Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN RENCANA PROGRAM KERJA (RPK)

PRAKTIKUM PEKERJAAN SOSIAL GENERALIS

UPTD PPA KABUPATEN BANTUL

Disusun Oleh :

RENNY DIYANA LATIFAH

20102050037

Pembimbing :

Endah Istiqomah,S.Sos.

PROGRAM STUDI ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA

2023
HALAMAN PENGESAHAN

Bismillahirrohmanirohim
Setelah diadakannya engagement dan assessment dalam praktik pekerja social,
maka rencana progam kerja praktik pekerja social semester ganjil 2022/2023 kampus
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, disusun oleh:
Nama : Renny Diyana Latifah
NIM : 20102050037
Lokasi : UPTD PPA Kabupaten Bantul
Alamat : Jl. Dr. Wahidin Sudirohusodo No. 76, Karanggayam, Bantul, Bantul,
Daerah Istimewa Yogyakarta
Setelah diadakan Case Conference mengenai perencanaan intervensi yang
dilakukan pada:
Hari/tanggal : Senin, 13 November 2023
Pukul :09.00-15.00
Tempat :UPTD PPA Kabupaten Bantul
Maka dipandang sudah memenuhi syarat untuk diajukan sebagai rencana kerja
praktis pekerja social uinsunan kalijaga dari saudara tersebut dalam case conference
terdapat revisi dan masukan mengenai intervensi mikro dan mezzo.
Demikian pengesahan ini kami berikan semoga dapat dipergunakan dalam case
conference sebagaimana mestinya.
Bantul, November 2023

Supervisi Kampus Supervisi Lembaga

Dwi dita, S.Sos Endah Istikhomah, S.Sos


BAB I

PENDAHULUAN

A. PROFIL LEMBAGA

UPTD PPA adalah Unit Pelaksanaan Tekhnis Daerah Perlindungan

Perempuan Anak yang dibentuk Pemerintah daerah dalam memberikan layanan

bagi perempuan dan anak yang mengalami kekerasan, diskriminasi,

perlindungan khusus dan masalah lainnya. Manajemen kasus dalam

perlindungan anak merupakan suatu langkah sistematis untuk mengatur dan

melakukan pekerjaan dalam rangka mengatasi masalah perlindungan dan

kesejahteraan anak dan keluarganya secara tepat, sistematis dan tepat waktu

melalui dukungan langsung, sistem dukungan lokal, dan atau rujukan sesuai

dengan tujuan pelayanan. Pengelolaan kasus dilakukan oleh Manajer Kasus

dengan mengidentifikasi kebutuhan korban.

Dalam memberikan pendampingan kepada korban UPTD PPA Kabupaten

Bantul dilaksanakan sesuai dengan kebutuhan klien (psikologis, hukum, sosial,

rujukan) dan apabila sudah dirasa cukup maka akan dilakukan penyelesaian

kasus (terminasi) oleh Pekerja Sosial.Terkait dengan permasalahan klien yaitu

korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang didampingi oleh praktikan

memerlukan pendampingan psikologis sehingga dalam pelaksanaannya

praktikan mendapatkan arahan dan pengawasan dari UPTD PPA Kabupaten

Bantul. Adapun visi-misi UPTD-PPA Bantul sebagai berikut:

Visi UPTD PPA Kabupaten Bantul yakni Terselenggaranya Layanan

Perlindungan Terpadu Serta Pemenuhan Hak Bagi Perempuan dan Anak


Korban Kekerasan di Kabupaten Bantul. Sedangkan Misi UPTD-PPA

Kabupaten bantul sebagai berikut:

1. Memberikan layanan terpadu bagi perempuan dan anak korban kekerasan

di Kabupaten Bantul;

2. Memberikan psikoedukasi kepada masyarakat di sekitar lokasi kejadian;

3. Mengembangkan kemitraan dan jaringan kerjasama dengan LSM,

kelompok keagamaan, organisasi sosial wanita dan dunia usaha yang peduli terhadap

masalah perempuan dan anak. Berikut di bawah ini struktur organisasi yang ada di

UPTD-PPA Kabupaten Bantul:

Sylvy Kusumaningtyas,
S.Sos Ratri Andini, S.Sos KEPALA
SUB BAGIAN TATA USAHA
KEPALA UPTD

Anny Soeparjati, S.H


Astriyani, S.Pd Esti Yulianti, S.Pd Petugas
Penyuluh Hukum Ahli Administrasi&Komunikasi Pengaduan
Pertama

Ummi Khulsum Albe Retno Palupi A, M.Psi


Sri Wahyuni Pramubakti Widarto Operator Molin
Konselor Hukum Konselor Psikologi

Clara Shinta, M.Psi Konselor Endah Istikhomah, S.Sos


Psikologi Pekerja Sosial

Sunarso, S.H., M.Si


Mediator
BAB II

PERENCANAAN

A. ANALISIS SITUASI MASALAH

1. Trafficking/prostitusi

Kata prostitusi berasal dari kata latin prostitution, kemudian

diintrodusir ke bahasa Inggris menjadi prostitution, dan menjadi prostitusi

dalam bahasa Indonesia. Dalam Kamus Inggris-Indonesia, Indonesia-

Inggris, oleh John M. Echols dan Hassan Shadili prostitusi diartikan

pelacuran, persundalan, ketuna-susilaan, sedang dalam Webster Universal

Dictionary diartikan “promiscuous intercourse practised by women for

gai”', dan dalam tulisan Tinjauan Sosiologi Hukum Terhadap Kehidupan

Prostitusi di Indonesia , oleh Syamsudin, diartikan bahwa menurut istilah

prostitusi diartikan sebagai pekerja yang bersifat menyerahkan diri atau

menjual jasa kepada umum untuk melakukan perbuatan-perbuatan seksual

dengan mendapatkan upah sesuai apa yang diperjanjikan sebelumnya.

Dalam bahasa Arab prostitusi atau pelacuran diartikan dengan zina.1

Trafficking berasal dari bahasa Inggris yang berarti perdagangan.

Dalam kamus Oxford Advanced Learner’s Dictinary disebutkan

trafficking berarti illegal trading (perdagagan illegal). 2 Trafficking

menurut Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan

1
Poerdarmita, W.J.S: (Diolah kembali oleh pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai
Pustaka,1984), hlm. 192.
2
Lihat Horby, Oxford Advanced Learner’s Dictinary, edisi ke-5 (Oxford: Oxford University
Press, 1992), hlm. 1267.
Orang (PTPPO) pasal 1 ayat 1, definisi trafficking adalah tindakan

perekrutaan, pengangkutan, penampungan, pengiriman, pemindahan, atau

penerimaan seseorang dengan ancaman kekerasan, penculikan, penipuan,

penyekapan, peyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan, penjeratan

hutang atau memberi bayaran atau manfaat, sehingga memperoleh

peretujuan dari orang yang memegang kendali atas orang lain tersebut,

baik yang dilakukan di dalam negara maupun antar negara, untuk tujuan

eksploitasi atau mengakibatkan orang tereksploitasi.3

Dari pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam setiap

tindakan prostitusi terdapat unsur trafficking, namun tidak setiap

kejahatan trafficking bertujuan untuk prostitusi. Beberapa praktek

prostitusi diawali dengan mulai banyaknya kelompok tak bertanggung

jawab yang menjalankan human trafficking. Gadis-gadis yang tidak

berdosa dirayu dan diberikan iming-imingan berupa pekerjaan yang layak

dengan gaji besar yang mana sebenarnya mereka disalurkan ke dalam

wilayah-wilayah prostitusi. Penyaluran tenaga kerja yang tidak didasari

dengan skill yang memadai menjadikan beberapa perempuan menjadi

sasaran empuk kekerasan baik fisik, seksual ataupun mental. Untuk

menganalisa situasi permasalahan klien dapat dikaji dengan identifikasi

dan situasi klien sebagai berikut:

B. HASIL ASSESMENT

3
Zunly Nadia, “Perlindungan Kehidupan Perempuan Dalam Keluarga dan Masyarakat” Dalam
Jurnal Musawa , Vol. 10, No. 2, 2011.
1. Hasil Assesment Mikro(BPSS&Genogram)

a. Profil klien

Nama : SDH (samaran)

JK : Perempuan

Uisa : 15 Tahun

TTL : 08 Juli 2008

Agama : Islam

Pekerjaan : Pelajar

TB/BB : 150 cm/ 40 kg

Alamat : Ngestiharjo, Kasihan, Bantul, Yogyakarta.

b. Situasi Permasalahan

Korban merupakan seorang anak berusia 15 tahun yang

bersekolah di salah satu SMP Negeri di Kabupaten Bantul. Korban

sering tidak berangkat ke sekolah. Dalam 1 bulan korban tidak

berangkat kesekolah 3-4 kali. Korban sering tidak berangkat

sekolah dari sebelum korban terlibat kasus. Puncak permasalahan

terjadi ketika korban mendapat ajakan dari temannya untuk

melakukan kegiatan yang menghasilkan uang. Ketika korban

mengikuti ajakan tersebut, ternyata korban dibawa untuk menemui

terlapor di apartement vivo di daerah seturan. Korban menikmati


kegiatan tersebut karena korban juga mendapat imbalan uang

sebesar 300.000 hal ini terulang beberapa kali hingga diketahui

oleh salah satu guru di sekolahan korban. Dari hasil wawancara

polisi akhirnya diketahui bahwa korban menjadi salah satu korban

dari terlapor. Setelah menjalani pemeriksaan dari UPTD PPA

Kabupaten Bantul untuk melakukan pengaduan dan mendapatkan

pendampingan. Setelah melakukan pengaduan di UPTD PPA

Kabupaten Bantul, lembaga memfasilitasi untuk melakukan home

visit dan mengadakan case conference. kemudian setelah

dilaksanakan case conference, praktikan diberikan tugas untuk

melaksanakan pendampingan terhadap klien dengan tetap

mendapatkan arahan dan pengawasan dari lembaga UPTD PPA

Kabupaten Bantul.

c. Kondisi Biologis

Korban mempunyai berat badan 40kg dan tinggi badan 155

cm. Korban memiliki kulit sawo matang. Korban dalam

kesehariannya menggunakan pakaian yang seksi(rok mini,

berdandan/menggunakan makeup).

d. Psikologis

Korban tidak merasa khawtir/cemas, dapat menjelaskan

permasalahan kronoloi yang diketahui dengan tenang,dan tidak

merasa ada paksaan dari pihak manapun.

e. Sosial
Saat ini Korban tinggal di lingkungan pinggiran kota. Kondisi

tempat tinggal korban bersifat individual. Korban memiliki banyak

teman di sekolahannya dan mempunyai circle. Korban mempunya

pacar/teman dekat.

f. Spiritual

Korban beragama islam, korban belum tepat waktu dalam

menjalankan ibadah sholat dan belum 5 waktu.

g. Genogram

1987
36

DI

2008 2011 2020


15 12 3

SDH TAP MFN

2008
15

RA NN PAPI

Simbol Legenda Hubungan Emosional


Genogram 2 Jauh / Payah
1 Bersahabat / Sangat Dekat
1 Kekerasan
1 Bermasalah / Konflik
1 Harmonis
Laki- Perempuan
laki 1 Cinta
2. Hasil Assesment Mezzo

a. Kondisi Keluarga

Korban merasa kurang mendapatkan dukugan dari orang

tuanya. Korban pernah mendapatkan kekerasan fisik dari ayahnya

ketika korban berbuat nakal/ngeyel. Orang tua korban kurang

memberikan pengawasan terhadap korban.

3. Hasil Assesment Makro

a. Kondisi lingkungan tempat tinggal

Lokasi tempat tinggal korban berada di wilayah pinggiran kota

berada dirusun daerah Kasihan Bantul Yogyakarta. Lokasi tempat


tinggal bersifat individu. Korban dan keluarga korban jarang

bersosialisasi dengan tetangga lainnya.

Klien sering pergi nongkrong bersama pacar dan temannya pada malam

hari

b. Kondisi lingkungan sekolahan

Korban bersekolah di smpn di wilayah Kasihan Bantul

Yogyakarta. Korban memiliki circle di sekolahan. Korban jarang

masuk sekolah sebelum dan sesudah kasus terjadi. Teman-teman

korban sudah tau permasalahan dan bersikap tidak mau tau. Guru

bk mengatakan bahwa korban disuru ibunya untuk melakukan

kegiatan yang menghasilkan uang. Prestasi korban di sekolah

tergolong rendah yakni2 dari bawah.

B. PENERAPAN TEORI ANALISA MASALAH

1. Teori Mikro
Teori perkembangan psikosial Erick Erickson

Menurut Erikson, teori perkembangan psikososialnya menyoroti

serangkaian tahap-tahap kehidupan yang mendasari konflik-konflik

kunci. Pada tahap-tahap tertentu, individu dihadapkan pada konflik antara

kebutuhan-kebutuhan psikososial yang berbeda. Saat ini, korban sedang

menjalani tahap identitas versus peran bermasalah, di mana individu

diharapkan mengatasi konflik internal untuk mengembangkan identitas

yang kokoh.

Dalam konteks ini, korban mungkin mengalami kesulitan dalam

menemukan jati diri dan motivasi pribadi untuk mencapai cita-cita

mereka. Proses pencarian identitas ini bisa memunculkan rasa

kebingungan dan ketidakpastian. Bagi korban, menemukan motivasi diri

sendiri untuk meraih cita-cita menjadi bagian penting dalam

menyelesaikan konflik pada tahap ini. Dengan mengatasi hambatan ini,

individu dapat memperoleh kejelasan identitas dan mengembangkan

landasan yang kuat untuk meraih tujuan hidup mereka.

2. Teori Mezzo

Teori sistem ekologi Bronfenbrenner, yang mengeksplorasi interaksi

individu dengan lingkungan mereka, sangat relevan dalam konteks

korban perdagangan manusia. Korban-korban tersebut seringkali

terperangkap dalam sistem yang merugikan, termasuk lingkungan

keluarga yang tidak aman atau masyarakat yang memanfaatkannya secara

tidak adil. Dalam penanganan kasus ini, intervensi yang efektif harus
mempertimbangkan faktor-faktor ekologis yang memengaruhi anak-anak

sebagai korban dan menyediakan dukungan pada berbagai tingkatan.

Dalam konteks teori ekologi sistem Bronfenbrenner, lingkungan

korban mencerminkan perilaku yang dilakukan oleh ibu korban.

Contohnya, ibu korban bekerja sebagai lc (ladies companion) di tempat

karaoke di daerah Malioboro, Yogyakarta. Dengan memahami dan

mengevaluasi interaksi kompleks antara korban, keluarga, dan

masyarakat, intervensi dapat dirancang untuk menciptakan lingkungan

yang lebih aman dan mendukung bagi korban perdagangan manusia, serta

mengatasi akar masalah yang melibatkan faktor ekologis yang

memengaruhi situasi tersebut.

3. Teori Makro

Partisipasi anak dalam perilaku pergaulan bebas sering kali dapat

dikaitkan dengan kurangnya pendidikan seksual atau akses terhadap

informasi yang benar dan aman mengenai seksualitas. Menurut teori

kesehatan seksual, pencegahan risiko kesehatan dan bantuan pada anak

untuk membuat keputusan yang berbasis pengetahuan dapat dicapai

melalui pendidikan seksual yang holistik dan informatif. Dengan

memberikan pemahaman menyeluruh tentang aspek-aspek seksualitas,

pendidikan ini bertujuan untuk memberdayakan anak-anak dengan

pengetahuan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang bijak

dan mendukung kesehatan seksual mereka.

C. PENERAPAN TEORI INTERVENSI


1. Mikro

a. Teori pembelajaran visual

Beberapa teori pendukung pembelajaran visual menekankan bahwa

individu memiliki kecenderungan untuk lebih baik memahami dan

mengingat informasi ketika disajikan dalam bentuk visual. Dalam

konteks ini, film memberikan keunggulan dengan menyediakan

gambar gerak yang dapat secara efektif menggambarkan konsep-

konsep kompleks dan memfasilitasi pemahaman yang lebih

mendalam.

Lebih lanjut, kekuatan film sebagai media visual tidak hanya

terbatas pada kemampuannya dalam menggambarkan konsep-

konsep kompleks, tetapi juga dalam memberikan dimensi

emosional yang dapat memperkaya pengalaman belajar. Dengan

menyatu antara gambar gerak, suara, dan narasi, film tidak hanya

menjadi alat yang memfasilitasi pemahaman konsep, tetapi juga

dapat menciptakan ikatan emosional yang memperkuat retensi

informasi dan keterlibatan siswa dalam proses pembelajaran.

2. Mezzo

Teori Kognitif-Behavioral Keluarga (CBFT - Cognitive-Behavioral

Family Therapy) adalah suatu pendekatan konseling keluarga yang

berakar pada prinsip-prinsip dasar dari teori kognitif dan behavioral.

Pendekatan ini muncul dari teori kognitif dan behavioral yang


berkembang di bidang psikologi individu dan diadaptasi untuk diterapkan

dalam konteks keluarga.

Beberapa karakteristik utama dari Teori Kognitif-Behavioral Keluarga

meliputi:

a. Fokus pada Pola Pikir dan Perilaku

Seperti teori kognitif-behavioral dalam konteks individu,

CBFT menekankan peran penting pola pikir (kognitif) dan perilaku

dalam membentuk dan mempertahankan masalah dalam keluarga.

b. Identifikasi dan Perubahan Pola Pikir Negatif: Terapi ini sering

melibatkan identifikasi pola pikir negatif atau distorsi kognitif dalam

anggota keluarga dan bekerja sama untuk mengubahnya. Ini dapat

mencakup mengidentifikasi keyakinan keluarga yang mungkin tidak

sehat atau tidak produktif.

c. Perubahan Perilaku dan Keterampilan Komunikasi

CBFT fokus pada perubahan perilaku dan pengembangan

keterampilan komunikasi yang sehat di antara anggota keluarga. Ini

dapat melibatkan penggunaan teknik keterampilan sosial dan

komunikasi yang positif.

d. Penetapan Tujuan yang Jelas

Terapeut dan keluarga bekerja sama untuk menetapkan tujuan

yang jelas dan dapat diukur untuk perubahan yang diinginkan. Hal ini

membantu dalam mengevaluasi kemajuan selama proses konseling.

e. Pemahaman Interaksi Sirkuler


CBFT mengakui pentingnya interaksi sirkuler dalam keluarga,

di mana pola interaksi dan komunikasi satu anggota keluarga

memengaruhi anggota keluarga lainnya. Terapeut bekerja untuk

memahami dan mengubah pola ini.

f. Fleksibilitas dalam Pendekatan

Terapeut CBFT sering kali bersifat fleksibel dalam

pendekatannya, menggabungkan elemen-elemen dari berbagai teori

dan teknik sesuai dengan kebutuhan spesifik keluarga.

3. Makro

Teori peer group atau teori kelompok sebaya merupakan konsep dalam

sosiologi dan psikologi yang mengacu pada pengaruh signifikan yang

dimiliki oleh teman sebaya atau sekelompok sebaya terhadap

perkembangan dan perilaku individu. Berikut adalah beberapa poin kunci

dalam teori peer group:

a. Pengaruh Kelompok Sebaya

- Teori ini menyatakan bahwa teman sebaya memiliki dampak yang

kuat pada perilaku, norma, nilai-nilai, dan sikap individu. Interaksi

dengan kelompok sebaya dapat membentuk identitas sosial dan

membantu membentuk pandangan individu terhadap dirinya sendiri dan

dunia.

b. Sosialisasi Sebaya
- Kelompok sebaya berperan penting dalam proses sosialisasi, yaitu

bagaimana individu belajar dan menginternalisasi norma, nilai-nilai, dan

perilaku yang dianggap sesuai dalam kelompok sosial mereka. Kelompok

sebaya dapat menjadi agen sosialisasi yang kuat di samping agen

sosialisasi lainnya seperti keluarga dan sekolah.

c. Penerimaan dan Identifikasi

- Individu cenderung mencari penerimaan dan identifikasi dengan

kelompok sebaya mereka. Perasaan ini dapat memotivasi perilaku dan

keputusan agar sesuai dengan norma dan nilai-nilai yang diadopsi oleh

kelompok tersebut.

d. Konformitas dan Peergroup Pressure

- Teori ini mengakui adanya tekanan dari kelompok sebaya untuk sesuai

dengan norma kelompok tersebut. Seringkali, individu cenderung untuk

mengonformasi diri mereka dengan kelompok sebaya untuk

mempertahankan penerimaan dan dukungan sosial.

e. Fungsi Dukungan Sosial

- Kelompok sebaya juga dapat memberikan dukungan sosial yang

signifikan, baik emosional maupun praktis. Ini dapat membantu individu

mengatasi tantangan dan stres dalam kehidupan mereka.

f. Peran dalam Pembentukan Identitas:


- Selama masa remaja, kelompok sebaya seringkali menjadi penting

dalam proses pembentukan identitas individu. Interaksi dengan teman

sebaya membantu individu menjelajahi dan memahami siapa mereka dan

di mana mereka berada dalam kelompok sosial.

g. Efek Positif dan Negatif:

- Pengaruh kelompok sebaya bisa memiliki efek positif atau negatif

tergantung pada dinamika kelompok dan nilai-nilai yang diadopsi oleh

anggota kelompok tersebut. Sebuah kelompok sebaya yang positif dapat

mendukung perkembangan individu, sementara kelompok yang negatif

dapat memunculkan risiko perilaku yang tidak sehat.

h. Transisi antara Generasi

- Konsep ini juga dapat diterapkan pada transisi antara generasi, di

mana anak-anak dan remaja mungkin lebih cenderung menerima norma

dan nilai-nilai dari kelompok sebaya mereka daripada generasi

sebelumnya.

Penting untuk diingat bahwa teori kelompok sebaya bukanlah satu-

satunya faktor yang mempengaruhi perkembangan individu. Interaksi

dengan keluarga, pendidikan formal, dan lingkungan sosial lainnya juga

memainkan peran penting dalam membentuk identitas dan perilaku

seseorang.

D. TUJUAN INTERVENSI
Intervensi yang dilakukan antara praktikan dengan klien bermaksud

memberikan perubahan yang diinginkan oleh pihak klien dengan keputusan

bersama. Diantaranya tujuan dibagi pada setiap level intervensi, diantaranya;

1. Level Mikro

Untuk mengedukasi klien menonton film bisa menjadi cara yang

kreatif dan efektif untuk menyampaikan informasi atau konsep tertentu.

Melalui menonton film Dua Garis Biru bisa menjadi cara yang kreatif

dan efektif untuk menyampaikan informasi bahaya hubungan seksual

sebelum cukup umur, film memiliki kemampuan untuk menangkap

perhatian, merangsang emosi dan menyampaikan pesan dengan cara yang

berbeda daripada metode pengajaran tradisional. Mengangkat tema

tentang fenomena remaja yang hamil di luar nikah, film Dua Garis

Biru berisi pesan moral mendidik seputar sex education untuk para

remaja. Pendidikan seks memang sangat penting untuk para millennials

zaman sekarang yang pergaulannya semakin bebas.

2. Level Mezzo

Membantu anggota keluarga untuk belajar dan secara emosional

menghargai bahwa dinamika kelurga saling bertautan di antara anggota

keluarga. Orang tua mampu memanajemen stress, Dapat membangun

kedekatan antara orang tua dan anak dengan komunikasi yang baik,

3. Level Makro
Klien mampu bersosialisasi dengan lingkungan sosialnya.mencegah

terjadinya pergaulan bebas di lingkungan sosial klien. dapat tercipta

hubungan sosial yang baik antara klien dengan teman sebayanya.

E. DESKRIPSI KEGIATAN SOLUSI

1. Level Mikro

Melalui menonton film, diharapkan dapat mengambil makna dari

film tersebut, makna tersebut berupa:

 Sebaik apapun citra sebuah keluarga dan sebaik apapun didikan orang

tua terhadap anaknya, bukan jaminan anak untuk tidak melakukan seks

di luar nikah.

 Pendekatan orang tua kepada anak juga berpengaruh terhadap sifat dan

sikap anak

 Sex education merupakan pelajaran penting bagi anak, apalagi bagi anak

yang menuju usia remaja

 Sebesar apapun amarah orang tua kepada anaknya, mereka akan selalu

memaafkan

 Ibadah jangan sekadar ibadah, kuatkan iman agar tidak terjerumus ke

hal-hal yang negatif

2. Level Mezzo
 Mengedukasi peran peran
3. Level Makro
BAB III

TABEL

A. ASSESMENT GENERALIS

Tabel 1.1 assesment

Level assesment Situasi klien Informasi masalah dan kebutuhan klien Kekuatan klien
Mikro • Klien sering pergi • Kurangnya motivasi dari dalam diri klien • Korban memiliki hoby
(nongkrong) untuk mencari jati diri bernyanyi, memiliki jiwa
keluar pada malam • Kurangnya pengetahuan tentang dampak social yang tinggi.
hari dengan pacar, negative hubungan seksual diluar nikah
dan temannya.
• Klien sering tidak
berangkat sekolah
karena malas
• Klien tidak dekat
dengan keluarga

Mezzo • Kurangnya Korban masih kesulitan mengikuti aturan Kedua orang tua sangat
komunikasi yang dan orangtua membutuhkan bantuan untuk menyayangi klien dan
terarah dalam memperbaiki pengasuhan sebagai bentuk memiliki rasa tanggung
keluarga. dukungan terhadap perubahan kondisi jawab yang besar terhadap
• Tidak ada p psikologi korban. klien.namun dalam
engawasan pengawasan kurang, karena
pergaulan bebas kedua orangtua sibuk
dari keluarga bekerja. Ketika klien sedang
karena sibuk main keluar pada malam
bekerja hari orang tua jarang
• Kurangnya menghubungi mencari tahu
pemahaman keberadaan klien.
tentang bahaya
hubungan seksual
diluar pernikahan

Makro • Klien sering pergi Lingkungan tempat tinggal klien berada di Lingkungan tempat tinggal
nongkrong lingkungan pinggir kota. Dilingkungan klien berada di lingkungan
bersama pacar dan masyarakat control social cukup baik dan pinggir kota. Dilingkungan
temannya pada diadakan poskamling, namun dari masyarakat control social
malam hari permasalahan ini tidak ada warga yang cukup baik dan diadakan
• Korban sering mengetahui dan kejadiannyapun bukan di poskamling, namun dari
tidak berangkat lingkungan tempat tinggal klien. permasalahan ini tidak ada
sekolah warga yang mengetahui dan
kejadiannyapun bukan di
lingkungan tempat tinggal
klien.

B. PERENCANAAN GENERALIS

1. Langkah 1: Bekerja sama dengan korban

Bekerja bersama korban dengan berdiskusi menentukan alternative solusi pada tanggal 10, Bulan Oktober,

Tahun 2023 di Rumah Korban.

2. Langkah 2: Memprioritaskan masalah korban


• Korban kurang mendapat pengawasan dari kedua orang tua dalam pergaulan

• Korban sering keluar malam dengan teman/pacar

• Korban sering tidak berangkat sekolah

• Orang tua korban kurang pemahaman tentang bahaya hubungan seksual sebelum pernikahan.

3. Langkah 3: Menerjemahkan masalah dalam langkah

Tabel 1.2 kebutuhan dalam masalah.

No Masalah Dalam Prioritas Masalah Kebutuhan Solusi Secara Umum

1. Korban kurang mendapat pengawasan dari kedua • Komunikasi terbuka dengan orang tua korban

orang tua dalam pergaulan • Membicarakan secara terbuka dengan kedua

orangtua tentang kekhawatitan klien.

• Menjelaskan dengan tegas dan jelas bahwa klien

perlu untuk mendapat banyak pengawasan.

2. Korban sering keluar malam dengan teman/pacar • Bicarakan dengan orang tersebut secara terbuka

dan tanpa menilai.

• Dengarkan dengan penuh perhatian untuk


memahami perspektif dan alasan di balik

kebiasaan keluar malam.

• Tentukan batasan jelas terkait waktu kembali ke

rumah dan batasan aktivitas yang dapat dilakukan

di luar rumah pada malam hari.

• Diskusikan aturan-aturan ini bersama-sama untuk

mencapai kesepakatan yang adil.

• Diskusikan dan buat kesepakatan bersama tentang

waktu kembali ke rumah, lokasi yang boleh

dikunjungi, dan aktivitas yang dapat dilakukan di

malam hari.

• Libatkan mereka dalam proses pengambilan

keputusan untuk menciptakan rasa tanggung

jawab.
• Kenali teman dan pacar mereka dengan baik.

• Ajak teman-teman atau pacar untuk berkunjung

ke rumah sehingga Anda dapat lebih mengenal

mereka dan memastikan bahwa pergaulan tersebut

positif.

• Berikan pemahaman tentang risiko keamanan

yang mungkin terjadi di malam hari.

• Diskusikan tindakan pencegahan dan tata cara

keamanan yang harus diikuti.

3. Korban sering tidak berangkat sekolah • Mencari tahu apakah ada masalah di sekolahan
seperti pelecehan, tekanan akademis, atau konflik
dengan teman.
• Perhatikan apakah ada masalah pribadi seperti
masalah kesehatan fisik atau mental yang
mungkin mempengaruhi kehadiran mereka.
• Mendisikusikan tujuan dan impian mereka untuk
masa depan
• Membantu klien melihat hubungan antara
pendidikan dan mencapai tujuan tersebut.an te
4. Orang tua korban kurang pemahaman tentang • Bagikan informasi pendidikan seksual yang benar
bahaya hubungan seksual sebelum pernikahan. dan ilmiah dengan orang tua.

• Tunjukkan sumber-sumber terpercaya atau ajak

mereka mengikuti program pendidikan seksual

yang dapat membantu meningkatkan pemahaman

mereka.

• Jelaskan secara terbuka tentang risiko dan dampak

negatif yang dapat timbul dari hubungan seksual

tanpa pemahaman dan kesiapan yang cukup.

4. Langkah 4: Memilih jenis kegiatan solusi dari level intervensi

Tabel 1.3 Jenis Kegiatan Solusi

Evaluasi
Mengidentifikasi Strategi untuk
Faktor Kekuatan klien untuk bisa
alternative memenuhi kebutuhan Faktor pendukung
penghambat menjalani solusi
Mikro • Sesi 1: • Klien memiliki hp •Klien susah • Klien mampu menerima

mendengarkan klien untuk dihubungi untuk diajak masukan dari praktikan

berkeluh kesah bertemu

• Sesi 2:

memberi masukan

terhadap

permasalah klien

• Sesi 3:

mengedukasi klien

tentang bahaya

hubungan seksual

sebelum cukup

umur dengan

mengajak klien

menonton film
• Sesi 4:

melanjutkan

menonton film dan

menyimpulkan

amanat dari film

tersebut

• Sesi 1: • Orangtua

mendengarkan sibuk bekerja


• Kedua orangtua
perkembangan klien • Orangtua • Kedua orangtua sangat
Mezzo sangat menyayangi
• Sesi 2: tidak menyayangi klien
klien
memberi pengertian mempunya

dampak hs hp

Makro • Sesi 1: memberikan • Mampu menjalin • Lokasi • Guru BK dan pihak sekolahan

sosialisasi tentang komunikasi sekolahan kooperatif mampu memberi

bahaya pergaulan dengan guru bk klien jauh masukan dan arahahan


bebas dan

memotivasi untuk dengan baik kepada praktikan

meraih cita-cita.

5. Langkah 5 : Menetapkan tujuan utama

Tabel 1.4 tujuan

Mikro Mezzo Makro

Memberikan pemahaman tentang Meningkatkan dukungan keluarga Meningkatkan pemahaman terhadap

dampak negative hubungan seksual klien dalam perkembangan teman sebaya klien tentang dampak

sebelum cukup umur,seperti psikososialnya. negative pergaulan bebas.

penyakit hiv/aids.

6. Langkah 6 : Menetapkan kegiatan atau tujuan khusus

a. Level Mikro
Siapa/pelaku Apa yang dilakukan Waktu pelaksanan Indicator

keberhasilan

Praktikan • sesi 1: memahami • Jumat, 20 Oktober • Klien mampun

keluhan dan 2023 menceritakan

perasaan klien • Senin, 27 permasalahan

• sesi 2: Memberi November 2023 dengan baik

Masukan terhadap • Senin, 4 Desember • Klien mampu

Permasalahan Klien 2023 mengetahui

• sesi 3: Memberikan • Senin, 11 Desember dampak negative

Edukasi tentang 2023 pergaulan bebas

Bahaya Hubungan • Klien mampu

Seksual Sebelum meningkatkan

Cukup Umur semangat belajar

• sesi 4: Melanjutkan untuk meraih cit-

Menonton Film dan cita

Menyimpulkan

Amanat
b. Level Mezzo
Siapa/pelaku Apa yang dilakukan Waktu pelaksanan Indicator

keberhasilan

Praktikan • Sesi 1 • 27 November • Orangtua klien

Mendengarkan 2023 mampu

perkembangan klien • 27 Desember memberikan pola

• Sesi 2: 2023 pengasuhan yang

Memberikan baik terhadap klien

pengertian dampak

hubungan seksual
c. Level makro

Siapa/pelaku Apa yang dilakukan Waktu pelaksanan Indicator

keberhasilan

Praktikan • Memberikan • 25 desember • Dapat mengetahu

sosialiasi dampak 2023 dampak negative

negative pergaulan pergaulan bebas.

bebas
DAFTAR PUSTAKA

Poerdarmita, W.J.S: (Diolah kembali oleh pusat Pembinaan dan

Pengembangan Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan), Kamus Umum

Bahasa Indonesia, (Jakarta : PN Balai Pustaka,1984), hlm. 192.

Lihat Horby, Oxford Advanced Learner’s Dictinary, edisi ke-5 (Oxford:

Oxford University Press, 1992), hlm. 1267.

Zunly Nadia, “Perlindungan Kehidupan Perempuan Dalam Keluarga dan

Masyarakat” Dalam Jurnal Musawa , Vol. 10, No. 2, 2011.

Anda mungkin juga menyukai