidak ada ujian.
f. Tidak ada lembaga tertentu penyelenggaranya.

B. Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik. Tujuan yang akan dicapai dan kemampuan yang akan
dikembangkan. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah dan pendidikan tinggi (UD No.20 Tahun 2003 Pasal 14). Adapun jenjang
pendidikan dasar yang melandasi jenjang pendidikan menengah di atur dalam pasal 17 ayat 1,
jenjang pendidikan menengah diatur dalam pasal 18 ayat 1,2,3,4 ,dan jenjang pendidikan
tinggi diatur dalam pasal 19,20,21,22,23,24,dan 25.
C. Jenis Pendidikan
Jenis pendidikan mencakup:
1) Pendidikan umum,
2) kejuruan,
3) akademik,
4) profesi,
5) vokasi,
6) keagamaan, dan
7) khusus.

D. Persamaan antara Pendidikan Formal, Informal, dan Nonformal


1. Sama-sama menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan
menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi.
2. Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia dilaksanakan melalui muatan
dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan, kepribadian, ilmu pengetahuan dan
teknologi, estetika, jasmani, olahraga dan kesehatan.
3. Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian dilaksanakan melalui
muatan dan atau kegiatan agama, akhlak mulia, kewarganegaraan, bahasa, seni dan
budaya dan pendidikan jasmani.
4. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan muatan lokal yang relevan.
5. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui
muatan dan atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi informasi dan
komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
6. Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan bahasa, matematika, ilmu pengetahuan alam, ilmu
pengetahuan sosial, keterampilan/kejuruan dan/atau teknologi informasi dan
komunikasi serta muatan lokal yang relevan.
7. Kelompok mata pelajaran estetika dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan
bahasa, seni dan budaya, keterampilan, dan muatan lokal yang relevan.
8. Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga dan kesehatan dilaksanakan melalui
muatan dan/atau kegiatan pendidikan jasmani , olah raga, pendidikan kesehatan, ilmu
pengetahuan alam dan muatan lokal yang relevan.
9. Standar kompetensi lulusan pendidikan dasar dan menengah dan
pendidikan nonformal dikembangkan oleh BNSP dan ditetapkan dengan Peraturan
Menteri.
10. Setiap satuan pendidikan formal dan nonformal menyediakan sarana dan prasarana
yang memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan
potensi fisik, kecerdasan intelektual, sosial, emosional dan kejiwaan peserta didik.
11. Pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh
departemen atau lembaga pemerintah nondepartemen. Pendidikan kedinasan
diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal.
12. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan
formal, nonformal dan informal.
13. Jalur, jenjang dan jenis pendidikan dapat dilakukan oleh pemerintah, pemerintah
daerah dan/atau masyarakat.
14. Setiap peserta didik pada setiap satuan pendidikan berhak pindah ke program
pendidikan pada jalur dan satuan pendidikan lain yang setara.
15. Standar Kompetensi Lulusan mengacu pada Permendikans No. 23 Tahun 2006 tanggal
23 Mei 2006.
16. Rasio pendidik terhadap peserta didik ditetapkan oleh peraturan menteri berdasarkan
usulan BNSP
17. Setiap satuan pendidikan formal, nonformal dan informal wajib melakukan
penjaminan mutu pendidikan.

E. Perbedaan Pendidikan Formal, Informal dan Nonformal

Berdasarkan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Tahun 1989, pendidikan


dilaksanakan dalam bentuk bimbingan, pengajaran, dan latihan. Banyak orang tua yang
mengupayakan pendidikan bagi buah hatinya dengan jalur pendidikan yang berbeda.

Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi
diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.

Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan bahwa jalur pendidikan terdiri
dari pendidikan formal, non-formal dan informal.
Pendidikan Formal

Pendidikan ini merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada


umumnya. Menurut Pasal 1 ayat 6 Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang
Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi. Jalur pendidikan ini adalah yang paling umum dan sering ditempuh di
Indonesia, mengingat sifatnya yang formal dan lulusannya diakui secara nasional baik
internasional. Tujuan pendidikan secara umum yaitu untuk membentuk manusia yang
memiliki kedewasaan jasmani dan rohani. Adapun beberapa karakteristik dari pendidikan
formal adalah sebagai berikut:

a. Memiliki kurikulum yang jelas.


b. Memberlakukan syarat tertentu bagi peserta didik.
c. Materi pembelajaran yang digunakan bersifat akademis.
d. Proses pendidikannya cukup lama.
e. Tenaga pengajar harus memenuhi klasifikasi tertentu.
f. Penyelenggaraan pendidikan berasal dari pihak pemerintah maupun swasta.
g. Peserta didik mengikuti ujian formal.
h. Adanya pemberlakukan administrasi yang seragam.
i. Kredensials (Ijazah, dan sebagainya) memegang peranan penting terutama bagi
penerimaan siswa pada tingkatan pendidikan yang lebih tinggi.

Pendidikan Non-Formal

Pendidikan non-formal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat
dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang untuk memenuhi kebutuhan pendidikan
peserta didik tertentu untuk mendapatkan informasi, pengetahuan, latihan, dan bimbingan
sehingga mampu bermanfaat bagi keluarga, masyarakat, dan negara. Pendidikan non-
formal paling banyak terdapat pada usia dini, misalnya saja Taman Pendidikan Al Quran
yang banyak terdapat di Masjid. Selain itu, ada juga berbagai kursus, di antaranya kursus
musik, bimbingan belajar, dan sebagainya.

Philip H.Coombs berpendapat bahwa pendidikan non-formal adalah setiap kegiatan


pendidikan yang terorganisir yang diselenggarakan di luar sistem formal, baik tersendiri
maupun merupakan bagian dari suatu kegiatan yang luas, yang dimaksudkan untuk
memberikan layanan kepada sasaran didik tertentu dalam mencapai tujuan-tujuan belajar.
Ditinjau dari faktor tujuan belajar/pendidikan, pendidikan non formal bertanggung jawab
menggapai dan memenuhi tujuan-tujuan yang sangat luas jenis, level, maupun
cakupannya.

Adapun beberapa karakteristik pendidikan non-formal antara lain sebagai berikut:

a. Bertujuan untuk memperoleh keterampilan yang segera akan dipergunakan.


Pendidikan non formal menekankan pada belajar yang fungsional yang sesuai dengan
kebutuhan dalam kehidupan peserta didik.
b. Berpusat pada peserta didik. Dalam pendidikan non formal dan belajar mandiri,
peserta didik adalah pengambilan inisiatif dan mengontrol kegiatan belajarnya.
c. Waktu penyelenggaraannya relatif singkat, dan pada umumnya tidak
berkesinambungan.
d. Menggunakan kurikulum kafetaria. Kurikulum bersifat fleksibel, dapat
dimusyawarahkan secara terbuka, dan banyak ditentukan oleh peserta didik.
e. Menggunakan metode pembelajaran yang partisipatif, dengan penekanan pada belajar
mandiri.
f. Hubungan pendidik dengan peserta didik bersifat mendatar. Pendidik adalah
fasilitator bukan menggurui. Hubungan di antara kedua pihak bersifat informal dan
akrab, peserta didik memandang fasilitator sebagai narasumber dan bukan sebagai
instruktur.
g. Mengingat sumber-sumber untuk pendidikan sangat langka, maka diusahakan
sumber-sumber lokal digunakan seoptimal mungkin.
h. Kredensials umumnya kurang memegang peranan penting, terutama bagi penerimaan
siswa.

Pendidikan Informal

Jalur pendidikan ketiga yakni pendidikan informal, jalur pendidikan keluarga dan
lingkungan berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggung jawab. Pendidikan ini bisa kita temui lewat sekolah rumah (homeschooling)
atau juga Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM).

Terdapat beberapa alasan pemerintah mengagas pendidikan informal, yakni sebagai


berikut:

 Pendidikan dimulai dari keluarga.


 Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasional
dimulai dari keluarga.
 Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
Anak harus dididik dari lahir.

Adapun beberapa karakteristik pendidikan informal antara lain sebagai berikut:

 Dapat diselenggarakan di mana saja khususnya pada lingkungan keluarga.


 Tidak terdapat persyaratan khusus yang harus dilengkapi.
 Peserta didik tidak perlu mengikuti ujian tertentu.
 Proses pendidikan dilakukan oleh keluarga dan lingkungan.
 Tidak terdapat kurikulum tertentu yang harus dijalankan.
 Tidak terdapat jenjang dalam proses pendidikannya.
 Proses pendidikan dilakukan secara terus menerus tanpa mengenal ruang dan
waktu.
 Tidak terdapat manajemen yang jelas dalam proses pembelajaran.

