Anda di halaman 1dari 75

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359546292

Sifat dan karakterisitik tanah

Book · November 2017

CITATIONS READS

0 3,872

1 author:

Tri Mulyono
Jakarta State University
66 PUBLICATIONS 68 CITATIONS

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Tri Mulyono on 29 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tri Mulyono, MT

Program Studi D3 Transportasi


Fakultas Teknik
0 Universitas Negeri
Mulyono,T (2017).,Modul Jakarta
2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
Sifat dan Karakteristik Tanah
Modul#2: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono
Staft Pengajar Program Studi D3 Transportasi. FT UNJ

Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

i
Sifat dan Karakteristik Tanah
Modul#2: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)


Mulyono, T.
Sifat dan Karakteristik Tanah /Penulis, Tri Mulyono. Jakarta: Program
Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ, 2017 iv, 69 hlm; 21 cm x 29,7 cm; Microsoft
Sans Serif 12pt
1. Sejarah Mekanika Tanah dan Pondasi. 2. Modul 2: Mekanika Tanah dan
Pondasi
I. Judul II. Universitas Negeri Jakarta

Cetakan Pertama: 3 Nopember, 2017.

Hak Cipta© 2017 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang
memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam
atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis

ii Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


PRAKATA

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan modul ini yang berisi materi untuk matakuliah Mekanika Tanah Dan
Pondasi di Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017. Modul ini merupakan
rangkaian materi yang terdiri dari:

1 | Sejarah mekanika tanah dan pondasi

2 | Sifat dan karakterisitik tanah

3 | Hubungan antar parameter tanah

4 | Plastisitas dan sturktur tanah

5 | Klasifikasi tanah

6 | Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Referensi yang digunakan berasal dari beberapa referensi yang berhubungan


dengan materi dalam modul yang bersumber dari standar ASTM, AASTHO, British
Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disesuaikan dengan
kebutuhan akademik.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan


bermanfaat bagi pembacanya

Jakarta, November 2017

Penulis

Tri Mulyono

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ iii


Daftar Isi
A. Tujuan _____________________________________________________ 1
B. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _ 1
C. Kegiatan (Strategi/Metode) ____________________________________ 2
D. Tugas _____________________________________________________ 2
E. Tes/Evaluasi & Tagihan _______________________________________ 2
F. Sumber dan Media Pembelajaran _______________________________ 3
G. Rangkuman Materi __________________________________________ 3
H. Materi Pembelajaran _________________________________________ 4
2.1 Siklus Batuan dan Asal Tanah ______________________________ 4
2.1.1 Batuan Beku (Magma/Mgneous Rock) __________________ 6

2.1.2 Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)__________________ 14

2.1.3 Batuan Peralihan (Metamorph Rock) __________________ 16

2.2 Pembentukan Batuan Mineral, Batuan dan Stuktur Batuan ______ 18


2.2.1 Kristalisasi atau Pembentukan Batuan _________________ 18

2.2.2 Proses Pembentukan Endapan ______________________ 21

2.2.3 Batuan dan Stuktur Batuan __________________________ 26

2.3 Ukuran Partikel Tanah ___________________________________ 32


2.4 Mineral Lempung _______________________________________ 34
2.4.1 Mineral Kaolinite __________________________________ 34

2.4.2 Illite ____________________________________________ 34

2.4.3 Mineral-mineral Montmorillonite ______________________ 36

2.5 Berat Jenis ____________________________________________ 36


2.5.1 Pengujian berat jenis tanah _________________________ 37

2.5.2 Prosedur pengujian berat jenis tanah __________________ 38

2.6 Analisis Saringan Tanah _________________________________ 41


2.6.1 Analisa saringan butir Tanah Kasar ___________________ 42

2.6.2 Analisis Hidrometer Tanah __________________________ 43

2.7 Kurva Distribusi Ukuran Partikel Tanah ______________________ 54


2.8 Bentuk Partikel _________________________________________ 60
I. Soal______________________________________________________ 61
J. Referensi _________________________________________________ 67

iv Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Modul 2:
Sifat dan Karakteristik Tanah

A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan
tentang sifat dan karakteristik tanah.

B. URAIAN MATERI, INDIKATOR KEBERHASILAN DAN ALOKASI


WAKTU PEMBELAJARAN
Materi dan indikator keberhasilan dengan rencana pertemuan dua kali (200
menit) tatap muka setelah memperlajari topik ini seperti Tabel berikut:

Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
2.1 Siklus batuan 2.1.1 Mahasiswa mampu menjelaskan silkus 30’
dan asal tanah batuan dan tanah asal
2.1.2 Mahasiswa mampu menjelaskan batuan beku
2.1.3 Mahasiswa mampu menjelaskan batuan
sedimen
2.1.4 Mahasiswa mampu menjelaskan batuan
malihan

2.2 Pembentukan 2.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan proses 30’


Batuan, Mineral pembentukan
dan Struktur a. batuan beku
Batuan b. batuan sedimen
c. batuan malihan
2.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan proses
pembentukan endapan tanah
2.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan batuan dan
strukturnya
2.3 Ukuran partikel 2.3.1 Mahasiswa mampu menjelaskan ukuran 10’
tanah perbedaan partikel butir tanah
2.3.2 Mahasiswa mampu membedakan partikel
tanah
2.4 Mineral lempung, 2.4.1 Mahasiswa mampu menjelaskan mineral 20’
lempung mencakup
a. Mineral Kaolinite
b. Illite
c. Mineral-mineral Montmorillonite
2.4.2 Mahasiswa mampu membedakan mineral-
mineral lempung
2.5 Berat jenis 2.5.1 Mahasiswa mampu menjelaskan definisi 10’
berat jenis tanah
2.5.2 Mahaiswa mampu menghitung berat jenis
tanah

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 1


Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
2.6 Analisa saringan 2.6.1 Mahasiswa mampu menjelaskan dan 40’
menghitung analisa saringan hasil mekanikal
2.6.2 Mahasiswa mampu menjelaskan dan
menghitung analisa saringan hasil
hidrometer
2.7 Kurva distribusi 2.7.1 Mahasiswa mampu menjelaskan distribusi 40’
partikel tanah partikel butir tanah
2.7.1 Mahasiswa mampu menghitung dan
menggambarkan distribusi partikel butir
tanah
2.8 Bentuk partikel Mahasiswa mampu menjelaskan bentuk partikel 20’
tanah butir tanah
Tugas#3: Ringkasan Mahasiswa mampu meringkas subtansi materi 3 x 24 Jam
(Individu) yang disampaikan
Tugas#10: Mahasiswa mampu menghitung hasil analisa 7 x 24 Jam
Kelompok saringan/ayakan dan menggambarkan kurva
distribusinya

C. KEGIATAN (STRATEGI/METODE)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas
tentang materi kajian; Membuka sesi diskusi; dan Memberikan tugas individu dan
kelompok

D. TUGAS
Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat tugas
ringkasan sebagai tugas mandiri dengan lama tugas 3 x 24 Jam dan tugas kelompok
dengan waktu 7 x 24 jam.

E. TES/EVALUASI & TAGIHAN


Berisi tes tertulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan dosen untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai, sebagai dasar
untuk melaksanakan kegiatan berikutnya. Test akan dilaksanakan pada tengah dan
akhir semester dalam bentuk test tertulis pilihan ganda dengan empat pernyataan satu
yang benar.

Tagihan setelah mempelajari topik ini adalah sebagai berikut:

1. Tugas#3: Ringkasan (Individu) yaitu mahasiswa meringkas topik dengan


ketentuan sebagai berikut:

2 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


a. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan di atas kertas
A4;
b. Urutan/sistematika sesuai dengan urutan pada subtansi kajian
(materi);
c. Batas waktu pengumpulan 3 x 24 Jam dikumpulkan sebelum Jam
12.00 WIB dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;
d. Bobot penilaiannya sebesar 2% (dua persen) dari total penilaian.
2. Tugas#10: Kelompok yaitu mahasiswa secara berkelompok menyelesaikan
penyelesaian soal tugas yang diberikan, dengan ketentuan.
a. Jumlah anggota kelompok maksimum 5 (lima) orang;
b. Jumlah soal yang diberikan direncanakan sebanyak 5 (lima) soal;
c. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan atau dengan
MS-WORD di atas kertas A4;
d. Batas waktu pengumpulan 7 x 24 Jam dikumpulkan sebelum
perkuliahan dimulai pada minggu berikutnya dan mengisi daftar absen
pengumpulan tugas;
e. Bobot penilaiannya sebesar 4% (empat persen) dari total penilaian.

F. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN


Sumber dan media pembelajaran menggunakan literatur sesuai dengan
referensi untuk topik ini dengan disampaikan pada saat tatap muka akan digunakan
Laptop/Notebooks, dan LCD Projector.

G. RANGKUMAN MATERI
Batu dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori dasar: (a) beku, (b) sedimen,
dan (c) metamorf.

Tanah terbentuk oleh pelapukan batuan melalui bahan kimia dan mekanik.
Berdasarkan ukuran partikel, tanah dapat diklasifikasikan sebagai kerikil, pasir, lanau,
dan tanah liat. Menurut Sistem Klasifikasi USDA, yang sekarang dapat diterima secara
universal, batas kerikil pasir, pasir, dan lana pasir (lanau dan tanah liat) adalah sebagai
berikut: (1) Kerikil 76,2 mm - 4,75 mm; (2) Pasir 4,75 mm - 0,075 mm ; dan (3) Butiran
halus (llempung dan lanan) < 0,075 mm

Lempung adalah partikel yang berbentuk mikroskopis dan submikroskopik mika,


mineral lempung, dan mineral lainnya. Mineral tanah liat atau lempung adalah silikat

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 3


aluminium yang kompleks. Partikel tanah liat membawa muatan negatif bersih di
permukaannya. Ketika air ditambahkan, lapisan ganda difusi air dikembangkan di
sekitar partikel tanah liat yang menjadikannya lebih plastis.

Analisis ayakan adalah proses penentuan ukuran butir partikel yang ada dalam
massa tanah. Ini terdiri dari dua analisis saringan (analisis partikel-partikel> 0,075 m)
dan analisis hidrometer (untuk partikel< 0,075 mm). Analisis saringan dinyatakan
dalam prosen lolos atau persen lebih halus dari ukuran partikel tertentu (D) dapat
ditentukan dengan menggunakan pembacaan hidrometer (L) pada waktu tertentu
untuk analisis hidrometer.

H. MATERI PEMBELAJARAN
Secara umum, tanah terbentuk oleh pelapukan batuan. Sifat fisik tanah terjadi
dan terbentuk terutama oleh mineral yang membentuk partikel tanah dan oleh
karenanya, batuan yang terbentuk sesuai dengan material pembentuknya. Topik ini
kita akan membahas hal-hal berikut: Pembentukan berbagai jenis batuan yang asal
mulanya adalah pemadatan magma cair kerak bumi; Pembentukan tanah dan batuan
dengan pelapukan mekanik dan kimia; Penentuan distribusi ukuran partikel dalam
massa tanah termasuk komposisi mineral tanah liat, yang mencakup sifat plastik dari
massa tanah serta bentuk berbagai partikel dalam massa tanah.

2.1 Siklus Batuan dan Asal Tanah


Butir mineral yang membentuk fase padat agregat tanah adalah produk dari
pelapukan batuan. Proses pelapukan akan menghacurkan batuan atau bahkan
melarutkan sebagian dari mineral untuk kemudian menjadi tanah atau diangkut dan
diendapkan sebagai batuan sedimen klastik. Sebagian dari mineral mungkin larut
secara menyeluruh dan membentuk mineral baru. Inilah sebabnya dalam studi tanah
atau batuan klastika mempunyai komposisi yang dapat sangat berbeda dengan batuan
asalnya.

4 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Komposisi tanah tidak hanya tergantung pada batuan induk (asal) nya, tetapi
juga dipengaruhi oleh alam, intensitas, dan lama (duration) pelapukan dan proses jenis
pembentukan tanah itu sendiri.

Umumnya pelapukan terjadi karena Pelapukan: proses alterasi dan fragsinasi


batuan dan material tanah pada dan/atau
pelapukan fisik, kimiawi dan biologis dan dekat permukaan bumi yang disebabkan
karena proses fisik, kimia dan biologi.
bekerja bersama-sama, namun salah satu di
Hasil dari pelapukan ini merupakan asal
antaranya mungkin lebih dominan (sumber) dari batuan sedimen dan tanah (soil).
Pelapukan fisika: merupakan pelapukan yang
dibandingkan dengan lainnya. Walaupun di
disebabkan oleh perubahan suhu atau iklim
alam proses kimia memegang peran yang .contoh : perubahan cuaca
Pelapukan kimia: merupakan pelapukan yang
terpenting dalam pelapukan, tidak berarti
disebabkan oleh tercampurnya batuan dengan
pelapukan jenis lain tidak penting. zat - zat kimia . contoh: tercampurnya batu
oleh limbah pabrik yang mengandung bahan
Berdasarkan batuan induknya, kimia.
Pelapukan organik/biologis: merupakan
batuan dapat dibagi menjadi tiga tipe dasar pelapukan yang disebabkan oleh makhluk
yaitu batuan beku, sedimen, dan peralihan. hidup. contoh: tumbuhnya lumut.

Gambar 2.1 menunjukkan diagram siklus pembentukan berbagai jenis batuan dan
proses yang terkait dengannya. Ini disebut siklus batu.

Gambar 2.1: Siklus Batuan (Das & Sobhan, 2014)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 5


Pengetahuan umum tentang terjadinya batuan dapat langsung memberikan
informasi perihal situasi geologis suatu lahan pembangunan. Batuan beku seperti
instrusi granit adakalanya terdapat dalam massa yang tidak beraturan. Seringkali
sedimen mempunyai lapisan yang beraturan. Seringkali batuan peralihan atau
metamorf mengjalani perubahan bentuk yang luar biasa (lipatan) dan sering kali pula
berkembang satu foliasi-deformasi atau lebih. (Verhoef, 1985). Jika di lihat dari proses
terbentuknya batuan sebagai mineral dapat di bedakan menjadi tiga yaitu, batuan beku
(magma), batuan endapan (sedimentasi) dan batuan peralihan/malihan atau
metamorph (Mulyono, 2003).

2.1.1 Batuan Beku (Magma/Mgneous Rock)


Batuan magma atau lebih sering di sebut dengan batuan beku, terbentuk dari
proses pembekuan magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam atau dari
hasil pembekuan magma yang keluar akibat letusan gunung berapi. Jadi dari hasil
proses kejadiannya batuan beku dapat di bedakan menjadi dua, yakni batuan beku
instrusif, yaitu membeku di bawah permukaan bumi, dan batuan beku ekstrusif, yaitu
batuan beku yang membeku di permukaan bumi.

Jenis batuan beku yang terbentuk oleh Deret reaksi Bowen: Serangkaian urutan
pembentukan mineral yang terbentuk dari
pendinginan magma bergantung pada faktor- hasil pendinginan magma dan perbedaan
faktor seperti komposisi magma dan laju kandungan magma, dengan asumsi dasar
bahwa semua magma berasal dari magma
pendinginan yang terkait dengannya. Setelah induk yang bersifat basa.
melakukan beberapa uji laboratorium, Bowen Mineral yang terbentuk dengan kecepatan
pendinginan yang lambat akan memiliki
(1922) mampu menjelaskan hubungan laju bentuk dan ukuran kristal yang lebih besar.
pendinginan magma terhadap pembentukan
berbagai jenis batuan. Penjelasan ini-yang dikenal sebagai prinsip reaksi Bowen
menggambarkan urutan mineral baru yang terbentuk saat magma mendingin.

Kristal mineral tumbuh lebih besar dan beberapa di antaranya memadat (settle).
Kristal yang tetap tersuspensi dalam cairan dan bereaksi dengan sisa lelehan untuk
membentuk mineral baru pada suhu yang lebih rendah. Proses ini berlanjut sampai
seluruhnya mencair dan memadat .

Bowen mengklasifikasikan reaksi ini menjadi dua kelompok (Monroe &


Wicander, 2015): (1) deret reaksi feromagnetik tidak berkelanjutan di mana mineral
6 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
yang terbentuk berbeda dalam komposisi kimianya dan struktur kristalnya umumnya
berwarna gelap, dan (2) deret reaksi feldspar berkelanjutan plagioklas dimana mineral
yang terbentuk memiliki komposisi kimia yang berbeda. dengan struktur kristal yang
serupa umumnya berwarna terang.

Deret Reaksi Bowen ditunjukan di Gambar 2.2. Komposisi kimia dari mineral
diberikan pada Tabel 2.1. Mikrograf elektron scanning dari permukaan rekaman kuarsa
yang menunjukkan fraktur seperti kaca tanpa pembelahan planar diskret seperti
Gambar 2.3 dan Gambar 2.4 adalah mikrograf elektron scanning yang menunjukkan
pembelahan basal biji mika individu. Jadi, tergantung pada proporsi mineral yang ada,
berbagai jenis batuan beku terbentuk. Granit, gabro, dan basalt adalah beberapa jenis
batuan beku yang umum ditemui di lapangan. Tabel 2.2 menunjukkan komposisi
umum beberapa batuan beku.

Proses pelapukan (Weathering) batuan menjadi tanah terdiri dari proses


penghancuran fisik (disintegration/mechanical) dan proses pelapukan kimiawi
(chemical/decomposition).

Gambar 2.2: Deret Reaksi Bowen

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 7


Tabel 2.1: Komposisi Mineral Deret Reaksi Bowen (Das & Sobhan, 2014)
Mineral Komposisi
Olivine (Mg, Fe)2SiO4

Augite Ca, Na (Mg, Fe, Al)(Al, Si2O6)

Hornblende Silikat ferromagnesium kompleks dari Ca, Na, Mg, Ti & Al

Biotite (mika hitam) K(Mg, Fe)3AlSi3O10(OH)2

Plagioclase Kalsium feldspar Ca(Al2Si2O8)


Plagioclase Natrium feldspar Na(AlSi3O8)

Orthoclase (kalsium feldspar) K(Alsi3O8)

Muscovite (mika putih) Kal3Si3O10(OH)2

Quartz (kwarsa) SiO2

Gambar 2.3: Scanning electron micrograph of fractured surface of quartz showing glass-like fractures
with no discrete planar surface (Courtesy of David J. White, Iowa State University, Ames, Iowa) (Das &
Sobhan, 2014)

8 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 2.4: Scanning electron micrograph showing basal cleavage of individual mica grains
(Courtesy of David J. White, Iowa State University, Ames, Iowa) (Das & Sobhan, 2014)

Tabel 2.2: Komposisi umum batuan beku (Das & Sobhan, 2014)

Pelapukan mekanis mungkin disebabkan oleh ekspansi dan kontraksi batuan


dari kelebihan atau kehilangan panas yang terus berlanjut, yang mengakibatkan
disintegrasi utama. Seringkali, air merembes ke dalam pori-pori dan celah-celah yang
ada di bebatuan. Seiring suhu turun, air membeku dan mengembang. Tekanan yang
diberikan oleh es karena ekspansi volume
Proses Pelapukan : proses alterasi dan
cukup kuat untuk memecah bahkan batuan fragsinasi batuan dan material tanah pada
besar. Faktor fisik lainnya yang membantu dan/atau dekat permukaan bumi yang
disebabkan karena proses fisik, kimia dan
menghancurkan batuan adalah es gletser, biologi. Hasil dari pelapukan ini merupakan
angin, aliran air sungai dan sungai, dan asal (source) dari batuan sedimen dan tanah
(soil)
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 9
gelombang laut. Pelapukan mekanis, batuan besar dipecah menjadi potongan-
potongan yang lebih kecil tanpa adanya perubahan komposisi kimia (Das & Sobhan,
2014).

a. Pelapukan Mekanis (Fisik)


Proses penghancuran fisik adalah proses pelapukan tanah akibat dari faktor
fisika dengan penyebab atau faktor utama adalah gravitasi, angin, batuan yang bergulir
dan air yang mengalir yang kesemuanya berpengaruh terhadap batuan. Hal – hal
tersebut bertanggungjawab terhadap terjadinya rekahan dan retakan pada batuan
yang menyebabkan pecahnya batuan dan meyebabkan terjadinya endapan.
Pelapukan lebih lanjut dari fragmen – fragmen
Proses Pelapukan Fisika atau Pelapukan
batuan dan endapan ini utamanya diakibatkan Mekanik merupakan pelapukan yang
disebabkan oleh proses fisika. Pada proses ini
oleh abrasi, yaitu penggerusan batuan akibat
batuan akan mengalami perubahan fisik baik
gesekan dan benturan pada saat fragmen bentuk maupun ukurannya. Pelapukan ini di
sebut juga pelapukan mekanik sebab
batuan ini tertransportasikan di dalam sungai
prosesnya berlangsung secara mekanik
dan aliran air, dibawah dan diseputar es
glasial, dan perpindahan pasir oleh angin.

Beberapa contoh erosi mekanis akibat gelombang laut dan angin di Bryce
Canyon, Utah dan Benagil Cave, Portugal. Tindakan pembekuan dan pencairan air di
permukaan membuat batuan retak dan menciptakan retakan besar dan pola drainase
di batuan (Gambar 2.5.a). Selama periode waktu, batuan yang tidak melapuk diubah
menjadi batu-batu besar (Gambar 2.5.b).

(a) (b)
Gambar 2.5: contoh spektakuler dari efek erosi (a) Bryce Canyon, Utah, (b) Benagil Cave, Portugal
(Wikibooks, 2017)

10 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


b. Pelapukan Kimiawi
Pelapukan kimiawi terjadi ketika batuan bereaksi dengan bahan kimia dalam
larutan, pada dasarnya menguraikan batuan asli dan tanah menjadi mineral baru
melalui reaksi kimia. Air dan karbon dioksida dari atmosfer membentuk asam karbonat,
yang bereaksi dengan mineral batuan yang ada untuk membentuk mineral baru dan
garam terlarut. Garam larut yang ada di air
Proses Pelapukan kimiawi merupakan
tanah dan asam organik yang terbentuk dari pelapukan yang menghancurkan masa batuan
bahan organik yang membusuk juga yang disertai perubahan struktur kimiawinya.
Pelapukan kimiawi tampak jelas terjadi pada
menyebabkan pelapukan kimiawi. Contoh pegunungan kapur (karst). Pelapukan ini
pelapukan kimia orthoclase untuk membentuk berlangsung dengan batuan air dan suhu yang
tinggi.
mineral lempung, silika, dan kalium karbonat
terlarut berikut (Das & Sobhan, 2014):

Peristiwa ini biasanya terjadi pada air yang kaya karbon dioksida, yang pada
gilirannya terutama diakibatkan oleh dekomposisi tanaman. Sebagai contoh yang
paling umum adalah peristiwa pelapukan yang terjadi di gua – gua kapur (Gambar 2.6)
.

Gambar 2.6: Pelapukan Kimia (McNeely & Loua, 2017; BBC, 2017)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 11


Pelapukan kimia feldspars plagioklas mirip dengan orthoclase karena
menghasilkan mineral tanah liat, silika, dan garam larut yang berbeda. Mineral
ferromagnes juga membentuk produk dekomposisi mineral tanah liat, silika, dan garam
terlarut. Selain itu, zat besi dan magnesium dalam mineral feromagnetik menghasilkan
produk lain seperti hematit dan limonit.

Batuan sedimen dan metamorf juga memiliki pelapukan yang serupa. Dengan
demikian, dari pembahasan singkat sebelumnya, kita dapat melihat bagaimana proses
pelapukan mengubah massa batuan padat menjadi fragmen yang lebih kecil dengan
berbagai ukuran yang dapat berkisar dari batu-batu besar hingga partikel tanah liat
yang sangat kecil. Pemisahaan agregat dari biji-bijian kecil ini dalam berbagai proporsi
membentuk berbagai jenis tanah. Mineral tanah liat, yang merupakan produk
pelapukan kimia feldspar, feromagnias, dan mika, memberi sifat dan karakteristik
plastik itu pada tanah. Ada tiga mineral lempung penting: (1) kaolinit, (2) ilit, dan (3)
montmorilonit.

c. Pelapukan Biologi
Pelapukan biologis disebabkan oleh Proses Pelapukan Biologi atau Pelapukan
Organik adalah pelapukan yang disebabkan
makhluk hidup yang memecah batu baik oleh makhluk hidup. Penyebabnya adalah
secara fisik maupun kimia. Makhluk hidup proses organisme yaitu hewan, tumbuhan dan
manusia, yaitu : Hewan yang dapat melakukan
penyebab pelapukan ini mencakup berbagai pelapukan antara lain cacing tanah, serangga.
macam organisme dari bakteri hingga
tanaman dan hewan. Misalnya, lumut memainkan peran penting dalam pelapukan
karena mereka kaya akan agen chelating, yang menangkap unsur-unsur logam dari
batuan yang lapuk. Beberapa lumut hidup di permukaan batu (epilithic), beberapa aktif
hingga menembus permukaan batuan / dalam batuan (endolithic) dan yang lain hidup
di cekungan dan retakan di batu (chasmolithic) seperti Gambar 2.7.

12 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 2.7: Pelapukan Biologi (Pinterest, 2017)

Produk pelapukan mungkin tinggal di tempat yang sama atau mungkin


dipindahkan ke tempat lain melalui es, air, angin, dan gravitasi. Tanah yang terbentuk
oleh produk yang lapuk di tempat asalnya disebut tanah sisa. Karakteristik penting dari
tanah sisa adalah gradasi ukuran partikel. Tanah berbutir halus ditemukan di
permukaan, dan ukuran butir meningkat dengan kedalaman. Pada kedalaman yang
lebih dalam, fragmen batuan bersudut juga dapat ditemukan. Tanah yang diangkut
dapat dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, tergantung pada moda
transportasi dan pengendapannya (Das & Sobhan, 2014):

1) Tanah glasial - dibentuk oleh transportasi dan pengendapan gletser


2) Tanah aluvial - diangkut dengan mengalirkan air dan disimpan di sepanjang
aliran
3) Tanah Lacustrine - dibentuk oleh pengendapan di danau yang sepi 4. Tanah
laut - dibentuk oleh endapan di lautan
4) Aeolian tanah-diangkut dan diendapkan oleh angin
5) Tanah koluvial-terbentuk oleh pergerakan tanah dari tempat asalnya
dengan gravitasi, seperti saat tanah longsor.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 13


2.1.2 Batuan Sedimen (Sedimentary Rock)
Batuan sedimen atau biasa di sebut dengan batuan endapan, yang berarti
mengendapnya bahan-bahan yang terurai, sehingga membentuk suatu lapisan
endapan bahan padat, yang secara fisik di endapkan oleh angin, air, atau es dan
bahan-bahan terlarut yang secara kimia terendapkan dari lautan, danau atau sungai.

Batuan sedimen dapat di bagi menjadi tiga jenis, berdasarkan proses


pembentukannya, yaitu: (1) Klastik, yang di bagi menjadi siliklastik, piroklastik dan
kapur, (2) Kimiawi, yang terbagi menjadi evaporit, kapur dan lainnya, dan (3) Organik
yang terbagi menjadi kapur dan gambut.
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk
Sedimen klastik tersusun dari fragmen-
di permukaan bumi pada kondisi temperatur
fragmen dan bagian-bagian yang kecil yang dan tekanan yang rendah. Batuan ini berasal
dari batuan yang lebih dahulu terbentuk, yang
terbawah dalam keadaan padat. Sedimen-
mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian
sedimen siliklastik terdiri dari bagian-bagian lapukannya diangkut oleh air, udara, atau es,
yang selanjutnya diendapkan dan
kecil silikat (batu pasir, lempung). Batuan
berakumulasi di dalam cekungan
piroklastik terdiri dari material-material vulkaik pengendapan, membentuk sedimen. Material-
material sedimen itu kemudian terkompaksi,
(tuff, lapili). Sedimen klastik kapur tersusun mengeras, mengalami litifikasi, dan
dari fragmen-fragmen batu kapur yang di terbentuklah batuan sedimen.
bawahkan.

Sedimen kimiawi di endapkan dari suatu larutan. Evaporit oleh penguapan (gips,
garam) Kapur oleh pengendapan, selain itu terjadi juga endapan secara kimiawi dari
amorfa SiO2 (jasper), senyawa besi, fosfat. Endapan organik. Reef (urat biji)
merupakan sumber utama untuk kapur (bioherm). gambut, batubara, dan sapropel
adalah sedimen dengan banyak zat organik yang membentuk minyak bumi.

Hasil pelapukan yang berupa kerikil, pasir, lanau dan lempung dapat menjadi
padat karena adanya tekanan lapisan tanah di atasnya dan adanya proses sementasi
antar butiran oleh unsur-unsur sementasi seperti besi, kalsit, dolomite dan quartz.
Unsur-unsur sementasi tersebut biasanya terbawa dalam larutan air tanah. Unsur-
unsur tersebut mengisi ruang-ruang di antara butiran dan kemudian membentuk
batuan sediment. Batuan yang terbentuk dengan cara ini disebut batuan sediment
detrital. Contoh dari tipe/jenis batuan sedimen detrital adalah : conglomerate, breccia
mudstone, shale (claystone). Batuan sedimen ada juga yang dibentuk oleh reaksi
kimia, misalnya : limestone, chalk, dolomite, gypsum, dan sebagainya.

14 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Batuan sedimen (Gambar 2.8) mungkin juga mengalami pelapukan dan
membentuk tanah-tanah sedimen (endapan), atau terkena proses peristiwa metamorf
dan berubah menjadi batuan metamorf.

Gambar 2.8: Perlapisan batuan sedimen di Sukabumi, Jawa Barat (Wikipedia, 2017)

Berdasarkan tenaga alam yang mengangkutnya batuan sedimen terbagi


menjadi batuan sedimen aerik (udara), batuan sedimen aquatik (air sungai), batuan
sedimen marin (laut) dan batuan sedimen glastik (gletser). Berdasarkan tempat
endapannya terbagi menjadi batuan sedimen limnik (rawa), batuan sedimen fluvial
(sungai), batuan sedimen marine (laut), batuan sedimen teistrik (darat).

Penamaan batuan sedimen biasanya Breksi: batuan sedimen dengan ukuran butir
berdasarkan besar butir penyusun batuan lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butitan
yang bersudut.
tersebut. Penamaan tersebut adalah: breksi, Konglomerat adalah batuan sedimen dengan
konglomerat, batupasir, batulanau, batu ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan
bentuk butiran yang membudar
lempung. Batu pasir: batuan sedimen dengan ukuran
butir antara 2 mm sampai 1/16 mm
Komposisi kimia batuan sedimen Batu lanau adalah batuan sedimen dengan
tergantung dari unsur batuan pembentuknya ukuran butir antara 1/16 mm sampai
1/256 mm
(batuan asal), seperti misalnya batu kapur. Batu lempung: batuan sedimen dengan ukuran
Batu kapur sebagian besar dibentuk dari butir lebih kecil dari 1/256 mm

kalsium karbonat yang disimpan baik oleh organisme atau oleh proses anorganik.
Kebanyakan batu gamping/kapur memiliki tekstur klastik; Namun, tekstur non-lastik

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 15


juga sering ditemukan. Batuan sedimen dapat mengalami pelapukan untuk
membentuk sedimen atau mungkin mengalami proses metamorfosis menjadi batu
metamorf.

2.1.3 Batuan Peralihan (Metamorph Rock)


Batuan metamorph terjadi karena proses metamorfosis, yaitu perubahan yang
di alami oleh batuan karena perubahan temperatur dan tekanan yang lainnya dari
mereka terbentuk, kita dapat membedakan dari dua jenis metamorfosis, yaitu:

a. Metamorfosis regional: Perubahan bentuk dalam skala besar yang di alami


batuan di dalam kulit bumi yang lebih dalam, sebagai akibat dari
terbentuknya pegunungan (vulkanik).
b. Metamorfosis kontak, perubahan bentuk yang di alami batuan sebagai
akibat dari instruksi benda magma panas di sekitarnya (misalnya granit).

Reaksi kimia dan mineral-mineral baru Batuan metamorf (atau batuan malihan)
pun terbentuk, yang berada dalam keadaan adalah salah satu kelompok utama
batuan yang merupakan hasil
stabil di bawah kondisi tekanan dan transformasi atau ubahan dari suatu tipe
temperatur sewaktu berlangsungnya batuan yang telah ada sebelumnya,
protolith, oleh suatu proses yang disebut
metamorfosi di dalam batuan berlangsung. metamorfisme, yang berarti "perubahan
Pada umunya jika terjadi peningkatan bentuk".

temperatur dan tekanan maka besar butiran yang terbentukpun akan terus meningkat.

Peristiwa metamorf adalah proses perubahan komposisi dan tekstur dari batuan
akibat panas dan tekanan tanpa pernah menjadi cair. Dalam peristiwa metamorf,
mineral-mineral baru terbentuk dan butir-butir mineralnya terkena geseran yang
kemudian membentuk tekstur batu metamorf yang berlapis-lapis. Granit, diorite dan
gabbro berubah menjadi slates dan phyllites pada peristiwa metamorf tingkat rendah.

Batuan asal atau protolith yang dikenai panas (lebih besar dari 150°Celsius)
dan tekanan ekstrem (1500 bar), akan mengalami perubahan fisika dan/atau kimia
yang besar. Protolith dapat berupa batuan sedimen, batuan beku, atau batuan
metamorf lain yang lebih tua. Contoh batuan malihan adalah Schist, marmer, dan
kuarsa.

Schist (Gambar 2.9) adalah sejenis batuan metamorf yang mempunyai tekstur
berlapis-lapis dan dapat dilihat pula pada teksturnya ada bentuk-bentuk kepingan atau
lempengan-lempengan dari mineral mika.
16 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
Batu pualam atau marmer (Gambar 2.10) terbentuk dari batuan calcite dan
dolomite yang mengalami proses kristalisasi ulang. Butiran mineral pada marmer
umumnya lebih besar dari pada yang terdapat pada batuan induknya.

Quartzite (Gambar 2.11) adalah sejenis batuan metamorf yang terbentuk dari
sandstone yang kaya akan mineral quatz. Bahan silika kemudian memasuki pori-pori
batuan dan ruang-ruang diantara butiran pasir dan quartz, dan menjadi unsur-unsur
sementasi antar butiran. Quartzite merupakan salah satu dari batuan yang sangat
keras. Pada tekanan dan panas yang besar sekali, batuan metamorf mungkin mencair
menjadi magma dan siklus batuan berulang kembali..

Gambar 2.9: Batuan Schist (The University of Auckland, 2005)

Gambar 2.10: Batuan Marmer (Lestari, 2013) Gambar 2.11: Batuan Kuarsa (Geology.com, 2017)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 17


2.2 Pembentukan Batuan Mineral, Batuan dan Stuktur Batuan
Batuan pada mulanya dari magma seperti dijelaskan sebelumnya. Magma
adalah benda cair, panas, pijar yang bersuhu diatas 1000oC. Lava adalah magma yang
sudah muncul ke permukaan. Lahar adalah lava yang bercampur dengan gas, meterial
piroklastik, air, tanah tumbuhan.

2.2.1 Kristalisasi atau Pembentukan Batuan


Terjadinya batuan pertama kali diawali oleh adanya magma. Magma ini
merupakan bahan pokok pembentuk batuan. Terbentuknya batuan pertama kali
karena diawali oleh adanya magma yang mengalami proses kristalisasi. Magma ini
tidak terdapat di semua area bumi, sebagian besar magma terbentuk di sepanjang
batas lempeng bumi. Kemudian magma yang
Kristalisasi : proses pembentukan bahan padat
yang membeku akan membentuk sebuah
dari pengendapan larutan, melt (campuran
kristal atau mineral (hal ini dinamakan leleh), atau lebih jarang pengendapan
langsung dari gas.
kristalisasi). Pembentukan batuan mineral,
Kristalisasi juga merupakan teknik pemisahan
digambarkan sesuai dengan deret reaksi kimia antara bahan padat-cair, di mana terjadi
perpindahan massa (mass transfer) dari suat
Bowen.yang menjadi dua cabang; kontinyu
zat terlarut (solute) dari cairan larutan ke fase
dan diskontinyu. kristal padat.

Reret reaksi Bowen berisi tentang urutan pembentukan mineral yang terbentuk
dari hasil pendinginan magma dan perbedaan kandungan magma, dengan asumsi
dasar bahwa semua magma berasal dari magma induk yang bersifat basa. Mineral
yang terbentuk dengan kecepatan pendinginan yang lambat akan memiliki bentuk dan
ukuran kristal yang lebih besar (Wikiwand, 2017).

18 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Deret berkelanjutan atau Continuous Kalsium: sebuah elemen kimia dengan simbol
branch dibangun dari mineral feldspar Ca dan nomor atom 20. Mempunyai massa
atom 40.078 amu.
plagioklas yang kaya kalsium dan kaya Kalsium merupakan salah satu logam alkali
sodium (Gambar 2.12). Dalam deret tanah, dan merupakan elemen terabaikan
kelima terbanyak di bumi.
kontinyu, mineral awal akan turut serta dalam Natrium : suatu unsur kimia dalam tabel
pembentukan mineral selanjutnya. Dari periodik yang memiliki lambang Na dan nomor
atom 11. Ini adalah logam lunak, putih
bagan, plagioklas kaya kalsium akan keperakan, dan sangat reaktif. Natrium adalah
terbentuk lebih dahulu, kemudian seiring logam alkali, berada pada golongan 1 tabel
periodik, karena memiliki satu elektron di kulit
penurunan suhu, plagioklas itu akan bereaksi terluarnya yang mudah disumbangkannya,
dengan sisa larutan magma yang pada menciptakan atom bermuatan positif—kation
Na+. Satu-satunya isotop stabil adalah Na.
akhirnya membentuk plagioklas kaya Natrium adalah unsur keenam paling
sodium. Demikian seterusnya reaksi ini melimpah dalam kerak bumi, dan terdapat di
banyak mineral seperti feldspar, sodalit dan
berlangsung hingga semua kalsium dan halit (garam batu, NaCl)
sodium habis dipergunakan. Karena mineral Olivin: sebagai batu mulia disebut juga peridot
atau krisolit, adalah mineral magnesium besi
awal terus ikut bereaksi dan bereaksi, maka silikat dengan rumus (Mg,Fe)2SiO4. Banyak
ditemukan di bawah permukaan bumi namun
sangat sulit sekali ditemukan plagioklas kaya
lapuk dengan cepat di permukaan bumi.
kalsium di alam bebas. Bila pendinginan Piroksen: sebuah kelompok mineral inosilikat
yang banyak ditemukan pada batuan beku dan
terjadi terlalu cepat, akan
batuan metamorf. Strukturnya terdiri dari
terbentuk zooning pada plagioklas rantai tunggal silika tetrahedral dan
mengkristal monoklinik dan ortorombik.
[plagioklas kaya kalsium dikelilingi plagioklas
Amfibol: nama grup mineral inosilikat yang
kaya sodium]. penting, umumnya berwarna gelap, dengan
kristal yang membentuk prisma atau jarum,
Deret tak berkelanjtan atau terdiri dari ikatan rangkap tetrahedral SiO 4
yang saling terkait membentuk simpul dan
Discontinuous branch dibangun dari umumnya mengandung ion - ion besi dan atau
mineral ferro-magnesian sillicates. Dalam magnesium dalam struktur mereka. Amfibol
dapat berwarna hijau, hitam, tak berwarna,
deret diskontinyu, satu mineral akan berubah putih, kuning, biru, atau coklat.
menjadi mineral lain pada suhu tertentu Biotit: mineral filosilikat umum yang ada di
dalam grup mika, dengan perkiraan rumus
dengan melakukan melakukan reaksi kimia
terhadap sisa larutan magma. Bowen K(Mg,Fe)3AlSi3O10(OH) 2K(Mg,Fe)3AlSi3O10(OH)2.
Lebih umum, mika mengacu pada seri mika
menemukan bahwa pada suhu tertentu, akan gelap, terutama serangkaian larutan-pelarut
terbentuk olivin, yang jika diteruskan akan antara iron-endmember annit, dan
magnesium-endmember plogopit; ditambah
bereaksi kemudian dengan sisa larutan lagi alumina-endmember siderofilit.
magma, membentuk pyroxene (augite). Jika
pendinginan dlanjutkan, akan dikonversi ke homblende (amfibol) dan kemudian biotite
(mika hitam). Deret ini berakhir ketika biotite telah mengkristal, yang berarti semua besi

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 19


dan magnesium dalam larutan magma telah
Muskovit (juga dikenal dengan mika umum,
habis dipergunakan untuk membentuk isinglass, atau potash mica): mineral filosilikat
yang mengandung alumunium dan kalium
mineral. Bila pendinginan terjadi terlalu cepat dengan rumus kimia KAl2(AlSi3O10)(F,OH)2,
dan mineral yang telah ada tidak sempat atau (KF)2(Al2O3)3(SiO2)6(H2O).
Muskovit memiliki belahan basal yang sangat
bereaksi seluruhnya dengan sisa magma, sempurna dan menghasilkan lamina sangat
akan terbentuk rim [selubung] yang tersusun tipis (lembaran) yang sering sangat elastis.
Kuarsa : salah satu mineral yang umum
oleh mineral yang terbentuk setelahnya. ditemukan di kerak kontinen bumi.
Mineral ini memiliki struktur kristal heksagonal
Kedua deret tersebut akan membentuk yang terbuat dari silika trigonal terkristalisasi
ortoklase (Ortoklas) yaitu formula akhir (silikon dioksida, SiO2), dengan skala kekerasan
Mohs 7 dan densitas 2,65 g/cm³.
KAlSi3O8 adalah sebuah mineral tektosilikat
penting yang membentuk batuan beku.
Selanjutnya dapat berbentuk muskovit (mika putih) dan kuarsa (quarts).

Batuan- batuan beku yang telah terbentuk tadi lama- kelamaan akan mengalami
proses pelapukan. Batuan yang mengalami proses pelapukan paling cepat terutama
adalah batuan yang membeku di permukaan bumi (batuan ekstrusif). Batuan ini lebih
cepat mengalami proses pelapukan karena terpapar secara langsung oleh cuaca di
bumi dan juga atmosfer bumi, sehingga pelapukannya lebih cepat daripada yang
berada di bawah permukaan bumi. Proses yang selanjutnya adalah erosi dan yang
paling banyak berperan adalah air. Air yang mengalir misalnya dari sungai merupakan
salah satu hal yang paling sepat menyebabkan proses erosi ini terjadi. Arus dari air ini
pula yang akan mengangkut material- baterial pelapukan batu menuju ke tempat lain.
Selain air, ada pula yang mengangkut meterial- material lainnya yakni angin ataupun
gletser.

Gambar 2.12: Batuan deret berkelanjutan (Wikiwand, 2017)


20 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
Material- material dari pelapukan batuan beku yang telah terangkut oleh air,
angin, ataupun gletser, lama kelamaan akan mengendap di suatu tempat dan kan
berjumlah semakin banyak. Karena semakin banyak batuan yang mengendap ini,
akibatnya semakin lama akan semakin mengeras dan mengeras . Karena proses
pengerasan inilah membentuk terjadinya batuan yang disebut dengan batuan
sedimen.

Batuan beku intrusif juga berada di bawah permukaan bumi. Ketika batu yang
berada di di bawah permukaan bumi ini tidak tersingkap ke atas permukaan bumi
ketika proses pengangkatan, maka batuan tersebut akan terkubur lebih dalam lagi.
Semakin dalam terkubur, maka akan semakin besar kemungkinan untuk terpapar suhu
dan juga tekanan tinggi yang dihasilkan oleh kompresi tektonik dan energi panas yang
berasal dari dalam bumi, yang pada akhirnya dapat mengubah batuan tersebut.
Batuan yang telah berubah di bawah permukaan bumi akibat paparan suhu, tekanan,
dan juga kontak magma ini disebut dengan batuan metamorf atau malihan. Setelah
batuan menjadi batuan malihan atau metamorf, lama kelamaan batuan metamorf atau
malihan ini akan berubah menjadi magma kemballi. Dan dari magma inilah proses
terjadinya batu bisa terjadi kembali.

2.2.2 Proses Pembentukan Endapan


Lapisan tanah yang terbentuk dapat tetap berada ditempatnya, atau terbawa
oleh gletser/sungai es, angina, dan/atau air ke tempat lain untuk kemudian
terendapkan ditempat yang lain. Berdasarkan proses yang disebut diatas ini, lapisan
tanah dapat dibagi ke dalam empat bagian utama, yaitu : tanah residual (residual soil),
tanah endapan air (water transported soil), Terbentuknya endapan atau tidak dalam suatu
reaksi, itu tergantung kelarutan dari zat
tanah endapan angin (wind transported soil), terlarut, yaitu jumlah maksimum zat terlarut
tanah endapan sungai es (soil of glacial yang akan larut dalam sejumlah tertentu
pelarut pada suhu tertentu
origin).

a. Tanah Residual (residual soil)


Tanah residu (residual soils) adalah tanah yang dibentuk oleh pelapukan fisika
maupun kimia dari batuan induknya dan belum dipindahkan dari tempatnya
(Sudarsono & Hasibuan, 2011). Karakteristik tanah residu sangat bergantung pada
sifat-sifat batuan induknya. Apabila tanah hasil pelapukan tersebut dipindahkan dan

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 21


diendapkan di tempat lain, misalnya oleh air atau angin, maka tanah tersebut dikenal
sebagai tanah transport (transported soils).

Gambar 2.13: Tanah Residual (Dharmawansyah, 2015)

Tanah yang terbentuk dari proses penghancuran dan pelapukan batuan dasar
dan masih berada ditempat asalnya (Gambar 2.13). Di daerah tropis, ketebalan tanah
residual yang terbentuk dari batuan beku dapat mencapai ketebalan lebih dari 20 m.
Tekstur tanah residual tergantung kepada kondisi lingkungan dimana tanah tersebut
terbentuk dan kepada tipe batuan induknya. Granit : salah satu jenis batuan beku yang
Granite menghasilkan lanau kepasiran dan memiliki warna cerah, butirannya kasar,
tersusun dari mineral kuarsa dan feldspar.
pasir kelanauan dengan komposisi mineral Basalt: batuan beku yang ekstrusif, terbentuk
mica dan lempung kaolin yang bervariasi dari solidifikasi magma yang terjadi di
permukaan bumi. Biasanya berwarna abu-abu
Basalt menghasilkan lempung dengan kadar atau hitam, karena pembekuannya cepat di
montmorillonite yang tinggi dan bersifat permukaan bumi.

plastis.

b. Tanah Endapan Air (water transported soil)


Tergantung dari macam air yang mengangkut dan mengendapkannya, tanah
endapan air dapat dibagi lagi menjadi tiga golongan, yaitu : tanah alluvium (oleh air
sungai seperti Gambar 2.14), tanah lacustrine (di danau) dan tanah marina (di
pantai/air laut). Tanah alluvium terbentuk ketika air sungai dari pegunungan mencapai
dataran rendah. Partikel-partikel kecil yang terapung didalam air sungai terbawa ke
22 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
daerah hilir relative tanpa mengalami perubahan secara fisik. Partikel-partikel yang
lebih besar, seperti pasir, kerikil dan kerakal, diangkut dan berguling di dasar sungai,
akibatnya partikel tersebut akan terkikis dan berbentuk bulat.

Gambar 2.14: Endapan tanah Aluvial l di daerah Amazon Basin, Brazil ( (Thadani, 2011)

Tanah lacustrine terbentuk ketika danau berfungsi sebagai tempat


pengendapan dari partikel-partikel tanah yang terbawa oleh air sungai yang bermuara
di danau tersebut. Di daerah yang lembab, ketika danau terisi sediment dan menjadi
dangkal, tumbuh-tumbuhan di sekitar tepian danau meningkat. Pembusukan material
tumbuh-tumbuhan ini menghasilkan bahan organic yang mengendap bersama dengan
lanau dan lempung hingga terbentuk tanah organic. Di tingkat akhir dari proses
sedimentasi ini danau dapat dipenuhi Alluvium (dari bahasa Latin, alluvius) adalah
sejenis tanah liat, halus dan dapat menampung
dengan tumbuh-tumbuhan dan hanya terjadi air hujan yang tergenang. Dengan demikian,
pembusukan sebagian dari sisa-sisa padi sawah sangat sesuai ditanam di tanah jenis
alluvium. Tanah alluvium biasanya terdapat di
tanaman. Akhirnya terbentuklah tanah tebingan sungai, delta sungai dan dataran yang
gambut (peat). Pada tahap ini danau tergenang banjir.
Lacustrine: berkenaan dengan danau atau
berubah menjadi tanah rawa (marshland). tumbuh (terbentuk) dalam danau.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 23


c. Tanah Endapan Angin (wind transported soil)
Pergerakan angin (Gambar 2.15) melalui daerah bertanah pasir atau lanau
yang luas akan membawa partikel-partikel berukuran pasir dan lanau. Partikel-partikel
yang lebih besar dari 0,05 mm (pasir) akan berguling atau terangkat ke udara untuk
jarak yang relative pendek dan akan tertumpuk membentuk bukit-bukit pasir (sand
dunes).

Gumuk Pasir atau Sand Dune Barchan: sand dunes gundukan pasir yang
merupakan sebuah bentukan alam karena berbentuk seperti bulan sabit. Jadi bentuknya
melengkung dengan bagian punggung tinggi.
proses angin disebut sebagai bentang alam Whate back paus: gundukan pasir yang
eolean (eolean morphology). Angin yang berbentuk seperti punggung dari ikan paus
yang memanjang. Bentuk ini kalau kita lihat di
membawa pasir akan membentuk bermacam- daerah pasir mirip dengan ikan paus yang
macam bentuk dan tipe gumuk pasir, Partikel- tengkurap dengan punggung di atas.

partikel lanau yang lebih halus akan terbawa


ke daerah yang lebih jauh. Angin mensortir butiran-butiran pasir dan
mengendapkannya dengan ukuran butir yang relative seragam dan umumnya dalam
keadaan lepas (loose condition). Berdasarkan bentuknya ada dua macam sand dunes,
yaitu (1) Barchan dan (2) Punggung Paus atau Whate back paus.

Gambar 2.15: Endapan oleh angin (a) tanah (Earle, 2017) , (b) Pasir (McDonald, 2015)

d. Tanah Endapan Sungai Es (soil of glacial origin)


Penyebaran dari massa es ini mengerosi, mencampur baur, mengangkut dan
mengendapkan batuan-batuan lepas dan tanah dengan berbagai cara (Gambar 2.16).
Material yang diendapkan langsung oleh es disebut dengan till (Gambar 2.17). Tanah
jenis ini sangat beragam dalam teksturnya, partikelnya bervariasi dari kerakal (boulder)
hingga lempung sehingga till kadang kala disebut boulder clay. Air yang mencair dari
lempengan-lempengan es membawa pasir dan kerikil dan mengendapkannya didepan
24 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
sungai es dan disebut Outwash. Bila air yang mencair itu bermuara diantara dataran
tinggi dan sungai es, tercipta suatu danau dimana endapan danau es akan terbentuk.
Ketika air mengalir ke dalam danau tersebut, material yang kasar diendapkan dipinggir
danau dan membentuk delta-delta pasir dan kerikil.

Gambar 2.16: Endapan es sepanjang pantai (Supriadi, 2015)

Gambar 2.17: Permukaan Glacial till di jalan yang Longsor, Eastern Sierra Nevada Mountains, U.S.
Daniel Mayer (The Editors of Encyclopædia Britannica, 2017)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 25


e. Tanah-Tanah Khusus
Perilaku tanah sering tergantung dari keberadaan material tanah yang khusus,
seperti tanah ekspansif, collapsible, dan quick clay serta organik.

Tanah expansive, adalah tanah yang berpotensi mengalami pengembangan


(peningkatan volume) bila tereskpos terhadap air. Clay shales dan tanah lempung
dengan kadar montmorillonite yang tinggi merupakan tanah expansive.

Tanah collapsible, adalah merupakan tanah dengan potensi pengurangan


volume yang besar ketika mengalami peningkatan kadar air. Perubahan volume terjadi
tanpa adanya perubahan beban eksternal. Contoh : tanah loess, pasir dan lanau
bersementasi lemah yang ikatan semennya biasanya gypsum atau halite, mudah larut
dalam air. Tanah collapsible ini umumya dijumpai di daerah-daerah yang gersang.

Quick clay, adalah merupakan lempung yang sangat peka (high sensitivity)
terhadap gangguan. Kekuatan geser tanah ini akan berkurang drastis ketika
mengalami gangguan. Semua quick clay merupakan lempung marina dengan kadar
kepekaan lebih besar dari 15. Kadar kepekaan adalah perbandingan antara kuat geser
tanah asli dengan kuat geser tanah terganggu.

Tanah organik, adalah merupakan tanah yang mengandung banyak komponen


organik, ketebalannya dari beberapa meter hingga puluhan meter di bawah tanah.
Tanah jenis ini umumnya berkuat geser rendah dan mudah mengalami penurunan
yang besar.

2.2.3 Batuan dan Stuktur Batuan


Sesuai dengan proses terjadinya Tekstur batuan mengacu pada kenampakan
batuan terbagi menjadi batuan beku, butir-butir mineral yang ada di dalamnya, yang
meliputi tingkat kristalisasi, ukuran butir,
sedimentasi dan malihan. Struktur batuan bentuk butir, granularitas, dan hubungan antar
adalah gambaran tentang tekstur atau butir (fabric)

keadaan batuan, termasuk di dalamnya bentuk atau kedudukannya.

Warna batuan berhubungan erat dengan komposisi kimia dan mineralogi, maka
tekstur berhubungan dengan sejarah pembentukan dan keterdapatannya. Tekstur
merupakan hasil dari rangkaian proses sebelum,dan sesudah kristalisasi.

Tekstur batuan itu dapat kita ketahui hanya dengan memperhatikan sampel
batuan dalam lingkup kecil contohnya jika ada sebuah hand speciment batuan maka,

26 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


teksturnya dapat dideskripsikan dengan ketelitian sampai dengan 75%. Sedangkan,
struktur batuan dapat kita perhatikan dalam lingkup yang lebih luas seperti tempat
batuan itu berasal. Tekstur batuan ditentukan dari kristalisasi yang terjadi.

a. Struktur Batuan Beku


Struktur batuan beku terbagi menjadi struktur untuk batuan beku ekstrusif dan
intrusif. Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya
berlangsung dipermukaan bumi. Batuan beku ekstrusif ini yaitu lava yang memiliki
berbagia struktur yang memberi petunjuk mengenai proses yang terjadi pada saat
pembekuan lava tersebut. Struktur ini diantaranya:

1) Masif, yaitu struktur yang memperlihatkan suatu masa batuan yang terlihat
seragam.
2) Sheeting joint, yaitu struktur batuan beku yang terlihat sebagai lapisan
3) Columnar joint, yaitu struktur yang memperlihatkan batuan terpisah
poligonal seperti batang pensil.
4) Pillow lava, yaitu struktur yang menyerupai bantal yang bergumpal-gumpal.
Hal ini diakibatkan proses pembekuan terjadi pada lingkungan air.
5) Vesikular, yaitu struktur yang memperlihatkan lubang-lubang pada batuan
beku. Lubang ini terbentuk akibat pelepasan gas pada saat pembekuan.
6) Amigdaloidal, yaitu struktur vesikular yang kemudian terisi oleh mineral lain
seperti kalsit, kuarsa atau zeolit
7) Struktur aliran, yaitu struktur yang memperlihatkan adanya kesejajaran
mineral pada arah tertentu akibat aliran

Batuan beku ekstrusif adalah batuan beku yang proses pembekuannya


berlangsung dibawah permukaan bumi. berdasarkan kedudukannya terhadap
perlapisan batuan yang diterobosnya struktur tubuh batuan beku intrusif terbagi
menjadi dua yaitu konkordan dan diskordan.

Konkordan adalah tubuh batuan beku intrusif yang sejajar dengan perlapisan
disekitarnya, jenis jenis dari tubuh batuan ini yaitu :

1) Sill, tubuh batuan yang berupa lembaran dan sejajar dengan perlapisan
batuan disekitarnya.
2) Laccolith, tubuh batuan beku yang berbentuk kubah (dome), dimana
perlapisan batuan yang asalnya datar menjadi melengkung akibat

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 27


penerobosan tubuh batuan ini, sedangkan bagian dasarnya tetap datar.
Diameter laccolih berkisar dari 2 sampai 4 mil dengan kedalaman ribuan
meter.
3) Lopolith, bentuk tubuh batuan yang merupakan kebalikan dari laccolith,
yaitu bentuk tubuh batuan yang cembung ke bawah. Lopolith memiliki
diameter yang lebih besar dari laccolith, yaitu puluhan sampai ratusan
kilometer dengan kedalaman ribuan meter.
4) Paccolith, tubuh batuan beku yang menempati sinklin atau antiklin yang
telah terbentuk sebelumnya. Ketebalan paccolith berkisar antara ratusan
sampai ribuan kilometer.

Diskordan adalah tubuh batuan beku intrusif yang memotong perlapisan batuan
disekitarnya. Jenis-jenis tubuh batuan ini yaitu:

1) Dike, yaitu tubuh batuan yang memotong perlapisan disekitarnya dan


memiliki bentuk tabular atau memanjang. Ketebalannya dari beberapa
sentimeter sampai puluhan kilometer dengan panjang ratusan meter.
2) Batolith, yaitu tubuh batuan yang memiliki ukuran yang sangat besar yaitu
> 100 km2 dan membeku pada kedalaman yang besar.
3) Stock, yaitu tubuh batuan yang mirip dengan Batolith tetapi ukurannya lebih
kecil.

Penamaan batuan beku berdasarkan kandungan mineralnya seperti Gambar


2.18. Geologist mengklasifikasikan batuannya menggunakan kandungan mineral dan
tekstur batuan, Komposisi kimia, warna dan tipikal umum batuan beku seperti Gambar
2.19 dan 2.20.

Granit adalah jenis batuan intrusif, felsik, igneus yang umum dan banyak
ditemukan. Granit kebanyakan besar, keras dan kuat, dan oleh karena itu banyak
digunakan sebagai batuan untuk konstruksi. Kepadatan rata-rata granit adalah 2,75
gr/cm³ dengan jangkauan antara 1,74 dan 2,80.

Diorit adalah salah satu jenis batuan beku dalam (Batuan Plutonis), bertekstur
feneris, mineralnya berbutir kasar hingga sedang, warnanya agak gelap. Batuan diorit
mengandung feldspar plagioklas calsiksodik dalam jumlah yang besar dengan tipe
sodik yang banyak.

28 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 2.18: Penamaan batuan berdasarkan mineral dan tekstur batuan (Thompson & Turk, 1997)

Gambar 2.19: Komposisi kimia, warna dan tipikal umum batuan beku (Thompson & Turk, 1997)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 29


Gabro adalah batuan beku intrusif, berwarna gelap, dan tersusun atas kristal-
kristal mineral yang berukuran kasar (coarse-grained). Batuan ini selalu berwarna
hitam atau hijau gelap karena mineral utamanya adalah plagioklas dan augit.

Peridotit adalah batuan beku padat, berbutir kasar, dan sebagian besar terdiri
dari mineral olivin dan piroksen. Peridotit adalah batuan ultramafik, karena
mengandung kurang dari 45% silika. Peridotit tinggi akan magnesium, dengan proporsi
olivin yang tinggi dengan besi yang cukup.

(b)
(a)

(c)

(d)
Gambar 2.20: Batuan beku (a) Granite; (b) Gabbro; (c) Diorite; (d) Peridotit (Geology.com, 2017)

b. Struktur Batuan Sedimen


Struktur batuan sedimen diklasifikasikan menjadi tiga macam struktur (Pettijohn,
Potter, & Siever, 1987), yaitu struktur sedimen primer, sekunder dan kegiatan
organisme.

Struktur sedimen primer terbentuk karena proses sedimentasi dapat


merefleksikan mekanisasi pengendapannya. Contohnya seperti perlapisan, gelembur
gelombang, perlapisan silang siur, konvolut, perlapisan bersusun, dan lain-lain.

30 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Struktur primer adalah struktur yang terbentuk ketika proses pengendapan dan ketika
batuan beku mengalir atau mendingin dan tidak ada singkapan yang terlihat. Struktur
primer ini penting sebagai penentu kedudukan atau orientasi asal suatu batuan yang
tersingkap, terutama dalam batuan sedimen.

Struktur yang terbentuk sesudah Diagenesis : perubahan dari sedimen atau


proses sedimentasi, sebelum atau pada waktu batuan sedimen yang ada menjadi batuan
sedimen yang berbeda selama dan setelah
diagenesa merupakan struktur sedimen terbentuknya batuan (litifikasi), pada suhu dan
sekunder. Juga merefleksikan keadaan tekanan kurang dari yang dibutuhkan untuk
pembentukan batuan metamorf.
lingkungan pengendapan misalnya keadaan
dasar, lereng dan lingkungan organisnya. Antara lain : beban, rekah kerut, jejak
binatang.

Struktur yang terbentuk oleh kegiatan organisme, seperti molusca, cacing atau
binatang lainnya. Antara lain : kerangka, laminasi pertumbuhan adalah struktur
sedimen organik.

Struktur batuan sedimen yang penting antara lain struktur perlapisan dimana
struktur ini merupakan sifat utama dari batuan sedimen klastik yang menghasilkan
bidang-bidang sejajar sebagai hasil proses pengendapan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi adanya struktur perlapisan adalah: Adanya perbedaan dan perubahan
warna; ukuran butir; struktur; komposisi mineral; dan kepadatannya.

c. Struktur Batuan Malihan


Stuktur batuan malihan diklasifikasikan teksturnya (The University of Auckland ,
2005) menjadi struktur foliasi dan nonfoliasi (granular) seperti Gambar 2.21. Struktur
foliasi merupakan bidang yang lemah seperti di batu karang. Foliasi disebabkan oleh
pelurusan kembali mineral saat mengalami tekanan dan suhu tinggi. Mineral individu
menyesuaikan diri dengan tegak lurus terhadap medan tegangan sehingga sumbu
panjangnya berada di arah bidang ini (yang mungkin terlihat seperti bidang
pembelahan mineral). Biasanya, serangkaian bidang foliasi bisa terlihat sejajar satu
sama lain di batu karang. Foliasi yang berkembang dengan baik adalah karakteristik
batuan paling metamorf. Batu metamorf sering
pecah dengan mudah di sepanjang bidang Foliasi di geologi mengacu pada perlapisan
berulang di batuan metamorf.
foliasi.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 31


Struktur granular atau non-foliasi menggambarkan batuan metamorf yang terdiri
dari kristal sama yang saling terkait (butiran), hampir seluruhnya dari satu mineral.
Tekstur granular dikembangkan jika komposisi kimia batuan mendekati mineral
tertentu. Mineral ini akan mengkristal jika batuan tersebut terkena tekanan dan suhu
tinggi. Tekstur granular adalah karakteristik beberapa batuan metamorf.

Gambar 2.21: Batuan Malihan (Google.com)

2.3 Ukuran Partikel Tanah


Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan
hasil pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat tersebut bervariasi dan sifat-
sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor ukuran, bentuk dan komposisi
kimia dari butiran (Das & Sobhan, 2014). Tanah umunya dapat disebut sebagai kerikil
(gravel), pasir (sand), lanau (silt) atau lempung (clay), tergantung pada ukuran partikel
yang paling dominan pada tanah tersebut.

Beberapa organisasi telah mengembangkan batasan-batasan ukuran golongan


jenis tanah (soil separate size limits) berdasarkan ukuran-ukuran partikelnya. Pada
Tabel 2.3 dan Gambar 2.22 ditunjukkan batasan-batasan ukuran partikel tanah yang
telah dikembangkan oleh beberapa organisasi yang ahli di bidangnya.

32 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Tabel 2.3: Klasifikasi Ukuran Partikel Tanah (Das & Sobhan, 2014)
Nama Kelompok Ukuran Butiran (mm)
Organisasi Kerikil Pasir Lanau Lempung
Massachusetts Institute of
Technology (MIT) >2 2 – 0,06 0,06 – 0,002 < 0,002
U.S. Departement of Agriculture
(USDA) >2 2 – 0,05 0,05 – 0,002 < 0,002
American Association of State
Highway and Transportation Officials 76,2 - 2 2 –0,075 0,075–0,002 < 0,002
(AASHTO)
Unified Soil Classification System Halus
(U.S. Army Corps of Engineers, U.S. 76,2-4,75 4,75-0,075 (yaitu lanau dan
Bureau of Reclamation) lempung)
< 0,0075

Gambar 2.22: Soil-separate-size limits by various systems (Das & Sobhan, 2014)

Kerikil (gravels) adalah kepingan-kepingan dari batuan yang kadang-kadang


juga mengandung partikel-partikel mineral quartz, feldspar dan mineral-mineral lain,
Diameter butiran > 5 mm. Pasir (sand) sebagian besar terdiri dari mineral quartz dan
feldspar. Butiran dari mineral yang lain mungkin juga masih ada pada golongan
ini , Diameter butiran 0,0075 – 5,0 mm. Lanau (silt) sebagian besar merupakan fraksi
mikroskopis (berukuran sangat kecil) dari tanah yang terdiri dari butiran-butiran quartz
yang sangat halus, dan sejumlah partikel-partikel berbentuk lempengan-lempengan
pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika, Diameter butiran 0,002 –
0,0075 mm.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 33


Lempung (clays) sebagian besar terdiri dari partikel mikroskopis dan
submikroskopis (tidak dapat dilihat dengan jelas bila hanya dengan mikroskopis biasa)
yang berbentuk lempengan-lempengan pipih dan merupakan partikel-partikel dari
mika. Lempung didefinisikan sebagai golongan partikel yang berukuran kurang dari
0,002 mm (= 2 mikron).

2.4 Mineral Lempung


Mineral lempung adalah kristal yang sangat kecil (hanya dapat dilihat dengan
bantuan mikroskop elektron) yang berasal dari pelapukan kimiawi dari mineral batuan
tertentu adalah kristal alumunium silikat dengan ion-ion logam yang kompleks yang
merupakan komposisi 2 lembar kristal dasar (Das & Sobhan, 2014) yaitu : (1) Silica
Tetrahedron, dan (2) Alumina Octahedron.

Tiap unit tetrahedron terdiri dari 4 atom oksigen mengelilingi sebuah atom
silicon. Kombinasi beberapa unit tetrahedron membentuk lembar silica (silica sheet),
tiga atom oksigen yang di dasar dipakai bersama oleh tetrahedron yang berdekatan.
Tiap unit octahedron terdiri dari 6 hidroxil yang mengelilingi satu atom aluminium.
Kombinasi beberapa unit octahedron aluminium hidroxil membentuk lembar
octahedron yang disebut gibbsite, kadang-kadang atom-atom magnesium mengganti
aluminium, hal ini disebut lembar brucite. (Gambar 2.23),

2.4.1 Mineral Kaolinite


Mineral kaolinite merupakan lembar yang terdiri dari berlapis-lapis lembar silica
dan gibbsite yang tiap lapis silica-gibbsite tebalnya 7,2 Å (Å =). Lembar-lembar
tersebut diikat oleh hidrogen. Kaolinite
berada dalam bentuk lempengan, yang Kaolin: mineral yang terdapat pada batuan
sedimen dikenal dengan nama batu lempung.
dimensi lateralnya 1000 – 10000 Å, tebal 100 Illite: Mineral lempung yang tidak
mengembang (non-expanding).
– 1000 Å. Luas permukaannya sekitar 15 montmorillonite: Salah satu dari mineral
m2/gr. (luas permukaan perunit massa lempung yang lembut, dengan silikat

disebut specific surface).

2.4.2 Illite
Selembar illite terdiri dari sebuah lembar gibbsite yang menyatu dan diapit oleh
2 lembar silica. Kadang-kadang disebut mica lempung (clay mica), tebal 1 lembar 10
Å, lembar satu dengan yang lainnya diikat oleh ion potasium (natrium). Ada substitusi
aluminium untuk silicon pada lembar tetrahedral. Substitusi elemen tanpa mengubah
34 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
bentuk kristal disebut substitusi isomorphous. Lembar-lembar illite menyatu
menyerupai lembar yang mempunyai dimensi lateral 1000 – 5000 Å dan tebal 50 – 500
Å. Specific surface = 80 m2/gr.

Gambar 2.23: (a) Silica tetrahedron; (b) silica sheet; (c) alumina octahedron; (d) octahedral (gibbsite)
sheet; (e) elemental silica-gibbsite sheet (Das & Sobhan, 2014)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 35


Gambar 2.24: Diagram struktur (a) kaolite, (b) illite, dan (c) monmorillonit (Das & Sobhan, 2014)

2.4.3 Mineral-mineral Montmorillonite


Strukturnya mirip illite, yaitu 1 lembar gibbsite diapit oleh 2 lembar silica, tetapi
substitusi isomorphousnya ialah magnesium dan besi untuk aluminium dari lembar
octahedral. Di sini tidak ada potasium untuk mengikat lembar satu dengan yang
lainnya, tetapi air. Dimensi lateralnya 1000 – 5000 Å dan tebalnya 10 – 50 Å dengan
specific surface = 800 m2/gr. Partikel lempung mempunyai muatan listrik negatif pada
permukaannya yang disebabkan oleh adanya substitusi isomorphous dan putusnya
kontinyuitas di ujung. Muatan negatifnya lebih besar kalau specific surfacenya lebih
besar. Pada lempung kering, muatan listrik negatif diimbangi oleh cation yang bisa
berpindah-pindah seperti Ca++, Mg++, Na++, dan K+ diseputar partikel. Kalau air
ditambahkan pada lempung, cation tadi beserta sedikit anion mengambang di sekitar
partikel lempung. Yang ini disebut diffuse double layer. Konsentrasi cation berkurang
kalau jarak dengan partikel bertambah. Diagram struktur kaolite, illite, dan
monmorillonit seperti Gambar 2.24.

2.5 Berat Jenis


Berat jenis tanah adalah perbandingan antara berat butir tanah dan berat air
suling dengan isi yang sama pada suhu tertentu. Umumnya nilai berat jenis tanah
berkisar antara 2,6 sampai 2,9. Beberapa nilai di berikan pada Tabel 2.4.

36 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Tabel 2.4: Berat Jenis Tanah (Das & Sobhan, 2014)

2.5.1 Pengujian berat jenis tanah


Menggunakan tanah yang lolos saringan 4,75 mm (No. 4) dengan alat
piknometer (SNI 1964:2008 Cara uji berat jenis tanah, 2008) untuk mementukannya.
Partikel tanah yang lebih besar saringan 4,75 mm (No. 4), maka bagian yang tertahan
saringan 4,75 mm (No. 4) diuji sesuai dengan SNI 03-1969-1990. Jika tanah
merupakan campuran dari saringan 4,75 mm (No. 4), maka contoh tanah harus
dipisahkan menggunakan saringan 4,75 mm (No. 4). Rata-rata dari dua nilai berat
jenis hasil uji yang digunakan. Jika nilai berat jenis tanah digunakan dalam untuk
pengujian hidrometer (SNI 3423:2008 Cara uji analisis ukuran butir tanah , 2008),
pengujiannya menggunakan tanah lolos saringan 2,00 mm (No. 10).

Pengujian berat jenis tanah menggunakan benda uji basah dengan kadar air
alamiah dan pada akhir pengujian dikeringkan dalam oven dengan temperatur 110o ±
5oC sampai beratnya tetap untuk menentukan berat keringnya, dengan jumlah paling
sedikit 25 gram menggunakan botol ukur, dan sedikitnya 10 gram apabila
menggunakan botol yang dilengkapi dengan penutupnya.

Contoh tanah lempung yang mengandung kadar air alamiah harus diuraikan di
dalam air suling sebelum dimasukkan dalam botol ukur 500 ml, menggunakan alat
pengurai.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 37


2.5.2 Prosedur pengujian berat jenis tanah
Tanah dikeringkan dalam oven pada temperatur 110oC±5oC selama + 24 jam,
sekitar 100 gram, lalu dinginkan dalam desikator kemudian timbang sample sekitar 10
– 25 gram untuk satu benda uji tergantung dari jenis picnometer yang digunakan seperti
Gambar 2.25.

Gambar 2.25: Picnometer untuk Uji Berat Jenis Tanah

Piknometer atau botol ukur di cuci dengan air suling, kemudian dikeringkan dan
di timbang didapatkan berat picnometer kosong, 𝑊1 (gram). Benda uji kering oven
dimasukan ke dalam piknometer dan timbang, didapatkan berat picnometer + benda
uji, 𝑊2 (gram). Lalu tambahkan air suling 2/3 volume ke dalam piknometer yang berisi
benda uji. Khusus tanah yang mengandung lempung maka didiamkan selama 24 jam
atau lebih agar benda uji terendam sempurna. Selanjutnya piknometer yang berisi
rendaman benda uji dipanaskan dengan hati - hati selama 10 menit atau lebih untuk
menghilangkan udara dalam benda uji ke luar seluruhnya. Untuk mempercepat proses
pengeluaran udara, piknometer dapat dimiringkan sekali – kali. Cara lainnya
menghilangkan udara yang terjebak dengan pompa hampa udara, pada tekanan 13,33
kPa (100 mm Hg). Setelah dipanaskan piknometer direndam dalam bak air sampai
temperaturnya tetap. Tambahkan air suling secukupnya sampai penuh. Keringkan
bagian luarnya, lalu di timbang 𝑊3 (gram) dan ukur temperatur isi piknometer untuk
mendapatkan faktor koreksi (K). Tentukan berat piknometer yang di isi air suling pada
temparatur yang sama, kemudian keringkan dan timbang 𝑊4 (gram).

38 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Berat jenis tanah (𝐺𝑆 ) pada temperatur air 20oC ditentukan menggunakan
Persamaan 2.1, dengan berat picnometer kosong, 𝑊1 (gram); berat picnometer +
benda uji, 𝑊2 (gram); dan berat picnometer + benda uji + Air, 𝑊3 (gram) serta berat
piknometer yang di isi air suling, 𝑊4 (gram) dimana nilai 𝐾 adalah faktor koreksi berat
jenis sesuai Tabel 2.5.

𝑊2 − 𝑊1 (2.1)
𝐺𝑆 = 𝐾
(𝑊2 − 𝑊1 ) + (𝑊4 − 𝑊3 )

Tabel 2.5: Hubungan antara kerapatan relatif air dan faktor konversi K dalam temperatur
(SNI 1964:2008 Cara uji berat jenis tanah, 2008)
Temperatur, (oCelcius) kerapatan relatif ait Faktor koreksi (K)
18 0,9986244 1,0004
19 0,9984347 1,0002
20 0,9982343 1,0000
21 0,9980233 0,9998
22 0,9978019 0,9996
23 0,9975702 0,9993
24 0,9973286 0,9991
25 0,9970770 0,9989
26 0,9968156 0,9986
27 0,9965451 0,9983
28 0,9962652 0,9980
29 0,9939761 0,9977
30 0,9956780 0,9974

Berat jenis tanah yang dihasilkan dari dua benda uji yang tertahan saringan No.4
(4,75 mm) dan lolos saringan No.4 (4,75 mm), maka berat jenis rata – rata dapat
dihitung dengan menggunakan Persamaan 2.2 berikut,

1 (2.2)
𝐺𝑆 (𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) =
𝑅 𝑃1
(100𝐺1 +
𝑆(1) 100𝐺𝑆(2) )
Dimana:
𝐺𝑆 (𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = Berat jenis rata – rata tanah yang mengandung ukuran butir lebih besar
dan lebih kecil dari saringan 4,75 mm (No. 4)
𝑅1 = prosentase tertahan (retained) saringan 4,75 mm (No. 4)
𝑃1 = prosentase lolos (passing) saringan 4,75 mm (No. 4)
𝐺𝑆(1) = berat jenis tanah tertahan (retained) saringan 4,75 mm (No. 4)
𝐺𝑆(2) = berat jenis tanah lolos (passing) saringan 4,75 mm (No. 4)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 39


Contoh C2.1:

Pengujian berat jenis tanah pada temperatur air 22oC menggunakan picnometer
seberat 45,752 gram setelah dimasukan tanah kering oven yang lolos saringan No.4
(4,75 mm) beratnya menjadi 64,125 gram. Menggunakan pemanasan untuk
menghilangkan udara dalam picnometer setelah diisi sekitar 2/3 air dari volume
picnometer dan setelah didinginkan dan ditambahkan air sampai batas volume
picnometer didapatkan berat picnometer + tanah + air sebesar 161,465 gram. Saat
hanya diisi dengan air suling beratnya sebesar 150,281 gram. Hitung berat jenis tanah
tersebut.

Penyelesaian:

Berat picnometer kosong, 𝑊1 = 45,752 𝑔𝑟𝑎𝑚

Berat picnometer + benda uji, 𝑊2 = 64,125 𝑔𝑟𝑎𝑚

Berat picnometer + benda uji + Air, 𝑊3 = 161,465 𝑔𝑟𝑎𝑚

Berat piknometer yang di isi air suling, 𝑊4 = 150,281 𝑔𝑟𝑎𝑚

Temperatur air 22oC didapatkan 𝐾 = 0,9996

Maka berat isi:

𝑊2 − 𝑊1 (64,125 − 45,752)
𝐺𝑆 = 𝐾= (0,9996)
(𝑊2 − 𝑊1 ) + (𝑊4 − 𝑊3 ) (64,125 − 45,752) + (150,281 − 161,465)
= 2,55571 ≅ 2,56

Contoh C2.2:

Hasil uji berat jenis menggunakan benda uji tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75
mm) sebesar 2,78% adalah 2,51 dan yang lolos saringan No.4 (4,75 mm) memberikan
berat jenis 2,56. Hitung berat jenis rata-rata hasil uji.

Penyelesaian:

Menggunakan Persamaan 2.2 dapat dihitung dimana

Prosentase tertahan (retained) saringan 4,75 mm (No. 4), 𝑅1 = 2,78% dan 𝐺𝑆(1) = 2,51
Prosentase lolos (passing) saringan 4,75 mm (No. 4), 𝑃1 = 100% − 2,78% = 97,22% dan
𝐺𝑆(2) = 2,56

40 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


1 1
𝐺𝑆 (𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎) = = = 2,5586 ≅ 2,56
𝑅 𝑃1 2,78 97,22
(100𝐺1 + +
100𝐺𝑆(2) ) ( )
𝑆(1) 100(2,51) 100(2,56)

2.6 Analisis Saringan Tanah


Analisis saringan bertujuan untuk menentukan gradasi atau pembagian ukuran
butir tanah (grain size distribution) dari suatu sample tanah dengan menggunakan
suatu saringan. Dengan mengetahui pembagian besarnya butir dari suatu tanah,
maka kita dapat menentukan klasifikasi terhadap suatu macam tanah tertentu atau
dengan kata lain dapat mengadakan deskripsi tanah. Besarnya butiran tanah biasanya
digambarkan dalam grafik yang disebut grafik lengkung gradasi atau grafik lengkung
pembagian butir. Dari grafik ini dapat kita lihat pembagian besarnya butiran tanah
tertentu dan juga dapat kita lihat batas antara kerikil dan pasir, pasir dan lanau. Standar
ukuran saringan seperti Tabel 6.

Tabel 6: Standar Ukuran Saringan


Sieve no. Opening (mm) Sieve no. Opening (mm)
4 4,750 35 0,500
5 4,000 40 0,425
6 3,350 50 0,355
7 2,800 60 0,250
8 2,360 70 0,212
10 2,000 80 0,180
12 1,700 100 0,150
14 1,400 120 0,125
16 1,180 140 0,106
18 1,000 170 0,090
20 0,850 200 0,075
25 0,710 270 0,053
30 0,600

Prosedur penyiapan contoh uji dalam keadaan kering oven (ASTM D 421
Practice for Dry Preparation of Soil Samples for Particle-Size Analysis and
Determination of Soil Constants, 1998). Peralatan yang digunakan sesuai dengan
ASTM E 11 “Specification for Wire-Cloth Sieves for Testing Purposes”, seperti Gambar
2.26.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 41


Gambar 2.26: Alat analisis saringan

2.6.1 Analisa saringan butir Tanah Kasar


Analisa mekanikal digunakan untuk tanah berbutir kasar, yaitu tanah dengan
ukuran lebih besar dari No.10 (2 mm). Pengujiannya sesuai dengan ASTM D 422.
Grafik lengkung gradasi dapat digambarkan grafiknya maka perlu dihitung prosentase
lolos saringan tertahan untuk setiap saringan (ASTM D 422 Standard Test Method for
Particle-Size Analysis of Soils, 1998) atau menurut standar nasional Indonesia sesuai
dengan SNI 03-1968-1990 Metode Pengujian Tentang Analisis Saringan Agregat
Halus Dan Kasar. Prosedur penghitungannya adalah:

1) Tentukan berat tertahan pada setiap saringan atau ayakan misalnya W1, W2
dan seterusnya
2) Tentukan berat total tanah yang tertahan, yaitu W1+ W2 + W3 + .....+ Wn =  W
3) Tentukan berat kumulatif tertahan untuk setiap ayakan
4) Tentukan berat lolos pada setiap saringan  W – (W1+ W2 + W3 + .....+ Wn )
5) Prosentase lolos untuk setiap saringan dinyatakan dengan Persamaan 2.3,

∑ 𝑊 − (𝑊1 + 𝑊2 +. . +𝑊𝑛 ) (2.3)


𝐹=
∑𝑊

42 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Contoh C2.3:

Hasil analisa ayak menghasilkan data seperti Tabel C2.1 sebagai berikut:

Tabel C2.1: Hasil uji analisa ayak


Ayakan No. Berat Tertahan pada setiap Ayakan (g)
4 20
10 80
20 100
40 150
60 210
100 95
200 40
Pan 25
720

Penyelesaian:

Hasil hitungan seperti Tabel C2.2 sebagai berikut:

Tabel C2.2: Hasil hitungan uji analisa ayak


Berat Tertahan Prosentase Prosentase
Ayakan No. pada setiap Tertahan (%) Lolos Ayakan
Ayakan (g) (%)
(1) (2) (3) (4)
4 20 2,78 97,22
10 80 11,11 86,11
20 100 13,89 72,22
40 150 20,83 51,39
60 210 29,17 22,22
100 95 13,19 9,03
200 40 5,56 3,47
Pan 25 3,47 0,00
720 100,00

Kolom (1) dan (2) merupakan data; Kolom (3) didapatkan dari berat pada setiap
ayakan di bagi berat total, dan kolom (4) adalah pengurangan secara kumulatif untuk
setiap ayakan.

2.6.2 Analisis Hidrometer Tanah


Hydrometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur berat jenis (atau
kepadatan relatif) dari suatu cairan, yaitu rasio kepadatan cairan dengan densitas air.
Hydrometer biasanya terbuat dari kaca dan terdiri dari sebuah batang silinder dan bola
pembobotan dengan merkuri (raksa) untuk membuatnya mengapung tegak. Cara kerja

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 43


hydrometer didasarkan pada prinsip Archimedes dimana benda padat yang
tersuspensi pada fluida (tanah) akan terkena gaya ke atas sebesar gaya berat fluida
yang dipindahkan. Dengan demikian, semakin rendah kerapatan zat tersebut, semakin
jauh hydrometer tenggelam. Seberapa jauh hydrometer tersebut teggelam dapat
dilihat dari skala pembacaan yang terdapat dalam hydrometer itu sendiri.

Analisis hidrometer (ASTM D 422 Standard Test Method for Particle-Size


Analysis of Soils, 1998) atau (SNI 3423:2008 Cara uji analisis ukuran butir tanah ,
2008) dimaksudkan untuk menentukan pembagian ukuran butir (gradasi) dari tanah
yang lewat saringan No. 10. Dasar tes ini adalah hukum stokes untuk jatuhnya bola
dalam cairan kental dimana kecepatan terminal jatuh tergantung dari diameter butir
dan kepadatan tanah dalam suspensi dan cairan sehingga diameter butir dapat
dihitung dari data tentang jarak dan waktu jatuh. Hydrometer juga dapat meentukan
berat jenis dari suspense dan jika memungkinkan, persentase partikel dan diameter
partikel tertentu setara untuk dihitung. Hubungan antara kecepatan jatuh dari suatu
butiran di dalam suatu larutan, diameter butiran, berat jenis butiran, berat jenis larutan
dan kepekaan larutan tersebut. Hubungan tersebut dapat dijabarkan oleh hukum
Stokes sebagai Persamaan 2.4:

𝜌𝑠 − 𝜌𝑤 2 (2.4)
𝜈= 𝐷
18𝜂

(2.5)
18𝜂𝜈
𝐷=√
𝜌𝑠 − 𝜌𝑤

Dimana 𝜈 merupakan kecepatan; 𝜌𝑠 adalah berat isi tanah dan 𝜌𝑤 berat isi air, 𝜂
adalah visikositas air serta 𝐷 adalah diameter partikel tanah.

Jika

𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝐿 (2.6)
𝜈= =
𝑊𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡

Dan, 𝐺𝑠 adalah berat isi tanah

𝜌𝑠 = 𝐺𝑠 𝜌𝑊 (2.7)
Maka kombinasi Persamaannya 2.5; 2.6 dan 2.7 akan menjadi Persamaan 2.8

44 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


(2.8)
18𝜂 𝐿
𝐷=√ √
(𝐺𝑠 − 1)𝜌𝑤 𝑡

Jika satuan 𝜂 adalah (𝑔. 𝑑𝑡)/𝑐𝑚2 , 𝜌𝑤 dalam 𝑔/𝑐𝑚3 dan 𝐿 dalam cm serta 𝐷
dalam mm, maka:

𝐷(𝑚𝑚) 18𝜂[(𝑔. 𝑑𝑡)/𝑐𝑚2 ] 𝐿(𝑐𝑚)


=√ 3

10 (𝐺𝑠 − 1)𝜌𝑤 (𝑔/𝑐𝑚 ) 𝑡(menit)60

(2.9)
30𝜂 𝐿
𝐷=√ √
(𝐺𝑠 − 1)𝜌𝑤 𝑡

Diasumsikan bawah 𝜌𝑤 = 1𝑔/𝑐𝑚3 , dan maka Persamaan 2.9 menjadi


Persamaan 2.10

(2.10)
𝐿
𝐷 = 𝐾√
𝑡

Dengan

(2.11)
30𝜂
𝐾=√
(𝐺𝑠 − 1)

Persamaan 2.11 dengan nilai 𝐾 merupakan fungsi dari 𝐺𝑠 dan 𝜂 yang tergantung
dari suhu. Jika visikositas air(𝜂) diketahui maka nilai 𝐾 dapat dihitung. Nilai visikositas
air(𝜂) untuk suhu tertentu seperti Tabel 2.7.

Tabel 2.7: visikositas air 𝜂 dengan Temperature, ToC


Temperature, viscosity of water,  Temperature, viscosity of water, 
T oC (x10-5 g.s/cm2) T oC (x10-5 g.s/cm2)
16 1,1326
17 1,1038 24 0,9311
18 1,0766 25 0,9100
19 1,0498 26 0,8900
20 1,0245 27 0,8692
21 0,9997 28 0,8509
22 0,9765 29 0,8325
23 0,9534 30 0,8145

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 45


Menggunakan Persamaan 2.11, dapat di cari nilai 𝐾, seperti Tabel 2.8
memberikan nilai 𝐾 untuk variasi berat jenis dan suhu pengujian. Faktor koreksi 𝛼
untuk 𝐺𝑠 yang berbeda seperti Tabel 2.9.

Tabel 2.8: Nilai K (menggunakan Persamaan 2.11)


Temp. Berat Jenis Tanah (Gs)
T oC 2,450 2,500 2,550 2,600 2,650 2,700 2,750 2,800
16 0,015308 0,015050 0,014806 0,014572 0,014350 0,014137 0,013934 0,013739
17 0,015112 0,014858 0,014616 0,014386 0,014166 0,013956 0,013756 0,013563
18 0,014924 0,014673 0,014435 0,014208 0,013991 0,013783 0,013585 0,013395
19 0,014738 0,014490 0,014254 0,014030 0,013816 0,013611 0,013415 0,013227
20 0,014559 0,014314 0,014082 0,013860 0,013648 0,013446 0,013252 0,013067
21 0,014382 0,014140 0,013910 0,013691 0,013482 0,013282 0,013091 0,012908
22 0,014214 0,013975 0,013748 0,013531 0,013325 0,013127 0,012938 0,012757
23 0,014045 0,013809 0,013584 0,013370 0,013166 0,012971 0,012784 0,012606
24 0,013879 0,013646 0,013424 0,013213 0,013011 0,012818 0,012634 0,012457
25 0,013721 0,013491 0,013271 0,013062 0,012863 0,012672 0,012490 0,012315
26 0,013570 0,013342 0,013125 0,012918 0,012721 0,012533 0,012352 0,012179
27 0,013410 0,013185 0,012970 0,012766 0,012571 0,012385 0,012207 0,012036
28 0,013268 0,013045 0,012833 0,012631 0,012438 0,012254 0,012077 0,011908
29 0,013124 0,012903 0,012694 0,012494 0,012303 0,012121 0,011946 0,011779
30 0,012981 0,012763 0,012556 0,012358 0,012169 0,011989 0,011816 0,011651

Tabel 2.9: Nilai Koreksi 𝛼 untuk Berat Jenis, 𝐺𝑠 yang berbeda


Berat Jenis (𝐺𝑠 ) Faktor Koreksi (𝛼)
2,35 1,08
2,45 1,05
2,50 1,03
2,55 1,02
2,60 1,01
2,65 1,00
2,70 0,99
2,75 0,98
2,80 0,97
2,85 0,96
2,95 0,94

Prosedur pelaksanaannya adalah letakan contoh tanah, dalam tabung gelas


(beaker kapasitas 250 cc) seperti Gambar 27. Tanah yang terdapat di Pan (wadah
paling bawah) hasil analisis mekanikal diambil kemudian saring menggunakan ayakan
dengan bukaan lubang 0,074 mm yang berasal dari contoh hasil uji mekanikal dan
timbang beratnya 𝑊 . Ambil sekitar 50 gr (𝑊𝑆 ).

46 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 2.27: Pengujian Hidrometer

Tuangkan sebanyak ± 125 cc larutan + reagent yang telah disiapkan. Kemudian


campur dan aduk sampai seluruh tanah tercampur dengan air. Biarkan tanah terendam
selama ± 16 jam. Tuangkan campuran tersebut dalam mangkuk pengaduk. Jangan
ada butir yang tertinggal atau hilang dengan membilas dengan air (air destilasi) dan
tuangkan air bilasan ke alat. Bila perlu tambah air, sehingga volumenya sekitar lebih
dari separuh penuh. Putarlah alat pengaduk selama lebih dari 1 menit. Kemudian
segera pindahkan suspensi ke gelas silinder pengendap. Jangan ada tanah tertinggal
dengan membilas dan menuangkan air bilasan ke silinder.

Tambahkan air destilasi (aquadest) sehingga volumenya mencapai 1000 cm3.


Di samping silinder isi suspensi tersebut, sediakan gelas silinder kedua yang diisi
hanya dengan air destilasi ditambah reagent sehingga berupa larutan yang keduanya
sama seperti yang dipakai pada silinder pertama. Apungkan hidrometer dalam silinder
kedua ini selama percobaan dilaksanakan.

Tutup gelas isi supensi dengan tutup karet (atau dengan telapak tangan). Kocok
suspensi dengan membolak-balik gelas ke atas dan ke bawah selama 1 menit,
sehingga butir-butir tanah melayang merata dalam air. Gerakan membolak-balik gelas
ini harus sekitar 60 kali. Langsung letakkan silinder berdiri di atas meja dan bersamaan
dengan berdirinya silinder, jalankan stop watch dan merupakan waktu permulaan
pengendapan 𝑡 = 0.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 47


Lakukan pembacaan hidrometer pada saat-saat 𝑡 = 2, 5, 30, 60, 250, 1440 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡
(setelah 𝑅 = 0), dengan cara sebagai berikut : Kira-kira 20 atau 25 detik sebelum
setiap saaat pelaksanaan pembacaan, ambil hidrometer dari silinder kedua, celupkan
secara hati-hati dan pelan-pelan dalam susupensi sampai mencapai kedalaman
sekitar taksiran skala yang akan terbaca, kemudian lepaskan (jangan sampai timbul
goncangan). Kemudian pada saatnya bacalah skala yang ditunjuk oleh puncak
meniskus muka air = 𝑅1 (pembacaan belum dikoreksi). Setelah dibaca, segera ambil
hidrometer pelan-pelan, pindahkan ke dalam silinder kedua. Dalam air disilinder kedua
bacalah skala hidrometer = 𝑅2 (koreksi pembacaan).Apabila digunakan “water bath”
dengan suhu konstan taruhlah kedua silinder dalam water bath dan lakukanlah ini
sesudah pembacaan 2 menit dan sebelum pembacaan 5 menit.

Setelah pembacaan hidrometer, amati dan catat temperatur susupensi dengan


mencelupkan termometer (Gambar 2.28). Setelah pembacaan hidrometer terakhir
selesai dilaksanakan (𝑡 = 1440 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡), tuangkan suspensi ke atas saringan no. 200
seluruhnya, jangan ada butir tertinggal. Cucilah dengan air sampai air yang mengalir
dibawah saringan menjadi jernih dan tidak ada lagi butir halus yang tertinggal.
Pindahkan butir-butir tanah yang tertinggal di atas saringan pada suatu tempat tanpa
ada yang tertinggal, kemudian keringkan dalam oven (dengan temperatur konstan 105
– 110oC).

Kemudian dinginkan dan timbang serta catat berat tanah kering yang diperoleh
= 𝑊1 gram sebagai kontrol dimana seharusnya 𝑊𝑆 = 𝑊1 . Saringlah tanah ini dengan
menggunakan sejumlah saringan kemudian timbang dan catat berat bagian tanah
yang tertinggal di atas tiap saringan. Periksalah bahwa seharusnya jumlah berat dari
masing-masing bagian sama atau dekat dengan berat sebelum disaring.

Bahan dispersi (reagent) adalah penghancuran gumpalan-gumpalan tanah


dengan menggunakan bahan pengurai yaitu antara lain: dengan larutan natrium silikat
(water glass) dengan berat jenis 1,023 untuk gumpalan tanah yang tidak mengandung
kapur, atau dengan larutan natrium heksametaposfat (calgon) yang mengandung 33
gram natrium heksametafosfat (NaPO3) dan 7 gram natrium karbonat anhidrid per liter
untuk menghancurkan gumpalan tanah mengandung kapur dan dapat juga
menggunakan larutan 40 gram sodium heksametafospat dalam 1 liter air suling

48 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Menentukan kedalaman efektif, hanya berlaku untuk hidrometer ASTM 151 H
(Tabel 2.10) dan 152 H (Tabel 2.11) dan menggunakan silinder gelas ukur dengan
luas penampang 27,8 cm2 (diameter 5,95 cm). Pembacaan yang digunakan adalah
pembacaan setelah dikoreksi meniskus. Apabila digunakan hidrometer jenis lain dan
gelas silinder dengan ukuran lain, maka perlu dilaksanakan kalibrasi dan dibuatkan
daftar tersendiri.

Dengan diketahuinya panjang atau tinggi tanah yang tersuspensi ata


mengendap (L) dan lama pengendapan (t), maka dapat dihitung prosentase berat butir
untuk setiap diameter butiran tanah. Nilai L untuk ASTM 152H hydrometer dinyatakan
dengan Persamaan 2.12, Dimana 𝐿1 adalah Jarak sepanjang batang hidrometer dari
atas bulb sampai tanda untuk pembacaan hydrometer (cm) atau Jarak permukaan
campuran (suspensi) ke pusat volume hidrometer; 𝐿2 adalah panjang bulb hidrometer
(14 cm); dan 𝑉𝐵 adalah volume bulb hidrometer (67 cm3) serta 𝐴 adalah luas
penampang sedimentasi (27,8 cm2),

1 𝑉𝐵 (2.12)
𝐿 = 𝐿1 + (𝐿2 + )
2 𝐴

Gambar 2.28: Definisi L hidrometer

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 49


Tabel 2.10: Harga kedalaman efektif 𝐿 untuk Faktor Koreksi 𝑅 yang berbeda-beda
sesuai ASTM D 422 untuk151H Hydrometer
Pembacaan Pembacaan Pembacaan
Hidrometer, L (cm) Hidrometer, L (cm) Hidrometer, L (cm)
R R R
0 16,3
1 16,0 14 12,6
2 16,8 15 12,3 27 9,2
3 15,5 16 12,1 28 8,9
4 15,2 17 11,8 29 8,8
5 15,0 18 11,5 30 8,6
6 14,7 19 11,3 31 8,1
7 14,4 20 11,0 32 7,8
8 14,2 21 10,7 33 7,6
9 13,9 22 10,5 34 7,3
10 13,7 23 10,2 35 7,0
11 13,7 24 10,0 36 6,8
12 13,1 25 9,7 37 6,5
13 12,9 26 9,4 38 6,2

Sumber: (Tabel 2 AASHTO T88-00 dan Tabel 2 ASTM D 22-63 (Reapproped 1998)

Tabel 2.11: Harga kedalaman efektif 𝐿 untuk Faktor Koreksi 𝑅 yang berbeda-beda
sesuai ASTM D 422 untuk 152H Hydrometer
Pembacaan Pembacaan Pembacaan
Hidrometer, L (cm) Hidrometer, L (cm) Hidrometer, L (cm)
R R R
0 16,3
1 16,1 21 12,9 41 9,6
2 16,0 22 12,7 42 9,4
3 15,8 23 12,5 43 9,2
4 15,6 24 12,4 44 9,1
5 15,5 25 12,2 45 8,9
6 15,3 26 12,0 46 8,8
7 15,2 27 11,9 47 8,6
8 15,0 28 11,7 48 8,4
9 14,8 29 11,5 49 8,3
10 14,7 30 11,4 50 8,1
11 14,5 31 11,2 51 7,9
12 14,3 32 11,1 52 7,8
13 14,2 33 10,9 53 7,6
14 14,0 34 10,7 54 7,4
15 13,8 35 10,6 55 7,3
16 13,7 36 10,4 56 7,1
17 13,5 37 10,2 57 7,0
18 13,3 38 10,1 58 6,8
19 13,2 39 9,9 59 6,6
20 13,0 40 9,7 60 6,5
Sumber: (Tabel 2 AASHTO T88-00 dan Tabel 2 ASTM D 22-63 (Reapproped 1998)

50 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Contoh C2.4:

Saat pembacaan 𝑅 = 0 panjang 𝐿1 =10,25 cm dan pada saat 𝑅 = 50 sepanjang 2,45


cm. Tentukan untuk pembacaan setiap 𝑅.

Penyelesaian :

10,25 − 2,45
𝐿1 = 10,25 − ( ) 𝑅 = 10,25 − 0,156𝑅
50

Menggunakan Persamaan

1 𝑉𝐵
𝐿 = 𝐿1 + (𝐿2 + )
2 𝐴

Maka dengan 𝐿2 = 14 𝑐𝑚 dan 𝑉𝐵 = 67 𝑐𝑚3 dan 𝐴 = 27,8 𝑐𝑚2

1 67
𝐿 = (10,25 − 0,156𝑅) + (14 + ) = (10,25 − 0,156𝑅) + 5,79 = 4,46 + 0,156𝑅
2 27.8

Dimana 𝑅 adalah nilai koreksi meniscus atau faktor kalibrasi dari alat di simbolkan
sebagai 𝑅𝑎 .

Prosentase lolos (N) dihitung dengan menggunakan

𝑅𝑡 − 𝑅𝑎 (2.13)
𝑁=( )𝛼
𝑊𝑆
Persamaan 2.13 dengan nilai 𝑁 merupakan prosentase lolos dan 𝑅𝑡 pembacaan
nilai 𝑅 pada menit 𝑡 dan 𝑅𝑎 faktor kalibrasi dari alat serta nilai berat jenis di koreksi
menggunakan nilai 𝛼. Prosentase aktual (𝑁𝑎 ) didapatkan dengan Persamaan 2.14
dimana 𝑊𝑆 adalah prosentase lolos saringan No.200.

𝑊 (2.14)
𝑁𝑎 = 𝑁 ( )
100
Contoh C2.5:

Hasil uji analisis hidrometer untuk tanah dengan berat jenis 2,67 dengan butir
lolos untuk ayakan No.200 didapatkan dari Contoh C2.1, nilai koreksi meniscus atau
faktor kalibrasi dari alat 𝑅𝑎 = −1, Temperatur saat pengujian 𝑇 = 28𝑜 𝐶. Berat tanah
yang diuji sebanyak 𝑊 = 50 𝑔𝑟, menghasilkan data seperti Tabel C2.3 dimana
prosentase tertahan sebesar 3,47%. Tentukan prosentase lolos saringan sesuai
dengan diameternya dan gambarkan kurva distribusinya.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 51


Tabel C2.3: Hasil pembacaan hidrometer
Waktu Pembacaan Hidrometer, Ri
0,25 48
0,50 42
1,00 39
2,00 35
5,00 32
15,00 22
30,00 19
60,00 15
250,00 9
1440,00 3

Penyelesaian:

Diketahui nilai koreksi meniscus atau faktor kalibrasi dari alat 𝑅𝑎 = −1, sehingga
dilakukan koreksi pembacaan untuk setiap waktu pada Temperatur 28oC, 𝑡𝑖 , contoh
penghitungan koreksi untuk waktu 𝑡0,25 , pembacaan 𝑅0,25 = 48, maka menjadi 𝑅 =
𝑅0,25 − 𝑅𝑎 = 48 − (−1) = 49.

Menghitung nilai prosentase lolos, 𝑁 (% lolos) dengan terlebih dahulu mencari


nilai koreksi 𝛼 untuk berat jenis 𝐺𝑆 = 2,67, didapatkan untuk

𝐺𝑆 = 2,65 → 𝛼 = 1,00

𝐺𝑆 = 2,70 → 𝛼 = 0,99

Menggunakan intervolasi didapatkan:

1,00 − 0,99
𝛼=( ) (2,67 − 2,65) + 1 = 0,996
2,65 − 2,70

Dengan 𝑊𝑆 = 50 𝑔𝑟, maka prosentase lolos untuk 𝑡 = 0,25 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡, dan


(𝑅𝑡 − 𝑅𝑎 ) = 49

𝑅𝑡 − 𝑅𝑎 49
𝑁=( ) 𝛼 = ( ) 0,996 = 97,608%
𝑊𝑆 50

Nilai 𝐿 untuk 𝑅 = 49 dari Tabel 8. sesuai ASTM 152H Hydrometer, didapatkan


Nilai 𝐿 = 8,3 𝑐𝑚. Besar Diamater (𝐷) dapat ditentukan dengan menentukan besaran
nilai (𝐾), yang didapatkan dari Persamaan 2.11 atau Tabel 2.8. Untuk Berat jenis 𝐺𝑆 =
2,67, pada 𝑇 = 28𝑜 𝐶, dilakukan interpolasi:

52 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


𝐺𝑆 = 2,65 → 𝐾 = 0,012438

𝐺𝑆 = 2,70 → 𝐾 = 0,012254

0,012438 − 0,012254
𝐾=( ) (2,67 − 2,65) + 0,012438 = 0,012364
2,65 − 2,70

𝐿 8,3
𝐷 = 𝐾√ = 0,012364 √ = 0,0712 𝑚𝑚
𝑡 0,25

Prosentase aktual (𝑁𝑎 ) didapatkan dengan Persamaan 2.12 dengan lolos untuk
ayakan No.200 yang didapatkan dari Tabel C2.2 dengan prosentase tertahan sebesar
3,47 %, maka 𝑊 = (100 − 3,47)% = 96,53%.

𝑊 96,53
𝑁𝑎 = 𝑁 ( ) = 97,608 ( ) = 94,221%
100 100

Jadi untuk Ukuran 𝐷 (𝑚𝑚) = 0,0712 𝑚𝑚, prosentase lolos sebesar 95,314%.

Menggunakan cara yang sama dilakukan hitungan untuk 𝑡𝑖 sampai dengan


pembacaan 𝑡 = 1440 𝑚𝑒𝑛𝑖𝑡. Hasil hitungan lengkap seperti Tabel C2.4.

Tabel C2.4: Hasil hitungan analisis hidrometer


Waktu, Koreksi
Pembacaan, % Lolos 𝐿 % Lolos
𝑡 Pembacaan L (cm) √ D (mm)
𝑅𝑡 (𝑁) 𝑡 aktual, 𝑁𝑎
(menit) 𝑅𝑡 − 𝑅𝑎
0,25 48 49 97,608 8,3 5,7619 0,0712 94,221
0,50 42 43 85,656 9,2 4,2895 0,0530 82,684
1,00 39 40 79,680 9,7 3,1145 0,0385 76,915
2,00 35 36 71,712 10,4 2,2804 0,0282 69,224
5,00 32 33 65,736 10,9 1,4765 0,0183 63,455
15,00 22 23 45,816 12,5 0,9129 0,0113 44,226
30,00 19 20 39,840 13,0 0,6583 0,0081 38,458
60,00 15 16 31,872 13,7 0,4778 0,0059 30,766
250,00 9 10 19,920 14,7 0,2425 0,0030 19,229
1440,00 3 4 7,968 15,6 0,1041 0,0013 7,692

Berdasarkan Tabel tersebut di atas digambarkan Kurva Distribusi Partikelnya,


yang hasilnya seperti Gambar C2.1 Berikut,

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 53


Gambar C2.1: Kurva Distribusi Partikel hasil Analisis Hidrometer

2.7 Kurva Distribusi Ukuran Partikel Tanah


Kurva distribusi ukuran partikel dapat digunakan untuk menentukan empat
parameter berikut untuk tanah tertentu (Gambar 2.29):

Gambar 2.29: Definisi dari D10, D25, D30, D60, dan D75

54 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Ukuran efektif (D10): Parameter ini adalah diameter dalam kurva distribusi
ukuran partikel yang sesuai dengan 10% lebih halus. Ukuran efektif dari tanah granular
adalah ukuran yang baik untuk memperkirakan konduktivitas dan drainase hidrolik
melalui tanah.

Uniformity coefficient atau ukuran keseragaman, (𝐶𝑢 ) didefinisikan sebagai


prosentase berat lolos butiran 𝐷60 dibagi dengan 𝐷10 , ditentukan dengan Persamaan
2.15 dan Coefficient of gradation (𝐶𝑐 ) dinyatakan dengan Persamaan 2.16

𝐷60 (2.15)
𝐶𝑢 =
𝐷10

2
𝐷30 (2.16)
𝐶𝑐 =
𝐷60 𝑥𝐷10

Koefisien penyortiran (𝑆0 ) adalah parameter yang merupakan ukuran


keseragaman dan umumnya ditemukan pada pekerjaan geologi dan dinyatakan
dengan Persamaan 2.17

(2.17)
𝐷75
𝑆0 = √
𝐷25

Persentase partikel kerikil, pasir, lanau, dan tanah liat yang ada di dalam tanah
dapat diperoleh dari kurva distribusi ukuran partikel. Sebagai contoh, kita akan
menggunakan kurva distribusi ukuran partikel yang ditunjukkan pada Gambar 2.29
untuk menentukan partikel ukuran kerikil, pasir, lanau, dan tanah liat didapatkan data
sebagai berikut:

Contoh C2.6:

Data hasil uji seperti Tabel C2.5, sebagai berikut

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 55


Tabel C2.5: Hasil uji analisa saringan

Ayakan Berat Tertahan di setiap Prosentase Tertahan Setiap Percent finer


mm
no. ayakan (g) Ayakan (% Lolos)
4,750 4 0,0 0,00 100,00
3,350 6 30,5 5,94 94,06
2,000 10 50,6 9,86 84,20
0,850 20 135,2 26,34 57,86
0,425 40 98,0 19,09 38,77
0,250 60 78,4 15,27 23,50
0,150 100 55,6 10,83 12,66
0,075 200 40,0 7,79 4,87
Pan 25,0 4,87 0,00
a. Gambarkan kurva distribusinya

b. Tentukan prosentase butir D60, D30, dan D10

c. Hitung koefisien keseragamannya (Cu)

d. Hitung koefisien gradasi (Cc)

Penyelesaian:

Gambar C2.2: Kurva distribusi partikel butir tanah

56 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


a. Berdasarkan ukuran saringan atau ayakan dan prosentase lolos dapat
digambarkan kurva distribusi butir tanah, seperti Gambar C2.2

b. Menggunakan Gambar C2.2 didapatkan nilai

D60 = 0,9 mm; D30 = 0,31 mm dan D10 = 0,12 mm

c. Uniformity coefficient atau ukuran keseragaman, (Cu) didefinisikan sebagai


prosentase berat lolos butiran D60 dibagi dengan D10.
𝐷60 0,90
𝐶𝑢 = = = 7,50
𝐷10 0,12

d. Coefficient of gradation (Cc) atau koefisien gradasi dinyatakan dengan

2
𝐷30 0,312
𝐶𝑐 = = = 0,89
𝐷60 𝑥𝐷10 (0,90)(0,12)

Contoh C2.7:

Data hasil uji seperti Tabel C2.6, sebagai berikut

Tabel C2.6: Hasil uji analisa Mekanika


Analisa mm Sieve no. Percent finer (% Lolos)
Sieve 0,425 40 100
0,180 80 96
0,090 170 85
0,075 200 80
Hydrometer 0,0400 58
0,0200 38
0,0100 24
0,0050 13
0,0015 6
a. Gambarkan kurva distribusi partikel (grain-size distribution curve) dan tentukan
prosentase kerikil, pasir dan lempung sesuai MIT system
b. Tentukan prosentase kerikil, pasir dan lempung sesuai USDA system
c. Tentukan prosentase kerikil, pasir dan lempung sesuai AASHTO system

Penyelesaian:

Hasil penggambaran kurva distribusi partikel (grain-size distribution curve)


seperti Gambar C2.3 untuk MIT system (Tabel 2.3), didapatkan nilai untuk prosentase
lolos pada saringan 2 mm sebesar 100%; dan saringan 0,06 mm sebesar 72% serta
0,002 mm sebesar 8%.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 57


Gambar C2.3: Kurva distribusi partikel butir tanah Contoh C2.4 untuk MIT System

MIT System

> 2 mm Gravel (Kerikil) (100-100)% = 0%


0,06 < x < 2 mm Sand (Pasir) (100-72)% = 28%
0,002 < x < 0,06 mm Silt (Lempung) (72-8)% = 64%
< 0,002 mm Clay (Lanau) (8-0)% = 8%

Menggunakan cara yang sama didapatkan untuk USDA (Gambar C2.4) dan
AASHTO (Gambar C2.5) dari Tabel 2.3.

Menggunakan USDA System didapatkan Prosentase lolos 2 mm = 100% dan


Prosentase lolos 0,05 mm = 66% serta Prosentase lolos 0,002 mm = 8%.

USDA System
> 2 mm Gravel (Kerikil) (100-100)% = 0%
0,05 < x < 2 mm Sand (Pasir) (100-66)% = 34%
0,002 < x < 0,05 mm Silt (Lempung) (66-8)% = 64%
< 0,002 mm Clay (Lanau) (8-0)% = 8%

58 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Gambar C2.4: Kurva distribusi partikel butir tanah Contoh C2.4 untuk USDA System

Gambar C2.5: Kurva distribusi partikel butir tanah Contoh C2.4 untuk AASHTO System

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 59


AASHTO System
Prosentase lolos 2 mm = 100%
Prosentase lolos 0,05 mm = 80%
Prosentase lolos 0,002 mm = 8%
> 2 mm Gravel (Kerikil) (100-100)% = 0%
0,075 < x < 2 mm Sand (Pasir) (100-80)% = 20%
0,002 < x < 0,075 mm Silt (Lempung) (80-8)% = 72%
< 0,002 mm Clay (Lanau) (8-0)% = 8%

2.8 Bentuk Partikel


Bentuk partikel yang ada dalam massa tanah sama pentingnya dengan
distribusi ukuran partikel karena memiliki pengaruh signifikan terhadap sifat fisik suatu
tanah. Namun, tak banyak perhatian yang dilakukan pada bentuk partikel karena lebih
sulit diukur. Bentuk partikel umumnya dapat dibagi menjadi tiga kategori utama:

1) Bulky (besar)
2) Flaky (serpihan)
3) Needle shaped (berbentuk Jarum)

Gambar 30: Bentuk Bulky partikel tanah (Das & Sobhan, 2014)

60 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


Bulky (Gambar 30) adalah partikel berukuran besar sebagian besar dibentuk
oleh pelapukan mekanik batuan dan mineral. Ahli geologi menggunakan istilah seperti
sudut, subangular, subround, dan bulat untuk menggambarkan bentuk partikel besar.

Partikel serpihan memiliki sferisitas yang sangat rendah-biasanya 0,01 atau


kurang. Partikel ini sebagian besar adalah mineral tanah liat. Partikel berbentuk jarum
jauh kurang umum dibanding dua jenis partikel lainnya. Contoh tanah yang
mengandung partikel berbentuk jarum adalah beberapa endapan karang dan lempung
attapulgite.

I. SOAL
SOAL PILIHAN GANDA

2.1 Proses alterasi dan fragsinasi batuan dan material tanah pada dan/atau dekat
permukaan bumi yang disebabkan karena proses fisik, kimia dan biologi
dinamakan:
a. Pelapukan c. Fermentasi
b. Sedimentasi d. Fluktuasi

2.2 Berdasarkan batuan induknya, batuan dapat dibagi menjadi tiga tipe dasar yaitu
batuan beku, sedimen, dan peralihan. Pembentukan berbagai jenis batuan dan
proses yang terkait dengannya. Ini disebut...
a. Siklus pembekuan c. Siklus Sedimentasi
b. Siklus batuan d. Siklus metamorph (peralihan)

2.3 Proses pembekuan magma yang terdapat di dalam lapisan bumi yang dalam
atau dari hasil pembekuan magma yang keluar akibat letusan gunung berapi
akan menghasilkan batuan:
a. Batuan beku c. Batuan malihan
b. Batuan sedimen d. Tanah endapan

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 61


2.4 Serangkaian urutan pembentukan mineral yang terbentuk dari hasil
pendinginan magma dan perbedaan kandungan magma, dengan asumsi dasar
bahwa semua magma berasal dari magma induk yang bersifat basa.,
dinamakan:
a. Deret Reaksi Rowan c. Deret Reaksi Dis-continued
b. Deret Reaksi Continued d. Deret Reaksi Bowen

2.5 Mineral yang terbentuk dengan kecepatan pendinginan yang lambat akan
memiliki bentuk dan ukuran kristal:
a. Sama dengan batuan induk c. lebih kecil
b. lebih besar d. sedikit lebih kecil

2.6 Pelapukan yang disebabkan oleh ekspansi dan kontraksi batuan dari kelebihan
atau kehilangan panas yang terus berlanjut, yang mengakibatkan disintegrasi
utama, adalah
a. Pelapukan organis c. Pelapukan mekanis
b. Pelapukan kimia d. Pelapukan karena transportasi

2.7 Pelapukan yang terjadi ketika batuan asli dan tanah teruraikan menjadi mineral
baru melalui suatu reaksi adalah
a. Pelapukan organis c. Pelapukan mekanis
b. Pelapukan kimia d. Pelapukan karena transportasi

2.8 Pelapukan yang disebabkan oleh makhluk hidup yang memecah batu baik
secara fisik maupun kimia adalah
a. Pelapukan organis c. Pelapukan mekanis
b. Pelapukan kimia d. Pelapukan karena transportasi

2.9 Batuan yang terbentuk di permukaan bumi pada kondisi temperatur dan
tekanan yang rendah. Batuan ini berasal dari batuan yang lebih dahulu
terbentuk, yang mengalami pelapukan, erosi, dan kemudian lapukannya
diangkut oleh air, udara, atau es, adalah:
a. Batuan beku c. Batuan malihan
b. Batuan sedimen d. Tanah endapan

62 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


2.10 salah satu kelompok utama batuan yang merupakan hasil transformasi atau
ubahan dari suatu tipe batuan yang telah ada sebelumnya, protolith, oleh suatu
proses perubahan bentuk adalah batuan:
a. Batuan beku c. Batuan malihan
b. Batuan sedimen d. Tanah endapan

2.11 Perubahan bentuk dalam skala besar yang di alami batuan di dalam kulit bumi
yang lebih dalam, sebagai akibat dari terbentuknya pegunungan (vulkanik)
adalah
a. Metamorfosis lokal c. Metamorfosis general
b. Metamorfosis regional d. Metamorfosis kontak
2.12 perubahan bentuk yang di alami batuan sebagai akibat dari instruksi benda
magma panas di sekitarnya (misalnya granit), adalah:
a. Metamorfosis lokal c. Metamorfosis general
b. Metamorfosis regional d. Metamorfosis kontak

2.13 Tanah yang terbentuk ketika danau berfungsi sebagai tempat pengendapan
dari partikel-partikel tanah yang terbawa oleh air sungai yang bermuara di
danau tersebut dinamakan
a. Tanah alluvial c. Tanah lacustrine
b. Tanah residusial d. Tanah pasir

2.14 Pergerakan angin melalui daerah bertanah pasir atau lanau yang luas akan
membawa partikel-partikel berukuran pasir dan lanau. Partikel-partikel yang
lebih besar dari 0,05 mm (pasir) akan berguling atau terangkat ke udara untuk
jarak yang relative pendek dan akan tertumpuk membentuk bukit-bukit pasir
gundukan pasir yang berbentuk seperti bulan sabit, adalah:
a. Sand Dune c. Whate back paus
b. Barchan d. loose condition

2.15 Tanah yang berpotensi mengalami pengembangan (peningkatan volume) bila


tereskpos terhadap air, adalah:
a. Clay shales c. Tanah expansive
b. Tanah collapsible d. Quick clay

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 63


2.16 Perubahan dari sedimen atau batuan sedimen yang ada menjadi batuan
sedimen yang berbeda selama dan setelah terbentuknya batuan (litifikasi), pada
suhu dan tekanan kurang dari yang dibutuhkan untuk pembentukan batuan
metamorf, adalah:
a. Plagesis c. Diagenesis
b. Metagenesis d. Plutonimesis

2.17 Perlapisan berulang di batuan metamorf, adalah


a. Foliasi c. Felliasi
b. Praktuasi d. Prakonstraksi

2.18 Butiran-butiran mineral yang membentuk bagian padat dari tanah merupakan
hasil pelapukan dari batuan. Ukuran setiap butiran padat tersebut bervariasi dan
sifat-sifat fisik dari tanah banyak tergantung dari faktor-faktor ukuran, bentuk
dan komposisi kimia dari butiran. Tanah umumnya dapat disebut sebagai kerikil
(gravel), pasir (sand), lanau (silt) atau lempung (clay), tergantung pada ukuran
partikel yang paling dominan pada tanah tersebut. Tanah termasuk lanau
Massachusetts Institute of Technology (MIT) jika ukurannya:
a. Kurang dari 0,002 mm c. 0,060 – 2,000 mm
b. 0,002 – 0,060 mm d. Lebih besar dari 2,000 mm

2.19 Perbandingan antara berat butir tanah dan berat air suling dengan isi yang sama
pada suhu tertentu, adalah

a. Berat satuan c. Berat jenis


b. Berat isi d. Berat massa

2.20 Menentukan gradasi atau pembagian ukuran butir tanah (grain size distribution)
dari suatu sample tanah dengan menggunakan suatu saringan, batasan
penggunaan analisis saringan untuk tanah berbutir kasar (mekanikal) dan tanah
berbutir halus (hidrometer) adalah dengan ukuran bukaan saringan ...

a. 2,800 mm c. 1,400 mm
b. 2.000 mm d. 0,425 mm

64 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


SOAL ESAI
2.21 Hasil uji saringan butir tanah menghasilkan data seperti Tabel P.2.1 sebagai
berikut:
Tabel P.2.1: Hasil uji ayakan
Berat Tertahan pada setiap
Ayakan No.
Ayakan (g)
4 20
10 95
20 110
40 145
60 195
100 75
200 60
Pan 25
Total 725

a. Gambarkan kurva distribusinya (grain size distribution curve)


b. Tentukan prosentase butir D60, D30, dan D10.
c. Hitung koefisien keseragamannya atau Uniformity coefficient (Cu)
d. Hitung koefisien gradasi atau Coefficient of gradation (Cc)

2.22 Hasil uji saringan butir tanah menghasilkan data seperti Tabel P.2.2 sebagai
berikut:
Tabel P.2.2: Hasil uji ayakan
Berat Tertahan pada setiap
Ayakan No.
Ayakan (g)
4 0
10 40
20 60
40 95
60 155
80 215
100 90
200 65
Pan 10
Total 730

a. Gambarkan kurva distribusinya (grain size distribution curve)


b. Tentukan prosentase butir D60, D30, dan D10.
c. Hitung koefisien keseragamannya atau Uniformity coefficient (Cu)
d. Hitung koefisien gradasi atau Coefficient of gradation (Cc)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 65


2.23 Ulangi soal 2.23 di atas dengan menggunakan data tanah seperti Tabel P.2.3
sebagai berikut:
Tabel P.2.3: Hasil uji ayakan
Berat Tertahan pada setiap
Ayakan No.
Ayakan (g)
4 0
6 40
10 60
20 95
40 155
60 215
100 90
200 65
Pan 10
Jumlah 730

a. Gambarkan kurva distribusinya (grain size distribution curve)


b. Tentukan prosentase butir D60, D30, dan D10.
c. Hitung koefisien keseragamannya atau Uniformity coefficient (Cu)
d. Hitung koefisien gradasi atau Coefficient of gradation (Cc)

2.24 Hasil analisis sampel agregat tanah untuk pengujian laboratorium analisis
saringan menghasilkan data untuk tiga sampel seperti Tabel P.2.4,
dilambangkan dengan Tanah A, Tanah B, dan Tanah C,

Tabel P.2.4: Hasil uji ayakan Tanah A, B, dan C


Ayakan
Berat Tertahan pada setiap Ayakan (g)
No.
Tanah A Tanah B Tanah C
4 10 10 10
6 25 25 40
10 45 10 15
20 60 60 90
40 90 75 145
60 155 180 95
100 95 110 55
200 65 90 20
Pan 5 5 5
Jumlah 550 565 475

a. Tentukan nilai Cu dan CC untuk Tanah A, B, dan C.


b. Mana yang lebih kasar: Tanah A, B atau Tanah C

66 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ


2.25 Data hasil uji seperti Tabel P.2.5, sebagai berikut

Tabel P.2.5 Hasil uji analisa Mekanika


Analisa mm Sieve no. Percent finer (% Lolos)
Sieve 0,850 20 100
0,600 30 96
0,425 40 90
0,250 60 76
0,180 80 65
0,075 200 34
Hydrometer 0,0500 27
0,0300 19
0,0150 11
0,0060 7
0,0040 6
0,0015 5
a. Gambarkan kurva distribusi partikel (grain-size distribution curve) dan
tentukan prosentase kerikil, pasir dan lempung sesuai MIT system
b. Sesuai pertanyaan (a) tentukan untuk USDA system
c. Sesuai pertanyaan (a) tentukan untuk AASHTO system

J. REFERENSI
AASHTO D. : T88-00, Standard method of test for particle size analysis of soils . (t.thn.).
ASTM D 421 Practice for Dry Preparation of Soil Samples for Particle-Size Analysis and
Determination of Soil Constants. (1998). West Conshohocken, PA 19428-2959,
United States: American Society for Testing and Materials.
ASTM D 422 Standard Test Method for Particle-Size Analysis of Soils. (1998). West
Conshohocken, PA 19428-2959, United States: American Society for Testing and
Materials.
BBC. (2017). Chemical weathering. Diambil kembali dari BBC:
http://www.bbc.co.uk/education/guides/zwd2mp3/revision/2
Das, B. M., & Sobhan, K. (2014). Principles of Geotechnical Engineering. Stamford, CT
06902 USA: Cengage Learning.
Dharmawansyah, D. (2015, 8 9). Mekanika Tanah_2 : Tanah. Diambil kembali dari
blogspot.co.id: https://2.bp.blogspot.com/-mRn_LO-
qodY/VCb8E4LV9qI/AAAAAAAAATU/i-4JeukW7Us/s1600/cut_in_residual_soil.jpg
Earle, S. (2017). 5.4 Weathering and the Formation of Soil. Diambil kembali dari Physical
Geology: http://opentextbc.ca/geology/wp-
content/uploads/sites/110/2015/07/image053.jpg
Geology.com. (2017). Diorite. Diambil kembali dari Geology: Rocks and Mineral:
https://flexiblelearning.auckland.ac.nz/rocks_minerals/rocks/images/diorite.jpg

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 67


Geology.com. (2017). Gabbro. Diambil kembali dari Geology: Roks and Mineral:
https://flexiblelearning.auckland.ac.nz/rocks_minerals/rocks/images/gabbro1.jpg
Geology.com. (2017). Granite. Diambil kembali dari Geology: Rock and Mineral:
http://geology.com/rocks/pictures/granite-coarse-grained-380.jpg
Geology.com. (2017). Peridotite (Dunite). Diambil kembali dari Geology: Rocks and Mineral:
https://flexiblelearning.auckland.ac.nz/rocks_minerals/rocks/images/peridotite.jpg
Geology.com. (2017). Quartzite. Diambil kembali dari Geology.com:
http://geology.com/rocks/quartzite.shtml
Lestari, S. (2013). Identifikasi Jenis-Jenis Batuan Di Kabupaten Mamuju Provinsi Sulawesi
Barat (Penelitian pada Ekspedisi Negara Kesatuan Republik Indonesia Koridor
Sulawesi 2013). Jakarta: Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Ilmu
Tarbiyah Dan Keguruan Universitas Islam Negeri (Uin) Syarif Hidayatullah.
McDonald, Q. (2015, 5 29). Sand Dunes on the Border. Diambil kembali dari QuinnCreative:
http://www.quinncreative.com/wp-content/uploads/4650485-md-300x200.jpg
McNeely, J., & Loua, S. (2017). Weathering & ErosIon on emaze. Diambil kembali dari
Emaze: http://userscontent2.emaze.com/images/e4b95dfc-db3f-4efb-a4c7-
af1ce3b4bf6b/7f7e98c5-5e28-4776-bc28-f34b177137d7.jpg
Monroe, J. S., & Wicander, R. (2015). The Changing Earth: Exploring Geology and Evolution
(7th ed.). Stamford-USA: Cengage Learning.
Mulyono, T. (2003). Teknologi Beton. Yogyakarta: Andi Offset.
Pettijohn, F., Potter, P., & Siever, R. (1987). Sand and Sandstone. Berlin: Springer-Verlag.
Pinterest. (2017). Sanctuaries For The Sisterhood. Diambil kembali dari Pinterest.com:
https://i.pinimg.com/originals/c9/c3/d4/c9c3d46022eaab9d059f16505f3f6015.jpg
SNI 1964:2008 Cara uji berat jenis tanah. (2008). Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 3423:2008 Cara uji analisis ukuran butir tanah . (2008). Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
Sudarsono, U., & Hasibuan, H. (2011, September). Karakteristik Geologi Teknik Tanah
Residu Batuan Sedimen Kuarter Bawah Daerah Kertajati, Majalengka, Jawa Barat.
Jurnal Geologi Indonesia, 6(3), 177-189.
Supriadi. (2015, 11 29). Garis Pantai. Diambil kembali dari Blogspot.co.id:
http://2.bp.blogspot.com/-
Yx1xEvpYjaI/Vl867Dhxn8I/AAAAAAAAANs/XKf5Yu7Vp4I/s400/los-organos-spanyol-
batu-karang-unik2.jpg
Thadani, R. (2011, 12 14). Tanah aluvial di daerah Amazon Basin. Diambil kembali dari
Wikipedia.org: https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Amazon_alluvium_deposit_-
_autazes.jpg
The Editors of Encyclopædia Britannica. (2017). Till: Geology. Diambil kembali dari
Encyclopædia Britannica, Inc. : https://media1.britannica.com/eb-media/96/131196-
004-DBD591CA.jpg
The University of Auckland . (2005). Metamorphic rocks. Diambil kembali dari Geology: Rock
and Minerals:
https://flexiblelearning.auckland.ac.nz/rocks_minerals/rocks/metamorphic.html
The University of Auckland. (2005). Metamorphic rocks: Schist. Diambil kembali dari The
University of Auckland:
https://flexiblelearning.auckland.ac.nz/rocks_minerals/rocks/schist.html
Thompson, G. R., & Turk, J. (1997). Introduction to Physical Geology (2nd ed.). Pacific
Grove-USA: Brooks-Cole Publishing.
68 Mulyono,T (2017).,Modul 2: Sifat dam Karakteristik Tanah, Jakarta: FT-UNJ
Verhoef, P. (1985). Geologi Untuk Teknik Sipil. Jakarta : Erlangga.
Wikibooks. (2017, 2 10). Historical Geology/Mechanical weathering and erosion. Diambil
kembali dari Wikibooks.org:
https://en.wikibooks.org/wiki/Historical_Geology/Mechanical_weathering_and_erosio
n
Wikipedia. (2017, 3 25). Batuan sedimen. Diambil kembali dari Wikipedia.org:
https://id.wikipedia.org/wiki/Batuan_sedimen
Wikiwand. (2017). Deret reaksi Bowen. Diambil kembali dari Wikiwand.com:
http://www.wikiwand.com/id/Deret_reaksi_Bowen

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 69

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai