Anda di halaman 1dari 97

UJIAN TENGAH SEMESTER

MATA KULIAH
SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN MUTU
PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL

DOSEN PEMBINA
DR. DENI DARMAWAN, M.SI

Oleh

LELI PURNAMAWATI
NIS: 4103810414130

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
PROGRAM PASCASARJANA MANAJEMEN PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

UJIAN TENGAH SEMESTER


MATA KULIAH SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN MUTU
PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL
DOSEN PEMBINA : DR. DENI DARMAWAN, M.SI

SOAL:
1. Buatlah rumusan indikator mutu dan analisisnya dari pendidikan formal,
nonformal dan informal menurut pendapat masing-masing (boleh sama tapi
analisis harus berbeda), dengan menggunakan ilmu SIM! (bobot 30).

Pendidikan pada hakekatnya adalah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, ahklak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya masyarakat, bangsa dan negara.
Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan
UUD 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia,
dan tanggap terhadap perubahan zaman. Fungsi dan tujuan pendidikan nasional
tercantum dalam UU No. 20 tahun 2003 bab II pasal 3.
Jalur pendidikan adalah wahana yang dilalui peserta didik untuk
mengembangkan potensi diri dalam suatu proses pendidikan yang sesuai dengan
tujuan pendidikan. Dalam UU No. 20 tahun 2003 Pasal 13 ayat 1 dinyatakan
bahwa jalur pendidikan terdiri dari pendidikan formal, non-formal dan informal.

a. Pendidikan formal
Pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di
sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang
pendidikan yang jelas, mulai dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai
pendidikan tinggi.
b. Pendidikan nonformal
1) Pengertian
Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal
yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang. Pendidikan nonformal
paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah TPA, atau
Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di Masjid dan Sekolah
Minggu, yang terdapat di semua Gereja. Selain itu, ada juga berbagai
kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.

2) Sasaran
Pendidikan nonformal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang
memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah,
dan/atau pelengkap pendidikan formal dalam rangka mendukung pendidikan
sepanjang hayat.

3) Fungsi
Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik
dengan penekanan pada penguasaan pengetahuan dan keterampilan fungsional
serta pengembangan sikap dan kepribadian profesional.

4) Jenis
Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan
anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan,
pendidikan keaksaraan, pendidikan keterampilan dan pelatihan kerja.
Pendidikan kesetaraan meliputi Paket A, Paket B dan Paket C, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik
seperti: Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM), lembaga kursus, lembaga
pelatihan, kelompok belajar, majelis taklim, sanggar, dan lain sebagainya, serta
pendidikan lain yang ditujukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.

c. Pendidikan informal
Pendidikan informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
berbentuk kegiatan belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan
bertanggung jawab. Hasil pendidikan informal diakui sama dengan pendidikan
formal dan nonformal setelah peserta didik lulus ujian sesuai dengan standar
nasional pendidikan.
Alasan pemerintah mengagas pendidikan informal adalah:
 Pendidikan dimulai dari keluarga
 Informal diundangkan juga karena untuk mencapai tujuan pendidikan nasonal
dimulai dari keluarga
 Homeschooling: pendidikan formal tapi dilaksanakan secara informal.
 Anak harus dididik dari lahir

Pendidikan formal Pendidikan non-formal Pendidikan informal


- Tempat pembelajaran di - Tempat - Tempat pembelajaran
gedung sekolah. pembelajarannya bisa di bisa di mana saja.
- Ada persyaratan khusus luar gedung - Tidak ada persyaratan
untuk menjadi peserta - Kadang tidak ada - Tidak berjenjang
didik. persyaratan khusus. - Tidak ada program
- Kurikulumnya jelas. - Umumnya tidak yang direncanakan
- Materi pembelajaran memiliki jenjang yang secara formal
bersifat akademis. jelas. - Tidak ada materi
- Proses pendidikannya - Adanya program tertentu tertentu yang harus
memakan waktu yang yang khusus hendak tersaji secara formal.
lama ditangani. - Tidak ada ujian.
- Ada ujian formal - Bersifat praktis dan - Tidak ada lembaga
- Penyelenggara khusus. sebagai penyelenggara.
pendidikan adalah - Pendidikannya
pemerintah atau swasta. berlangsung singkat
- Tenaga pengajar - Terkadang ada ujian
memiliki klasifikasi - Dapat dilakukan oleh
tertentu. pemerintah atau swasta
- Diselenggarakan dengan
administrasi yang seragam

Jalur pendidikan di Indonesia meliputi jalur pendidikan formal, nonformal


dan informal. Ketiganya memiliki perbedaan yang saling mengisi dan
melengkapi. Seperti sudah dijelaskan bahwa jalur pendidikan adalah wahana yang
dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu proses
pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Karenanya pemerintah
mengundangkan jalur pendidikan.
Pemerintah mengagas jalur pendidikan ini dikarenakan sistem pendidikan
nasional adalah keseluruhan komponen pendidikan yang saling terkait secara
terpadu untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dimana yang menjadi peserta
didik adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran yang tersedia pada jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan tertentu, tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang
mengabdikan diri dan diangkat untuk menunjang penyelenggaraan pendidikan dan
pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dosen,
konselor, pamong belajar, widyaiswara, tutor, instruktur, fasilitator, dan sebutan
lain yang sesuai dengan kekhususannya, serta berpartisipasi dalam
menyelenggarakan pendidikan.
Indikator mutu dari perspektif service provider adalah sekolah sebagai
lembaga pendidikan harus memenuhi indikator produk yang bermutu dilihat dari
output lembaga pendidikan tersebut. Indikator itu adalah :
a) Sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan atau conformance to specification
b) Sesuai dengan penggunaan atau tujuan atau fitness for purpose or use
c) Produk tanpa cacat atau zero defect
d) Sekali benar dan seterusnya atau right first, every time
Dalam konteks pendidikan nasional maka keempat indikator mutu tersebut
diatur dalam Standar Nasional Pendidikan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No
19 Tahun 2005, yaitu: Standar Isi, Standar Kompetensi Lulusan, Standar Proses,
Standar Pembiayaan, Standar Pengelolaan, Standar Pendidik Tenaga
Kependidikan, Standar Sarana Prasarana, Standar Penilaian Pendidikan.
Indikator mutu dari perspektif costumer adalah:
a) Kepuasan pelanggan atau costumer statisfaction. Bila produk dan jasa dapat
melebihi harapan pelanggan atau exceeding costumer expectation;
b) Setia kepada pelanggan atau delighting the costumer
Sesuai dengan konsep bahwa pendidikan adalah layanan jasa, maka
indikator kepuasan pengguna dapat terlihat dari :Tangibles (Penampilan),
Reliability (respons), Responsiveness (handal), Assurances (keyakinan), Empathy
(empati).
Dewasa ini dunia Pendidikan, banyak dituntut oleh pelanggan internal
maupun eksternal untuk meningkatkan mutu. Dengan adanya tuntutan tersebut,
mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis
karakteristik kualitas produk. Kedelapan dimensi, diantaranya:
a) Kinerja (Performance), yaitu: berkaitan dengan aspek fungsional dari produk
dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan ketika
ingin membeli suatu produk yakni karakteristik pokok dari produk inti.
b) Features, yaitu: Merupakan aspek kedua dari performance yang menambah
fungsi dasar serta berkaitan dengan pilihan-pilihan danpengembangannya ,
yaitu ciri-ciri tambahan atau karakteristik perlengkapan.
c) Kendala (Reability), yaitu berkaitan dengan kemungkinan suatu produk yang
berfungsi secara berhasil daam periode waktu waktu tertentu dibawah kondisi
tertentu. Dengan demikian, kendala merupakan karakteristik yang
merefleksikan kemungkinan tingkat keberhasilan dalam penggunaan suatu
produk.
d) Conformance, yaitu berkaitan dengan tingkat kesesuaian produk terhadap
spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan
pelanggan.
e) Daya Tahan (Durability, yaitu berkaitan dengan berapa lama produk tersebut
dapat terus digunakan.
f) Serviceability, yaitu merupakan karakteristik yang berkaitan dengan
kesopanan, kompetensi, kemudahan, serta penanganan keluhan yang
memuaskan.
g) Estetika, yaitu: merupakan karakteristik mengenai keindahan yang bersifat
subjektif sehingga berkaitan dengan pertimbangan pribadi dan refleksi dari
preferensi atau pilihan individul.
h) Kualitas yang dipresepsikan (perceived quality), yaitu: karakteristik yang
berkaitan dengan reputasi (brandname, image)
Adapun indikator yang menjadi tolok ukur mutu pendidikan yaitu hasil
akhir pendidikan. Hasil tersebut yang menjadi titik tolak pengukuran pendidikan
suatu lembaga pendidikan, diantaranya: tes tulis, proses pendidikan, daftar absen,
dll.

2. Bagaimanakah kondisi mutu pendidikan formal, nonformal dan informal di


Indonesia saat ini? Lakukan analisis dengan menggunakan materi-materi
perkuliahan yang sudah dipelajari. (bobot 30).

Ada banyak penyabab mengapa mutu pendidikan di Indonesia, baik


pendidikan formal maupun informal, dinilai rendah. Penyebab rendahnya mutu
pendidikan yang akan kami paparkan kali ini adalah masalah efektifitas, efisiensi
dan standardisasi pengajaran.
Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan
peserta didik untuk dapat belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat
tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan. Dengan demikian, pendidik
(dosen, guru, instruktur, dan trainer) dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar pembelajaran tersebut dapat berguna.
Efektifitas pendidikan di Indonesia sangat rendah. Setelah praktisi
pendidikan melakukan penelitian dan survey ke lapangan, salah satu penyebabnya
adalah tidak adanya tujuan pendidikan yang jelas sebelm kegiatan pembelajaran
dilaksanakan. Hal ini menyebabkan peserta didik dan pendidik tidak tahu “goal”
apa yang akan dihasilkan sehingga tidak mempunyai gambaran yang jelas dalam
proses pendidikan. Jelas hal ini merupakan masalah terpenting jika kita
menginginkan efektifitas pengajaran. Bagaimana mungkin tujuan akan tercapai
jika kita tidak tahu apa tujuan kita.
Selama ini, banyak pendapat beranggapan bahwa pendidikan formal
dinilai hanya menjadi formalitas saja untuk membentuk sumber daya manusia
Indonesia. Tidak perduli bagaimana hasil pembelajaran formal tersebut, yang
terpenting adalah telah melaksanak pendidikan di jenjang yang tinggi dan dapat
dinaggap hebat oleh masyarakat. Anggapan seperti itu jugalah yang menyebabkan
efektifitas pengajaran di Indonesia sangat rendah. Setiap orang mempunya
kelebihan di bidangnya masing-masing dan diharapkan dapat mengambil
pendidikaan sesuai bakat dan minatnya bukan hanya untuk dianggap hebat oleh
orang lain.
Dalam pendidikan di sekolah menegah misalnya, seseorang yang
mempunyai kelebihan di bidang sosial dan dipaksa mangikuti program studi IPA
akan menghasilkan efektifitas pengajaran yang lebih rendah jika dibandingkan
peserta didik yang mengikuti program studi yang sesuai dengan bakat dan
minatnya. Hal-hal sepeti itulah yang banyak terjadi di Indonesia. Dan sayangnya
masalah gengsi tidak kalah pentingnya dalam menyebabkan rendahnya efektifitas
pendidikan di Indonesia.
Efisien adalah bagaimana menghasilkan efektifitas dari suatu tujuan
dengan proses yang lebih ‘murah’. Dalam proses pendidikan akan jauh lebih baik
jika kita memperhitungkan untuk memperoleh hasil yang baik tanpa melupakan
proses yang baik pula. Hal-hal itu jugalah yang kurang jika kita lihat pendidikan
di Indonesia. Kita kurang mempertimbangkan prosesnya, hanya bagaiman dapat
meraih stendar hasil yang telah disepakati.
Beberapa masalah efisiensi pengajaran di dindonesia adalah mahalnya
biaya pendidikan, waktu yang digunakan dalam proses pendidikan, mutu pegajar
dan banyak hal lain yang menyebabkan kurang efisiennya proses pendidikan di
Indonesia. Yang juga berpengaruh dalam peningkatan sumber daya manusia
Indonesia yang lebih baik. Masalah mahalnya biaya pendidikan di Indonesia
sudah menjadi rahasia umum bagi kita. Sebenarnya harga pendidikan di Indonesia
relative lebih randah jika kita bandingkan dengan Negara lain yang tidak
mengambil sitem free cost education. Namun mengapa kita menganggap
pendidikan di Indonesia cukup mahal? Hal itu tidak kami kemukakan di sini jika
penghasilan rakyat Indonesia cukup tinggi dan sepadan untuk biaya
pendidiakan.Jika kita berbiara tentang biaya pendidikan, kita tidak hanya
berbicara tenang biaya sekolah, training, kursus atau lembaga pendidikan formal
atau informal lain yang dipilih, namun kita juga berbicara tentang properti
pendukung seperti buku, dan berbicara tentang biaya transportasi yang ditempuh
untuk dapat sampai ke lembaga pengajaran yang kita pilih. Di sekolah dasar
negeri, memang benar jika sudah diberlakukan pembebasan biaya pengajaran,
nemun peserta didik tidak hanya itu saja, kebutuhan lainnya adalah buku teks
pengajaran, alat tulis, seragam dan lain sebagainya yang ketika kami survey, hal
itu diwajibkan oleh pendidik yang berssngkutan. Yang mengejutkanya lagi, ada
pendidik yang mewajibkan les kepada peserta didiknya, yang tentu dengan
bayaran untuk pendidik tersebut.Selain masalah mahalnya biaya pendidikan di
Indonesia, masalah lainnya adalah waktu pengajaran. Dengan survey lapangan,
dapat kami lihat bahwa pendidikan tatap muka di Indonesia relative lebih lama
jika dibandingkan Negara lain. Dalam pendidikan formal di sekolah menengah
misalnya, ada sekolah yang jadwal pengajarnnya perhari dimulai dari pukul 07.00
dan diakhiri sampai pukul 16.00. Hal tersebut jelas tidak efisien, karena ketika
kami amati lagi, peserta didik yang mengikuti proses pendidikan formal yang
menghabiskan banyak waktu tersebut, banyak peserta didik yang mengikuti
lembaga pendidikan informal lain seperti les akademis, bahasa, dan sebagainya.
Jelas juga terlihat, bahwa proses pendidikan yang lama tersebut tidak efektif juga,
Karena peserta didik akhirnya mengikuti pendidikan informal untuk melengkapi
pendidikan formal yang dinilai kurang.Selain itu, masalah lain efisienfi pengajarn
yang akan kami bahas adalah mutu pengajar. Kurangnya mutu pengajar jugalah
yang menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan
akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih.
Yang kita lihat, kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang
mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar
pendidikan di bidang bahasa, namun di mengajarkan keterampilan, yang
sebenarnya bukan kompetensinya. Hal-tersebut benar-benar terjadi jika kita
melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik
tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah
dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik.Sistem pendidikan yang baik juga
berperan penting dalam meningkatkan efisiensi pendidikan di Indonesia. Sangat
disayangkan juga sistem pendidikan kita berubah-ubah sehingga membingungkan
pendidik dan peserta didik.
Dalam beberapa tahun belakangan ini, kita menggunakan sistem
pendidikan kurikulum 1994, kurikulum 2004, kurikulum berbasis kompetensi dan
yang terakhir kurikulum 2013, yang pengubah proses pengajaran menjadi proses
pendidikan aktif, hingga kurikulum baru lainnya. Ketika mengganti kurikulum,
kita juga mengganti cara pendidikan pengajar, dan pengajar harus diberi pelatihan
terlebih dahulu yang juga menambah cost biaya pendidikan. Sehingga amat
disayangkan jika terlalu sering mengganti kurikulum yang dianggap kuaran efektif
lalu langsung menggantinya dengan kurikulum yang dinilai lebih efektif.
Jika kita ingin meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, kita juga
berbicara tentang standardisasi pengajaran yang kita ambil. Tentunya setelah
melewati proses untuk menentukan standar yang akan diambil.
Dunia pendidikan terus berudah. Kompetensi yang dibutuhka oleh
masyarakat terus-menertus berunah apalagi di dalam dunia terbuka yaitu di dalam
dunia modern dalam ere globalisasi. Kompetendi-kompetensi yang harus dimiliki
oleh seseorang dalam lembaga pendidikan haruslah memenuhi standar.
Seperti yang kita lihat sekarang ini, standar dan kompetensi dalam
pendidikan formal maupun informal terlihat hanya keranjingan terhadap standar
dan kompetensi. Kualitas pendidikan diukur oleh standard an kompetensi di
dalam berbagai versi, demikian pula sehingga dibentuk badan-badan baru untuk
melaksanakan standardisasi dan kompetensi tersebut seperti Badan Standardisasi
Nasional Pendidikan (BSNP).
Tinjauan terhadap sandardisasi dan kompetensi untuk meningkatkan mutu
pendidikan akhirnya membawa kami dalam pengunkapan adanya bahaya yang
tersembunyi yaitu kemungkinan adanya pendidikan yang terkekung oleh standar
kompetensi saja sehngga kehilangan makna dan tujuan pendidikan tersebut.
Peserta didik Indonesia terkadang hanya memikirkan bagaiman agar
mencapai standar pendidikan saja, bukan bagaimana agar pendidikan yang
diambil efektif dan dapat digunakan. Tidak perduli bagaimana cara agar
memperoleh hasil atau lebih spesifiknya nilai yang diperoleh, yang terpentinga
adalah memenuhi nilai di atas standar saja.Hal seperti di atas sangat disayangkan
karena berarti pendidikan seperti kehilangan makna saja karena terlalu menuntun
standar kompetensi. Hal itu jelas salah satu penyebab rendahnya mutu pendidikan
di Indonesia.
Selain itu, akan lebih baik jika kita mempertanyakan kembali apakah
standar pendidikan di Indonesia sudah sesuai atau belum. Dalam kasus UAN yang
hampir selalu menjadi kontrofesi misalnya. Kami menilai adanya sistem evaluasi
seperti UAN sudah cukup baik, namun yang kami sayangkan adalah evaluasi
pendidikan seperti itu yang menentukan lulus tidaknya peserta didik mengikuti
pendidikan, hanya dilaksanakan sekali saja tanpa melihat proses yang dilalu
peserta didik yang telah menenpuh proses pendidikan selama beberapa tahun.
Selain hanya berlanhsug sekali, evaluasi seperti itu hanya mengevaluasi 3 bidang
studi saja tanpa mengevaluasi bidang studi lain yang telah didikuti oleh peserta
didik.Banyak hal lain juga yang sebenarnya dapat kami bahas dalam pembahasan
sandardisasi pengajaran di Indonesia. Juga permasalahan yang ada di dalamnya,
yang tentu lebih banyak, dan membutuhkan penelitian yang lebih dalam lagi.
Penyebab rendahnya mutu pendidikan di Indonesia juga tentu tidah hanya
sebatas yang kami bahas di atas. Banyak hal yang menyebabkan rendahnya mutu
pendidikan kita. Tentunya hal seperti itu dapat kita temukan jika kita menggali
lebih dalam akar permasalahannya. Dan semoga jika kita mengetehui akar
permasalahannya, kita dapat memperbaiki mutu pendidikan di Indonesia.
Programme for International Study Assessment (PISA) 2012menempatkan
Indonesia sebagai salah satu negara dengan peringkat terendah dalam pencapaian
mutu pendidikan. Pemeringkatan tersebut dapat dilihat dari skor yang dicapai
pelajar usia 15 tahun dalam kemampuan membaca, matematika, dan sains.
"Selama mengikuti studi tersebut sejak 2000, Indonesia selalu berada pada salah
satu peringkat rendah," kata anggota Koalisi Pendidikan, Ade Irawan, melalui rilis
pers pada Jumat, 6 Desember 2013.Dalam studi ini, mutu pendidikan Indonesia
yang rendah dikonfirmasikan dengan anggaran dan biaya pendidikan yang
langsung dibayar masyarakat naik signifikan dari tahun ke tahun. PISA
merupakan studi internasional yang diselenggarakan Organisation for Economic
Co-operation and Development.
Indonesia mengikuti dua tes internasional, yaitu studi Trends in
International Mathematics and Science Studies dan Progress in Internatioal
Reading Literacy Studi untuk murid sekolah dasar. "Indonesia juga berada di
ranking terendah dalam kedua studi tersebut.
PISA harus dilihat secara kritis. "Karena di balik itu ada agenda yang
bersifat ideologis-liberalistis yang hanya mengukur tiga kemampuan dasar murid
dan tidak memadai dijadikan dasar dalam pengambilan kebijakan pendidikan
nasional,".
Selayaknya Kementerian Pendidikan mengembangkan sistem assessment
bersifat nasional dan mencerminkan keberagaman anak. Mutu pendidikan
Indonesia yang rendah, sebagaimana tercermin dari hasil studi PISA,
memperlihatkan ada sesuatu yang salah dalam sistem persekolahan dan kebijakan
pendidikan Indonesia.
Beberapa di antara masalah itu adalah ujian nasional dan berbagai tes
lainnya; perubahan kurikulum dari waktu ke waktu; program sekolah unggulan
(sekolah bertaraf internasional); kompetisi dalam berbagai Olimpiade;
penambahan jam belajar; serta sertifikasi dan ujian kompetensi guru. "Ternyata
gagal meningkatkan mutu pendidikan.

3. Lakukan analisis menurut pendapat anda terhadap materi pertemuan ke-3


pada slide 18, 19, 20, dan 21. (Bobot 40).

Kerangka Kerja untuk Pengembangan dari Jaminan Mutu Pendidikan Guru


(TEQAM) dan Model Akreditasi
a. Penilaian diri sendiri dan system Jaminan Kualitas Internal
Penilaian diri sendiri dan system jaminan kualitas internal tergantung dari
hasil jaminan mutu.Jaminan mutu merupakan sebuah cara memproduksi produk
yang bebas dari cacat dan kesalahan. Tujuannya adalah menciptakan produk tanpa
cacat (zero defects).Jaminan mutu adalah pemenuhan spesifikasi produk secara
konsisten atau menghasilkan produk yang selalu baik sejak awal (right first time
every time).Mutu barang atau jasa yang baik dijamin oleh system, yang dikenal
sebagai system jaminan mutu, yang memposisikan secara tepat bagaimana
produksi seharusnya berperan sesuai dengan standart.Standart-standart mutu
diatur poleh produser-produser yang ada dalam system jaminan mutu.
Mutu (Kualitas) pendidikan bukan sesuatu yang terjadi dengan sendirinya,
dia merupakan hasil dari suatu proses pendidikan, jika suatu proses pendidikan
berjalan baik, efektif dan efisien, maka terbuka peluang yang sangat besar
memperoleh hasil pendidikan yang bermutu. Mutu pendidikan mempunyai
kontinum dari rendah ke tinggi sehingga berkedudukan sebagai suatu variabel,
dalam konteks pendidikan sebagai suatu sistem, variabel kualitas pendidikan
dapat dipandang sebagai variabel terikat yang dipengaruhi oleh banyak faktor
seperti kepemimpinan, iklim organisasi, kualifikasi guru, anggaran, kecukupan
fasilitas belajar dan sebagainya. Ada banyak sumber mutu dalam pendidikan,
misalnya sarana gedung yang bagus, guru yang terkemuka, nilai moral yang
tinggi, hasil ujian yang memuaskan, spesialisasi atau kejuruan, dorongan orang
tua, bisnis dan komunitas lokal, sumberdaya yang melimpah, aplikasi teknologi
mutakhir, kepemimpinan yang baik dan efektif, perhatian terhadap pelajar an anak
didik, kurikulum yeng memadai, atau juga kombinasi dari faktor-faktor tersebut.
Pernyataan di atas menunjukan banyaknya sumber mutu dalam bidang
pendidikan, sumber ini dapat dipandang sebagai faktor pembentuk dari suatu
kualitas pendidikan, atau faktor yang mempengaruhi kualitas/mutu
pendidikan.Dalam hubungan dengan faktor berpengaruh pada kualitas pendidikan,
hasil studi menyatakan bahwa faktor guru, waktu belajar, manajemen sekolah,
sarana fisik dan biaya pendidikan memberikan kontribusi yang berarti terhadap
prestasi belajar siswa. Hasil Penelitian tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan
dana untuk penyelenggaraan proses pendidikan di sekolah menjadi salah satu
factor penting untuk dapat memenuhi kualitas dan prestasi belajar, dimana
kualitas dan prestasi belajar pada dasarnya mengagambarkan kualitas pendidikan.
Upaya peningkatan mutu dan perluasan pendidikan membutuhkan
sekurang-kurangnya tiga faktor utama yaitu (1) Kecukupan sumber-sumber
pendidikan dalam arti kualitas tenaga kependidikan, biaya dan sarana belajar; (2)
Mutu proses belajar mengajar yang mendorong siswa belajar efektif; dan (3) Mutu
keluaran dalam bentuk pengetahuan, sikap ketrampilan, dan nilai-nilai. Jadi
kecukupan sumber, mutu proses belajar mengajar, dan mutu keluaran akan dapat
terpenuhi jika dukungan biaya yang dibutuhkan dan tenaga professional
kependidikan dapat disediakan di sekolah, dan semua ini tentu saja memerlukan
sumberdaya pendidikan termasuk biaya.
Mutu adalah sebuah proses terstruktur untuk memperbaiki keluaran yang
dihasilkan. Dalam sekolah mutu, standar mutu ditetapkan untuk setiap rangkaian
kerja didalam keseluruhan proses kerja, bila pekerja mencapai standart mutu
untuk masing-masing rangkaian kerja, hasil akhirnya adalah sebuah produk
bermutu. Saat membicarakan perbaikan mutu pendidikan, sering kali yang
dibicarakan adalah perbaikan peringkat kenaikan kelas atau nilai rapor.Dalam
sekolah yang bertepi seperti itu, tanggung jawab perbaikan mutu pendidikan lebih
banyak ada pada guru. Secara umum para guru terfkus hany pada aspek
pendidikan seorang siswa : membantu siswa belajar dan mendapatkan
pengetahuan. Bila mutu dimulai sebagai proyek terisolasi di sekolah atau ruang
kelas, dan hal tersebut hamper mempengaruhi keseluruhan mutu pendidikan.
Bagi setiap institusi, mutu adalah agenda utama dan meningkatkan mutu
merupakan tugas yang paling penting.Walupun demikian, ada sebagian orang
yang menganggap mutu sebagai sebuah konsep yang penuh dengan teka-teki.
Dalam kehidupan sehari-hari, kita akan melakukan apa saja untuk bias
mendapatkan mutu, terutama jika mutu tersebut sudah menjadi kebiasaan kita.
Namun, ironisnya kita hanya bisa menyadari keberadaan mutu tersebu saat mutu
hilang. Satu hal yang bias kita yakini adalah mutu merupakan suatu hal yang
mebedakan antara yang baik dan yang sebaliknya. Bertolak dari kenyatan
tersebut, mutu dalam pendidikan akhirnya merupakan hal yang membedakan
antara kesuksesan dan kegagalan
b. Standar Program TEI
Untuk melaksanakan program standar TEI di perlukan manajemen secara
total dalam mendukung berjalan quality dan akriditasi dalam suatu pengelola
pendidikan, terutama menggunakan manajemen total. Manajemen total dapat
digunakan sebagai alat untuk membentuk ikatan antara sekolah, dunia bisnis, dan
pemerintah. Ikatan tersebut akan memungkinkan para professional di sekolah atau
daerah dilengkapi dengan sumber-sumber yang dibutuhkan dalam pengembangan
program mutu. Manajemen mutu total merupakan aspek utama dari manajemen
total. MMT merupakan metodologi yang mempermudah mengelolah perubahan,
membentuk infrastruktur yang lebih fleksibel, cepat merespon pada tuntutan
perubahan masyarakat. Visi MMT dipusatkan pada menemukan kebutuhan para
pengguna lulusan (customer), persiapan melibatkan masyarakat secara
menyeluruh dalam program peningkatan mutu, system dukungan yang
memungkinkan guru, staf administrasi dan siswa dalam mengelolah perubahan
dan melakukan penyempurnaan yang berkelanjutan dengan tujuan agar produk
sekolah menuju arah yang lebih baik.Prinsip-prinsip sekolah dengan MMT, (1)
berfokus pada customer, (2) keterlibatan menyeluruh, (3) pengukuran, (4)
pendidikan sebagai system, dan (5) perbaikan yang berkelanjutan
c. Standar Lulusan Guru
Standar dari kelulusan seorang guru tergantu dari Kompetensi Profesional
Guru, Kompetensi Profesional yaitu kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
perencanaan dan pelaksanaan proses pembelajaran. Guru mempunyai tugas untuk
mengarahkan kegiatan belajar siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran, untuk
itu guru dituntut mampu menyampaikan bahan pelajaran. Guru harus selalu meng-
update, dan menguasai materi pelajaran yang disajikan. Persiapan diri tentang
materi diusahakan dengan jalan mencari informasi melalui berbagai sumber
seperti membaca buku-buku terbaru, mengakses dari internet, selalu mengikuti
perkembangan dan kemajuan.
Kompetensi atau kemampuan kepribadian yaitu kemampuan yang harus
dimiliki guru berkenaan dengan aspek Kompetensi Professional adalah: Dalam
menyampaikan pembelajaran, guru mempunyai peranan dan tugas sebagai sumber
materi yang tidak pernah kering dalam mengelola proses pembelajaran. Kegiatan
mengajarnya harus disambut oleh siswa sebagaisuatu seni pengelolaan proses
pembelajaran yang diperoleh melalui latihan, pengalaman, dan kemauan belajar
yang tidak pernah putus. Dalam melaksakan proses pembelajaran, keaktifan siswa
harus selalu diciptakan dan berjalan terus dengan menggunakan metode dan
strategi mengajar yang tepat. Guru menciptakan suasana yang dapat mendorong
siswa untuk bertanya, mengamati, mengadakan eksperimen, serta menemukan
fakta dan konsep yang benar. Karena itu guru harus melakukan kegiatan
pembelajaran menggunakan multimedia, sehingga terjadi suasana belajar sambil
bekerja, belajar sambil mendengar, dan belajar sambil bermain, sesuai kontek
materinya. Di dalam pelaksanaan proses pembelajaran, guru harus memperhatikan
prinsip-prinsip didaktik metodik sebagai ilmu keguruan. Misalnya bagaimana
menerapkan prinsip apersepsi, perhatian, kerja kelompok, korelasi dan prinsip-
prinsip lainnya. Dalam hal evaluasi, secara teori dan praktik, guru harus dapat
melaksanakan sesuai dengan tujuan yang ingin diukurnya. Jenis tes yang
digunakan untuk mengukur hasil belajar harus benar dan tepat. Diharapkan pula
guru dapat menyusun butir secara benar, agar tes yang digunakan dapat
memotivasi siswa belajar. Kemampuan yang harus dimiliki guru dalam proses
pembelajaran dapat diamati dari aspek perofesional adalah: Menguasai materi,
struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang
diampu. Menguasai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar mata
pelajaran/bidang pengembangan yang diampu. Mengembangkan materi pelajaran
yang diampu secara kreatif. Mengembangkan keprofesionalan secara
berkelanjutan dengan melakukan tindakan reflektif Memanfaatkan teknologi
informasi dan komunikasi untuk berkomunikasi dan mengembangkan diri.
d. Akreditasi TEI terhadap system
KAN memberikan Akreditasi untuk Lembaga Penilaian Kesesuaian (LPK)
Sistem Manajemen Mutu (selanjutnya setelah disebut LSMM. LSMM ini harus
sesuai dengan SNI ISO/IEC 17021: 2011 Penilaian kesesuaian-persyaratan untuk
menyediakan badan audit dan sertifikasi sistem manajemen, Beberapa dokumen
yang diperlukan seperti dokumen IAF guidance. LSSSM Terakriditasi memiliki
kompetensi untuk Memberikan jasa sertifikasi berdasarkan standar SNI lSO 9001
(diadopsi IS0 yang sepenuhnya berasal dari 9001) kepada organisasi-organisasi
untuk memberikan keyakinan bahwa mereka dapat secara konsisten menyediakan
produk yang memuaskan Pelanggan dan persyaratan hukum. Sistem Manajemen
Mutu (QMS) skema untuk membantu Memenuhi kualitas organisasi Pelanggan
persyaratan peraturan dan persyaratan yang relevan, sementara juga meningkatkan
kepuasan pelanggan dan peningkatan berkelanjutan dalam upaya pencapaian
kinerja.
Selanjutnya tahap dalammengembangkan Standard dan Prosedur, KKNI (IQF)
Standar HE diantaranya:
1) Standar Program Teaching Education:
a) Program Hasil
b) Program Pengembangan
c) Program Penerimaan
d) Program Struktur dan Isi (Primer, Sekunder, non-tradisional)
e) Partnership Sekolah
f) Program Pelepasan dan sumber daya
g) Program Informasi dan Evaluasi
2) Proses Akreditasi:
a) Aplikasi untuk Akreditasi dan Re-akreditasi
b) Lembaga TEQA (LPMP) menentukan Program pemenuhan Syarat dan
Sidang Panel Akreditasi
c) Panel menilai program, aplikasi dan mempersiapkan draft laporan
akreditasi
d) Lembaga meninjau lagi draft laporan akreditasi dan memberiukan respon
e) Panel melengkapi laporan akreditasi, bertanggung jawab terhadap respon
lembaga
f) Keputusan akreditasi, mengumumkan keputusan dan status akreditasi
3) Standar Guru Lulusan:
a) Mengetahui siswa dan bagaimana mereka belajar
b) Mengetahui materi dan bagaimana mengajarkannya
c) Merencanakan dan melaksanakan mengajar dan belajar yang efektif
d) Menciptakan dan menjaga lingkungan belajar yang mendukung dan
aman
e) Menilai, memberikan feedback dan laporan atas pembelajaran siswa
f) Ikut serta dalam pembelajaran professional
g) Ikut serta secara professional dengan kolega, orang tua-wali murid, dan
masyarakat

Dalam mengembangkan Standar Profesional untuk Sekolah Guru, diperlukan


Mekanisme Internal TEQAM (Jaminan Mutu Pendidikan Guru) di antaranya:
1) Perkumpulan Guru dan TEI yang terdaftar di Database TE Nasional memiliki
standar TEI dan didukung oleh Managemen dan Instruksi (Ukuran Kualitas)
yang diperoleh dari Feedback untuk perbaikan yaitu dengan melakukan
penilaian diri sendiri dan teman sejawat, serta bersumber dari Analisis data dan
pelaksanaan Jaminan Mutu.
2) Analisis data dan pelaksanaan Jaminan Mutu didapat dari sumber data
sekunder dan Database Internal TE.
3) Standar TEI yaitu memiliki lembaga dan program yang dilakukan dengan
system data online yang dipusatkan di Database Internal TE yang mana disini
dipusatkannya database TE Nasional dan sumber data sekunder. Lembaga dan
program ini dibawah control Database TE Nasional.

Selanjutnya model manajemen dari akriditasi TEI meliputi:


1) IQF
2) Dewan Pengurus Akreditasi HE yang merupakan perantara Standar Pendidikan
Nasional yang dilaksanakan oleh Perkumpulan Guru dan TEI yang merupakan
TEQAM independent yang terdaftar di Database TEI Nasional.
3) TEQAM independent memiliki system data online Internal yang memiliki
hubungan timbal balik dengan Unit Jaminan Mutu Internal.
4) Unit Jaminan Mutu Internal tunduk terhadap Perkumpulan Guru dan TEI serta
memiliki hubungan timbal balik dengan Programmer dan Analyst system yang
mengarah ke Program Pengembangan dan Aplikasi untuk Jaminan Mutu
Internal. Program ini memiliki peneliti dan analis yang merupakan Pengatur
Database yang berhubungan dengan system data online internal. System inilah
yang sebenarnya Database. Sedangkan Pengatur Database mendapatkan data
dari sumber data external.
TERIMAKASIH
TUGAS
REVIEW MATERI PERKULIAHAN

SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN MUTU


PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL

DOSEN PEMBINA
DR. DENI DARMAWAN, M.SI

Oleh

LELI PURNAMAWATI
NIS: 4103810414130

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
TUGAS
REVIEW MATERI PERKULIAH
MATA KULIAH SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN MUTU
PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL
DOSEN PEMBINA : DR. DENI DARMAWAN, M.SI

A. Perencanaan Strategis Sistem Informasi terhadap Pendidikan Formal,


Nonformal, dan Informal

REVIEW
Keberadaan lembaga-lembaga pendidikan normal dan non formal di era
kekinian sungguh sangat menggembirakan para pemerhati dunia pendidikan baik
dari kalangan akademisi maupun praktisi, dan semakin menarik untuk dicermati.
Bagaimana tidak, berbagai permasalahan baik teoritis maupun praktis dalam
perjalanan aktifitas kedua lembaga tersebut begitu menyita perhatian, dan
mengundang para ahli untuk meneliti berbagai kebijakan pada dua segmen
pendidikan tersebut. Yang hal itu, akhirnya memicu munculnya ide atau gagasan
untuk menemukan konsep baru dan memberikan solusi yang tepat, jitu dan
berdaya guna bagi perkembangan dunia pendidikan kedua lembaga tersebut
nantinya.
Di sisi lain, perkembangan pendidikan non formal pun tak kalah pesat dari
pendidikan formal. Hal ini bisa kita amati dari banyak bermunculannya
sekolah/madrasah non formal mulai dari bentuk pondok pesantren murni ataupun
boarding school beriringan kehadirannya ditengah masyarakat.
Hampir di setiap kecamatan berdiri lembaga pendidikan dari sektor ini.
Seiring dengan perubahan zaman yang begitu cepat, maka berbagai macam
kebijakan dalam pendidikan formal dan non formal pun sering mengalami
perubahan. Dan hal ini sangat mempengaruhi keberlangsungan kedua lembaga
tersebut. Untuk itu diperlukan strategi dalam mengambil kebijakan agar tidak
salah dalam menentukan langkah demi kemajuan pendidikan.
Dalam bahasan yang terkandung pada makalah ini akan dijumpai beberapa
hal seperti (1) pengertian kebijakan (2) tahapan dalam menentukan kebijakan ( 3)
sistematika pembuatan kebijakan dan terakhir(4) kebijakan publik. Sebagai bentuk
aplikatif atas teori sebelumnya penulis juga menyajikan bagaimana model
penentuan dan strategi kebijakan dalam pendidikan non formal khususnya
pesantren dan sebagai perbandinganya adalah sebaliknya yaitu stretegi kebijakan
pendidikan formal.

B. Sekilas tentang Strategi, Kebijakan, Pendidikan Formal dan Non Formal

Secara alamiah dalam setiap pengambilan kebijakan oleh para penentu


kebijakan pada dasarnya didahului dengan adanya pemahaman yang menyeluruh
mengenai kondisi yang ada sehingga diperoleh bahan-bahan yang dapat
digunakan sebagai landasan dalam menetapkan kebijakan. Upaya untuk
memahami kondisi yang ada dalam segala aspeknya dengan memanfaatkan segala
data dan informasi terkait, menggunakan pendekatan ilmiah sehingga
menghasilkan informasi yang diperlukan untuk menentukan kebijakan disebut
penelitian atau analisis kebijakan.
Tahapan sebuah kebijakan tentu saja melibatkan seluruh stake holder yang
ada, baik sektor swasta maupun publik secara kelompok maupun individual.
Implementasi kebijakan meliputi tiga unsur yakni tindakan yang diambil oleh
badan atau lembaga administratif; tindakan yang mencerminkan ketaatan
kelompok target serta jejaring sosial politik dan ekonomi yang mempengaruhi
tindakan para stake holder tersebut. Interaksi ketiga unsur tersebut pada akhirnya
akan menimbulkan dampak baik dampak yang diharapkan maupun dampak yang
tidak diharapkan.
Hasil akhir implementasi kebijakan paling tidak terwujud dalam beberapa
indikator yakni hasil atau output yang biasanya terwujud dalam bentuk konkret
semisal dokumen, jalan, orang, lembaga; keluaran atau outcome yang biasanya
berwujud rumusan target semisal tercapainya pengertian masyarakat atau
lembaga; manfaat atau benefit yang wujudnya beragam; dampak atau impact baik
yang diinginkan maupun yang tak diinginkan serta kelompok target baik individu
maupun kelompok.
Implementasi mengacu pada tindakan untuk mencapai tujuan-tujuan yang
telah ditetapkan dalam suatu keputusan, tindakan ini berusaha untuk mengubah
keputusan-keputusan tersebut menjadi pola-pola operasional serta berusaha
mencapai perubahan-perubahan besar atau kecil sebagaimana yang telah
diputuskan sebelumnya. Implementasi pada hakikatnya juga upaya pemahaman
apa yang seharusnya terjadi setelah sebuah program dilaksanakan. Implementasi
kebijakan tidak hanya melibatkan instansi yang bertanggungjawab untuk
pelaksanaan kebijakan tersebut, namun juga menyangkut jaringan kekuatan
politik, ekonomi, dan sosial. Dalam tataran praktis, implementasi adalah proses
pelaksanaan keputusan dasar.
Proses tersebut terdiri atas beberapa tahapan yakni:
1. Tahapan pengesahan peraturan perundangan;
2. Pelaksanaan keputusan oleh instansi pelaksana;
3. Kesediaan kelompok sasaran untuk menjalankan keputusan;
4. Dampak nyata keputusan baik yang dikehendaki atau tidak;Dampak keputusan
sebagaimana yang diharapkan instansi pelaksana;
5. Upaya perbaikan atas kebijakan atau peraturan perundangan.

Proses persiapan implementasi setidaknya menyangkut beberapa hal penting


yakni:
1. Penyiapan sumber daya, unit dan metode;
2. Penerjemahan kebijakan menjadi rencana dan arahan yang dapat diterima dan
dijalankan;
3. Penyediaan layanan, pembayaran dan hal lain secara rutin.
Oleh karena itu, implikasi sebuah kebijakan merupakan tindakan sistematis
dari pengorganisasian, penerjemahan dan aplikasi. Adapun permasalahan yang
akan dibahas dalam proses penyusunan makalah ini adalah tentang tahapan
kebijakan.
Strategi sebagaimana dimaklumi merupakan gambaran tentang tehnik
pengambilan keputusan untuk melakukan atau mengatasi sebuah permasalahan,
dari tantangan yang muncul. Sebagaimana dikutip oleh Sudjana S.,
mengemukakan bahwa dalam kamus The American Herritage Dictionary (1976
: 1273 ) dikemukakan bahwa strategy is the science or art military command as
applied to overall planning and conduct of large-scale combat operation.
Pada awalnya strategi berarti seni atau pengetahuan kegiatan memimpin
militer yang bermanfaat dalam menjalankan seluruh perencanaan tugas-
tugasnya pada skala yang lebih besar dilapangan. Masih dalam buku yang sama
beliau juga menukil pendapat Hardy, Langley dan Rose yang mengemukakan
bahwa strategy is perceived as a plan or a set of explicit intention preceeding
and controlling actions ( strategi dapat dipahami sebagai rencana atau
kehendak yang mendahului dan mengendalikan kegiatan ). Berdasarkan
beberapa pengertian diatas dapat dikemukakan bahwa strategi adalah suatu
pola yang direncanakan dan diterapkan secara sengaja untk melakukan
kegiatan atau tindakan.
Demikian pula kebijakan, dikemukakan oleh Stephen R. Covey bahwa
kebijakan itu akan memberikan sudut pandang yang bijak mengenai kehidupan,
perasaan seimbang, pemahaman yang sangat baik mengenai bagaimana
macam-macam bagian dan prinsip itu diterapkan dan berhubungan satu sama
lain. Hal ini merangkul penilaian, perbedaan, dan pemahaman dan merupakan
satu kesatuan, suatu penyatuan dari segalanya secara keseluruhan. Bagian
terendah dari suatu kebijakan adalah peta yang tidak akurat yang menyebabkan
orang-orang mendasarkan pemikiran mereka pada prinsip-prinsip yang
menyimpang dan bertentangan. Bagian tertinggi menggambarkan kompas
kehidupan yang akurat dan lengkap; ketika semua bagian dan prinsip secara
sesuai berhubungan satu sama lain. Saat kita bergerak menuju bagian tertinggi,
kita memiliki perasaan yang semakin meningkat akan sesuatu yang ideal (
segala sesuatu berada di tempat yang sebenarnya) dan begitu juga pendekatan
yang peka dan praktis terhadap kenyataan hidup ( segala sesuatu sebagaimana
adanya).
Kebijakan juga mencakup kemampuan memisahkan sukacita sejati dari
kesenangan sesaat. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
menghasilkan berbagai macam tuntutan yang mau tidak mau akan menjadi
tantangan serius dan terus berhadapan dengan pendidikan formal maupun non
formal. Dari sinilah diperlukan adanya pengembangan-pengembangan dan
strategi yang jitu dalam menentukan setiap kebijakan baru terkait dengan
problem, tantangan masing-masing sektor pendidikan.
Tulisan ini adalah upaya sebatas kemampuan yang bisa penulis lakukan
untuk menemukan benang merah perbedaan strategi dalam mengambil
kebijakan pendidikan formal dan non formal. Pendidikan formal disini penulis
batasi pada ruang lingkup pendidikan kedinasan (baik pemerintah maupun
swasta ), sedangkan pendidikan non formal penulis membatasinya pada ruang
lingkup pendidikan keagamaan seperti pondok pesantren saja.

C. Beberapa contoh aplikatif strategi Rasulullah SAW dalam mengambil


Kebijakan Pendidikan

Persoalan menentukan strategi kebijakan terkait dengan pendidikan formal


dan non formal diperlukan pertimbangan yang matang, universal lagi tepat dan
berdaya guna bagi masa depan dua sektor pendidikan ini. Dalam sejarah
peradaban kenabian Muhammad SAW, penentuan kebijakan pendidikan formal
maupun non formal semacam ini juga pernah terjadi walaupun belum terkonsep
dengan rapi sebagaimana dijumpai pada era seperti sekarang. Pengambilan
keputusan dapat dilihat sebagai salah satu fungsi seorang pemimpin. Dalam
pelaksanaan kegiatan untuk menerjemahkan berbagi keputusan berbagai alternatif
dapat dilakukan dan untuk itu pemilihan harus dilakukan. Karena kepemimpinan
pesantren bersifat unik, berbeda dengan keputusan lembaga pendidikan formal
yang cenderung ilmiah rasional, pembuatan keputusan di pesantren lebih bersifat
emosional-subyektif. Para kiai tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan
terhadap suatu masalah. Mereka tidak hanya mempertimbangkan secara nalar,
namun diikuti oleh garakan hati nurani yang paling dalam, tawasul kepada
gurunya, dan tidak lupa menyandarkan secara vertikal munajat untuk
beristrikharah kepada Allah SWT. Gaya pengambilan keputusan ini lebih
mendasar kepada budaya khas pesantren dan masih melekat kepada gaya
kepemimpinan kiai di pesantren. Ada dua model pengambilan keputusan di dunai
pendidikan formal. Ini ada baiknya jika dipakai dipesantren sebagai lembaga
pendidikan, sesuai dengan perkembangan zaman dan hal ini sebenarnya tidak
menyimpang dari kaidah yang terkenal di dunia pesantren : almuhafadzatu al al-
qadim al-shalih wa al-akhdzu bi al-jadidil al-ashlah (mempertahankan nilai-nilai
lama dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik). Beberapa contoh berikut ini
mungkin mengundang kontroversi dan perlu kiranya untuk didiskusikan lebih
mendalam dalam pengelompokkan formal dan non formalnya, akan tetapi dapat
penulis sampaikan diantaranya ;
1. Strategi mengambil kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tatkala
mendapati perbedaan persepsi aplikatif para sahabat RA. atas sabda beliau
tentang perintah shalat Ashar di Bani Quraidhah sepulang perang Badar.
Dalam konteks ini, Rasulullah ingin menjelaskan kepada manusia bagaimana
sikap terbaik ketika ada persepsi yang berbeda terhadap sebuah kebijakan
terhadap suatu keputusan / kebijakan dengan pemakluman atas sikap aplikatif
yang dilakukan oleh para sahabat beliau RA..
2. Strategi mengambil kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ketika
telah sampai kepada beliau sebuah kejadian pada seorang Arab Badui yang
melakukan buang air kecil di dalam masjid, yang kemudian oleh Umar Bin
Khatab RA. orang itu hendak diberi peringatan keras akan tetapi oleh nabi
SAW justru diberi kesempatan lalu kemudian diperintahkan untuk menyiram
bekas buang airnya tersebut setelah diberikan penjelasan.
3. Strategi mengambil kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dalam
pendelegasian Muadz bin Jabal RA. ke negeri Yaman untuk berdakwah dengan
merinci tahapan-tahapan dalam misi dakwah yang akan dilakukan.
4. Strategi menentukan kebijakan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW pada
seorang laki-laki yang mengaku telah melakukan jima disiang hari pada bulan
Ramadhan yang ternyata dirinya tidak mampu membayar kafarat sedikitpun.
Dan masih banyak lagi contoh tentang strategi Rasulullah dalam mengambil
kebijakan baik dalam situasi formal maupun non formal. Diantara banyak
strategi kebijakan Rasulullah SAW ada yang berhasil dilakukan, ada pula yang
gagal karena banyak faktor yang mempengaruhi seperti SDM yang gelap mata
terhadap ghanimah dalam perang Hunain, tidak ikhlas, adanya benih
kemunafikan seperti dalam perang Khandaq dan lain sebagainya.

D. Relevansi dan kontekstualisasi strategi kebijakan Rasulullah SAW dalam


pengambilan keputusan dikaitkan kebijakan pada era kekinian.

Pengambilan keputusan atau kebijakan dapat dilihat sebagai salah satu fungsi
seorang pemimpin dalam pelaksanaan kegiatan untuk menerjemahkan keputusan
dan berbagai alternatif yang dapat dilakukan dan untuk itu pemilihan strategi yang
tepat atas sebuah kebijakan harus dilakukan.
Di era sekarang, strategi kebijakan pendidikan formal cenderung sesuai
dengan instruksi dari instansi terkait (pemerintah maupun swasta) sedangkan
strategi kebijakan pendidikan non formal semisal pondok pesantren, sangat
berkaitan erat dengan latar belakang pendidikan para manajemen pengelola
pesantren maupun para kyainya.
1. Strategi kebijakan Pendidikan Pesantren
Dalam kepemimpinan pesantren atau pendidikan non formal lainnya,
pola dan strategi dalam mengambil kebijakannya bersifat unik. Pesantren
adalah bagian dari pendidikan berbasis masyarakat (community-based
education) merupakan mekanisme dari pendidikan yang memberikan peluang
bagi setiap orang untuk memperkaya ilmu pengetahuan dan pembelajaran
keagamaan seumur hidup. Kemunculan paradigma pendidikan berbasis
masyarakat semacam pesantren dipicu oleh arus besar modernisasi yang
menghendaki terciptanya demokratisasi dalam segala dimensi kehidupan
manusia, termasuk dalam bidang pendidikan. Mau tak mau pendidikan harus
dikelola secara desentralisasi dengan memberikan tempat seluas-luasnya bagi
partisipasi masyarakat.
Di dalam Undang-undang no. 20 tahun 2003 pasal 1 ayat 16, tercantum
arti dari pendidikan berbasis masyarakat adalah penyelenggaraan pendidikan
berdasarkan kekhasan agama, sosial, budaya, aspirasi, dan potensi masyarakat
sebagai perwujudan pendidikan dari, oleh, dan untuk masyarakat.
Dengan demikian nampak bahwa pendidikan berbasis masyarakat pada
dasarnya merupakan suatu pendidikan yang memberikan kemandirian dan
kebebasan pada masyarakat untuk menentukan sektor bidang pendidikan yang
sesuai dengan keinginan masyarakat itu sendiri.
Dalam tradisi pendidikan non formal khususnya pondok pesantren,
menentukan kebijakan adalah wilayah sakral bagi santri. Artinya tidak setiap
santri atau anggota pengurus pesantren dapat memutuskan sebuah kebijakan
baru sesuai pola pikirnya. Karenanya segala kebijakan baru terkait dengan
program, pembaharuan metode pengajaran dan hal-hal yang berkaitan dengan
perkembangan baru di dunia pendidikan harus berhadapan dengan persepsi
para ahli ( kyai ) di kalangan pesantren. Tidak jarang pengurus pesantren itu
kandas ditengah jalan dalam memperjuangkan sebuah usulan kebijakan baru
lantaran basic dan latar belakang yang berbeda dengan pimpinan pesantren (
kyai pada khususnya ).
Ada lima unsur ekologis sehingga layak dikatakan sebagai pondok
pesantren yaitu kyai, masjid, asrama, santri dan kitab kuning. Ini merupakan
karakteristik – fisik yang membedakan dengan lembaga pendidikan non formal
selain pondok pesantren. Unsur-unsur tersebut berfungsi sebagai sarana dan
prasarana pendidikan dalam membentuk perilaku sosial budaya di pesantren.
Kyai, dalam komunitasnya merupakan unsur yang menempati posisi sentral;
sebagai pemilik, pengelola dan penentu kebijakan, pengajar kitab kuning, dan
sekaligus sebagai pemimpin (imam) dalam setiap ritual sosial keagamaan dan
pendidikan. Sedangkan unsur lainnya merupakan subsider dibawah
pengawasan kyai.
Paradigma tradisional tentang relasi kyai dan santri sebagai komunitas
yang dinamis membentuk subkultur yang terbangun secara eksklusif, fanatisme
dan esoteris ( pilihan/ tertentu ) sebagai upaya dalam menjaga tradisi-
keagamaan dari pengaruh dunia luar. Hal ini bisa dilihat bahwa, peran para
kyai sebagai cultural agent, yang berfungsi menyampaikan informasi-informasi
baru dari luar lingkungan yang dianggap baik dan membuang (mengeliminasi)
informasi yang dianggap kurang baik atau menyesatkan komunitas pesantren.
Kyai dalam tradisi pondok pesantren tetap merupakan figur (murabbi,
pengasuh, pembimbing dan pendidik) bahkan sebagai kekuatan moral (moral
force) dan ditaati oleh para santri, asatidz (para guru), pengurus dan beberapa
pembantu (staf) dalam menyelesaikan tugas-tugas organisasi pendidikan
dikalangan pondok pesantren. Ke-figur-an kyai sangatlah tergantung kepada
ketinggian ilmu (keulamaan) dan wibawanya. Mereka tidak hanya
mempertimbangkan secara nalar, namun diikuti oleh gerakan hati nurani yang
paling dalam, tawasul kepada gurunya, dan tidak lupa menyandarkan secara
vertikal munajat untuk beristrikharah kepada Allah SWT. Gaya pengambilan
keputusan ini lebih mendasar kepada budaya khas pesantren dan masih melekat
kepada gaya kepemimpinan kyai di pesantren.
Dalam kepemimpinan pendidikan non formal keagamaan biasanya
pengambilan kebijakan didasarkan kepada beberapa hal seperti ; telah
dilakukan musyawarah mufakat, ada pertimbangan yang matang dari dewan
Riasah ( Penyandang dana / yayasan ), segala kebijakan berasal dari bawah atas
pertimbangkan manfaat, mudharat dan mafsadat nya oleh para pimpinan dan
kemudian menjadi kebijakan pesantren.
2. Strategi kebijakan Pendidikan Formal
Berbeda dengan strategi kebijakan dalam lembaga pendidikan non formal,
kebijakan dalam pendidikan formal lebih cenderung ilmiah-rasional, sementara
pembuatan kebijakan / keputusan di pesantren lebih bersifat emosional-
subyektif. Pihak-pihak yang terlibat tidak tergesa-gesa dalam mengambil
keputusan kebijakan terhadap suatu masalah.
Ada dua macam strategi pengambilan keputusan dalam dunia pendidikan
formal:
a. Klasik
Model klasik berasumsi bahwa keputusan harus dibuat sepenuhnya
secara rasional melalui optimalisasi strategi untuk mencari alternatif
terbaik dalam rangka memaksimalisasi pencapaian tujuan dan sasaran
lembaga. Langkah-langkahnya dapat meliputi :
1) Masalah diidentifikasi. Proses pembuatan keputusan diawali dengan
identifikasi masalah oleh manajer. Masalah tersebut harus yang
sesungguhnya, bukan rekaan. Jika masalah tidak ditentukan secara
akurat, setiap langkah pengambilan keputusan akan salah pijakannya dan
keputusan pun tidak akan menyelesaikan masalah yang sesungguhnya.
2) Tujuan dan sasaran ditetapkan, Setiap manajer ingin membuat keputusan
terbaik. Untuk itu, mereka harus punya sumber daya yang ideal seperti
informasi, waktu, personil, perlengkapan, dan supply serta kemampuan
menentukan batasan masalah.
3) Semua alternatif yang mungkin diinventarisasi. Tekanan waktu kerap
menyebabkan manajer hanya membuat keputusan berdasar satu
pertimbangan jawaban. Namun, penyelesaikan masalah yang baik harus
melalui pengujian, dan pemberian keputusan secara cepat bukanlah solusi
permanen. Sebab itu, manajer harus berpikir melalui dan menyelidiki
beberapa solusi alternatif bagi satu masalah sebelum cepat membuat
keputusan. Salah satu metode terkenal dalam membangun alternatif
adalah “brainstorming”. Pada metode ini, sekelompok manajer bekerja
secara bersama untuk menghasilkan gagasan dan solusi alternatif.
Asumsi di balik brainstorming adalah, dinamika kelompok akan
merangsang pemikiran.
4) Konsekwensi dari masing-masing alternatif dipertimbangkan. Tujuan
langkah ini adalah menguji daya jawab masing-masing alternatif
jawaban. Manajer harus mengidentifikasi keuntungan dan kerugian dari
tiap alternatif sebelum membuat keputusan akhir.
5) Evaluasi atas alternatif dapat dilakukan dengan sejumlah cara, misalnya:
 Menentukan pro dan kontra setiap alternative
 Melakukan analisis untung-rugi atas tiap alternative
 Mempertimbangkan feasibility (dapatkan dilakukan?), efektivitas
(bisakah menyelesaikan masalah?), dan konsekuensi (apa dampaknya
secara finansial dan non finansial bagi lembaga).
6) Alternatif terbaik dipilih. Setelah manajer memilih seluruh alternatif, ia
wajib memutuskan satu yang terbaik. Alternatif terbaik adalah yang
menghasilkan banyak keuntungan dan sedikit ruginya. Kadang, proses
pemilihan dapat berlangsung cepat seperti yang banyak pro-nya
ketimbang kontra-nya. Kadang pula, solusi optimal merupakan
kombinasi antar alternatif.
7) Keputusan dilaksanakan dan dievaluasi, Setiap orang yang terlibat dalam
pembuatan keputusan harus tahu peran mereka masing-masing atas
keputusan tersebut. Guna memastikan pekerja paham perannya, manajer
harus menggunakan program, prosedur, aturan, atau kebijakan guna
membantu mereka dalam proses pembuatan keputusan.
Model klasik di atas nampak terlalu ideal untuk diterapkan di
lembaga pesantren. Pertama, karena hal tersebut menuntut tersedianya
sumber daya intelektual yang berlatar akademik. Kedua, rumit karena
menuntut langkah-langkah ilmiah yang kaku, sementara di pesantren
lebih mengedepankan rileks, fleksibel, dan menonjolkan kemudahan.
Ketiga, terlalu terspesialisasi secara professional, sementara di pesantren
lebih figural-sentralistik.
b. Administratif
Disamping model klasik diatas, ada model lain yang mungkin
lebih mudah ditransformasi kedalam startegi manajemendalam pengambilan
kebijakan pada pesantren salafiyah, yakni model administratif.
Model ini diperkenalkan Simon , pertama kali berdasarkan penelitian untuk
memberikan gambaran cara-cara kerja administrator dan pembuatan
organisasi. Model administratif ini mendasarkan kepada sejumlah asumsi
dasar sebagai berikut:
1) Proses pengambilan strategi keputusan merupakan siklus peristiwa yang
mencakup identifikasi dan diagnosis terhadap suatu kesulitan,
pengembangan renca untuk mengatasi kesulitan, prakarasa terhadap
rencana, dan penilaian terhadap keberhasilan.
2) Esensi administrasi (pendidikan) terletak pada kinerja proses pembuatan
keputusan yang melibatkan individu atau kelompok dalam
organisasi. Hal ini menandakan bahwa pembuatan keputusan yang
tepat, akan mendorong penyelenggaraan pendidikan pada jenjang formal
yang efektif.
3) Berfikir rasional yang sempurna dalam pembuatan keputusan adalah
mustahil. Oleh karena itu, setiap pemimpin menyadari keterbatasan dan
pengetahuan, kemampuan atau kapasitas untuk memaksimalkan proses
pembuatan keputusan. Dari sini dapat dikatakan bahwa keputusan
yang tepat jika secara tepat digunakan untuk melaksanakan tujuan
yang telah ditetapkan.
4) Fungsi utama penyelenggaraan pendidikan adalah menyiapkan
lingkungan yang kondusif bagi setiap anggota organisasi pendidikan
untuk terlibat dalam pembuatan keputusan sehingga perilaku setiap
individu di dalamnya rasional. Penyimpangan dan pelanggaran tata tertib
yang dilakukan siswa, misalnya, bukan karena pribadinya yang buruk,
melainkan sering diakibatkan oleh keterbatasan pengetahuan dan
pengalamannya. Demikian pula minimnya perhatian dan kerjasama
pendidikan dari orang tua, masyarakat dan sekolah micu gagalnya
pelaksanaan kebijakan dalam pendidikan formal.
5) Proses pembuatan keputusan merupakan pola tindakan yang umum
terjadi dalam penyelenggaraan semua bidang tugas dan fungsi
lembaga. Jika dirinci tugas pemimpin adalah bertanggungjawab
terhadap bidang-bidang ; a). Kurikulum dan pembelajaran, b).
Negosiasi atau humas, c). Sarana prasarana, d). Financial dan usaha, e).
Manajemen siswa, f). Evaluasi dan pembinaan, g). Hubungan manusia.
6) Proses pembuatan keputusan berlangsung dengan bentuk generalisasi
yang sama yang organisasi yang kompleks. Setiap pembuatan
keputusan biasanya selalu menyangkut tahapan strategi, pelaksanaan,
dan penilaian hasil.

E. Macam-macam Kebijakan Pendidikan


Kebijakan dibuat mengacu pada paradigma baru pendidikan. Kebijakan
adalah suatu ucapan atau tulisan yang memberikan petunjuk umum tentang
penetapan ruang lingkup yang memberi batas dan arah umum kepada para
manajer untuk bergerak. Kebijakan juga berarti suatu keputusan yang luas untuk
menjadi patokan dasar bagi pelaksanaan manajemen. Keputusan yang dimaksud
telah dipikirkan secara matang dan hati-hati oleh pengambil keputusan puncak
dan bukan kegiatan-kegiatan yang berulang dan rutin yang terprogram atau terkait
dengan aturan-aturan keputusan.
Sementara menurut Slamet P.H. , kebijakan pendidikan adalah apa yang
dikatakan (diputuskan) dan dilakukan oleh pemerintah dalam bidang pendidikan.
Dengan demikian, kebijakan pendidikan berisi keputusan dan tindakan yang
mengalokasikan nilai-nilai. Menurutnya, kebijakan pendidikan meliputi lima tipe,
yaitu kebijakan regulatori, kebijakan distributif, kebijakan redistributif, kebijakan
kapitalisasi dan kebijakan etik.
Sedangkan Noeng Muhadjir , membedakan antara kebijakan substantif dan
kebijakan implementatif. Kebijakan implementatif adalah penjabaran sekaligus
operasionalisasi dari kebijakan substantif. Sementara itu, Sugiyono
mengemukakan tiga pengertian kebijakan (policy) yaitu (1) sebagai pernyataan
lesan atau tertulis pimpinan tentang organisasi yang dipimpinnya, (2) sebagai
ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunjuk bagi
setiap kegiatan, sehingga tercapai kelancaran dan keterpaduan dalam mencapai
tujuan organisasi, dan (3) sebagai peta jalan untuk bertindak dalam mencapai
tujuan organisasi.
Menurutnya, kebijakan yang baik harus memenuhi syarat sebagai berikut.
1. Kebijakan yang dibuat harus diarahkan untuk meningkatkan kesejahteraan
rakyat;
2. Kebijakan yang dibuat harus berpedoman pada kebijakan yang lebih tinggi dan
memperhatikan kebijakan yang sederajat yang lain;
3. Kebijakan yang dibuat harus berorientasi ke masa depan;
4. Kebijakan yang dibuat harus adil;
5. Kebijakan yang dibuat harus berlaku untuk waktu tertentu;
6. Kebijakan yang dibuat harus merupakan perbaikan atas kebijakan yang telah
ada;
7. Kebijakan yang dibuat harus mudah dipahami, diimplementasikan, dimonitor
dan dievaluasi;
8. Kebijakan yang dibuat harus berdasarkan informasi yang benar dan up to date;
9. Sebelum kebijakan dijadikan keputusan formal, maka bila mungkin
diujicobakan terlebih dulu.
Biasanya kebijakan pendidikan yang pernah diambil pada setiap masa selalu
dihadapkan pada dua kutub yang berlawanan.
1. Kebijakan pendidikan elitis. Kebijakan pendidikan elitis adalah kebijakan yang
arah dan sasarannya terbatas untuk kepentingan orang-orang yang terbatas,
misalnya kaum priyayi. Hal itu diambil karena berbagai macam pertimbangan.
2. Kebijakan pendidikan populis, yakni kebijakan yang arah dan peruntukannya
bagi rakyat banyak. Kelahiran kebijakan selalu melalui mekanisme sebagai
berikut:
a. Kebijakan pendidikan merupakan kebijakan politik dan sekaligus sebagai
kebijakan publik.
b. Kebijakan pendidikan terlahir dari pemikiran cemerlang para pejabat
birokrasi dan teknokrasi
c. Kebijakan pendidikan itu memiliki arah dan tujuan yang transparan.
d. Kebijakan pendidikan harus dilaksanakan secara konsekuen dan konsisten.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebijakan pendidikan adalah
upaya perbaikan dalam tataran konsep pendidikan, perundang-undangan,
peraturan dan pelaksanaan pendidikan serta menghilangkan praktik-praktik
pendidikan di masa lalu yang tidak sesuai atau kurang baik sehingga segala aspek
pendidikan di masa mendatang menjadi lebih baik. Kebijakan pendidikan
diperlukan agar tujuan pendidikan nasional dapat dicapai secara efektif dan
efisien.

F. Kondisi yang mempengaruhi Kebijakan Era reformasi


Kebijakan Era reformasi telah membawa perubahan-perubahan mendasar
dalam berbagai kehidupan termasuk kehidupan pendidikan.akan tetapi tidak
semua produk kebijakan dalam pendidikan itu berjalan sesuai yang diinginkan.
Terdapat sejumlah kondisi yang mempengaruhi keputusan atas sebuah kebijakan
yang diambil. Berdasarkan sifatnya, keputusan dapat dikategorikan sebagai
keputusan (1) Terprogram dan (2) Tidak Terprogram. Berdasarkan kemungkinan
kegagalannya, keputusan dibuat dalam kondisi: (1) Kepastian, (2) Risiko, (3)
Ketidakpastian, dan (4) Ambiguitas. Bagan lengkapnya sebagai berikut: Gambar 3
Sifat Keputusan versi Daft and Marcic. Semakin mendekati situasi pasti, gagalnya
suatu keputusan untuk menyelesaikan masalah semakin rendah. Semakin
mendekati situasi ambiguitas, gagalnya suatu keputusan untuk menyelesaikan
masalah semakin tinggi. Semakin mendekati situasi kepastian, keputusan
terprogram bisa dilaksanakan. Semakin mendekati situasi ambiguitas, keputusan
tidak terprogram kerap harus dibuat.
Penjelasan atas gambar diatas adalah sebagai berikut;
1. Keputusan Terprogram. Keputusan ini melibatkan situasi yang kerap terjadi
sehingga memungkinkan suatu keputusan dikembangkan dan diterapkan di
masa mendatang. Keputusan ini merupakan respon atas masalah yang
berulangkali muncul. Termasuk ke dalamnya, misalnya, keputusan untuk
memperbaharui stok kertas dan alat tulis mingguan atau bulanan. Keputusan
Terprogram memungkinkan pimpinan mendelegasikannya kepada bawahan
sehingga ia bisa fokus pada masalah lain.
2. Keputusan Tidak Terprogram. Keputusan ini dibuat sebagai respon atas situasi
unik, kurang didefinisikan, tidak terstruktur, dan punya konsekuensi besar atas
organisasi. Keputusan untuk merenovasi gedung, menaikan biaya SPP,
memasuki wilayah pasar pendidikan baru, atau memindahkan kantor ke lain
lokasi secara tiba-tiba tanpa pertimbangan yang matang merupakan misal dari
keputusan Tak Terprogram.
3. Kepastian. Artinya seluruh informasi yang dibutuhkan pembuat keputusan
tersedia. Manajer punya informasi seputar kondisi operasional, biaya
sumberdaya atau hambatan, sehingga keputusan bisa diambil dan dilaksanakan
lewat serangkaian tindakan yang terukur.
4. Risiko. Artinya keputusan punya tujuan jelas dan dan informasi tersedia, tetapi
hasil di masa datang dari setiap alternatif dalam kemungkinan berubah.
Kendati demikian, informasi yang mencukupi tersedia untuk memungkinkan
hasil yang diharapkan bagi setiap alternatif.
5. Ketidakpastian. Artinya manajer tahu tujuan apa yang mereka ingin capai,
tetapi informasi alternatif dan peristiwa di masa datang tidak lengkap. Manajer
tidak punya informasi yang cukup seputar alternatif atau menaksir risiko.
Faktor-faktor yang berdampak pada keputusan misalnya harga, biaya produksi,
volume, atau tingkat suku bunga di masa datang sulit dianalisa dan diprediksi.
Manajer mungkin harus membuat asumsi guna memaksakan sebuah keputusan,
tetapi jika asumsi salah, keputusan juga bisa salah.
6. Ambiguitas. Artinya tujuan yang hendak dicapai atau masalah yang hendak
diselesaikan tidak jelas, alternatif sulit ditentukan, dan informasi seputar hasil
tidak tersedia. Ambiguitas tampak seperti apa yang dirasakan siswa tatkala
guru membentuk kelompok tetapi tidak memberi topik bahasan, arahan, atau
tugas-tugas sehingga siswa meraba-raba apa yang diinginkan si guru.

KESIMPULAN
Paparan tulisan diatas jika diringkas dalam bentuk table maka akan terlihat
sebagai berikut ;
Strategi Kebijakan dalam Pendidikan Formal dan Non Formal
Pendidikan Formal Pendidikan Non Formal
Kebijakan rasional ilmiyah Kebijakan emosional subyektif
Kebijakan terprogram dan matang Kebijakan kurang terprogram, kasuistik,
responsive
Dilakukan professional dan intelektual akademis Dilakukan apa adanya, sebatas
kemampuan maksimal
Bergantung pada kebijakan pemerintah/ yayasan Bergantung pada keilmuan dan
figuritas kyai
Dokumentasi sosialisasi kebijakan tertib Dokumentasi didasarkan pada kultur
kebijakan sebelumnya
Model kebijakannya bersifat politis dan elitis Model kebijakannya bersifat populis
dan sosialis.
TERIMAKASIH
UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH
SISTEM INFORMASI DAN MANAJEMEN MUTU
PENDIDIKAN FORMAL, NONFORMAL DAN INFORMAL

DOSEN PEMBINA
DR. DENI DARMAWAN, M.SI

Oleh

LELI PURNAMAWATI
NIS: 4103810414130

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
PENETAPAN KRITERIAN KETUNTASAN MINIMAL (KKM)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kebijakan pemerintah di bidang pendidikan telah bergulir dengan
ditetapkannya Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP) yang meliputi standar isi, standar proses, standar
kompetensi lulusan, standar pendidik dan tenaga kependidikan, standar
saranaprasarana, standar pengelolaan, standar pembiayaan, dan standar
penilaian pendidikan.
Tindak lanjut dari SNP adalah ditetapkannya Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) :
 No. 22 tahun 2006 tentang Standar Isi (SI);
 No. 23 tahun 2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan (SKL);
 No. 24 tahun 2006 dan No. 6 tahun 2007 tentang Pelaksanaan SI dan SKL;
 No. 12 tahun 2007 tentang Standar Pengawas Sekolah/Madrasah;
 No. 13 tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah/Madrasah;
 No. 16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
 Guru; No. 18 tahun 2007 tentang Sertifikasi Guru dalam Jabatan;
 No. 19 tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan;
 No. 20 tahun 2007 tentang Standar Penilaian;
 No. 24 tahun 2007 tentang Standar Sarana Prasarana; dan
 No. 41 tahun 2007 tentang Standar Proses.
 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan PP No. 19
tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan bahwa
kurikulum pada jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah dikembangkan
oleh setiap satuan pendidikan. Pemerintah tidak lagi menetapkan kurikulum
secara nasional seperti pada periode sebelumnya. Satuan pendidikan harus
mengembangkan sendiri kurikulum sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhan serta potensi peserta didik, masyarakat, dan lingkungannya.
Berbagai Peraturan Menteri Pendidikan Nasional yang berkaitan dengan
Standar Nasional Pendidikan merupakan acuan dan pedoman dalam
mengembangkan, melaksanakan, mengevaluasi keterlaksanaannya, dan
menindaklanjuti hasil evaluasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 14
tahun 2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Direktorat Jenderal Manajemen
Pendidikan Dasar dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional
menyebutkan bahwa salah satu tugas Subdirektorat Pembelajaran –Direktorat
Pembinaan SMA adalah melakukan penyiapan bahan kebijakan, standar,
kriteria, dan pedoman serta pemberian bimbingan teknis, supervisi, dan
evaluasi pelaksanaan kurikulum. Selanjutnya, dalam Permendiknas Nomor 25
tahun 2006 tentang Rincian Tugas Unit Kerja di Lingkungan Direktorat
Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah dijelaskan bahwa
rincian tugas Subdirektorat Pembelajaran – Penetapan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) 2 Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Atas antara lain
melaksanakan penyiapan bahan penyusunan pedoman dan prosedur
pelaksanaan pembelajaran, termasuk penyusunan pedoman pelaksanaan
kurikulum. Pengembangan kurikulum tingkat satuan pendidikan berdasarkan
standar nasional memerlukan langkah dan strategi yang harus dikaji
berdasarkan analisis yang cermat dan teliti. Analisis dilakukan terhadap
tuntutan kompetensi yang tertuang dalam rumusan standar kompetensi dan
kompetensi dasar; Analisis mengenai kebutuhan dan potensi peserta didik,
masyarakat, dan lingkungan; Analisis peluang dan tantangan dalam
memajukan pendidikan pada masa yang akan datang dengan dinamika dan
kompleksitas yang semakin tinggi.
Penjabaran Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD)
sebagai bagian dari pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
dilakukan melalui pengembangan silabus dan rencana pelaksanaan
pembelajaran. Silabus merupakan penjabaran umum dengan mengembangkan
SK-KD menjadi indikator, kegiatan pembelajaran, materi pembelajaran, dan
penilaian. Penjabaran lebih lanjut dari silabus dalam bentuk rencana
pelaksanaan pembelajaran. Penetapan kriteria minimal ketuntasan belajar
merupakan tahapan awal pelaksanaan penilaian hasil belajar sebagai bagian
dari langkah pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Kurikulum
berbasis kompetensi yang menggunakan acuan kriteria dalam penilaian,
mengharuskan pendidik dan satuan pendidikan menetapkan kriteria minimal
yang menjadi tolok ukur pencapaian kompetensi. Oleh karena itu, diperlukan
panduan yang dapat memberikan informasi tentang penetapan kriteria
ketuntasan minimal yang dilakukan di satuan pendidikan.

B. Tujuan Penyusunan panduan ini bertujuan untuk:


1. Memberikan pemahaman lebih luas cara menetapkan Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) mata pelajaran di satuan pendidikan, serta melakukan
analisis terhadap hasil belajar yang dicapai;
2. Mendorong peningkatan mutu pendidikan melalui penetapan KKM yang
optimal sehingga meningkat secara bertahap;
3. Mendorong pendidik dan satuan pendidikan melakukan analisis secara teliti
dan cermat dalam menetapkan KKM serta menindaklanjutinya

C. Ruang Lingkup Ruang lingkup


Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) mencakup pengertian dan
fungsi KKM, mekanisme penetapan KKM, dan analisis KKM. Penetapan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 3

BAB II PENGERTIAN DAN FUNGSI KRITERIA KETUNTASAN


MINIMAL (KKM)

A. Pengertian Kriteria Ketuntasan Minimal


Salah satu prinsip penilaian pada kurikulum berbasis kompetensi adalah
menggunakan acuan kriteria, yakni menggunakan kriteria tertentu dalam
menentukan kelulusan peserta didik. Kriteria paling rendah untuk menyatakan
peserta didik mencapai ketuntasan dinamakan Kriteria Ketuntasan Minimal
(KKM). KKM harus ditetapkan sebelum awal tahun ajaran dimulai.
Seberapapun besarnya jumlah peserta didik yang melampaui batas ketuntasan
minimal, tidak mengubah keputusan pendidik dalam menyatakan lulus dan
tidak lulus pembelajaran.
Acuan kriteria tidak diubah secara serta merta karena hasil empirik
penilaian. Pada acuan norma, kurva normal sering digunakan untuk
menentukan ketuntasan belajar peserta didik jika diperoleh hasil rata-rata
kurang memuaskan. Nilai akhir sering dikonversi dari kurva normal untuk
mendapatkan sejumlah peserta didik yang melebihi nilai 6,0 sesuai proporsi
kurva. Acuan kriteria mengharuskan pendidik untuk melakukan tindakan yang
tepat terhadap hasil penilaian, yaitu memberikan layanan remedial bagi yang
belum tuntas dan atau layanan pengayaan bagi yang sudah melampaui kriteria
ketuntasan minimal.
Kriteria ketuntasan minimal ditetapkan oleh satuan pendidikan
berdasarkan hasil musyawarah guru mata pelajaran di satuan pendidikan atau
beberapa satuan pendidikan yang memiliki karakteristik yang hampir sama.
Pertimbangan pendidik atau forum MGMP secara akademis menjadi
pertimbangan utama penetapan KKM. Kriteria ketuntasan menunjukkan
persentase tingkat pencapaian kompetensi sehingga dinyatakan dengan angka
maksimal 100 (seratus). Angka maksimal 100 merupakan kriteria ketuntasan
ideal. Target ketuntasan secara nasional diharapkan mencapai minimal 75.
Satuan pendidikan dapat memulai dari kriteria ketuntasan minimal di bawah
target nasional kemudian ditingkatkan secara bertahap. Kriteria ketuntasan
minimal menjadi acuan bersama pendidik, peserta didik, dan orang tua peserta
didik. Oleh karena itu pihak-pihak yang berkepentingan terhadap penilaian di
sekolah berhak untuk mengetahuinya. Satuan pendidikan perlu melakukan
sosialisasi agar informasi dapat diakses dengan mudah oleh peserta didik dan
atau orang tuanya. Kriteria ketuntasan minimal harus dicantumkan dalam
Laporan Hasil Belajar (LHB) sebagai acuan dalam menyikapi hasil belajar
peserta didik. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 4 B.
Fungsi Kriteria Ketuntasan Minimal Fungsi kriteria ketuntasan minimal:
1. Sebagai acuan bagi pendidik dalam menilai kompetensi peserta didik sesuai
kompetensi dasar mata pelajaran yang diikuti. Setiap kompetensi dasar
dapat diketahui ketercapaiannya berdasarkan KKM yang ditetapkan.
Pendidik harus memberikan respon yang tepat terhadap pencapaian
kompetensi dasar dalam bentuk pemberian layanan remedial atau layanan
pengayaan;
2. Sebagai acuan bagi peserta didik dalam menyiapkan diri mengikuti
penilaian mata pelajaran. Setiap kompetensi dasar (KD) dan indikator
ditetapkan kkm yang harus dicapai dan dikuasai oleh peserta didik. Peserta
didik diharapkan dapat mempersiapkan diri dalam mengikuti penilaian agar
mencapai nilai melebihi KKM. Apabila hal tersebut tidak bisa dicapai,
peserta didik harus mengetahui KD-KD yang belum tuntas dan perlu
perbaikan;
3. Dapat digunakan sebagai bagian dari komponen dalam melakukan evaluasi
program pembelajaran yang dilaksanakan di sekolah. Evaluasi
keterlaksanaan dan hasil program kurikulum dapat dilihat dari keberhasilan
pencapaian KKM sebagai tolok ukur. Oleh karena itu hasil pencapaian kd
berdasarkan kkm yang ditetapkan perlu dianalisis untuk mendapatkan
informasi tentang peta kd-kd tiap mata pelajaran yang mudah atau sulit, dan
cara perbaikan dalam proses
4. Pembelajaran maupun pemenuhan saranaprasarana belajar di sekolah;
Merupakan kontrak pedagogik antara pendidik dengan peserta didik dan
antara satuan pendidikan dengan masyarakat.
Keberhasilan pencapaian KKM merupakan upaya yang harus dilakukan
bersama antara pendidik, peserta didik, pimpinan satuan pendidikan, dan orang
tua. Pendidik melakukan upaya pencapaian KKM dengan memaksimalkan
proses pembelajaran dan penilaian. Peserta didik melakukan upaya pencapaian
KKM dengan proaktif mengikuti kegiatan pembelajaran serta mengerjakan
tugas-tugas yang telah didesain pendidik. Orang tua dapat membantu dengan
memberikan motivasi dan dukungan penuh bagi putra-putrinya dalam
mengikuti pembelajaran. Sedangkan pimpinan satuan pendidikan berupaya
memaksimalkan pemenuhan kebutuhan untuk mendukung terlaksananya proses
pembelajaran dan penilaian di sekolah; 5. merupakan target satuan pendidikan
dalam pencapaian kompetensi tiap mata pelajaran. Satuan pendidikan harus
berupaya semaksimal mungkin untuk melampaui KKM yang ditetapkan.
Keberhasilan pencapaian KKM merupakan salah satu tolok ukur kinerja satuan
pendidikan dalam menyelenggarakan program pendidikan. Satuan pendidikan
dengan KKM yang tinggi dan dilaksanakan secara bertanggung jawab dapat
menjadi tolok ukur kualitas mutu pendidikan bagi masyarakat. Penetapan
Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 5

BAB III MEKANISME PENETAPAN KKM

A. Prinsip Penetapan KKM


Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal perlu mempertimbangkan beberapa
ketentuan sebagai berikut:
1. Penetapan KKM merupakan kegiatan pengambilan keputusan yang dapat
dilakukan melalui metode kualitatif dan atau kuantitatif. Metode kualitatif
dapat dilakukan melalui professional judgement oleh pendidik dengan
mempertimbangkan kemampuan akademik dan pengalaman pendidik
mengajar mata pelajaran di sekolahnya. Sedangkan metode kuantitatif
dilakukan dengan rentang angka yang disepakati sesuai dengan penetapan
kriteria yang ditentukan;
2. Penetapan nilai kriteria ketuntasan minimal dilakukan melalui analisis
ketuntasan belajar minimal pada setiap indikator dengan memperhatikan
kompleksitas, daya dukung, dan intake peserta didik untuk mencapai
ketuntasan kompetensi dasar dan standar kompetensi
3. Kriteria ketuntasan minimal setiap Kompetensi Dasar (KD) merupakan
ratarata dari indikator yang terdapat dalam Kompetensi Dasar tersebut.
Peserta didik dinyatakan telah mencapai ketuntasan belajar untuk KD
tertentu apabila yang bersangkutan telah mencapai ketuntasan belajar
minimal yang telah ditetapkan untuk seluruh indikator pada KD tersebut;
4. Kriteria ketuntasan minimal setiap Standar Kompetensi (SK) merupakan
rata-rata KKM Kompetensi Dasar (KD) yang terdapat dalam SK tersebut;
5. Kriteria ketuntasan minimal mata pelajaran merupakan rata-rata dari semua
KKM-SK yang terdapat dalam satu semester atau satu tahun pembelajaran,
dan dicantumkan dalam Laporan Hasil Belajar (LHB/Rapor) peserta didik;
6. Indikator merupakan acuan/rujukan bagi pendidik untuk membuat soal-soal
ulangan, baik Ulangan Harian (UH), Ulangan Tengah Semester (UTS)
maupun Ulangan Akhir Semester (UAS). Soal ulangan ataupun tugas-tugas
harus mampu mencerminkan/menampilkan pencapaian indikator yang
diujikan. Dengan demikian pendidik tidak perlu melakukan pembobotan
seluruh hasil ulangan, karena semuanya memiliki hasil yang setara;
7. Pada setiap indikator atau kompetensi dasar dimungkinkan adanya
perbedaan nilai ketuntasan minimal.

B. Langkah-Langkah Penetapan KKM


Penetapan KKM dilakukan oleh guru atau kelompok guru mata
pelajaran. Langkah penetapan KKM adalah sebagai berikut: Penetapan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) 6:
1. Guru atau kelompok guru menetapkan KKM mata pelajaran dengan
mempertimbangkan tiga aspek kriteria, yaitu kompleksitas, daya dukung,
dan intake peserta didik dengan skema sebagai berikut: Hasil penetapan
KKM indikator berlanjut pada KD, SK hingga KKM mata pelajaran;
2. Hasil penetapan KKM oleh guru atau kelompok guru mata pelajaran
disahkan oleh kepala sekolah untuk dijadikan patokan guru dalam
melakukan penilaian;
3. KKM yang ditetapkan disosialisaikan kepada pihak-pihak yang
berkepentingan, yaitu peserta didik, orang tua, dan dinas pendidikan;
4. KKM dicantumkan dalam LHB pada saat hasil penilaian dilaporkan kepada
orang tua/wali peserta didik.
C. Penentuan Kriteria Ketuntasan Minimal
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam penentuan kriteria ketuntasan minimal
adalah:
1. Tingkat kompleksitas, kesulitan/kerumitan setiap indikator, kompetensi
dasar, dan standar kompetensi yang harus dicapai oleh peserta didik. Suatu
indikator dikatakan memiliki tingkat kompleksitas tinggi, apabila dalam
pencapaiannya didukung oleh sekurang-kurangnya satu dari sejumlah
kondisi sebagai berikut:
a. Guru yang memahami dengan benar kompetensi yang harus dibelajarkan
pada peserta didik;
b. Guru yang kreatif dan inovatif dengan metode pembelajaran yang
bervariasi;
c. Guru yang menguasai pengetahuan dan kemampuan sesuai bidang yang
diajarkan;
d. Peserta didik dengan kemampuan penalaran tinggi;
e. Peserta didik yang cakap/terampil menerapkan konsep;
f. Peserta didik yang cermat, kreatif dan inovatif dalam penyelesaian
tugas/pekerjaan;
g. Waktu yang cukup lama untuk memahami materi tersebut karena
memiliki tingkat kesulitan dan kerumitan yang tinggi, sehingga dalam
proses pembelajarannya memerlukan pengulangan/latihan;
h. Tingkat kemampuan penalaran dan kecermatan yang tinggi agar peserta
didik dapat mencapai ketuntasan belajar.
KKM Indikator KKM KD KKM SK KKM MP Penetapan Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM) 7:
Contoh 1. SK 2. : Memahami hukum-hukum dasar kimia dan penerapannya
dalam perhitungan kimia (stoikiometri) KD 2.2: Membuktikan dan
mengkomunikasikan berlakunya hukumhukum dasar kimia melalui percobaan
serta menerapkan konsep mol dalam menyelesaikan perhitungan kimia
Indikator: Menentukan pereaksi pembatas dalam suatu reaksi Indikator ini
memiliki kompleksitas yang tinggi, karena untuk menentukan pereaksi
pembatas diperlukan beberapa tahap pemahaman/penalaran peserta didik
dalam perhitungan kimia.
Contoh 2. SK 1. : Memahami struktur atom, sifat-sifat periodik unsur, dan
ikatan kimia KD 1.
1. Memahami struktur atom berdasarkan teori atom Bohr, sifatsifat unsur,
massa atom relatif, dan sifat-sifat periodik unsur dalam tabel periodik serta
menyadari keteraturannya, melalui pemahaman konfigurasi elektron
Indikator: Menentukan konfigurasi elektron berdasarkan tabel periodik atau
nomor atom unsur.
2. Indikator ini memiliki kompleksitas yang rendah karena tidak memerlukan
tahapan berpikir/penalaran yang tinggi.
3. Kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran
pada masing-masing sekolah. a. Sarana dan prasarana pendidikan yang
sesuai dengan tuntutan kompetensi yang harus dicapai peserta didik seperti
perpustakaan, laboratorium, dan alat/bahan untuk proses pembelajaran; b.
Ketersediaan tenaga, manajemen sekolah, dan kepedulian stakeholders
sekolah. Penetapan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) 8
Contoh: SK 3. : Memahami kinetika reaksi, kesetimbangan kimia, dan
faktorfaktor yang mempengaruhinya, serta penerapannya dalam kehidupan
sehari-hari dan industri KD 3.3 : Menjelaskan keseimbangan dan faktor-faktor
yang mempengaruhi pergeseran arah keseimbangan dengan melakukan
percobaan Indikator: Menyimpulkan pengaruh perubahan suhu, konsentrasi,
tekanan, dan volume pada pergeseran keseimbangan melalui percobaan. Daya
dukung untuk Indikator ini tinggi apabila sekolah mempunyai sarana prasarana
yang cukup untuk melakukan percobaan, dan guru mampu menyajikan
pembelajaran dengan baik. Tetapi daya dukungnya rendah apabila sekolah
tidak mempunyai sarana untuk melakukan percobaan atau guru tidak mampu
menyajikan pembelajaran dengan baik.
Tingkat kemampuan (intake) rata-rata peserta didik di sekolah yang
bersangkutan Penetapan intake di kelas X dapat didasarkan pada hasil seleksi
pada saat penerimaan peserta didik baru, Nilai Ujian Nasional/Sekolah, rapor
SMP, tes seleksi masuk atau psikotes; sedangkan penetapan intake di kelas XI
dan XII berdasarkan kemampuan peserta didik di kelas sebelumnya. Contoh
penetapan KKM Untuk memudahkan analisis setiap indikator, perlu dibuat
skala penilaian yang disepakati oleh guru mata pelajaran. Contoh: Aspek yang
dianalisis Kriteria dan Skala Penilaian Kompleksitas Tinggi < 65 Sedang 65-79
Rendah 80-100 Daya Dukung Tinggi 80-100 Sedang 65-79 Rendah.
UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH

LANDASAN AGAMA, FILOSOFI, PSIKOLOGI DAN BUDAYA DALAM


KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN

DOSEN PEMBINA
Prof . Dr. H. DEDI MULYASANA, M.Pd

Oleh
LELI PURNAMAWATI
NIS: 4103810414130

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
SOAL UJIAN AKHIR SEMESTER
MK : LANDASAN AGAMA, FILOSOFI, PSIKOLOGI DAN BUDAYA
DALAM KEPEMIMPINANA PENDIDIKAN
DOSEN: DEDI MULYASANA

NO ASPEK TEORI YG ARUS PENGEMBANGAN KONSEP KE DEPAN


MELANDASI PERUBAHAN
DAN AGAMA PSIKOLOGI SOSIAL BUDAYA
KECENDERUNGA
N KE DEPAN
1. Kepemimpinan
2.Budaya mutu dan
Pelayanan Prima
3. Pendidikan
4. Teamwork

A. KEPEMIMPINAN
1. Teori yg melandasi
Kepemimpinan secara umum adalah kemampuan mempengaruhi orang
agar mencapai tujuan yang diinginkan oleh pemimpin atau organisasi. Berbagai
cara atau pendekatan agar dapat mempengaruhi orang tersebut ternyata
berbeda-beda. Fenomena tersebut menjadi obyek penitiian sehingga
memunculkan berbagai teori-teori tentang kepemimpinan. Teori bersifat
ramalan atau prediksi sehingga teori tersebut belum bisa diketahui benar atau
tidaknya selama belum ada pembuktian empiris atau realitasnya. Cara atau
teknik mempengaruhi orang pun tidak bisa dikategorikan mana yang benar dan
mana yang salah. Semua teori kepemimpinan selalu ada asumsi atau kondisi
yang menaungi kemunculan teori tersebut. Dengan demikian, teori
kepemimpinan pun bisa saja bertolak belakang satu sama lain, seperti terlihat
dari munculnya berbagai tipe atau gaya kepemimpinan yang saling bertolak
belakang sifat dan gayanya.
Berbicara tentang kepemimpinan bisa mencakup (1) teori-teori yang
melandasi mengapa ada pemimpin dan bagaimana cara atau gaya
kepemimpinan yang digunakannya; (2) faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi tipe kepemimpinan; (3) tipe-tipe kepemimpinan apa saja yang
sering ditemui, baik pada organisasi bisnis maupun publik; serta
(4) mungkinkah ada perubahaan gaya kepemimpinan seseorang dilihat dari
waktu dan tempat.
Salah satu teori kepemimpinan adalah “Trait Theory” yang
mengidentifikasi karakteristik yang menentukan kepemimpinan yang baik.
Karakteristik tersebut bisa mencakup kepribadian, dominasi dan kehadiran
pribadi, karisma, kepercayaan diri, pencapaian atau prestasi, atau bisa juga
kemampuan untuk memformulasikan visi dengan jelas. Salah satu diskusi yang
menarik dari teori ini adalah apakah karakteristik seorang pemimpin tersebut
bias gender, misalnya apakah pemimpin itu harus pria, atau sebaliknya, apakah
wanita bisa menjadi pemimpin. Pertanyaan lainnya, apakah karakteristik
tersebut menjamin bahwa seseorang akan menjadi pemimpin yang baik, apakah
seorang pemimpin itu sebatas membuat perubahan saja, serta apakah pemimpin
itu dilahirkan atau diciptakan.
Teori yang kedua adalah “Behavioural Theory“ yang secara tersirat
menyatakan bahwa seorang pemimpin itu bisa dilatih, yaitu dengan
memusatkan pada cara melakukan sesuatu, misalnya tugas, pekerjaan, dan
berbagai aktivitas lainnya. Dengan penguasaan cara tersebut maka seseorang
bisa mempunyai kemampuan lebih dari orang lain. Akhirnya, orang lain pun
bisa mengikuti apa yang anda lakukan. Akhirnya orang yang mempunyai
penguasaan tersebut menjadi seorang pemimpin. Fokus itu sendiri terdiri dari
dua, yaitu pemimpin fokus terhadap kelembagaan dari pekerjaan secara
terstuktur, atau membangun hubungan (relationship) yang berfokus pada
proses. Jadi bisa saja ada pemimpin yang lebih mementingkan pekerjaan
(walaupun mungkin relasi dengan bawahannya buruk), namun ada juga
pemimpin yang lebih menitikberatkan pada relasi yang baik dengan
bawahannya dibanding hasil akhir atau tujuan organisasi. Pertanyaan yang
manarik adalah, adakah pemimpin yang dapat meraih keduanya, yakni
pekerjaan sukses dibarengi dengan relasi yang harmonis dengan bawahan.
Terori yang ketiga adalah “Contingency Theory”. Menurut teori ini,
kepemimpinan bersifat luwes atau fleksibel. Gaya kepemimpinan yang berbeda
bisa diterapkan pada waktu yang berbeda tergantung lingkungannya. Dengan
demikian, kepemimpinan bukanlah sekumpulan karakteristik yang dapat
dialihkan begitu saja dalam konteks yang berbeda. Intinya, seseorang mungkin
bisa menjadi otoriter pada lingkungan tertentu, namun berubah menjadi
pemimpin yang demokratis pada lingkungan yang lain. Sebagai contoh kasus,
apakah seorang bapak rumah tangga akan mempunyai gaya kepemimpinan
yang berbeda antara di rumah atau di lingkungan rumahnya dibandingkan
ketika menjadi seorang manajer di sebuah perusahaan. Jadi gaya
kepemimpinan tersebut bisa berubah tergantung tipe bawahan, sejarah
organisasi atau bisnisnya, budaya perusahaan, kualitas hubungan, wujud
perubahan yang diinginkan, serta norma-norma yang dianut di perusahaan.
Itulah tiga teori yang sering dikutip ketika mempelajari kepemimpinan.
Ada teori-teori lainnya seperti “Transformational Theory“ yang lebih melihat
pengaruh besar seorang pemimpin terhadap organisasi dalam konteks rencana
strategis yang dimensi waktunya relatif panjang. Ada juga
“Invitational Leadership Theory“ yang lebih menekankan peran pemimpin
dalam menciptakan atmosifir atau kondisi perusahaan yang kondusif. Hal-hal
kurang produktif atau kesalahan berusaha diidentifikasi dan dihilangkan
sehingga bisa tercipta proses internal yang baik, serta membangun komunikasi
dengan pihak eksternal. Teori terakhir adalah ‘Transactional Theory“ yang
lebih melihat bagaimana seorang pemimpin sangat fokus ke organisasi,
termasuk dengan mematuhi semua prosedur, pedoman, dan kontrak yang
berlaku dan mengikat dirinya atau perusahaannya.
Gaya kepemimpinan itu sendiri bisa dipengaruhi oleh banyak faktor,
misalnya resiko atas pengambilan keputusan. Contohnya, gaya kepemimpinan
formal dalam organisasi bisnis bisa saja berbeda dengan gaya kepemimpinan
informal di lingkungan masyarakat. Atau contoh lain, gaya kepemimpinan
seorang Supervisor bisa saja berbeda dengan Managing Diretor yang resiko
keputusannya lebih tinggi karena menyangkut nasib atau masa depan
perusahaan. Faktor-faktor lainnya adalah jenis bisnis, seberapa penting
memandang perubahan, budaya perusahaan atau organisasi, serta karakteristik
tugas. Mungkin kita pun tertarik dengan gaya kepemimpinan di perguruan
tinggi kedinasan (IPDN, dll), PTN, atau PTS, dibandingkan dengan organisasi
bisnis atau partai politik.Gaya pemimpin bisnis outsourcing mungkin berbeda
pula dengan pemimpin bisnis franchasing.
Salah satu gaya kepemimpinan yang selalu ditempatkan berlawanan
adalah pemimpin “Autocratic” vs “Democratic”. Dua kutub tersebut
berlawanan secara ekstrem. Pemimpin autocratic cenderung otoriter dan rekatif
tidak memberikan ruang partisipasi kepada bawahannya dalam pengambilan
keputusan. Sifatnya tersebut menyebabkan bawahan bisa bekerja dengan hasil
yang baik jika pemimpin hadir. Maksudnya, pekerjaan atau perusahaan pun
akhirnya sangat menggantungkan pada pemimpin sebagai pengarah, pengawas,
dan pengambil keputusan. Ketidak bebasan bawahan tersebut bisa
menyebabkan ketergantungan organisasi pada kehadrian pemimpin.
Sebaliknya, pemimpin yang demokratis mempunyai sifat yang berlawanan
dengan itu. Namun, ini bukan berarti kita bisa menyimpulkan bahwa gaya
pemimpin mana yang benar dan salah karena tergantung faktor atau situasi
seperti dijelaskan pada berbagai teori kepemimpinan sebelumnya. Kita sering
terpilah tentang gaya kepemimpinan mana paling lebih sukai dan mana yang
tidak, dan itu bisa berbeda-beda bagi setiap orang. Kembali ke definisi
kepemimpinan, terlepas dari gayanya, pemimpin yang berhasil adalah
pemimpin yang bisa mencapai tujuan organisasi. Dan itu bisa saja dengan gaya
otocratic ataupun democratic.
Jika mengacu ke berbagai teori di atas maka sebutan atau gaya
kepemimpinan pun muncul sesuai dengan ciri khas atau karakteristik dominan
dari pemimpin tersebut. Beberapa sebutan atau gaya dominan dari pemimpin
tersebut di antaranya adalah “Transactional Leader”, “Charismatic Leader”,
Visionary Leader”, “Transformational Leader”, “Servant Leader”, “Interactive
Leader”, dan label pemimpin lainnya, atau bisa juga sebutan baru, misalnya
“Pemimpin yang gaul”.
Akhirnya, apapun teori yang melandasi, atau gaya dan tipe seperti apa
yang diterapkan, semoga kita bisa menjadi pemimpin yang baik dan
berhasil, minimal untuk diri sendiri dan keluarga.
2. ARUS PERUBAHAN DAN KECENDERUNGAN KE DEPAN
(VISIONER)
Kepemimpinan visioner memiliki ciri-ciri yang menggambarkan segala
sikap dan perilakunya yang menunjukkan kepemimpinannya yang berorientasi
kepada pencapaian visi, jauh memandang ke depan dan terbiasa menghadapi
segala tantangan dan resiko. Diantara cirri-ciri utama kepemimpinan visioner
adalah:
a. Berwawasan ke masa depan, bertindak sebagai motivator, berorientasi pada
the best performance untuk pemberdayaan, kesanggupan untuk
memberikan arahan konkrit yang sistematis.
b. Berani bertindak dalam meraih tujuan, penuh percaya diri, tidak peragu dan
selalu siap menghadapi resiko. Pada saat yang bersamaan, pemimpin
visioner juga menunjukkan perhitungan yang cermat, teliti dan akurat.
Memandang sumber daya, terutama sumberdaya manusia sebagai asset yang
sangat berharga dan memberikan perhatian dan perlindungan yang baik
terhadap mereka
c. Mampu menggalang orang lain untuk kerja keras dan kerjasama dalam
menggapai tujuan, menjadi model (teladan) yang secara konsisten
menunjukkan nilai-nilai kepemimpinannya, memberikan umpan balik
positif, selalu menghargai kerja keras dan prestasi yang ditunjukkan oleh
siapun yang telah memberi kontribusi[5]
d. Mampu merumuskan visi yang jelas, inspirasional dan menggugah,
mengelola ‘mimpi’ menjadi kenyataan, mengajak orang lain untuk berubah,
bergerak ke ‘new place’,[6] . Mampu memberi inspirasi, memotivasi orang
lain untuk bekerja lebih kreatif dan bekerja lebih keras untuk mendapatkan
situsi dan kondisi yang lebih baik.
e. Mampu mengubah visi ke dalam aksi, menjelaskan dengan baik maksud
visi kepada orang lain, dan secara pribadi sangat commited terhadap visi
tersebut[7].
f. Berpegang erat kepada nilai-niliai spiritual yang diykininya. Memiliki
integritas kepribadian yang kuat, memancarkan energy, vitalitas dan
kemauan yang membara untuk selalu berdiri pada posisi yang segaris
dengan nilai-nilai spiritual. Menjadi orang yang terdepan dan pertama dalam
menerapkan nilai-nilai luhur, sebagimana yang diungkapkan oleh Mahatma
Gandhi: “I must first be the change I want to see in my world.”
g. Membangun hubungan (relationship) secara efektif, memberi penghargaan
dan respek. Sangat peduli kepada orang lain (bawahan), memandang orang
lain sebagai asset berharga yang harus di perhatikan, memperlakukan
mereka dengan baik dan ‘hangat’ layaknya keluarga. Sangat responsive
terhadap segala kebutuhan orang lain dan membantu mereka berkembang,
mandiri dan membimbing menemukan jalan masa depan mereka
h. Innovative dan proaktif dalam menemukan ‘dunia baru’. Membantu
mengubah dari cara berfikir yang konvensional (old mental maps) ke
paradigma baru yang dinamis. Melaklukan terobosan-terobosan berfikir
yang kreatif dan produktif. (‘out-box thinking’). Lebih bersikap atisipatif
dalam mengayunkan langkah perubahan, ketimbang sekedar reaktif terhadap
kejadian-kejadian. Berupaya sedapat mungkin menggunakan pendekatan
‘win-win’ ketimbang ‘win-lose’.

3. PENGEMBANGAN KONSEP KE DEPAN


a. Agama
Kepimpinan dipadangsecaraagama Islam, berdasar pada konsep
moral yang sama untuk mengatur hubungan kekeluargaan, ketidaksetaraan,
dan kategori moral. Prinsip dasar kepimpimpinan dalam konteks kekuasaan,
(1) iman dan spiritual, (2) ibadah, (3) perlindungan, (4) kebebasan dalam
bahasa.Sifat dan esensi kepemimpinan menunjukkan patronase menjadi
hirarki (ikatan pribadi-kelompok) dengan nilai, moral dan keadilan.
Spektrum kepemimpinan terkait dengan noralitas (etis dan estetis) serta
sosial (solidaritas sosial dan solidaritas mekanik). Kewajiban pemimpin
dimaknai membimbing, mendidik atas dasar tanggungjawab. Kepercayaan
sebagai dasar kepemimpinan dimaknai sebagai harapan positif dan tidak
akan oportunis maupun peyoratif.
Tugas pertama dari setiap pemimpin adalah menumbuhkan
kepercayaan. Kepercayaan adalah keyakinan yang lahir dari dua
dimensi,yakni: karakter dan kompetensi. Karakter mencakup niat, motif dan
integritas untuk mempengaruhi dan menanamkan kepercayaan pada orang
lain. Sementara kompetensi meliputi kemampuan, keterampilan, hasil, dan
track record yang dimiliki seorang pemimpin.Kedua dimensi tersebut
tentunya sangat penting, sejalan dengan meningkatnya kesadaran etika
dalam masyarakat dewasa ini yang menempatkan kepercayaan sebagai
modal untuk memasuki arenaekonomi global. Boleh jadi seseorang bersifat
tulus dan jujur (berkarakter), namun orang tersebut belum bisa mendapatkan
kepercayaan sepenuhnya apabila ia tidak membuahkan hasil atau prestasi,
dan demikian juga sebaliknya. Seseorang mungkin memiliki kemampuan
besar, bakat dan track record yang baik, namun apabila ia kurang jujur
(kurang berkarakter) tentunya orang tersebut akan sulit dipercaya. Para
pemimpin yang baik perlu mengawali tugasnya dengan kepercayaan ketika
ia mulai menjalankan tugas dalam suatu organisasi, baik sektor bisnis
maupun publik. Ketika suatu organisasi memiliki tingkat kepercayaan yang
rendah, maka konsekuensi ekonomis dari hal tersebut akan dipikul oleh para
pelakunya. Menanamkan kepercayaan akan memakan waktu yang cukup
lama dan mahal karena organisasi perlu mengambil langkah-langkah untuk
mengkompensirakibat kurangnya tingkat kepercayaan. Sebetulnya biaya
dari rendahnya tingkat kepercayaan dapat diukur karena hal tersebut bukan
hanya masalah sosial semata, akan tetapi juga merupakan suatu masalah
ekonomi. Para pemimpin yang baik dapat memasukkan unsur kepercayaan
terhadap tujuan yang eksplisit, sebagaimana tujuan lain yang dapat diukur
dan ditingkatkan.
Dengan demikian, para pemimpin harus mampu
mengkomunikasikan bahwa kepercayaan penting bagi manajemen dan
kepemimpinan. Salah satu cara awal yang baikadalah membuat pengukuran
dasar tentang kepercayaan organisasi untuk kemudian melakukan perbaikan
dari waktu ke waktu. Transformasi awal yang benar adalah membangun
kredibilitas di tingkat pribadi.Dasar dari kepercayaan adalah kredibilitas
pribadi kita sendiri, dan hal tersebut merupakan faktor pembeda yang nyata
bagi setiap pemimpin. Reputasi seseorang adalah refleksi langsung dari
kredibilitasnya, yang akan mendahului ketika mereka berinteraksi dan
bernegosiasi. Ketika reputasi dan kredibilitas seorang pemimpin meningkat,
maka mereka akan membangun kepercayaan dengan cepat dan dapat
menurunkan biaya. Terdapat 4 (empat) hal penting dalam membangun
kredibilitas, yaitu integritas, kesungguhan, kemampuan dan hasil. Sementara
dalam membangun kepercayaan kita perlu memahami dan menjelaskan apa
yang diinginkan oleh organisasi dan apa yang dapat kita tawarkan
terhadapnya.Agaknya akan lebih mudah untuk mempelajari kepemimpinan
ketimbang mempraktikkannya. Pemimpin masa depan memerlukan
seperangkat kekayaan keterampilan kepemimpinan yang lebih luas daripada
sebelumnya. Mereka adalah pelopor dan agen perubahan yang memiliki
keberanian dan visi yang tajam dalam melihat peluang baru untuk sukses.
Kepemimpinan era sekarang ini bukan model kepemimpinan untuk
mempertahankan status quo atau keberhasilan masa lalu, melainkan
mendorong bagi suatu kemajuan untuk mampu melampaui suatu tantangan
meski tanpa adanya peta penunjuk jalan.Dalam model “alpha” teori
kepemimpinan menegaskan pentingnya pengendalian organisasi yang ketat
dan model organisasi hirarkis. Sebaliknya model “beta” lebih menekankan
pada budaya kolaborasi, kurasi dan komunikasi. Budaya organisasi
horisontal dalam perspektif baru tengah didorong dan lebih terfokus pada
model komunitarian.Pertumbuhan yang luar biasa dari facebook, wikipedia
dan twitter dalam budaya komunikasi telah menggeser dominasi model
kepemimpinan “alpha”.
Dengan demikian, organisasi yang ingin sukses di masa depan perlu
menyesuaikan diri dan mengadopsi karakteristik kepemimpinan model
beta, dengan alasan, yakni:
1) Bahwa setiap orang yang bekerja dalam sebuah organisasi dewasa ini
perlu merasakan bahwa mereka merupakan bagian dari dan
berkontribusi terhadap sesuatu yang bermakna dalam konteks
organisasi;
2) Dibutuhkan adanya perilaku partisipatif dan kolaboratif bagi organisasi
dewasa ini, sehingga para pemimpin perlu mengelola ego tim kerjanya.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa akan selalu ada kebutuhan untuk
kepemimpinan yang tegas, terutama di saat krisis, namun budaya
partisipatif dan kerjasama malah semakin diperlukan;
3) Bahwa anggota tim kerja perlu diberikan kesempatan untuk
memberikan masukan ke dalam keputusan kunci dan
mengkomunikasikan temuan dan pembelajaran mereka antara yang satu
dengan lainnya. Mendorong semua anggota tim untuk memainkan
kekuatan mereka sendiri sehingga seluruh anggota tim dalam
organisasi merasa ikut dalam memimpin kompetisi;
4) Bahwa seluruh anggota tim perlu diberdayakan dan didorong untuk
mengekspresikan diri. Suatu organisasi dapat berkembang dengan
membangun sebuah komunitas dengan nilai-nilai bersama agar dapat
meraih keberhasilan. Dengan adanya kolaborasi yang solid dalam hal
pemikiran dapat dicapai suatu sinergi dimana keseluruhan melebihi
jumlah bagian-bagiannya;
5) Dibutuhkan adanya budaya bersama atau gotong-royong. Dalam hal ini
semua orang perlu didorong untuk lebih memahami tentang makna
budaya, sehingga bersedia menganut budaya bersama, dimana semua
orang mengakui akan gairah dan nuansanya. Sehingga kesemuanya
lebih terlihat seperti orkestra simfoni ketimbang sepasukan tentara yang
hendak maju berperang;
6) Diperlukan peran dan tanggung jawab untuk melakukan eksekusi
terhadap suatu persoalan baik secara bulanan, mingguan, harian dan
bahkan per jam. Salah satu kesalahan besar dari para pelaku bisnis
adalah bahwa mereka kurang bertindak cepat. Pasar dan lingkungan
organisasi bisnis berubah cepat, dan fokus para pemimpin akan terbagi
dalam rangka memenuhi tanggung jawab sosial, internasional atau
global dan lingkungan. Suatu organisasi yang dibentuk secara hirarkis
akan sulit menyesuaikan posisi atau mendefinisikan kembali suatu
peran, dan dengan budaya beta daya adaptabilitas menjadi sangat
mungkin untuk diwujudkan;
7) Saling kepercayaan dan respek perlu terjalin antara para eksekutif, para
dewan direksi dan para pekerja, dan bahkan menjadi ciri yang paling
penting bagi suatu organisasi bisnis yang sukses;
8) Bahwa para pekerja perlu berkontribusi dan merealisasikan potensinya
dalam organisasi. Budaya organisasi yang baik dapat menciptakan suatu
iklim yang mendorong para pekerja mereka untuk tetap segar dan tetap
fleksibel;
9) Diperlukan potensi dan bakat yang beragam, dalam hal ini jangan
bermimpi mendapatkan orang dengan kemampuan sempurna, dan yang
paling penting adalah bagaimana suatu tim kerja dapat dibangun dan
bagaimana mereka dapat mewujudkan kerjasama yang baik; dan
10) Tidak semua orang dapat menjadi superstar. Bahkan jarang superstar
bersedia mengoper bola, dan mereka hanya ingin mencetak gol. Yang
penting adalah bagaimana meluangkan waktu untuk mendengarkan
tentang apa yang mereka butuhkan untuk berhasilalah satu bagian
terpenting dari filsafat adalah berpikir kritis, yaitu kemampuan untuk
mempertanyakan asumsi atau argumen tentang pendapat diri sendiri dan
orang lain, sehingga seseorang dapat mengartikulasikan alasan yang
baik dan logik dibalik suatu problematik yang pelik.
Dengan kata lain, membela pandangan sendiri membutuhkan
kemampuan untuk menemukan alasan apa yang baik atau apa yang buruk
dan sejauh mana dukungan terhadap pandangan tersebut. Dalam konteks ini,
filsafat dapat digunakan untuk membantu meyakinkan orang lain bahwa
pendapat kita benar, dan bahwa pandangan lawan bicara kita adalah salah
.Dalam kasus bisnis, jika kita ingin gaji kita dinaikan oleh atasan misalnya,
maka kita harus pandai mengemukakan alasan yang baik, apakah dengan
argumen adanya peningkatan nilai penjualan, peningkatan kualitas produk,
peningkatan efisiensi, atau peningkatan produktivitas dan profit. Seorang
pekerja akan memiliki kesempatan yang lebih baik untuk mendapatkan
kenaikan gaji dengan mengemukakan alasan yang baik, ketimbang berdebat
atau mengancam dengan menggunakan alasan yang buruk. Kebanyakan
organisasi bisnis tidak akan memberikan kenaikan gaji dengan alasan
“takut” oleh ancaman para pekerja, sebaliknya mereka akan memberikan
kenaikan gaji dengan alasan adanya manfaat dari pekerjaan tersebut.
Singkatnya, jika seorang pekerja ingin meningkatkan karirnya dalam
organisasi , maka filsafat dapat membantu agar ia dapat berdebat dengan
baik bagi peningkatan karirnya. Artinya, agar para pekerja dapat berdebat
dengan atasannya dengan baik, sehingga ia harus pandai berpikir.

b. Budaya mutu dan Pelayanan Prima


Karakteristik organisasi yang memiliki budaya mutu menurut
Goetsch D.L dan Davis D.L (2002:110) yaitu sebagai berikut.Perilaku
sesuai dengan slogan.Masukkan dari pelanggan secara aktif diminta dan
digunakan untuk meningkatkan kualitas secara berkesinambungan (1) Para
karyawan terlibat dan diberdayakan, (2) Pekerjaan masuk dalam sebuah tim,
(3) Manajer tingkat eksekutif diikutsertakan dan dilibatkan; tanggung jawab
kualitas tidak didelegasikan, (4) Sumber daya yang memadai disediakan di
mana pun dan kapan pun dibutuhkan untuk menjamin perbaikan mutu
secara berkesinambungan, (5) Pendidikan dan pelatihan diadakan agar para
karyawan pada semua tingkat memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkan untuk meningkatkan mutu secara berkesinambungan, (6) Sistem
penghargaan dan promosi didasarkan pada kontribusi terhadap perbaikan
mutu secara berkesinambungan, (7) Rekan kerja dipandang sebagai
pelanggan internal, (8) Pemasok atau suplier diperlakukan sebagai mitra
kerja.
Menurut Nasution (2005:255) karakteristik organisasi yang memiliki
budaya mutu yaitu sebagai berikut,; (1) Komunikasi yang terbuka dan
kontinyu, (2) Kemitraan internal yang saling mendukung, (3) Pendekatan
kerjasama tim dalam suatu proses dan dalam mengatasi masalah, (4) Obsesi
terhadap perbaikan terus menerus, (5) Pelibatan dan pemberdayaan
karyawan secara luas, (6) Menginginkan masukan dan umpan balik/feed
back dari pelanggan
Pelayanan Prima (Exellent Service/Customer Care) secara harfiah
berarti pelayanan yang sangat baik, atau pelayanan yang terbaik. Pelayanan
Prima (Customer Care) adalah faktor kunci dalam keberhasilan
perusahaan. Jika bisnis tumbuh danberkembang dan tetap biasa bertahan
dalam persaingan maka keuntungan dan pendapatan juga harus meningkat.
Untuk melaksanakan hal ini, kita perlu meningkatkan jumlah
pelanggan yang kita miliki, dengan demikian kita memelihara dan
mempertahankan pelanggan kita seperti halnya mendapatkan pelanggan
yang baru. Jadi dalam hal memenangkan bisnis baru, kita juga perlu
mempertahankan loyalitas konsumen yang ada.
Pelayanan Prima (Customer Care) berarti memelihara dan
mempertahankan pelanggan kita dan menambah pelanggan baru. Banyak
aspek yang dapat memberikan kepuasan pelanggan dan bukan hanya
sekedar memberikan yang terbaik.Dalam era pasar bebas saat ini, banyak
ditawarkan barang-barang yang bermutu saja, tapi hubungan yang berlanjut
dan berkesinambungan antara penjual dan pelanggan belum diperhatikan
dengan baik.Pelayanan Prima (Customer care) yang baik dibutuhkan
semua anggota perusahaan, tanpa kecuali. Apakah mereka berhubungan
langsung dengan pelanggan atau tidak, melaksanakan tugas dengan
bekerja bersama orang lain, dibutuhkan rasa percaya diri untuk
menyesuaikan dan mempertimbangkan kepercayaan dan rahasia pelanggan
pada kita.
Pelayanan Prima (Customer care) bukan hanya sekedar memberikan
suatu layanan, hal ini memerlukan sedikit pelayanan ekstra dan sesuai
dengan harapan pelanggan yang mengharapkan pelayanan yang terbaik.Ini
berarti membuat karyawan yang bekerja di perusahaan melakukan pilihan,
langkah, sikap dalam berhubungan dengan pelanggan yang tepat.
Pentingnya Pelayanan Prima Terhadap Pelanggan. Pelayanan adalah
suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang
diperlukan oleh orang lain. Setiap konsumen atau pelanggan pada dasarnya
membutuhkan barang dan jasa, baik yang bersifat primer maupun tertier.
Mereka juga mencari barang yang berkualitas tinggi dan terjangkau daya
belinya. Oleh Karena tugas bagi pengusaha, pedagang untuk dapat
memberikan pelayanan yang terbaik bagi konsumen/pelanggan.
Kajian mengenai pentingnya pelayanan yang baik terhadap
pelanggan di perusahaan-perusahaan dikembangkan Total Quality
Service (TQS), yaitu sistem manajemen strategi dan integratif yang
melibatkan semua manajer dan pegawai serta menggunakan metode
kualitatif dan kuantitatif untuk memperbaiki secara berkesinambungan
proses-proses organisasi, agar dapat memenuhi dan melebihi kebutuhan,
keinginan dan harapan pelanggan (Stamatis, 1996).
Pelanggan adalah orang yang membeli atau menggunakan barang
atau jasa secara tetap dan berkesinambungan. Setiap perusahaan sudah tentu
mempunyai pelanggan atau pembeli baik yang bersifat internal maupun
eksternal.
1) Pelanggan Internal secara umum dibagi dua jenis yaitu :
a) Pelanggan internal organisasi adalah mereka yang terkena dampak
produk dan merupakan anggota organisasi yang menghasilkan produk
tersebut.
b) Pelanggan internal pemerintah adalah mereka yang terkena dampak
produksi dan bukan anggota organisasi penghasil produk tetapi
masih dalam lingkungan organisasi atau instansi pemerintah.
2) Pelanggan eksternal adalah mereka yang terkena dampak produksi tetapi
bukan anggota organisasi dilingkungan organisasi pemerintah. Pelanggan
eksternal yang dimaksud disini adalah masyarakat luas.

c. Pendidikan
1) Teori yang Melandasi
Pendidikan diselenggarakan berdasarkan filsafat hidup serta
berlandaskan sosiokultural setiap masyarakat, termasuk di Indonesia.
Kajian ketiga landasan itu (filsafat, sosiologis dan kultural) akan
membekali setiap tenaga kependidikan dengan wawasan dan
pengetahuan yang tepat tentang bidang tugasnya. Selanjutnya, ada dua
landasan lain yang selalu erat kaitannya dalam setiap upaya pendidikan,
utamanya pengajaran, yakni landasan psikologis yang akan membekali
tenaga kependidikan dengan pemahaman perkembangan peserta didik
dan cara-cara belajarnya, dan landasan IPTEK yang akan membekali
tenaga kependidikan tentang sumber bahan ajaran.
Landasan filosofis merupakan landasan yang berkaitan dengan
makna atau hakikat pendidikan, misalnya apakah pendidikan itu,
mengapa pendidikan itu diperlukan, dan apa tujuan pendidikan itu.
Pembahasan mengenai semua ini berkaitan dengan pandangan filosofis
tertentu.Filsafat menelaah sesuatu secara radikal sampai seakar-akarnya,
menyeluruh dan konseptual, yang menghasilkan konsep-konsep
mengenai kehidupan dan dunia.Landasan filosofis terhadap pendidikan
dikaji terutama melalui filsafat pendidikan, yang mengkaji pendidikan
dari sudut filsafat.Misalnya mungkinkah pendidikan diberikan kepada
manusia, apakah pendidikan bukan merupakan keharusan,
mengapa?Kemungkinan pendidikan diberikan kepada manusia bahkan
harus diberikan, berkaitan dengan pandangan mengenai hakikat
manusia.Bahasan mengenai hakikat manusia itu, dapat dijawab melalui
kajian filosofis.
Pendidikan itu mungkin diberikan dan bahkan harus, karena
manusia adalah makhluk individualitas, makhluk sosialitas, makhluk
moralitas, makhluk personalitas, makhluk budaya, dan makhluk yang
belum jadi.Essensialisme, perenialisme, pragmatisme, progresivisme,
rekonstruksionalisme, dan pancasila adalah merupakan aliran-aliran
filsafat yang mempengaruhi pandangan, konsep dan praktik pendidikan.
a) Essensialisme. Essensialisme merupakan aliran atau mazab
pendidikan yang menerapkan filsafat idealisme dan realisme secara
eklektis. Mazab ini mengutamakan gagasan-gagasan yang terpilih,
yang pokok-pokok, yang hakiki ( essensial ), yaitu liberal arts. Yang
termasuk the liberal arts adalah bahasa, gramatika, kesusasteraan,
filsafat, ilmu kealaman, meatematika, sejarah dan seni.
b) Perenialisme. Perenialisme hampir sama dengan essensialisme, tetapi
lebih menekankan pada keabadian atau ketetapan atau kehikmatan (
perennial = konstan). Yang abadi adalah (1) pengetahuan yang benar,
(2) keindahan, dan (3) kecintaan kepada kebaikan. Prinsip-prinsip
pendidikannya: (1) pendidikan yang abadi, (2) inti pendidikan
mengembangkan keunikan manusia yaitu kemampuan berfikir, (3)
tujuan belajar mengenalkan kebenaran abadi dan universal, (4)
pendidikan merupakan persiapan bagi hidup yang sebenarnya, (5)
kebenaran abadi diajarkan melalui pelajaran dasar, yang mencakup
bahasa, matematika, logika, IPA dan sejarah.
c) Pragmatisme dan Progresivisme. Pragmatisme mazab filsafat yang
menekankan pada manfaat atau kegunaan praktis. Progredivisme
mazab filsafat yang menginginkan kemajuan, mengkritik,
essensialisme dan perenialisme karena mengutamakan pewarisan
budaya masa lalu, menggunakan prinsip pendidikan antara lain (1)
anak hendaknya diberi kebebasan, (2) gunakan pengalaman langsung,
(3) guru bukan satu-satunya, (4) sekolah hendaknya progresif menjadi
laboratorium untuk melakukan berbagai pembaharuan pendidikan dan
eksperimentasi.
d) Rekonstruksionisme. Mazab rekonstruksionisame merupakan
kelanjutan dari progresivisme. Mazab ini berpandangan bahwa
pendidikan/ sekolah hendaknya memelopori melakukan pembaharuan
kembali atau merekonstruksi kembali masyarakat agar menjadi lebih
baik. Karena itu pendidikan/sekolah harus mengembangkan ideologi
kemasyarakatan yang demokratis.
e) Pancasila, bahwa pancasila merupakan mazab filsafat tersendiri yang
dijadikan landasan pendidikan, bagi bangsa Indonesia dituangkan
dalam Undang-undang pendidikan yang berlaku. UU No. 2 tahun
1989 tentang Sisdiknas (akan segera diubah ) mengaturnya dalam
pasal 2, pendidikan nasional berdasarkan pancasila dan UUD 1945.
Demikian pula dalam GBHN-GBHN yang pernah dan sedang berlaku,
biasa ditetapkan dasar pendidikan pancasila ini.

2) Arus Perubahan dan Kecenderungan ke Depan


Pendidikian merupakan penggerak utama (before to move) bagi
pembangunan.Negara-negara sedang berkembang memandang
pembangunan yang telah terjadi di dunia barat seakan-akan merupakan
cermin bagi diri mereka. Pendidikan modern yang telah berhasil
mengantarkan negara-negara maju (developped countries) dari
kemiskinan dan keterbelakangan pada masa lampau sehingga mencapai
tingkat seperti yang bisa disaksikan dewasa ini, sudah barang tentu akan
berhasil pula mengantarkan negara-negara yang sedang berkembang
mencapai tingkat pembangunan sebagaimana yang telah dicapai negara-
negara maju.
Untuk membiayai perlengkapan teknologi sering menjadi kendala
sehingga beban untuk pendidikan semakin berat terutama penyelenggara
pemerintah setempat. Tetapi kebanyakan pemerintahan setempat tidak
mempunyai cara untuk mendapatkan dana ekstra untuk pengeluaran
tersebut. Ujung-ujungnya yang miskin menjadi semakin miskin dan yang
kaya semakin kaya, sehingga terjadi kesenjangan antara pendidikan di
sekolah-sekolah favorit dan sekolah-sekolah yang berfasilitas kurang.
Perubahan paradigma baru mengenai sekolah dimana sekolah
dalam peradaban yang semakin tinggi diperlukan informasi teknologi
yang memadai agar tidak tertinggal jauh dan dapat bersaing dalam era
global yang mengalami perubahan sangat cepat.
Berikut ini dibahas studi keefektifan sekolah masa depan:
a) Teknologi Informasi dalam Dunia Pendidikan.
Masa depan para guru dan siswa pada era teknologi yang tinggi
tidak lagi dibatasi waktu dan ruangkelas yang terdapat dilembaga
pendidikan namun guru dan siswa sudah dihubungkan dengan sebuah
jaringan komputer dan Net. Begitu pulang kalau para siswanya ingin
konsultasi dengan sang guru dapat mereka lakukan lewat net. Sekolah-
sekolah bahkan dapat mendirikan ruang kelas maya bagi para siswa
untuk memecahkan masalah masalah mereka atau untuk mengeksplorasi
pelajaran yang berbeda beda, yang menarik mereka. Para guru dan siswa
dari berbagai kelas dan tingkatan dapat bergabung dalam diskusi diruang
kelas maya ini.Pembelajaran menjadi tak terbatas dalam ruang dan
waktu. Pembelajaran jarak jauh dan pengajaran lewat internet dapat
dilakukan dengan efektif sehingga siswa pergi ke sekolah memberi
kemungkinan tidak hanya mendapat pengetahuan dan proses sosialisasi
yang tidak dapat diperoleh dalam pembelajaran lewat internet. Komputer
tidak dapat mengambil seluruh fungsi sekolah namun dalam penyebaran
teknologi informasi, dapat bergeser dari pembelajaran bersama yang
disentralisasikan menjadi pembelajaran yang diindividualkan, yang di
desentralisasikan.
b) Pembelajaran Pendidikan dan Pengetahuan di Rumah.
Pada masa depan nanti menurut Wen (2003:93) ada orang yang
akan kembali ke zaman ketika mereka kebanyakan diajar di rumah.
Orang tua memikirkan dan mempertimbangkan bahwa anaknya lebih
baik dididik dengan cara lain seperti diajari di rumah atau berpartisipasi
dalam kelompok–kelompok pendidikan kecil secara privat. Tingkat
pencapaian dapat dipantau dengan uji publik.
c) Pembelajaran Pendidikan dan Pengetahuan yang bersifat keterampilan
khusus.
Sekolah masa depan akan berubah dari sekolah dengan maksud
umum menjadi sekolah dengan maksud khusus. Yang diajarkan sekolah
di masa lalu adalah pengetahuan umum, tetapi sekolah masa depan
mungkin akan menjadi pusat pelatihan dalam ketrampilan atau
pembelajaran khusus, sehingga siswa dapat menganggap di mana-mana
adalah sekolahku dan semua orang adalah guruku.
d) Sekolah yang direformasikan.
Di masa depan sekolah-sekolah yang baik bisa berkembang tanpa
batas. Sekolah-sekolah yang rendah kualitasnya akan tersingkirkan
karena kurangnya siswa. Sekarang sekolah-sekolah masih terbatas pada
ruang kampus dan tersedianya guru.Mereka hanya dapat menampung
siswa hingga jumlah tertentu, tetapi dengan Net sebuah sekolah yang
semula hanya dapat menampung beberapa ribu siswa bisa menjadi
sebuah sekolah besar dengan beberapa juta siswa, hal ini bukannya
mustahil.
Menurut Mortimore (1991) faktor yang sensitif dalam
perkembangan manajemen siswa dan guru di sekolah, keterlibatan siswa,
lingkungan yang kondusif dan iklim sekolah positip, merupakan hal yang
penting diidentifikasi.Sebuah contoh kongkret, seorang kepala sekolah
harus melakukan pengecekan secara langsung ke bawah di mana
ditemukan outcomes siswa sangat rendah dan guru-guru kurang
perhatian.Orang tua wali murid sangat vokal dan kritis serta komunitas
yang menginginkan perubahan ke arah kebaikan siswa dan staff.Dalam
hal ini diperlukan strategi manajemen dan kemampuan dari seorang
kepala sekolah menjadikan sekolah tersebut sebuah model sekolah yang
efektif.
Untuk menjadikan sekolah efektif diperlukan pilihan suatu proses
perkembangan secara cepat untuk melakukan perubahan setelah
pengecekan langsung ke bawah. Di Inggris misalnya sekolah dipercaya
untuk :
(a) Membuat Pengantar Kurikulum Nasional dengan keputusan yang
penting dalam pembuatan program individu siswa.
(b) Mengoperasikan sistem manajemen lokal sekolah dengan pelatihan
ilmu manajemen yang berbasis sekolah.
(c) Kompetensi siswa yang rendah dikembangkan menjadi lebih optimal
Untuk perkembangan masa depan sekolah diperlukan sebuah bentuk
model keluaran sekolah.Spesifikasi sebuah model sekolah yang penting
adalah:
(a) Membuat siswa dalam kelompok-kelompok besar dan khusus
dengan melakukan control secara optimal.
(b) Pembagian waktu secara proporsional yang lebih besar.
(c) Pemberian pengetahuan setiap hari dimulai dengan bel atau sirene.
(d) Keputusan untuk memilih kepala sekolah, merupakan hal penting
membawa output dari sekolah menjadi lebih baik, teknik formal
yang biasanya ditempuh yaitu lewat testing.
3) Pengembangan konsep ke depan
Untuk membekali terjadinya pergeseran orientasi pendidikan di
era global dalam mewujudkan kualitas sumber daya manusia yang
unggul, diperlukan strategi pengembangan pendidikan, antara lain:
a) Mengedepankan model perencanaan pendidikan (partisipatif) yang
berdasarkan pada need assessment dan karakteristik masyarakat.
Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pendidikan merupakan
tuntutan yang harus dipenuhi.
b) Peran pemerintah bukan sebagai penggerak, penentu dan penguasa
dalam pendidikan, namun pemerintah hendaknya berperan sebagai
katalisator, fasilitator dan pemberdaya masyarakat.
c) Penguatan fokus pendidikan, yaitu fokus pendidikan diarahkan pada
pemenuhan kebutuhan masyarakat, kebutuhan stakeholders,
kebutuhan pasar dan tuntutan teman saing.
d) Pemanfaatan sumber luar (out sourcing), memanfaatkan berbagai
potensi sumber daya (belajar) yang ada, lembaga-lembaga pendidikan
yang ada, pranata-pranata kemasyarakatan, perusahaan/industri, dan
lembaga lain yang sangat peduli pada pendidikan.
e) Memperkuat kolaborasi dan jaringan kemitraan dengan berbagai
pihak, baik dari instansi pemerintah mapun non pemerintah, bahkan
baik dari lembaga di dalam negeri maupun dari luar negeri.
f) Menciptakan soft image pada masyarakat sebagai masyarakat yang
gemar belajar, sebagai masyarakat belajar seumur hidup.
g) Pemanfaatan teknologi informasi, yaitu: lembaga-lembaga pendidikan
baik jalur pendidikan formal, informal maupun jalur non formal dapat
memanfaatkan teknologi informasi dalam mengakses informasi dalam
mengembangkan potensi diri dan lingkungannya (misal; penggunaan
internet, multi media pembelajaran, sistem informasi terpadu, dsb)
4) Aspek Sosiologis
Pada bagian depan telah dikemukakan bahwa manusia selalu hidup
bersama dengan manusia lain. Kajian-kajian sosiologis telah
dikemukakan pada waktu membahas hakikat masyarakat.Masyarakat
dengan berbagai karakteristik sosiokultural inilah yang juga dijadikan
landasan bagi kegiatan pendidikan pada suatu masyarakat tertentu.Bagi
bangsa Indonesia, kondisi sosiokultural bercirikan dua, yaitu secara
horisontal ditandai oleh kesatuan-kesatuan sosial sesuai dengan suku,
agama adat istiadat dan kedaerahan.Secara vertikal ditandai oleh adanya
perbedaan-perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas, menengah dan
bawah.Fenomina-fenomina sosial dan struktur sosial yang ada pada
masyarakat Indonesia sangat berkaitan dengan pendidikan sebagaimana
telah diuraikan di muka.

5) Aspek Sosial Budaya


Kebudayaan dan pendidikan mempunyai hubungan timbal balik,
sebab kebudayaan dapat dilestarikan/dikembangkan dengan jalan
mewariskan kebudayaan dari generasi ke generasi penerus dengan jalan
pendidikan, baik secara informal maupun secara formal. Sebaliknya
bentuk ciri-ciri dan pelaksanaan pendidikan itu ikut ditentukan oleh
kebudayaan masyarakat dimana proses pendidikan itu berlangsung.
Saling pengaruh antara pendidikan dengan kebudayaan juga telah
dikemukakan ketika membahas kaitan kebudayaan dengan
pendidikan.Kebudayaan tertentu diciptakan oleh orang di masyarakat
tertentu tersebut atau dihadirkan dan diambil oper oleh masyarakat
tersebut dan diwariskan melalui belajar/pengalaman terhadap generasi
berikutnya.Kebudayaan seperti halnya sistem sosial di masyarakat
meruoakan kondisi esensial bagi perkembangan dan kehidupan orang.
Proses dan isi pendidikan akan memberi bentuk kepribadian yang
tumbuh dan pribadi-pribadi inilah yang akan menjadi pendukung,
pewaris, dan penerus kebudayaan, secara ringkas adalah (1) kebudayaan
menjadi kondisi belajar, (2) kebudayaan memiliki daya dorong, daya
rangsang adanya respon-respon tertentu, (3) kebudayaan memiliki sistem
ganjaran dan hukuman terhadap perilaku tertentu sejalan dengan sistem
nilai yang berlaku, dan (4) adanya pengulangan pola perilaku tertentu
dalam kebudayaan. Tanpa pendidikan budaya dan manakala pendidikan
budaya tersebut terjadi tetapi gagal, yang kita saksikan adalah kematian
atau berakhirnya suatu kebudayaan.

6) Aspek Psikologis
Pendidikan selalu terkait dengan aspek kejiwaan manusia, sehingga
pendidikan juga menggunakan landasan psikologis, bahkan menjadi
landasan yang sangat penting, karena yang digarap oleh pendidikan
hampir selalu berkaitan dengan aspek kejiwaan manusia.Ketika
membahas hakikat manusiapun ada pandangan-pandangan psikologik,
seperti behaviorisme, humanisme dan psikologi terdapat cukup banyak.
Contoh, tipe-tipe manusia yang dikemukakan oleh Eduard Spranger, ia
menyebut ada enam tipe manusia, yaitu manusia tipe teori, tipe ekonomi,
tipe keindahan ( seni ), tipe sosial, tipe politik dan tipe religius. Model-
model belajar juga dikemukakan oleh para psikolog seperti Skinner,
Watson, dan Thorndike.Bahwa manusia mempunyai macam-macam
kebutuhan dikemukakan misalnya oleh Maslow.Perkembangan peserta
didik dengan tugas-tugas perkembangan terkait dengan pola
pendidikan.Sifat-sifat kepribadian dengan tipe-tipenya masing-masing,
juga terkait dengan pendidikan. Karakteristik jiwa manusia Indonesia
bisa jadi berbeda dengan bangsa Amerika ( Barat ), maka pendidikan
menggunakan landasan psikologis.
Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaanmanusia, sehingga
landasan psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam
pendidikan. Pada umumnya landasan psikologis dri pendidikan tersebut
terutama tertuju pada pemahaman manusia, khususnya tentang proses
perkembangan dan proses belajar.
d. Teamwork
1) Landasan Teori
Penyelenggaraan teamwork dilakukan karena pada saat ini tekanan
persaingan semakin meningkat, para ahli menyatakan bahwa
keberhasilan organisasi akan semakin bergantung pada Teamwork
daripada bergantung pada individu-individu yang menonjol. Konsep tim
maknanya terletak pada ekspresi yang menggambarkan munculnya
sinergi pada orang-orang yang mengikatkan diri dalam kelompok yang
disebut dengan tim. Tracy (2006) menyatakan bahwa teamwork
merupakan kegiatan yang dikelola dan dilakukan sekelompok orang yang
tergabung dalam satu organisasi. Teamwork dapat meningkatkan kerja
sama dan komunikasi di dalam dan di antara bagian-bagian perusahaan.
Biasanya teamwork beranggotakan orang-orang yang memiliki
perbedaan keahlian sehingga dijadikan kekuatan dalam mencapai tujuan
perusahaan. Pernyataan di atas diperkuat Dewi (2007) kerja tim (
teamwork ) adalah bentuk kerja dalam kelompok yang harus diorganisasi
dan dikelola dengan baik. Tim beranggotakan orang-orang yang memiliki
keahlian yang berbeda-beda dan dikoordinasikan untuk bekerja sama
dengan pimpinan. Terjadi saling ketergantungan yang kuat satu sama lain
untuk mencapai sebuah tujuan atau menyelesaikan sebuah tugas. Dengan
melakukan teamwork diharapkan hasilnya melebihi jika dikerjakan
secara perorangan.
I guess my experience with sports and lacrosse has made me realize
that a team working together as a unit is much more effective way to run
an organization. Every championship team I have been a part of
consisted of players with equal responsibilities working towards a
common goal. I don’t like the term ‘staff’ because it implies that some
employees have a smaller role than others.”
Huszczo (Stott dan Walker, 1995) mengemukan pendapat bahwa
teamwork merupakan lambungan gagasan dari satu orang ke orang
lainnya dan endatangkan solusi untuk permasalahan kritis, dan organisasi
tersebut dimulai dengan engambil strategi team untuk bekerja dengan
kompetisi. Menurut Johnson dan Johnson's Stott dan Walker, 1995)
menghubungkan definisi tim sebagai satu set hubungan interpersonal
yang terstruktur untuk mencapai tujuan yang diterapkan.
2) Arus Perubahan Kecenderungan Teamwork
Menurut Hussey ( 2006 ) terdapat enam faktor yang menjadi pendorong
bagi kebutuhan akan perubaan, yaitu sebagai berikut :
a) Perubahan Teknologi Terus Meningkat
Sebagai akibat perubahan teknologi yang terus meningkat, kecepatan
pernyusutan teknologi menjadi semakin meningkat pula.Organisasi
tidak dapat mengabaikan perkembangan yang menguntungkan
pesaingnya. Perkembangan baru mengakitbatkan perubahan
keterampilan, pekerjaan, struktur, dan sering kali juga budaya.
Dengan demikian, sumber daya manusia harus selalu mengikuti
perkembangan teknologi, agar tidak tertinggal.Di dalam dunia yang
selalu berkembang, sumber daya manusia tidak boleh gagap teknologi.
b) Persaingan semakin Intensif dan Menjadi Lebih Global
Dalam dunia yang semakin terbuka, terjadi persaingan yang semakin
tajam dengan cakupan lintas negara.Banyak organisasi dipaksa
mencapai standar kualitas dan biaya yang telah dicapai oleh perintis
industri. Apabila tidak dapat mengikuti standar tersebut, maka akan
kalah dalam bersaing. Lebih banyak industri bekerja di tingkat dunia
sehingga tidak lagi berpikir terisolasi dalam satu negara. Kekalahan
dalam persaingan akan memaksa perusahaan menutup usahanya atau
melakukan merger atau dibeli oleh perusahaan lain.
c) Pelanggan semakin Banyak Tuntukan
Pelanggan tidak lagi mau menerima pelayanan yang jelek atau
kualitas rendah.Untuk menjadi organisasi yang kompetitif, perusahaan
harus lebih cepat dalam merespons kebutuhan pelangganm dan hal ini
dapat berubah sepanjang waktu. Kita tidak dapat lagi mengabaikan
cara kebutuhan dan harapan pelanggan berubah. Manajer yang bijak
akan selalu berusaha bedara satu langkah di depan. Dengan demikian,
organisasi secar periodik harus mengubah cara berinteraksi dengan
pelanggan, yang berarti berbeda dalam struktur, sistem, budaya dan
pelayanan. Perusahaan yang tidak mampu memberikan kepuasan
kepada pelanggan akan ditinggalkan. Pelanggan akan beralih kepada
pesaing kita.
d) Profil Demografis Negara Berubah
Komposisi kelompok penduduk tua dan muda berubah dengan akibat
kekurangan keterampilan. Perubahan sikap kelompok tua terharap
kesempatan kerja, masalah motivasi pada organisasi datar yang
menyediakan sedikit peluang promosi, kecenderungan ini menyimpan
banyak hal yang dapat memengaruhi perubahan yang akan terjadi
dalam beberapa dekade ke depan. Perkembangan demografis akan
sangat berpengaruh terhadap pola kebutuhan masyarakat. Oleh karena
itu, dunia usaha harus mampu menangkap kencenderungan tersebut.
e) Privatisasi Bisnis Milik Masyarakat Berlanjut
Kecenderungan yang terjadi dalam dunia bisnis adalah terjadinya
privatisasi yang semakin luas.Dengan privatisasi bisnis, monopoli
yang dimiliki sekelompok masyarakat tertentu menjadi hilang.
Privatisasi merupakan kecenderungan baru dunia bisnis uang akan
semakin berkembang. Walaupun kepemilikikan tidak berubah, sistem
baru dibangun untuk menciptakan kompetisi dan tumbuhnya kekuatan
pasar yang lebih besar lagi.
f) Pemegang Saham Minta Lebih Banyak Nilai
Pengaruh pasar uang pada tuntutan terhadap kinerja korporat
menciptakan tekanan untuk dilakukan perbaikan secara terus-menerus
pada pertumbuhan kapital dan pendapatan korporat. Perusahaan akan
berada di bawah tekanan apabila kinerjanya di bawah harapan,
meskipun usahanya masih menguntungkan. Dalam situasi seperti ini,
tekanan tidak hanya datang dari keluhan pemegang saham, tetapi
karena prestasinya rendam, dapat menjadi target untuk diambil alih
perusahaan lainnya.
3) Pengembangan Konsep secara Psikologi
Pengertian kerja sama adalah sebuah sistem pekerjaan yang
kerjakan oleh dua orang atau lebih untuk mendapatkan tujuan yang
direncanakan bersama. Kerja sama dalam tim kerja menjadi sebuah
kebutuhan dalam mewujudkan keberhasilan kinerja dan prestasi kerja.
Kerja sama dalam tim kerja akan menjadi suatu daya dorong yang
memiliki energi dan sinergisitas bagi individu-individu yang tergabung
dalam kerja tim. Komunikasi akan berjalan baik dengan dilandasi
kesadaran tanggung jawab tiap anggota.
Sebagaimana yang dinyatakan Tracy (2006) bahwa, Kerja sama
dapat meningkatkan komunikasi dalam kerja tim di dalam dan di antara
bagian-bagian perusahaan. Kerja sama mengumpulkan bakat, berbagi
tugas dan tanggung jawab untuk mencapai tujuan bersama.
Kerja sama dilakukan oleh sebuah tim lebih efektif daripada kerja
secara individual. Menurut West (2002), Telah banyak riset
membuktikan bahwa kerja sama secara berkelompok mengarah pada
efisiensi dan efektivitas yang lebih baik. Hal ini sangat berbeda dengan
kerja yang dilaksanakan oleh perorangan.
Setiap tim maupun individu sangat berhubungan erat dengan kerja
sama yang dibangun dengan kesadaran pencapaian prestasi dan kinerja.
Dalam kerja sama akan muncul berbagai penyelesaian yang secara
individu tidak terselesaikan. Keunggulan yang dapat diandalkan dalam
kerja sama pada kerja tim adalah munculnya berbagai penyelesaian
secara sinergi dari berbagai individu yang tergabung dalam kerja tim.
Selain keunggulan di atas kerja sama juga dapat menstimulasi
seseorang berkontribusi dalam kelompoknya, sebagaimana yang
dinyatakan Davis (dalam Dewi, 2006) bahwa, Kerja sama adalah
keterlibatan mental dan emosional orang di dalam situasi kelompok yang
mendorong mereka untuk memberikan kontribusi dan tanggung jawab
dalam mencapai tujuan kelompok.
Kontribusi tiap-tiap individu dapat menjadi sebuah kekuatan yang
terintegrasi. Individu dikatakan bekerja sama jika upaya-upaya dari setiap
individu tersebut secara sistematis terintegrasi untuk mencapai tujuan
bersama. Dalam mencapai tujuan bersama, kerja sama memberikan
manfaat yang besar bagi kerja tim. Biasanya organisasi berbasis kerja tim
memiliki struktur yang ramping. Oleh sebab itu, organisasi akan bisa
merespons dengan cepat dan efektif lingkungan yang cepat berubah
(West, 2002).
TERIMAKASIH
UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH
KEPEMIMPINAN KEPENDIDIKAN

DOSEN PEMBINA
Prof. Dr. H. SUTARYAT TRISNAMANSYAH, MA

Oleh

LELI PURNAMAWATI
NIS: 4103810414130

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA
BANDUNG
2015
SOAL UJIAN KAJIAN MANDIRI MANAJEMEN PENDIDIKAN
Bagian I
1. Apa perbedaan antara manajemen konvensional dengan manajemen mutu
terpadu; dan antara manajemen konvensioal dengan manajemen strategic.
Jelaskan.
A. Perbedaan antara manajemen konvensional dengan manajemen mutu
terpadu
Terdapat perbedaan mendasar antara MMT dengan manajemen
konvensional. Dalam manajemen konvensional yang dikelola cenderung hanya
3 M., yaitu man, money, materials, sementara itu dalam MMT yang dikelola
adalah 7 M, yakni man, money, materials, methods, machine, markets, minute.
Selain itu, perlu juga dipahami bahwa kata “manajemen” dalam konsep MMT
ini berlaku untuk setiap orang yang berada dalam organisasi. Dengan kata lain,
setiap orang dalam sebuah institusi, apapun status, posisi atau perananannya,
adalah “manajer” bagi tanggung jawabnya masing-masing. Sementara itu, kata
menejemen dalam konsep menejemen konvensional cenderung hanya berlaku
bagi pimpinan dan terutama pucuk pimpinan.
Manajemen konvensional adalah suatu manajemen yang dimiliki para
pekerja dan merupakan warisan dari nenek moyang yang disebarkan melalui
mulut ke mulut dan selalu diwariskan kepada generasi selanjutnya, dan
berkembang karena gagasan-gagasan yang pernah ada. Dalam suatu
manajemen konvensional hampir tidak pernah di temukan suatu prinsip. oleh
karna itu manajemen konvensional sering disebut pengetahuan yang
tradisional. Manajemen konvensional tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi
produksi dan keharmonisan kerja; manajer mengalami kesulitan-kesulitan dan
frustasi karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola prilaku yang
rasional; dan lebih berorientasi pada produk bukan pada proses. Sebaliknya
MMT lelbih memperhatikan proses.
Proses bekerja pada sistem merupakan suatu upaya untuk mencegah
terjadinya kesalahan dalam melakukan proses produksi atau pelayanan. Untuk
dapat melakukan proses tersebut maka diperlukan sebuah komitmen dari
keseluruhan orang-orang yang ada dalam organisasi. Proses-proses tersebut
kemudian dinyatakan dalan kebijakan dan sasaran-sasaran mutu. Dari sasaran
tersebut kemudian dilakukan upaya untuk dapat mencapai sasaran-sasaran
tersebut, disinilah Konsep Manajemen Mutu , kemudian dibuat perencanaan
untuk dapat mencapai sasaran dan kebijakan yang telah ditetapkan. Dalam
sasaran tersebut akan tergambar bagaimana suatu proses dilakukan, oleh siapa,
sumber daya yang diperlukan dan kapan akan dilakukan. Untuk menjaga agar
apa yang direncanakan tersebut berjalan secara benar, dan jika terjadi
kesalahan dapat diantisipasi dengan cepat, maka diperlukan proses monitoring
dan penilaian. Melalui kegiatan monitoring dan penilaian tersebut itulah
kemudian dihasilkan berbagai data dan fakta terhadap berbagai masalah yang
terjadi selama proses produksi atau pelayanan berlangsung. Untuk dapat
memaknai data dan fakta yang ada dan untuk dapat menyelesaikan berbagai
masalah yang berkembang, maka diperlukan kegiatan tinjauan manajemen.
Dari tinjauan manajemen itulah dihasilkan berbagai tindakan perbaikan atau
tindakan pengembangan. Tindakan perbaikan maupun tindakan pengembangan
akan dimulai dengan melakukan kegiatan perencanaan lagi, melaksanakan,
memonitor dan menilai, hasilnya akan ditinjau lagi melalui kegiatan tinjauan
manajemen. Demikian seterusnya siklus tersebut akan berjalan terus menerus
tiada habisnya, sehingga proses pengembangan juga akan dilakukan terus
menerus, disesuaikan dengan berbagai perkembangan yang terjadi. Melalui
proses tersebut itulah, kemudian dikembangkan berbagai hal yang berkaitan
dengan upaya untuk menjaga kualitas. Upaya-upaya tersebut kemudian dikenal
dengan Total Quality Control (TQC) yaitu upaya untuk membuat kegiatan
pembandingan antara standar layanan/produk yang dipersyaratkan dengan
layanan/produk yang dihasilkan. Upaya-upaya lainnya dapat berbentuk suatu
sistem atau suatu gerakan yang bertujuan untuk mempertahankan kualitas.
Upaya-upaya tersebut dapat berkaitan dengan proses menghasilkan suatu
produk/ layanan, pemberdayaan atau pengembangan sumber daya manusia,
atau mengembangkan budaya kerja yang tinggi. Dari penjelasan di atas, MMT
memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Selalu fokus pada pelanggan. Pelanggan yang dimaksud adalah bukan
hanya pihak luar yang merupakan pembeli jasa atau produk dari organisasi
tetapi juga pelanggan internal, yaitu orang yang berinteraksi pada layanan
satu dengan layanan yang lain dalam organisasi.
2. Perhatian pada kegiatan pengembangan secara berkelanjutan. MMT
memiliki komitmen untuk tidak pernah puas dengan suatu kualitas. Kualitas
yang diinginkan bukan hanya “baik” tetapi harus “sangat baik”. Organisasi
memiliki filosofi bahwa kualitas selalu dapat dikembangkan.
3. Fokus pada proses. MMT memfokuskan pada proses kerja untuk
menghasilkan barang dan jasa sehingga selalu harus dilakukan
pengembangan secara berkelanjutan.
4. Pengembangan mutu pada keseluruhan organisasi. MMT menggunakan
definisi mutu yang sangat luas. Tidak hanya berkaitan dengan produk dan
layanan akhir, tetapi juga bagaimana organisasi melakukan proses
pengiriman, banyaknya komplain, dan bagaimana menangani komplain
dengan sopan.
5. Pengukuran yang akurat. MMT menggunakan teknik statistik untuk
mengukur setiap variabel penting dalam kegiatan organisasi. Hal tersebut
dilakukan melalui kegiatankegiatan membandingkan dengan standar yang
berbeda atau melalui kegiatan benchmark untuk mengidentifikasi masalah,
menulusuri akar masalah, dan menghilangkan penyebab dari masalah
tersebut.
6. Pemberdayaan sumber daya manusia. MMT menempatkan manusia sebagai
sesuatu yang harus dikembangkan dalam upaya untuk mengembangkan
proses. Tim kerja merupakan hal yang harus dikembangkan dalam kaitan
untuk menemukan dan menyelesaikan masalah dalam organisasi. Dalam
kaitan dengan proses, MMT mendasarkan pekerjaannya pada siklus
Deming‟s yang dikenal dengan sebutan PDCA (Plan-Do-Check-Act)
(Prabowo, 2010). 52. JP3 Vol 2 No 1, Maret 2012 Seluruh aktivitas
pekerjaan harus dilakukan perencanaan (Plan) terlebih dahulu. Perencanaan
yang sudah dibuat tidak boleh langsung dipakai sebagai standar
pelaksanaan, tetapi harus terlebih dahulu dilakukan pengujian (Do) untuk
menghindari kesalahan yang fatal. seluruh proses yang dilakukan dalam
proses MMT juga harus mendasarkan pada data yang kuat bukan
mendasarkan pada opini seperti yang dilakukan dalam manajemen
tradisional (Sonhadji, 1999). Hal tersebut disebabkan oleh salah satu
prinsip MMT yang lebih pada tindakan pencegahan daripada penyelesaian
masalah (Burham, 1997), sehingga kegiatan asesmen dalam proses MMT
merupakan kegiatan sentral yang harus dilakukan. Kondisi tersebut juga
dikemukakan oleh Sonhadji (dalam Prabowo, 2010) bahwa salah satu
perbedaan antara manajemen tradisional dengan MMT adalah jika
manajemen tradisional lebih menekankan pada memeriksa kesalahan,
sedangkan MMT lebih menekankan pada mencegah kesalahan dan
menekankan kualitas desain. Data yang dihasilkan dari proses pengujian
(Check) tersebut kemudian digunakan sebagai dasar untuk melakukan
modifikasi dan pengembangan pada desain. Hasil modifikasi tersebut itulah
yang kemudian dijadikan pijakan dalam pelaksanaan proses manajemen
(Act), demikian seterusnya proses tersebut berulang, sehingga selalu ada
proses pengembangan dengan mendasarkan pada hasil evaluasi dan
asesmen. Konsep inti dari MMT adalah konsep tentang sistem manajemen
dengan mendasarkan fakta dan proses manajemen pada siklus PDCA.

2. Perbedaan antara manajemen konvensional dengan manajemen strategic


Manajemen strategis merupakan seni dan ilmu penyusunan,
penerapan, dan mengevaluasian keputusan-keputusan. Manajemen strategis
berfokus pada proses penetapan tujuan organisasi, pengembangan kebijakan
dan perencanaan untuk mencapai sasaran, serta mengalokasikan sumber daya
untuk menerapkan kebijakan dan merencanakan pencapaian tujuan organisasi
dengan menggunakan manajemen modern dengan mengutamakan efektifitas
dan efisiensi produk serta mempunyai tujuan jangka panjang dengan ruang
lingkup global.
Manajemen strategis mengkombinasikan aktivitas-aktivitas dari
berbagai bagian fungsional suatu bisnis untuk mencapai tujuan organisasi.Ada
tiga tahapan dalam manajemen strategis, yaitu perumusan strategi, pelaksanaan
strategi, dan evaluasi strategi.Manajemen strategis merupakan aktivitas
manajemen tertinggi yang biasanya disusun oleh dewan direksi dan
dilaksanakan oleh CEO serta tim eksekutif organisasi tersebut. Manajemen
strategis memberikan arahan menyeluruh untuk perusahaan dan terkait erat
dengan bidang perilaku organisasi.
Manajemen strategis berbicara tentang gambaran besar.Inti dari
manajemen strategis adalah mengidentifikasi tujuan organisasi, sumber
dayanya, dan bagaimana sumber daya yang ada tersebut dapat digunakan
secara paling efektif untuk memenuhi tujuan strategis.Manajemen strategis di
saat ini harus memberikan fondasi dasar atau pedoman untuk pengambilan
keputusan dalam organisasi.
Ini adalah proses yang berkesinambungan dan terus-menerus. Rencana
strategis organisasi merupakan dokumen hidup yang selalu dikunjungi dan
kembali dikunjungi.Bahkan mungkin sampai perlu dianggap sebagaimana
suatu cairan karena sifatnya yang terus harus dimodifikasi.Seiring dengan
adanya informasi baru telah tersedia, dia harus digunakan untuk membuat
penyesuaian dan revisi.
Berbeda dengan manajemen konvensional, dalam suatu manajemen
konvensional hampir tidak pernah di temukan suatu prinsip.oleh karna itu
manajemen konvensional sering disebut pengetahuan yang tradisional.
Manajemen konvensional tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi
dan keharmonisan kerja; manajer mengalami kesulitan-kesulitan dan frustasi
karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola prilaku yang rasional; dan
lebih berorientasi pada produk bukan pada proses.
Manajemen konvensional adalah suatu manajemen yang dimiliki para
pekerja dan merupakan warisan dari nenek moyang yang disebarkan melalui
mulut ke mulut dan selalu diwariskan kepada generasi selanjutnya, dan
berkembang karena gagasan-gagasan yang pernah ada.Dalam suatu manajemen
konvensional hampir tidak pernah di temukan suatu prinsip.oleh karna itu
manajemen konvensional sering disebut pengetahuan yang tradisional.
Manajemen konvensional tidak sepenuhnya menghasilkan efisiensi produksi
dan keharmonisan kerja; manajer mengalami kesulitan-kesulitan dan frustasi
karena karyawan tidak selalu mengikuti pola-pola prilaku yang rasional; dan
lebih berorientasi pada produk bukan pada proses.
Sebaliknya MMT lebih memperhatikan proses. Proses bekerja pada
sistem merupakan suatu upaya untuk mencegah terjadinya kesalahan dalam
melakukan proses produksi atau pelayanan. Untuk dapat melakukan proses
tersebut maka diperlukan sebuah komitmen dari keseluruhan orang-orang yang
ada dalam organisasi. Proses-proses tersebut kemudian dinyatakan dalan
kebijakan dan sasaran-sasaran mutu.Dari sasaran tersebut kemudian dilakukan
upaya untuk dapat mencapai sasaran-sasaran tersebut, disinilah kemudian
dibuat perencanaan untuk dapat mencapai sasaran dan kebijakan yang telah
ditetapkan. Dalam sasaran tersebut akan tergambar bagaimana suatu proses
dilakukan, oleh siapa, sumber daya yang diperlukan dan kapan akan
dilakukan. Untuk menjaga agar apa yang direncanakan tersebut berjalan secara
benar, dan jika terjadi kesalahan dapat diantisipasi dengan cepat, maka
diperlukan proses monitoring dan penilaian. Melalui kegiatan monitoring dan
penilaian tersebut itulah kemudian dihasilkan berbagai data dan fakta terhadap
berbagai masalah yang terjadi selama proses produksi atau pelayanan
berlangsung. Untuk dapat memaknai data dan fakta yang ada dan untuk dapat
menyelesaikan berbagai masalah yang berkembang, maka diperlukan kegiatan
tinjauan manajemen.Dari tinjauan manajemen itulah dihasilkan berbagai
tindakan perbaikan atau tindakan pengembangan. Tindakan perbaikan maupun
tindakan pengembangan akan dimulai dengan melakukan kegiatan perencanaan
lagi, melaksanakan, memonitor dan menilai, hasilnya akan ditinjau lagi melalui
kegiatan tinjauan manajemen. Demikian seterusnya siklus tersebut akan
berjalan terus menerus tiada habisnya, sehingga proses pengembangan juga
akan dilakukan terus menerus, disesuaikan dengan berbagai perkembangan
yang terjadi.

7. Dalam hal apa manajemen konvensional sama dengan manajemen mutu


terpadu? Jelaskan.
Persamaan manajemen konvensional dengan majemen mutu terpadu
dintaranya (1) model perusahaan sama-sama mempunyai jumlah SDM yang
besar/ dan padat karya, (2) model produk sama-sama memproduksi masal, (3)
model administrasi, sama-sama memakai system birokrasi, model
sekolah/perguruan tinggi bsama-sam berbentuk matrik, dan (4) model
keputusan sama-sama memkai yang lama atau berstruktur.

8. Beri penjelasan, bagaimana keberhasilan penerapan manajemen mutu terpadu


di bidang bisnis (DUDI) bisa ditransfer di bidang pendidikan?
Pendidikan Tinggi/sekolah dapat menerapkan manajemen mutu
terpadu untuk meningkatkan mutu pengajaran atau akademik dalam proses
rekrutmen guru/dosen, proses penerimaan siswa /mahasiswa, seleksi
pengampuan mapel, seleksi wali kels, evaluasi adminitrasi guru/dosen dan
evaluasi belajar. Untuk bisa menghasilkan mutu pendidikan menurut Slamet
(1999) terdapat empat usaha mendasar yang harus dilakukan suatu lembaga
pendidikan, yaitu; (1) Menciptakan situasi “menang-menang” (win-win
solution) dan bukan situasi “kalah-menang” di antara fihak yang
berkepentingan dengan lembaga pendidikan (stakeholders). Dalam hal ini
terutama antara pimpinan lembaga dengan staf lembaga harus terjadi kondisi
yang saling menguntungkan satu sama lain dalam meraih mutu produk/jasa
yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan tersebut, (2) Perlunya
ditumbuhkembangkan adanya motivasi instrinsik pada setiap orang yang
terlibat dalam proses meraih mutu. Setiap orang dalam lembaga pendidikan
harus tumbuh motivasi bahwa hasil kegiatannya mencapai mutu tertentu yang
meningkat terus menerus, terutama sesuai dengan kebutuhan dan harapan
pengguna/langganan, (3) Setiap pimpinan harus berorientasi pada proses dan
hasil jangka panjang. Penerapan manajemen mutu terpadu dalam pendidikan
bukanlah suatu proses perubahan jangka pendek, tetapi usaha jangka panjang
yang konsisten dan terus menerus, dan (4) Dalam menggerakkan segala
kemampuan lembaga pendidikan untuk mencapai mutu yang ditetapkan, harus
dikembangkan adanya kerjasama antar unsur-unsur pelaku proses mencapai
hasil mutu. Janganlah di antara mereka terjadi persaingan yang mengganggu
proses mencapai hasil mutu tersebut. Mereka adalah satu kesatuan yang harus
bekerjasama dan tidak dapat dipisahkan satu sama lain untuk menghasilkan
mutu sesuai yang diharapkan.
Dalam kerangka manajemen pengembangan mutu terpadu, usaha
pendidikan tidak lain dapat dikatakan sebagai usaha “jasa” yang memberikan
pelayanan kepada pelangggannya, yaitu mereka yang belajar dalam lembaga
pendidikan tersebut atau fihak-fihak berkepentingan lainnya.
Para pelanggan layanan pendidikan terdiri dari berbagai unsur paling
tidak empat kelompok ( Sallis, 1993). Mereka itu adalah pertama yang belajar,
bisa merupakan mahasiswa/pelajar/murid/peserta belajar yang biasa disebut
klien/pelanggan primer (primary external customers). Mereka inilah yang
langsung menerima manfaat layanan pendidikan dari lembaga tersebut. Kedua,
para klien terkait dengan orang yang mengirimnya ke lembaga pendidikan,
yaitu orang tua atau lembaga tempat klien tersebut bekerja, dan mereka ini kita
sebut sebagai pelanggan sekunder (secondary external customers). Pelanggan
lainnya yang ketiga bersifat tersier adalah lapangan kerja bisa pemerintah
maupun masyarakat pengguna output pendidikan (tertiary external customers).
Selain itu, yang keempat, dalam hubungan kelembagaan masih terdapat
pelanggan lainnya yaitu yang berasal dari intern lembaga; mereka itu adalah
para guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi lembaga pendidikan, serta
pimpinan lembaga pendidikan (internal customers). Walaupun para
guru/dosen/tutor dan tenaga administrasi, serta pimpinan lembaga pendidikan
tersebut terlibat dalam proses pelayanan jasa, tetapi mereka termasuk juga
pelanggan jika dilihat dari hubungan manajemen. Mereka berkepentingan
dengan lembaga tersebut untuk maju, karena semakin maju dan berkualitas dari
suatu lembaga pendidikan mereka akan diuntungkan, baik kebanggaan maupun
finansial.
Seperti disebut diatas bahwa program peningkatan mutu harus
berorientasi kepada kebutuhan/harapan pelanggan, maka layanan pendidikan
suatu lembaga haruslah memperhatikan masing-masing pelanggan di atas.
Kepuasan dan kebanggaan dari mereka sebagai penerima manfaat layanan
pendidikan harus menjadi acuan bagi program peningkatan mutu layanan
pendidikan.
Potensi perkembangan, dan keaktifan murid tentu saja merupakan
yang paling utama dalam peningkatan mutu pendidikan. Perkembangan fisik
yang baik, baik jasmani maupun otak, akan menentukan kemajuannya.
Demikian pula dengan lainnya, misalnya bakat, perkembangan mental,
emosional, pibadi, sosial, sikap mental, nilai-nilai, minat, pengertian, umur,
dan kesehatan; kesemuanya akan mempengaruhi hasil belajar dan mutu
seseorang. Untuk itu, maka perhatian terhadap paserta didik menjadi sangat
penting.

9. Prinsip-prinsip atau kaidah-kaidah apa dari manajemen mutu terpadu


diterapkan dalam “Manajemen Berbasis Sekolah” di satuan pendidikan
kita? Jelaskan.
Penerapan manajemen mutu implementasinya pada MBS dianataranya:
a) Focus pada pelanggan, sekolah bergantung pada pelanggang mereka,
karena itu majemen sekolah di sekolah harus memahami kebutuhan
pelanggan/ siswa sekarang dan yang akan dating. Sekolah harus
memenuhi kebutuhan pelanggan/siswa dan giat berusaha melebihi
ekspektasi pelanggan/siswa
b) Kepemimpinan, pemimpin sekolah harus menetapkan kesatuan tujuan
dan arah dari sekolah. Mereka harus menciptakan dan memelihara
lingkungan internal agar orang-orang dapat menjadi terlibat secara penuh
dalam pencapaian tujuan-tujuan sekolah
c) Keterlibatan orang, SDM pada semua tingkatan merupakan factor yang
sangat penting dari suatu sekolah dan keterlibtan mereka secaraa penuh
akan memungkinkan kemampuan mereka digunakan untuk manfaat
sekolah
d) Pendekatan proses, suatu hasil yang diinginkan akan tercapai secara
efisien, apabila aktivitas dan sumber daya yang berkaitan dikelola
sebagai suatu proses yang memberi nilai tambah bagi peserta didik
e) Pendekatan system terhadap manajemen, pengidentifikasian, pemahaman
dan pengelolaan dari proses-proses yang saling berkaitan sebagai suatu
siistem akan memberikan konstrubusi pada efektifitas dan efisiensi pada
sekolah dalam mencapai tujuannya
f) Peningkatan terus menerus, peningkatan terus menerus dari kinerja
sekolah secara keseluruhan harus menjadi tujuan tetap dari sekolah.
Peningkatan terus menerus didefinisikan sebagai suatu proses yang
berfokus pada upaya meningkatkan efektivitas dan efisiensi sekolah
untuk memnuhi kebijakan dan tujuan sekolah tersebut. Peningkatan terus
menerus membutuhkan langkah-langkah konsolidasi. Progresif,
menanggapi perkembangan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan dan
akan menjamin suatu evaluasi dinamika dari system manajemen mutu
Penerapannya dalam manajemen berbasi sekolah diantaranya:
a) Keterbukaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara
terbuka dengan sumber daya manusia di sekolah dan masyarakat (kepala
sekolah, guru, siswa, orangtua siswa, dan tokoh masyarakat).
b) Kebersamaan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan bersama
oleh sekolah dan masyarakat.
c) Berkelanjutan, artinya manajemen berbasis sekolah dilakukan secara
berkelanjutan tanpa dipengaruhi pergantian pimpinan sekolah.
d) Menyeluruh, artinya manajemen berbasis sekolah yang disusun
hendaknya mencakup semua komponen yang mempengaruhi
keberhasilan pencapaian tujuan.
e) Pertanggungjawaban, artinya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah
dapat dipertanggung jawabkan ke masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan.
f) Demokratis, artinya keputusan yang diambil dalam manajemen berbasis
sekolah hendaknya dilaksanakan atas dasar musyawarah antara
komponen sekolah dan masyarakat.
g) Kemandirian sekolah, artinya sekolah memiliki prakarsa, inisiatif, dan
inovatif dalam kerangka pencapaian tujuan pendidikan.
h) Berorientasi pada mutu, artinya berbagai upaya yang dilakukan selalu
didasarkan pada peningkatan mutu.
i) Pencapaian standar pelayanan minimal secara total, bertahap dan
berkelanjutan.
j) Pendidikan untuk semua, artinya semua anak memiliki hak memperoleh
pedidikan yang sama.

10. Bagaimana kaitan antara manajemen mutu terpadu dengan manajemen


strategic? Jelaskan.
Fokus manajemen strategik adalah pada lingkungan eksternal dan
pada operasi-operasi masa mendatang yang bersangkutan dan berhubungan
dengan sumber-sumber daya organisasi yang ada dengan peluang-peluang
pada lingkungan yang lebih besar.
Kaitan antara manajemen mutu terpadu dengan manajemen strategic,
diitinjau dari beberapa aspek, diantaranya aspek profitabilitas, manajemen
mutu dan majemen strategic sama-sama menjadikan keuntungan jangka
panjang sebagai upaya membangun everlasting grow company dan long life
employment. Aspek produkvitas tinggi, manajemen mutu dan manjemen
strategic sama-sama mengembangkan produkvitas, inovasi SDM yang tinggi
dengan berbagi strategi.Aspek kompetitif, manajemen mutu dan manjemen
strategic sama-sama menempatkan keunggulan.bagi kepuasan konsumen dan
mengembangkan model persaingan baru dalam berkompetisi. Aspek
keunggulan teknologi, manajemen mutu dan manjemen strategic sama-sama
mengembangkan system informasi nanajemen secara cepat, tepat waktu,
sesuai kualitas berdasarkan tingkat keunikan dan kompleksitas produk yang
dihasilkan.Aspek iklim kerja, manajemen mutu dan manjemen strategic
sama-sama mengembangkan budaya organisasi yang berdasarkan nilai-nilai
profesionalisme.Aspek Etika dan tanggung jawab, manajemen mutu dan
manjemen strategic sama-sama mengembangkan etika dan tanggungjawab
social yang tinggi dengan selalu mendahulukan kepentingan masyrakat dan
lingkungannnya.
Dengan menggunakan manajemen strategik sebagai instrumen untuk
mengantisipasi perubahan lingkungan sekaligus sebagai kerangka kerja untuk
menyelesaikan setiap masalah memulai mengambil keputusan organisasi,
setiap penerapan manajemen strategik dalam suatu organisasi atau organisasi
diharapkan akan membawa manfaat-manfaat atau keuntungan sebagai
berikut:
a) memberikan arah jangka panjang yang akan dituju.
b) Membatu organisasi berdaptasi pada perubahan-perubahan yang terjadi.
c) Membuat suatu organisasi menjadi lebih efektif.
d) Mengidentifikasi keunggulan komparatif suatu organisasi dalam
lingkungan yang semakin beresiko.
e) Aktivitas pembuatan strategi akan mempertinggi kemampuan organisasi
untuk mencegah munculnya masalah di masa datang
f) Keterlibatan karyawan dalam pembuatan strategi akan lebih memotivasi
mereka pada tahap pelaksanaannya.
g) Keengganan untuk berubah dari karyawan lama dapat dikurangi.

Bagian II
1. Dalam mengimplementasikan manajemen mutu terpadu dan manajemen
stratejik di satuan pendidikan kepemimpinan kepala sekolah amat penting dan
strategis.
a. Mengapa penting dan strategis?
1) Di tinjau dari manajemen mutu dalam kegiatan belajar mengajar, peran
kepala sekolah melakukan upaya penjamnin mutu terhadap kegiatan
KBM yang ada melalui, (1) program evaluasi mutu atas guru oleh peserta
didik, (2) program evaluasi administrasi guru persemester, (3) program
evaluasi pencapaian KKM standar, (4) program evaluasi daya serap
materi pembelajaran. Sementara di tuinjau manajajemen strategic, peran
kepala sekolah perencanaan jangka panjang, menengah dan pendek
terhadap program pembelajaran yang bermutu dengan standar
meningkatkan mutu sekolah
2) Ditinjau dari manjemen mutu dalam bidang kegiatan SIM, peran kepala
sekolah mengembangkan SIM bagi upaya meningkatkan mutu sekolah
sehingga kegiatan perasional lebih efektif dan efisien. Sementara,
manajamen strategic peran kepala sekolah mengembangkan SIM untuk
menjadikan sekolah sebagai leading school di lingkungan local/nasional
mpun internasional
3) Dalam Kegiatan Perencanaan, peran kepala sekolah membuat
perencanaan yang bermutu dengan melibatkan seluruh civitas akademik
yang ada sehingga menghasilkan perencanaan yang menyeluruh dan
terkait dengan yanga lain. Manajemen mutu; peran kepala sekolah
melakukan perencanaan jangka panjang, menengah dan pendek serta
melaukan evalauasi bagi perbaikan perencanaan yang lebih
visible/miscible
4) Dalam kegiatan pengembangan sekolah, peran kepala sekolah membuat
perencanaan pengembangan sekolah secara terpadu cepat, efektif dan
efisien. Sementara manajemen strategic peran kepala sekolah membuat
blue print bagi sekolah akan dibawa kemana dan bagaimana
pengemabngan sekolah ke depan
5) Dalam kegiatan pengoragnisasian, peran kepala sekolah
mengorganissasikan system penjamin mutu dilingkungan sekolahnya
secara sistematik dengan membangun organisasi dan budaya mutu yang
kuat. Sementara manajemen strategic, peran kepala asekolah
mengemabngkan SDM yang berkelanjutan melalui training dan
pendidikan sesuai dengan kebutuhan dan skala perioritas sekolah
6) Dalam kegiatan evaluasi, peran kepala sekolah melakukan system
evaluasi terpadu dan transparan serta dapat di pertanggung jawabkan.
Sementara manajemen strategic, peran kepala sekolah menjadikan sarana
evaluasi sebagai upaya perbaikan dan mengetahui pencapaian atas target
yang telah ditetapkan sehingga akan menghasilkan strategi baru.
7) Dalam bidang Networking, peran kepala sekolah bekerjasama dengan
semua stokeholder dalam upaya mengembangkan kemajuan sekolah
dengan dunia usaha dan industry dan berbagai elemen bagi kemajuan
sekolah. Sementara majemen strategic, peran kepala sekolah menjadikan
sekolah sebagai centre of excellent yang akan mampu menarik semua
pihak bermitra dengan sekolah
b. Kepemimpinan situasional itu bagaimana konsepnya? Beri penjelasan
singkat.
Kepimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kennnet
Blancard. Kepimpinan situasional adalah didasarkan pada saling berhubungan
diantara hal-hal berikut: jumlah petunjuk dan pengarrahan yang diberikan
oleh pimpinan, jumlah dukungan sosioemosional yang diberikan oleh
pimpinan dan tingkat kesiapan atau kemantangan para pengikut yang
ditunjukan dalam melaksanakan tugas khusu , fungsi atau tujuan tertentu.
Ciri pimpinan situasional, pimpinan situasional yang berhasil harus
seorang pendognosis yang baik dan dapat menghargai semnagat serta selalu
ingin mencari tahu atas berbagai tantangan yang ada. Apabila kemampuan
motif serta kebutuhan bawahan sangat bervariasi, seorang pemimpin harus
mempunyai kepekaan dan kemampuan mendiagnosis agar mampu
membacara dan menerima perbedaan-perbedaan.
Aktivitas pemimpin stuasional ke dalam dua dimensi perilaku, (1)
inisiasi tindakan (task actions), (2) mengelola hubungan melalui tindakan
(relationship maintenance actions).Tingkat kesiapan pemimpin situasional,
(1) tingkat bimbingan dan pengarahan yang diberikan oleh pimpinan
(perilakuk tugas), (2) tingkat dukungan sosio emosional yang disediakan oleh
pemimpin (perilaku hubungan), (3) tingkat kesiapan atau kemantangan yang
diperlihatkan oleh anggota dalam melaksaakan tugas dan fungsi mereka
dalam mencapai tujuan tertentu.

c. Jika kepala sekolah mengimplementasikan kepemimpinan situasional,


bagaimana gaya yang sebaiknya dia lakukan. Beri deskripasi singkat.
1) Dalam bidang perencanaan, Kepala sekolah membuat perencanaan tugas
dan kegiatan kepada semua bawahannya dari aspek kompetensi, contohnya
tugas marketing diberikan pada tipe CQ yang tinggi, HRD diberikan pada
tipeSQ yang tinggi, finance diberikan pada tipe IQ yang tinggi.
2) Dalam bidang pengorganisasian, Kepala Sekolah mendelegasikan tugas
dan kegiatan sekolah sesuai dengan kapasitas dan pencapaian prestasi
SDM sebelumnya, contohnya tugas SDM yang prestasi tinggi delegasi
tugas yang lebih rumit, SDM yang menengah delegasi tugas yang
menantang, SDM yang lemah delegasi tugas yang rutinitas.
3) Dalam Bidang Pelaksanaan, Kepala Sekolah melakukan kegiatan strategic
yang memberikan daya ungkit bagi organisasi dan SDMnya, contoh
tugasnya membangun networking sekolah dengan SDM marketing,
membangun SIM dengan SDM IT, membangun system mutu dengan SDM
SPMI.
4) Dalam bidang pengawasan, Kepala Sekolah melakukan monitoring
kegiatan pendelegasian tugas dan wewenang untuk mengontrol pencapaian
hasil yang maksimal, contoh tugasnya SDM yang unggul sedikit
pengawasan, SDM yang menengah dengan pengawasan yang lebih aktif,
SDM yang lemah dengan system pengawasan melekat.

2. Anda diminta mempelajari Rencana Strategik Depdiknas/Depdikbud 2010-


2014.Kemudian kerjakan tugas berikut:
a. Analisis lingkungan internal; jelaskan kekuatan dan kelemahan
pembangunan pendidikan yang teridentifikasi

1) Analisis Renstra, terwujudnya system pendidikan yang menghasilkan


insan yang berkarakter, cerdas, dan terampil untuk membangun bangsa
Indonesia yang bermatabat dan berdaya saing melalui pengembangan
ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni untuk kemajuan dan
kesejahteraan umat manusia yang berkelanjutan. Kekuatannya;
menghasilkan tujuan yang jelas sekaligus memotivasi semua pihak
karena sangat visible/misible dan sesuai dengan cita-cita dan tujuan
berdirinya NKRI yang termaktub dalam pembukaan UUD 1945,
Pancasila dan GBHN. Kelemahannya; belum memiliki kepemimpinan
yang kuat diberbagai lapisan baik dipusat, daerah tingkat 1 mapun
daerah tingkat 2, sehingga sering terjadi mis manajemen, komunikasi,
implementasi yang menghasilkan ketidaksingkronan antara kebijakan
pusat dan daerah.
2) Terwujudnya system pendidikan yang berkelanjutan; Kekuatannya,
system yang dibangun semakin baik, jelas, terukur dan dapat di
pertanggungjawabkan. Kelemahannya; sumber daya manusia sebagai
pelaksana system masih terbatas pada daerah diluar jawa atau Indonesia
Timur.
3) Menghasilkan insan yang berkarakter, Kekuatannya; mayoritas
penduduk Indonesia muslim, tingginya toleransi, sikap saling
menghargai budaya gontong royong, memiliki kearifan lokal, dan
menjunjung tinggi persatuan kesatuan bangsa. Sementara lemahannya
tauladan pimpinan dikehidupan sehari-hari
4) Menghasilkan insan yang cerdas, kekuatanya jumlah penduduk
Indonesia hamper mencapai 300 juta adalah sumber daya yang sangat
besar dan potensi. Banyaknya ditemukan pelajaran yang berkualitas
didaerah dan mampu bersaing di Internasional serta tingginya motivasi
belajar dari penduduk Indonesia. Kelemahannya; minimnya dana yang
dianggarkan dan luasnya cakupan wilayah Indonesia mengakibatkan
tingkat kemampuan masing wilayah berbeda serta maraknya KKN di
dunia pendidikan
5) Menghasilkan insan yang terampil. Kekuatannya jumlah penduduk
usia produktif 50 % dari total 300 juta, Negera agraris yang menuju ke
modern, pembukaan banyak program studi ketrampilan ketimbang
science serta berkembangnya daerah industry. Kelemahannya, validasi
uji kompetensi belum maksimal, kemampuan bahsa asing masih minim,
rendahnya mutu pendidikan, meinimnya sarpras atau laboratorium dan
minimnya kualitas tenaga pendidikan.
6) Mengahasilkan insan yang bermartabat, kekuatannya memiliki
keunggulan sumber daya alam yang tinggi, jumlah penduduk produktif
yang besar dan berkembangnya ekonomi kreatif. Sementara
kelemahannya; Undang-undang dan SDM belum maksimal, kurannya
inovasi produk dan masih terpusat di perkotaan belum ke daerah.
7) Menghasilkan insan yang berdaya saing, Kekuatannya Jumlah
sekolah/Perguruan Tinggi yang banyak dan besar, memiliki lembaga
penjamin mutu/BAN, memiliki standar pendidikan nasional dan
memiliki citra positif bagai Negara lain. Sementara kelemahannya
kualitas Sekolah/Perguruan tinggi masih minim, masih banyak yang
belum terakriditasi, banyak yang belum memenuhi standar, dan terkenal
dengan pengiriman tenaga unskill.

b. Peluang dan tantangan apa yang dihadapi. Jelaskan


1) Analisis Renstra, Terwujudnya system pendidikan yang menghasilkan
insan yang berkarakter, cerdas, dan terampil untuk membangun bangsa
Indonesia yangbermatabat dan berdaya saing melalui pengembangan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan seni untuk kemajuan dan kesejahteraan umat
manusia yang berkelanjutan. Peluang yang dapat diraih adalah akan
memiliki sumber daya manusia yang berlimpah dan berkompetensi.
Selanjutnya tantangannya adalah tersedianya sarpras dan system yang
berkualitas.
2) Terwujudnya system pendidikan yang berkelanjutan, peluangnya memiliki
tingkat accountabiltas yang tinggi, cepat efektif dan efisien. Tantanganya
tidak mudah membangun system yang handal dibutuhkan waktu dan
kesadaran bersama
3) Menghasilkan insan yang berkarakter, peluangnya mennjadi bangsa yang
besar mempunyai kepribadian dan disegani oleh bangsa lain, sementara
tantangnya terlalu broad minded
4) Menghasilkan insan yang cerdas, peluangnya menghasilkan produk dan
teknologi tinggi sehingga mampu bersaing dengan dunia luar, sementara
tantangannya butuh biaya dan waktu serta kedisiplinan yang tinggi
5) Menghasilkan insan yang terampil, peluangnya memiliki sumber daya
manusia yang berkualitas dan mampu bersaing serta produktif, sementara
tantangannya membutuhkan banyak lembaga ketrampilan yang berkualitas
6) Mengahasilkan insan yang bermartabat, peluangnya menjadi bangsa yang
kuat dan besar, sementara tantangannya memrlukan daya tahan dan
keuletan serta kekompakan
7) Menghasilkan insan yang berdaya saing, peluang yang didapat menjadi
bangsa maju dan pimpinan Asia atau Dunia, sementara tantangannya
memperbesar anggaran pendidikan.

c. Strategi apa yang digunakan dalam ketercapaian tujuan program pendidikan?


Beri penjelasan singkat.
Strategi yang digunakan dalam pencapaian tujuan program pendidikan
diantaranya:
1) Strategi Cost Leadership, strategi yang dilakukan dengan membangun
system pendidikan yang efektif dan efisien. Langkah yang ditempuh
adalah dengan melihat potensi perwilayah dan mengembangkannya sesuai
dengan kemampuan daya saing wilayah, sehingga dana tidak terbuang dan
mubasir. Program strategi ini diawali dengan pemetaan wilayah dan
kondisinya baru pengalokasian dana yang ada sesuai dengan program
sehingga akan menghasilkan program yang tepat sasaran dan berdaya guna
2) Strategi Deferensial, dengan melakukan inovasi terhadap model
pendidikan yang ada untuk menghasilkan lompatan maju bagi upaya
pengembangan SDM yang berkualitas dan bersaing
3) Strategi Fokus, merupakan strategi yang hanya melakukan satu dua
program yang mampu menjadi barometer keunggulan pendidikan

d. Coba cermati program-program yang dirancang akan dilaksanakan dalam


kurun waktu 2010-2014. Kemukakan tiga program yang ketercapaiannya
masih dipertanyakan (atau mungkin tidak tercapai). Mengapa terjadi hal
seperti itu?

Strategi dan arah kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010--2014


dirumuskan berdasarkan pada visi, misi, tujuan strategis Kemdiknas, serta
mengacu padaRPJMN 2010--2014 dan evaluasi capaian pembangunan pendidikan
sampai tahun 2009. Strategi dan arah kebijakan ini juga memperhatikan komitmen
pemerintah terhadap konvensi internasional mengenai pendidikan, khususnya
Konvensi Dakar tentang Pendidikan untuk Semua (Education For All), Konvensi
Hak Anak (Convention on the Right of Child), Millenium Development Goals
(MDGs), dan World Summit on Sustainable Development.Strategi dan arah
kebijakan pembangunan pendidikan tahun 2010--2014 disusun untuk memberikan
arah dan pedoman bagi penyelenggara pendidikan di pusat dan di daerah terkait
dengan cara-cara yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran strategis yang
menggambarkan tujuan-tujuan strategis. Telaah terhadap sasaran-sasaran strategis
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya akan terlihat adanya sejumlah
komponen yang dibutuhkan dalam penyelenggaraan layanan prima pendidikan
nasional. Kebutuhan tersebut mencakup pendidik dan tenaga kependidikan,
pembelajaran dan penilaian, sarana dan prasarana, pendanaan, dan tata kelola.
Strategi Pembangunan Pendidikan Tahun 2010--2014
Strategi merupakan upaya yang sistematis untuk mencapai tujuan strategis
yang telah ditetapkan melalui pencapaian sasaran-sasaran strategis dari tujuan
strategis tersebut.Tiap strategi menjelaskan komponen-komponen
penyelenggaraan layanan pendidikan yang harus disediakan untuk mencapai
sasaran-sasaran strategis dari tiap tujuan strategis. Komponen-komponen tersebut
meliputi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, sistem
pembelajaran, data dan informasi, dana, serta sistem dan prosedur yang bermutu.
Dalam pemilihan strategi juga mempertimbangkan disparitas antarwilayah,
gender, sosial ekonomi, serta antar satuan pendidikan yang diselenggarakan
pemerintah dan masyarakat.
Berdasarkan hasil evaluasi hasil pencapaian Rencana Strategi Pendidikan
Tahun 2010-2014 diantaranya;
1) Bidang sumber daya manusia, kondisi pencapaian adanya peningkatan mutu
pendidikan akan terlaksana jika kemampuan dan profesionalme pendidik
dapat di tingkat berdasarkan data nasional pencapaian sebesar 60%
2) Bidang Sarana prasarasana, kondisi pencapaian perlunya peningkatan kualitas
dan kuantitas sapras di seluruh wilayah berdasarkan data nasional pencapaian
sebesar 60%
3) Bidang Kualitas, kondisi pencapaian pelaksanaan belajar dan mengajar
dengan inovasi baru perlu diterapkan. Hal ini dilakukan karena cara dan
system pengajaran alama tidak dapat diterapkan lagi.
4) Bidang daya saing, kondisi pencapaian dalam usaha pemertaan pendidikan
diperlukan pengawasan yang serius oleh pemerintah. Pengawasan tidak hanya
dalam bidang anggaran pendidikan, tetapi juga dalam bidang mutu, sarana
dan prasarana pendidikan. Selain itu perluasan kesempatan belajar pada
jenjang pendidikan tinggi merupakan kebijaksanaan yang penting dalam
usaha pemerataan pendidikan.
5) Bidang Sistem Infromasi Manajemen, kondisi pencapaian system pendidikan
dapat berjalan dengan lancer jika kerjasama antara unsur-unsur pendidikan
berlangsung secara harmonis. Pengawasan yang dilakukan pemerintah dan
pihak-pihak pendidikan terhadap masalah anggarann pendidikan akan dapat
menekan jumlah korupsi dana di dalam dunia pendidikan.
6) Bidang Keuangan, kondisi pencapaian pendidikan dalam usaha pengendalian
laju pertumbuhan penduduk sangat ddiperlukan. Pelaksanaan program ini
dapat di tingkatkan dengan mengakampanyekan program KB dengan sebaik-
baiknya sehingga pelosok negeri ini.
7) Bidang Perauturan, Undang-undang yang ada sudah memadai perlu upaya
penegakan peraturan dan Undang-undang yang sudah berlaku dengan
konsisten

Fithrah-potensi manusia yang dibawa semenjak lahir baru dapat dan


bisa berkembang dalam pergaulan hidupnya, dan manusia yang
dilahirkan itu tidak akan menjadi manusia tanpa pengembangan
potensi tersebut sebagaimana yang dikehendaki oleh ajaran Islam. Di
antara nash yang menyatakan demikian, dapat dipahami dari surat
al-Hujurat ayat 13, yaitu :
‫لتعار قبائل و شعوبا جعلناكم و انثى او ذكر من خلقناكم انا الناس يايها‬

TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai