Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN OBSERVASI

TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG


KELOMPOK II

Faradina Izzati Irawati


Nurul Husna Nurainie Pertiwi Db
Nur Indah Ramadhani Nur Mawaddah
Andika Putra Wira Angkasa Putra

PENDAHULUAN
Masalah tuna susila tumbuh berkembang seiring dengan lajunya
pembangunan dan pekembangan yang semakin pesat. Perkembangan masalah tuna
susila berkaitan erat dengan keadaan demografi, dimana adanya masalah kepadatan
penduduk dengan laju pertumbuhan yang tinggi, penyebaran yang tidak merata,
struktur usia yang tidak seimbang, kesempatan kerja yang terbatas, lowongan
pekerjaan yang sedikit dan kualitas manusia yang kurang memadai merupakan
tantangan yang harus mereka dihadapi di jaman yang semakin berkembang seperti
saat ini.
Adanya Wanita Tuna Susila ditengah masyarakat dianggap sebagai
permasalahan sosial dan sangat mengganggu masyarakat disekitarnya. Hal ini
karena perbuatan tersebut merupakan perbuatan yang tercela dan dilarang oleh
agama maupun norma-norma masyarakat luas yang mana perbuatan tersebut adalah
dosa besar.
Salah satunya adalah mereka yang bekerja sebagai Wanita Tuna Susila
(WTS), WTS atau PSK (Pekerja Seks Komersial) adalah salah satu bentuk perilaku
yang menyimpang di kalangan masyarakat yaitu perilaku yang tidak bisa
menyesuaikan diri dengan kehendak-kehendak masyarakat atau kelompok tertentu
dalam masyarakat. Masalah wanita tuna susila pada dasarnya merupakan bentuk
pelanggaran atau penyimpangan baik dalam norma keluarga, norma sosial, maupun
norma agama.
Dampak masalah ini banyak berkaitan dengan masalah-masalah keluarga,
kriminalitas, pendidikan, kesehatan utamanya penyakit kelamin. Sebagai bentuk
penyimpangan norma keluarga, maka para wanita tuna susila dipandang tidak
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

mampu menjalankan pungsi keluarga dengan baik. Terlebih, tindakan mereka


dianggap mengancam dan merusak fungsi keluarga juga.
Sulitnya mendapat dukungan dan pekerjaan serta mengharapkan partisipasi
dalam menangani masalah tuna susila, misalnya itu dapat dilihat dari tidak adanya
usaha masyarakat atau swasta dalam menangani masalah Wanita Tuna Susila.
Berbeda halnya dengan lembaga pelayanan yang diselenggarakan oleh masyarakat
atau swasta dalam menangani lanjut usia dan anak terlantar, yaitu Panti Werdha dan
Panti Asuhan yang banyak tersebar di masyarakat.
Walaupun pemerintah dengan segala upayanya telah mencoba menangani
masalah wanita tuna susila ini, diantaranya melalui usaha rehabilitasi terhadap
wanita tuna susila dengan tujuan agar mereka dapat kembali ke masyarakat dan
mampu melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik, namun masalah ini sampai
sekarang masih belum menunjukkan hasil yang memuaskan dan para Wanita Tuna
Susila pun kembali menjalankan pekerjaannya menjadi Wanita Tuna Susila.
Dalam konsep diri itu ada konsep diri positif maupun konsep diri negatif,
dikutip dari jurnal Konsep Diri Eks Wanita Tuna Susila di Panti Sosial oleh Syaiful
Rohim, konsep diri positif dari Wanita Tuna Susila itu adalah mereka merasa adanya
keberhasilan dalam dirinya seperti mampu belajar mengaji, mengembangkan
keterampilannya, mampu berpikir dengan baik, merasa lebih tenang dan mereka
dapat mengetahui kesadaran akan kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh
dirinya sendiri.
Mereka menjadi PSK karena dorongan kehidupan hedonis, karena mereka
menginginkan lebih dari sekedar uang jajan atau uang bulanan.Dalam hal ini
mereka menjadi pelacur karena mereka ingin memenuhi kebutuhan psikologi
mereka, mereka menghendaki kemewahan tidak sekedar cukup. Pada
kenyataannya, para PSK yang bekerja di tempat pelacuran besar (yang dipekerjakan
oleh mucikari) tidak mempunyai pendidikan seperti halnya mahasiswa.
Dan adapun konsep diri negatif dari Wanita Tuna Susila itu adalah mereka
mengetahui apa yang dilakukan oleh mereka itu adalah perbuatan yang salah, tetapi
mereka tidak mempunyai cara lain karena mereka pun harus mencari uang untuk
menghidupi dirinya maupun keluarganya, dan mereka sebenarnya mempunyai
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

keterampilan yang dapat mereka kembangkan tapi mereka lebih pesimis dan
menganggap keterampilannya itu hanya keinginan sesaat dalam artian mereka ragu.
Oleh sebab itu Wanita Tuna Susila atau Pekerja Seks Komersial ini selalu
menjadi pro dan kontra dan termasuk masalah sosial yang memang susah untuk di
selesaikan karena tidak adanya jaminan untuk para Wanita Tuna Susila ini
mendapatkan pekerjaan yang layak dan pekerjaan yang pas sesuai dengan
keterampilan dan latar belakang pendidikan yang mereka miliki. Dan tidak banyak
pula masyarakat dapat menerima mereka di lingkungannya, tentunya mereka harus
berpura-pura dan menahan diri apabila banyak masyarakat yang mencemooh atau
membicarakan tentang pekerjaan mereka itu.

TINJAUAN PUSTAKA
A. Profil Lembaga
Pusat pelayanan karya Wanita (PPSKW) adalah pusat Rehabilitasi Sosial
Wanita Tuna Susila yang memiliki tugas memberikan pelayanan Rehabilitasi sosial
yang meliputi pembinaan fisik, mental, sosial, membantu memperbaiki sikap dan
tingkah laku, melalui pelatihan keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan
berkelajutan bagi Tuna Susila agar mampu aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
Upaya pemberian pelayanan dan rehabilitasi sosial kepada penyandang
masalah sosial tuna susila di Provinsi Sulawesi Selatan diawali melalui proyek
penyantunan dan pembinaan tuna susila pada tahun 1979/1980 oleh Kantor Wilayah
Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Selatan dengan sistem panti yang berlokasi
pada Wisma Kare di Ujung Pandang. Keberhasilan dari sistem tersebut, pada tahun
1980/1981 melalui proyek penyantunan Tuna Susila (PTS) Mattiro Deceng, yang
peresmiannya pada tanggal 25 Agustus 1983 oleh Mensos RI (Ny. Nani
Soedarsono, SH) sejak berdirinya Panti ini telah beberapakali mengalami
pergantian, pada tanggal 24 April 1994 kembali berganti Nama “Panti Sosial Karya
Wanita” (PSKW) Mattiro Deceng. Saat ini bernama Unit pelaksana Teknis (UPT)
Pusat Pelayanan Karya Wanita (PPSKW) Mattirodeceng Dinas Sosial Provinsi
Sulawesi Selatan.
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

Pusat Pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW) Mattirodeceng Dinas Sosial


Provinsi Sulawesi Selatan dipimpin oleh seorang Kepala UPT, Kepala Sub. Bagian
Tata Usaha, Kepala Seksi dan kelompok jabatan fungsional, secara lebih jelas
tentang struktur organisasi dapat dilihat dalam gambar berikut:
Gambar 1.1 Struktur Organisasi UPT PPSKW Mattirodeceng