Pendidikan formal dan informal memang berbeda. Salah satunya, pendidikan formal
mengenal ujian nasional (UN), sedangkan peserta didik pendidikan informal mengikuti
Ujian Nasional Pendidikan Kesetaraan (UNPK).
Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan formal dan nonformal setelah
peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar nasional pendidikan.

A. Arah Pengembangan Pendidikan Indonesia

Suatu diskursif menarik ketika bangsa Indonesia dihadapkan pada realitas gelombang
globalisasi di dalam dunia yang terbuka, dan transparansi di segala bidang/sektor produktif,
maka orang mulai bertanya dan mengkomparasikan kualitas kehidupan bangsa Indonesia
dengan bangsa-bangsa lain.

Tujuannya sebagai reflektif-autokritik perbaikan di segala bidang, salah satunya di bidang


pendidikan. Ada yang menjadikan konsep barat sebagai dasar ukuran komparasinya. Negara
Finlandia, misalnya, ketika wacana neoliberalisme pendidikan masuk ke Finlandia pada tahun
1990-an, Finlandia justru menunjukkan sikap resistensi dengan tidak mengikuti model
reformasi dalam GERM (Global Educational Reform Movement). Artinya, Finlandia
menunjukkan sikap mempertahankan paradigma pendidikan yang dianutnya.

Kemajuan dan perkembangan pendidikan menjadi faktor keberhasilan suatu bangsa.


Bangsa Indonesia sebagai bangsa yang dalam posisinya masih dikatakan sebagai negara
berkembang telah berupaya meningkatkan taraf kehidupan agar menjadi negara maju
terutama di bidang pendidikan. Upaya tersebut dirumuskan oleh pemerintah Indonesia
melalui peta jalan Indonesia emas tahun 2045.
Salah satu arah pembangunan pendidikan dan kebudayaan yaitu tahun 2030, memastikan
bahwa semua peserta didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan
untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui pendidikan untuk
pembangunan berkelanjutan, sikap dan perilaku, hak asasi manusia, kesetaraan gender,
promosi budaya damai dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi
keanekaragaman budaya dan kontribusi budaya untuk membangun pembangunan
berkelanjutan dan meningkatkan fasilitas pendidikan bagi anak, penyandang cacat dan
sensitif gender dan memberikan aman, tanpa kekerasan, inklusif dan lingkungan belajar yang
efektif bagi semua.

Secara eksplisit pada pedoman tidak banyak menjelaskan tentang pendidikan karakter.
Namun dirumuskan dalam tujuan pendidikan nasional UU RI Nomor 20 tahun 2003, pasal 3:
“pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman
kepada Tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.
Kemajuan dan perkembangan pendidikan tidaklah cukup dilihat dan dipahami dalam konteks
kekinian. Secara historis perkembangan pendidikan dapat dilihat sejak masa kemerdekaan.
Hal tersebut dapat disimak kajian Fitri Wahyuni (2015), yang diberi judul “Kurikulum dari
masa ke masa: Telaah atas pentahapan kurikulum pendidikan di Indonesia”. Dalam
kajiannya, Wahyuni menelaah perjalanan sejarah pendidikan sejak tahun 1945, kurikulum
pendidikan nasional telah mengalami perubahan, yaitu pada tahun 1947, 1952, 1964, 1968,
1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006. Perubahan tersebut merupakan konsekuensi logis dari
terjadinya perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi, dan iptek dalam masyarakat
berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini negara memiliki peranan strategis dalam
merumuskan paradigma dan sistem pendidikan. Apabila diurai permasalahan pendidikan
Indonesia tidak hanya masalah penataan kurikulum, pencapaian arah pendidikan Indonesia
dan berbagai persoalan lainnya. Out put pendidikan harus memiliki moralitas tinggi,
integritas, kepekaan sosial, menjunjung harkat dan martabat negara, dan ikut menentukan
arah peradaban manusia.
Sehubungan dengan itu, perkembangan pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peran
tokoh yang memberikan gagasannya terhadap pendidikan. Tokoh yang memberikan gagasan
besar untuk kemajuan pendidikan di Indonesia dan disebut sebagai Bapak Pendidikan
Nasional yaitu Ki Hadjar Dewantara, Ia adalah tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia,
pelopor Indistje Partij (partai nasional), dan penggagas paradigma pendidikan. Perjuangan Ki
Hadjar Dewantara diimplementasikan di bidang pendidikan sebagai alat untuk meraih
kemerdekaan. Ia berusaha menyadarkan masyarakat Indonesia akan pentingnya persatuan dan
mencintai tanah air. Ki Hadjar Dewantara berusaha mengembalikan hak-hak kaum terjajah
atau pribumi dalam bidang pendidikan. Konsep pendidikan yang dianut memerlukan
perhatian menyeluruh yang menjadi syarat bagi pengembangan diri demi pengembangan
akhlak, jiwa dan raga anak. Perhatian inilah yang disebut “sistem among”.
Melalui tulisan ini penulis sadar bahwa dunia pendidikan telah mengalami dekadensi
pendidikan karakter. Berbagai kasus yang melibatkan antara siswa dan guru muncul ke
permukaan dalam konteks kekinian. Terangkum dalam catatan surat kabar Tribun News,
salah satu kasus terjadi bulan Februari 2018 di Sampang, Madura. Seorang siswa tidak terima
ditegur dan diberi sanksi dengan mencoret pipi murid dengan cat warna oleh gurunya karena
tidak menyimak pelajaran yang disampaikan guru dan pura-pura mendengarkan justru
mengganggu teman-temannya dengan mencoret lukisan mereka. Siswa inisial HI tersebut tak
terima lantas melemparkan bogem mentah pada gurunya. Awalnya tidak terjadi apa-apa
sampai kemudian sang guru mengeluh sakit hingga dilarikan ke rumah sakit, namun naas
sang guru meninggal dunia. Lain lagi video amatir yang diunggah akun instagram
@fakta.indo pada Sabtu 2 maret 2019, menampilkan seorang guru tengah menonton film
porno di dalam kelas. Aksi guru tersebut menimbulkan keriuhan siswa-siswanya kemudian
menjadi viral di media sosial.
Berangkat dari kasus-kasus tersebut, predikat Indonesia mengalami dekadensi pendidikan
karakter merupakan suatu pembenaran. Pendidikan telah jauh dari nilai-nilai dasar
filosofisnya. Guru yang seharusnya digugu, kini menjadi sosok yang tidak dihormati oleh
muridnya. Kemudian mengabaikan sikap moralitas, menghormati dan etika, teralineasi dari
fitrahnya. Bahkan lebih parah lagi, guru yang seharusnya menjadi panutan bagi muridnya,
kini telah menjadi sosok yang tidak patut ditiru. Hal ini telah jauh dari makna filosofi
pendidikan ala Ki Hadjar Dewantara (Ing Ngarsa Sung Tuladha, ing madya mangun karsa,
Tut Wuri Handayani). Bersamaan dengan hal itu, mengintegrasikan paradigma pendidikan
karakter ala K.H Dewantara ke dalam kehidupan bangsa yang modern dan beradab adalah
suatu keniscayaan. Sehingga penulis berusaha memaparkan kembali konsep dan paradigma
pendidikan K.H Dewantara kemudian menginherenkan dengan pendidikan dalam konteks
kekinian.
Pendidikan Karakter K.H Dewantara Menuju Generasi Emas 2045
Berangkat dari keyakinan akan nilai-nilai tradisional Ki Hadjar Dewantara agar diterapkan
dalam pendidikan karakter Indonesia emas 2045. Ada 3 peran guru dalam memajukan mutu
pendidikan Indonesia, yakni: (1) berperan sebagai fasilitator dan motivator dalam
menyampaikan ilmu pengetahuan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa; (2) sebagai
penggerak dan mempraktikan nilai-nilai pendidikan karakter K.H Dewantara; (3) sebagai
penuntun dan inovator dalam mewujudkan peserta didik yang diharapkan pada masa
Indonesia emas 2045.
Salah satu visi Indonesia emas 2045 yaitu: tahun 2030, memastikan bahwa semua peserta
didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk mempromosikan
pembangunan berkelanjutan, salah satunya melalui pendidikan untuk pembangunan
berkelanjutan, sikap dan perilaku, hak asasi manusia, kesetaraan gender, promosi budaya
damai dan non-kekerasan, kewarganegaraan global dan apresiasi keanekaragaman budaya
dan kontribusi budaya untuk membangun pembangunan berkelanjutan dan meningkatkan
fasilitas pendidikan bagi anak, penyandang cacat dan sensitif gender dan memberikan aman,
tanpa kekerasan, inklusif dan lingkungan belajar yang efektif bagi semua. Hal ini sesuai
dengan konsep mendidik menurut Ki. Hajar Dewantara dalam arti yang sesungguhnya
adalah proses memanusiakan manusia, yakni pengangkatan manusia ke taraf insani.
Mendidik harus lebih memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (otonomi berpikir dan
mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik). Kesamarataan menjadi tujuan
utama perjuangan Ki Hadjar Dewantara, rakyat dengan kemampuan ekonomi rendah
diperjuangkan agar dapat mengeyam pendidikan. Prinsip kemerdekaan bagi peserta didik
bertujuan agar tercapainya insan yang merdeka dalam mengeksplorasi berbagai macam ilmu
pengetahuan. Hal inilah yang dikenal dengan sistem Among. Among berarti asuhan dan
pemeliharaan dengan suka duka dengan memberi kebebasan anak asuhan bergerak menurut
kemauannya.

Tiga semboyan Ki Hadjar Dewantara dapat dijadikan sebagai pedoman guru guna
menyongsong Indonesia Emas 2045. Tiga semboyan itu, yakni : Pertama, Ing Ngarsa Sung
Tuladha, artinya seorang guru adalah pendidik yang harus memberi teladan. Ia pantas digugu
dan ditiru dalam perkataan dan perbuatannya. Kedua, Ing Madya Mangun Karsa, artinya
seorang guru adalah pendidik yang selalu berada di tengah-tengah para muridnya dan terus-
menerus membangun semangat dan ide-ide mereka untuk berkarya. Ketiga, Tut Wuri
Handayani, artinya seorang guru adalah pendidik yang terus-menerus menuntun, menopang
dan menunjuk arah yang benar bagi hidup dan karya anak-anak didiknya. Tiga semboyan
tersebut inheren dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen
pada pasal 10 ayat 1 menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi Kompetensi Pedagogik,
Kompetensi Kepribadian, Kompetensi Sosial, dan Kompetensi Profesional”. Dengan
demikian, mengintegrasikan nilai-nilai pendidikan Ki Hadjar Dewantara guna menyongsong
Indonesia Emas merupakan suatu hal yang tidak terelakkan.

KESIMPULAN
Pendidikan adalah suatu proses yang lebih luas daripada proses yang berlangsung di
dalam sekolah saja. Pendidikan adalah suatu aktivitas sosial yang memungkinkan masyarakat
tetap ada dan berkembang. Di dalam Masyarakat yang kompleks, fungsi pendidikan ini
mengalami spesialisasi dan melembaga dengan pendidikan formal yang senantiasa tetap
berhubungan dengan proses pendidikan informal di luar sekolah.
Pendidikan yang berkualitas ditandai dengan adanya system Pendidikan yang baik
dimana tenaga pendidik yang bertugas merupakan tenaga professional.Dalam Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen dijelaskan guru adalah pendidik
professional dengan tugas utama untuk
mendidik,mengaja,membimbing,mengarahkan,melatih,menilai,dan mengevaluasi peserta
didik.
DAFTAR PUSTAKA

Putra, Andika Kelana. 2015. Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform
Movement. Jurnal HI: Universitas Airlangga.
kemendikbud. 2017. Peta Jalan Generasi Emas 2045.

Muhammad Tauchid. 1963. Perjuangan Hidup Ki Hadjar Dewantara, Yogyakarta: MLPTS.


Putra, Andika Kelana. 2015. Resistensi Finlandia terhadap Global Educational Reform
Movement. Jurnal HI: Universitas Airlangga.
https://blog.unnes.ac.id/yoseph/2015/11/16/sistem-pendidikan-nasional/
https://imadiklus.or.id/persamaan-antara-pendidikan-formal-informal-dan-nonformal/
https://zonaliterasi.id/ini-perbedaan-pendidikan-formal-non-formal-dan-informal/

Anda mungkin juga menyukai