Anda di halaman 1dari 65

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan
sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa
yang berasal dari tumbuh – tumbuhan. Didalam industri pertambangan batubara,
sampling merupakan hal yang sangat penting, karena merupakan proses yang sangat vital
dalam menentukan karakteristik batubara tersebut. Sampling merupakan kegiatan untuk
mengambil contoh dari batubara yang mewakili dari keseluruhan sampel batubara.

Pada dasarnya batubara hasil sampling tidak dapat di analisa, batubara hasil sampling
perlu pengkondisian agar batubara dapat dianalisa, pengkondisian ini di namakan
preparasi. Preparasi sampel batubara merupakan rangkaian tahapan pengurangan berat
dan ukuran dari gross sampel secara sistematis sampai pada berat dan ukuran yang sesuai
untuk analisa laboratorium.

Analisis proximate batubara digunakan untuk mengetahui karakteristik dan kualitas


batubara dalam kaitannya dengan penggunaan batubara tersebut, yaitu untuk mengetahui
Inherent Moisture (IM), zat terbang (VM), abu (ash content), dan karbon tertambat (FC)
yang terkandung didalam batubara. Analisis proximate ini merupakan pengujian yang
paling mendasar dalam penentuan kualitas batubara. Untuk menentukan perbedaan itu
diperlukan analisis dan pengujian mutu barang agar sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan di dunia internasional yaitu standar-standar dari American Society for Testing
and Materials (ASTM). Setelah dianalisis kualitasnya, maka dapat dilakukan
pengklasifikasian batubara yang disebut dengan rank batubara.

Oleh karena itu, dilaksanakannya Tugas Besar Praktikum Teknologi Batubara agar
praktikan lebih mengetahui dan memahami proses sampling, preparasi, analisa kualitas
batubara dan basis pelaporan serta penentuan rank batubara.
1
1.2 Tujuan

Adapun tujuan pada Laporan Tugas Besar kali ini, yaitu:


1. Untuk mengetahui nilai total moisture pada lokasi 1 dan lokasi 2
2. Untuk mengetahui nilai analysis proximate pada lokasi 1 dan lokasi 2
3. Untuk mengetahui nilai basis pelaporan dengan basis Ar dan DB pada lokasi
1 dan lokasi 2
4. Untuk mengetahui nilai basis pelaporan dengan basis DAF dan DMMF pada
lokasi 1 dan 2
5. Untuk mengetahui rank batubara pada tiap lokasi sampel yang diuji

1.3 Batasan Masalah

Adapun batasan masalah pada Laporan Tugas Besar kali ini, yaitu:
1. Objek pengamatan berupa sampel batubara
2. Pengujian yang dilakukan berupa uji total moisture, analysis proximate, dan
basis pelaporan serta penentuan rank batubara
3. Pengujian tiap lokasi yang berbeda menggunakan 3 sampel pada setiap
pengujian

1.4 Manfaat

Adapun manfaat pada Laporan Tugas Besar kali ini, yaitu:


1. Dapat mengetahui nilai total moisture pada lokasi 1 dan lokasi 2
2. Dapat mengetahui nilai analysis proximate pada lokasi 1 dan lokasi 2
3. Dapat mengetahui nilai basis pelaporan dengan basis Ar dan DB pada lokasi
1 dan lokasi 2
4. Dapat mengetahui nilai basis pelaporan dengan basis DAF dan DMMF pada
lokasi 1 dan 2
5. Dapat mengetahui rank batubara pada tiap lokasi sampel yang diuji

2
BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Peta Kesampaian Daerah

Gambar 2.1 Peta Kesampaian Daerah Lokasi Pengambilan Sampel

Lokasi pengambilan sampel pada lokasi pengamatan 1 dan lokasi pengamatan 2 berada
pada titik koordinat yang dijelaskan pada tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2.1 Koordinat Lokasi Pengambilan Sampel


Lokasi Easting (X) Northing (Y)
1 525434 m 9946069 m
2 523356 m 9949450 m

Pengambilan sampel batubara lokasi pengamatan 1 dari rangkaian sampling dilaksanakan


pada hari Sabtu, 15 Oktober 2022 pukul 15.12 WITA. Pengambilan sampel berada di
Jalan Lubuk Sawah, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan Sungai Pinang, Kota Samarinda,
Kalimantan Timur. Perjalanan menuju lokasi pengambilan sampel 1 diawali dari Fakultas
Teknik Universitas Mulawarman kemudian lurus ke arah utara hingga sampai pada
Pertigaan, kemudian belok ke kanan atau arah timur sejauh ±1900 meter lalu belok kiri

3
atau arah timur hingga sampai pada pertigaan, kemudian belok ke kiri sampai ke simpang
tiga gerbang Mugirejo sejauh ± 1288 meter, Kemudian Lurus menuju ke likasi sampel
sejauh ± 7545 meter. Jarak dari Fakultas Teknik Universitas Mulawarman ke lokasi
penelitian ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda dua dalam waktu menit.
Kondisi cuaca pada saat pengambilan sampel cerah.

Pengambilan sampel batubara lokasi pengamatan 2 dilaksanakan pada Sabtu, 15 Oktober


2022 pukul 17.26 WITA. Pengambilan sampel berada di jalan Rimbawan Dalam,
Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan
Timur. Perjalanan menuju lokasi pengambilan sampel 1 diawali dari Fakultas Teknik
Universitas Mulawarman kemudian lurus ke arah utara hingga sampai pada Pertigaan,
kemudian belok ke kanan atau arah timur sejauh ± 1900 meter lalu belok kiri atau arah
timur hingga sampai pada pertigaan, setelah itu belok kiri menuju simapang tiga
Rimbawan Dalam sejauh ± 2040 meter, setelah itu menuju ke lokasi sampel sejauh ± 1307
meter. Untuk menempuh lokasi pengambilan sampel 2 dengan menggunakan kendaraan
roda dua dibutuhkan waktu sekitar 24 menit. Kondisi cuaca pada saat pengambilan
sampel cerah berawan.

2.2 Peta Geologi Regional

Gambar 2.2 Peta Geologi Regional Daerah Pengambilan Sampel

4
Berdasarkan peta geologi Samarinda, Kota Samarinda tersusun dari beberapa formasi
batuan seperti aluvial, formasi kampungbaru, formasi balikpapan, formasi palaubalang,
serta batupasir dangkan. Pada lokasi pengambilan sampel pertama terletak pada formasi
palaubalang dan pada lokasi pangambilan sampel kedua terletak pada formasi
Balikpapan. Di atas batu gamping Formasi Bebulu diendapkan Formasi palaubalang,
formasi ini dicirikan oleh perselingan batupasir, batulanau dan serpih. Formasi ini dapat
dibedakan dari formasi lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif resisten
terhadap pelapukan dibandingkan formasi formasi lain, sehingga mudah dikenal dengan
citra satelit.

Di Palaubalang, formasi ini terdiri dari perselingan batupasir, batulanau, dan serpih.
Batupasir berbutir halus sampai sedang, keras; didalam batupasir ditemukan bolder
berdiameter 0,5 m dan lensa lensa terdiri dari fragmen kecil lignit yang membentuk
struktur silang siur. Kearah atas ditemukann batupasir halus dengan laminasi siang-siur,
berselingan dengan serpih keras berstruktur laminasi sejajar. Kemudian batupasir halus
dengan sisipan konglomerat yang berfragmen ukuran 5-40 cm, fragmen batubara
berwarna hitam ditemukan dalam konglomerat tersebut, diatasnya ditemukan
batugamping tipis.

2.2 Kondisi Daerah

Gambar 2.3 Kondisi Daerah Lokasi 1

5
Gambar 2.4 Kondisi Daerah Lokasi 2

Lokasi 1 pengambilan data di Jalan Lubuk Sawah, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan


Sungai Pinang, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Memiliki titik koordinat X = 525434
m dan Y = 9946069 m. Waktu peninjauan ke lapangan yaitu pukul 15.12 WITA. Lokasi
dari Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman ke lapangan sekitar 9 km. Lokasi
penelitian ini merupakan daerah yang cukup jauh dari pemukiman warga, cuaca saat
pengambilan yaitu cerah, letak pengambilan data di Pit PT. Cahaya Energi Mandiri,
kondisi dalam pengambilan data yaitu kondisi basah, terdapat jenis vegetasi saat
pengamatan seperti rumput ilalang. Binatang liar tidak ditemukan. Terdapat perusahaan
alat berat disekitar pengambilan data.