UPT PPSKW Mattirodeceng meliputi kabupaten/kota di Sulawesi Selatan


dengan status sebagai salah satu pelaksanaan teknis Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Selatan. Kapasitas tampung pusat pelayanan Sosial Karya Wanita (PPSKW)/ Dinas
Sosial Mattirodeceng Kota Makassar yang dapat dibina sebanyak 100 orang
pertahun. Adapun Sasaran dan kriteria Panti Rehabilitasi PPSKW/Dinas Sosial
Mattirodeceng Kota Makassar adalah sebagai berikut:
1. Sasaran
a. Eks Wanita Tuna Susila (WTS)
b. Wanita Korban Kekerasan Seksual
c. Mucikari/Germo
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

d. Remaja rawan tindak Tuna Susila


e. Wanita korban Trafficking.
2. Kriteria
a. Sehat rohani dalam arti kata tidak mengidap penyakit kejiwaan;
b. Wanita Tuna Susila/Eks-WTS yang tidak bersangkutan dengan aparat penegak
hukum;
c. Wanita Tuna Susila yang masih memungkinkan untuk direhabilitasi;
d. Bersedia mengikuti program selama direhabilitasi;
e. Diutamakan Wanita Tuna Susila yang berprofesi di jalan dan di tempat-tempat
tidak susila lainnya dan dapat menimbulkan keresahan bagi masyarakat.
3. Tugas Pokok
Memberikan Pelayanan dan Rehabilitasi sosial yang meliputi pembinaan
fisik, mental, sosial, mengubah sikap dan tingkah laku, memberikan pelatihan
keterampilan dan resosialisasi serta pembinaan lanjut bagi para eks wanita tuna
susila agar mampu berperan aktif dalam kehidupan bermasyarakat.
4. Fungsi
Memberikan pelayanan dan rehabilitasi sosial, Melaksanakan motivasi sosial
bersama masyarakat, Menyampaikan informasi dan konsultasi kepada yang
berkepentingan, Melaksanakan pemulihan/ penyantunan, Melaksanakan
identifikasi, seleksi dan asesmen, Melaksanakan evaluasi dan monitoring serta
bimbingan lanjut.
c. Alur dan Pelayanan
Sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2014 pasal 12 ayat 1 yang menunjuk
pemerintah daerah bertugas untuk mengentaskan masalah sosial yang ada di
wilayah mereka maka dari itu Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan membentuk
UPT PPSKW Mattirodeceng dibawah naungan Dinas Sosial Provinsi Sulawesi
Selatan. Satuan Kerja ini melakukan kegiatan penanganan masalah kesejahteraan
sosial terhadap korban Trafficking, Wanita Tuna Susila dan atau korban kekerasan
seksual dengan memberikan pelayanan pembinaan, rehabilitasi serta pemberian
keterampilan agar mereka nantinya dapat berfungsi secara sosial.
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

Berikut ini merupakan tahapan alur layanan pada UPT PPSKW


Mattirodeceng Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan:
Gambar 1.2 Alur Layanan UPT PPSKW Mattirodeceng

Kegiatan pembinaan tersebut dimulai dari penerimaan calon binaan (intake)


meliputi kontak dan kontrak, kemudian asesmen sosial (identifikasi), Pembuatan
rencana Intervensi, Intervensi dengan pemberian layanan, pembinaan dan
rehabilitasi, serta terminasi dengan melakukan reintegrasi sosial terhadap
lingkungannya. Selain itu UPT PPSKW Mattirodeceng juga memenuhi segala
bentuk kebutuhan dasar baik itu sandang, pangan dan papan bagi korban
Trafficking, Wanita Tuna Susila dan atau korban kekerasan seksual.

B. Tunasusila
Menurut Koentjoro dalam Hasneli (2015: 49) Secara legal pemerintah
Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Sosial No. 23/HUK/96 yang
menyebut pelacur dengan istilah Wanita Tuna Susila (WTS). Penggunaan istilah
tersebut merupakan upaya pemerintah untuk memperhalus istilah pelacuran. Wanita
tuna susila dianggap memiliki etika dan perilaku yang cenderung menyimpang atau
dapat dikatakan perilaku yang bukan menjadi kebiasaan masyarakat pada
umumnya. Hal ini dikarenakan mereka tinggal di lingkungan sosial yang berbeda
sehingga sikap, perilaku, dan kehadiran mereka kurang diterima oleh masyarakat.
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

Tuna susila dapat diartikan sebagai salah tingkah, tidak susila atau tidak
berhasil menyesuaikan diri terhadap norma-norma susila (Kartono, 2005: 207).
Wanita tuna susila dianggap sebagai salah satu masalah sosial dan merupakan suatu
perilaku yang menyimpang. Perilaku menyimpang ini dilarang karena bertentangan
dengan norma agama, sosial dan nilai-nilai yang ada di masyarakat.
Wanita tuna susila juga memberikan dampak yang berkaitan dengan masalah
keluarga, pendidikan serta kesehatan yang menyangkut penyakit kelamin karena
berhubungan dengan banyak laki-laki yang dikhawatirkan dapat menyebar
dikehidupan masyarakat. Wanita tuna susila sering kali dipandang rendah oleh
masyarakat, dijauhi bahkan dijadikan bahan olokan atau ejekan di lingkungan
tempat mereka tinggal.
Menurut Koentjoro (2004: 53) ada beberapa faktor yang menyebabkan
perempuan menjadi pelacur atau sebagai wanita tuna susila diantaranya adanya
keinginan untuk memperoleh status sosial, kemiskinan, rendahnya pendidikan, dan
juga rendahnya pendapatan keluarga. Berdasarkan dari berbagai alasan yang ada,
menjadi seorang wanita tuna susila dengan melacurkan diri bukanlah pilihan yang
berdasarkan keinginan, namun dikarenakan berbagai paksaan yang kemudian
mengharuskan mereka melakukan hal tersebut.

C. Rehabilitasi Sosial
Rehabilitasi Sosial Dalam Undang-Undang No. 11 Tahun 2009 mengenai
Kesejahteraan Sosial diatur mengenai rehabilitasi sosial sebagai penyelenggaraan
kesejahteraan sosial, adapun pengertian dari rehabilitasi sosial menurut Undang-
Undang No. 11 Tahun 2009: “Rehabilitasi sosial dimaksudkan untuk memulihkan
dan mengembangkan kemampuan seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar
dapat melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar.
Rehabilitasi sosial yang dimaksud dapat dilaksanakan secara persuasif,
motivatif, koersif, baik dalam keluarga, masyarakat maupun panti sosial.”
Rehabilitasi sosial merupakan suatu upaya untuk mengembalikan atau
memperbaiki keadaan dan keberfungsian sosial seseorang. Adapun definisi
rehabilitasi sosial menurut Supiadi (dalam Maryami, dkk: 2015): “Rehabilitasi
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

sosial adalah segenap upaya yang ditujukan untuk mengintegrasikan kembali


seseorang kedalam kehidupan masyarakat dengan cara membantunya
menyesuaikan diri dengan tuntutan keluarga, komunitas dan pekerjaan sejalan
dengan pengurangan setiap beban sosial dan ekonomi yang dapat merintangi
proses rehabilitasi.” Berbeda dengan Supiadi, menurut Nitimihardja (2004):
“Rehabilitasi sosial merupakan upaya yang bertujuan untuk mengintegrasikan
seseorang yang mengalami masalah sosial dalam kehidupan masyarakat dimana
ia berada.
Pengintegrasian tersebut dapat dilakukan melalui upaya peningkatan
penyesuaian diri, baik terhadap keluarga, komunitas, maupun pekerjanya. Adapun
proses rehabilitasi sosial yang seharusnya dilakukan oleh setiap panti menurut
Badiklit Kesos, 2004, meliputi:
1. Tahap Pendekatan Awal
2. Tahap Pengungkapan dan Pemahaman masalah (Assesmen)
3. Tahap perencanaan program pelayanan
4. Tahap pelaksanaan pelayanan
5. Tahap pasca pelayanan rehabilitasi sosial.
Perspektif Pekerjaan Sosial Rehabilitasi sosial merupakan salah satu ranah
praktik pekerjaan sosial. Seperti yang dijabarkan dalam Wibhawa (2010) bahwa
peran pekerjaan sosial diantaranya yaitu:
1. meningkatkan kapasitas orang dalam mengatasi masalah yang
dihadapinya
2. menggali dan menghubungkan sumber-sumber yang tersedia di sekitar
klien,
3. meningkatkan jaringan pelayanan sosial, dan
4. mengoptimalan keadilan sosial melalui pengembangan kebijakan sosial.
Untuk isu penelitian ini pekerja sosial memiliki peran dalam memberikan
pelayanan sosial kepada para klien (wanita tuna susila) dengan cara turut serta
dalam pelaksanaan rehabilitasi sosial. Adapun maksud dalam rehabilitasi sosial
ini adalah suatu upaya untuk memulihkan dan mengembangkan kemampuan
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

seseorang yang mengalami disfungsi sosial agar dapat melaksanakan fungsi


sosialnya secara wajar.

PEMBAHASAN
1. Waktu dan Tempat Observasi
Observasi ini dilaksanakan pada hari Jumat 1 Desember 2023 bertempat di
Ppskw Mattirodecceng Makassar.

2. Responden 1
Nama Lindah
Asal Takalar
Usia 29
Pendidikan Terakhir SMP

Dirazia pertama kalinya oleh petugas ketika sedang berada disalah satu
hotel di Makassar kemudian langsung diamankan oleh pihak berwenang. Lindah
melalui beberapa proses pemeriksaan, hingga akhirnya kini terdaftar sebagai
penerima manfaat untuk direhabilitasi di Dinas Sosial PPSKW Mattiro Deceng
sejak 9 september 2023 lalu.
Lindah mengaku menjalankan ini (PSK) sebagai sumber untuk
menghasilkan uang, dijalani sudah 5 bulan lamanya, dimana transaksi dilakukan
melalui metode online dan offline. Seringnya menggunakan aplikasi hijau (mi-chat)
untuk mendapatkan pelanggan, namun terkadang kesepakatan terjalin antara
Lindah dan pelanggan ketika sedang bertemu langsung di salah satu cafe yang ada
di Makassar.
a. Latar Belakang Keluarga
Lindah adalah anak pertama dari 2 bersaudara, Ayah dan Ibunya merupakan
penjual bakso. Ibunya meninggal Ketika Lindah masih duduk dibangku kelas 3 SD.
Setelah ibunya meninggal, ayahnya menikah lagi dan sejak saat itu Lindah dan
ayahnya menjadi sangat jarang bertemu. Sejak kematian ibunya, Lindah tinggal
bersama tantenya yang merupakan seorang perawan tua. Seluruh keperluan Lindah
ditanggung oleh tantenya, hingga ia bisa menyelesaikan pendidikannya sampai
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

SMP. Lindah mengaku berhenti sekolah karena ingin bekerja untuk membantu
perekonomian keluarganya. Pada tahun 2012 silam Lindah menikah dan dikaruniai
3 orang anak. Suaminya bekerja disalah satu pabrik semen yang ada di pangkep,
dan saat itu Lindah menjadi ibu Rumah Tangga yang nyambi bekerja di kebun
jagung tetangga untuk mengisi waktu luang dengan niat membantu menambah
penghasilan untuk keperluan rumah- tangganya. Pada tahun 2018 suami Lindah
meninggal karena kecelakaan kerja. Sejak kematian suaminya, Lindah belum
Kembali berkeluarga lagi hingga kini.
b. Riwayat Pekerjaan
Ada banyak pekerjaan yang pernah diambil sebelumnya oleh Lindah,
pekerjaan pertamanya setelah putus sekolah saat itu adalah kerja di pabrik roti, ia
juga pernah menjadi karyawan toko, jadi asisten rumah tangga, dan pernah juga
merantau ke Jakarta tahun 2020 untuk kerja sebagai baby sitter namun berhenti dan
kembali lagi ke Makassaar di awal tahun 2023. Saat kembali pulang dari tanah
rantau, Lindah menganggur dan saat itu mencari-cari info lowongan kerja ke
temannya dan ditawari lah menjadi ladies disalahsatu cafe di Makassar.
Di tempat kerjanya itu (cafe) juga menjadi tempat pertama kalinya Lindah
mendapat tawaran untuk menjadi PSK oleh salahsatu pelanggan yang ada di cafe
tersebut. Sejak saat itu, Lindah terjung ke dunia PSK ini. Ia bekerja sebagai ladies
cafe yang juga sekaligus sebagai PSK atau pengguna aplikasi hijau.
c. Faktor Penyebab Terjerumus
PM mengaku membutuhkan biaya untuk menghidupi ketiga anaknya, ia
memerlukan uang untuk membeli kebutuhan pokok keluarganya, dan ia juga butuh
untuk membayar utang-utang tante nya yang nominalnya cukup besar. Walaupun
pm mengaku tidak dituntut keharusan untuk membayar utang tersebut, namun ia
merasa punya kewajiban sebagai bentuk balas budinya kepada tante yang sudah
dianggapnya sebagai orangtua sendiri.

d. Informasi Lainnya
1. Lokasi transaksi: hotel-hotel di Makassar
2. Tarif: Rp. 800.000 - 1.000.000
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

3. Siapa pelanggannya: Orang-orang yang sudah berkerja dengan


background pekerjaan yang berbeda-beda mulai dari kerja kantoran hingga
driver ojol juga ada
4. Pemeriksaan kesehatan: tidak ada pemeriksaan kesehatan yang dilakukan,
hanya mengonsumsi antibiotic tanpa resep dokter, dan pm mengaku sejauh
ini tidak ada gangguan kesehatan.
5. Keinginan untuk berhenti: besar keinginan untuk berhenti dan sudah ada
niat untuk setelah ini mencari pekerjaan yang baik dan halal walaupun
dengan gaji kecil, tidak lagi ingin terjerumus kedalam dunia malam.
6. Apakah selama menjadi PSK ini keluarga mengetahui? ; keluarga tidak
mengetahui bahwa pm adalah PSK, pm mengaku bekerja ditempat
laundry. Karena pm tinggal sendiri di kost sejak jadi PSK maka keluarga
tidak terbuka kesempatan untuk memantau. Hal ini pun baru terbongkar
dan baru diketahui keluarga Ketika PM terjaring Razia dan harus
direhabilitasi.
7. Bagaimana tanggapan keluarga setelah mengetahui ini?; keluarga merasa
sangat kecewa dan terluka karena mengetahui pm selama ini bekerja di
laundry tapi ternyata begitu jauh dari realitanya.
8. Apakah selama rehabilitasi ada kunjungan keluarga?; tante dan anak
keduanya pernah berkunjung 2x selama pm direhabilitasi disini.
9. Apakah ada orang lain yang mengetahui?; tidak ada yang mengetahui
kecuali hanya teman-teman yang berasal dari background yang sama.
10. Apakah punya mucikari?; tidak punya mucikari semua dilakukan sendiri
sehingga tidak ada potongan dari upah yang ia dapatkan
11. Apakah pernah mengalami kekerasan: tidak pernah ia bahkan sering
dikasihani pelanggannya hingga mendapatkan tip tambahan
12. Apakah pernah melanjutkan komunikasi dengan pelanggan setelah
transaksi?; sering, tidak jarang dari pelanggannya melanjutkan untuk
saling berkomunikasi diluar transaksi mereka tersebut.
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

13. Hasil upah digunakan untuk apa? ; Seluruh hasil upah tersebut digunakan
untuk memenuhi kebutuhan pokok dan biaya sekolah anak-anaknya, serta
membayar utang tantenya.
14. Apakah pm pulang ke rumah dalam sebulan?; PM mengaku pulang
bertemu anak 2x seminggu untuk membawakan uang belanja yang dititip
kepada tantenya, namun terkadang juga tidak pulang hingga uang belanja
tersebut jika genting hanya diberikan melalui metode transfer
15. Titik terberat dalam hidup: kehilangan ibu dan kehilangan suami
16. Apakah ada rasa takut untuk memulai hubungan baru?; untuk saat ini pm
mengaku tidak ada keinginan untuk menikah lagi, tapi tidak juga berjanji
bahwa tidak menikah sampai pun kapan karena merasa bahwa omongan
manusia itu bisa berubah-ubah.
17. Keterampilan lain yang dimiliki: memasak, pm juga mengambil pelatihan
tata boga ditempat rehabilitasi ppskw ini.

3. Responden 2
Nama Ita
Asal Makassar
Usia 32
Pendidikan Terakhir -
Status Belum menikah
Tanggal Masuk 17 Agustus

Latar belakang ibu ita sebelumnya pernah bekerja dibali sebagai pelayan
restoran selama beberapa bulan. Kemudian, ibu ita memutuskan untuk pulang
kampung pada saat terjadi wabah penyakit (covid). Setelah beberapa bulan
dimakassar karena banyaknya pengeluaran dan pada saat itu pekrjaan susah untuk
didapatkan sehingga dia menghubungi temannya untuk menanyakan info lowongan
kerja dan disitulah dia ditawari pekerjaan yaitu sebagai psk. Tapi pekerjaan itu tanpa
sepengetahuan orang tuanya
1. Faktor penyebab : ekonomi
2. Metode yang digunakan : online (MICHAT)
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

3. Apakah pernah mengalami kekerasan? : iya pernah mengalami kekerasan,


dia didorong ketembok lalu disodorkan rokok yang masih terbakar
kebagian dadanya
4. Tempat/lokasi melakukan transasi : di hotel
5. Hasil upaya: digunakan untuk keperluan pribadi dan keluarga
6. Menggunakan pengaman: iya
7. Apakah rutin memeriksa kesehatan? : iya, setiap 3 bulan sekali
8. Apakah punya mucikari/praktik sendiri: dia pakai mucikari tapi dia pikir
pikir kembali kembali,dirinya merasa dirugikan karena hasilnya dibagi dua
dan bahkan lebih banyak yang didapatkan mucikarinya dibanding dirinya
9. Apakah ada keinginan untuk berhenti : iya ada setelah keluar dari tempat
rehabilitasi ppskw dan dia berniat mencari pekerjaan lebih baik.
10. Keterampilan yang dimiliki : memasak
11. Penghasilan yang didapatkan : Rp. 800.000
LAPORAN OBSERVASI
TUNASUSILA UPT PPSKW MATTIRODECCENG
KELOMPOK II

KESIMPULAN
Kesimpulan:
wanita tuna susila adalah seseorang atau kelompok yang terlibat dalam pekerjaan
melacurkan diri, yang dikenal dengan sebutan pelacur, PSK, kupu-kupu malam, dan
sebagainya. Tidak semua wanita tuna susila ingin menjalankan pekerjaan sebagai
pelacur sepanjang hidupnya, dan banyak yang kembali hidup di lingkungan
masyarakat pada umumnya dan memilih menjalani pekerjaan lain. Adaptasi sosial
eks wanita tuna susila dilakukan dengan berbagai upaya, seperti merubah
penampilan, perilaku, ataupun sikap sesuai dengan norma-norma di masyarakat,
serta menjauhi pergaulan dan kebiasaan yang dilakukan dimasa lalu.

Saran:
1. Pengembangan Keahlian: Manfaatkan keahlian memasak sebagai modal
untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.
2. Aspirasi Pribadi: Tetap pertahankan tekad untuk berubah dan berusaha
mencapai pekerjaan yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai