net/publication/359545427
CITATIONS READS
0 74
3 authors, including:
Tri Mulyono
Jakarta State University
56 PUBLICATIONS 19 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Tri Mulyono on 29 March 2022.
Kepadatan
Tanah, CPT
dan SPT
Tri Mulyono
Staft Pengajar Program Studi D3 Transportasi. FT UNJ
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id
Kepadatan Tanah, CPT dan SPT
Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi
Tri Mulyono
Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id
Hak Cipta© 2017 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang
memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam
atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis
Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan modul ini yang berisi materi untuk matakuliah Mekanika Tanah Dan
Pondasi di Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017. Modul ini merupakan
rangkaian materi yang terdiri dari:
5 | Klasifikasi tanah
Penulis
Tri Mulyono
A. Tujuan _____________________________________________________ 1
B. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _ 1
C. Kegiatan (Strategi/Metode) ____________________________________ 2
D. Tugas _____________________________________________________ 2
E. Tes/Evaluasi & Tagihan _______________________________________ 2
F. Sumber dan Media Pembelajaran _______________________________ 3
G. Rangkuman Materi __________________________________________ 3
H. Materi Pembelajaran _________________________________________ 3
6.1 Prinsip Umum Pemadatan _________________________________ 3
6.2 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Laboratorium _____________ 5
6.3 Pengujian Laboratorium Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI
1742:2008 _____________________________________________ 5
6.3.1 Peralatan Pengujian ________________________________ 5
I. Soal______________________________________________________ 83
J. Referensi _________________________________________________ 90
A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengklasifikasikan tanah.
Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
6.1 Pemadatan 6.1.1 Mahasiswa mampu memahami dan 80’
tanah (soil menjelaskan Pemadatan tanah prinsip (soil
compaction) compaction) di Laboratorium
6.1.2 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
tanah di Laboratorium
6.1.3 Mahasiswa mampu menjelaskan kepadatan
lapangan
6.1.4 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
lapangan
6.1.5 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
relatif
6.2 Pengujian Sondir 6.2.1 Mahasiswa mampu memahami dan 60’
menjelaskan Pengujian Sondir
6.2.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian
Sondir
6.3 Pengujian SPT 6.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan 60’
menjelaskan Pengujian SPT
6.3.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian
SPT
6.4 Ringkasan - 6.4.1 Mahasiswa mampu mengerjakan tugas 3 x 24 Jam
Topik#6: secara mandiri
pengujian tanah 6.4.2 Mahasiswa mampu menyelesaikan tepat
(soil tests) di waktu
laboratorium dan
lapangan
C. KEGIATAN (STRATEGI/METODE)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas
tentang materi kajian; Membuka sesi diskusi; dan Memberikan tugas individu dan
kelompok
D. TUGAS
Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat tugas
ringkasan sebagai tugas mandiri dengan lama tugas 3 x 24 Jam dan tugas kelompok
dengan waktu 7 x 24 jam.
G. RANGKUMAN MATERI
H. MATERI PEMBELAJARAN
Timbunan tanah untuk lapis tanah dasar atau lapis pondasi jalan raya, tanggul
tanah, bendungan tanah dan banyak struktur teknik lainnya, jika menggunakan tanah
yang gembur memerlukan suatu proses pemadatan agar terjadi peningkatan kekuatan
tanah melalui kenaikan berat volumenya dengan demikian meningkatkan daya dukung
pondasi untuk mendukung struktur di atasnya. Selain itu pemadatan dapat mengurangi
besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kestabilan lereng
timbunan (embankments). Alat pemadat mekanis seperti smooth-wheel rollers, dan
vibratory rollers adalah umumnya digunakan di lapangan untuk pemadatan tanah.
Saat kadar air 𝑤0 = 0, berat volume basah dari tanah (𝛾) adalah sama dengan
berat volume keringnya (𝛾𝑑 ), atau 𝛾 = 𝛾𝑑(𝑤=0) = 𝛾1 . Jika kadar air tanah ditingkatkan
terus secara bertahap dengan cara pemadatan yang sama, maka berat padat tanah
persatuan volume akan meningkat secara bertahap. Misalnya, pada 𝑤 = 𝑤1 , berat
volume basah dari tanah sama dengan 𝛾 = 𝛾2 . Sehingga berat volume kering dari
tanah tersebut pada kadar air, 𝑤1 dapat dinyatakan dalam (Das & Sobhan, 2014).
Penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari
tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori
dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah.
Kadar air dengan berat volume kering maksimum tanah yang dicapai disebut kadar air
optimum.
Cara uji dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan
kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan
penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm untuk uji
kepadatan ringan (SNI 1742:2008) dan penumbuk 4,54 kg yang dijatuhkan secara
bebas dari ketinggian 457 mm untuk kepadatan berat (SNI 1743:2008).
Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) dimaksudkan untuk menentukan
hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah
cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas
dari ketinggian 305 mm (SNI 1742:2008) atau ASTM Test Designation D-698.
Cetakan yang digunakan berupa cetakan logam berdinding kokoh dan dibuat
sesuai dengan ukuran dan kapasitas yang sesuai Gambar 6.2 untuk cetakan silinder
dengan diameter 101,60 ± 0,41 𝑚𝑚 tinggi 116,43 ± 0,13 𝑚𝑚 dengan kapasitas
943 𝑐𝑚3 ± 8 𝑐𝑚3 atau 152,40 ± 0,66 𝑚𝑚 dengan kapasitas 2124 𝑐𝑚3 ± 21 𝑐𝑚3
dan keping alas dan dilengkapi dengan leher sambung yang dibuat dari bahan yang
sama dengan cetakan, dengan tinggi kurang lebih 60,33 ± 1,27 𝑚𝑚 mm. Cetakan dan
leher sambung harus dipasang kuat-kuat pada keping alas yang dibuat dari bahan
yang sama (SNI 1742:2008).
Tidak praktis untuk mengatur tinggi jatuh alat penumbuk mekanis setiap kali alat
penumbuk tersebut dijatuhkan, seperti pada alat penumbuk yang dioperasikan secara
manual. Mengatur tinggi jatuhnya, dengan cara sejumlah contoh uji lepas di dalam
cetakan yang akan ditumbuk pertama kali ditekan secara pelan-pelan dengan alat
penumbuk dengan ketinggian 305 mm dan berikutnya sama atau bila alat penumbuk
sudah dilengkapi pengatur ketinggian jatuh, setiap penumbukan tinggi jatuh bebas 305
mm, diukur dari permukaan tanah yang ditumbuk sebelumnya. Cara kalibrasi yang
lebih detail untuk alat penumbuk mekanis yang digunakan pada pemadatan tanah di
laboratorium dapat dilihat pada ASTM D 2168.
Peralatan lainnya (SNI 1742:2008) adalah (1) alat pengeluar benda uji (extruder)
merupakan dongkrak, pengungkit, rangka, atau alat lain yang sesuai; (2) Timbangan
terdiri dari tiga buah timbangan masing-masing berkapasitas 11,5 kg dengan ketelitian
1 gram, kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas 311 gram dengan
ketelitan 0,01 gram. Oven pengering dilengkapi dengan pengatur temperatur sampai
110°C ± 5°C untuk mengeringkan contoh tanah basah; (3) Pisau perata terbuat dari
baja yang kaku dengan panjang minimum 25 cm. Salah satu sisi memanjang pisau
perata harus tajam dan sisi lainnya datar. Batas toleransi pisau perata yang dihitung
pada kelurusan sisi memanjang tidak boleh melebihi 0,1% dari panjang; (4) Saringan
8 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
dengan ukuran bukaan 50 mm, saringan 19 mm dan saringan No.4 (4,75 mm), sesuai
persyaratan SNI 07-6866-2002; (5) Alat pencampur yang terdiri dari baki, sendok
pengaduk, sekop, spatula dan alat-alat bantu lainnya atau alat pencampur mekanik
yang sesuai untuk mencampur contoh tanah dan air secara merata; dan (6) Cawan
terbuat dari bahan tahan karat dan massanya tidak akan berubah akibat pemanasan
dan pendinginan yang berulang kali. Cawan harus dilengkapi penutup yang dapat
dipasang dengan rapat untuk mencegah hilangnya air dari benda uji sebelum
penentuan massa awal dan untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka
setelah pengeringan dan sebelum penentuan massa akhir.
Cara uji kepadatan ringan untuk tanah (SNI 1742:2008) dapat menggunakan
empat pilihan metode uji yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D, seperti Tabel 6.1.
Masing-masing cara tersebut di atas dibagi lagi berdasarkan sifat tanah, pertama
untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air seperti jenis
contoh tanah berbutir kasar yang bersifat keras. Kedua untuk butiran contoh tanah
yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak mudah
(membutuhkan waktu yang lama) menyerap air. Butiran contoh tanah yang mudah
pecah umumnya jenis tanah berbutir kasar yang bersifat lunak (seperti batu pasir dan
batu kapur) dan lanau, sedangkan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air
adalah jenis tanah berbutir halus (lempung). Jika terjadi keraguan dalam menentukan
apakah butiran contoh tanah termasuk butiran contoh tanah yang mudah pecah atau
tidak, semua contoh tanah berbutir kasar dapat dianggap sebagai contoh tanah
berbutir yang mudah pecah.
Contoh uji tanah dipersiapkan sesuai dengan SNI 1742:2008, jika diterima dari
lapangan masih dalam keadaan basah atau lembab, contoh tanah tersebut harus
dikeringkan terlebih dahulu sehingga menjadi gembur. Pengeringan dapat dilakukan
di udara atau dengan alat pengering lain dengan temperatur tidak lebih dari 60°C.
Kemudian gumpalan-gumpalan tanah tersebut ditumbuk sedemikian rupa untuk
menghindari pengurangan ukuran butiran aslinya atau pecah kecuali tanah vulkanik
tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Contoh uji tanah
gembur yang mewakili kemudian di saring dengan saringan No.4 (4,75 mm) untuk
cara A dan cara B, dan dengan saringan 19,00 mm (3/4”) untuk cara C dan cara
D.
Butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air seperti tanah
lempung, penambahan air diatur sedemikian rupa sehingga 1 contoh mempunyai
kadar air mendekati kadar air optimum; 2 contoh di bawah optimum; dan 2 contoh
lainnya di atas optimum. Perbedaan kadar air masing-masing sekitar 1% sampai
dengan 3%. Jumlah contoh uji untuk masing-masing metode/cara pengujian seperti
Tabel 6.2.
10 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Tabel 6.2: Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008
Cara
Deskripsi
A B C D
butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan 3 7 5 11
dan contoh tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat)
menyerap air, siapkan 1 contoh tanah paling sedikit (kg)
butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan 2,5 5 3 6
contoh tanah yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama)
menyerap air, siapkan paling sedikit 5 contoh tanah (kg)
Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada butiran contoh tanah yang tidak mudah
pecah dan contoh tanah yang mudah menyerap air dengan prosedur:
(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram
dinyatakan sebagai (𝐵1 ) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan
ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas,
kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa
tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.
(2) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk
sampai merata. Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher
sambung) dalam 3 lapis dengan ketebalan yang sama sehingga ketebalan
total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
(3) Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(a) untuk lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah
yang sedikit melebihi 1/3 dari ketebalan padat total, sebarkan secara
merata dan ditekan sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang
serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara merata pada
seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk dengan massa 2,5 kg yang dijatuhkan
secara bebas dari ketinggian 305 mm di atas permukaan contoh uji
tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali
untuk cara B dan D.
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 11
(b) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua dan lapisan ketiga dengan
cara yang sama seperti untuk lapis pertama.
(c) Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4
inci) untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan seperti Gambar 6.4.
(4) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan
dan ratakan permukaannya menggunakan pisau perata, sehingga betul-
betul rata dengan permukaan cetakan. Timbang massa cetakan yang berisi
benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1 gram sebagai (𝐵2 ). Buka
keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi dua
bagian yang sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari
salah satu bagian untuk pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
Tanah terdrainase bebas seperti pasir seragam dan kerikil yang
memungkinkan terjadi rembesan pada bagian bawah cetakan dan keping
alas, contoh yang mewakili untuk pengujian kadar air lebih baik diambil dari
bak pencampur.
(5) Untuk Cara A dan B Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan
No.4 (4,75 mm) dan campurkan dengan sisa contoh uji di dalam baki.
Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai
dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai
merata.
(6) Untuk Cara C dan D Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos
saringan 19,0 mm dan 90% gumpalan tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm),
Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada Butiran contoh tanah yang mudah
pecah dan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air dengan prosedur:
(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram
dinyatakan sebagai (𝐵1 ) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan
ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas,
kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa
tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.
(2) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar
air yang mendekati kadar air optimum) dan lakukan prosedur seperti langkah
sebelumnya, butir (3) dan (4);
(3) Ulangi langkah-langkah sama seperti di atas untuk contoh uji ke dua, contoh
uji ketiga dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang atau tetap.
Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji
dengan kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan
dengan contoh uji dengan kadar air yang lebih besar. Hal tersebut
dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air paling besar belum
berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang
semula paling besar. Apabila berat benda uji masih menunjukkan
peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan, siapkan contoh tanah
yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1% sampai
dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.
Kepadatan basah (𝜌) merupakan perbandingan antara massa benda uji basah
dan volume dihitung dengan Persamaan 6.1, dimana 𝐵1 adalah massa cetakan dan
keping alas, dinyatakan dalam gram, 𝐵2 adalah massa cetakan, keping alas dan benda
𝐵2 − 𝐵1 (6.1)
𝜌=
𝑉
Kadar air (𝑤) merupakan perbandingan antara massa air dan massa kering
tanah sesuai dengan Persamaan 6.2
𝜌 (6.3)
𝜌𝑑 = 𝑥100
100 + 𝑤
Kepadatan kering jenuh merupakan perbandingan antara massa kering tanah
dan volume total pada kondisi jenuh air (rongga berisi udara nol) yaitu untuk derajat
kejenuhan 100 dengan hitungan sesuai Persamaan 6.4 dimana 𝐺𝑠 adalah berat jenis
tanah, 𝜌𝑤 adalah kapadatan air, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air,
dinyatakan dalam %.
𝐺𝑠. 𝜌𝑤 (6.4)
𝜌𝑑 = 𝑥100
100 + 𝐺𝑠. 𝑤
Menggunakan hubungan antara kepadata tanah dengan kadar air dapat dicari
nilai kadar air optimum yaitu kadar air yang paling cocok untuk cara pemadatan
tertentu yang menghasilkan kepadatan paling besar yang diperoleh dari kurva
pemadatan atau kepadatan maksimum yang merupakan kepadatan kering yang
paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan.
Contoh 6.1
Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 15,57% dan berat jenis
tanah 2,425 di uji menggunakan cara A. Penambahan kadar air dengan interval 2%
dimulai dengan 10% penambahan kadar air menghasilkan Data seperti Tabel C6.1,
dimana cetakan dengan massa 4410 gram dan volume cetakan 944 cm3.
Penyelesaian:
𝑩𝟐 − 𝑩𝟏 (𝟓𝟗𝟓𝟏) − (𝟒𝟒𝟏𝟎)
𝝆= = = 𝟏, 𝟔𝟑𝟐𝟒 𝒈/𝒄𝒎𝟑
𝑽 𝟗𝟒𝟒
𝜌 1,6324
𝜌𝑑 = 𝑥100 = 𝑥100 = 1,3318 𝑔/𝑐𝑚3
100 + 𝑤 100 + (12,57 + 10)%
Peralatan yang digunakan untuk kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI
1743:2008 sama seperti SNI 1742:2008 adalah cetakan, alat penumbuk, alat
pengeluar benda uji, timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat
pencampur, dan cawan. Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan
kering maksimum yang digunakan adalah uji kepadatan ringan (standard). Cara
tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D (Tabel 6.1).
Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam spesifikasi
bahan tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan menggunakan cara A. Cara A dan cara
B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4 sebesar 40% atau
(1) Lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit
melebihi 1/5 dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan
sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas
atau rata.
(2) Padatkan secara merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam
cetakan dengan menggunakan alat penumbuk dengan massa 4,54 kg yang
dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 457 mm di atas permukaan contoh
uji tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali untuk
cara B dan D;
(3) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua, lapisan ketiga, lapisan keempat
dan lapisan kelima dengan cara yang sama seperti untuk lapisan pertama.
Penghitungan kepadatan basah, kadar air, kepadatan (berat isi) kering, dan
kepadatan (berat isi) kering pada kondisi jenuh atau zero air void, dapat menggunakan
Persamaan yang sama dengan SNI 1742:2008.
Pemadatan tanah dipengaruhi banyak faktor antara lain, kadar air tanah, jenis
tanah, dan energi pemadatan. Kadar air mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tingkat kepadatan yang dapat dicapai oleh suatu tanah. Pada kadar air mendekati nol
kepadatan tanah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan optimumnya
dan kembali menurun saat kadar air lebih besar dari optimumnya, karena air
menempati pori-pori yang seharusnya di isi oleh udara.
Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran-butiran, bentuk butiran tanah,
berat spesifik bagian padat tanah, dan jumlah serta jenis mineral lempung yang ada
pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap nilai berat volume kering maksimum
dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Bentuk umum kurva-kurva pemadatan yang
didapat dari empat jenis tanah seperti Gambar 6.5 (Das & Sobhan, 2014). Uji
laboratorium dilaksanakan sesuai dengan prosedur ASTM Test Designation D-698
(SNI 1742:2008 atau SNI 1743:2008).
Gambar 6.5: Tipikal kurva pemadatan untuk empat jenis tanah (Das & Sobhan, 2014)
Lee dan Suedkamp (1972) dalam Das & Sobhan, (2014) telah mempelajari
kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah. Kesimpulannya bahwa kurva pemadatan
tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum seperti
Gambar 6.6. Kurva pemadatan tipe A adalah kurva yang mempunyai hanya satu
puncak. Tipe ini biasanya ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai batas cair
antara 30 dan 70. Kurva tipe B adalah untuk tipe yang mempunyai satu-setengah
puncak, dan kurva tipe C adalah untuk yang mempunyai puncak ganda. Kurva-kurva
pemadatan tipe B dan C dijumpai pada tanah-tanah dengan batas cair kurang dari 30.
Tipe kurva pemadatan D adalah tipe yang tidak mempunyai puncak tertentu. Tipe ini
disebut sebagai berbentuk ganjil. Tanah dengan batas cair lebih besar daripada 70
kemungkinan mempunyai bentuk kurva pemadatan seperti tipe C atau D.
Energi yang dibutuhkan untuk pemadatan (𝐸) pada uji Proctor standar (Das &
Sobhan, 2014) dapat ditulis sebagai berikut:
2,5 𝑥 9,81𝑘𝑁
(25)(3)( )(0,305 𝑚)
𝐸= 1000 = 594,29 𝑘𝑁. 𝑚/𝑚3
944 𝑥 10−6 𝑚3
Energi pemadatan per satuan volume tanah yang berubah akan menyebabkan
perubahan kurva pemadatan seperti Gambar 6.7 yang menunjukkan empat buah
kurva pemadatan untuk tanah lempung berpasir dengan berat jenis 2,7 dan batas cair
31% serta batas plastis 26% (Das & Sobhan, 2014). Cetakan dan penumbuk
menggunakan Proctor standar dengan jumlah tumbukan setiap lapisan bervariasi
mulai dari 20 sampai 50 (tumbukan per lapisan). Menggunakan Persamaan 6.5, energi
pemadatan per satuan volume untuk masing-masing percobaan juga dapat dicari. Jika
energi pemadatan bertambah, harga berat volume kering maksimum tanah hasil
pemadatan juga bertambah, dan jika energi pemadatan bertambah, nilai kadar air
optimum (garis optimum) akan berkurang. Hal ini berlaku untuk semua jenis tanah
akan tetapi tingkat kepadatan suatu tanah tidak langsung secara proporsional
Gambar 6.7: Efek energi pemadatan pada tanah lempung kepasiran (Das & Sobhan, 2014)
Pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir sesuai SNI 03-2828-
1992 atau sesuai ASTM Designation D-1556 digunakan untuk tanah dengan partikel
butir tidak lebih dari 50 mm.
Kerucut/konus pasir (sand cone) terdiri atas sebuah botol plastik atau kaca
dengan sebuah kerucut logam dipasang di atasnya (Gambar 6.8). Botol plastik dan
kerucur ini diisi dengan pasir Ottawa kering bergradasi buruk. Botol plastik merupakan
botol transparan dengan kapasitas volume + 4 liter dilengkapi dengan corong pasir
(SNI 03-2828-1992). Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol
telah tertentu dinyatakan sebagai 𝑊1 . Sebuah lubang kecil digali pada permukaan
tanah yang telah dipadatkan di lapangan kemudian diletakan pelat untuk dudukan
corong pasir dengan ukuran 30,48 cm x 30,48 cm. Setelah katup konus dibuka pasir
akan mengisi lubang yang digali, kemudian timbang berat dari tabung, kerucut logam,
dan sisa pasir setelah mengisi lubang sebagai 𝑊2 , jika berat pasir dalam konus
dinyatakan sebagai 𝑊𝑐 maka berat pasir dalam lubang diketahui (Persamaan 6.6) dan
jika berat isi pasir diketahui, volume lubang dapat dicari menggunakan Persamaan 6.7.
Nilai 𝑊𝑐 dan 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) ditentukan dengan kalibrasi di lahoralorium.
𝑊3 = 𝑊1 − 𝑊2 (6.6)
𝑊3 − 𝑊𝑐 (6.7)
𝑉=
𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟)
Dimana:
𝑊1 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol
𝑊2 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang
Berat tahah basah yang digali dari lubang tersebut ditimbang (𝑊4 ) dan kadar air
dari tanah galian itu juga diketahui (𝑤), maka kepadatan tanah basah dapat ditentukan
menggunakan Persamaan 6.8 dan berat isinya sesuai Persamaan 6.9. Berat volume
kering hasil pemadatan di lapangan adalah sesuai Persamaan 6.10:
Gambar 6.8: (a) Alat Uji Konus Pasir, (b) Pengujian konus pasir (Das & Sobhan, 2014)
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) (6.11)
𝑅=
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚)
Contoh 6.2
Penyelesaian:
Volume lubang,
𝑊3 − 𝑊𝑐 2,25 𝑘𝑔
𝑉= = = 0,001429𝑚3
𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) 1575 𝑘𝑔/𝑚3
Kepadatan Basah
2187,5 (9,81)
𝛾𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ = = 21,459 𝑘𝑁/𝑚3
1000
Sesuai data, digambarkan hubungan antara berat isi dengan kadar air, seperti
Gambar C6.2, didapatkan kepadatan optimum laboratorium sebesar 20,10 𝑘𝑁/𝑚3 .
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) 19,42
𝑅= = = 0,9662 = 96,62%
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚) 20,10
Metode pengujian kepadatan berat isi tanah di lapangan dengan balon karet
(SNI-03-6371-2000) atau sesuai dengan Rubber Balloon Method (ASTM Designation
D-2167). Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil
pemadatan di lapangan atau lapisan tanah yang teguh dengan menggunakan alat
balon karet.
Metode ini cocok digunakan untuk menguji urugan tanah di lapangan atau
timbunan yang dipadatkan dari bahan tanah berbutir halus atau tanah berbutir kasar
yang persentase kandungan batuan dan material kasarnya relatif kecil. Selain itu juga
dapat digunakan untuk menentukan kepadatan dan berat isi dan tanah di lapangan
yang tidak terganggu, asalkan tanah tersebut tidak mengalami deformasi karena
26 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
tekanan yang bekerja selama pengujian. Metode ini tidak cocok untuk tanah organik,
tanah jenuh air atau sangat plastis yang akan mengalami deformasi karena tekanan
yang bekerja selama pengujian ini.
Volume dari lubang tanah yang digali ditentukan dengan volume air yang
mengisi balon karet tipis dan lentur. Balon ini akan mengembang mengisi lubang tanah
yang diuji. Kepadatan basah yang diuji di lapangan ditentukan dengan membagi
massa tanah basah yang diambil dari hasil galian lubang dengan volume lubang.
Kadar air kepadatan basah ditempat digunakan untuk menghitung kepadatn kering
dan berat kering di lapangan (SNI-03-6371-2000).
Gambar 6.9: (a) Skema yang menunjukkan tabung yang telah dikalibrasi (tanpa skala) (SNI 19-6413-
2000), (b) Alat uji balon karet (Das & Sobhan, 2014)
Peralatan balon merupakan tabung yang telah dikalibrasi berisi air yang di
dalamnya dilengkapi dengan membran (balon karet) relatif tipis, lentur dan elastis yang
didesain unuk pengukuran volume lubang uji dengan persyaratan dari metode ini. Alat
ini harus dilengkapi dengan alat pompa tekan dan isap sehingga air dapat diisikan dan
diisap dengan sempurna. Alat harus sedemikian sehingga berat dan ukurannya tidak
menimbulkan gangguan terhadap galian dan sekitar lubang pengujian selama
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 27
pelaksanaan pengujian. Alat harus dilengkapi dengan pengukur tekanan sebagai satu
kesatuan alat lain untuk mengontrol tekanan selama kalibrasi dan pengujian (Gambar
6.9).
Pasang pelat dasar berupa pelat logam kaku dipasang di bawah dasar peralatan
balon. Pelat dasar harus mempunyai ukuran minimum dua kali diameter ukuran lubang
uji untuk mencegah perubahan bentuk lubang uji sewaktu mendukung alat atau
pembebanan dan peralatan balon karet pada lokasi pengujian. Dengan menggunakan
tekanan dan pembebanan yang sama yang ditentukan pada waktu kalibrasi peralatan,
lakukan pembacaan awal pada indikator volume dan catat. Plat dasar harus tetap pada
tempatnya sampai pengujian selesai. Pindahkan peralatan dari lokasi lubang uji. Dan
menggunakan sendok, trowel, dan alat lain yang perlu, gali lubang di dalam pelat
dasar. Lakukan dengan hati-hati dalam menggali lubang uji agar tanah sekitar bibir
atas lubang tidak terganggu. Lubang uji harus mempunyai volume minimum
berdasarkan pada ukuran partikel maksimum tanah yang sedang diuji, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6.3. Bila bahan yang sedang diuji mengandung sedikit bahan
Tabel 6.3: Volume lubang uji minimum berdasarkan ukuran partikel maksimum
Ukuran Partikel Maksimum Volume Lubang Uji Minimum, (cm3)
Ayakan no. 4 (4,75 mm) 1130
19,0 mm (3/4”) 1700
37,5 mm (11/2”) 2840
3
Volume lubang uji minimum meningkat 280 cm untuk setiap kenaikan ukuran partikel
maksimum 6,4 mm sampai ukuran 31,75 mm dan meningkat 560 cm3 untuk setiap kenaikan 6,4
mm untuk ukuran di atas 31,75 mm (SNI 19-6413-2000)
Volume lubang uji yang lebih besar akan meningkatkan ketelitian dan harus
digunakan agar lebih praktis. Ukuran optimum lubang uji disesuaikan dengan desain
peralatan dan tekanan yang digunakan. Pada umumnya, ukurannya akan mendekati
ukuran yang digunakan dalam prosedur kalibrasi. Lubang uji harus dipertahankan agar
mudah pelaksanaannya dan bebas dari celah-celah dan tonjolan tajam, karena dapat
mempengaruhi ketelitian atau dapat merobek membran karet. Tempatkan semua
tanah yang dipindahkan dari lubang uji ke dalam wadah kedap kadar air untuk
penentuan massa dan kadar air (kandungan air) nantinya. Setelah lubang uji digali,
tempatkan peralatan di atas pelat dasar pada posisi yang sama seperti pada waktu
pembacaan awal. Berikan tekanan dan beban sama dengan yang digunakan pada
waktu kalibrasi, lakukan pembacaan pada indikator volume dan catat. Perbedaan
pembacaan awal dan akhir merupakan volume lubang uji.
Tentukan massa semua tanah yang dipindahkan dari lubang uji dengan
ketelitian 0,005 kg. Campur semua tanah secara sempurna dan pilih kadar air yang
mewakili contoh uji dan tentukan kadar air menurut metode SNI 03-1965-1990. Metode
cepat untuk penentuan kadar air dapat digunakan untuk memperoleh nilai pendekatan
yang kemudian diperiksa atau dikoreksi menurut nilai yang diperoleh sesuai dengan
metode uji pada SNI 03-1965-1990.
𝜌 (6.14)
𝜌𝑑 =
𝑤%
1+
100
Kadar organik (OC = organic content) dari suatu tanah didefinisikan sesuai
Persamaan 6.15 sebagai berikut (Franklin, Orozco, dan Semrau, 1973) dalam (Das &
Sobhan, 2014)
𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑜𝑣𝑒𝑛 105𝑜 𝐶 − 400𝑜 𝐶 (6.15)
𝑂𝐶 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 105𝑜 𝐶
Gambar 6.10: Variasi Nilai berat volume kering maksimum terhadap kadar organik (menurut Franklin,
Orozco, dan Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)
Gambar 6.11: Variasi kadar air optimum terhadap kadar organik (menurut Franklin, Orozco, dan
Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)
Perlu diperhatikan bahwa hasil-hasil uji geser kipas dan uji penetrasi, hanya
memberikan informasi kuat geser (kekuatan) tanah saja, oleh karena itu pengujian-
pungujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti pengeboran,
namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan. Suatu yang tidak dapat
diidentifikasikan oleh pengujian tersebut adalah mengenai jenis tanah yang
ditembusnya secara pasti, atau perbedaan jenis tanahnya. Sebagai contoh, pengujian
tidak dapat memberikan informasi mengenai tanah yang diuji apakah tanah organik
atau lempung lunak, atau tanah berupa pasir tak padat atau lempung kaku, karena
yang diketahui hanya tahanan penetrasi atau kuat gesernya saja. Demikian pula, hasil-
hasil pengujian tidak dapat memberikan informasi mengenai kondisi air tanah. Untuk
itu, kekurangan-kekurangan data dapat dilengkapi dengan mengadakan pengeboran
tanah. Bagian berikut hanya akan membahas tentang pengujian di lapangan.
Peralatan uji penetrasi ini antara lain terdiri atas peralatan penetrasi konus,
bidang geser, bahan baja, pipa dorong, batang dalam, mesin pembeban hidraulik, dan
perlengkapan lainnya. Diperlukannya parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah
Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam uji laboratorium
geser dengan cara uji langsung terkonsolidasi dengan drainase pada benda uji tanah.
Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter-parameter perlawanan penetrasi
lapisan tanah di lapangan, dengan alat sondir (penetrasi quasi statik).
Penyondiran atau Dutch Cone Test atau Cone Penetration Test yang sering
dinamakan CPT atau Sondir sendiri adalah proses pemasukan suatu batang tusuk ke
dalam tanah, dengan bantuan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut
yang dapat membaca atau mengetahui kekuatan suatu tanah pada kedalaman
tertentu. Sehingga, dapat diketahui bahwa dari berbagai lapisan tanah memiliki
kekuatan yang berbeda dengan menggunakan alat Dutch Cone Penetrometer, yaitu
suatu alat yang pemakaiannya ditekan secara langsung kedalam tanah.
Ujung yang berbentuk konus (kerucut ) dihubungkan pada suatu rangkaian stang
dalam casing luar dengan bantuan suatu rangka dari besi dan dongkrak yang
dijangkarkan ke dalam tanah. Standar pengujiannya sesuai dengan SNI 2827:2008
atau D 3441 – 98.
Berikut istilah atau terminology dalam pengujian sondir sesuai dengan SNI
2827:2008 (Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir) atau D 3441 – 98 (Standard
Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil), seperti Tabel 6.5 Berikut:
angka banding geser (𝑅𝑓 ) — perbandingan friction ratio, (𝑅𝑓 ) —the ratio of friction resistance
antara perlawanan geser dan perlawanan konus to cone resistance, fs/qc, expressed in percent
(fs/qc), dinyatakan dalam persen.
gigi dorong— gigi yang mendorong penekan Push Rods—the thick-walled tubes, or other
hidraulik melalui suatu roda gigi yang merupakan suitable rods, used for advancing the
bagian dari alat ukur penetrasi. penetrometer tip to the required test depth.
konus— ujung alat penetrasi yang berbentuk cone—the cone-shaped point of the
kerucut untuk menahan perlawanan tanah. penetrometer tip, upon which the end-bearing
resistance develops.
penetrometer konus ganda— alat penetrasi cone penetrometer, —an instrument in the form
konus dengan sondir untuk mengukur komponen of a cylindrical rod with a conical point designed
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 35
SNI 2827:2008 (Cara uji penetrasi D 3441 – 98 (Standard Test Method for
lapangan dengan alat sondir) Mechanical Cone Penetration Tests of
Soil)
perlawanan ujung dan perlawanan geser lokal for penetrating soil and soft rock and for
terhadap gerakan penetrasi measuring the end-bearing component of
penetration resistance.
Penetrometer konus tunggal— alat penetrasi
konus dengan sondir untuk mengukur komponen
perlawanan ujung terhadap gerakan penetrasi.
perlawanan geser (𝑓𝑠 ) — nilai perlawanan friction resistance, (𝑓𝑠 )—the resistance to
terhadap gerakan penetrasi akibat geseran yang penetration developed by the friction sleeve,
besarnya sama dengan gaya vertikal, yang equal to the vertical force applied to the sleeve
bekerja pada bidang geser dibagi dengan luas divided by its surface area. This resistance
permukaan selimut geser; perlawanan ini terdiri consists of the sum of friction and adhesion.
atas jumlah geseran dan gaya adhesi.
perlawanan konus atau perlawanan daya dukung cone resistance, or end-bearing resistance (𝑞𝑠 )—
(𝑞𝑠 ) — nilai perlawanan terhadap gerakan the resistance to penetration developed by the
penetrasi konus yang besarnya sama dengan cone equal to the vertical force applied to the
gaya vertikal yang bekerja pada konus dibagi cone divided by its horizontally projected area.
dengan luas ujung konus
selimut (bidang) geser— bagian ujung alat ukur friction sleeve, —a section of the penetrometer tip
penetrasi ganda, tempat terjadinya perlawanan upon which the local side-friction resistance
geser lokal. develops
Peralatan pengujian sondir atau uji penetrasi kerucut statis terdiri dari konus;
selimut (bidang) geser (friction sleeve); pipa dorong (Push Rods); batang dalam (Inner
Rods); dan mesin pembeban hidraulik.
6.9.2.1 Konus
Konus (Cone) dalam pengujian sondor ada dua macam ujung penetrometer,
yaitu : (1) Tipe standar dan (2) tipe bikonus.
Gambar 6.13: Alat Konus (a) Collapsed (Keadaan tertekan) dan (b) Extended (Keadaan terbentang),
(ASTM D 3441 - 05)
Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala pipa
dorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar sekitar 8 cm di atas
kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan
besi berdiameter sama dengan batang dalam.
Keuntungan pengujian alat sondir baik untuk lapisan tanah lempung; dapat
dengan cepat menentukan lapisan tanah keras; dapat memperkirakan pernedaan
lapisan tanah; mengetahui daya dukung tanah dengan rumus empiris; dan baik
digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.
Nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) dengan ujung konus saja yang terdorong, dihitung
dengan menggunakan Persamaan 6.16:
𝑃𝐾𝑜𝑛𝑢𝑠 = 𝑃𝑃𝑖𝑠𝑡𝑜𝑛
Sehingga didapat nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) adalah sesuai Persamaan 6.17
𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 (6.17)
𝑞𝑐 =
𝐴𝑐
dengan
1 (6.19)
𝐴𝑐 = 𝜋(𝐷𝑐 )2
4
Nilai perlawanan geser (𝑓𝑠 ) lokal atau hambatan diperoleh bila ujung konus dan
bidang geser terdorong bersamaan, dan dihitung dengan menggunakan Persamaan
6.20:
𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 + 𝑓𝑠 𝐴𝑠 = 𝑇𝑤 𝐴𝑝𝑖
𝑓𝑠 𝐴𝑠 = 𝑇𝑤 𝐴𝑝𝑖 − 𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖
𝐴𝑝𝑖 (𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 )
𝑓𝑠 =
𝐴𝑠 (6.21)
Jika pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (kPa) dikurang
pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎) atau (𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 ) sebagai
𝐾𝑤 merupakan selisih pembacaan manometer dalam (kPa) dalam Persamaan 6.22
sebagai perlawanan geser,
𝐾𝑤 = 𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 (6.22)
𝐴𝑝𝑖 = luas penampang piston (𝑐𝑚2 ) dengan diameter piston (𝐷𝑝𝑖 ) dalam cm
Angka banding geser (𝑅𝑓 ) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan
geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus (𝑞𝑠 ), dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.24 sebagai perlawanan geser,
𝑓𝑠 (6.24)
𝑅𝑓 = 100
𝑞𝑠
Nilai geseran total (𝑇𝑓 ) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal
(𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.25 sebagai perlawanan geser,
Contoh 6.3
Hasil pengujian sondir (CPT) dengan tahap pembacaan untuk setiap kedalaman
20 cm, menggunakan alat konus dengan diameter konus, 𝐷𝑐 = 𝐷𝑠 = 𝐷′𝑝1 = 3,56 𝑐𝑚.
Panjang bidang geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚.
0,2 8 9 2,2 18 27
0,4 25 30 2,4 16 24
0,6 30 35 2,6 10 16
0,8 28 33 2,8 10 14
1,0 21 42 3,0 9 17
1,2 19 22 3,2 11 20
1,4 16 18 3,4 14 18
1,6 11 16 3,6 18 21
1,8 12 17 3,8 29 35
2,0 12 17 4,0 19 25
Penyelesaian:
1
Konversi satuan 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 = 1/98,0665 𝑘𝑃𝑎 atau 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ≅ 𝑘𝑃𝑎
100
𝐷𝑠 = 𝐷𝑐 = 3,56 𝑐𝑚
1 1
𝐴𝑝𝑖 = 𝜋(𝐷𝑐 )2 = 𝜋(3,56)2 = 9,953822 𝑐𝑚2
4 4
𝐴𝑝𝑖 9,953822
= = 0,134
𝐴𝑠 74,37406
𝐤𝐏𝐚 𝐤𝐏𝐚
Menggunakan Persamaan 6.7 dengan 𝑇𝑤 = 9 , dan 𝐶𝑤 = 8 , Perlawanan geser,
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎
𝐴𝑝𝑖
Jika 𝐴 sebagai faktor pengali 𝐴 = = 0,134 dan 𝑓𝑠(𝑖) = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 𝑥 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛
𝐴𝑠
𝐴𝑝𝑖 = 𝐴𝑐 dan 𝐶𝑤 = 8
kPa kPa
𝑞𝑐(0,2) = 𝐶𝑤 𝑥 2 = 8 𝑥2 = 16 = 0,16 kg/cm2
100 100
𝐤𝐏𝐚 𝐤𝐏𝐚
𝑇𝑤 = 30 dan 𝐶𝑤 = 25 Perlawanan geser, 𝑓𝑠 dengan menggunakan
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎
kPa
𝐾𝑤 = 𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 = 30 − 25 = 5
100
kPa
𝑓𝑠(0,4) = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 = 0,134 x 5 x 20 = 13,383 = 0,134 kg/cm2
100
Nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) adalah sesuai Persamaan 6.2 dengan 𝐴𝑝𝑖 = 𝐴𝑐 dan 𝐶𝑤 =
25
Angka banding geser (𝑅𝑓 ) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan
geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus (𝑞𝑐 ), dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.9 sebagai perlawanan geser:
0,134 𝑥 1
𝑅𝑓(0,2) = 100 = 0,836%
16
0,134 𝑥 5
𝑅𝑓(0,4) = 100 = 1,338%
50
𝑇𝑓 = 𝑓𝑠 𝑥 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛)
kPa kPa
𝑇𝑓(0,2) = 0 + 2,674 = 2,674
100 100
kPa
𝑇𝑓(0,4) = 𝑇𝑓(0,2) + 𝑓𝑠(0,4) = 2,677 + 13,383 = 16,060
100
𝑪𝒘 𝑻𝒘 𝑲𝒘 𝒒𝒄 𝒇𝒔 𝒇𝒔 𝐱 𝟐𝟎 𝐜𝐦 𝑻𝒇
Kedalam 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 − 𝒄𝒎
an (m) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 𝑹𝒇 (%)
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎
0,2 8 9 1 16 0,134 2,677 2,677 0,836
0,4 25 30 5 50 0,669 13,383 16,060 1,338
0,6 30 35 5 60 0,669 13,383 29,444 1,115
0,8 28 33 5 56 0,669 13,383 42,827 1,195
1,0 21 42 21 42 2,811 56,211 99,038 6,692
1,2 19 22 3 38 0,402 8,030 107,068 1,057
1,4 16 18 2 32 0,268 5,353 112,421 0,836
1,6 11 16 5 22 0,669 13,383 125,805 3,042
1,8 12 17 5 24 0,669 13,383 139,188 2,788
2,0 12 17 5 24 0,669 13,383 152,571 2,788
2,2 18 27 9 36 1,205 24,090 176,662 3,346
2,4 16 24 8 32 1,071 21,414 198,075 3,346
2,6 10 16 6 20 0,803 16,060 214,135 4,015
2,8 10 14 4 20 0,535 10,707 224,842 2,677
3,0 9 17 8 18 1,071 21,414 246,256 5,948
3,2 11 20 9 22 1,205 24,090 270,346 5,475
3,4 14 18 4 28 0,535 10,707 281,053 1,912
3,6 18 21 3 36 0,402 8,030 289,083 1,115
3,8 29 35 6 58 0,803 16,060 305,143 1,384
4,0 19 25 6 38 0,803 16,060 321,203 2,113
Berdasarkan Tabel C6.5, dibuat grafik diagram panetrasi statis atau diagram sondir,
seperti Gambar C6.3, sebagai berikut:
Hasil uji sondir dilaporkan dalam bentuk formulir dan diagram panetrasi statis
sondir seperti Gambar C6.3, yang memuat hal-hal sebagai berikut (SNI 2827:2008):
(2) Nama penguji, nama pengawas, dan nama penanggung jawab hasil uji dengan
disertai tanda tangan (paraf) yang jelas;
(3) Jumlah pengujian, koordinat lokasi atau sketsa situasi letak, elevasi tanah dan
muka air tanah (bila memungkinkan);
Contoh 6.4
Hasil pengujian sondir (CPT) dengan tahap pembacaan untuk setiap kedalaman
20 cm, menggunakan alat konus dengan diameter konus, 𝐷𝑐 = 𝐷𝑠 = 𝐷′𝑝1 = 3,56 𝑐𝑚.
Panjang bidang geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚. Hasil pembacaan manometer untuk nilai
perlawanan konus dan pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan
geser sampai kedalaman 20,8 m seperti Tabel C6.6 (dalam kg/cm2 (1 kg/cm2 ≅
1/100𝑘𝑃𝑎). Hitung nilai sondir pada kedalaman tersebut.
Tabel C6.6: Data pembacaan perlawanan konus dan nilai perlawanan konus dan geser
D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤
(m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100)
0,0 - - 6,2 29 35 12,6 15 21 14,0 32 50
0,2 9 12 6,4 19 25 12,8 7 21 14,2 30 50
0,4 15 30 6,8 24 32 13,0 20 22 14,4 30 48
0,6 31 35 7,0 19 28 13,4 16 25 14,6 32 48
0,8 22 33 7,2 25 41 13,6 17 29 14,8 33 45
1,0 25 42 7,4 19 26 13,8 19 28 15,0 31 50
1,2 25 35 7,6 4,5 8 14,0 32 50 15,2 30 48
1,4 9 18 7,8 3 6 14,2 30 50 15,4 28 42
1,6 10 19 8,0 8 12 14,4 30 48 15,6 19 26
1,8 15 17 8,2 19 45 14,6 32 48 15,8 22 41
2,0 18 21 8,4 11 35 14,8 32 48 16,0 32 50
2,2 18 27 8,6 19 25 15,0 31 50 16,2 30 50
2,4 15 34 8,8 15 30 15,2 30 48 16,4 30 48
2,6 25 36 9,0 24 42 15,4 28 42 16,6 32 48
2,8 20 25 9,2 19 45 10,6 28,5 42 16,8 32 48
3,0 19 28 9,4 25 45 10,8 19 44 17,0 31 50
3,2 21 25 9,6 19 58 11,0 37 43 17,2 30 48
3,4 10 18 9,8 22 58 11,2 35 41 17,4 28 60
3,6 22 45 10,0 32 50 11,4 25 60 17,6 30 38
3,8 29 35 10,2 25 59 11,6 20 28 17,8 30 60
4,0 19 25 10,4 21 59 11,8 19 26 18,0 15 21
4,2 15 20 10,6 28,5 42 12,0 15 20 18,2 18 25
4,4 24 32 10,8 19 44 12,2 20 45 18,4 32 80
4,6 19 28 11,0 37 43 12,4 9 17 18,6 32 48
4,8 25 41 11,2 35 41 12,6 15 21 18,8 40 58
5,0 19 26 11,4 25 60 12,8 7 21 19,0 31 48
5,2 9 17 11,6 20 28 13,0 20 22 19,2 13 25
5,4 9 17 11,8 19 26 13,2 16 28 19,4 20 25
5,6 6 15 12,0 15 20 13,4 16 25 19,6 17 25
5,8 11 19 12,2 20 45 13,6 17 28 19,8 17 30
6,0 22 45 12,4 9 17 13,8 19 28 20,0 12 30
Keterangan: D = Kedalaman, 𝐶𝑤 = Perlawanan Konus, 𝑇𝑤 = Perlawanan Konus dan Geser
Menggunakan cara yang seperti contoh Soal 6.4, didapatkan hasilnya seperti Tabel
C6.7
Tabel C6.7: Penyelesaian Contoh Soal 2.2, Formulir Isian Uji Sondir
Lokasi : M. Farhan HK Penangung Jawab : Ir. Nasywa SA
No. Sondir : DCPT-S01 Tanggal : 03 Nov 2015
Elevasi : +0,00 m
Kedalaman 𝐶𝑤 𝑇𝑤 𝐾𝑤 𝑞𝑐 𝑓𝑠 𝑓𝑠 𝑥20 𝑐𝑚 𝑇𝑓 𝑅𝑓
(m) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa-cm/100) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
0,0 - - - - - - - -
0,2 9 12 3 18 0,402 8,030 8,030 2,231
0,4 15 30 15 30 2,008 40,150 48,180 6,692
0,6 31 35 4 62 0,535 10,707 58,887 0,863
0,8 22 33 11 44 1,472 29,444 88,331 3,346
1,0 25 42 17 50 2,275 45,504 133,835 4,550
1,2 25 35 10 50 1,338 26,767 160,602 2,677
1,4 9 18 9 18 1,205 24,090 184,692 6,692
1,6 10 19 9 20 1,205 24,090 208,782 6,023
1,8 15 17 2 30 0,268 5,353 214,135 0,892
2,0 18 21 3 36 0,402 8,030 222,165 1,115
2,2 18 27 9 36 1,205 24,090 246,256 3,346
2,4 15 34 19 30 2,543 50,857 297,113 8,476
2,6 25 36 11 50 1,472 29,444 326,556 2,944
2,8 20 25 5 40 0,669 13,383 339,940 1,673
3,0 19 28 9 38 1,205 24,090 364,030 3,170
3,2 21 25 4 42 0,535 10,707 374,737 1,275
3,4 10 18 8 20 1,071 21,414 396,150 5,353
3,6 22 45 23 44 3,078 61,564 457,714 6,996
3,8 29 35 6 58 0,803 16,060 473,774 1,384
4,0 19 25 6 38 0,803 16,060 489,835 2,113
4,2 15 20 5 30 0,669 13,383 503,218 2,231
4,4 24 32 8 48 1,071 21,414 524,632 2,231
4,6 19 28 9 38 1,205 24,090 548,722 3,170
4,8 25 41 16 50 2,141 42,827 591,549 4,283
5,0 19 26 7 38 0,937 18,737 610,286 2,465
5,2 9 17 8 18 1,071 21,414 631,699 5,948
5,4 9 17 8 18 1,071 21,414 653,113 5,948
5,6 6 15 9 12 1,205 24,090 677,203 10,038
5,8 11 19 8 22 1,071 21,414 698,617 4,867
6,0 22 45 23 44 3,078 61,564 760,180 6,996
6,2 29 35 6 58 0,803 16,060 776,241 1,384
6,4 19 25 6 38 0,803 16,060 792,301 2,113
6,6 15 20 5 30 0,669 13,383 805,684 2,231
6,8 24 32 8 48 1,071 21,414 827,098 2,231
7,0 19 28 9 38 1,205 24,090 851,188 3,170
7,2 25 41 16 50 2,141 42,827 894,015 4,283
7,4 19 26 7 38 0,937 18,737 912,752 2,465
7,6 4 8 3,5 8 0,468 9,368 922,120 5,855
7,8 3 6 3 6 0,402 8,030 930,150 6,692
8,0 8 12 4 16 0,535 10,707 940,857 3,346
8,2 19 45 26 38 3,480 69,594 1010,451 9,157
8,4 11 35 24 22 3,212 64,241 1074,692 14,600
8,6 19 25 6 38 0,803 16,060 1090,752 2,113
8,8 15 30 15 30 2,008 40,150 1130,902 6,692
9,0 24 42 18 48 2,409 48,180 1179,083 5,019
Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak
terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari
pengukuran kerapatan relative secara langsung dilapangan. Pengujian untuk
mengetahui nilai kerapatan relative yang sering digunakan adalah Uji Penetrasi
Standar atau disebut Uji SPT atau Standar Penetration Test (SNI 4153:2008).
Standar SNI 4153:2008 tentang Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT
merupakan revisi dari SNI 03-4153-1996, Metode Pengujian Penetrasi Dengan Alat
SPT, yang mengacu pada ASTM D1586-84 “Standard penetration test and split barrel
sampling of soils”. Dalam desain struktur tanah pondasi sering dilakukan analisis
stabilitas dan perhitungan desain pondasi suatu bangunan dengan menggunakan
parameter tanah baik tegangan total maupun tegangan efektif, dan identifikasi tanah.
Dalam melakukan uji penetrasi lapangan dengan SPT ini digunakan metode pengujian
penetrasi dengan SPT (SNI 03-4153-1996) yang dapat berlaku untuk tanah. Peralatan
uji penetrasi ini antara lain terdiri atas peralatan penetrasi dengan SPT, bahan
penunjang uji, dan perlengkapan lainnya. Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan
dan acuan dalam uji penetrasi dengan SPT di lapangan pada benda uji tanah.
Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah
di lapangan dengan SPT, yang dapat dipergunakan untuk identifikasi perlapisan tanah
yang merupakan bagian dari desain pondasi.
(1) Jumlah tumbukan atau pukulan adalah banyaknya pukulan palu setinggi 76 cm
pada setiap penetrasi 15 cm.
(2) Konus adalah ujung alat penetrasi yang berbentuk kerucut (terbuka dan tertutup)
untuk menahan perlawanan tanah.
(3) Palu adalah besi atau baja masif berbentuk silinder dan di tengahnya berlubang
lebih besar sedikit daripada diameter pipa bor.
(4) Split barrel sampler (Gambar 6.18) adalah alat berupa tabung yang dibelah dua
dan ke dua ujungnya dipegang dengan mur dan dipasang pada ujung pipa bor
pada waktu pelaksanaan pengujian SPT.
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 55
(5) Standard Penetration Test (SPT) adalah suatu metode uji yang dilaksanakan
bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik
tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji
SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai
pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm
vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang
dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian
dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing
tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk
memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m) atau pukulan
per-30 cm.
(6) tinggi jatuh adalah jarak yang dihitung dari penahan setinggi kira-kira 75 cm dari
tempat palu dijatuhkan
Peralatan yang diperlukan dalam uji penetrasi dengan SPT adalah sebagai
berikut:
Bahan penunjang pengujian yang dipergunakan adalah: (a) bahan bakar (bensin,
solar); (b) bahan pelumas; (c) balok dan papan; (d) tali atau selang; (e) kawat; (f)
kantong plastik; (g) formulir untuk pengujian; dan (h) perlengkapan lain.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian penetrasi dengan SPT adalah:
peralatan harus lengkap dan laik pakai; Pengujian dilakukan dalam lubang bor; Interval
pengujian dilakukan pada kedalaman antara 1,50 m s.d 2,00 m (untuk lapisan tanah
tidak seragam) dan pada kedalaman 4,00 m kalau lapisan seragam. Pada tanah
berbutir halus, digunakan ujung split barrel berbentuk konus terbuka (open cone); dan
pada lapisan pasir dan kerikil, digunakan ujung split barrel berbentuk konus tertutup
(close cone).
Contoh tanah tidak asli diambil dari split barrel sampler. Sebelum pengujian
dilakukan, dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu. Jika ada air tanah,
harus dicatat. Pipa untuk jalur palu harus berdiri tegak lurus untuk menghindari
terjadinya gesekan antara palu dengan pipa. Formulir-formulir isian hasil pengujian
Gambar 6.19: Bagan Alir Pengujian Panetrasi dengan SPT (SNI 4153:2008)
Gambar 6.21: Skema urutan uji penetrasi standar (SPT) (SNI 4153:2008)
𝐸𝑓 (6.26)
𝑁60 = ( )𝑁
60 𝑀
Dimana
Gambar 6.22: Contoh palu yang biasa digunakan dalam uji SPT (Departemen Pekerjaan Umum,
2005)
Nilai N terukur harus dikoreksi pada 𝑁60 untuk semua jenis tanah. Besaran
koreksi pengaruh efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang
batang, dan diameter lubang bor (Skempton, 1986; Kulhawy & Mayne, 1990). Oleh
karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan memadai terhadap N60,
harus dilakukan uji tenaga 𝐸𝑓 .
1
Jika tenaga kinetik 𝐾𝐸 = 𝑚 𝑣 2 dan tenaga potensial 𝑃𝐸 = 𝑚 𝑔 ℎ, dengan m
2
adalah massa (g); 𝑣 merupakan kecepatan tumbukan (m/s) dan ℎ adalah tinggi jatuh
(m) serta 𝑔 merupakan konstanta gravitasi (= 9,8 m/s2 = 32,2 ft/s2 ).
Semua korelasi empirik yang menggunakan nilai NSPT untuk keperluan interpretasi
karakteristik tanah, didasarkan pada rasio tenaga rata-rata ER ~ 60%.
Tabel 6.6: Koreksi-koreksi dalam uji SPT (SNI 4153:2008; Youd & Idriss, 2001)
Faktor Jenis Alat Koreksi
150 mm 𝐶𝐵 = 1,05
200 mm 𝐶𝐵 = 1,15
Nilai (𝑁1 )60 menggambarkan evaluasi pasir murni untuk interpretasi kepadatan
relatif, sudut geser, dan potensi likuifaksi.
(𝑁1 )60 = nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%;
𝑁𝑀 : hasil uji SPT di lapangan;
𝐶𝑁 : faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya ≤ 1,70);
𝐶𝐸 : faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu;
𝐶𝐵 : faktor koreksi terhadap diameter bor;
𝐶𝑅 : faktor koreksi untuk panjang batang SPT;
𝐶𝑆 : koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis (liner);
′
𝜎𝑣0 = tegangan vertikal efektif (kPa)
𝜎𝑎 = tekanan atmosfir sebesar 100 kPa.
Hasil uji penetrasi lapangan dengan SPT dilaporkan menjadi satu dengan log
bor dari hasil pengeboran dalam bentuk formulir seperti diperlihatkan dalam Lampiran
B, yang antara lain memuat hal-hal sebagai berikut: Nama pekerjaan dan lokasi
pekerjaan, dan tanggal pengujian; Nama penguji, nama pengawas, dan nama
penanggung jawab hasil uji dengan disertai tanda tangan (paraf) yang jelas; Nomor
lubang bor, kedalaman pengeboran, muka air tanah elevasi titik bor dan hasil
pengujian SPT; Tipe ujung split barrel yang digunakan, apakah berbentuk konus
terbuka atau konus tertutup; dan Catatan setiap penyimpangan pada waktu pengujian.
Contoh formulir uji penetrasi konus dengan SPT seperti Gambar 6.23.
Contoh 6.5
Berdasarkan data N-SPT dari Gambar 6.23. Jika pada saat pengujian N-SPT
menggunakan palu dengan pengaman dan bor yang digunakan dengan diameter 115
mm serta untuk pengambilan contoh uji menggunakan tabung standar (tanpa
pelapis/liner), hitung N-SPT Terkoreksi.
Dari Gambar 6.23 dapat dilihat N-SPT sebelum koreksi seperti Tabel C6.8
dengan tinggi muka air tanah (MAT) 5 meter.
Data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai 𝐶𝑁 adalah berat isi tanah yang
didapatkan dari hasil uji laboratorium dengan contoh uji yang diambil dari lubang
pengujian N-SPT. Hasil pengujian berat isi tanah seperti Tabel 6.5. Dengan mengambil
nilai berat isi air sebesar 𝟗, 𝟖𝟏 𝒎𝒌𝑵𝟑, tekanan vertikal efektif dapat dihitung.
′
Pada kedalaman 1,00 - 2,45 meter di atas air tanah, 𝜎𝑣0 = 𝛾 𝑥 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ
′ 𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(2,45) = 17,5 3
𝑥 2,45 𝑚 = 42,88 2
𝑚 𝑚
′ ′
𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(5,00) = 𝜎𝑣0(4,45) + 18,5 𝑥 (5 − 4,45) 𝑚 = 90,05
𝑚3 𝑚2
′ ′ 𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣𝑖(6,45) = 𝜎𝑣0(5,00) + 19,5 𝑥 (6,45 − 5,0) 𝑚 = 118,33
𝑚3 𝑚2
𝑘𝑁
Tekanan air setebal (6,45 – 5,00) =1,45 m dengan 𝛾𝑎 = 9,81
𝑚3
′ 𝑘𝑁
𝜎𝑤(6,45) = 1,45 𝑚 𝑥 𝛾𝑎 = 1,45 𝑥 9,81 = 14,22
𝑚2
′ ′ ′ 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(6,45) = 𝜎𝑣𝑖(6,45) − 𝜎𝑤(6,45) = 118,33 − 14,22 = 104,10
𝑚2
𝑘𝑁
maka dengan menggunakan Pers.6. 29, dan 𝜎𝑎 = 100 , didapatkan nilai 𝐶𝑁
𝑚2
2,2 2,2
𝐶𝑁(2,45) = ′ = = 1,351 ≤ 1,7 𝑜𝑘
𝜎𝑣0 42,88
1,2 + ( 1,2 + ( )
𝜎𝑎 ) 100
2,2
𝐶𝑁(4,45) = = 1,101
79,88
1,2 + ( )
100
2,2
𝐶𝑁(6,45) = = 0,982
114,10
1,2 + ( )
100
Hitungan tekanan vertikal efektif dan nilai 𝐶𝑁 selanjutnya dibuat Tabel C6.9.
Faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu dengan menggunakan palu dengan
pengaman didapatkan 𝐶𝐸 = 0,7 − 1,2 di ambil nilai 𝐶𝐸 = 0,8. Faktor koreksi terhadap
diameter bor yang menggunakan diameter bor 115 mm didapatkan 𝐶𝐵 = 1. Faktor
koreksi untuk panjang batang SPT, untuk batang sepanjang 2,45 m (kurang dari 3
meter) didapatkan 𝐶𝑅 = 0,75; untuk 4,45 m diambil yang mendekati 4 meter atau
dilakukan inetrpolasi linier, didapatkan 𝐶𝑅 = 0,8, pada kedalaman selanjutnya dengan
cara yang sama. Koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa
Gambar 6.6: Formulir uji penetrasi konus dengan SPT Terkoreksi (N60)
Beberapa macam alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah
kohesif. Salah satunya adalah, alat uji geser kipas atau geser baling baling (vane shear
70 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
test). Standar pengujian vane shear (ASTM D2573-08) memberikan indikasi kuat
geser undrained in-situ dari tanah liat berbutir halus dan silts atau geomaterials halus
lainnya seperti tailing tambang, kotoran organik, dan zat di mana penentuan kekuatan
undrained diperlukan. Tes ini berlaku untuk tanah dengan kekuatan undrained kurang
dari 200 kPa (2 TSF). Tanah sangat sensitif dapat remolded selama penyisipan baling-
baling. Metode pengujian ini digunakan secara luas dalam berbagai eksplorasi
geoteknik untuk mengevaluasi kekuatan pembebanan total secara untuk analisis
tegangan jenuh lempung berbutir halus dan silts. Tes ini rutin dilakukan bersamaan di
lapangan dan laboratorium untuk tes lainnya.
Perlawanan geser undrained puncak dari tes vane umumnya dikoreksi untuk
menentukan kekuatan geser undrained untuk analisis geoteknik. Lembaga yang
meminta pengujian harus menginterpretasikan data ini untuk menentukan penerapan
untuk analisis kekuatan. Metode ini tidak dapat digunakan untuk tanah berpasir, kerikil,
atau tanah permeabilitas tinggi lainnya. Tes ini sering dilakukan di lubang bor yang
dibor atau dengan tiang pancang atau pengeboran tiang atau metode dengan
mendorong (baling-baling sepatu). Metode ini juga berlaku untuk kedalaman dangkal,
namun, mungkin kurang akurat, karena mungkin lebih sulit untuk mempertahankan
baling / stabilitas batang dan vertikalitas.
Kualitas hasil yang dihasilkan oleh standar ini tergantung pada kompetensi
personil yang melakukan pengujian, dan kesesuaian peralatan dan fasilitas yang
digunakan. Lembaga yang memenuhi kriteria (ASTM D3740-12a) umumnya dianggap
mampu melakukan pengujian yang kompeten dan objektif.
Metode pengujian ini mencakup tes vane lapangan untuk tanah liat dan lumpur
tanah jenuh untuk penentuan kuat geser undrained. Pengetahuan tentang sifat tanah
di mana setiap tes vane yang akan dibuat diperlukan untuk penilaian penerapan dan
interpretasi tes. Tes ini tidak berlaku untuk tanah berpasir yang memungkinkan
drainase selama tes. Metode pengujian ini membahas pengujian di darat dan untuk
pengujian di lubang bor atau pengeboran tiang atau metode pemancangan terus
menerus dari permukaan tanah. Metode ini tidak membahas pengujian khusus laut di
mana persyaratan tes khusus atau variasi dalam peralatan mungkin diperlukan.
Metode ini sering digunakan bersama dengan pengeboran cairan rotary (ASTM D5783
Kekuatan geser undrained dan sensitivitas tanah kohesif juga dapat diukur
dalam Kompresi terbatas (ASTM D2166 / D2166M-13) dan Laboratorium Vane Test
(ASTM D4648 / D4648M-13). Nilai-nilai yang dinyatakan dalam satuan SI harus
dianggap sebagai standar. Inggris (Imperial) unit diberikan dalam kurung.
Alat uji geser baling terdiri dari empat pisau baling stainless steel melekat pada
batang baja yang akan didorong ke tanah (Gambar 6.24). Ketinggian baling biasanya
dua kali lebar keseluruhan dan sering sama dengan 10 cm atau 15 cm.
Gambar 6.24: (a) Shear Vane Tester; (b) Geometri Vane (ES & S, 2009, p. 55; ASTM D2573-08)
Pada saat ini, tanah gagal di geser pada permukaan silinder di sekitar baling-
baling. Kuat geser tanah yang telah berubah susunan tanahnya (remoulded) dapat
Kekuatan geser undrained tanah jenuh sebanding dengan torsi diberikan dan
dimensi baling-baling. Kekuatan geser undrained dihitung dengan menyamakan torsi
untuk saat-saat yang sesuai dengan total kekuatan geser atas sisi dan ujung
permukaan kegagalan geser silinder. Torsi (T) diukur dengan menggunakan
Persamaan 6.30, dimana 𝑇𝑆 adalah momen dari tahanan gaya geser pada kehancuran
sisi permukaan silinder dan 𝑇𝑒 adalah momen dari tahanan gaya geser di dua
kehancuran ujung permukaan silinder. Nilai tahanan geser vane hasil uji lapangan
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) dihitung dengan Persamaan 6.31.
𝑇 = 𝑇𝑆 + 𝑇𝑒 (6.30)
𝑇 (6.31)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣)
1 1
𝜋 𝐷2 ( 𝐻 + 𝐷)
2 6
Dimana 𝑇 adalah kehancuran/kegagalan torsi maksimum; 𝐷 = diameter alat
vane; dan 𝐻 = tinggi alat vane. Untuk alat Vane persegi panjang (rectangular), H/D =
2, nilai tahanan geser tanah, 𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) dihitung dengan Persamaan 6.32 (ASTM
6𝑇 (6.32)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) =
7𝜋𝐷3
12𝑇𝑀𝑎𝑥 (6.33)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) =
𝐷 𝐷
𝜋𝐷2 ( + + 6𝐻)
cos 𝑖 𝑇 cos 𝑖𝐵
Dimana:
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) adalah Nilai tahanan geser vane hasil uji lapangan
𝑇𝑀𝑎𝑥 = Nilai torsi maksimum terkoreksi dari alat dan batang friksi
𝐷 = Diameter alat Vane Test
𝐻 = Tinggi alat Vane Test
𝑖 𝑇 = sudut miring dari alat vane diatasnya
𝑖𝐵 = = sudut miring dari alat vane dibawanya
(𝑠𝑢 )𝑓𝑣 (6.34)
(𝑆𝑡 )𝑓𝑣 =
(𝑠𝑢𝑟 )𝑓𝑣
Dengan (𝑆𝑡 )𝑓𝑣 adalah senitifitas (tanpa dimensi); (𝑠𝑢 )𝑓𝑣 = kuat geser maksimum
tanah undrained; dan (𝑠𝑢𝑟 )𝑓𝑣 adalah kuat geser remoulded tanah undrained
Kuat geser berdasarkan hasil uji baling-baling atau kipas vane, harus dikoreksi.
Koreksi faktor hasil uji vane dikembangkan oleh Bjerum (1972) mengusulkan koreksi
kuat geser dari kuat geser yang diperoleh dari uji geser kipas di lapangan (Bowles,
1997, p. 188), dinyatakan dalam Persamaan 6.35, sebagai berikut:
𝜆 merupakan faktor koreksi atau faktor reduksi nilai hasil uji geser kipas di
lapangan 𝑠𝑢 (𝑣) , dicari dari grafik pada Gambar 6.26.
Hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (PI) dengan faktor koreksi menurut
Bjerum (1972) seperti dalam Persamaan 6.36, dan menurut Morris and Williams (1994)
mengusulkan dengan Persamaan 6.37 dan 2.38 (Das, 2011, p. 97), sebagai berikut:
Gambar 6.26: Faktor Koreksi Nilai uji geser kipas di lapangan (Shear Vane Tester) (Bowles, 1997, p.
188)
Studi yang lebih lengkap untuk koreksi nilai uji geser kipas di lapangan dilakukan
yang menghasilkan grafik koreksi (𝜆 = 𝜇) seperti Gambar 6.27 (Azzouz, Baligh, &
Ladd, 1983).
Koreksi faktor nilai geser vane atau uji geser kipas di lapangan dapat juga dicari
dari hubungan linier dengan indek plastisitas (IP), untuk IP > 5% dinyatakan dalam
Persamaan 6.39; dengan 𝑏, tergantung dari lamanya waktu, 𝑡𝑓 (dalam menit) sampai
terjadinya kegagalan (Chandler, 1988). Hasil koreksi seperti Gambar 6.28.
Kelebihan penggujian tes ini adalah sederhana dan cepat. Cocok untuk
penentuan kekuatan geser undrained tanah liat non-fissured sepenuhnya jenuh. Tes
ini dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan sensitivitas tanah. Tes ini dapat
dilakukan pada tanah lempung lunak yang terletak pada kedalaman yang besar,
sampel yang sulit untuk mendapatkan (Geotechdata.info, 2010).
Adapun kerugian dari uji geser baling adalah pengujian tidak dapat dilakukan
pada tanah liat yang berisi pasir atau lumpur laminasi atau tanah liat pecah-pecah. Tes
tidak memberikan hasil yang akurat ketika kegagalan amplop (failure envelope) bukan
horizontal.
Uji beban pelat (plate load test) sangat cocok untuk penyelidikan tanah timbunan
atau tanah yang mengandung banyak kerikil atau batuan, dimana uji-uji lapangan
yang sulit dilaksanakan. Pelat beban berupa pelat besi berbentuk lingkaran atau
bujursangkar dengan diameter yang bervariasi dari 30 cm atau lebih besa lagi. Dimensi
pelat tergantung dar ketelitian hasil pengujian yang dikehendaki. Pada prinsipnya, bila
ukuran pelat menedekati atau sama dengan lebar pondasi sebenarnya, maka semakin
Bentuk dan ukuran pelat pengujian bervariasi tergantung dari tujuan pengujian.
Kapasitas dukungan ultimit yan gdiperoleh dapat digunakan langsung, jika ukuran
pelat beban sama dengan ukuran pondasi yang akan digunakan. Untuk itu, kapasitas
ujung izin dihitung dengan cara membagi kapasitas dukung ultimit dengan faktor
aman. Jika penurunan merupakan kriteria yang dijadikan pedoman dalam penentuan
kapasitas dukung, kapasitas beban yang menyebabkan terlampauinya persyaratan
penurunan yang perlu diperhatikan.
Gambar 6.29: Contoh Uji Beban Plat (Arun Soil Lab, 2011)
Rincian peralatan termasuk sertifikat instrumen dan salinan grafik kalibrasi dari
lembaga dan setup peralatan yang disetujui untuk melakukan uji beban pelat
disampaikan untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum dimulainya pengujian.
Untuk pelat bantalan, tiga lempeng bantalan baja melingkar, tidak kurang dari 25mm
ketebalan dan berbagai diameter dari 300mm sampai 1000mm termasuk minimum dan
diameter maksimum yang ditentukan atau baja persegi bantalan piring bertahap.
Didasarnya, bantalan baja lebih besar dari 1000mm diameter dapat digunakan,
tergantung pada frekuensi jointing. Sebagai alternatif, tiga pondasi beton kecil ukuran
disebutkan atau lebih besar dapat ditempatkan di lapanganu. Tapak tersebut harus
memiliki kedalaman tidak kurang dari dua pertiga dari lebarnya.
Hydraulic jack atau teknik dongkrak harus memiliki kapasitas yang cukup untuk
memberikan dan mempertahankan beban maksimum yang diperkirakan tetapi tidak
kurang dari 50 ton dalam hal apapun. Pembeban harus diukur dengan menggunakan
sel beban elektronik yang dikalibrasi. Kekuatan alat ukur harus mampu merekam
beban dengan kesalahan tidak melebihi ± 2 persen dari kenaikan beban digunakan
atau 1% dari beban maksimum mana yang lebih rendah.
Alat ukur penurunan, seperti alat pengukur cepat harus mampu mengukur
dengan akurasi minimal 0.25mm, dengan akurasi 0.01mm sehubungan dengan datum
tetap harus dilakukan untuk mengukur penurunan plat dan gerakan balok referensi
untuk koreksi alat pengukur cepat bacaan. Alat lainnya diperlukan, termasuk kolom
beban, shims baja, dan alat-alat konstruksi lainnya dan peralatan yang diperlukan
untuk penyusunan lubang uji dan pemuatan peralatan. Tipikal setup untuk pengujian
seperti Gambar 6.30 untuk setup pengujian beban plat dengan Beban Gravity. Untuk
reaksi beban jack (Gambar 6.31) dan beban kuda-kuda (truss) seperti Gambar 6.32.
Gambar 6.31: Setup Pengujian Beban Plat dengan Reaksi Beban Jack (IS 1888 - 1982)
Gambar 6.32:Setup Pengujian Beban Plat dengan Beban Kuda-kuda (truss) (IS 1888 - 1982)
Uji beban pelat harus dilakukan sesuai dengan BS 5930 atau ASTM D1194
dengan persyaratan tambahan berikut:
(1) Uji pit harus minimal 4 kali selebar plat dan kedalaman pondasi untuk
ditempatkan.
(2) Pengujian harus dilakukan pada tingkat yang sama dari tingkat dasar yang
diusulkan atau seperti yang diarahkan oleh ahlinya. Setidaknya tiga (3) lokasi uji
yang diperlukan untuk kalibrasi pada efek ukuran plat tes, dan jarak antara lokasi
uji tidak kurang dari lima (5) kali diameter plat terbesar yang digunakan dalam
tes.
(3) Permukaan uji harus terganggu, planar dan bebas dari remah-remah dan puing-
puing longgar. Ketika permukaan uji digali oleh mesin, penggalian harus
dihentikan di 200mm sampai 300mm di atas permukaan uji dan dipangkas
permukaan uji secara manual. Untuk memastikan bahkan pemindahan beban uji
pada permukaan uji, plat baja harus diratakan dan memiliki kontak penuh dengan
tanah. Pasir mengisi atau adukan semen atau plesteran yang dapat meratakan
permukaan tanah. Jika tes dilakukan di bawah muka air tanah, adalah penting
untuk menurunkan muka air tanah dengan sistem sumur atau tindakan lain di luar
dan di bawah posisi tes.
(4) Penyusunan permukaan uji dapat menyebabkan perubahan yang tidak dapat
dihindari dalam tegangan tanah yang dapat mengakibatkan perubahan
permanen pada sifat lapisan tanah. Sangat penting bahwa waktu paparan
permukaan uji dan penundaan antara pengaturan dan pengujian harus
diminimalkan. Jeda waktu harus dilaporkan dengan hasil tes.
(5) Mendukung beban (platform) dengan tiang support atau penyangga atau cara
lain yang sesuai, pada titik-titik yang jauh dari daerah tes, sebaiknya tidak kurang
dari 2,4 meter. Total beban yang diperlukan untuk pengujian harus tersedia di
lokasi sebelum tes dimulai.
(6) Dukungan untuk balok dengan alat pengukur cepat atau perangkat rekaman
penurunan lebih dari 2,4 meter dari pusat daerah beban.
(8) Penurunan pada setiap tahap pembebanan harus diambil pada interval setiap 15
menit sebelum dan setelah setiap kenaikan beban. Jika interval waktu yang
dibutuhkan lebih dari 60 menit, membaca harus diambil pada setiap interval 15
menit.
(9) Dalam pengukuran beban, lembar tes catatan harus mencakup jadwal beban
yang ditargetkan, pembacaan load cell (pengukuran primer) & tekanan pengukur
pembacaan (pengukuran sekunder). Kontraktor pengujian harus mengontrol
pemuatan menggunakan pembacaan sel beban untuk mencapai beban target di
setiap tahap pembebanan & merekam bacaan yang sebenarnya di load cell &
pengukur tekanan secara bersamaan.
(10) Lanjutkan setiap tes sampai beban puncak tercapai atau sampai rasio selisih
beban kenaikan penurunan mencapai minimum, yaitu besarnya stabil. Jika
beban yang cukup tersedia, terus pengujian sampai penurunan keseluruhan
mencapai setidaknya 10 persen dari diameter plat, kecuali kegagalan beban
didefinisikan dengan baik saat diamati.
(11) Pengujian harus dihentikan jika salah satu dari berikut terjadi: jack rusak atau alat
pengukur; Ketidakstabilan kentledge itu; pengaturan yang tidak benar dari datum;
tidak stabil referensi bangku mark atau referensi balok; instrumen Mengukur
digunakan ditemukan telah rusak.
6.12.3 Pelaporan
Pengujian ini harus memuat laporan pembebanan, dan data penurunan untuk
setiap tes, laporan harus mencakup setidaknya berikut:
(1) Informasi umum seperti tanggal, kondisi cuaca, suhu, lokasi tes, tes permukaan
deskripsi tanah dan lain-lain;
(2) Data pengukuran, mencakup semua data yang harus diperiksa untuk mis-
recording atau salah perhitungan.
(3) Catatan atau fenomena abnormal selama pengujian harus dijelaskan.
(4) Hubungan penurunan-beban diplot dan disajikan dalam laporan.
I. SOAL
SOAL PILIHAN GANDA
6.2 Berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat
dipadatkan) meningkat, saat kadar air 𝑤0 = 0, berat volume basah dari tanah (𝛾)
adalah...
a. sama dengan berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
b. lebih kecil dari berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
c. lebih besar dari berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
d. sama dengan berat volume kering optimumnya (𝛾𝑑 )
6.3 Penambahan air yang kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang
sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah merupakan
peningkatan kadar air sampai dengan lebih besar dari kadar air optimumnya,
akan menyebabkan berat volume keringnya (𝛾𝑑 ) menjadi......
a. Sama atau tetap tidak berubah c. Lebih kecil
b. Lebih besar d. Optimum
6.4 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara A untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm) sebesar 40%
atau kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm
pada diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan
6.5 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara B untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm) sebesar 40%
atau kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm
pada diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan
d. 152,4 mm dan 56 pukulan/lapisan
6.6 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara D untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan 19,00 mm sebesar 30% atau
kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm pada
diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan
d. 152,4 mm dan 56 pukulan/lapisan
6.7 Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008 untuk butiran
contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang
mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, siapkan 1 contoh tanah
paling sedikit (kg) pada cara C
a. 3 b. 5 c. 7 d. 11
6.8 Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008 untuk butiran
contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak
mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, siapkan paling sedikit 5
contoh tanah (kg) pada cara C
a. 2,5 b. 3 c. 5 d. 6
6.10 Jumlah pemadatan untuk contoh uji Kepadatan Berat Tanah sesuai SNI
1743:2008 adalah 1/5 dari ketebalan padat total dengan cara A dan C setiap
lapisan dipadatkan sebanyak....
a. 20 kali b. 25 kali c. 30 kali d. 56 kali
6.11 Proses pemasukan suatu batang tusuk ke dalam tanah, dengan bantuan
manometer yang terdapat pada alatnya yang dapat membaca atau mengetahui
kekuatan suatu tanah pada kedalaman tertentu menggunakan alat yang
dinamakan....
a. Vane Shear c. Sondir (Dutch Cone Penetrometer)
b. Uji beban plat d. SPT (Standard Penetration Test)
6.12 Perbandingan antara nilai perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus
(𝑞𝑠 ), dinyatakan dalam persen.
a. Nilai geseran total (𝑇𝑓 )
b. Angka banding geser (𝑅𝑓 )
c. Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎), 𝐶𝑤
d. Nilai perlawanan konus dan geser (kPa), 𝑇𝑤
6.13 Jumlahkan nilai perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval
pembacaan adalah...
a. Nilai geseran total (𝑇𝑓 )
b. Angka banding geser (𝑅𝑓 )
c. Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎), 𝐶𝑤
d. Nilai perlawanan konus dan geser (kPa), 𝑇𝑤
6.15 Alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif adalah...
a. Vane Shear c. Sondir (Dutch Cone Penetrometer)
b. Uji beban plat d. SPT (Standard Penetration Test)
SOAL ESAI
6.16 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 14,75% dan berat jenis
tanah 2,675 di uji menggunakan cara A. Penambahan kadar air dengan interval
2% dimulai dengan 6% penambahan kadar air menghasilkan Data seperti Tabel
S6.1, dimana cetakan dengan massa 4410 gram dan volume cetakan 944 cm3.
a. Tentukan kepadatan basah tanah
b. Tentukan kepadatan kering tanah
c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)
d. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.
6.17 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 10,25% data hasil uji
seperti Tabel S6.2
86 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Tabel S6.2: Hasil uji kepadatan dengan kadar air
serta berat isi basah tanah
Kadar Air (%) Berat Isi Basah (kN/m3)
5 18,50
7 21,20
9 22,75
11 23,15
13 21,25
15 19,35
Tentukan
6.18 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan Data hasil uji seperti Tabel S6.3
6.25 Berdasarkan data N-SPT Tabel S6.6. Jika pada saat pengujian N-SPT
menggunakan palu dengan pengaman dan bor yang digunakan dengan diameter
115 mm serta untuk pengambilan contoh uji menggunakan tabung standar (tanpa
pelapis/liner), hitung N-SPT Terkoreksi.
6.28 Sebuah pengujian SPT dilakukan dengan menggunakan palu Donat dengan
rasio tenaga sebesar 95% menggunakan pengeboran berdiameter 150 mm.
Panjang batang yang digunakan untuk pengujian sepanjang 5 meter. Contoh uji
diambil dengan tabung standar. Jika diketahui tegangan efektif diawal pengujian
sebesar 120 kPa serta 𝜎𝑎 tekanan atmosfir sebesar 100 kPa, menghasilkan nilai
N-SPT dilapangan sebesar 30. Berapa nilai terkoreksi 𝑁60 .
J. REFERENSI
Arun Soil Lab. (2011). Plate Load Test as per IS: 1888-1982. Dipetik 3 1, 2015, dari Arun Soil
Lab Pvt.Ltd: http://www.arunsoillab.com/images/services/img25.jpg
ASTM D 3441 - 05. (t.thn.). Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of
Soil (Withdrawn 2014). West Conshohocken, PA: ASTM International,
http://www.astm.org/.