Lokasi 2 pengambilan data di jalan Rimbawan Dalam, Kelurahan Tanah Merah,


Kecamatan Samarinda Utara, Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Memiliki titik
koordinat X = 523356 m dan Y = 9949450 m. Waktu peninjauan ke lapangan yaitu pukul
17.26 WITA. Lokasi dari Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman ke lapangan sekitar
10 km. Lokasi penelitian ini merupakan daerah yang dekat dari pemukiman warga, cuaca
saat pengambilan yaitu cerah berawan, letak pengambilan data di lapangan terdapat di pit
tambang yang tidak diketahui, kondisi dalam pengambilan data yaitu kondisi kering,
terdapat jenis vegetasi saat pengamatan seperti rumput ilalang. Binatang liar tidak
ditemukan. Terdapat alat berat di lokasi pengambilan data.

6
2.4 Dasar Teori

Sampling (pengambilan conto) merupakan tahap awal dari suatu analisis. Pengambilan
conto harus efektif, cukup seperlunya tapi representatif (mewakili). Sampling harus
dilakukan dalam tahapan yang benar sehingga hasil sampling yang didapat mampu
mewakili material yang begitu banyak dan dapat dipakai sebagai patokan untuk
mengontrol apakah proses pengolahan tersebut berjalan dengan baik atau tidak. Untuk
hasil lebih baik dilakukan analisa mikroskop (Yulhendra, 2016).

Adapun tahap-tahap penanganan sampel yaitu:


1. Tahap penerimaan sample. Pada tahap sampel diterima dari lapangan yang dilengkapi
dengan data mendasar: nomor lokasi sampel, jenis sampel/bahan galian, jumlah
sampel berdasarkan titik pengambilan sample (pengeboran inti, bor bangka/empire
bor, sumur uji (test pit).
2. Tahap pemrosesan sampel. Sampel yang datang dari lapangan kalau berasal dari
pemboran, maka sampel dimasukkan dalam kantong sampel (tray). Sampel dapat
diangkut melalui darat, pesawat, speed board, dari lokasi pengambilan sampel, core
dalam sample box, sesudah sampai dilaboratorium diatur pada meja core sesuai
dengan lokasinya. Core dicuci dengan sabun untuk menghilangkan lumpur atau tanah
yang menempel. Core disusun mendekati aslinya.
3. Labelling (Pemberian Label). Pemberian keterangan pada tray dilakukan dengan cara
diberi cat dan keterangan yang meliputi nomor lote/lubang bor, nomor box, interval
(jarak kedalaman). Ukuran interval dimulai dari bagian kiri core sampai dengan
bagian akhir kedalaman yang dicapai. Pada awalnya dapat diukur melalui core box
sebelum atau berikutnya. Pada pengukuran interval core harus teliti benar artinya core
yang hancur/patah harus dirapatkan sehingga mendekati susunan aslinya. Alat yang
diperlukan adalah spidol anti air, tisu pengering (membersihkan meteran)
(Yulhendra, 2016).

Pengambilan sampel merupakan kegiatan pengambilan sejumlah kecil material batubara


sebagai contoh yang mewakili sejumlah besar material batubara yang akan diuji
parameter mutunya. Pengambilan sampel bertujuan mendapatkan sejumlah contoh

7
batubara yang dapat mewakili suatu satuan tertentu dengan jumlah massa dan ukuran
yang sesuai untuk penelitian dan pengujian lebih lanjut sesuai dengan metode standar
(Putri, 2021).

Sampling adalah proses pengambilan sebagian komoditas dari seluruh komoditas yang
akan diperiksa kualitasnya. Seluruh komoditas tersebut disebut populasi, sedangkan
bagian komoditas yang terambil disebut sample atau conto. Tujuan sampling ialah
mendapatkan contoh yang lain kualitasnya bisa mewakili kualitas seluruh populasi.
Faktor utama yang menentukan tingkat kesulitan suatu sampling ialah heterogenitas
komponen-komponen pembentuk populasi (Hamdani, 2016).

Channel sampling adalah suatu metode (cara) pengambilan conto dengan membuat alur
(channel) sepanjang permukaan yang memperlihatkan jejak bijih (mineralisasi). Alur
tersebut dibuat secara teratur dan seragam (lebar 3-10 cm, kedalaman 3-5 cm) secara
horizontal, vertikal, atau tegak lurus kemiringan lapisan (Wijaya, 2016).

Setelah tahapan sampling maka langkah preparasi merupakan tahapan memasuki analisis
laboratorium. Preparasi adalah suatu proses perlakukan terhadap sampel termasuk
penyediaan duplikat sampel guna memenuhi persyaratan analisis laboratorium. Preparasi
termasuk aspek keteknikan sampel, yaitu bagaimana sampel dianalisis dengan
menggunakan instrumen yang sesuai dan menghasilkan data yang akurat (Tonggiroh,
2019).

Sampel yang diperoleh dari lapangan tentunya tidak semuanya langsung dianalisis di
laboratorium. Mewujudkan selektivitas terhadap sampel sangat perlu dilakukan
penyiapan sampel (preparation) yaitu bagaimana ukuran sampel yang utuh namun hanya
beberapa persen dari sampel utuh tersebut dibutuhkan untuk dianalisis di laboratorium.
Hasil akhirnya disebut pula derivatisasi. Belum lagi sampel yang dibutuhkan oleh analisis
laboratorium misalnya harus memiliki persyaratan ukuran yang lebih halus maka
dilakukan tindakan lanjutan crusher yaitu menguraikan sampel menjadi fraksi tertentu
(Tonggiroh, 2019).

8
Sample preparation atau preparasi sampel bertujuan untuk menyediakan suatu sampel
yang jumlahnya sedikit yang mewakili sampel asal sampel ini dapat dikirim ke
laboratorium untuk dianalisis yang umumnya disebut sebagai analytical sample atau
sampel analitik (Nugroho, 2019).

Sebelum diuji sampel batubara dilakukan preparasi terlebih dahulu. Preparasi sample
batubara merupakan rangkaian tahapan pengurangan berat dan ukuran dari gross sample
secara sistematis sampai pada berat dan ukuran yang sesuai untuk analisa di laboratorium.
Tahapan proses preparasi sample meliputi:
1. Air Drying/Pengeringan
2. Crushing/Pengecilan ukuran butiran
3. Mixing/Pencampuran sample
4. Dividing/Pengecilan berat sample
(Sepfitrah, 2016).

Preparasi batubara merupakan tahapan pembersihan batubara. Menggunakan mesin


peremuk adalah proses pemisahan batubara menjadi batubara bersih dari pengotornya.
Macam-macam mesin peremuk yang digunakan pada preparasi batubara yaitu:
1. Bradford Bracker
Alat ini terdiri dari tabung silinder yang berfungsi ganda sebagai peremuk dan
penyaring.
2. Impact crusher
Kekuatan mesin ini pada peremukan dari baja berbentuk linier sebagai pemukul
namun cukup tinggi biaya pemeliharaannya.
3. Double roll crusher
Mesin ini terdiri dan dua silinder datar yang berfungsi sebagai penjepit pemuas dan
peremuk.
4. Single Roll Crusher
Perbedaan dengan super chusher dan double roll crusher terletak diantara silinder
yang digunakan hanya kelemahannya terjadi ketika partikel batubara memunuhi dan
menjadi penyumbat.
5. Jaw Crusher

9
Kelebihan jaw crusher sebagai alat peremuk juga berfungsi sebagai penyeragaman
butiran batubara.
(Tonggiroh, 2019).

Klasifikasi batubara berdasarkan atas nilai kalor, dibagi menjadi:


1. Batubara tingkat tinggi (high rank), meliputi meta anthracite, anthracite, semi
anthracite.
2. Batubara tingkat menengah (moderate rank), meliputi low volatile bituminous coal,
high volatile coal.
3. Batubara tingkat rendah (low rank), meliputi sub bituminous coal, lignite
(Sukandarrumidi, 2018).

Apabila diperhatikan lebih lanjut, penggolongan tersebut di atas lebih ditekankan pada
nilai kalor yang dihasilkan. Selain tetap memperhatikan kandungan unsur C dan jumlah
volatile matter yang terdapat di dalamnya. Seperti pada penggolongan yang pertama,
apabila batubara dipakai dalam industri, akan dipilih batubara tingkat tinggi, karena akan
menghasilkan panas yang cukup tinggi (Sukandarrumidi, 2018).

Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung bahan pengotor
(impurities). Pada saat terbentuknya, batubara selalu bercampur dengan mineral
penyusun batuan yang selalu terdapat bersamaan selama proses sedimentasi, baik sebagai
mineral anorganik ataupun sebagai bahan organik. Di samping itu, selama berlangsung
proses coalification terbentuk unsur S yang tidak dapat dihindarkan. Keberadaan
pengotor dalam batubara hasil penambangan diperparah lagi, dengan adanya kenyataan
bahwa tidak mungkin membersihkan/memilih/mengambil batubara yang bebas dari
mineral. Hal tersebut disebabkan antara lain, penambangan batubara dalam jumlah besar
selalu mempergunakan alat-alat berat antara lain bulldoser, backhoe, tracktor, truck, belt
conveyor, ponton, yang selalu bergelimang dengan tanah. Dikenal dua jenis impurities
yaitu:
1. Inherent impurities
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara Batubara yang sudah
dicuci (washing) dan dikecilkan ukuran butirnya/diremuk (crushing) sehingga

10
dihasilkan ukuran tertentu, ketika dibakar habis masih memberikan sisa abu. Pengotor
bawaan ini terjadi bersama-sama pada waktu proses pembentukan batubara (ketika
masih berupa gelly). Pengotor tersebut dapat berupa gypsum (CaSO 2H2O), anhidrit
(CaSo), pirit (FeS), silika (SiO2), dapat juga berbentuk tulang-tulang binatang
(diketahui adanya senyawa fosfor dari hasil analisis abu) selain mineral lainnya.
Pengotor bawaan ini tidak mungkin dihilangkan sama sekali, tetapi dapat dikurangi
dengan melakukan pembersihan. Proses ini dikenal sebagai teknologi batubara bersih
2. External impurities
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses penambangan
antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup (overburden).
Kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari khususnya pada penambangan
batubara dengan metode tambang terbuka (open pit). Batubara merupakan endapan
organik yang mutunya sangat ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain tempat
terdapatnya cekungan batubara, umur, banyaknya pengotor/kontaminasi. Sebagai
bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan dalam industri, mutu batubara
mempunyai peranan sangat penting dalam memilih peralatan yang akan
dipergunakan dan pemeliharaan alat. Dalam menentukan mutu/kualitas batubara
perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:
a) Heating Value (HV) (Calorific Value/Nilai kalor)
Dinyatakan dalam kkal/kg, banyaknya jumlah kalori yang dihasilkan oleh
batubara tiap satuan berat (dalam kilogram). Dikenal nilai kalor ner (net calorific
value atau low heating calorific value), yaitu nilai kalor hasil pembakaran di mana
semua air (H2O) dihitung dalam keadaan gas, dan nilai kalor gross (grosses
calorific value atau high heating value, yaitu nilai kalor hasil pembakaran di mana
semua air (H2O) dihitung dalam keadaan wujud cair. Semakin tinggi nilai HV,
makin lambat jalannya batubara yang diumpankan sebagai bahan bakar setiap
jamnya. sehingga kecepatan umpan batubara (coal feeder) perlu disesuaikan. Hal
ini perlu diperhatikan agar panas yang ditimbulkan tidak melebihi panas yang
diperlukan dalam proses industri. Akibat selanjutnya akan memperpanjang masa
pakai burner, wind box, pulverizer (alat penghancur/pembubuk), dan peralatan
lainnya.
b) Moisture Content (Kandungan Lengas)

11
Jumlah lengas dalam batubara akan mempengaruhi penggunaan udara primer.
Batubara dengan kandungan lengas tinggi akan memerlukan lebih banyak udara
primer untuk mengeringkan batubara tersebut agar suhu batubara pada saat keluar
dari gilingan (mill) tetap, sehingga hasil produksi industri dapat dijamin
kualitasnya. Lengas batubara ditentukan oleh jumlah kandungan air yang terdapat
dalam batubara. Kandungan air dalam batubara dapat berbentuk kandungan air
internal (air senyawa/unsur), yaitu air yang terikat secara kimiawi.
c) Ash content (Kandungan Abu)
Komposisi batubara bersifat heterogen, terdiri dari unsur organik (berasal dari
tumbuh-tumbuhan) dan senyawa anorganik, yang merupakan hasil rombakan
batuan yang ada di sekitarnya. bercampur selama proses transportasi, sedimentasi
dan proses pembatubaraan (coalification). Apabila batubara dibakar, senyawa
anorganik yang ada diubah menjadi senyawa oksida yang berukuran butir halus
dalam bentuk abu. Abu hasil pembakaran batubara ini, yang dikenal sebagai ash
content (kandungan abu). Abu ini merupakan kumpulan dari bahan-bahan
pembentuk batubara yang tidak dapat terbakar (non combustible materials), atau
yang dioksidasi oleh oksigen. Bahan sisa dalam bentuk padatan ini antara lain
senyawa SiO2, Al2O3, Tio, MnO, CaO, Fe2O3, MgO, K2O, Na2O, P2O, SO3
dan oksida unsur lain. Di samping itu terdapat pula abu dari bahan organik yang
terbakar (combustible material).
d) Sulfur Content (Kandungan Belerang)
Belerang yang terdapat dalam batubara dibedakan menjadi dalam bentuk senyawa
anorganik dan senyawa organik. Belerang dalam bentuk senyawa anorganik dapat
dijumpai dalam bentuk mineral pirit (FeS, bentuk kristal kubus), markasit (FeS2
bentuk kristal orthorombik), atau dalam bentuk sulfat. Mineral pirit dan markasit
sangat umum terbentuk pada kondisi sedimentasi rawa (reduktin). Belerang
organik terbentuk selama terjadinya proses coalification. Horton and Randall,
belerang organik yang terdapat dalam batubura dapat dioksidasi membentuk
sulfat. Keberadaan sulfur dalam batubara akan berpengaruh terhadap tingkat
korosi sisi dingin (sisi luar) yang terjadi pada elemen pemanas udara (terutama
apabila suhu kerja lebih rendah dari letak embun sulfur), juga berpengaruh
terhadap efektivitas peralatan penangkapan abu (elecreerente precipitator).

12
Adanya kandungan sulfur, baik dalam bentuk senyawa anorganik maupun organik
di atmosfer dipicu oleh keberadaan air hujan. mengakibatkan terbentuk air 44m
(dalam dunia pertambangan butubaru dikenal sebagan air asam tambang, dengan
pH (<7).
e) Volarile Matter (Bahan Mudah Menguap).
Kandungan volatile matter berkaitan dengan proses pembatubaraan. Akibat
adanya overbunden pressure, kandungan air dalam batubara akan berkurang.
sebaliknya semakin mengecilnya kandungan air, calorific value akan meningkat.
Pada saat yang bersamaan batuburu akan mengalami proses devolatisation.
Semua sisa oksigen, hidrogen sulfur, nitrogen berkurang sehingga kandungan
volatile matter mengecil. Kandungan volatile matter mempengaruhi
kesempurnaan pembakaran dan intensitas nyala api kesempurnaan pembakaran
ditentukan oleh nilai fixed carbon. Semakin tinggi nilai fuel ratio, maka karbon
yang tidak terbakar semakin banyak
(Sukandarrumidi, 2018).

Kualitas suatu batubara dapat ditentukan dengan cara analisa secara fisik maupun kimia.
Umumnya untuk menentukan kualitas batubara dilakukan analisa kimia pada batubara
yang diantaranya berupa analisis proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk
menentukan jumlah air (moisture), zat terbang (volatile matter), karbon padat (fixed
carbon), dan kadar abu (ash). Kualitas dan klasifikasi batubara, di mana kualitas batubara
ditentukan dengan analisis batubara di laboraturium, diantaranya adalah analisis
proksimat. Analisis proksimat dilakukan untuk menentukan jumlah air, zat terbang,
karbon padat, dan kadar abu, sedangkan perbedaan kualitas batubara tersebut
diklasifikasikan berdasarkan perbandingan kadar air, mineral metter, karbon tetap, dan
berdasarkan nilai kalorinya. Hasil penambangan batubara pada umumnya menunjukkan
peringkat yang berbeda-beda, dari paling tinggi hingga paling rendah (Hariyadi, 2021).

Suatu analisis untuk menentukan kualitas batubara yang meliputi kandungan air bawaan,
kandungan abu, zat terbang dan karbon tertambat. Adapun analisa proksimat tersebut
yaitu:
1. Kandungan Air Total (Total Moisture)

13
Total moisture adalah penjumlahan dari inherent moisture dan free moisture. Inherent
moisture adalah kandungan air yang ada pada batubara bersama saat terbentuknya
batubara tersebut, yang terikat secara kimia dalam batubara. Jumlah kandungan air ini
dapat dihilangkan dengan pemanasan yang suhunya mencapai 105°C. Sedangkan free
moisture adalah kandungan air yang berasal dari luar yaitu pada waktu batubara
diangkut atau kehujanan, moisture ini dapat dihilangkan dengan cara dikering
udarakan.
2. Kadar Abu (Ash Content)
Merupakan sisa-sisa zat organik yang terkandung dalam batubara setelah dibakar.
Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotor bawaan dalam proses
pembentukan batubara maupun dari proses penambangan.
3. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)
Zat terbang merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau panas apabila
batubara tersebut dibakar. Zat terbang ini umumnya terdiri dari gas-gas yang mudah
terbakar seperti Hidrogen (H), Karbon Monoksida (CO) dan Methan (CH4). Dalam
pembakaran batubara dengan zat terbang tinggi akan mempercepat pembakaran
karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit proses
pembakaran.
4. Kandungan Karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Merupakan karbon yang tertinggal sesudah kandungan air dan zat terbangnya hilang.
Dengan adanya pengeluaran kandungan air dan zat terbang maka karbon tertambat
secara otomatis akan naik, sehingga makin tinggi kandungan karbonnya kelas
batubara makin baik.
(Lestari, 2021).

Kandungan sulfur dalam batubara terbagi dalam pyritic sulfur, sulfate sulfur, dan organic
sulfur. Namun secara umum, penilaian kandungan sulfur dalam batubara dinyatakan
dalam Total Sulfur (TS). Kandungan sulfur berpengaruh terhadap tingkat korosi sisi
dingin yang terjadi pada elemen pemanas udara, terutama apabila suhu kerja lebih rendah
dari pada titik embun sulfur, di samping berpengaruh terhadap efektivitas penangkapan
abu pada peralatan electrostatic precipitator (Sepfitrah, 2016).

14
Menurut Sukandarrumidi (2006) hasil analisis kualitas batubara di laboratorium
dilaporkan dengan menggunakan basis pelaporan tertentu. Berdasarkan ASTM
(American Society for Testing Material), beberapa basis pelaporan hasil analisis batubara
yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut:
1. As Received (Ar)
Basis analisa dimana sampel batubara diambil dari suatu tempat dan langsung
dianalisa. Pada basis as received, semua hasil analisis dihitung dengan menyertakan
kadar lengas total (total moisture) dari sampel.
2. Air Dried Based (Adb)
Air dried based merupakan basis analisis dimana sampel batubara dikeringkan pada
udara terbuka sehingga menghilangkan kandungan free moisture sehingga dihitung
kandungan inherent moisture.
3. Dry Based (Db)
Pada analisis dry based, keadaan batubara kondisi dasar udara kering yang dipanaskan
pada suhu standar, sehingga batubara dalam kondisi dasar kering dan bebas dari
kandungan air total tetapi masih mengandung abu.
4. Dry Ash Free (Daf)
Analisis pada basis ini dilakukan pada sampel batubara dalam keadaaan bebas kadar
abu dan kadar lengas.
5. Dry Mineral Matter Free (Dmmf)
Analisis ini dilakukan pada sampel batubara yang memiliki kondisi bebas dari
kandungan lengas atau dari mineral-mineral pengotor yang berasal dari zat bukan
organik pada batubara saat proses pembentukannya.
(Yenni, 2021).

Untuk menghitung kadar kadar free moisture (Ar) digunakan rumus:

A−B
FM = x 100………………………………………………………(2.1)
A

Keterangan:
FM = Free Moisture (%)
A = Berat sampel (gr)
15
B = Berat sampel sesudah di oven (gr)
(Winarno, 2021).

Untuk menghitung inherent mositure (IM) digunakan rumus:

A−B
IM = x 100………………………………………………………. (2.2)
A

Keterangan:
IM = Inherent Moisture (%)
A = Berat sampel yang digunakan (gr)
B = Berat sampel setelah dipanaskan (gr)
(Winarno, 2021).

Untuk mengetahui nilai volatile matter (VM) digunakan rumus:

B−C
D = B−A x 100……………….……………………………………..…(2.3)

VM = D - Moisture………………………………….……………..…(2.4)

Keterangan:
VM = Volatile Matter (%)
A = Berat cawan (gr)
B = Berat cawan + sampel sebelum dipanaskan (gr)
C = Berat cawan + sampel sesusah dipanaskan (gr)
D = Berat yang hilang (gr)
(Winarno, 2021).

Kadar abu dalam batubara dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

A−B
Ash = x 100…………………………………...…………………(2.5)
C

16
Keterangan:
Ash = Ash Content (%)
A = Berat cawan + tutup + residu abu (gr)
B = Berat cawan + tutup (gr)
C = Berat sampel yang digunakan (gr)
(Winarno, 2021).

Nilai fixed carbon dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

FC = 100 – (IM + A +VM)……………………………………..……(2.6)

Keterangan:
FC = Fixed Carbon (%)
IM = Inherent Moisture (%)
A = Ash Content (%)
VM = Volatile Matter (%)
(Fadhili, 2021).

Untuk menghitung nilai total moisture digunakan rumus:

FM
TM (Ar) = FM + IM x (1- 100)………………………………….……(2.7)

Keterangan:
TM = Total Moisture (%)
FM = Free Moisture (%)
IM = Inherent Moisture (%)
(Anriani, 2021).
Untuk menghitung inherent moisture (IM) digunakan rumus:

IM = TM – FM………………………………………….……………(2.8)

Keterangan:
17
IM = Inherent Moisture (%)
TM = Total Moisture (%)
FM = Free Moisture (%)
(Winarno, 2021).

Untuk menghitung basis pelaporan as received (Ar) digunakan rumus:

100−TM
P (ar) = P (adb) x 100−Mad………...………………………….……....(2.9)

Keterangan:
P (ar) = Parameter as received basis
P (adb) = Parameter air dried basis
TM = Total Moisture
Mad = Moisture
(Winarno, 2021).

Untuk menghitung basis pelaporan dry basis (DB) digunakan rumus:

100
P (db) = P (adb) x 100−Mad…..…...………………………………....(2.10)

Keterangan:
P (db) = Parameter dry basis
P (adb) = Parameter air dried basis
Mad = Moisture (adb)
(Winarno, 2021).

Untuk menghitung basis pelaporan dry ash free (DAF) digunakan rumus:

100
P (daf) = P (adb) x 100−Mad−Ash…..….….……………………….....(2.11)

Keterangan:

18
P (daf) = Parameter dry ash free
P (adb) = Parameter air dried basis
Ash = Ash content (adb)
Mad = Moisture (adb)
(Winarno, 2021).

Untuk menghitung basis pelaporan dry mineral matter free (DMMF) digunakan rumus:

100
P (dmmf) = P (adb) x 100−Mad−1,08A−0,55S…..….……..…………….....(2.12)

Keterangan:
P (dmmf) = Parameter dry mineral matter free
P (adb) = Parameter air dried basis
A = Ash content (adb)
Mad = Moisture (adb)
S = Sulfur (adb)
(Winarno, 2021).

Gambar 2.5 Classification of Coals by Rank


(Winarno, 2021).

19
BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Channel Sampling

3.1.1 Waktu dan Lokasi

Lokasi 1
Dilakukan pengambilan sampel pertama pada 15 Oktober 2022 pukul 15:12
WITA yang berlokasi di Jl. Lubuk Sawah, Kelurahan Mugirejo, Kecamatan
Sungai Pinang, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.

Gambar 3.1 Singkapan batubara lokasi 1

Lokasi 2
Dilakukan pengambilan sampel kedua pada 15 Oktober 2022 pukul 17:10 WITA
yang berlokasi di Jl Rimbawan Dalam, Kelurahan Tanah Merah, Kecamatan
Samarinda Utara, Kota Samarinda, Provinsi Kalimantan Timur.

20
Gambar 3.2 Singkapan batubara lokasi 2

3.1.2 Alat dan Bahan

a. Alat
Adapun alat yang digunakan, yaitu:
1. Linggis
2. Alat Pelindung Diri (APD)
3. Handphone
4. Penggaris
5. Meteran
6. Papan Scanner

b. Bahan
Adapun bahan yang digunakan, yaitu:
1. Sampel Batubara
2. Karung

3.1.3 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Dilakukan pembersihan area sampel dari rerumputan

21
Gambar 3.3 Pembersihan area

3. Diukur panjang dan lebar area dari sampel yang akan diambil

Gambar 3.4 Pengukuran panjang dan lebar area

4. Digali pada lokasi 1 dengan ukuran panjang 76 cm, lebar 40 cm. Pada lokasi
2 digali sampel dengan ukuran panjang 50 cm, lebar 25 cm.

Gambar 3.5 Penggalian sampel

22
5. Diambil sampel tiap kedalaman 15 cm

Gambar 3.6 Pengambilan sampel

6. Dimasukkan sampel kedalam karung.

Gambar 3.7 Sampel berada didalam karung

3.2 Preparasi

3.2.1 Waktu dan Lokasi


Setelah dilakukan sampling batubara, maka selanjutnya dilakukan preparasi pada
16 Oktober 2022 pukul 07:00 WITA di Laboratorium Teknologi Mineral dan
Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.

23
3.2.2 Alat dan Bahan

a. Alat

Adapun alat yang digunakan, yaitu:


1. Jaw crusher
2. Palu
3. Loyang logam
4. Ayakan ukuran 4,73 mm dan 2,36 mm
5. Timbangan
6. Spatula
7. Alat Tulis
8. Kalkulator
9. Kuas
10. Nampan

b. Bahan

Adapun Bahan yang digunakan, yaitu:


1. Sampel Batubara
2. Plastik Sampel
3. Kertas label

3.2.3 Prosedur Percobaan

1. Disiapkan alat dan bahan


2. Dihancurkan sampel menggunakan palu hingga sesuai ukuran mouth jaw
crusher

24
Gambar 3.8 Penghancuran sampel menggunakan palu

3. Dicrusher sampel menggunakan jaw crusher

Gambar 3.9 Dimasukan sampel ke dalam jaw crusher

4. Diayak sampel menggunakan ayakan ukuran 4,73 mm dan 2,36 mm

Gambar 3.10 Pengayakan sampel

25
5. Ditimbang loyang logam kosong

Gambar 3.11 Ditimbang loyang logam kosong

6. Ditimbang sampel yang telah diayak sebanyak 500 gr

Gambar 3.12 Sampel ditimbang sebanyak 500 gr

3.3 Kualitas Batubara

3.3.1 Waktu dan Lokasi

a. Free Moisture
Dilakukan pengujian free moisture terhadap sampel pada 16 Oktober 2022 pukul
13:48 WITA yang berlokasi di Laboratorium Teknologi Mineral dan Batubara
Fakultas Teknik Universitas Mulawarman.
b. Residual Moisture

26
Dilakukan pengujian Residual Moisture terhadap sampel pada 16 Oktober 2022
pukul 13:48 WITA yang berlokasi di Laboratorium Teknologi Mineral dan
Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda.
c. Inherent Moisture
Dilakukan pengujian Inherent Moisture terhadap sampel pada tanggal 16 Oktober
2022 pukul 14:59 WITA yang berlokasi di Laboratorium Teknologi Mineral dan
Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda
d. Ash Content
Dilakukan Pengujian Ash Content terhadap sampel pada tanggal 18 Oktober 2022
pukul 12.40 WITA yang berlokasi di Laboratorium Teknologi Mineral dan
Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda
e. Volatile Matter
Dilakukan Pengujian Volatile Matter terhadap sampel pada tanggal 18 Oktober
2022 pukul 14.58 WITA dan yang berlokasi di Laboratorium Teknologi Mineral
dan Batubara Fakultas Teknik Universitas Mulawarman Samarinda.

3.3.2 Alat dan Bahan

a. Free Moisture
Adapun alat yang digunakan, yaiitu:
1. Loyang logam
2. Timbangan
3. Oven
4. Spatula
5. Kalkulator
6. Sarung tangan

Adapun Bahan yang digunakan, yaitu:


1. Sampel Batubara 500 gram
2. Plastik sampel
3. Kertas label
4. Form data

27
b. Residual Moisture

Adapun alat yang digunakan, yaiitu:


1. Cawan logam
2. Timbangan analitik
3. Oven
4. Spatula
5. Sarung tangan
6. Kalkulator

Adapun Bahan yang digunakan, yaitu:


1. Sampel Batubara 1 gram
2. Plastik sampel
3. Kertas label
4. Form data

c. Inherent Moisture

Adapun alat yang digunakan, yaiitu:


1. Cawan logam
2. Timbangan analitik
3. Oven
4. Spatula
5. Sarung tangan
6. Kalkulator

Adapun Bahan yang digunakan, yaitu:


1. Sampel Batubara 1 gram
2. Plastik sampel
3. Kertas label
4. Form data

28
d. Ash Content

Adapun alat yang digunakan, yaitu:


1. Cawan Krusibel
2. Oven
3. Spatula
4. Timbangan Analitik
5. Furnace
6. Desikator
7. Tang Penjepit/Gegep
8. Alat Tulis
9. Sarung tangan
10. Kalkulator

Adapun bahan yang digunakan, yaitu:


a. Sampel Batubara 1 gram
b. Plastik Sampel
c. Kertas label
d. Form data

e. Volatile Matter

Adapun alat yang digunakan, yaitu:


1. Cawan Krusibel
2. Oven
3. Spatula
4. Timbangan Analitik
5. Furnace
6. Desikator
7. Tang Penjepit/Gegep
8. Alat Tulis
9. Sarung tangan

29
10. Kalkulator

Adapun bahan yang digunakan, yaitu:


1. Sampel Batubara 1 gram
2. Plastik Sampel
3. Kertas label
4. Form data

3.3.3 Prosedur Percobaan

a. Free Moisture

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Ditimbang loyang logam kosong menggunakan timbangan

Gambar 3.13 Ditimbang loyang logam kosong

3. Dimasukkan sampel sebanyak 500 gr ke dalam loyang logam kosong

30
Gambar 3.14 Dimasukkan sampel sebanyak 500 gram

4. Dimasukkan kedalam oven dan dipanaskan dengan suhu 40°C selama 4 Jam

Gambar 3.15 Sampel dipanaskan dengan suhu 40°C selama 4 Jam

5. Dikeluarkan sampel dari oven dan timbang kembali berat

Gambar 3.16 Ditimbang sampel yang dipanaskan

6. Dilakukan perhitungan free moisture

31
b. Residual Moisture

1. Disiapkan alat dan bahan yang digunakan


2. Ditimbang cawan logam yang kosong menggunakan timbangan analitik

Gambar 3.17 Ditimbang cawan logam kosong

3. Ditimbang sampel sebanyak 1 gr yang telah diperkecil ukurannya menjadi


0,250 mm

Gambar 3.18 Dimasukkan sampel sebanyak 1 gram

4. Dimasukkan sampel kedalam oven

32
Gambar 3.19 Sampel dimasukkan kedalam oven

5. Dioven sampel selama 1 jam dengan suhu 103-110°C

Gambar 3.20 Sampel dipanaskan dengan suhu 103-110°C

6. Dikeluarkan cawan + sampel dari oven

Gambar 3.21 Sampel dikeluarkan dari oven

33
7. Ditimbang berat cawan + sampel dan dicatat

Gambar 3.22 Ditimbang sampel yang dipanaskan

8. Dilakukan perhitungan Residual moisture

c. Inherent Moisture

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Ditimbang cawan kosong

Gambar 3.23 Ditimbang cawan kosong

3. Dimasukkan sampel kedalam cawan menggunakan spatula sebanyak 1 gram

34
Gambar 3.24 Dimasukkan sampel kedalam cawan

4. Diamkan cawan yang berisi sampel pada suhu ruangan (25°C) selama 1 jam

Gambar 3.25 Didiamkan sampel pada suhu ruangan 25°C


selama 1 jam

5. Dimasukkan cawan kedalam oven yang berisi sampel dan panaskan kembali
dengan suhu 103-110°C selama 1 jam

Gambar 3.26 Dimasukkan sampel kedalam oven

35
6. Dikeluarkan cawan dari oven

Gambar 3.27 Dikeluarkan cawan dari oven

7. Ditimbang cawan dengan tutup yang berisi sampel untuk mengetahu berat
keringnya

Gambar 3.28 Ditimbang cawan yang telah di oven

8. Dilakukan perhitungan inherent moisture

d. Ash Content

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Ditimbang cawan krusibel kosong dan tutup nya

36
Gambar 3.29 Cawan krusibel ditimbang

3. Dimasukan sampel sebanyak 1 gr lalu catat beratnya

Gambar 3.30 Dimasukkan sampel 1 gram

4. Dinyalakan furnace lalu masukkan cawan ke dalam furnace

Gambar 3.31 Dimasukkan sampel ke dalam furnace

37
5. Diatur suhu furnace 500°C selama 1,5 jam. Setelah 1,5 jam naikkan suhu
menjadi 750°C selama 1,5 jam

Gambar 3.32 Atur suhu hingga 500°C

6. Dimatikan furnace setelah 3 jam lalu tunggu hingga bara api didalam furnace
hilang, lalu keluarkan sampel

Gambar 3.33 Sampel dikeluarkan

7. Didinginkan pada desikator selama 15-30 menit

38
Gambar 3.34 Dimasukkan kedalam desikator

8. Ditimbang cawan dan tutup yang berisi sampel

Gambar 3.35 Cawan berisi sampel ditimbang

9. Dihitung nilai % ash content

e. Volatile Matter

1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan


2. Ditimbang cawan kosong dan tutupnya

39
Gambar 3.36 Ditimbang cawan kosong

3. Dimasukkan sampel sebanyak 1 gr

Gambar 3.37 Ditimbang sampel 1 gram

4. Dinyalakan furnace lalu masukkan sampel dan tunggu sampai suhu 950°C

Gambar 3.38 Sampel dimasukkan kedalam furnace

5. Dimatikan furnace dan tunggu beberapa saat sampai suhu turun


40
Gambar 3.39 Ditunggu hingga suhu furnace turun

6. Dikeluarkan sampel dari furnace

Gambar 3.40 Sampel dikeluarkan

7. Didinginkan sampel pada desikator selama 15-30 menit

Gambar 3.41 Sampel dimasukkan kedalam desikator

41
8. Ditimbang cawan yang telah dikeluarkan dari desikator

Gambar 3.42 Ditimbang sampel

9. Hitung nilai persentasi volatile matter

42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tabel Hasil Pengamatan

Tabel 4.1 Analysis Proximate LP1


Kode FM RM TM IM AC VM FC Total
Sampel (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Sulfur
A 10 40 0 43,33
B 20 20 0 13,33
0 13,33 36,67 0,23
C 10 20 20 33,33
Total 13,33 26,67 6,67 30

Tabel 4.2 Analysis Proximate LP2


Kode FM RM TM IM AC VM FC Total
Sampel (%) (%) (%) (%) (%) (%) (%) Sulfur
A 0 20 20 23,33
B 10 10 10 23,33
0 3,33 36,67 0,28
C 0 20 10 53,33
Total 3,33 16,67 13,33 33,33

Tabel 4.3 Basis Pelaporan LP1


Basis
Parameter
Adb Ar DB DAF DMMF
TM 13,33
IM 26,67 31,52
AC 6,67 7,88 9,09
VM 30,00 35,45 40,91 45,00 45,45
FC 36,67 43,33 50,00 55,00 55,55
Total 100 100,00 100,00 100,00 101,00

43
Tabel 4.4 Basis Pelaporan LP2
Basis
Parameter
Adb Ar DB DAF DMMF
TM 3,33
IM 16,67 19,33
AC 13,33 15,47 16,00
VM 33,33 38,67 40,00 47,62 48,46
FC 36,67 42,53 44,00 52,38 53,31
Total 100 100,00 100,00 100,00 101,77

4.2 Perhitungan

4.2.1 Perhitungan Kualitas Batubara

4.2.1.1 Perhitungan Kualitas Batubara LP 1

1. Total Moisture (TM)

a. Free Moisture
A−B
FM = × 100%
A−C
580 − 580
FM = × 100%
580 − 80
FM = 0 %

b. Residual Moisture
A−B
RM = × 100%
A−C

Sampel A
17,7 − 17,6
RM = × 100%
17,7 − 16,7
RM = 10 %

44
Sampel B
19,2 − 19
RM = × 100%
19,2 − 18,2
RM = 20 %

Sampel C
23,5 − 23,4
RM = × 100%
23,5 − 22,5
RM = 10 %

Rata-Rata RM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
RM =
3
10 % + 20 % + 10 %
RM =
3
RM = 13,33 %

c. Total Moisture (TM)


FM
TM = FM + RM (1 − )
100
0
TM = 0 + 13,33 % (1 − )
100
TM = 13,33 %

2. Analysis Proximate

a. Inherent Moisture
A−B
IM = × 100%
A

Sampel A
1 − 0,6
IM = × 100%
1
IM = 40 %

45
Sampel B
1 − 0,8
IM = × 100%
1
IM = 20 %
Sampel C
1 − 0,8
IM = × 100%
1
IM = 20 %

Rata-Rata IM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
IM =
3
40 % + 20 % + 20 %
IM =
3
IM = 26,67 %

b. Ash Content
A−B
𝐴𝑠ℎ = × 100%
C

Sampel A
42,6 − 42,6
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 0 %

Sampel B
42,4 − 42,4
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 0 %

Sampel C
39,5 − 39,3
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 20 %

46
Rata-Rata Ash
Sampel A + Sampel B + Sampel C
𝐴𝑠ℎ =
3
0 % + 0 % + 20 %
𝐴𝑠ℎ =
3
𝐴𝑠ℎ = 6,67 %

c. Volatile Matter

Sampel A
B−C
D= × 100%
B−A
42,7 − 42
D= × 100%
42,7 − 41,7
D = 70 %

VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)


VM = 70 % − 26,67 %
VM = 43,33 %

Sampel B
B−C
D= × 100%
B−A
41,7 − 43,1
D= × 100%
41,7 − 40,7
D = 40 %

VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)


VM = 40 % − 26,67%
VM = 13,33 %

Sampel C
B−C
D= × 100%
B−A

47
43,1 − 42,5
D= × 100%
43,1 − 42,1
D = 60 %
VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)
VM = 60 % − 26,67 %
VM = 33,33 %

Rata-Rata VM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
VM =
3
43,33 % + 13,33 % + 33,33 %
VM =
3
VM = 30 %

d. Fixed Carbon
FC = 100% − (IM + 𝐴𝑆𝐻 + VM)
FC = 100% − (26,67 % + 6,67 % + 30 %)
FC = 36,67 %

4.2.1.2 Perhitungan Kualitas Batubara LP 2

1. Total Moisture (TM)

a. Free Moisture
A−B
FM = × 100%
A−C
560 − 560
FM = × 100%
560 − 60
FM = 0 %

b. Residual Moisture
A−B
RM = × 100%
A−C

48
Sampel A
20,2 − 20,2
RM = × 100%
20,2 − 19,2
RM = 0 %

Sampel B
18,1 − 18
RM = × 100%
18,1 − 17,1
RM = 10 %

Sampel C
22,2 − 22,2
RM = × 100%
22,2 − 21,1
RM = 0 %

Rata-Rata RM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
RM =
3
0 % + 10 % + 0 %
RM =
3
RM = 3,33 %

c. Total Moisture (TM)


FM
TM = FM + RM (1 − )
100
0
TM = 0 + 3,33 % (1 − )
100
TM = 3,33 %

2. Analysis Proximate

a. Inherent Moisture
A−B
IM = × 100%
A

49
Sampel A
1 − 0,8
IM = × 100%
1
IM = 20 %

Sampel B
1 − 0,9
IM = × 100%
1
IM = 10 %

Sampel C
1 − 0,8
IM = × 100%
1
IM = 20 %

Rata-Rata IM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
IM =
3
20 % + 10 % + 20 %
IM =
3
IM = 16,67 %

b. Ash Content
A−B
𝐴𝑠ℎ = × 100%
C

Sampel A
42,4 − 42,2
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 20 %

Sampel B
42,3 − 42,2
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 10 %
50
Sampel C
41,5 − 41,4
𝐴𝑠ℎ = × 100%
1
𝐴𝑠ℎ = 10 %

Rata-Rata Ash
Sampel A + Sampel B + Sampel C
𝐴𝑠ℎ =
3
20 + 10 + 10
𝐴𝑠ℎ =
3
𝐴𝑠ℎ = 13,33 %

c. Volatile Matter

Sampel A
B−C
D= × 100%
B−A
42,9 − 42,5
D= × 100%
42,9 − 41,9
D = 40 %

VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)


VM = 40 % − 16,67 %
VM = 23,33 %

Sampel B
B−C
D= × 100%
B−A
43,3 − 42,9
D= × 100%
43,3 − 42,3
D = 40 %

VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)


VM = 40 % − 16,67 %

51
VM = 23,33 %
Sampel C
B−C
D= × 100%
B−A
45,8 − 45,1
D= × 100%
45,8 − 44,8
D = 70 %

VM = D (%) − 𝑀𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 (IM)(%)


VM = 70 % − 16,67 %
VM = 53,33 %

Rata-Rata VM
Sampel A + Sampel B + Sampel C
VM =
3
23,33 % + 23,33 % + 53,33 %
VM =
3
VM = 33,33 %

d. Fixed Carbon
FC = 100% − (IM + 𝐴𝑆𝐻 + VM)
FC = 100% − (16,67 % + 13,33 % + 33,33 %)
FC = 36,67 %

4.2.2 Perhitungan Basis Pelaporan

4.2.2.1 Perhitungan Basis Pelaporan LP 1

1. Perhitungan As Received (Ar)

a. Total Moisture
FM
TM = FM + RM (1 − )
100

52
0
TM = 13,33 % + 0 (1 − )
100
TM = 13,33 %

b. Inherent Moisture
(100−TM)
P (ar) = P (adb) ×
(100−Mad)

(100 − 13,33)
IM = 26,67 ×
(100 − 26,67)
IM = 31,52 %

c. Ash Content
(100−TM)
P (ar) = P (adb) ×
(100−Mad)

(100 − 13,33)
AC = 6,67 ×
(100 − 26,67)
AC = 7,88 %

d. Volatile Matter
(100−TM)
P (ar) = P (adb) × (100−Mad)

(100 − 13,33)
VM = 30 ×
(100 − 26,67)
VM = 35,45 %

e. Fixed Carbon
(100−TM)
P (ar) = P (adb) × (100−Mad)

(100 − 13,33)
FC = 36,67 ×
(100 − 26,67)
FC = 43,33 %

2. Perhitungan Dry Basis (DB)

a. Ash Content

53
100
P (db) = P (adb) × (100−Mad)

100
AC = 6,67 ×
(100 − 13,33)
AC = 9,09 %

b. Volatile Matter
100
P (db) = P (adb) ×
(100−Mad)

100
VM = 30 ×
(100 − 13,33)
VM = 40,91 %

c. Fixed Carbon
100
P (db) = P (adb) × (100−Mad)

100
FC = 36,67 ×
(100 − 13,33)
FC = 50 %

3. Perhitungan Dry Ash Free (DAF)

a. Volatile Matter
100
P (daf) = P (adb) × (100−Mad−𝐴𝑠ℎ)

100
VM = 30 ×
(100 − 13,33 − 6,67)
VM = 45 %

b. Fixed Carbon
100
P (daf) = P (adb) × (100−Mad−𝐴𝑠ℎ)

100
FC = 36,67 ×
(100 − 13,33 − 6,67)
FC = 55,55 %

54
4. Perhitungan Dry Mineral Matter Free (DMMF)

a. Volatile Matter
100
P (dmmf) = P (adb) × (100−Mad−1,08A−0,55S)

100
VM = 30 ×
(100 − 13,33 − 1,08(6,67) − 0,55(0,23))
VM = 45,45 %

b. Fixed Carbon
100
P (dmmf) = P (adb) × (100−Mad−1,08A−0,55S)

100
FC = 36,67 ×
(100 − 13,33 − 1,08(6,67) − 0,55(0,23))
FC = 55,55 %

4.2.2.2 Perhitungan Basis Pelaporan LP 2

1. Perhitungan As Received (Ar)

a. Total Moisture
FM
TM = FM + RM (1 − )
100
0
TM = 0 + 3,33 (1 − )
100
TM = 3,33 %

b. Inherent Moisture
(100−TM)
P (ar) = P (adb) ×
(100−Mad)

(100 − 3,33)
IM = 16,67 ×
(100 − 16,67)
IM = 19,33 %

c. Ash Content
55
(100−TM)
P (ar) = P (adb) ×
(100−Mad)

(100 − 3,33)
AC = 13,33 ×
(100 − 16,67)
AC = 15,47 %

d. Volatile Matter
(100−TM)
P (ar) = P (adb) × (100−Mad)

(100 − 3,33)
VM = 33,33 ×
(100 − 16,67)
VM = 38,67 %

e. Fixed Carbon
(100−TM)
P (ar) = P (adb) × (100−Mad)

(100 − 3,33)
FC = 36,67 ×
(100 − 16,67)
FC = 42,53 %

2. Perhitungan Dry Basis (DB)

a. Ash Content
100
P (db) = P (adb) × (100−Mad)

100
AC = 13,33 ×
(100 − 16,67)
AC = 16 %

b. Volatile Matter
100
P (db) = P (adb) × (100−Mad)

100
VM = 33,33 ×
(100 − 16,67)
VM = 40 %

56
c. Fixed Carbon
100
P (db) = P (adb) × (100−Mad)

100
FC = 36,67 ×
(100 − 16,67)
FC = 44 %

3. Perhitungan Dry Ash Free (DAF)

a. Volatile Matter
100
P (daf) = P (adb) × (100−Mad−𝐴𝑠ℎ)

100
VM = 33,33 ×
(100 − 16,67 − 13,33)
VM = 42,67 %

b. Fixed Carbon
100
P (daf) = P (adb) × (100−Mad−𝐴𝑠ℎ)

100
FC = 36,67 ×
(100 − 16,67 − 13,33)
FC = 52,38 %

4. Perhitungan Dry Mineral Matter Free (DMMF)

a. Volatile Matter
100
P (dmmf) = P (adb) × (100−Mad−1,08A−0,55S)

100
VM = 33,33 ×
(100 − 16,67 − 1,08(13,33) − 0,55(0,28))
VM = 48,46 %

b. Fixed Carbon
100
P (dmmf) = P (adb) × (100−Mad−1,08A−0,55S)

57
100
FC = 36,67 ×
(100 − 16,67 − 1,08(13,33) − 0,55(0,28))
FC = 53,31 %

4.3 Pembahasan

Gambar 4.1 Grafik Analysis Proximate

Pada gambar 4.1 analysis proximate merupakan grafik hasil analisis proksimat pada
kedua lokasi berbeda. Dimana pada masing-masing sampel dicari nilai inherent mositure
(IM), volatile matter (VM), ash content (AC) dan fixed carbon (FC) dalam nilai
persentase. Pada lokasi pengamatan 1 diperoleh nilai IM sebesar 26,67 %, VM sebesar
30 %. AC sebesar 6,67 % dan FC sebesar 36,67 %. Pada lokasi pengamatan 2 diperoleh
nilai IM sebesar 16,67 %, VM sebesar 33,33, AC sebesar 13,33 % dan FC sebesar 36,67
%.

Pada basis pelaporan batubara, berdasarkan data hasil uji analisis proksimat tersebut dapat
digunakan basis pelaporan dalam AR, DB, DAF, dan DMMF. Dalam basis Ar parameter
yang digunakan yaitu TM, IM, Ash, VM, dan FC. Untuk lokasi pengamatan 1 diperoleh
nilai TM sebesar 13,33 %, IM sebesar 31,52 %, Ash sebesar 7,88 %, VM sebesar 34,45
% dan nilai FC sebesar 43,33 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai TM sebesar

58
3,33 %, IM sebesar 19,33 %, Ash sebesar 15,47 %, VM sebesar 38,67 % dan nilai FC
sebesar 42,53 %. Dalam basis DB parameter yang digunakan yaitu Ash, VM, dan FC.
Untuk lokasi pengamatan 1 diperoleh nilai Ash sebesar 9,09 %, VM sebesar 40,91 % dan
nilai FC sebesar 50 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai Ash sebesar 16 %, VM
sebesar 40 % dan nilai FC sebesar 44 %. Dalam basis DAF parameter yang digunakan
yaitu VM, dan FC. Untuk lokasi pengamatan 1 diperoleh nilai VM sebesar 45 % dan nilai
FC sebesar 55 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai VM sebesar 42,67 % dan
nilai FC sebesar 52,38 %. Dalam basis DMMF parameter yang digunakan yaitu VM, dan
FC. Untuk lokasi pengamatan 1 diperoleh nilai VM sebesar 45,45 % dan nilai FC sebesar
55,55 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai VM sebesar 48,46 % dan nilai FC
sebesar 653,31 %.

Untuk penentuan rank batubara, jika nilai VM > 31 % maka ditentukan menggunakan
parameter nilai kalor dengan basis DMMF. Jika nilai VM < 31 % maka ditentukan
menggunakan parameter fixed carbon (FC) dengan basis DMMF. Pada lokasi
pengamatan 1 nilai VM sebesar 45,45 %, pada lokasi pengamatan 2 VM sebesar 48,46
%. Dari kedua lokasi ini, nilai VM nya > dari 30 %. Akan tetapi karena tidak dilakukan
pengujian nilai kalor maka ranknya ditentukan berdasarkan parameter fixed carbon (FC).
Dimana nilai FC lokasi pengamatan 1 sebesar 55,55 %, pada lokasi pengamatan 2 sebesar
53,31 %. Berdasarkan tabel 2.6 Classification of Coals by Rank, sampel batubara pada
lokasi pengamatan 1 dan lokasi pengamatan 2 masuk kedalam batubara tingkat rendah
(low rank) yaitu pada lokasi 1 merupakan batubara subbituminous B dan lokasi 2
merupakan batubara subbituminous C.

Faktor kesalahan pada saat pengujian yaitu pada saat dilakukan penimbangan, cawan
yang digunakan kurang bersih sehingga hasil yang diperoleh juga kurang teliti. Selain itu,
hasil penimbangan yang dilakukan di lab Teknologi Mineral dan Batubara, Fakultas
Teknik, Universitas Mulawarman kurang akurat karena digit angka pada timbangan
tersebut hanya menggunakan dua angka dibelakang koma.

59
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum tugas besar yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa:


1. Hasil perhitungan total moisture (TM), yaitu pada lokasi pengamatan 1
didapatkan nilai free moisture (FM) sebesar 0 %, nilai residual moisture (RM)
sebesar 13,33 sehingga didapatkan nilai total moisture (TM) sebesar 13,33 %.
Pada lokasi pengamatan 2 didapatkan nilai free moisture (FM) sebesar 0 %, nilai
residual moisture (RM) sebesar 3,33 %, sehingga didapatkan nilai total moisture
(TM) sebesar 3,33 %.
2. Hasil perhitungan analysis proximate didapatkan lokasi pengamatan 1 inherent
moisture (IM) sebesar 26,67 %, ash content (AC) sebesar 6,66 %, volatile matter
(VM) sebesar 30 % dan fixed carbon (FC) sebesar 36,67 %. Pada lokasi
pengamatan 2 didapatkan inherent moisture (IM) sebesar 16,67 %, ash content
(AC) sebesar 13,33 %, volatile matter (VM sebesar 33,33 % dan fixed carbon
(FC) sebesar 36,67 %.
3. Hasil perhitungan basis pelaporan dengan basis as received (Ar) parameter yang
digunakan yaitu TM, IM, AC, VM, dan FC. Untuk lokasi pengamatan 1 diperolah
nilai TM sebesar 13,33 %, IM sebesar 31,52 %, AC sebesar 7,88 %, VM sebesar
35,45 % dan FC sebesar 43,33 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperolah nilai TM
sebesar 3,33 %, IM sebesar 19,33 %, AC sebesar 15,47 %, VM sebesar 38,67 %
dan FC sebesar 42,53 %. Hasil perhitungan basis pelaporan dengan basis DB
parameter yang digunakan yaitu AC, VM dan FC. Untuk lokasi pengamatan 1
diperolah nilai AC sebesar 9,09 %, VM sebesar 40,91 % dan FC sebesar 50 %.
Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai AC sebesar 16 %, VM sebesar 40 %,
dan FC sebesar 44 %.
4. Hasil perhitungan basis pelaporan dengan basis DAF parameter yang digunakan
yaitu VM dan FC. Untuk lokasi pengamatan 1 diperolah nilai VM sebesar 45 %
60
dan FC sebesar 55 %. Untuk lokasi pengamatan 2 diperoleh nilai VM sebesar
47,62 % dan FC sebesar 52,38 %. Hasil perhitungan basis pelaporan dengan basis
DMMF parameter yang digunakan yaitu VM dan FC. Untuk lokasi pengamatan
1 diperoleh nilai VM sebesar 45,45 % dan FC sebesar 55,55 %. Untuk lokasi
pengamatan 2 diperoleh nilai VM sebesar 48,46 % dan FC sebesar 53,31 %.

5. Untuk penentuan rank batubara, jika nilai VM > 31 % maka ditentukan


menggunakan parameter nilai kalor dengan basis DMMF. Jika nilai VM < 31 %
maka ditentukan menggunakan parameter fixed carbon (FC) dengan basis
DMMF. Pada lokasi pengamatan 1 nilai VM sebesar 45,45 %, pada lokasi
pengamatan 2 VM sebesar 48,46 %. Dari kedua lokasi ini, nilai VM nya > dari 30
%. Akan tetapi karena tidak dilakukan pengujian nilai kalor maka ranknya
ditentukan berdasarkan parameter fixed carbon (FC). Dimana nilai FC lokasi
pengamatan 1 sebesar 55,55 %, pada lokasi pengamatan 2 sebesar 53,31 %.
Berdasarkan tabel 2.6 Classification of Coals by Rank, sampel batubara pada
lokasi pengamatan 1 dan lokasi pengamatan 2 masuk kedalam batubara tingkat
rendah (low rank) yaitu pada lokasi 1 merupakan batubara subbituminous B dan
lokasi 2 merupakan batubara subbituminous C.

5.2 Saran

Adapun saran pada tugas besar kali ini, yaitu:


1. Sebaiknya peralatan uji di laboratorium lebih dilengkapi lagi
2. Sebaiknya pada saat pengambilan sampel menggunakan APD lengkap
3. Sebaiknya pada tugas besar selanjutnya pengujian dapat dilakukan lebih teliti lagi
4. Sebaiknya pada tugas besar selanjutnya jumlah lokasi pengamatan dapat
ditambah lagi agar mendapatkan classification rank batubara yang lebih
bervariasi lagi
5. Sebaiknya praktikan dapat lebih kondusif pada saat pengujian dilakukan

61
DAFTAR PUSTAKA

Andriani, T. 2021. “Analisis Perbandingan Kualitas Batubara TE-76 di Front


Penambangan dan Stokpile di Tambang Air Laya PT. Bukit Asam(Persero), Tbk.
Tanjung Enim Sumatra Selatan”. Palembang. Universitas Sriwijaya.

Fadhili, M. F. 2021. “Analisis Pengaruh Perubahan Nilai Total Moisture, Ash Content
dan Total Sulphur Terhadap Nilai Kalori Batubara Bb-50 Di Tambang Banko Barat
Pt. Bukit Asam, Tbk. Tanjung Enim Sumatera Selatan”.

Heriyadi, S .2021. “Kajian Analisis Kualitas batubara PT. Khotai Makmur Insan Abadi
Site Separi 3 Kecamatan Tenggarong seberang Kabupaten Kutai Kartanegara
Kalimantan Timur”. Tenggarong. Universitas Kutai Kartanegara.

Hamdani, Y. 2016. “Pemanfaatan Batubara Kualitas Rendah dengan Proses Pencampuran


(Blending) untuk Penjualan (Ekspor) di PT Bukit Asam Tbk. Unit Pelabuhan
Tarahan Kecamatan Panjang, Kota Bandar Lampung, Provinsi Lampung”.
Bandung. Universitas Islam Bandung.

Lestari, S. 2021. “Optimasi Percampuran Batubara Untuk Memenuhi kriteria permintaan


Konsumen Dengan mengunakan Metode Simplek dan Evaluasi Biaya Pada Proses
Blending Batubara Di Lokasi CV. Tahiti, Talawi, Sawahlunto, Sumatra Barat”.
Padang. Universitas Negri Padang.

Nugroho, W. 2019. “Hubungan Kandungan Total Sulphur Calorific Value Pada Batubara
PT. Carsurin Samarinda”. Samarinda. Universitas Mulawarman.

Putri, I. P .2021. “Evaluasi Kualitas Batubara dari Front Penambangan Hingga Stockpile
di Pit 1 Banko Barat PT Bukit Asam Tbk Tanjung Enim”. Bangka Belitung.
Universitas Banhka Belitung.

62
Septirah. 2016.” Analisis Kualitas Batubara Hasil Tambang di Riau (Studi Kasus Logas,
Selensen Dan Pangkalan Lesung)”. Pekanbaru. Sekolah Tinggi Teknologi
Pekanbaru.

Sukandarrumidi. 2018. Batubara dan Pemanfaatannya. Yogyakarta. Gadjah Mada


University Press.

Tonggiroh, Adi. 2019. Dasar- Dasar Geokimia Eksplorasi. Makassar. CV. Social Politic
Genius.

Wijaya, I. P. K. 2016. “Studi Kelayakan Perangkap CO2 Berdasarkan Analisa Fisik


Sedimen (Studi Kasus: Formasi Kabuh, Cekungan Jawa Timur Utara)”. Surabaya.
Institut Teknologi Sepuluh November.

Winarno, Agus. 2021. “Klasifikasi Batubara”. Samarinda. Universitas Mulawarman.

Winarno, Agus, dkk. 2021. “Panduan Praktikum Teknologi Batubara”. Samarinda.


Universitas Mulawarman.

Yenni, F. R. 2021. “Management Pengendalian Kualitas Batubara Berdasarkan Parameter


Kualitas Batubara Mulai Dari Front Sampai Ke Stockpile Di PT. Budi Gema
Gempita, Merapi Timur, Lahat, Sumatera Selatan”. Padang. Universitas Negri
Padang.

Yulhendra, Dedy. 2016. Geologi Pertambangan. Pusat Pengembangan dan Pendidik dan
Tenaga Kependidikan Bidang Bangunan dan Listrik

63
LAMPIRAN

64
65

Anda mungkin juga menyukai