Anda di halaman 1dari 100

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/359545427

Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Book · November 2017

CITATIONS READS

0 74

3 authors, including:

Tri Mulyono
Jakarta State University
56 PUBLICATIONS   19 CITATIONS   

SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Vocational Education View project

All content following this page was uploaded by Tri Mulyono on 29 March 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Tri Mulyono, MT

Kepadatan
Tanah, CPT
dan SPT

Program Studi D3 Transportasi


Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
0 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Kepadatan Tanah, CPT dan
SPT
Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono
Staft Pengajar Program Studi D3 Transportasi. FT UNJ

Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id
Kepadatan Tanah, CPT dan SPT
Modul 6: Mekanika Tanah dan Pondasi

Tri Mulyono

Fakultas Teknik
Universitas Negeri Jakarta
Jl. Rawamangun Muka Jakarta 13220
Kontak Penulis: trimulyono@unj.ac.id

Perpustakaan Nasional RI. Data Katalog dalam Terbitan (KDT)


Mulyono, T.
Kepadatan Tanah, CPT dan SPT /Penulis, Tri Mulyono. Jakarta: Program
Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ, 2017 v, 98 hlm; 21 cm x 29,7 cm; Microsoft Sans
Serif 12pt
1. Kepadatan Tanah, CPT dan SPT. 2. Modul 6: Mekanika Tanah dan
Pondasi
I. Judul II. Universitas Negeri Jakarta

Cetakan Pertama: 3 Nopember, 2017.

Hak Cipta© 2017 pada Penulis Hak Cipta dilindungi Undang-undang. Dilarang
memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apapun, baik secara elektronik maupun mekanis, termasuk memfotocopy, merekam
atau dengan sistem penyimpanan lainnya, tanpa ijin tertulis dari Penerbit atau Penulis

ii Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


PRAKATA

Allhamdulillah, atas berkat rahmat dan ridho ALLAH juahlah maka penulis dapat
menyelesaikan modul ini yang berisi materi untuk matakuliah Mekanika Tanah Dan
Pondasi di Program Studi D3 Teknik Sipil FT UNJ@2017. Modul ini merupakan
rangkaian materi yang terdiri dari:

1 | Sejarah mekanika tanah dan pondasi

2 | Sifat dan karakterisitik tanah

3 | Hubungan antar parameter tanah

4 | Plastisitas dan sturktur tanah

5 | Klasifikasi tanah

6 | Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

Referensi yang digunakan berasal dari beberapa referensi yang berhubungan


dengan materi dalam modul yang bersumber dari standar ASTM, AASTHO, British
Standard dan terutama Standar Nasional Indonesia (SNI) yang disesuaikan dengan
kebutuhan akademik.

Semoga Modul ini dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan dan


bermanfaat bagi pembacanya

Jakarta, November 2017

Penulis

Tri Mulyono

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ iii


Daftar Isi

A. Tujuan _____________________________________________________ 1
B. Uraian Materi, Indikator Keberhasilan dan Alokasi Waktu Pembelajaran _ 1
C. Kegiatan (Strategi/Metode) ____________________________________ 2
D. Tugas _____________________________________________________ 2
E. Tes/Evaluasi & Tagihan _______________________________________ 2
F. Sumber dan Media Pembelajaran _______________________________ 3
G. Rangkuman Materi __________________________________________ 3
H. Materi Pembelajaran _________________________________________ 3
6.1 Prinsip Umum Pemadatan _________________________________ 3
6.2 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Laboratorium _____________ 5
6.3 Pengujian Laboratorium Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI
1742:2008 _____________________________________________ 5
6.3.1 Peralatan Pengujian ________________________________ 5

6.3.2 Prosedur Pengujian Kepadatan Ringan ________________ 11

6.3.3 Penghitungan Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI


1742:2008 _______________________________________ 13

6.4 Pengujian Laboratorium Kepadatan Berat untuk Tanah Sesuai SNI


1743:2008 ____________________________________________ 17
6.5 Faktor yang Mernpengaruhi Pemadatan _____________________ 19
6.6 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Lapangan ______________ 22
6.6.1 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir _ 23

6.6.2 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Balon Karet _____ 26

6.7 Pemadatan Tanah Organik _______________________________ 31


6.8 Jenis Penyelidikan Tanah di Lapangan untuk Kapasitas Pondasi _ 32
6.9 Pengujian Sondir _______________________________________ 33
6.9.1 Istilah/Terminology dalam Pengujian Sondir ____________ 35

6.9.2 Peralatan Pengujian Sondir _________________________ 36

6.9.3 Pembacaan Manometer Pengujian Sondir ______________ 41

6.9.4 Prosedur Pengujian Sondir __________________________ 41

6.9.5 Keuntungan dan Kekurangan Pengujian Sondir __________ 43

iv Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.9.6 Hitungan Pengujian Sondir __________________________ 43

6.9.7 Laporan Pengujian Sondir __________________________ 49

6.10 Pengujian Standar Panetrasi Test __________________________ 55


6.10.1 Istilah dan definisi dalam Uji SPT _____________________ 55

6.10.2 Peralatan, Bahan dan Perlengkapan Pengujian SPT ______ 56

6.10.3 Prosedur Pengujian penetrasi dengan SPT _____________ 57

6.10.4 Koreksi hasil uji SPT _______________________________ 61

6.10.5 Pelaporan Pengujian penetrasi dengan SPT ____________ 64

6.11 Uji Kipas di Lapangan (Vane Shear Test) ____________________ 70


6.11.1 Lingkup dan Prosedur Pengujian Vane Shear Test _______ 71

6.11.2 Hitungan Nilai Tahanan Geser Vane __________________ 73

6.11.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengujian Geser Baling ______ 77

6.12 Uji Beban Pelat ________________________________________ 77


6.12.1 Peralatan yang Digunakan __________________________ 79

6.12.2 Prosedur pengujian ________________________________ 81

6.12.3 Pelaporan _______________________________________ 82

I. Soal______________________________________________________ 83
J. Referensi _________________________________________________ 90

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ v


Modul 6:
Kepadatan Tanah, CPT dan SPT

A. TUJUAN
Setelah mempelajari materi ini diharapkan mahasiswa mampu menjelaskan dan
mengklasifikasikan tanah.

B. URAIAN MATERI, INDIKATOR KEBERHASILAN DAN ALOKASI


WAKTU PEMBELAJARAN
Materi dan indikator keberhasilan dengan rencana pertemuan dua kali (200
menit) tatap muka setelah mempelajari topik ini seperti Tabel berikut:

Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
6.1 Pemadatan 6.1.1 Mahasiswa mampu memahami dan 80’
tanah (soil menjelaskan Pemadatan tanah prinsip (soil
compaction) compaction) di Laboratorium
6.1.2 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
tanah di Laboratorium
6.1.3 Mahasiswa mampu menjelaskan kepadatan
lapangan
6.1.4 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
lapangan
6.1.5 Mahasiswa mampu menghitung kepadatan
relatif
6.2 Pengujian Sondir 6.2.1 Mahasiswa mampu memahami dan 60’
menjelaskan Pengujian Sondir
6.2.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian
Sondir
6.3 Pengujian SPT 6.3.1 Mahasiswa mampu memahami dan 60’
menjelaskan Pengujian SPT
6.3.2 Mahasiswa mampu menghitung Pengujian
SPT
6.4 Ringkasan - 6.4.1 Mahasiswa mampu mengerjakan tugas 3 x 24 Jam
Topik#6: secara mandiri
pengujian tanah 6.4.2 Mahasiswa mampu menyelesaikan tepat
(soil tests) di waktu
laboratorium dan
lapangan

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 1


Alokasi
Substansi Kajian
Indikator keberhasilan Waktu
(Materi)
(Menit)
6.5 Soal-soal: 6.5.1 Mahasiswa mampu mengerjakan tugas 7 x 24 Jam
pengujian tanah secara kelompok
(soil tests) di 6.5.2 Mahasiswa mampu menyelesaikan tepat
laboratorium dan waktu
lapangan

C. KEGIATAN (STRATEGI/METODE)
Kegiatan pembelajaran dilakukan dengan cara (1) Menjelaskan dalam kelas
tentang materi kajian; Membuka sesi diskusi; dan Memberikan tugas individu dan
kelompok

D. TUGAS
Mahasiswa setelah mempelajari materi ini diharapkan membuat tugas
ringkasan sebagai tugas mandiri dengan lama tugas 3 x 24 Jam dan tugas kelompok
dengan waktu 7 x 24 jam.

E. TES/EVALUASI & TAGIHAN


Berisi tes tertulis sebagai bahan pengecekan bagi peserta didik dan dosen untuk
mengetahui sejauh mana penguasaan hasil belajar yang telah dicapai, sebagai dasar
untuk melaksanakan kegiatan berikutnya. Test akan dilaksanakan pada tengah dan
akhir semester dalam bentuk test tertulis pilihan ganda dengan empat pernyataan satu
yang benar.

Tagihan setelah mempelajari topik ini adalah sebagai berikut:

1. Tugas#7: Ringkasan (Individu) yaitu mahasiswa meringkas topik dengan


ketentuan sebagai berikut:
a. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan di atas kertas
A4;
b. Urutan/sistematika sesuai dengan urutan pada subtansi kajian
(materi);
c. Batas waktu pengumpulan 3 x 24 Jam dikumpulkan sebelum Jam
12.00 WIB dan mengisi daftar absen pengumpulan tugas;
d. Bobot penilaiannya sebesar 2% (dua persen) dari total penilaian.

2 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


2. Tugas#13: Kelompok yaitu mahasiswa secara berkelompok menyelesaikan
penyelesaian soal tugas yang diberikan, dengan ketentuan.
a. Jumlah anggota kelompok maksimum 5 (lima) orang;
b. Jumlah soal yang diberikan direncanakan sebanyak 5 (lima) soal;
c. Tugas dikerjakan dengan menggunakan tulisan tangan atau dengan
MS-WORD di atas kertas A4;
d. Batas waktu pengumpulan 7 x 24 Jam dikumpulkan sebelum
perkuliahan dimulai pada minggu berikutnya dan mengisi daftar absen
pengumpulan tugas;
e. Bobot penilaiannya sebesar 4% (empat persen) dari total penilaian.

F. SUMBER DAN MEDIA PEMBELAJARAN


Sumber dan media pembelajaran menggunakan literatur sesuai dengan
referensi untuk topik ini dengan disampaikan pada saat tatap muka akan digunakan
Laptop/Notebooks, dan LCD Projector.

G. RANGKUMAN MATERI

H. MATERI PEMBELAJARAN
Timbunan tanah untuk lapis tanah dasar atau lapis pondasi jalan raya, tanggul
tanah, bendungan tanah dan banyak struktur teknik lainnya, jika menggunakan tanah
yang gembur memerlukan suatu proses pemadatan agar terjadi peningkatan kekuatan
tanah melalui kenaikan berat volumenya dengan demikian meningkatkan daya dukung
pondasi untuk mendukung struktur di atasnya. Selain itu pemadatan dapat mengurangi
besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kestabilan lereng
timbunan (embankments). Alat pemadat mekanis seperti smooth-wheel rollers, dan
vibratory rollers adalah umumnya digunakan di lapangan untuk pemadatan tanah.

6.1 Prinsip Umum Pemadatan

Kepadatan suatu tanah pada dasarnya merupakan perbandingan antara massa


benda uji dan volume. Berat volume kering tanah yang dipadatkan menjadi ukurannya.
Hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan akan memberikan
suatu nilai optimum kepadatan tanah. Air pada tanah yang dipadatkan berfungsi
sebagai unsur pembasah (pelumas) pada partikel-partikel tanah. Karena adanya air,
partikel-partikel tanah tersebut akan lebih mudah bergerak dan bergeseran satu sama
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 3
lain dan membentuk kedudukan yang lebih rapat/padat. Menggunakan usaha
pemadatan yang sama, berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam
tanah (pada saat dipadatkan) meningkat seperti Gambar 6.1.

Gambar 6.1: Prinsip Pemadatan (Das & Sobhan, 2014)

Saat kadar air 𝑤0 = 0, berat volume basah dari tanah (𝛾) adalah sama dengan
berat volume keringnya (𝛾𝑑 ), atau 𝛾 = 𝛾𝑑(𝑤=0) = 𝛾1 . Jika kadar air tanah ditingkatkan
terus secara bertahap dengan cara pemadatan yang sama, maka berat padat tanah
persatuan volume akan meningkat secara bertahap. Misalnya, pada 𝑤 = 𝑤1 , berat
volume basah dari tanah sama dengan 𝛾 = 𝛾2 . Sehingga berat volume kering dari
tanah tersebut pada kadar air, 𝑤1 dapat dinyatakan dalam (Das & Sobhan, 2014).

𝛾𝑑(𝑤=𝑤1 ) = 𝛾 = 𝛾𝑑(𝑤=0) + ∆𝛾𝑑

Penambahan kadar air justru cenderung menurunkan berat volume kering dari
tanah. Hal ini disebabkan karena air tersebut kemudian menempati ruang-ruang pori
dalam tanah yang sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah.
Kadar air dengan berat volume kering maksimum tanah yang dicapai disebut kadar air
optimum.

Pengujian di laboratorium yang umum dilakukan untuk mendapatkan berat


volume kering maksimum dan kadar air optimum adalah Uji Pemadatan Proctor
(Proctor Compaction Test), sesuai dengan nama penemunya, Proctor, (1933) atau
menurut SNI 1743:2008 Cara uji kepadatan berat untuk tanah.
4 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
6.2 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Laboratorium

Pengujian kepadatan di laboratorium menggunakan pengujian proctor.


Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air optimum
dan kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum ini dapat
digunakan untuk menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan
tanah di lapangan. Peralatan yang digunakan adalah cetakan, alat penumbuk, alat
pengeluar benda uji, timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat
pencampur, dan cawan. (SNI 1742:2008; SNI 1743:2008)

Cara uji dimaksudkan untuk menentukan hubungan antara kadar air dan
kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah cetakan berukuran tertentu dengan
penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 305 mm untuk uji
kepadatan ringan (SNI 1742:2008) dan penumbuk 4,54 kg yang dijatuhkan secara
bebas dari ketinggian 457 mm untuk kepadatan berat (SNI 1743:2008).

6.3 Pengujian Laboratorium Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI


1742:2008

Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) dimaksudkan untuk menentukan
hubungan antara kadar air dan kepadatan tanah yang dipadatkan di dalam sebuah
cetakan berukuran tertentu dengan penumbuk 2,5 kg yang dijatuhkan secara bebas
dari ketinggian 305 mm (SNI 1742:2008) atau ASTM Test Designation D-698.

6.3.1 Peralatan Pengujian

Cetakan yang digunakan berupa cetakan logam berdinding kokoh dan dibuat
sesuai dengan ukuran dan kapasitas yang sesuai Gambar 6.2 untuk cetakan silinder
dengan diameter 101,60 ± 0,41 𝑚𝑚 tinggi 116,43 ± 0,13 𝑚𝑚 dengan kapasitas
943 𝑐𝑚3 ± 8 𝑐𝑚3 atau 152,40 ± 0,66 𝑚𝑚 dengan kapasitas 2124 𝑐𝑚3 ± 21 𝑐𝑚3
dan keping alas dan dilengkapi dengan leher sambung yang dibuat dari bahan yang
sama dengan cetakan, dengan tinggi kurang lebih 60,33 ± 1,27 𝑚𝑚 mm. Cetakan dan
leher sambung harus dipasang kuat-kuat pada keping alas yang dibuat dari bahan
yang sama (SNI 1742:2008).

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 5


Alat penumbuk dapat menggunakan alat penumbuk tangan (manual) atau
mekanis. Penumbuk terbuat dari logam dengan massa 2,495 ± 0,009 𝑘𝑔 dan
mempunyai permukaan berbentuk bundar dan rata, diameter 50,80 ± 0,25 𝑚𝑚 .
Akibat pemakaian, diameter penumbuk tidak boleh kurang dari 50,42 mm. Penumbuk
harus dilengkapi dengan selubung yang dapat mengatur jatuh bebas setinggi 305 mm
± 2 mm untuk di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan untuk uji kepadatan
ringan (SNI 1742:2008). Selubung harus mempunyai paling sedikit 4 buah lubang
udara berdiameter tidak kurang dari 9,50 mm dengan poros tegak lurus satu sama lain
berjarak 19,00 mm dari kedua ujung. Selubung harus cukup longgar sehingga batang
penumbuk dapat jatuh bebas tidak terganggu. Penggunaan alat penumbuk mekanis
dari logam (Gambar 6.3), dilengkapi alat pengontrol tinggi jatuh bebas 305 mm ± 2 mm
di atas permukaan tanah yang akan dipadatkan dan dapat menyebarkan tumbukan
secara merata di atas permukaan tanah. Alat dikalibrasi terhadap beberapa macam
jenis tanah dan massa penumbuk disesuaikan agar mendapatkan hubungan kadar air
dengan kepadatan kering yang sama apabila dipadatkan dengan alat penumbuk
manual.

6 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 6.2: Alat uji kepadatan ringan untuk tanah (Cetakan silinder diameter 101,60 mm atau 152,90
mm dan keping alas)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 7


Gambar 6.3: Cetakan silinder dan Alat Penumbuk

Tidak praktis untuk mengatur tinggi jatuh alat penumbuk mekanis setiap kali alat
penumbuk tersebut dijatuhkan, seperti pada alat penumbuk yang dioperasikan secara
manual. Mengatur tinggi jatuhnya, dengan cara sejumlah contoh uji lepas di dalam
cetakan yang akan ditumbuk pertama kali ditekan secara pelan-pelan dengan alat
penumbuk dengan ketinggian 305 mm dan berikutnya sama atau bila alat penumbuk
sudah dilengkapi pengatur ketinggian jatuh, setiap penumbukan tinggi jatuh bebas 305
mm, diukur dari permukaan tanah yang ditumbuk sebelumnya. Cara kalibrasi yang
lebih detail untuk alat penumbuk mekanis yang digunakan pada pemadatan tanah di
laboratorium dapat dilihat pada ASTM D 2168.

Peralatan lainnya (SNI 1742:2008) adalah (1) alat pengeluar benda uji (extruder)
merupakan dongkrak, pengungkit, rangka, atau alat lain yang sesuai; (2) Timbangan
terdiri dari tiga buah timbangan masing-masing berkapasitas 11,5 kg dengan ketelitian
1 gram, kapasitas 1 kg dengan ketelitian 0,1 gram dan kapasitas 311 gram dengan
ketelitan 0,01 gram. Oven pengering dilengkapi dengan pengatur temperatur sampai
110°C ± 5°C untuk mengeringkan contoh tanah basah; (3) Pisau perata terbuat dari
baja yang kaku dengan panjang minimum 25 cm. Salah satu sisi memanjang pisau
perata harus tajam dan sisi lainnya datar. Batas toleransi pisau perata yang dihitung
pada kelurusan sisi memanjang tidak boleh melebihi 0,1% dari panjang; (4) Saringan
8 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
dengan ukuran bukaan 50 mm, saringan 19 mm dan saringan No.4 (4,75 mm), sesuai
persyaratan SNI 07-6866-2002; (5) Alat pencampur yang terdiri dari baki, sendok
pengaduk, sekop, spatula dan alat-alat bantu lainnya atau alat pencampur mekanik
yang sesuai untuk mencampur contoh tanah dan air secara merata; dan (6) Cawan
terbuat dari bahan tahan karat dan massanya tidak akan berubah akibat pemanasan
dan pendinginan yang berulang kali. Cawan harus dilengkapi penutup yang dapat
dipasang dengan rapat untuk mencegah hilangnya air dari benda uji sebelum
penentuan massa awal dan untuk mencegah penyerapan air dari udara terbuka
setelah pengeringan dan sebelum penentuan massa akhir.

Cara uji kepadatan ringan untuk tanah (SNI 1742:2008) dapat menggunakan
empat pilihan metode uji yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D, seperti Tabel 6.1.
Masing-masing cara tersebut di atas dibagi lagi berdasarkan sifat tanah, pertama
untuk butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh
tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air seperti jenis
contoh tanah berbutir kasar yang bersifat keras. Kedua untuk butiran contoh tanah
yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak mudah
(membutuhkan waktu yang lama) menyerap air. Butiran contoh tanah yang mudah
pecah umumnya jenis tanah berbutir kasar yang bersifat lunak (seperti batu pasir dan
batu kapur) dan lanau, sedangkan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air
adalah jenis tanah berbutir halus (lempung). Jika terjadi keraguan dalam menentukan
apakah butiran contoh tanah termasuk butiran contoh tanah yang mudah pecah atau
tidak, semua contoh tanah berbutir kasar dapat dianggap sebagai contoh tanah
berbutir yang mudah pecah.

Contoh uji tanah dipersiapkan sesuai dengan SNI 1742:2008, jika diterima dari
lapangan masih dalam keadaan basah atau lembab, contoh tanah tersebut harus
dikeringkan terlebih dahulu sehingga menjadi gembur. Pengeringan dapat dilakukan
di udara atau dengan alat pengering lain dengan temperatur tidak lebih dari 60°C.
Kemudian gumpalan-gumpalan tanah tersebut ditumbuk sedemikian rupa untuk
menghindari pengurangan ukuran butiran aslinya atau pecah kecuali tanah vulkanik
tidak boleh dikeringkan dengan menggunakan alat pengering. Contoh uji tanah
gembur yang mewakili kemudian di saring dengan saringan No.4 (4,75 mm) untuk
cara A dan cara B, dan dengan saringan 19,00 mm (3/4”) untuk cara C dan cara
D.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 9


Tabel 6.1: Metode uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008
Deskripsi Cara A Cara B Cara C Cara D
Diameter cetakan (mm) 101,6 152,4 101,6 152,4
Tinggi cetakan (mm) 116,43 116,43 116,43 116,43
Volume cetakan (cm3) 943 2124 943 2124
Massa penumbuk (kg) 2,5 2,5 2,5 2,5
Tinggi jatuh penumbuk (mm) 305 305 305 305
Jumlah lapis 3 3 3 3
Jumlah tumbukan per lapis 25 56 25 56
Bahan lolos saringan No.4 No.4 19,00 mm 19,00 mm
(4,75 mm) (4,75 mm)
Bahan campuran tanah tertahan saringan No.4 tertahan saringan
(4,75 mm) sebesar 40% 19,00 mm sebesar
atau kurang 30% atau kurang
1. Masing-masing contoh uji dimasukkan ke dalam kantong plastik atau wadah lainnya dan
ditutup rapat, kemudian didiamkan selama: 3 jam (kerikil dan pasir kelanauan/ kelempungan);
12 jam (lanau) dan 24 jam (lempung) serta contoh uji berupa kerikil dan pasir tidak perlu
didiamkan.
2. Untuk tanah berbutir halus (bersifat plastis), kadar air optimum diperkirakan berada di sekitar
kadar air batas plastis (PL). Secara visual dilakukan dengan menggiling sejumlah contoh tanah
di antara kedua telapak tangan sampai mencapai diameter 3 mm. Jika pada saat mencapai
diameter 3 mm belum menunjukkan adanya retakan (patah), tambahkan sejumlah air kedalam
contoh tanah, kemudian diaduk sampai merata. Giling kembali contoh tanah tersebut dengan
kedua telapak tangan sampai menunjukkan adanya retakan (patah) pada diameter 3 mm

Masing-masing contoh tanah ditambahkan air dan diaduk sampai merata.


Butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, penambahan air
dilakukan secara bertahap. Pada tahap awal, penambahan air diatur sedemikian
rupa sehingga kadar airnya 2% sampai dengan 6% di bawah kadar air optimum.
Penambahan air tahap berikutnya dilakukan setelah pemadatan dan pemecahan
kembali benda uji. Perbedaan kadar air pada masing-masing tahap sekitar 1% sampai
dengan 3%.

Butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah
yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air seperti tanah
lempung, penambahan air diatur sedemikian rupa sehingga 1 contoh mempunyai
kadar air mendekati kadar air optimum; 2 contoh di bawah optimum; dan 2 contoh
lainnya di atas optimum. Perbedaan kadar air masing-masing sekitar 1% sampai
dengan 3%. Jumlah contoh uji untuk masing-masing metode/cara pengujian seperti
Tabel 6.2.
10 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Tabel 6.2: Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008
Cara
Deskripsi
A B C D
butiran contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan 3 7 5 11
dan contoh tanah yang mudah (membutuhkan waktu yang cepat)
menyerap air, siapkan 1 contoh tanah paling sedikit (kg)
butiran contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan 2,5 5 3 6
contoh tanah yang tidak mudah (membutuhkan waktu yang lama)
menyerap air, siapkan paling sedikit 5 contoh tanah (kg)

6.3.2 Prosedur Pengujian Kepadatan Ringan

Prosedur pengujian kepadatan ringan tanah sesuai SNI 1742:2008


menggunakan contoh uji tanah dipersiapkan yang sesuai dengan metode/cara A, B, C
atau D.

Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada butiran contoh tanah yang tidak mudah
pecah dan contoh tanah yang mudah menyerap air dengan prosedur:

(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram
dinyatakan sebagai (𝐵1 ) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan
ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas,
kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa
tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.
(2) Ambil contoh uji yang akan dipadatkan, tuangkan ke dalam baki dan aduk
sampai merata. Padatkan contoh uji di dalam cetakan (dengan leher
sambung) dalam 3 lapis dengan ketebalan yang sama sehingga ketebalan
total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm.
(3) Pemadatan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
(a) untuk lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah
yang sedikit melebihi 1/3 dari ketebalan padat total, sebarkan secara
merata dan ditekan sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang
serupa agar tidak lepas atau rata. Padatkan secara merata pada
seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam cetakan dengan
menggunakan alat penumbuk dengan massa 2,5 kg yang dijatuhkan
secara bebas dari ketinggian 305 mm di atas permukaan contoh uji
tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali
untuk cara B dan D.
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 11
(b) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua dan lapisan ketiga dengan
cara yang sama seperti untuk lapis pertama.
(c) Cara melakukan penumbukan pada cetakan berdiameter 102 mm (4
inci) untuk satu lapisan, sebanyak 25 tumbukan seperti Gambar 6.4.

Gambar 6.4: Cara melakukan penumbukan

(4) Lepaskan leher sambung, potong kelebihan contoh uji yang telah dipadatkan
dan ratakan permukaannya menggunakan pisau perata, sehingga betul-
betul rata dengan permukaan cetakan. Timbang massa cetakan yang berisi
benda uji dan keping alasnya dengan ketelitian 1 gram sebagai (𝐵2 ). Buka
keping alas dan keluarkan benda uji dari dalam cetakan menggunakan alat
pengeluar benda uji (extruder). Belah benda uji secara vertikal menjadi dua
bagian yang sama, kemudian ambil sejumlah contoh yang mewakili dari
salah satu bagian untuk pengujian kadar air, sesuai SNI 03-1965-1990.
Tanah terdrainase bebas seperti pasir seragam dan kerikil yang
memungkinkan terjadi rembesan pada bagian bawah cetakan dan keping
alas, contoh yang mewakili untuk pengujian kadar air lebih baik diambil dari
bak pencampur.
(5) Untuk Cara A dan B Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos saringan
No.4 (4,75 mm) dan campurkan dengan sisa contoh uji di dalam baki.
Tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai
dengan 3% dari kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai
merata.
(6) Untuk Cara C dan D Pecahkan benda uji sampai secara visual lolos
saringan 19,0 mm dan 90% gumpalan tanah lolos saringan No.4 (4,75 mm),

12 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


kemudian campurkan dengan sisa contoh uji di dalam baki. Tambahkan air
secukupnya sehingga kadar airnya meningkat 1% sampai dengan 3% dari
kadar air benda uji pertama, kemudian diaduk sampai merata.
(7) Ulangi langkah-langkah pemadatan dengan cara yang sama beberapa kali
sampai massa benda uji berkurang atau tetap.

Pengujian untuk cara A, B, C dan D pada Butiran contoh tanah yang mudah
pecah dan contoh tanah yang tidak mudah menyerap air dengan prosedur:

(1) Timbang massa cetakan dan keping alas dengan ketelitian 1 gram
dinyatakan sebagai (𝐵1 ) serta ukur diameter dalam dan tingginya dengan
ketelitian 0,1 mm. Pasang leher sambung pada cetakan dan keping alas,
kemudian dikunci dan ditempatkan pada landasan dari beton dengan massa
tidak kurang dari 100 kg yang diletakkan pada dasar yang stabil.
(2) Ambil salah satu contoh uji (sebaiknya dimulai dari contoh uji dengan kadar
air yang mendekati kadar air optimum) dan lakukan prosedur seperti langkah
sebelumnya, butir (3) dan (4);
(3) Ulangi langkah-langkah sama seperti di atas untuk contoh uji ke dua, contoh
uji ketiga dan seterusnya sampai massa benda uji berkurang atau tetap.
Sebaiknya pemadatan dilakukan secara berturut-turut, mulai dari contoh uji
dengan kadar air yang mendekati kadar air optimum kemudian dilanjutkan
dengan contoh uji dengan kadar air yang lebih besar. Hal tersebut
dimaksudkan, apabila berat benda uji dengan kadar air paling besar belum
berkurang atau tetap dibandingkan berat benda uji sebelumnya, contoh uji
dengan kadar air yang paling kecil ditambahkan air melebihi kadar air yang
semula paling besar. Apabila berat benda uji masih menunjukkan
peningkatan setelah semua contoh uji dipadatkan, siapkan contoh tanah
yang baru dan tambahkan air secukupnya sehingga kadar airnya 1% sampai
dengan 3% di atas kadar air benda uji yang paling besar.

6.3.3 Penghitungan Kepadatan Ringan untuk Tanah Sesuai SNI 1742:2008

Kepadatan basah (𝜌) merupakan perbandingan antara massa benda uji basah
dan volume dihitung dengan Persamaan 6.1, dimana 𝐵1 adalah massa cetakan dan
keping alas, dinyatakan dalam gram, 𝐵2 adalah massa cetakan, keping alas dan benda

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 13


uji dinyatakan dalam gram, serta 𝑉 adalah volume benda uji atau volume cetakan,
dinyatakan dalam cm3.

𝐵2 − 𝐵1 (6.1)
𝜌=
𝑉
Kadar air (𝑤) merupakan perbandingan antara massa air dan massa kering
tanah sesuai dengan Persamaan 6.2

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑖𝑟 (6.2)


𝑤= 𝑥100
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔
Kepadatan (berat isi) kering (𝜌𝑑 ) merupakan perbandingan antara massa benda
uji kering dan volume dengan hitungan sesuai Persamaan 6.3 dinyatakan dalam
𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 , dimana 𝜌 adalah kepadatan basah, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤
adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

𝜌 (6.3)
𝜌𝑑 = 𝑥100
100 + 𝑤
Kepadatan kering jenuh merupakan perbandingan antara massa kering tanah
dan volume total pada kondisi jenuh air (rongga berisi udara nol) yaitu untuk derajat
kejenuhan 100 dengan hitungan sesuai Persamaan 6.4 dimana 𝐺𝑠 adalah berat jenis
tanah, 𝜌𝑤 adalah kapadatan air, dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air,
dinyatakan dalam %.

𝐺𝑠. 𝜌𝑤 (6.4)
𝜌𝑑 = 𝑥100
100 + 𝐺𝑠. 𝑤
Menggunakan hubungan antara kepadata tanah dengan kadar air dapat dicari
nilai kadar air optimum yaitu kadar air yang paling cocok untuk cara pemadatan
tertentu yang menghasilkan kepadatan paling besar yang diperoleh dari kurva
pemadatan atau kepadatan maksimum yang merupakan kepadatan kering yang
paling besar yang diperoleh dari kurva pemadatan.

Contoh 6.1

Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 15,57% dan berat jenis
tanah 2,425 di uji menggunakan cara A. Penambahan kadar air dengan interval 2%
dimulai dengan 10% penambahan kadar air menghasilkan Data seperti Tabel C6.1,
dimana cetakan dengan massa 4410 gram dan volume cetakan 944 cm3.

a. Tentukan kepadatan basah tanah


b. Tentukan kepadatan kering tanah
14 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)
d. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.

Tabel C6.1: Hasil uji kepadatan ringan


Contoh
Deskripsi
1 2 3 4 5
massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500
Kadar air awal (%) 12,57 12,57 12,57 12,57 12,57
Penambahan air (%) 10 12 14 16 18
Penambahan air 250 300 350 400 450
Massa tanah basah + cetakan (gr) 5951 6043 6096 6092 6075
Pengujian Kadar Air setelah dipadatkan
Massa Cawan 44,6 41,2 46,3 44,7 42,8
Massa tanah basah + cawan 278,8 269,2 295,5 315,5 268,5
Massa tanah kering + cawan 235,6 224,2 243,2 255,3 215,7

Penyelesaian:

a. Menghitung Kepadatan basah (𝝆) untuk contoh 1

𝑩𝟐 − 𝑩𝟏 (𝟓𝟗𝟓𝟏) − (𝟒𝟒𝟏𝟎)
𝝆= = = 𝟏, 𝟔𝟑𝟐𝟒 𝒈/𝒄𝒎𝟑
𝑽 𝟗𝟒𝟒

b. Tentukan kepadatan kering tanah

Kadar air untuk contoh 1, 𝒘 = 𝟏𝟐, 𝟓𝟕% + 𝟏𝟎%

𝜌 1,6324
𝜌𝑑 = 𝑥100 = 𝑥100 = 1,3318 𝑔/𝑐𝑚3
100 + 𝑤 100 + (12,57 + 10)%

c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)


Kadar air setelah dipadatkan untuk contoh 1
Massa tanah basah + cawan = 278,8 gram
Massa tanah kering + cawan = 235,6 gram
Massa cawan = 44,6 gram
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝐴𝑖𝑟 (278,8 − 235,6)
𝑤= 𝑥100 = 𝑥100 = 22,62%
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐾𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 (235,6 − 44,6)
kepadatan kering tanah jenuh (zero air void) dengan 𝐺𝑠 = 2,425 dan 𝜌𝑤 = 1

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 15


𝐺𝑠. 𝜌𝑤 2,425. (1)
𝜌𝑑 = 𝑥100 = 𝑥100 = 1,566 𝑔/𝑐𝑚3
100 + 𝐺𝑠. 𝑤 100 + 2,425 (22,62)
Hitungan selanjutnya seperti Tabel C6.2.
d. Menentukan kadar air dan kepadatan kering optimum dengan menggambarkan
kurva hubungan antara kepadatan dan kadar air.

Tabel C6.2: Hitungan uji kepadatan ringan


Contoh Uji
No Deskripsi
1 2 3 4 5
1 Massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500
2 Kadar air awal (%) 12,57 12,57 12,57 12,57 12,57
3 Penambahan air (%) 10 12 14 16 18
4 Penambahan air 250 300 350 400 450
5 Massa tanah basah + cetakan (gr) 5951 6043 6096 6092 6075
HITUNGAN
6 Massa tanah basah (gr)
1541 1633 1686 1682 1665
(𝟓𝟗𝟓𝟏) − (𝟒𝟒𝟏𝟎)
7 Kepadatan basah, 𝝆 =
(𝟔)
, 𝑔/𝑐𝑚3
𝑽 1,6324 1,7299 1,7860 1,7818 1,7638
8 Kepadatan kering,
𝜌
𝜌𝑑 = 𝑥100, 𝑔/𝑐𝑚3 1,3318 1,3887 1,4111 1,3858 1,3508
100+((2)+(3))

Hitungan Kadar Air


9 Massa tanah basah + cawan 278,8 269,2 295,5 315,5 268,5
10 Massa tanah kering + cawan 235,6 224,2 243,2 255,3 215,7
11 Massa air, gr (9) – (10) 43,2 45 52,3 60,2 52,8
12 Massa cawan, gr 44,6 41,2 46,3 44,7 42,8
13 Massa tanah kering , gr (10) – 12) 191 183 196,9 210,6 172,9
14 Kadar air
(11)
𝑤= 𝑥100
(13 22,62 24,59 26,56 28,59 30,57
15 Kepadata kering jenuh, 𝐺𝑠 = 2,425
2,425
𝜌𝑑 = 𝑥100
100 + 2,425 (14) 1,566 1,519 1,475 1,432 1,393

Menggunakan Tabel C6.2 digambarkan grafiknya seperti Gambar C6.1,


didapatkan nilai kadar air optimum sebesar 26,6% dan kepadatan kering maksimum
sebesar 1,411 𝑔/𝑐𝑚3 .

16 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar C6.1: Kepadatan dan Kadar Air Hasil Uji

6.4 Pengujian Laboratorium Kepadatan Berat untuk Tanah Sesuai SNI


1743:2008

Pemadatan tanah di laboratorium dimaksudkan untuk menentukan kadar air


optimum dan kepadatan kering maksimum. Kadar air dan kepadatan maksimum
digunakan untuk menentukan syarat yang harus dicapai pada pekerjaan pemadatan
tanah di lapangan. Pengujian kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI 1743:2008
merupakan pengujian dari modifikasi uji proctor atau sesuai atau ASTM Test
Designation D-1557 dan AASHTO Test Designation T-180.

Peralatan yang digunakan untuk kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI
1743:2008 sama seperti SNI 1742:2008 adalah cetakan, alat penumbuk, alat
pengeluar benda uji, timbangan, oven pengering, pisau perata, saringan, alat
pencampur, dan cawan. Cara uji untuk menentukan kadar air optimum dan kepadatan
kering maksimum yang digunakan adalah uji kepadatan ringan (standard). Cara
tersebut dibagi menjadi 4 cara, yaitu cara A, cara B, cara C dan cara D (Tabel 6.1).
Cara tersebut dibagi berdasarkan sifat tanah dan harus dinyatakan dalam spesifikasi
bahan tanah yang akan diuji, jika tidak gunakan menggunakan cara A. Cara A dan cara
B digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan No.4 sebesar 40% atau

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 17


kurang. - Cara C dan cara D digunakan untuk campuran tanah yang tertahan saringan
19,00 mm sebesar 30% atau kurang (SNI 1743:2008).

Jumlah contoh uji untuk masing-masing metode/cara pengujian seperti Tabel


6.2. Persiapan contoh uji pada setiap contoh tanah yang ditambahkan air dan diaduk
sampai merata sama seperti SNI 1742:2008 seperti yang diuraikan sebelumnya.

Prosedur pengujian kepadatan berat untuk tanah sesuai SNI 1743:2008


menggunakan contoh uji tanah dipersiapkan yang sesuai dengan metode/cara A, B, C
atau D sama seperti SNI 1742:2008. Pada prosedur pemadatan contoh uji di dalam
cetakan (dengan leher sambung) dipadatkan dalam 5 lapis dengan ketebalan yang
sama sehingga ketebalan total setelah dipadatkan kira-kira 125 mm. Pemadatan
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(1) Lapisan pertama, isi contoh uji ke dalam cetakan dengan jumlah yang sedikit
melebihi 1/5 dari ketebalan padat total, sebarkan secara merata dan ditekan
sedikit dengan alat penumbuk atau alat lain yang serupa agar tidak lepas
atau rata.
(2) Padatkan secara merata pada seluruh bagian permukaan contoh uji di dalam
cetakan dengan menggunakan alat penumbuk dengan massa 4,54 kg yang
dijatuhkan secara bebas dari ketinggian 457 mm di atas permukaan contoh
uji tersebut sebanyak 25 kali untuk cara A dan C serta sebanyak 56 kali untuk
cara B dan D;
(3) lakukan pemadatan untuk lapisan kedua, lapisan ketiga, lapisan keempat
dan lapisan kelima dengan cara yang sama seperti untuk lapisan pertama.

Prosedur lainnya mengikuti cara sesuai SNI 1742:2008, sampai dengan


pengambilan untuk pengujian kadar air tanah setelah proses pemadatan.

Penghitungan kepadatan basah, kadar air, kepadatan (berat isi) kering, dan
kepadatan (berat isi) kering pada kondisi jenuh atau zero air void, dapat menggunakan
Persamaan yang sama dengan SNI 1742:2008.

Penggambaran grafik dengan cara menggambarkan titik-titik hubungan antara


kepadatan kering (sumbu X) dan kadar air (sumbu Y) dari hasil uji pada sebuah grafik,
kemudian gambarkan sebuah kurva yang halus yang menghubungkan titik-titik
tersebut. Dari kurva yang telah digambarkan, tentukan kepadatan kering maksimum
pada puncak kurva dan kadar air optimum. Pada grafik yang sama gambarkan
18 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
hubungan antara kepadatan kering dan kadar air pada derajat kejenuhan 100% (garis
jenuh). Grafik pemadatan tidak boleh memotong garis jenuh dan pada harga kadar air
yang tinggi grafik pemadatan menjadi sejajar dengan garis jenuh tersebut.

6.5 Faktor yang Mernpengaruhi Pemadatan

Pemadatan tanah dipengaruhi banyak faktor antara lain, kadar air tanah, jenis
tanah, dan energi pemadatan. Kadar air mempunyai pengaruh yang besar terhadap
tingkat kepadatan yang dapat dicapai oleh suatu tanah. Pada kadar air mendekati nol
kepadatan tanah cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kepadatan optimumnya
dan kembali menurun saat kadar air lebih besar dari optimumnya, karena air
menempati pori-pori yang seharusnya di isi oleh udara.

Jenis tanah yang diwakili oleh distribusi ukuran-butiran, bentuk butiran tanah,
berat spesifik bagian padat tanah, dan jumlah serta jenis mineral lempung yang ada
pada tanah mempunyai pengaruh besar terhadap nilai berat volume kering maksimum
dan kadar air optimum dari tanah tersebut. Bentuk umum kurva-kurva pemadatan yang
didapat dari empat jenis tanah seperti Gambar 6.5 (Das & Sobhan, 2014). Uji
laboratorium dilaksanakan sesuai dengan prosedur ASTM Test Designation D-698
(SNI 1742:2008 atau SNI 1743:2008).

Gambar 6.5: Tipikal kurva pemadatan untuk empat jenis tanah (Das & Sobhan, 2014)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 19


Berdasarkan Gambar 6.5 bahwa untuk pasir, harga berat volume kering
umumnya cenderung untuk menurun dahulu dengan naiknya kadar air, kemudian naik
sampai mencapai harga maksimum dengan penambahan kadar air lebih lanjut.
Penurunan berat volume kering pada awal kurva disebabkan karena pengaruh
peristiwa kapiler pada tanah. Pada kadar air yang lebih rendah, adanya tegangan terik
kapiler pada pori-pori tanah mencegah kecenderungan partikel tanah untuk bergerak
dengan bebas untuk menjadi lebih padat. Kemudian tegangan kapiler tersebut akan
berkurang dengan bertambahnya kadar air sehingga partikel-partikel menjadi mudah
bergerak dan menjadi lebih padat (Das & Sobhan, 2014).

Lee dan Suedkamp (1972) dalam Das & Sobhan, (2014) telah mempelajari
kurva-kurva pemadatan dari 35 jenis tanah. Kesimpulannya bahwa kurva pemadatan
tanah-tanah tersebut dapat dibedakan hanya menjadi empat tipe umum seperti
Gambar 6.6. Kurva pemadatan tipe A adalah kurva yang mempunyai hanya satu
puncak. Tipe ini biasanya ditemukan pada tanah-tanah yang mempunyai batas cair
antara 30 dan 70. Kurva tipe B adalah untuk tipe yang mempunyai satu-setengah
puncak, dan kurva tipe C adalah untuk yang mempunyai puncak ganda. Kurva-kurva
pemadatan tipe B dan C dijumpai pada tanah-tanah dengan batas cair kurang dari 30.
Tipe kurva pemadatan D adalah tipe yang tidak mempunyai puncak tertentu. Tipe ini
disebut sebagai berbentuk ganjil. Tanah dengan batas cair lebih besar daripada 70
kemungkinan mempunyai bentuk kurva pemadatan seperti tipe C atau D.

Energi yang dibutuhkan untuk pemadatan (𝐸) pada uji Proctor standar (Das &
Sobhan, 2014) dapat ditulis sebagai berikut:

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑇𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 (6.5)


𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡
( 𝑇𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘𝑎𝑛 ) 𝑥 ( )𝑥( ) 𝑥 ( 𝐽𝑎𝑡𝑢ℎ )
𝐿𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘
𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠 𝑃𝑒𝑛𝑢𝑚𝑏𝑢𝑘
𝐸=
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐶𝑒𝑡𝑎𝑘𝑎𝑛
Jika jumlah tumbukan setiap lapisan 25 dengan banyak 3 lapisan dan berat
penumbuk 2,5 kg serta tinggi jatuh bebas setinggi 305 mm, maka Persamaan 6.5 untuk
volume cetakan 944 cm3, dapat ditulis menjadi:

2,5 𝑥 9,81𝑘𝑁
(25)(3)( )(0,305 𝑚)
𝐸= 1000 = 594,29 𝑘𝑁. 𝑚/𝑚3
944 𝑥 10−6 𝑚3

20 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 6.6: Tipikal kurva pemadatan yang sering dijumpai pada tanah (Das & Sobhan, 2014)

Energi pemadatan per satuan volume tanah yang berubah akan menyebabkan
perubahan kurva pemadatan seperti Gambar 6.7 yang menunjukkan empat buah
kurva pemadatan untuk tanah lempung berpasir dengan berat jenis 2,7 dan batas cair
31% serta batas plastis 26% (Das & Sobhan, 2014). Cetakan dan penumbuk
menggunakan Proctor standar dengan jumlah tumbukan setiap lapisan bervariasi
mulai dari 20 sampai 50 (tumbukan per lapisan). Menggunakan Persamaan 6.5, energi
pemadatan per satuan volume untuk masing-masing percobaan juga dapat dicari. Jika
energi pemadatan bertambah, harga berat volume kering maksimum tanah hasil
pemadatan juga bertambah, dan jika energi pemadatan bertambah, nilai kadar air
optimum (garis optimum) akan berkurang. Hal ini berlaku untuk semua jenis tanah
akan tetapi tingkat kepadatan suatu tanah tidak langsung secara proporsional

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 21


sebanding dengan energi pemadatannya, untuk desain yang ekonomis di lapangan,
suatu harga batas atas dari energi pemadatan haruslah ditentukan lebih dahulu.

Gambar 6.7: Efek energi pemadatan pada tanah lempung kepasiran (Das & Sobhan, 2014)

6.6 Pengujian Kepadatan untuk Tanah di Lapangan

Spesifikasi untuk pekerjaan tanah, pelaksana diharuskan untuk mencapai suatu


kepadatan lapangan yang berupa berat volume kering antara 90% - 95% berat volume
kering maksimum tanah tersebut. Berat volume kering maksimum itu didapat dari hasil
uji laboratorium. Berat volume yang ditentukan dalam spesifikasi dapat dicapai atau
tidak dapat ditentukan di lapangan menggunakan metode kerucut/konus pasir (sand
cone method) atau metode balon karet (rubber balloon method) ataupun penggunaan
alat ukur kepadatan nuklir.

22 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.6.1 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Alat Konus Pasir

Pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir sesuai SNI 03-2828-
1992 atau sesuai ASTM Designation D-1556 digunakan untuk tanah dengan partikel
butir tidak lebih dari 50 mm.

Kerucut/konus pasir (sand cone) terdiri atas sebuah botol plastik atau kaca
dengan sebuah kerucut logam dipasang di atasnya (Gambar 6.8). Botol plastik dan
kerucur ini diisi dengan pasir Ottawa kering bergradasi buruk. Botol plastik merupakan
botol transparan dengan kapasitas volume + 4 liter dilengkapi dengan corong pasir
(SNI 03-2828-1992). Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol
telah tertentu dinyatakan sebagai 𝑊1 . Sebuah lubang kecil digali pada permukaan
tanah yang telah dipadatkan di lapangan kemudian diletakan pelat untuk dudukan
corong pasir dengan ukuran 30,48 cm x 30,48 cm. Setelah katup konus dibuka pasir
akan mengisi lubang yang digali, kemudian timbang berat dari tabung, kerucut logam,
dan sisa pasir setelah mengisi lubang sebagai 𝑊2 , jika berat pasir dalam konus
dinyatakan sebagai 𝑊𝑐 maka berat pasir dalam lubang diketahui (Persamaan 6.6) dan
jika berat isi pasir diketahui, volume lubang dapat dicari menggunakan Persamaan 6.7.
Nilai 𝑊𝑐 dan 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) ditentukan dengan kalibrasi di lahoralorium.

𝑊3 = 𝑊1 − 𝑊2 (6.6)
𝑊3 − 𝑊𝑐 (6.7)
𝑉=
𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟)
Dimana:

𝑊1 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol

𝑊2 = Berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang

𝑊3 = Berat dari pasir yang mengisi lubang dan kerucut

𝑊𝑐 = Berat dari pasir dalam kerucut

𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = Berat volume kering dari pasir Ottawa yang dipakai

Berat tahah basah yang digali dari lubang tersebut ditimbang (𝑊4 ) dan kadar air
dari tanah galian itu juga diketahui (𝑤), maka kepadatan tanah basah dapat ditentukan
menggunakan Persamaan 6.8 dan berat isinya sesuai Persamaan 6.9. Berat volume
kering hasil pemadatan di lapangan adalah sesuai Persamaan 6.10:

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 23


𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑙𝑖 𝑊4 (6.8)
𝜌(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) = =
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑉
𝜌(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) (9,81) (6.9)
𝛾(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) (𝑘𝑁/𝑚3 ) =
1000
𝛾(𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ) (6.10)
𝛾𝑑 (𝑘𝑁/𝑚3 ) =
𝑤%
1+
100

Gambar 6.8: (a) Alat Uji Konus Pasir, (b) Pengujian konus pasir (Das & Sobhan, 2014)

Penerimaan pekerjaan didasarkan dengan kepadatan relatif pada rentang 90 –


95% dibandingkan dengan hasil laboratorium, yang dinyatakan dengan Persamaan
6.11:

𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) (6.11)
𝑅=
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚)
Contoh 6.2

Hasil uji laboratorium untuk tanah lempung seperti Tabel C6.3,

a. Tentukan kepadatan lapangan dengan menggunakan uji konus pasir (Sand


Cone), jika hasil Kalibrasi berat isi pasir ottawa dengan Berat volume kering dari
pasir Ottawa yang dipakai, 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = 1575 𝑘𝑔/𝑚3 . Kalibrasi berat dari pasir

24 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


dalam kerucut, 𝑊𝑐 = 0,550 𝑘𝑔. Hasil uji sebelum dibuka katup konusnya berat
dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol, 𝑊1 = 7,65 𝑘𝑔 dan berat
dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang, 𝑊2 = 4,85 𝑘𝑔.
Kadar air tanah, 𝑤 = 10,5%. Berat tanah yang di timbang hasil penggalian lubang
contoh sebesar 𝑊4 = 3,125 𝑘𝑔.
b. Hitung kepadatan relatif tanah

Tabel C6.3: Hasil uji kepadatan Lempung


Kadar Air (%) Berat Isi Kering (kN/m3)
6 14,50
8 17,65
9 19,75
11 20,25
12 19,25
14 16,50

Penyelesaian:

a. Menentukan kepadatan lapangan

Berat pasir yang mengisi lubang dan konus, 𝑊5

𝑊3 = 𝑊1 − 𝑊2 = 7,65 − 4,85 = 2,8 𝑘𝑔

Berat pasir yang mengisi lubang, 𝑊3 − 𝑊𝑐

𝑊3 − 𝑊𝑐 = 2,8 − 0,55 = 2,25 𝑘𝑔

Volume lubang,

𝑊3 − 𝑊𝑐 2,25 𝑘𝑔
𝑉= = = 0,001429𝑚3
𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) 1575 𝑘𝑔/𝑚3

Kepadatan Basah

𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑔𝑎𝑙𝑖 𝑊4 3,125 𝑘𝑔


𝜌𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ = = = = 2187,5 𝑘𝑔/𝑚3
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑙𝑢𝑏𝑎𝑛𝑔 𝑉 0,001429 𝑚3

Berat isi basah

2187,5 (9,81)
𝛾𝑏𝑎𝑠𝑎ℎ = = 21,459 𝑘𝑁/𝑚3
1000

Berat isi kering

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 25


21,459
𝛾𝑑 = = 19,42 𝑘𝑁/𝑚3
10,5
1+
100

b. Menetukan kepadatan laboratorium

Sesuai data, digambarkan hubungan antara berat isi dengan kadar air, seperti
Gambar C6.2, didapatkan kepadatan optimum laboratorium sebesar 20,10 𝑘𝑁/𝑚3 .

Gambar C6.2: Kepadatan optimum laboratorium Contoh Soal 6.2

Sehingga kepadatan relatif didapatkan

𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑝𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛) 19,42
𝑅= = = 0,9662 = 96,62%
𝛾𝑑(𝑙𝑎𝑏𝑜𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟𝑖𝑢𝑚) 20,10

6.6.2 Pengujian Kepadatan Lapangan dengan Balon Karet

Metode pengujian kepadatan berat isi tanah di lapangan dengan balon karet
(SNI-03-6371-2000) atau sesuai dengan Rubber Balloon Method (ASTM Designation
D-2167). Metode ini mencakup penentuan kepadatan dan berat isi tanah hasil
pemadatan di lapangan atau lapisan tanah yang teguh dengan menggunakan alat
balon karet.

Metode ini cocok digunakan untuk menguji urugan tanah di lapangan atau
timbunan yang dipadatkan dari bahan tanah berbutir halus atau tanah berbutir kasar
yang persentase kandungan batuan dan material kasarnya relatif kecil. Selain itu juga
dapat digunakan untuk menentukan kepadatan dan berat isi dan tanah di lapangan
yang tidak terganggu, asalkan tanah tersebut tidak mengalami deformasi karena
26 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
tekanan yang bekerja selama pengujian. Metode ini tidak cocok untuk tanah organik,
tanah jenuh air atau sangat plastis yang akan mengalami deformasi karena tekanan
yang bekerja selama pengujian ini.

Metode pengujian ini memerlukan perhatian khusus dalam penggunaan pada


tanah yang terdiri dari materi berbutir lepas dan tidak terjaga kestabilan dinding lubang
ujinya; tanah yang banyak mengandung material kasar melebihi 37,5 mm; tanah
berbutir kasar yang mempunyai angka pori tinggi; atau material urugan yang
mengandung partikel bersisi tajam.

Volume dari lubang tanah yang digali ditentukan dengan volume air yang
mengisi balon karet tipis dan lentur. Balon ini akan mengembang mengisi lubang tanah
yang diuji. Kepadatan basah yang diuji di lapangan ditentukan dengan membagi
massa tanah basah yang diambil dari hasil galian lubang dengan volume lubang.
Kadar air kepadatan basah ditempat digunakan untuk menghitung kepadatn kering
dan berat kering di lapangan (SNI-03-6371-2000).

Gambar 6.9: (a) Skema yang menunjukkan tabung yang telah dikalibrasi (tanpa skala) (SNI 19-6413-
2000), (b) Alat uji balon karet (Das & Sobhan, 2014)

Peralatan balon merupakan tabung yang telah dikalibrasi berisi air yang di
dalamnya dilengkapi dengan membran (balon karet) relatif tipis, lentur dan elastis yang
didesain unuk pengukuran volume lubang uji dengan persyaratan dari metode ini. Alat
ini harus dilengkapi dengan alat pompa tekan dan isap sehingga air dapat diisikan dan
diisap dengan sempurna. Alat harus sedemikian sehingga berat dan ukurannya tidak
menimbulkan gangguan terhadap galian dan sekitar lubang pengujian selama
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 27
pelaksanaan pengujian. Alat harus dilengkapi dengan pengukur tekanan sebagai satu
kesatuan alat lain untuk mengontrol tekanan selama kalibrasi dan pengujian (Gambar
6.9).

Persiapan untuk menempatkan beban pemberat harus dilakukan pada alat


tersebut. Serta harus dilengkapi dengan indikator untuk menentukan volume lubang
uji dengan ketelitian 1%. Membran yang lentur harus mempunyai ukuran dan bentuk
sedemikian rupa sehingga dapat mengisi lubang uji secara sempurna tanpa kerutan
atau lipatan bila digembungkan dalam lubang uji, dan kekuatan membran harus cukup
kuat untuk menahan tekanan yang diperlukan untuk menjamin pengisian sempurna
lubang uji tanpa ada air yang hilang. Pengeluaran membran dari lubang uji harus
dilakukan dengan mengisap udara sehingga air kembali ke dalam tabung. Deskripsi
dan syarat-syarat yang diberikan masih memiliki toleransi. Peralatan lainnya yang
menggunakan membran lentur (karet) dan air yang dapat digunakan dengan
memuaskan untuk mengukur volume dengan ketelitian 1% terhadap volume lubang uji
pada tanah yang sesuai dengan syarat-syarat dari metode SNI 19-6413-2000. Alat dari
volume lubang uji yang lebih besar akan diperlukan bila ukuran partikel lebih besar
dan 37,5 mm terdapat dalam material yang sedang diuji.

Prosedur pengujiannya dengan cara mempersiapkan permukaan tanah yang


akan diuji sehingga cukup datar dan rata. Tergantung dari kadar air dan tekstur tanah
dan permukaannya dapat diratakan dengan bulldozer atau peralatan lainnya, asalkan
daerah pengujian tidak berubah bentuk, memadat, pecah, atau gangguan lainnya.

Pasang pelat dasar berupa pelat logam kaku dipasang di bawah dasar peralatan
balon. Pelat dasar harus mempunyai ukuran minimum dua kali diameter ukuran lubang
uji untuk mencegah perubahan bentuk lubang uji sewaktu mendukung alat atau
pembebanan dan peralatan balon karet pada lokasi pengujian. Dengan menggunakan
tekanan dan pembebanan yang sama yang ditentukan pada waktu kalibrasi peralatan,
lakukan pembacaan awal pada indikator volume dan catat. Plat dasar harus tetap pada
tempatnya sampai pengujian selesai. Pindahkan peralatan dari lokasi lubang uji. Dan
menggunakan sendok, trowel, dan alat lain yang perlu, gali lubang di dalam pelat
dasar. Lakukan dengan hati-hati dalam menggali lubang uji agar tanah sekitar bibir
atas lubang tidak terganggu. Lubang uji harus mempunyai volume minimum
berdasarkan pada ukuran partikel maksimum tanah yang sedang diuji, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 6.3. Bila bahan yang sedang diuji mengandung sedikit bahan

28 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


berukuran lebih besar, dan ditemui partikel-partikel besar secara terpisah, pengujian
dapat dipindahkan pada lokasi yang baru. Bila tanah ini umumnya terdiri dari ukuran
partikel lebih besar dari 37,5 mm, diperlukan peralatan dan volume pengujian yang
lebih besar.

Tabel 6.3: Volume lubang uji minimum berdasarkan ukuran partikel maksimum
Ukuran Partikel Maksimum Volume Lubang Uji Minimum, (cm3)
Ayakan no. 4 (4,75 mm) 1130
19,0 mm (3/4”) 1700
37,5 mm (11/2”) 2840
3
Volume lubang uji minimum meningkat 280 cm untuk setiap kenaikan ukuran partikel
maksimum 6,4 mm sampai ukuran 31,75 mm dan meningkat 560 cm3 untuk setiap kenaikan 6,4
mm untuk ukuran di atas 31,75 mm (SNI 19-6413-2000)

Volume lubang uji yang lebih besar akan meningkatkan ketelitian dan harus
digunakan agar lebih praktis. Ukuran optimum lubang uji disesuaikan dengan desain
peralatan dan tekanan yang digunakan. Pada umumnya, ukurannya akan mendekati
ukuran yang digunakan dalam prosedur kalibrasi. Lubang uji harus dipertahankan agar
mudah pelaksanaannya dan bebas dari celah-celah dan tonjolan tajam, karena dapat
mempengaruhi ketelitian atau dapat merobek membran karet. Tempatkan semua
tanah yang dipindahkan dari lubang uji ke dalam wadah kedap kadar air untuk
penentuan massa dan kadar air (kandungan air) nantinya. Setelah lubang uji digali,
tempatkan peralatan di atas pelat dasar pada posisi yang sama seperti pada waktu
pembacaan awal. Berikan tekanan dan beban sama dengan yang digunakan pada
waktu kalibrasi, lakukan pembacaan pada indikator volume dan catat. Perbedaan
pembacaan awal dan akhir merupakan volume lubang uji.

Tentukan massa semua tanah yang dipindahkan dari lubang uji dengan
ketelitian 0,005 kg. Campur semua tanah secara sempurna dan pilih kadar air yang
mewakili contoh uji dan tentukan kadar air menurut metode SNI 03-1965-1990. Metode
cepat untuk penentuan kadar air dapat digunakan untuk memperoleh nilai pendekatan
yang kemudian diperiksa atau dikoreksi menurut nilai yang diperoleh sesuai dengan
metode uji pada SNI 03-1965-1990.

Volume wadah atau cetakan kalibrasi, 𝑉 dihitung menggunakan Persamaan


6.12 dengan 𝑀1 adalah massa cetakan atau wadah dan plat kaca (g) dan 𝑀2 adalah

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 29


massa cetakan atau wadah plat, kaca, dan air (g) serta 𝑉𝑤 adalah volume air per gram
berdasarkan temperatur yang diambil dari Tabel 6.4, (mL/g).

𝑉 = (𝑀2 − 𝑀1 )𝑉𝑤 (6.12)

Tabel 6.4: Volume air per gram berdasarkan temperatur


Temperatur (°C) Volume air (mL/g)
12 1,00048
14 1,00073
16 1,00103
18 1,00138
20 1,00177
22 1,00221
24 1,00268
26 1,00320
28 1,00375
30 1,00435
32 1,00497

Kepadatan basah tanah di lapangan 𝜌 yang dipindahkan dari lubang uji


menggunakan Persamaan 6.13 dengan 𝑀1 adalah massa cetakan atau wadah dan
plat kaca (g) dan 𝑀2 adalah massa cetakan atau wadah plat, kaca, dan air (g) serta
𝑉𝑤 adalah volume air per gram berdasarkan temperatur yang diambil dari Tabel 6.4,
(mL/g).

𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑇𝑎𝑛𝑎ℎ 𝐵𝑎𝑠𝑎ℎ (6.13)


𝜌=
𝑉
Kepadatan (berat isi) kering (𝜌𝑑 ) terhadap tanah sebagai merupakan
perbandingan antara massa benda uji kering dan volume dengan hitungan sesuai
Persamaan 6.14 dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 , dimana 𝜌 adalah kepadatan basah,
dinyatakan dalam 𝑔𝑟𝑎𝑚/𝑐𝑚3 dan 𝑤 adalah kadar air, dinyatakan dalam %.

𝜌 (6.14)
𝜌𝑑 =
𝑤%
1+
100

30 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.7 Pemadatan Tanah Organik

Bahan-bahan organik pada suatu tanah cenderung mengurangi kekuatan tanah


umumnya, tanah dengan kadar bahan organik yang tinggi tidak dipakai (disukai)
sebagai tanah urug. Akan tetapi, karena alasan-alasan ekonomis tertentu, kadang-
kadang tanah dengan kadar organik rendah terpaksa harus dipakai dalam pemadatan.

Kadar organik (OC = organic content) dari suatu tanah didefinisikan sesuai
Persamaan 6.15 sebagai berikut (Franklin, Orozco, dan Semrau, 1973) dalam (Das &
Sobhan, 2014)

𝐾𝑒ℎ𝑖𝑙𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑚𝑎𝑛𝑎𝑠𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑜𝑣𝑒𝑛 105𝑜 𝐶 − 400𝑜 𝐶 (6.15)
𝑂𝐶 =
𝐵𝑒𝑟𝑎𝑡 𝑘𝑒𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎 105𝑜 𝐶

Gambar 6.10: Variasi Nilai berat volume kering maksimum terhadap kadar organik (menurut Franklin,
Orozco, dan Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)

Franklin., et al (1973) melakukan beberapa penyelidikan di laboratorium untuk


menyelidiki pengaruh kadar organik terhadap sifat komposisi tanah yang menyatakan
pengaruh kadar organik terhadap berat volume kering maksimum. Bila kadar organik
melebihi 8 sampai 10%, maka berat volume kering maksimum pada pemadatan akan
menurun tajam. Kadar air optimum untuk suatu usaha pemadatan tertentu sebaliknya

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 31


akan meningkat dengan bertambahnya kadar organik dalam tanah. Kecenderungan
ini terlihat pada Gambar 6.10. Besarnya kekuatan tekan tak terbatas maksimum
(maximum unconfined compression strength) yang didapat dari suatu tanah yang
sudah dipadatkan dengan suatu usaha pemadatan tertentu, iustru berkurang dengan
bertambahnya kadar organik dalam tanah (Gambar 6.11). Dari faktor-faktor ini, dapat
disimpulkan bahwa tanah dengan kadar organik lebih tinggi dari 10% adalah tidak baik
untuk pekerjaan pemadatan (Das & Sobhan, 2014).

Gambar 6.11: Variasi kadar air optimum terhadap kadar organik (menurut Franklin, Orozco, dan
Semrau, 1973) (Das & Sobhan, 2014)

6.8 Jenis Penyelidikan Tanah di Lapangan untuk Kapasitas Pondasi

Jenis penyelidikan tanah di lapangan untuk menentukan kapasitas daya dukung


pondasi merupakan salah satu hal yang penting untuk merencanakan pondasi sebagai
verifikasi atas data-data hasil uji laboratorium. Karena jenis-jenis tanah tertentu sangat
mudah sekali terganggu oleh pengaruh pengambilan contoh didalam tanah. Untuk
menanggulanginya sering dilakukan beberapa pengujian-pengujian tersebut antara
lain : Uji penetrasi standart atau uji SPT (standard penetration test); Uji penetrasi
kerucut statis (static penetration test); Uji beban plat (plate load test); dan Uji geser
kipas atau geser baling-baling (vane shear test).

32 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Pengujian dilapangan sangat berguna untuk mengetahui karakter tanah dalam
mendukung beban pondasi dengan tidak dipengaruhi oleh kerusakan Contoh: tanah
akibat operasi pengeboran dan penanganan, contoh. Khususnya berguna untuk
menyelidiki tanah lempung sensitive, lanau dan tanah pasir tidak padat.

Perlu diperhatikan bahwa hasil-hasil uji geser kipas dan uji penetrasi, hanya
memberikan informasi kuat geser (kekuatan) tanah saja, oleh karena itu pengujian-
pungujian tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai pengganti pengeboran,
namun hanya sebagai pelengkap data hasil penyelidikan. Suatu yang tidak dapat
diidentifikasikan oleh pengujian tersebut adalah mengenai jenis tanah yang
ditembusnya secara pasti, atau perbedaan jenis tanahnya. Sebagai contoh, pengujian
tidak dapat memberikan informasi mengenai tanah yang diuji apakah tanah organik
atau lempung lunak, atau tanah berupa pasir tak padat atau lempung kaku, karena
yang diketahui hanya tahanan penetrasi atau kuat gesernya saja. Demikian pula, hasil-
hasil pengujian tidak dapat memberikan informasi mengenai kondisi air tanah. Untuk
itu, kekurangan-kekurangan data dapat dilengkapi dengan mengadakan pengeboran
tanah. Bagian berikut hanya akan membahas tentang pengujian di lapangan.

6.9 Pengujian Sondir

Perencanaan sebuah struktur pondasi sering dilakukan analisis stabilitas dan


perhitungan desain pondasi suatu bangunan dengan menggunakan parameter tanah
baik tegangan total maupun tegangan efektif.

Parameter perlawanan penetrasi dapat diperoleh dengan berbagai cara. Salah


satunya dengan pengujian sondir untuk mendapatkan data yang sesuai dengan Cara
uji penetrasi lapangan dengan alat sondir (SNI 2827:2008) yang merupakan revisi dari
SNI 03-2827-1992, Metode Pengujian Lapangan dengan alat sondir atau sesuai
dengan Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil (ASTM
D 3441 - 05). Bagan alir pengujian sondir seperti Gambar 6.12. Uji penetrasi lapangan
ini digunakan metode pengujian lapangan dengan alat sondir (SNI 2827:2008) yang
berlaku baik untuk alat penetrasi konus tunggal maupun ganda yang ditekan secara
mekanik (hidraulik).

Peralatan uji penetrasi ini antara lain terdiri atas peralatan penetrasi konus,
bidang geser, bahan baja, pipa dorong, batang dalam, mesin pembeban hidraulik, dan
perlengkapan lainnya. Diperlukannya parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 33


di lapangan untuk keperluan interpretasi perlapisan tanah dan bagian dari desain
pondasi suatu bangunan.

Gambar 6.12: Bagan Alir Pengujian Sondir (SNI 2827:2008)

Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan dan acuan dalam uji laboratorium
geser dengan cara uji langsung terkonsolidasi dengan drainase pada benda uji tanah.
Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter-parameter perlawanan penetrasi
lapisan tanah di lapangan, dengan alat sondir (penetrasi quasi statik).

34 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Parameter tersebut berupa perlawanan konus (qc), perlawanan geser (fs), angka
banding geser (Rf), dan geseran total tanah (Tf), yang dapat dipergunakan untuk
interpretasi perlapisan tanah dan bagian dari desain pondasi.

Penyondiran atau Dutch Cone Test atau Cone Penetration Test yang sering
dinamakan CPT atau Sondir sendiri adalah proses pemasukan suatu batang tusuk ke
dalam tanah, dengan bantuan manometer yang terdapat pada alat sondir tersebut
yang dapat membaca atau mengetahui kekuatan suatu tanah pada kedalaman
tertentu. Sehingga, dapat diketahui bahwa dari berbagai lapisan tanah memiliki
kekuatan yang berbeda dengan menggunakan alat Dutch Cone Penetrometer, yaitu
suatu alat yang pemakaiannya ditekan secara langsung kedalam tanah.

Ujung yang berbentuk konus (kerucut ) dihubungkan pada suatu rangkaian stang
dalam casing luar dengan bantuan suatu rangka dari besi dan dongkrak yang
dijangkarkan ke dalam tanah. Standar pengujiannya sesuai dengan SNI 2827:2008
atau D 3441 – 98.

6.9.1 Istilah/Terminology dalam Pengujian Sondir

Berikut istilah atau terminology dalam pengujian sondir sesuai dengan SNI
2827:2008 (Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir) atau D 3441 – 98 (Standard
Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of Soil), seperti Tabel 6.5 Berikut:

Tabel 6.5: Istilah dalam Pengujian Sondir


SNI 2827:2008 (Cara uji penetrasi D 3441 – 98 (Standard Test Method for
lapangan dengan alat sondir) Mechanical Cone Penetration Tests of
Soil)

angka banding geser (𝑅𝑓 ) — perbandingan friction ratio, (𝑅𝑓 ) —the ratio of friction resistance
antara perlawanan geser dan perlawanan konus to cone resistance, fs/qc, expressed in percent
(fs/qc), dinyatakan dalam persen.

gigi dorong— gigi yang mendorong penekan Push Rods—the thick-walled tubes, or other
hidraulik melalui suatu roda gigi yang merupakan suitable rods, used for advancing the
bagian dari alat ukur penetrasi. penetrometer tip to the required test depth.

kekuatan geser tanah— tahanan atau tegangan -


geser maksimum yang dapat ditahan oleh tanah
pada kondisi pembebanan tertentu.

konus— ujung alat penetrasi yang berbentuk cone—the cone-shaped point of the
kerucut untuk menahan perlawanan tanah. penetrometer tip, upon which the end-bearing
resistance develops.

penetrometer konus ganda— alat penetrasi cone penetrometer, —an instrument in the form
konus dengan sondir untuk mengukur komponen of a cylindrical rod with a conical point designed
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 35
SNI 2827:2008 (Cara uji penetrasi D 3441 – 98 (Standard Test Method for
lapangan dengan alat sondir) Mechanical Cone Penetration Tests of
Soil)
perlawanan ujung dan perlawanan geser lokal for penetrating soil and soft rock and for
terhadap gerakan penetrasi measuring the end-bearing component of
penetration resistance.
Penetrometer konus tunggal— alat penetrasi
konus dengan sondir untuk mengukur komponen
perlawanan ujung terhadap gerakan penetrasi.

penyondiran— serangkaian pengujian penetrasi -


yang dilakukan di suatu lokasi dengan
menggunakan alat penetrasi konus.

perlawanan geser (𝑓𝑠 ) — nilai perlawanan friction resistance, (𝑓𝑠 )—the resistance to
terhadap gerakan penetrasi akibat geseran yang penetration developed by the friction sleeve,
besarnya sama dengan gaya vertikal, yang equal to the vertical force applied to the sleeve
bekerja pada bidang geser dibagi dengan luas divided by its surface area. This resistance
permukaan selimut geser; perlawanan ini terdiri consists of the sum of friction and adhesion.
atas jumlah geseran dan gaya adhesi.

perlawanan konus atau perlawanan daya dukung cone resistance, or end-bearing resistance (𝑞𝑠 )—
(𝑞𝑠 ) — nilai perlawanan terhadap gerakan the resistance to penetration developed by the
penetrasi konus yang besarnya sama dengan cone equal to the vertical force applied to the
gaya vertikal yang bekerja pada konus dibagi cone divided by its horizontally projected area.
dengan luas ujung konus

selimut (bidang) geser— bagian ujung alat ukur friction sleeve, —a section of the penetrometer tip
penetrasi ganda, tempat terjadinya perlawanan upon which the local side-friction resistance
geser lokal. develops

tegangan geser tanah— perlawanan tanah


terhadap deformasi bila diberi tegangan geser.

6.9.2 Peralatan Pengujian Sondir

Peralatan pengujian sondir atau uji penetrasi kerucut statis terdiri dari konus;
selimut (bidang) geser (friction sleeve); pipa dorong (Push Rods); batang dalam (Inner
Rods); dan mesin pembeban hidraulik.

6.9.2.1 Konus
Konus (Cone) dalam pengujian sondor ada dua macam ujung penetrometer,
yaitu : (1) Tipe standar dan (2) tipe bikonus.

6.9.2.2 Standard Type (mantel conus)


Pada jenis ini yang diukur adalah perlawanan pada ujung (konus), hal ini
dilakukan hanya dengan menekan stang dalam yang segera menekan konus tersebut
ke bawah sedangkan seluruh casing luar tetap di luar. Gaya yang dibutuhkan untuk
36 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
menekan konus tersebut ke bawah diukur dengan suatu alat pengukur. Alat pengukur
yang akan diletakkan pada kekuatan rangka didongkrak. Setelah dilakukan
pengukuran, konus, stang dalam, dan casing luar dimajukan sampai pada kedalaman
berikutnya dimana pengukuran selanjutnya dilakukan hanya dengan menekan stang
dalamnya saja (Gambar 6.13).

Gambar 6.13: Alat Konus (a) Collapsed (Keadaan tertekan) dan (b) Extended (Keadaan terbentang),
(ASTM D 3441 - 05)

6.9.2.3 Friction Sleeve (Adhesion Jacket Type /Bikonus )


Pada jenis ini dapat diukur secara sekaligus nilai konus dan hambatan lekatnya.
Hal ini dilakukan dengan penekanan stang dalam seperti biasa. Pembacaan nilai
konus dan hambatan lekat dilakukan setiap 20 cm. Dengan alat sondir yang mungkin
hanya mencapai pada kedalaman 30 cm atau lebih, bila tanah yang diselidiki adalah
lunak. Alat ini sangat cocok di Indonesia, karena disini banyak dijumpai lapisan
lempung yang dalam dengan kekuatan rendah sehingga tidak sulit menembusnya.
Dan perlu diketahui bahwa nilai konus yang diperoleh tidak boleh disamakan dengan
daya dukung tanah tersebut. Ujung konus bersusut 600 ± 50 dan ukuran diameter
konus adalah 35,7 mm ± 0,4 mm atau luas proyeksi konus = 10 cm2, bagian runcing
ujung konus berjari-jari kurang dari 3 mm. Konus ganda harus terbuat dari baja dengan
tipe dan kekerasan yang cocok untuk menahan abrasi dari tanah (Gambar 6.14).

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 37


Gambar 6.14: Alat Bikonus (a) Collapsed (Keadaan tertekan) dan (b) Extended (Keadaan terbentang)
(ASTM D 3441 - 05; SNI 2827:2008)

6.9.2.4 Selimut (bidang) geser (friction sleeve)


Selimut (bidang) geser atau friction sleeve yang digunakan dengan ukuran
diameter luar selimut geser adalah 35,7 mm ditambah dengan 0 mm s.d 0,5 mm.
Proyeksi ujung alat ukur penetrasi tidak boleh melebihi diameter selimut geser. Luas
permukaan selimut geser adalah 150 cm2 ± 3 cm2 (23.2 in.2 (150 cm2) +2 %.).
Sambungan-sambungan harus didesain aman terhadap masuknya tanah. Selimut
geser pipa harus mempunyai kekasaran sebesar 0,5 μ m AA ± 50 %. (Menurut ASTM
D3441-98 kekasaran pipa 63 μin. (1.6 μm) AA, +50 %).

6.9.2.5 Pipa dorong (Push Rods)


Batang-batang yang digunakan menggunakan pipa terbuat dari bahan baja
dengan panjang 1,00 m (kurang lebih 1.3 ft atau 0.4m sesuai ASTM D3441). Pipa
harus menerus sampai konus ganda agar penampang pipa tidak tertekuk jika
disondir/didorong.

38 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Ukuran diameter luar pipa tidak boleh lebih besar daripada diameter dasar
konus ganda untuk jarak minimum 0,3 m di atas puncak selimut geser. Setiap pipa
sondir harus mempunyai diameter dalam yang tetap. Pipa-pipa tersambung satu
dengan yang lainnya dengan penyekrupan, sehingga terbentuk rangkaian pipa kaku
yang lurus serta pipa bagian dalam harus dilumasi untuk mencegah korosi.

6.9.2.6 Batang dalam (Inner Rods)


Batang-batang dalam terbuat dari bahan baja dan terletak di dalam pipa dorong
dengan diameter luar yang konstan serta panjang batang-batang dalam sama dengan
panjang pipa-pipa dorong dengan perbedaan kira-kira 0,1 mm. Batang dalam
mempunyai penampang melintang yang dapat menyalurkan perlawanan konus tanpa
mengalami tekuk atau kerusakan lain. Jarak ruangan antara batang dalam dan pipa
dorong harus berkisar antara 0,5 mm dan 1,0 mm. Pipa dorong dan batang dalam
harus dilumasi dengan minyak pelumas untuk mencegah korosi. Pipa dorong dan
batang dalam harus bersih dari butiran-butiran untuk mencegah gesekan antara
batang dalam dan pipa dorong. Kekasaran baja yang digunakan sebesar 125 μin atau
3.2 μm AA ± 50 %. (ASTM D3441-98)

6.9.2.7 Mesin pembeban hidraulik


Mesin pembeban (Gambar 6.15) dengan rangka mesin pembeban yang harus
dijepit oleh 2 buah batang penjepit yang diletakkan pada masing-masing jangkar
helikoidal agar tidak bergerak pada waktu pengujian.

Rangka mesin pembeban berfungsi sebagai dudukan sistem penekan hidraulik


yang dapat digerakkan naik/turun. Sistem penekan hidraulik terdiri atas engkol
pemutar, rantai, roda gigi, gerigi dorong dan penekan hidraulik yang berfungsi untuk
mendorong/menarik batang dalam dan pipa dorong. Pada penekan hidraulik (Gambar
6.16) terpasang 2 buah manometer yang digunakan untuk membaca tekanan hidraulik
yang terjadi pada waktu penekanan batang dalam, pipa dorong dan konus (tunggal
atau ganda). Untuk pembacaan tekanan rendah disarankan menggunakan
manometer berkapasitas 0 Mpa s.d 2 MPa dengan ketelitian 0,05 Mpa. Untuk
pembacaan tekanan menengah digunakan manometer berkapasitas 0 MPa s.d 5 MPa
dengan ketelitian 0,05 MPa, dan untuk pembacaan tekanan tinggi digunakan
manometer berkapasitas 0 MPa s.d 25 MPa dengan ketelitian 0,1 MPa.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 39


Gambar 6.15: Rangkaian alat penetrasi konus (sondir Belanda) (Gambar 6 SNI 2827:2008)

Gambar 6.16: Rincian penekan hidraulik (SNI 2827:2008)

40 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.9.3 Pembacaan Manometer Pengujian Sondir

Setelah batang konus dimasukan pada kedalaman tertentu, pemutar sondir


diputar sebanyak 5 kali. Pada saat itu dilihat pada jarum manometer terdapat dua nilai,
nilai yang terbesar adalah jumlah perlawanan konus dan nilai terkecil adalah
perlawanan penetrasi konus. Ketelitian peralatan ukur dengan koreksi sekitar 5 %
dengan Deviasi standar pada alat penetrasi secara mekanik adalah untuk perlawanan
konus (𝑞𝑐 ) adalah 10% dan untuk perlawanan geser (𝑓𝑠 ) adalah 20 % serta alat ukur
harus dapat mengukur perlawanan penetrasi di permukaan dengan dilengkapi alat
yang sesuai, seperti mesin pembeban hidraulik.

Alat perlengkapan mesin pembeban harus mempunyai kekakuan yang


memadai, dan diletakkan di atas dudukan yang kokoh serta tidak berubah arah pada
waktu pengujian. Pada alat sondir ringan (< 200 kg) biasanya tidak dapat tembus untuk
2 m s.d 3 m sehingga datanya tidak bermanfaat. Pada alat sondir berat (> 200 kg)
digunakan sistem angker; namun di daerah tanah lunak tidak dapat digunakan kecuali
dengan pemberian beban menggunakan karung-karung pasir. Semua alat ukur harus
dikalibrasi minimum 1 kali dalam 3 tahun dan pada saat diperlukan, sesuai dengan
persyaratan kalibrasi yang berlaku.

6.9.4 Prosedur Pengujian Sondir

Prosedur pengujian meliputi persiapan dan pelaksanaan pengujian sondir.

6.9.4.1 Persiapan pengujian


Lakukan persiapan pengujian sondir di lapangan dengan menyiapkan lubang
untuk penusukan konus pertama kalinya, biasanya digali dengan linggis sedalam
sekitar 5 cm. Selanjutnya masukkan 4 buah angker ke dalam tanah pada kedudukan
yang tepat sesuai dengan letak rangka pembeban. Setel rangka pembeban, sehingga
kedudukan rangka berdiri vertikal.

Pasang manometer 0 MPa sampai dengan 2 MPa dan manometer 0 MPa


sampai dengan 5 MPa untuk penyondiran tanah lembek, atau pasang manometer 0
MPa s.d 5 MPa dan manometer 0 MPa sampai dengan 25 MPa untuk penyondiran
tanah keras. Periksa sistem hidraulik dengan menekan piston hidraulik menggunakan
kunci piston, dan jika kurang tambahkan oli serta cegah terjadinya gelembung udara
dalam system.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 41


Tempatkan rangka pembeban, sehingga penekan hidraulik berada tepat di
atasnya kemudian pasang balok-balok penjepit pada jangkar dan kencangkan dengan
memutar baut pengecang, sehingga rangka pembeban berdiri kokoh dan terikat kuat
pada permukaan tanah. Apabila tetap bergerak pada waktu pengujian, tambahkan
beban mati di atas balok-balok penjepit.

Sambung konus ganda dengan batang dalam dan pipa dorong serta kepala pipa
dorong; dalam kedudukan ini batang dalam selalu menonjol keluar sekitar 8 cm di atas
kepala pipa dorong. Jika ternyata kurang panjang, bisa ditambah dengan potongan
besi berdiameter sama dengan batang dalam.

6.9.4.2 Pengujian Panetrasi Konus dan Pembacaan Hasil Pengujian


Lakukan pengujian penetrasi konus ganda dengan mendirikan batang dalam
dan pipa dorong di bawah penekan hidraulik pada kedudukan yang tepat. Dorong/tarik
kunci pengatur pada kedudukan siap tekan, sehingga penekan hidraulik hanya akan
menekan pipa dorong, kemudian putar engkol searah jarum jam, sehingga gigi
penekan dan penekan hidraulik bergerak turun dan menekan pipa luar sampai
mencapai kedalaman 20 cm sesuai interval pengujian. Pada setiap interval 20 cm
lakukan penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan
hidraulik hanya menekan batang dalam saja seperti Gambar 6.17.(a). Putar engkol
searah jarum jam dan jaga agar kecepatan penetrasi konus berkisar antara 10
mm/detik sampai 20 mm/detik ± 5. Selama penekanan batang pipa dorong tidak boleh
ikut turun, karena akan mengacaukan pembacaan data.

Lakukan pembacaan hasil pengujian penetrasi konus dengan membaca nilai


perlawanan konus pada penekan batang dalam sedalam kira-kira 4 cm (47 mm)
pertama seperti Gambar 6.17.(b) dan catat pada formulir sebagai nilai pembacaan
perlawanan penetrasi konus (𝐶𝑤 ). Kemudian baca jumlah nilai perlawanan geser dan
nilai perlawanan konus pada penekan batang sedalam kira-kira 4 cm yang ke-dua
seperti Gambar 6.17.(c) dan catat pada formulir dan pembacaan manometer untuk
nilai perlawanan konus dan geser (kPa) sebagai 𝑇𝑤 . Pada tiap interval 20 cm lakukan
penekanan batang dalam dengan menarik kunci pengatur, sehingga penekan hidraulik
hanya menekan batang dalam saja. Demikian selanjutnya hingga pembacaan
perlawanan penetrasi konus (𝐶𝑤 ) mencapai nilai maksimumnya sesuai kapasitas alat
atau hingga kedalaman maksimum 20 m sampai dengan 40 m tercapai atau sesuai
dengan kebutuhan. Hal ini berlaku baik untuk sondir ringan ataupun sondir berat. Lalu
42 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
penyondiran dihentikan dengan mencabut kembali pipa sondir dengan memutar ke
arah yang berlawanan.

Gambar 6.17: Sistem Gaya Waktu Pengujian Sondir

6.9.5 Keuntungan dan Kekurangan Pengujian Sondir

Keuntungan pengujian alat sondir baik untuk lapisan tanah lempung; dapat
dengan cepat menentukan lapisan tanah keras; dapat memperkirakan pernedaan
lapisan tanah; mengetahui daya dukung tanah dengan rumus empiris; dan baik
digunakan untuk menentukan letak muka air tanah.

Adapun kekurangannya tidak cocok digunakan pada lapisan tanah berbutir


kasar (keras) dan hasil penyondiran diragukan apabila letak alat tidak vertikal atau
konus dan bikonus bekerja tidak baik.

6.9.6 Hitungan Pengujian Sondir

Nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) dengan ujung konus saja yang terdorong, dihitung
dengan menggunakan Persamaan 6.16:

𝑃𝐾𝑜𝑛𝑢𝑠 = 𝑃𝑃𝑖𝑠𝑡𝑜𝑛

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 43


𝑞𝑐 𝐴𝑐 = 𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 (6.16)

Sehingga didapat nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) adalah sesuai Persamaan 6.17

𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 (6.17)
𝑞𝑐 =
𝐴𝑐
dengan

𝐶𝑤 = pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎);


𝐴𝑝𝑖 = luas penampang piston (𝑐𝑚2 ) dengan diameter piston (𝐷𝑝𝑖 ) dalam cm,
dihitung dengan Persamaan 6.18,
𝐴𝑐 = luas penampang konus (𝑐𝑚2 ) dengan diameter konus (𝐷𝑐 ), dihitung dengan
Persamaan 6.19,
1 2 (6.18)
𝐴𝑝𝑖 = 𝜋(𝐷𝑝𝑖 )
4

1 (6.19)
𝐴𝑐 = 𝜋(𝐷𝑐 )2
4

Nilai perlawanan geser (𝑓𝑠 ) lokal atau hambatan diperoleh bila ujung konus dan
bidang geser terdorong bersamaan, dan dihitung dengan menggunakan Persamaan
6.20:

𝑃𝐾𝑜𝑛𝑢𝑠 + 𝑃𝐺𝑒𝑠𝑒𝑟 = 𝑃𝑃𝑖𝑠𝑡𝑜𝑛


𝑞𝑐 𝐴𝑐 + 𝑓𝑠 𝐴𝑠 = 𝑇𝑤 𝐴𝑝𝑖 (6.20)

Persamaan 6.1 disubstitusikan dengan 𝑞𝑐 𝐴𝑐 = 𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 , dan pembacaan


manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (kPa) sebagai 𝑇𝑤 serta 𝐴𝑠 adalah
luas selimut geser, dinyatakan dalam Persamaan 6.21, didapatkan:

𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 + 𝑓𝑠 𝐴𝑠 = 𝑇𝑤 𝐴𝑝𝑖
𝑓𝑠 𝐴𝑠 = 𝑇𝑤 𝐴𝑝𝑖 − 𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖
𝐴𝑝𝑖 (𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 )
𝑓𝑠 =
𝐴𝑠 (6.21)

Jika pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (kPa) dikurang
pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎) atau (𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 ) sebagai
𝐾𝑤 merupakan selisih pembacaan manometer dalam (kPa) dalam Persamaan 6.22
sebagai perlawanan geser,

𝐾𝑤 = 𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 (6.22)

maka Persamaan 6.6 dapat ditulis menjadi Persamaan 6.23:


44 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
𝐴𝑝𝑖 𝐾𝑤 (6.23)
𝑓𝑠 =
𝐴𝑠
dengan

𝑓𝑠 = Nilai perlawanan geser (kPa)

𝐴𝑝𝑖 = luas penampang piston (𝑐𝑚2 ) dengan diameter piston (𝐷𝑝𝑖 ) dalam cm

𝐴𝑠 = luas selimut geser (𝑐𝑚2 ) dengan 𝐴𝑠 = 𝜋𝐷𝑠 𝐿𝑠 = 𝜋𝐷𝑐 𝐿𝑠

𝐷𝑠 = Diameter selimut geser (𝑐𝑚) sama dengan diameter piston 𝐷𝑐

𝐿𝑠 = Panjang selimut geser (𝑐𝑚)

Angka banding geser (𝑅𝑓 ) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan
geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus (𝑞𝑠 ), dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.24 sebagai perlawanan geser,

𝑓𝑠 (6.24)
𝑅𝑓 = 100
𝑞𝑠
Nilai geseran total (𝑇𝑓 ) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal
(𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.25 sebagai perlawanan geser,

𝑇𝑓 = 𝑓𝑠 𝑥 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛) (6.25)

Contoh 6.3

Hasil pengujian sondir (CPT) dengan tahap pembacaan untuk setiap kedalaman
20 cm, menggunakan alat konus dengan diameter konus, 𝐷𝑐 = 𝐷𝑠 = 𝐷′𝑝1 = 3,56 𝑐𝑚.
Panjang bidang geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚.

Hasil pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan pembacaan


manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser seperti Tabel C6.4 (dalam kg/cm2
(1 kg/cm2 ≅ 1/100𝑘𝑃𝑎). Hitung nilai sondir pada kedalaman tersebut.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 45


Tabel C6.4: Hasil pembacaan 𝐶𝑤 dan 𝑇𝑤
𝑪𝒘 , 𝑻𝒘 , 𝑪𝒘 , 𝑻𝒘 ,
Kedalaman Kedalaman
(m) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (m) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 )

0,2 8 9 2,2 18 27

0,4 25 30 2,4 16 24

0,6 30 35 2,6 10 16

0,8 28 33 2,8 10 14

1,0 21 42 3,0 9 17

1,2 19 22 3,2 11 20

1,4 16 18 3,4 14 18

1,6 11 16 3,6 18 21

1,8 12 17 3,8 29 35

2,0 12 17 4,0 19 25

Penyelesaian:

1
Konversi satuan 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 = 1/98,0665 𝑘𝑃𝑎 atau 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ≅ 𝑘𝑃𝑎
100

𝐷𝑠 = 𝐷𝑐 = 3,56 𝑐𝑚

1 1
𝐴𝑝𝑖 = 𝜋(𝐷𝑐 )2 = 𝜋(3,56)2 = 9,953822 𝑐𝑚2
4 4

dengan 𝐿𝑠 adalah panjang pergeseran setengah panjang bidang geser 𝐿 =


1
13,3 𝑐𝑚, sehingga 𝐿𝑠 = 13,3 𝑐𝑚 = 6,65 𝑐𝑚
2

𝐴𝑠 = 𝜋𝐷𝑠 𝐿𝑠 = 𝜋(3,56)(6,65) = 74,37406 𝑐𝑚2

𝐴𝑝𝑖 9,953822
= = 0,134
𝐴𝑠 74,37406

𝐤𝐏𝐚 𝐤𝐏𝐚
Menggunakan Persamaan 6.7 dengan 𝑇𝑤 = 9 , dan 𝐶𝑤 = 8 , Perlawanan geser,
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎

𝑓𝑠 dengan menggunakan Persamaan 6.8, dimana 𝐾𝑤 = 𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 = 9 − 8 = 1 𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐

𝐴𝑝𝑖
Jika 𝐴 sebagai faktor pengali 𝐴 = = 0,134 dan 𝑓𝑠(𝑖) = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 𝑥 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛
𝐴𝑠

46 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


kPa
Didapatkan geser local 𝑓𝑠(0,2) = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 = 0,134 x 1 x 20 = 2,677 = 0,0267 kg/cm2
100

Nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) adalah sesuai Persamaan 6.2 dengan

𝐴𝑝𝑖 = 𝐴𝑐 dan 𝐶𝑤 = 8

𝐴𝑝𝑖 9,953822 𝐴𝑝𝑖


Jika 𝐵 sebagai faktor pengali 𝐵 = = = 1 dan 𝑞𝑐(𝑖) = 𝐶𝑤 = 𝐶𝑤 𝑥(1) = 𝐶𝑤
𝐴𝐶 9,953822 𝐴𝑐

kPa kPa
𝑞𝑐(0,2) = 𝐶𝑤 𝑥 2 = 8 𝑥2 = 16 = 0,16 kg/cm2
100 100

Menggunakan Persamaan 6.7 dengan

𝐤𝐏𝐚 𝐤𝐏𝐚
𝑇𝑤 = 30 dan 𝐶𝑤 = 25 Perlawanan geser, 𝑓𝑠 dengan menggunakan
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎

Persamaan 6.8, dimana

kPa
𝐾𝑤 = 𝑇𝑤 − 𝐶𝑤 = 30 − 25 = 5
100

𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑓𝑠 = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 𝑥 𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙 𝑙𝑎𝑝𝑖𝑠𝑎𝑛

Didapatkan geser local

kPa
𝑓𝑠(0,4) = 𝐴 𝑥 𝐾𝑤 = 0,134 x 5 x 20 = 13,383 = 0,134 kg/cm2
100

Nilai perlawanan konus (𝑞𝑐 ) adalah sesuai Persamaan 6.2 dengan 𝐴𝑝𝑖 = 𝐴𝑐 dan 𝐶𝑤 =
25

𝐶𝑤 𝐴𝑝𝑖 kPa kPa


𝑞𝑐(0,4) = = 𝐶𝑤 𝑥 2 = 25 𝑥2 = 50 = 0,5 kg/cm2
𝐴𝑐 100 100

Angka banding geser (𝑅𝑓 ) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai perlawanan
geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus (𝑞𝑐 ), dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.9 sebagai perlawanan geser:

0,134 𝑥 1
𝑅𝑓(0,2) = 100 = 0,836%
16

0,134 𝑥 5
𝑅𝑓(0,4) = 100 = 1,338%
50

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 47


Nilai geseran total (𝑇𝑓 ) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser lokal
(𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval pembacaan, dan dihitung dengan menggunakan
Persamaan 6.10 sebagai perlawanan geser,

𝑇𝑓 = 𝑓𝑠 𝑥 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛)

𝑇𝑓(0,2) = 𝑓𝑠(0,0) + 𝑓𝑠(0,2)

kPa kPa
𝑇𝑓(0,2) = 0 + 2,674 = 2,674
100 100

kPa
𝑇𝑓(0,4) = 𝑇𝑓(0,2) + 𝑓𝑠(0,4) = 2,677 + 13,383 = 16,060
100

Demikian seterusnya sampai kedalamannya, dan perhitungan selanjutnya


dibuat tabulasi.

Tabel C6.5: Hasil Hitungan dari data Tabel C6.4

𝑪𝒘 𝑻𝒘 𝑲𝒘 𝒒𝒄 𝒇𝒔 𝒇𝒔 𝐱 𝟐𝟎 𝐜𝐦 𝑻𝒇
Kedalam 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 𝒌𝑷𝒂 − 𝒄𝒎
an (m) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) ( ) 𝑹𝒇 (%)
𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎 𝟏𝟎𝟎
0,2 8 9 1 16 0,134 2,677 2,677 0,836
0,4 25 30 5 50 0,669 13,383 16,060 1,338
0,6 30 35 5 60 0,669 13,383 29,444 1,115
0,8 28 33 5 56 0,669 13,383 42,827 1,195
1,0 21 42 21 42 2,811 56,211 99,038 6,692
1,2 19 22 3 38 0,402 8,030 107,068 1,057
1,4 16 18 2 32 0,268 5,353 112,421 0,836
1,6 11 16 5 22 0,669 13,383 125,805 3,042
1,8 12 17 5 24 0,669 13,383 139,188 2,788
2,0 12 17 5 24 0,669 13,383 152,571 2,788
2,2 18 27 9 36 1,205 24,090 176,662 3,346
2,4 16 24 8 32 1,071 21,414 198,075 3,346
2,6 10 16 6 20 0,803 16,060 214,135 4,015
2,8 10 14 4 20 0,535 10,707 224,842 2,677
3,0 9 17 8 18 1,071 21,414 246,256 5,948
3,2 11 20 9 22 1,205 24,090 270,346 5,475
3,4 14 18 4 28 0,535 10,707 281,053 1,912
3,6 18 21 3 36 0,402 8,030 289,083 1,115
3,8 29 35 6 58 0,803 16,060 305,143 1,384
4,0 19 25 6 38 0,803 16,060 321,203 2,113
Berdasarkan Tabel C6.5, dibuat grafik diagram panetrasi statis atau diagram sondir,
seperti Gambar C6.3, sebagai berikut:

48 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar C6.3: Contoh hasil sondir Soal 6.3

6.9.7 Laporan Pengujian Sondir

Hasil uji sondir dilaporkan dalam bentuk formulir dan diagram panetrasi statis
sondir seperti Gambar C6.3, yang memuat hal-hal sebagai berikut (SNI 2827:2008):

(1) Nama pekerjaan dan lokasi pekerjaan, dan tanggal pengujian;

(2) Nama penguji, nama pengawas, dan nama penanggung jawab hasil uji dengan
disertai tanda tangan (paraf) yang jelas;

(3) Jumlah pengujian, koordinat lokasi atau sketsa situasi letak, elevasi tanah dan
muka air tanah (bila memungkinkan);

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 49


(4) Tipe ujung alat penetrasi yang digunakan, tipe mesin bercabang, informasi
kalibrasi

(5) ujung alat dan cabang atau kedua-duanya;

(6) Catat setiap penyimpangan pada waktu pengujian.

Contoh 6.4

Hasil pengujian sondir (CPT) dengan tahap pembacaan untuk setiap kedalaman
20 cm, menggunakan alat konus dengan diameter konus, 𝐷𝑐 = 𝐷𝑠 = 𝐷′𝑝1 = 3,56 𝑐𝑚.
Panjang bidang geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚. Hasil pembacaan manometer untuk nilai
perlawanan konus dan pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus dan
geser sampai kedalaman 20,8 m seperti Tabel C6.6 (dalam kg/cm2 (1 kg/cm2 ≅
1/100𝑘𝑃𝑎). Hitung nilai sondir pada kedalaman tersebut.

Tabel C6.6: Data pembacaan perlawanan konus dan nilai perlawanan konus dan geser
D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤 D 𝐶𝑤 𝑇𝑤
(m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100) (m) (kPa/100) (kPa/100)
0,0 - - 6,2 29 35 12,6 15 21 14,0 32 50
0,2 9 12 6,4 19 25 12,8 7 21 14,2 30 50
0,4 15 30 6,8 24 32 13,0 20 22 14,4 30 48
0,6 31 35 7,0 19 28 13,4 16 25 14,6 32 48
0,8 22 33 7,2 25 41 13,6 17 29 14,8 33 45
1,0 25 42 7,4 19 26 13,8 19 28 15,0 31 50
1,2 25 35 7,6 4,5 8 14,0 32 50 15,2 30 48
1,4 9 18 7,8 3 6 14,2 30 50 15,4 28 42
1,6 10 19 8,0 8 12 14,4 30 48 15,6 19 26
1,8 15 17 8,2 19 45 14,6 32 48 15,8 22 41
2,0 18 21 8,4 11 35 14,8 32 48 16,0 32 50
2,2 18 27 8,6 19 25 15,0 31 50 16,2 30 50
2,4 15 34 8,8 15 30 15,2 30 48 16,4 30 48
2,6 25 36 9,0 24 42 15,4 28 42 16,6 32 48
2,8 20 25 9,2 19 45 10,6 28,5 42 16,8 32 48
3,0 19 28 9,4 25 45 10,8 19 44 17,0 31 50
3,2 21 25 9,6 19 58 11,0 37 43 17,2 30 48
3,4 10 18 9,8 22 58 11,2 35 41 17,4 28 60
3,6 22 45 10,0 32 50 11,4 25 60 17,6 30 38
3,8 29 35 10,2 25 59 11,6 20 28 17,8 30 60
4,0 19 25 10,4 21 59 11,8 19 26 18,0 15 21
4,2 15 20 10,6 28,5 42 12,0 15 20 18,2 18 25
4,4 24 32 10,8 19 44 12,2 20 45 18,4 32 80
4,6 19 28 11,0 37 43 12,4 9 17 18,6 32 48
4,8 25 41 11,2 35 41 12,6 15 21 18,8 40 58
5,0 19 26 11,4 25 60 12,8 7 21 19,0 31 48
5,2 9 17 11,6 20 28 13,0 20 22 19,2 13 25
5,4 9 17 11,8 19 26 13,2 16 28 19,4 20 25
5,6 6 15 12,0 15 20 13,4 16 25 19,6 17 25
5,8 11 19 12,2 20 45 13,6 17 28 19,8 17 30
6,0 22 45 12,4 9 17 13,8 19 28 20,0 12 30
Keterangan: D = Kedalaman, 𝐶𝑤 = Perlawanan Konus, 𝑇𝑤 = Perlawanan Konus dan Geser

50 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Penyelesaian:

Menggunakan cara yang seperti contoh Soal 6.4, didapatkan hasilnya seperti Tabel
C6.7

Tabel C6.7: Penyelesaian Contoh Soal 2.2, Formulir Isian Uji Sondir
Lokasi : M. Farhan HK Penangung Jawab : Ir. Nasywa SA
No. Sondir : DCPT-S01 Tanggal : 03 Nov 2015
Elevasi : +0,00 m
Kedalaman 𝐶𝑤 𝑇𝑤 𝐾𝑤 𝑞𝑐 𝑓𝑠 𝑓𝑠 𝑥20 𝑐𝑚 𝑇𝑓 𝑅𝑓
(m) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa-cm/100) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
0,0 - - - - - - - -
0,2 9 12 3 18 0,402 8,030 8,030 2,231
0,4 15 30 15 30 2,008 40,150 48,180 6,692
0,6 31 35 4 62 0,535 10,707 58,887 0,863
0,8 22 33 11 44 1,472 29,444 88,331 3,346
1,0 25 42 17 50 2,275 45,504 133,835 4,550
1,2 25 35 10 50 1,338 26,767 160,602 2,677
1,4 9 18 9 18 1,205 24,090 184,692 6,692
1,6 10 19 9 20 1,205 24,090 208,782 6,023
1,8 15 17 2 30 0,268 5,353 214,135 0,892
2,0 18 21 3 36 0,402 8,030 222,165 1,115
2,2 18 27 9 36 1,205 24,090 246,256 3,346
2,4 15 34 19 30 2,543 50,857 297,113 8,476
2,6 25 36 11 50 1,472 29,444 326,556 2,944
2,8 20 25 5 40 0,669 13,383 339,940 1,673
3,0 19 28 9 38 1,205 24,090 364,030 3,170
3,2 21 25 4 42 0,535 10,707 374,737 1,275
3,4 10 18 8 20 1,071 21,414 396,150 5,353
3,6 22 45 23 44 3,078 61,564 457,714 6,996
3,8 29 35 6 58 0,803 16,060 473,774 1,384
4,0 19 25 6 38 0,803 16,060 489,835 2,113
4,2 15 20 5 30 0,669 13,383 503,218 2,231
4,4 24 32 8 48 1,071 21,414 524,632 2,231
4,6 19 28 9 38 1,205 24,090 548,722 3,170
4,8 25 41 16 50 2,141 42,827 591,549 4,283
5,0 19 26 7 38 0,937 18,737 610,286 2,465
5,2 9 17 8 18 1,071 21,414 631,699 5,948
5,4 9 17 8 18 1,071 21,414 653,113 5,948
5,6 6 15 9 12 1,205 24,090 677,203 10,038
5,8 11 19 8 22 1,071 21,414 698,617 4,867
6,0 22 45 23 44 3,078 61,564 760,180 6,996
6,2 29 35 6 58 0,803 16,060 776,241 1,384
6,4 19 25 6 38 0,803 16,060 792,301 2,113
6,6 15 20 5 30 0,669 13,383 805,684 2,231
6,8 24 32 8 48 1,071 21,414 827,098 2,231
7,0 19 28 9 38 1,205 24,090 851,188 3,170
7,2 25 41 16 50 2,141 42,827 894,015 4,283
7,4 19 26 7 38 0,937 18,737 912,752 2,465
7,6 4 8 3,5 8 0,468 9,368 922,120 5,855
7,8 3 6 3 6 0,402 8,030 930,150 6,692
8,0 8 12 4 16 0,535 10,707 940,857 3,346
8,2 19 45 26 38 3,480 69,594 1010,451 9,157
8,4 11 35 24 22 3,212 64,241 1074,692 14,600
8,6 19 25 6 38 0,803 16,060 1090,752 2,113
8,8 15 30 15 30 2,008 40,150 1130,902 6,692
9,0 24 42 18 48 2,409 48,180 1179,083 5,019

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 51


Lokasi : M. Farhan HK Penangung Jawab : Ir. Nasywa SA
No. Sondir : DCPT-S01 Tanggal : 03 Nov 2015
Elevasi : +0,00 m
Kedalaman 𝐶𝑤 𝑇𝑤 𝐾𝑤 𝑞𝑐 𝑓𝑠 𝑓𝑠 𝑥20 𝑐𝑚 𝑇𝑓 𝑅𝑓
(m) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa/100) (kPa-cm/100) (%)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
9,2 19 45 26 38 3,480 69,594 1248,677 9,157
9,4 25 45 20 50 2,677 53,534 1302,211 5,353
9,6 19 58 39 38 5,220 104,391 1406,602 13,736
9,8 22 58 36 44 4,818 96,361 1502,962 10,950
10,0 32 50 18 64 2,409 48,180 1551,143 3,764
10,2 25 59 34 50 4,550 91,008 1642,150 9,101
10,4 21 59 38 42 5,086 101,714 1743,865 12,109
10,6 28 42 13,5 56 1,807 36,135 1780,000 3,226
10,8 19 44 25 38 3,346 66,917 1846,917 8,805
11,0 37 43 6 74 0,803 16,060 1862,977 1,085
11,2 35 41 6 70 0,803 16,060 1879,038 1,147
11,4 25 60 35 50 4,684 93,684 1972,722 9,368
11,6 20 28 8 40 1,071 21,414 1994,135 2,677
11,8 19 26 7 38 0,937 18,737 2012,872 2,465
12,0 15 20 5 30 0,669 13,383 2026,256 2,231
12,2 20 45 25 40 3,346 66,917 2093,173 8,365
12,4 9 17 8 18 1,071 21,414 2114,586 5,948
12,6 15 21 6 30 0,803 16,060 2130,647 2,677
12,8 7 21 14 14 1,874 37,474 2168,120 13,383
13,0 20 22 2 40 0,268 5,353 2173,474 0,669
13,2 16 28 12 32 1,606 32,120 2205,594 5,019
13,4 16 25 9 32 1,205 24,090 2229,684 3,764
13,6 17 29 12 34 1,606 32,120 2261,805 4,724
13,8 19 28 9 38 1,205 24,090 2285,895 3,170
14,0 32 50 18 64 2,409 48,180 2334,075 3,764
14,2 30 50 20 60 2,677 53,534 2387,609 4,461
14,4 30 48 18 60 2,409 48,180 2435,789 4,015
14,6 32 48 16 64 2,141 42,827 2478,617 3,346
14,8 33 45 12 66 1,606 32,120 2510,737 2,433
15,0 31 50 19 62 2,543 50,857 2561,594 4,101
15,2 30 48 18 60 2,409 48,180 2609,774 4,015
15,4 28 42 14 56 1,874 37,474 2647,248 3,346
15,6 19 26 7 38 0,937 18,737 2665,985 2,465
15,8 22 41 19 44 2,543 50,857 2716,842 5,779
16,0 32 50 18 64 2,409 48,180 2765,023 3,764
16,2 30 50 20 60 2,677 53,534 2818,556 4,461
16,4 30 48 18 60 2,409 48,180 2866,737 4,015
16,6 32 48 16 64 2,141 42,827 2909,564 3,346
16,8 32 48 16 64 2,141 42,827 2952,391 3,346
17,0 31 50 19 62 2,543 50,857 3003,248 4,101
17,2 30 48 18 60 2,409 48,180 3051,429 4,015
17,4 28 60 32 56 4,283 85,654 3137,083 7,648
17,6 30 38 8 60 1,071 21,414 3158,496 1,784
17,8 30 60 30 60 4,015 80,301 3238,797 6,692
18,0 15 21 6 30 0,803 16,060 3254,857 2,677
18,2 18 25 7 36 0,937 18,737 3273,594 2,602
18,4 32 80 48 64 6,424 128,481 3402,075 10,038
18,6 32 48 16 64 2,141 42,827 3444,902 3,346
18,8 40 58 18 80 2,409 48,180 3493,083 3,011
19,0 31 48 17 62 2,275 45,504 3538,586 3,670
19,2 13 25 12 26 1,606 32,120 3570,707 6,177
19,4 20 25 5 40 0,669 13,383 3584,090 1,673
19,6 17 25 8 34 1,071 21,414 3605,504 3,149
19,8 17 30 13 34 1,740 34,797 3640,301 5,117
20,0 12 30 18 24 2,409 48,180 3688,481 10,038
52 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Keterangan

Kolom (1) = Kedalaman pengujian sondir pada interval 20 cm


Kolom (2) = Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝐶𝑊 ) dalam kPa/100
Kolom (3) = Pembacaan Manometer untuk nilai perlawanan konus dan geser (𝑇𝑊 ) dalam
kPa/100
Kolom (4) = Perlawanan geser (𝐾𝑊 ) merupakan selisih pembacaan manometer untuk nilai
perlawanan konus dan geser (𝑇𝑊 ) dengan perlawanan konus (𝐶𝑊 ) dalam
(kPa/100), 𝐾𝑊 = 𝑇𝑊 − 𝐶𝑊 atau Kolom (3) – (2)
Kolom (5) = Perlawanan konus (𝑞𝑐 ) dalam kPa/100, (𝑞𝑐 = 2𝐶𝑊 ) atau Kolom (2) x 2
𝐴𝑝𝑖 𝐾𝑤
Kolom (6) = Perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 = ) dengan 𝐴𝑝𝑖 = luas penampang piston (𝑐𝑚2 )
𝐴𝑠
dengan diameter piston (𝐷𝑝𝑖 ) dalam cm, 𝐴𝑠 = luas selimut geser (𝑐𝑚2 ) dengan
𝐴𝑠 = 𝜋𝐷𝑠 𝐿𝑠 = 𝜋𝐷𝑐 𝐿𝑠 dan 𝐷𝑠 = Diameter selimut geser (𝑐𝑚) sama dengan
diameter piston 𝐷𝑐 serta 𝐿𝑠 = Panjang selimut geser (𝑐𝑚)
1 1
Diketahui 𝐷𝑠 = 𝐷𝑐 = 3,56 𝑐𝑚 sehingga 𝐴𝑝𝑖 = 𝜋(𝐷𝑐 )2 = 𝜋(3,56)2 =
4 4
9,953822 𝑐𝑚2 dengan 𝐿𝑠 adalah panjang pergeseran setengah panjang bidang
1
geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚, sehingga 𝐿𝑠 = 13,3 𝑐𝑚 = 6,65 𝑐𝑚 maka 𝐴𝑠 = 𝜋𝐷𝑠 𝐿𝑠 =
2
𝐴𝑝𝑖 9,953822
𝜋(3,56)(6,65) = 74,37406 𝑐𝑚2 , didapatkan = = 0,134 atau Kolom (4)
𝐴𝑠 74,37406
x 0,134
𝐴𝑝𝑖 𝐾𝑤
𝑓𝑠 = = 0,134 𝐾𝑤
𝐴𝑠
Kolom (7) = nilai perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval pembacaan,
𝑓𝑠 𝑥20 𝑐𝑚 atau Kolom (6) x 20
Kolom (8) = Nilai geseran total (𝑇𝑓 ) diperoleh dengan menjumlahkan nilai perlawanan geser
lokal (𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval pembacaan.
𝑇𝑓 = 𝑓𝑠 𝑥 (𝑖𝑛𝑡𝑒𝑟𝑣𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑚𝑏𝑎𝑐𝑎𝑎𝑛)
𝑇𝑓(𝑖) = 𝑇𝑓(𝑖−1) + 𝑓𝑠(𝑖)
Kolom (9) = Angka banding geser (𝑅𝑓 ) diperoleh dari hasil perbandingan antara nilai
perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus (𝑞𝑠 ), dan dihitung dengan
𝑓
menggunakan 𝑅𝑓 = 𝑠 100 atau Kolom (6) dibagi Kolom (5) dikali 100%.
𝑞𝑠
1
Konversi satuan 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 = 1/98,0665 𝑘𝑃𝑎 atau 1 𝑘𝑔/𝑐𝑚2 ≅ 𝑘𝑃𝑎
100

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 53


Gambar C6.4: Contoh Laporan Hasil Uji Sondir

54 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.10 Pengujian Standar Panetrasi Test

Uji penetrasi standar dilakukan karena sulitnya memperoleh contoh tanah tak
terganggu pada tanah granuler. Pada pengujian ini, sifat-sifat tanah ditentukan dari
pengukuran kerapatan relative secara langsung dilapangan. Pengujian untuk
mengetahui nilai kerapatan relative yang sering digunakan adalah Uji Penetrasi
Standar atau disebut Uji SPT atau Standar Penetration Test (SNI 4153:2008).

Standar SNI 4153:2008 tentang Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT
merupakan revisi dari SNI 03-4153-1996, Metode Pengujian Penetrasi Dengan Alat
SPT, yang mengacu pada ASTM D1586-84 “Standard penetration test and split barrel
sampling of soils”. Dalam desain struktur tanah pondasi sering dilakukan analisis
stabilitas dan perhitungan desain pondasi suatu bangunan dengan menggunakan
parameter tanah baik tegangan total maupun tegangan efektif, dan identifikasi tanah.
Dalam melakukan uji penetrasi lapangan dengan SPT ini digunakan metode pengujian
penetrasi dengan SPT (SNI 03-4153-1996) yang dapat berlaku untuk tanah. Peralatan
uji penetrasi ini antara lain terdiri atas peralatan penetrasi dengan SPT, bahan
penunjang uji, dan perlengkapan lainnya. Cara uji ini dimaksudkan sebagai pegangan
dan acuan dalam uji penetrasi dengan SPT di lapangan pada benda uji tanah.
Tujuannya adalah untuk memperoleh parameter perlawanan penetrasi lapisan tanah
di lapangan dengan SPT, yang dapat dipergunakan untuk identifikasi perlapisan tanah
yang merupakan bagian dari desain pondasi.

6.10.1 Istilah dan definisi dalam Uji SPT

(1) Jumlah tumbukan atau pukulan adalah banyaknya pukulan palu setinggi 76 cm
pada setiap penetrasi 15 cm.

(2) Konus adalah ujung alat penetrasi yang berbentuk kerucut (terbuka dan tertutup)
untuk menahan perlawanan tanah.

(3) Palu adalah besi atau baja masif berbentuk silinder dan di tengahnya berlubang
lebih besar sedikit daripada diameter pipa bor.

(4) Split barrel sampler (Gambar 6.18) adalah alat berupa tabung yang dibelah dua
dan ke dua ujungnya dipegang dengan mur dan dipasang pada ujung pipa bor
pada waktu pelaksanaan pengujian SPT.
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 55
(5) Standard Penetration Test (SPT) adalah suatu metode uji yang dilaksanakan
bersamaan dengan pengeboran untuk mengetahui, baik perlawanan dinamik
tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik penumbukan. Uji
SPT terdiri atas uji pemukulan tabung belah dinding tebal ke dalam tanah, disertai
pengukuran jumlah pukulan untuk memasukkan tabung belah sedalam 300 mm
vertikal. Dalam sistem beban jatuh ini digunakan palu dengan berat 63,5 kg, yang
dijatuhkan secara berulang dengan tinggi jatuh 0,76 m. Pelaksanaan pengujian
dibagi dalam tiga tahap, yaitu berturut-turut setebal 150 mm untuk masing-masing
tahap. Tahap pertama dicatat sebagai dudukan, sementara jumlah pukulan untuk
memasukkan tahap ke-dua dan ke-tiga dijumlahkan untuk memperoleh nilai
pukulan N atau perlawanan SPT (dinyatakan dalam pukulan/0,3 m) atau pukulan
per-30 cm.

(6) tinggi jatuh adalah jarak yang dihitung dari penahan setinggi kira-kira 75 cm dari
tempat palu dijatuhkan

6.10.2 Peralatan, Bahan dan Perlengkapan Pengujian SPT

Peralatan yang diperlukan dalam uji penetrasi dengan SPT adalah sebagai
berikut:

(a) Mesin bor yang dilengkapi dengan peralatannya;


(b) Mesin pompa yang dilengkapi dengan peralatannya;
(c) Split barrel sampler yang dilengkapi dengan dimensi seperti diperlihatkan
pada Gambar 6.18 (ASTM D1586-11);
(d) Palu dengan berat 63,5 kg dengan toleransi meleset ± 1%;
(e) Alat penahan (tripod);
(f) Rol meter;
(g) Alat penyipat datar;
(h) Kerekan;
(i) Kunci-kunci pipa;
(j) Tali yang cukup kuat untuk menarik palu; dan
(k) Perlengkapan lain.

56 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 6.18: Alat pengambilan contoh tabung belah (SNI 4153:2008)

Bahan penunjang pengujian yang dipergunakan adalah: (a) bahan bakar (bensin,
solar); (b) bahan pelumas; (c) balok dan papan; (d) tali atau selang; (e) kawat; (f)
kantong plastik; (g) formulir untuk pengujian; dan (h) perlengkapan lain.

6.10.3 Prosedur Pengujian penetrasi dengan SPT

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengujian penetrasi dengan SPT adalah:
peralatan harus lengkap dan laik pakai; Pengujian dilakukan dalam lubang bor; Interval
pengujian dilakukan pada kedalaman antara 1,50 m s.d 2,00 m (untuk lapisan tanah
tidak seragam) dan pada kedalaman 4,00 m kalau lapisan seragam. Pada tanah
berbutir halus, digunakan ujung split barrel berbentuk konus terbuka (open cone); dan
pada lapisan pasir dan kerikil, digunakan ujung split barrel berbentuk konus tertutup
(close cone).

Contoh tanah tidak asli diambil dari split barrel sampler. Sebelum pengujian
dilakukan, dasar lubang bor harus dibersihkan terlebih dahulu. Jika ada air tanah,
harus dicatat. Pipa untuk jalur palu harus berdiri tegak lurus untuk menghindari
terjadinya gesekan antara palu dengan pipa. Formulir-formulir isian hasil pengujian

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 57


harus dilengkapi. Bagan alir cara uji penetrasi lapangan dengan SPT seperti Gambar
6.19.

Gambar 6.19: Bagan Alir Pengujian Panetrasi dengan SPT (SNI 4153:2008)

58 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Semua alat ukur harus dikalibrasi minimum 1 kali dalam 3 tahun dan pada saat
diperlukan, sesuai dengan persyaratan kalibrasi yang berlaku. Petugas pengujian
terlibat adalah laboran atau teknisi yang memenuhi persyaratan kompetensi yang
berlaku dalam pengujian penetrasi lapangan dengan SPT, dan diawasi oleh tenaga
ahli geoteknik. Penanggung jawab pengujian harus membubuhkan nama jelas dan
tanda tangan penanggung jawab pekerjaan harus ditulis dengan jelas pada formulir
kerja. Nama petugas, nama pengawas dan nama penyellia pengujian ini harus ditulis
dan disertai tanda tangan serta tanggal yang jelas.

6.10.3.1 Persiapan Pengujian


Lakukan persiapan pengujian SPT di lapangan dengan tahapan sebagai berikut
(Gambar 6.20).

Gambar 6.20: Panetrasi dengan SPT (SNI 4153:2008)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 59


Pasang blok penahan (knocking block) pada pipa bor kemudian beri tanda pada
ketinggian sekitar 75 cm pada pipa bor yang berada di atas penahan. Bersihkan lubang
bor pada kedalaman yang akan dilakukan pengujian dari bekas-bekas pengeboran.
Pasang split barrel sampler pada pipa bor, dan pada ujung lainnya disambungkan
dengan pipa bor yang telah dipasangi blok penahan. Masukkan peralatan uji SPT ke
dalam dasar lubang bor atau sampai kedalaman pengujian yang diinginkan. Kemudian
beri tanda pada batang bor mulai dari muka tanah sampai ketinggian 15 cm, 30 cm
dan 45 cm.

6.10.3.2 Prosedur pengujian


Lakukan pengujian dengan tahapan sebagai berikut: Pertama lakukan
pengujian pada setiap perubahan lapisan tanah atau pada interval sekitar 1,50 m s.d
2,00 m atau sesuai keperluan lalu Tarik tali pengikat palu (hammer) sampai pada tanda
yang telah dibuat sebelumnya (kira-kira 75 cm) kemudian Lepaskan tali sehingga palu
jatuh bebas menimpa penahan (Gambar 6.21).

Gambar 6.21: Skema urutan uji penetrasi standar (SPT) (SNI 4153:2008)

Tahap kedua dan seterusnya mengulangi tahap pertama berkali-kali sampai


mencapai penetrasi 15 cm kemudian hitung jumlah pukulan atau tumbukan N pada
60 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
penetrasi 15 cm yang pertama dan ulangi sampai pada penetrasi 15 cm yang ke-dua
dan ke-tiga. Catat jumlah pukulan N pada setiap penetrasi 15 cm, dimana 15 cm
pertama dicatat N1; 15 cm ke-dua dicatat N2; 15 cm ke-tiga dicatat N3. Jumlah pukulan
yang dihitung adalah N2 + N3. Nilai N1 tidak diperhitungkan karena masih kotor bekas
pengeboran. Bila nilai N lebih besar daripada 50 pukulan, hentikan pengujian dan
tambah pengujian sampai minimum 6 meter. Kemudian catat jumlah pukulan pada
setiap penetrasi 5 cm untuk jenis tanah batuan.

6.10.4 Koreksi hasil uji SPT

Pelaksanaan uji SPT di berbagai Negara (Departemen Pekerjaan Umum, 2005)


digunakan tiga jenis palu (donut hammer, safety hammer, dan otomatik, lihat Gambar
6.22) dan empat jenis batang bor (N, NW, A, dan AW). Ternyata uji ini sangat
bergantung pada alat yang digunakan dan operator pelaksana uji. Faktor yang
terpenting adalah efisiensi tenaga dari sistem yang digunakan. Secara teoritis tenaga
sistem jatuh bebas dengan massa dan tinggi jatuh tertentu adalah 48 kg-m (350 ft-lb),
tetapi besar tenaga sebenarnya lebih kecil karena pengaruh friksi dan eksentrisitas
beban. Adapun koreksi hasil uji SPT adalah sebagai berikut :

6.10.4.1 Kalibrasi Alat Uji SPT


Setiap alat uji SPT (ASTM D4633-10) yang digunakan harus dikalibrasi tingkat
efisiensi tenaganya dengan menggunakan alat ukur strain gauges dan aselerometer,
untuk memperoleh standar efisiensi tenaga yang lebih teliti. Di dalam praktek, efisiensi
tenaga sistem balok derek dengan palu donat (donut hammer) dan palu pengaman
(safety hammer) berkisar antara 35% sampai 85%, sementara efisiensi tenaga palu
otomatik (automatic hammer) berkisar antara 80% sampai 100%. Jika efisiensi yang
diukur (Ef) diperoleh dari kalibrasi alat, nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi
sebesar 60%, dan dinyatakan dalam rumus dalam Persamaan 6.26:

𝐸𝑓 (6.26)
𝑁60 = ( )𝑁
60 𝑀
Dimana

𝑁60 = efisiensi 60%;

𝐸𝑓 = efisiensi yang terukur; dan

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 61


𝑁𝑀 = nilai N terukur yang harus dikoreksi.

Gambar 6.22: Contoh palu yang biasa digunakan dalam uji SPT (Departemen Pekerjaan Umum,
2005)

Nilai N terukur harus dikoreksi pada 𝑁60 untuk semua jenis tanah. Besaran
koreksi pengaruh efisiensi tenaga biasanya bergantung pada lining tabung, panjang
batang, dan diameter lubang bor (Skempton, 1986; Kulhawy & Mayne, 1990). Oleh
karena itu, untuk mendapatkan koreksi yang lebih teliti dan memadai terhadap N60,
harus dilakukan uji tenaga 𝐸𝑓 .

6.10.4.2 Efesiensi Alat


Efisiensi dapat diperoleh dengan membandingkan pekerjaan yang telah
dilakukan dicari dengan Persamaan 6.27:

𝑊 = 𝐹 𝑥 𝑑 = 𝑔𝑎𝑦𝑎 𝑥 𝑎𝑙𝑖ℎ𝑎𝑛 (6.27)

1
Jika tenaga kinetik 𝐾𝐸 = 𝑚 𝑣 2 dan tenaga potensial 𝑃𝐸 = 𝑚 𝑔 ℎ, dengan m
2

adalah massa (g); 𝑣 merupakan kecepatan tumbukan (m/s) dan ℎ adalah tinggi jatuh
(m) serta 𝑔 merupakan konstanta gravitasi (= 9,8 m/s2 = 32,2 ft/s2 ).

62 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


𝑊 𝐾𝐸
Sehingga rasio tenaga (ER) ditentukan sebagai rasio 𝐸𝑅 = atau 𝐸𝑅 = .
𝑃𝐸 𝑃𝐸

Semua korelasi empirik yang menggunakan nilai NSPT untuk keperluan interpretasi
karakteristik tanah, didasarkan pada rasio tenaga rata-rata ER ~ 60%.

6.10.4.3 Hubungan tegangan efektif dengan Efesiensi Alat SPT


Beberapa hubungan korelatif, nilai tenaga yang dinormalisasi terhadap
pengaruh tegangan efektif vertikal (overburden), dinyatakan dengan (𝑁1 )60 , seperti
dijelaskan dalam Persamaan 6.28, (6. 29) dan Tabel 6.6.

Tabel 6.6: Koreksi-koreksi dalam uji SPT (SNI 4153:2008; Youd & Idriss, 2001)
Faktor Jenis Alat Koreksi

Tegangan Vertikal - 2,2


′ 𝐶𝑁 = ≤ 1,7
Efektif (𝜎𝑣0 ) dalam 𝜎′
𝑘𝑃𝑎 1,2 + ( 𝑣0 )
𝜎𝑎

Rasio Tenaga Palu donat (donut hummer) 0,5 ≤ 𝐶𝐸 ≤ 1,0

Palu pengaman (safety hummer) 0,7 ≤ 𝐶𝐸 ≤ 1,2

Palu otomatis (automatic-trip donut-type hummer) 0,8 ≤ 𝐶𝐸 ≤ 1,3

Diameter bor (mm) 65 sampai dengan 115 mm 𝐶𝐵 = 1,0

150 mm 𝐶𝐵 = 1,05

200 mm 𝐶𝐵 = 1,15

Panjang Batang (m) Kurang dari 3 meter 𝐶𝑅 = 0,75

3 meter sampai dengan 4 meter 𝐶𝑅 = 0,80

4 meter sampai dengan 6 meter 𝐶𝑅 = 0,85

6 meter sampai dengan 10 meter 𝐶𝑅 = 0,95

10 meter sampai dengan 30 meter 𝐶𝑅 = 1,00

Pengambilan contoh Tabung standar (tanpa pelapis atau liner) 𝐶𝑆 = 1,00

Tabung dengan pelapis (liner) 1,1 ≤ 𝐶𝑆 ≤ 1,3

Nilai (𝑁1 )60 menggambarkan evaluasi pasir murni untuk interpretasi kepadatan
relatif, sudut geser, dan potensi likuifaksi.

(𝑁1 )60 = 𝑁𝑀 𝑥 𝐶𝑁 𝑥 𝐶𝐸 𝑥 𝐶𝐵 𝑥 𝐶𝑅 𝑥 𝐶𝑆 (6.28)

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 63


2,2 (6.29)
𝐶𝑁 =
𝜎′
1,2 + ( 𝑣0 )
𝜎𝑎
dengan :

(𝑁1 )60 = nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%;
𝑁𝑀 : hasil uji SPT di lapangan;
𝐶𝑁 : faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya ≤ 1,70);
𝐶𝐸 : faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu;
𝐶𝐵 : faktor koreksi terhadap diameter bor;
𝐶𝑅 : faktor koreksi untuk panjang batang SPT;
𝐶𝑆 : koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis (liner);

𝜎𝑣0 = tegangan vertikal efektif (kPa)
𝜎𝑎 = tekanan atmosfir sebesar 100 kPa.

6.10.5 Pelaporan Pengujian penetrasi dengan SPT

Hasil uji penetrasi lapangan dengan SPT dilaporkan menjadi satu dengan log
bor dari hasil pengeboran dalam bentuk formulir seperti diperlihatkan dalam Lampiran
B, yang antara lain memuat hal-hal sebagai berikut: Nama pekerjaan dan lokasi
pekerjaan, dan tanggal pengujian; Nama penguji, nama pengawas, dan nama
penanggung jawab hasil uji dengan disertai tanda tangan (paraf) yang jelas; Nomor
lubang bor, kedalaman pengeboran, muka air tanah elevasi titik bor dan hasil
pengujian SPT; Tipe ujung split barrel yang digunakan, apakah berbentuk konus
terbuka atau konus tertutup; dan Catatan setiap penyimpangan pada waktu pengujian.
Contoh formulir uji penetrasi konus dengan SPT seperti Gambar 6.23.

Contoh 6.5

Berdasarkan data N-SPT dari Gambar 6.23. Jika pada saat pengujian N-SPT
menggunakan palu dengan pengaman dan bor yang digunakan dengan diameter 115
mm serta untuk pengambilan contoh uji menggunakan tabung standar (tanpa
pelapis/liner), hitung N-SPT Terkoreksi.

64 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 6.23: Formulir uji penetrasi konus dengan SPT

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 65


Penyelesaian:

Dari Gambar 6.23 dapat dilihat N-SPT sebelum koreksi seperti Tabel C6.8
dengan tinggi muka air tanah (MAT) 5 meter.

Tabel C6.8: Hasil uji SPT sesuai dengan Gambar 6.23


Berat Berat
Kedalaman Kedalaman
NM Volume NM Volume
(m) (m)
(kN/m3) (kN/m3)

1,00 – 2,00 - 17,5

2,00- 2,45 6 18,5 20,45 - 22,45 31

2,45 - 4,45 14 18,5 22,45 - 24,45 34 19,5

4,45 - 6,45 33 24,45 - 26,45 33


19,5
6,45- 8,45 27 26,45- 28,45 59

8,45 - 10,45 26 19,0 28,45 - 30,45 59


19,0
10,45- 12,45 45 30,45 - 32,45 32

12,45 - 14,45 43 32,45- 34,45 22

14,45 - 16,45 30 18,50 34,45 - 36,45 24

16,45 - 18,45 30 36,45- 38,45 20 19,5

18,45- 20,45 35 38,45 - 40,45 24

Tahap pertama untuk menghitung N-SPT terkoreksi adalah menghitung tekanan


vertikal efektif untuk tanah di atas muka air tanah dan tanah dibawah muka air tanah.
Langkah uni untuk mencari nilai 𝐶𝑁 .

Data yang dibutuhkan untuk menghitung nilai 𝐶𝑁 adalah berat isi tanah yang
didapatkan dari hasil uji laboratorium dengan contoh uji yang diambil dari lubang
pengujian N-SPT. Hasil pengujian berat isi tanah seperti Tabel 6.5. Dengan mengambil
nilai berat isi air sebesar 𝟗, 𝟖𝟏 𝒎𝒌𝑵𝟑, tekanan vertikal efektif dapat dihitung.


Pada kedalaman 1,00 - 2,45 meter di atas air tanah, 𝜎𝑣0 = 𝛾 𝑥 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ

′ 𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(2,45) = 17,5 3
𝑥 2,45 𝑚 = 42,88 2
𝑚 𝑚

Sama dengan kedalaman 2,45 - 4,45 meter (di atas MAT)

66 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


′ ′ 𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(4,45) = 𝜎𝑣0(2,45) + 18,5 3
𝑥 2,00 𝑚 = 79,88 2
𝑚 𝑚

Untuk kedalaman 4,45 - 5,00 meter (sama dengan MAT)

′ ′
𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(5,00) = 𝜎𝑣0(4,45) + 18,5 𝑥 (5 − 4,45) 𝑚 = 90,05
𝑚3 𝑚2

Pada kedalaman 5,00 - 6,45 meter (di bawah MAT)

′ ′ 𝑘𝑁 𝑘𝑁
𝜎𝑣𝑖(6,45) = 𝜎𝑣0(5,00) + 19,5 𝑥 (6,45 − 5,0) 𝑚 = 118,33
𝑚3 𝑚2
𝑘𝑁
Tekanan air setebal (6,45 – 5,00) =1,45 m dengan 𝛾𝑎 = 9,81
𝑚3

′ 𝑘𝑁
𝜎𝑤(6,45) = 1,45 𝑚 𝑥 𝛾𝑎 = 1,45 𝑥 9,81 = 14,22
𝑚2

′ ′ ′ 𝑘𝑁
𝜎𝑣0(6,45) = 𝜎𝑣𝑖(6,45) − 𝜎𝑤(6,45) = 118,33 − 14,22 = 104,10
𝑚2
𝑘𝑁
maka dengan menggunakan Pers.6. 29, dan 𝜎𝑎 = 100 , didapatkan nilai 𝐶𝑁
𝑚2

2,2 2,2
𝐶𝑁(2,45) = ′ = = 1,351 ≤ 1,7 𝑜𝑘
𝜎𝑣0 42,88
1,2 + ( 1,2 + ( )
𝜎𝑎 ) 100

2,2
𝐶𝑁(4,45) = = 1,101
79,88
1,2 + ( )
100

2,2
𝐶𝑁(6,45) = = 0,982
114,10
1,2 + ( )
100

Hitungan tekanan vertikal efektif dan nilai 𝐶𝑁 selanjutnya dibuat Tabel C6.9.

Faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu dengan menggunakan palu dengan
pengaman didapatkan 𝐶𝐸 = 0,7 − 1,2 di ambil nilai 𝐶𝐸 = 0,8. Faktor koreksi terhadap
diameter bor yang menggunakan diameter bor 115 mm didapatkan 𝐶𝐵 = 1. Faktor
koreksi untuk panjang batang SPT, untuk batang sepanjang 2,45 m (kurang dari 3
meter) didapatkan 𝐶𝑅 = 0,75; untuk 4,45 m diambil yang mendekati 4 meter atau
dilakukan inetrpolasi linier, didapatkan 𝐶𝑅 = 0,8, pada kedalaman selanjutnya dengan
cara yang sama. Koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 67


pelapis (liner) maka nilai 𝐶𝑆 = 1. Dari nilai-bilai tersebut dibuat tabulasi N-SPT
terkoreksi yang hasilnya seperti Tabel C6.10.

Tabel C6.9: Hasil perhitungan tekanan vertikal efektif dan nilai 𝐶𝑁


Berat isi Ketebalan
Kedalaman (m) ' 𝝈𝒗(𝒊) 𝝈𝒘(𝒊) 𝝈𝟎(𝒊) CN
tanah, 𝜸𝒔 Lapisan
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1,00 - 2,45 17,5 2,45 42,88 42,88 1,351

2,45 - 4,45 18,5 2,00 79,88 79,88 1,101

4,45 - 5,00 18,5 0,55 90,05 90,05 1,047

5,00 - 6,45 19,5 1,45 9,69 118,33 14,22 104,10 0,982

6,45 - 8,45 19,5 2,00 9,69 157,33 33,84 123,48 0,904

8,45 - 10,45 19,0 2,00 9,19 195,33 53,46 141,86 0,840

10,45 - 12,45 18,5 2,00 8,69 232,33 73,08 159,24 0,788

12,45 - 14,45 18,5 2,00 8,69 269,33 92,70 176,62 0,742

14,45 - 16,45 18,5 2,00 8,69 306,33 112,32 194,00 0,701

16,45 - 18,45 18,5 2,00 8,69 343,33 131,94 211,38 0,664

18,45 - 20,45 18,5 2,00 8,69 380,33 151,56 228,76 0,631

20,45 - 22,45 19,5 2,00 9,69 419,33 171,18 248,14 0,598

22,45 - 24,45 19,5 2,00 9,69 458,33 190,80 267,52 0,568

24,45 - 26,45 19,5 2,00 9,69 497,33 210,42 286,90 0,541

26,45 - 28,45 19,0 2,00 9,19 535,33 230,04 305,28 0,517

28,45 - 30,45 19,0 2,00 9,19 573,33 249,66 323,66 0,496

30,45 - 32,45 19,0 2,00 9,19 611,33 269,28 342,04 0,476

32,45- 34,45 19,0 2,00 9,19 649,33 288,90 360,42 0,458

34,45 - 36,45 19,5 2,00 9,69 688,33 308,52 379,80 0,440

36,45 - 38,45 19,5 2,00 9,69 727,33 328,14 399,18 0,424

38,45 - 40,45 19,5 2,00 9,69 766,33 347,76 418,56 0,408


CATATAN:
(1) Kedalaman Tanah dalam meter
(2) Berat isi tanah dalam kN/m3.
(3) Ketebalan tanah sesuai dengan nilai Berat isi tanah (meter)
𝑘𝑁
(4) Berat isi tanah (𝛾𝑠 ) dikurangi berat isi air 𝛾𝑎 = 9,81 , berat isi jenuh = 𝜸′ = 𝛾𝑠 − 𝛾𝑎
𝑚3
′ ′
(5) Tekanan vertikal efektif tanah 𝜎𝑣(𝑖) = (𝛾𝑠 𝑥 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ) + 𝜎𝑣(𝑖−1)
(6) Tekanan vertikal efekti air 𝜎𝑤(𝑖) = (𝛾𝑎 𝑥 𝑘𝑒𝑡𝑒𝑏𝑎𝑙𝑎𝑛 𝑡𝑎𝑛𝑎ℎ 𝑗𝑒𝑛𝑢ℎ) + 𝜎𝑎(𝑖−1)

(7) Tekanan vertikal efektif, 𝜎𝑣0(𝑖) = (5) − (6)
2,2
(8) Faktor koreksi tekanan vertikal 𝐶𝑁(𝑖) = 𝜎′𝑣0(𝑖)
1,2+ ( )
𝜎𝑎

68 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Tabel C6.10: Hitungan uji penetrasi konus dengan N-SPT (Terkoreksi)
Kedalaman
NM CN CE CB CR CS (𝑵𝟏 )𝟔𝟎
(m)
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)

1,00 - 2,45 6 1,351 0,8 1,0 0,75 1,0 5

2,45 - 4,45 14 1,101 0,8 1,0 0,80 1,0 10

4,45 - 5,00 MAT - - - - - -

5,00 - 6,45 33 0,982 0,8 1,0 0,85 1,0 22

6,45 - 8,45 27 0,904 0,8 1,0 0,95 1,0 19

8,45 - 10,45 26 0,840 0,8 1,0 0,95 1,0 17

10,45 - 12,45 45 0,788 0,8 1,0 1,00 1,0 28

12,45 - 14,45 43 0,742 0,8 1,0 1,00 1,0 26

14,45 - 16,45 30 0,701 0,8 1,0 1,00 1,0 17

16,45 - 18,45 30 0,664 0,8 1,0 1,00 1,0 16

18,45 - 20,45 35 0,631 0,8 1,0 1,00 1,0 18

20,45 - 22,45 31 0,598 0,8 1,0 1,00 1,0 15

22,45 - 24,45 34 0,568 0,8 1,0 1,00 1,0 15

24,45 - 26,45 33 0,541 0,8 1,0 1,00 1,0 14

26,45 - 28,45 59 0,517 0,8 1,0 1,00 1,0 24

28,45 - 30,45 59 0,496 0,8 1,0 1,00 1,0 23

30,45 - 32,45 32 0,476 0,8 1,0 1,00 1,0 12

32,45- 34,45 22 0,458 0,8 1,0 1,00 1,0 8

34,45 - 36,45 24 0,440 0,8 1,0 1,00 1,0 8

36,45 - 38,45 20 0,424 0,8 1,0 1,00 1,0 7

38,45 - 40,45 24 0,408 0,8 1,0 1,00 1,0 8


CATATAN:
𝑁𝑀 = hasil uji SPT di lapangan;
𝐶𝑁 = faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya ≤ 1,70);
𝐶𝐸 = faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu;
𝐶𝐵 = faktor koreksi terhadap diameter bor;
𝐶𝑅 = faktor koreksi untuk panjang batang SPT;
𝐶𝑆 = koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis (liner);
(𝑁1 )60 = nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60% dicari untuk pukulan/30 cm, dengan
Pers.2.13
(𝑁1 )60 = 𝑁𝑀 𝑥 𝐶𝑁 𝑥 𝐶𝐸 𝑥 𝐶𝐵 𝑥 𝐶𝑅 𝑥 𝐶𝑆

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 69


Bentuk hasil pengujian N-SPT dilengkapi dengan grafik N-SPT terkoreksi dari
Tabel C6.10 dan Gambar 6.23, diplot menjadi seperti Gambar C6.5.

Gambar 6.6: Formulir uji penetrasi konus dengan SPT Terkoreksi (N60)

6.11 Uji Kipas di Lapangan (Vane Shear Test)

Beberapa macam alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah
kohesif. Salah satunya adalah, alat uji geser kipas atau geser baling baling (vane shear
70 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
test). Standar pengujian vane shear (ASTM D2573-08) memberikan indikasi kuat
geser undrained in-situ dari tanah liat berbutir halus dan silts atau geomaterials halus
lainnya seperti tailing tambang, kotoran organik, dan zat di mana penentuan kekuatan
undrained diperlukan. Tes ini berlaku untuk tanah dengan kekuatan undrained kurang
dari 200 kPa (2 TSF). Tanah sangat sensitif dapat remolded selama penyisipan baling-
baling. Metode pengujian ini digunakan secara luas dalam berbagai eksplorasi
geoteknik untuk mengevaluasi kekuatan pembebanan total secara untuk analisis
tegangan jenuh lempung berbutir halus dan silts. Tes ini rutin dilakukan bersamaan di
lapangan dan laboratorium untuk tes lainnya.

6.11.1 Lingkup dan Prosedur Pengujian Vane Shear Test

Perlawanan geser undrained puncak dari tes vane umumnya dikoreksi untuk
menentukan kekuatan geser undrained untuk analisis geoteknik. Lembaga yang
meminta pengujian harus menginterpretasikan data ini untuk menentukan penerapan
untuk analisis kekuatan. Metode ini tidak dapat digunakan untuk tanah berpasir, kerikil,
atau tanah permeabilitas tinggi lainnya. Tes ini sering dilakukan di lubang bor yang
dibor atau dengan tiang pancang atau pengeboran tiang atau metode dengan
mendorong (baling-baling sepatu). Metode ini juga berlaku untuk kedalaman dangkal,
namun, mungkin kurang akurat, karena mungkin lebih sulit untuk mempertahankan
baling / stabilitas batang dan vertikalitas.

Kualitas hasil yang dihasilkan oleh standar ini tergantung pada kompetensi
personil yang melakukan pengujian, dan kesesuaian peralatan dan fasilitas yang
digunakan. Lembaga yang memenuhi kriteria (ASTM D3740-12a) umumnya dianggap
mampu melakukan pengujian yang kompeten dan objektif.

Metode pengujian ini mencakup tes vane lapangan untuk tanah liat dan lumpur
tanah jenuh untuk penentuan kuat geser undrained. Pengetahuan tentang sifat tanah
di mana setiap tes vane yang akan dibuat diperlukan untuk penilaian penerapan dan
interpretasi tes. Tes ini tidak berlaku untuk tanah berpasir yang memungkinkan
drainase selama tes. Metode pengujian ini membahas pengujian di darat dan untuk
pengujian di lubang bor atau pengeboran tiang atau metode pemancangan terus
menerus dari permukaan tanah. Metode ini tidak membahas pengujian khusus laut di
mana persyaratan tes khusus atau variasi dalam peralatan mungkin diperlukan.
Metode ini sering digunakan bersama dengan pengeboran cairan rotary (ASTM D5783

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 71


- 95(2012)) atau augers berlubang-batang (ASTM D6151-08). Beberapa peralatan
memiliki baling-baling ditarik di sepatu pelindung untuk kemajuan dan pengujian
tambahan. Sampling, seperti dengan tabung dinding tipis (ASTM D1587-08(2012)e1),
sering dikombinasikan dengan pengujian baling-baling. Bawah permukaan eksplorasi
geoteknik dilaporkan sesuai dengan praktek pengujian (ASTM D5434-12).

Kekuatan geser undrained dan sensitivitas tanah kohesif juga dapat diukur
dalam Kompresi terbatas (ASTM D2166 / D2166M-13) dan Laboratorium Vane Test
(ASTM D4648 / D4648M-13). Nilai-nilai yang dinyatakan dalam satuan SI harus
dianggap sebagai standar. Inggris (Imperial) unit diberikan dalam kurung.

Alat uji geser baling terdiri dari empat pisau baling stainless steel melekat pada
batang baja yang akan didorong ke tanah (Gambar 6.24). Ketinggian baling biasanya
dua kali lebar keseluruhan dan sering sama dengan 10 cm atau 15 cm.

Gambar 6.24: (a) Shear Vane Tester; (b) Geometri Vane (ES & S, 2009, p. 55; ASTM D2573-08)

Tes dimulai dengan mendorong baling-baling dan batang vertikal ke dalam


tanah lunak. Baling-baling tersebut kemudian diputar pada kecepatan 6o sampai 12o
per menit. Torsi diukur pada interval waktu yang teratur dan tes terus sampai torsi
maksimum tercapai dan baling-baling berputar cepat selama berputar. Kemudian
tambahkan sekitar 8 – 10 putaran dan ukur residual torsi pada kondisi remoulded.
Remolded geser undrained kekuatan adalah kekuatan-geser tanah halus dalam
pembebanan cepat dengan sedikit atau tidak ada drainase tekanan air pori setelah
kegagalan yang signifikan dan kembalinya dari struktur tanah awal.

Pada saat ini, tanah gagal di geser pada permukaan silinder di sekitar baling-
baling. Kuat geser tanah yang telah berubah susunan tanahnya (remoulded) dapat

72 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


pula dilakukan dengan pengukuran torsi minimum yang dibutuhkan untuk memutar
baling-baling secara cepat dan kontinyu (Gambar 6.25).

Gambar 6.25: Tahap Pengujian Shear Vane Tester (GeoSystem, 2015)

6.11.2 Hitungan Nilai Tahanan Geser Vane

Kekuatan geser undrained tanah jenuh sebanding dengan torsi diberikan dan
dimensi baling-baling. Kekuatan geser undrained dihitung dengan menyamakan torsi
untuk saat-saat yang sesuai dengan total kekuatan geser atas sisi dan ujung
permukaan kegagalan geser silinder. Torsi (T) diukur dengan menggunakan
Persamaan 6.30, dimana 𝑇𝑆 adalah momen dari tahanan gaya geser pada kehancuran
sisi permukaan silinder dan 𝑇𝑒 adalah momen dari tahanan gaya geser di dua
kehancuran ujung permukaan silinder. Nilai tahanan geser vane hasil uji lapangan
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) dihitung dengan Persamaan 6.31.

𝑇 = 𝑇𝑆 + 𝑇𝑒 (6.30)

𝑇 (6.31)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣)
1 1
𝜋 𝐷2 ( 𝐻 + 𝐷)
2 6
Dimana 𝑇 adalah kehancuran/kegagalan torsi maksimum; 𝐷 = diameter alat
vane; dan 𝐻 = tinggi alat vane. Untuk alat Vane persegi panjang (rectangular), H/D =
2, nilai tahanan geser tanah, 𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) dihitung dengan Persamaan 6.32 (ASTM

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 73


D2573-08). Pada pengujian geser Vane dengan Tapered dan alat Vane lainnya
menggunakan Persamaan 6.33, secara umum untuk persegi panjang, kedua ujungnya
meruncing, lancip bawah saja, serta baling-baling rhomboidal untuk setiap sudut
(Silvestri & Aubertin, ASTM STP 1014, pp. 88-103) dan sensitivitas (Sensitivity, 𝑆𝑇 )
adalah, efek pembentukan ulang konsistensi pada tanah kohesif dihitung dengan
Persamaan 6.34.

6𝑇 (6.32)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) =
7𝜋𝐷3
12𝑇𝑀𝑎𝑥 (6.33)
𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) =
𝐷 𝐷
𝜋𝐷2 ( + + 6𝐻)
cos 𝑖 𝑇 cos 𝑖𝐵
Dimana:

𝑐𝑢 (𝑓𝑣) = 𝑠𝑢 (𝑓𝑣) adalah Nilai tahanan geser vane hasil uji lapangan
𝑇𝑀𝑎𝑥 = Nilai torsi maksimum terkoreksi dari alat dan batang friksi
𝐷 = Diameter alat Vane Test
𝐻 = Tinggi alat Vane Test
𝑖 𝑇 = sudut miring dari alat vane diatasnya
𝑖𝐵 = = sudut miring dari alat vane dibawanya
(𝑠𝑢 )𝑓𝑣 (6.34)
(𝑆𝑡 )𝑓𝑣 =
(𝑠𝑢𝑟 )𝑓𝑣
Dengan (𝑆𝑡 )𝑓𝑣 adalah senitifitas (tanpa dimensi); (𝑠𝑢 )𝑓𝑣 = kuat geser maksimum
tanah undrained; dan (𝑠𝑢𝑟 )𝑓𝑣 adalah kuat geser remoulded tanah undrained

Kuat geser berdasarkan hasil uji baling-baling atau kipas vane, harus dikoreksi.
Koreksi faktor hasil uji vane dikembangkan oleh Bjerum (1972) mengusulkan koreksi
kuat geser dari kuat geser yang diperoleh dari uji geser kipas di lapangan (Bowles,
1997, p. 188), dinyatakan dalam Persamaan 6.35, sebagai berikut:

𝑠𝑢 (𝑟𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎) = 𝜆 𝑠𝑢 (𝑣) (6.35)

𝜆 merupakan faktor koreksi atau faktor reduksi nilai hasil uji geser kipas di
lapangan 𝑠𝑢 (𝑣) , dicari dari grafik pada Gambar 6.26.

Hubungan antara nilai Indeks Plastisitas (PI) dengan faktor koreksi menurut
Bjerum (1972) seperti dalam Persamaan 6.36, dan menurut Morris and Williams (1994)
mengusulkan dengan Persamaan 6.37 dan 2.38 (Das, 2011, p. 97), sebagai berikut:

𝜇𝑣 = 𝜆 = 1,7 − 𝐿𝑜𝑔 (𝑃𝐼%) (6.36)

74 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Untuk PI > 5

𝜇𝑣 = 𝜆 = 1,18𝑒 −0,08 (𝑃𝐼) + 0,57 (6.37)

Dengan Liquit Limit (LL) atau batas cair adalah dalam %

𝜇𝑣 = 𝜆 = 7,01𝑒 −0,08 (𝐿𝐿) + 0,57 (6.38)

Gambar 6.26: Faktor Koreksi Nilai uji geser kipas di lapangan (Shear Vane Tester) (Bowles, 1997, p.
188)

Studi yang lebih lengkap untuk koreksi nilai uji geser kipas di lapangan dilakukan
yang menghasilkan grafik koreksi (𝜆 = 𝜇) seperti Gambar 6.27 (Azzouz, Baligh, &
Ladd, 1983).

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 75


Gambar 6.27: Faktor Koreksi Nilai uji geser kipas di lapangan (Azzouz, Baligh, & Ladd, 1983)

Koreksi faktor nilai geser vane atau uji geser kipas di lapangan dapat juga dicari
dari hubungan linier dengan indek plastisitas (IP), untuk IP > 5% dinyatakan dalam
Persamaan 6.39; dengan 𝑏, tergantung dari lamanya waktu, 𝑡𝑓 (dalam menit) sampai
terjadinya kegagalan (Chandler, 1988). Hasil koreksi seperti Gambar 6.28.

𝜇𝑣 = 1,05 − 𝑏 (𝑃𝐼)0,5 (6.39)

𝑏 = 0,015 − 0,0075 log 𝑡𝑓 (6.40)

lamanya waktu, 𝑡𝑓 (dalam menit) sampai terjadinya kegagalan sampai dengan


orde 104, sehingga jika diambil nilai 𝑡𝑓 tersebut, maka Persamaan 6.40 akan menjadi
2.41.

𝜇𝑣 = 1,05 − 0,045 (𝑃𝐼)0,5 (6.41)

76 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Gambar 6.28: Koreksi Faktor Koreksi Nilai uji geser kipas di lapangan (Chandler, 1988)

6.11.3 Kelebihan dan Kekurangan Pengujian Geser Baling

Kelebihan penggujian tes ini adalah sederhana dan cepat. Cocok untuk
penentuan kekuatan geser undrained tanah liat non-fissured sepenuhnya jenuh. Tes
ini dapat dengan mudah digunakan untuk menentukan sensitivitas tanah. Tes ini dapat
dilakukan pada tanah lempung lunak yang terletak pada kedalaman yang besar,
sampel yang sulit untuk mendapatkan (Geotechdata.info, 2010).

Adapun kerugian dari uji geser baling adalah pengujian tidak dapat dilakukan
pada tanah liat yang berisi pasir atau lumpur laminasi atau tanah liat pecah-pecah. Tes
tidak memberikan hasil yang akurat ketika kegagalan amplop (failure envelope) bukan
horizontal.

6.12 Uji Beban Pelat

Uji beban pelat (plate load test) sangat cocok untuk penyelidikan tanah timbunan
atau tanah yang mengandung banyak kerikil atau batuan, dimana uji-uji lapangan
yang sulit dilaksanakan. Pelat beban berupa pelat besi berbentuk lingkaran atau
bujursangkar dengan diameter yang bervariasi dari 30 cm atau lebih besa lagi. Dimensi
pelat tergantung dar ketelitian hasil pengujian yang dikehendaki. Pada prinsipnya, bila
ukuran pelat menedekati atau sama dengan lebar pondasi sebenarnya, maka semakin

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 77


teliti hasil yang diperoleh. Pelat diletakan pada dasar pondasi rencana dengna lebar
lubang paling sedikit 4 kali lebar pelat yang digunakan Gambar 6.29). Pengamatan
besar beban dan penurunan terjadi dilakukan sampai tanah mengalami keruntuhan
atau pengujian dihentikan bila tekanannya mencapai kirakira 2 kali kapasitas
dukungan pondasi yang dirancang. Penambahan beban yang diterapkan, kira kira 0,1
kali nilai estimasi kapasitas dukungan tanah.

Bentuk dan ukuran pelat pengujian bervariasi tergantung dari tujuan pengujian.
Kapasitas dukungan ultimit yan gdiperoleh dapat digunakan langsung, jika ukuran
pelat beban sama dengan ukuran pondasi yang akan digunakan. Untuk itu, kapasitas
ujung izin dihitung dengan cara membagi kapasitas dukung ultimit dengan faktor
aman. Jika penurunan merupakan kriteria yang dijadikan pedoman dalam penentuan
kapasitas dukung, kapasitas beban yang menyebabkan terlampauinya persyaratan
penurunan yang perlu diperhatikan.

Gambar 6.29: Contoh Uji Beban Plat (Arun Soil Lab, 2011)

Pengujian beban plat di lapangan umumnya digunakan untuk evaluasi dan


desain struktur perkerasan. Tes beban pelat statis berulang yang dilakukan pada tanah
dan dasar dan pondasi bawah untuk menentukan ukuran kekuatan geser komponen
trotoar. Pengujian ini dimaksudkan untuk menentukan kapasitas daya dukung dan
penurunan yang terjadi pada struktur bangunan. Uji beban pelat adalah jenis tes yang
dilakukan pada model pondasi untuk pondasi yang tidak dalam atau dangkal. Tes ini
pada umumnya dilakukan di penggalian terbuka. Tapi di Eropa metode alternatif yang
digunakan bukan itu, metode pengujian plat sekrup yang dikembangkan di Eropa dan
kini diterapkan di sana. Pengujian ini merupakan model pengujian beban klasik yang
tidak mempertimbangkan efek hisap atau lekatan tanah terutama tanah kohesif (Rojas,
Salinas, & Sejas, 2007).

78 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Beban pelat uji dalam pengujian ini mahal sehingga jarang digunakan ketika
tidak ada cara lain untuk menguji sampel. Karena merupakan tes berdurasi singkat
maka hasil dalam kasus tanah liat biasanya tidak memuaskan. Dalam kasus lapisan
tanah berlapis, data yang diperoleh dari pelat berukuran kecil sebagian besar
menyesatkan ketika kita berhadapan dengan pondasi yang besar. (Civil Engineering
Terms, 2011).

6.12.1 Peralatan yang Digunakan

Rincian peralatan termasuk sertifikat instrumen dan salinan grafik kalibrasi dari
lembaga dan setup peralatan yang disetujui untuk melakukan uji beban pelat
disampaikan untuk disetujui oleh Direksi Pekerjaan sebelum dimulainya pengujian.
Untuk pelat bantalan, tiga lempeng bantalan baja melingkar, tidak kurang dari 25mm
ketebalan dan berbagai diameter dari 300mm sampai 1000mm termasuk minimum dan
diameter maksimum yang ditentukan atau baja persegi bantalan piring bertahap.
Didasarnya, bantalan baja lebih besar dari 1000mm diameter dapat digunakan,
tergantung pada frekuensi jointing. Sebagai alternatif, tiga pondasi beton kecil ukuran
disebutkan atau lebih besar dapat ditempatkan di lapanganu. Tapak tersebut harus
memiliki kedalaman tidak kurang dari dua pertiga dari lebarnya.

Hydraulic jack atau teknik dongkrak harus memiliki kapasitas yang cukup untuk
memberikan dan mempertahankan beban maksimum yang diperkirakan tetapi tidak
kurang dari 50 ton dalam hal apapun. Pembeban harus diukur dengan menggunakan
sel beban elektronik yang dikalibrasi. Kekuatan alat ukur harus mampu merekam
beban dengan kesalahan tidak melebihi ± 2 persen dari kenaikan beban digunakan
atau 1% dari beban maksimum mana yang lebih rendah.

Alat ukur penurunan, seperti alat pengukur cepat harus mampu mengukur
dengan akurasi minimal 0.25mm, dengan akurasi 0.01mm sehubungan dengan datum
tetap harus dilakukan untuk mengukur penurunan plat dan gerakan balok referensi
untuk koreksi alat pengukur cepat bacaan. Alat lainnya diperlukan, termasuk kolom
beban, shims baja, dan alat-alat konstruksi lainnya dan peralatan yang diperlukan
untuk penyusunan lubang uji dan pemuatan peralatan. Tipikal setup untuk pengujian
seperti Gambar 6.30 untuk setup pengujian beban plat dengan Beban Gravity. Untuk
reaksi beban jack (Gambar 6.31) dan beban kuda-kuda (truss) seperti Gambar 6.32.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 79


Gambar 6.30: Setup Pengujian Beban Plat dengan Beban Gravity (IS 1888 - 1982)

Gambar 6.31: Setup Pengujian Beban Plat dengan Reaksi Beban Jack (IS 1888 - 1982)

Gambar 6.32:Setup Pengujian Beban Plat dengan Beban Kuda-kuda (truss) (IS 1888 - 1982)

80 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.12.2 Prosedur pengujian

Uji beban pelat harus dilakukan sesuai dengan BS 5930 atau ASTM D1194
dengan persyaratan tambahan berikut:

(1) Uji pit harus minimal 4 kali selebar plat dan kedalaman pondasi untuk
ditempatkan.

(2) Pengujian harus dilakukan pada tingkat yang sama dari tingkat dasar yang
diusulkan atau seperti yang diarahkan oleh ahlinya. Setidaknya tiga (3) lokasi uji
yang diperlukan untuk kalibrasi pada efek ukuran plat tes, dan jarak antara lokasi
uji tidak kurang dari lima (5) kali diameter plat terbesar yang digunakan dalam
tes.

(3) Permukaan uji harus terganggu, planar dan bebas dari remah-remah dan puing-
puing longgar. Ketika permukaan uji digali oleh mesin, penggalian harus
dihentikan di 200mm sampai 300mm di atas permukaan uji dan dipangkas
permukaan uji secara manual. Untuk memastikan bahkan pemindahan beban uji
pada permukaan uji, plat baja harus diratakan dan memiliki kontak penuh dengan
tanah. Pasir mengisi atau adukan semen atau plesteran yang dapat meratakan
permukaan tanah. Jika tes dilakukan di bawah muka air tanah, adalah penting
untuk menurunkan muka air tanah dengan sistem sumur atau tindakan lain di luar
dan di bawah posisi tes.

(4) Penyusunan permukaan uji dapat menyebabkan perubahan yang tidak dapat
dihindari dalam tegangan tanah yang dapat mengakibatkan perubahan
permanen pada sifat lapisan tanah. Sangat penting bahwa waktu paparan
permukaan uji dan penundaan antara pengaturan dan pengujian harus
diminimalkan. Jeda waktu harus dilaporkan dengan hasil tes.

(5) Mendukung beban (platform) dengan tiang support atau penyangga atau cara
lain yang sesuai, pada titik-titik yang jauh dari daerah tes, sebaiknya tidak kurang
dari 2,4 meter. Total beban yang diperlukan untuk pengujian harus tersedia di
lokasi sebelum tes dimulai.

(6) Dukungan untuk balok dengan alat pengukur cepat atau perangkat rekaman
penurunan lebih dari 2,4 meter dari pusat daerah beban.

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 81


(7) Pembebanan dalam 3 siklus. Interval waktu dari setiap tahap pembebanan tidak
boleh kurang dari 15 menit. Interval waktu yang lebih lama diperlukan pada tahap
tertentu pembebanan.

(8) Penurunan pada setiap tahap pembebanan harus diambil pada interval setiap 15
menit sebelum dan setelah setiap kenaikan beban. Jika interval waktu yang
dibutuhkan lebih dari 60 menit, membaca harus diambil pada setiap interval 15
menit.

(9) Dalam pengukuran beban, lembar tes catatan harus mencakup jadwal beban
yang ditargetkan, pembacaan load cell (pengukuran primer) & tekanan pengukur
pembacaan (pengukuran sekunder). Kontraktor pengujian harus mengontrol
pemuatan menggunakan pembacaan sel beban untuk mencapai beban target di
setiap tahap pembebanan & merekam bacaan yang sebenarnya di load cell &
pengukur tekanan secara bersamaan.

(10) Lanjutkan setiap tes sampai beban puncak tercapai atau sampai rasio selisih
beban kenaikan penurunan mencapai minimum, yaitu besarnya stabil. Jika
beban yang cukup tersedia, terus pengujian sampai penurunan keseluruhan
mencapai setidaknya 10 persen dari diameter plat, kecuali kegagalan beban
didefinisikan dengan baik saat diamati.

(11) Pengujian harus dihentikan jika salah satu dari berikut terjadi: jack rusak atau alat
pengukur; Ketidakstabilan kentledge itu; pengaturan yang tidak benar dari datum;
tidak stabil referensi bangku mark atau referensi balok; instrumen Mengukur
digunakan ditemukan telah rusak.

6.12.3 Pelaporan

Pengujian ini harus memuat laporan pembebanan, dan data penurunan untuk
setiap tes, laporan harus mencakup setidaknya berikut:

(1) Informasi umum seperti tanggal, kondisi cuaca, suhu, lokasi tes, tes permukaan
deskripsi tanah dan lain-lain;
(2) Data pengukuran, mencakup semua data yang harus diperiksa untuk mis-
recording atau salah perhitungan.
(3) Catatan atau fenomena abnormal selama pengujian harus dijelaskan.
(4) Hubungan penurunan-beban diplot dan disajikan dalam laporan.

82 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


Evaluasi beban yang menghasilkan, modulus elastisitas, reaksi tanah dasar dan
kapasitas daya dukung yang diijinkan.

I. SOAL
SOAL PILIHAN GANDA

6.1 Perbandingan antara massa benda uji dan volume, merupakan...


a. Kadar Air Tanah c. Kepadatan Tanah
b. Kadar Tanah d. Kekuatan Tanah

6.2 Berat volume kering dari tanah akan naik bila kadar air dalam tanah (pada saat
dipadatkan) meningkat, saat kadar air 𝑤0 = 0, berat volume basah dari tanah (𝛾)
adalah...
a. sama dengan berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
b. lebih kecil dari berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
c. lebih besar dari berat volume keringnya (𝛾𝑑 )
d. sama dengan berat volume kering optimumnya (𝛾𝑑 )

6.3 Penambahan air yang kemudian menempati ruang-ruang pori dalam tanah yang
sebetulnya dapat ditempati oleh partikel-partikel padat dari tanah merupakan
peningkatan kadar air sampai dengan lebih besar dari kadar air optimumnya,
akan menyebabkan berat volume keringnya (𝛾𝑑 ) menjadi......
a. Sama atau tetap tidak berubah c. Lebih kecil
b. Lebih besar d. Optimum

6.4 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara A untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm) sebesar 40%
atau kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm
pada diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 83


d. 152,4 mm dan 56 pukulan/lapisan

6.5 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara B untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan No.4 (4,75 mm) sebesar 40%
atau kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm
pada diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan
d. 152,4 mm dan 56 pukulan/lapisan

6.6 Pengujian kepadatan ringan untuk tanah sesuai SNI 1743:2008 atau kepadatan
dengan standar uji proctor (Standard Proctor Test) menggunakan cara D untuk
bahan campuran tanah yang tertahan saringan 19,00 mm sebesar 30% atau
kurang menggunakan alat penumbuk 2,5 kg dengan tinggi jatuh 305 mm pada
diameter cetakan dan jumlah tumbukan perlapis adalah...............
a. 101,6 mm dan 25 pukulan/lapisan
b. 152,4 mm dan 25 pukulan/lapisan
c. 101,6 mm dan 56 pukulan/lapisan
d. 152,4 mm dan 56 pukulan/lapisan

6.7 Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008 untuk butiran
contoh tanah yang tidak mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang
mudah (membutuhkan waktu yang cepat) menyerap air, siapkan 1 contoh tanah
paling sedikit (kg) pada cara C
a. 3 b. 5 c. 7 d. 11

6.8 Jumlah Contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI 1742:2008 untuk butiran
contoh tanah yang mudah pecah apabila dipadatkan dan contoh tanah yang tidak
mudah (membutuhkan waktu yang lama) menyerap air, siapkan paling sedikit 5
contoh tanah (kg) pada cara C
a. 2,5 b. 3 c. 5 d. 6

84 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.9 Jumlah pemadatan untuk contoh uji Kepadatan Ringan Tanah sesuai SNI
1742:2008 adalah 1/3 dari ketebalan padat total dengan cara B dan D setiap
lapisan dipadatkan sebanyak....
a. 20 kali b. 25 kali c. 30 kali d. 56 kali

6.10 Jumlah pemadatan untuk contoh uji Kepadatan Berat Tanah sesuai SNI
1743:2008 adalah 1/5 dari ketebalan padat total dengan cara A dan C setiap
lapisan dipadatkan sebanyak....
a. 20 kali b. 25 kali c. 30 kali d. 56 kali

6.11 Proses pemasukan suatu batang tusuk ke dalam tanah, dengan bantuan
manometer yang terdapat pada alatnya yang dapat membaca atau mengetahui
kekuatan suatu tanah pada kedalaman tertentu menggunakan alat yang
dinamakan....
a. Vane Shear c. Sondir (Dutch Cone Penetrometer)
b. Uji beban plat d. SPT (Standard Penetration Test)

6.12 Perbandingan antara nilai perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) dengan perlawanan konus
(𝑞𝑠 ), dinyatakan dalam persen.
a. Nilai geseran total (𝑇𝑓 )
b. Angka banding geser (𝑅𝑓 )
c. Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎), 𝐶𝑤
d. Nilai perlawanan konus dan geser (kPa), 𝑇𝑤

6.13 Jumlahkan nilai perlawanan geser lokal (𝑓𝑠 ) yang dikalikan dengan interval
pembacaan adalah...
a. Nilai geseran total (𝑇𝑓 )
b. Angka banding geser (𝑅𝑓 )
c. Pembacaan manometer untuk nilai perlawanan konus (𝑘𝑃𝑎), 𝐶𝑤
d. Nilai perlawanan konus dan geser (kPa), 𝑇𝑤

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 85


6.14 Alat berupa tabung yang dibelah dua dan ke dua ujungnya dipegang dengan mur
dan dipasang pada ujung pipa bor pada waktu pelaksanaan pengujian SPT
adalah..
a. Conus c. mantel conus
b. Split barrel sampler d. Friction Sleeve

6.15 Alat telah digunakan untuk mengukur tahanan geser tanah kohesif adalah...
a. Vane Shear c. Sondir (Dutch Cone Penetrometer)
b. Uji beban plat d. SPT (Standard Penetration Test)

SOAL ESAI
6.16 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 14,75% dan berat jenis
tanah 2,675 di uji menggunakan cara A. Penambahan kadar air dengan interval
2% dimulai dengan 6% penambahan kadar air menghasilkan Data seperti Tabel
S6.1, dimana cetakan dengan massa 4410 gram dan volume cetakan 944 cm3.
a. Tentukan kepadatan basah tanah
b. Tentukan kepadatan kering tanah
c. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)
d. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.

Tabel S6.1: Hasil uji kepadatan ringan


Contoh
Deskripsi
1 2 3 4 5
massa tanah basah (gr) 2500 2500 2500 2500 2500
Kadar air awal (%) 14,75 14,75 14,75 14,75 14,75
Penambahan air (%) 6 8 10 12 14
Penambahan air 150 200 250 300 350
Massa tanah basah + cetakan (gr) 6025 6162 6175 6127 6105
Pengujian Kadar Air setelah
dipadatkan
Massa Cawan 44,3 40,2 40,3 44,5 44,2
Massa tanah basah + cawan 272,5 251,6 285,2 307,1 278,5
Massa tanah kering + cawan 233,2 212,5 236,3 251,3 225,7

6.17 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan kadar air awal 10,25% data hasil uji
seperti Tabel S6.2
86 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ
Tabel S6.2: Hasil uji kepadatan dengan kadar air
serta berat isi basah tanah
Kadar Air (%) Berat Isi Basah (kN/m3)
5 18,50
7 21,20
9 22,75
11 23,15
13 21,25
15 19,35
Tentukan

a. Berat isi tanah kering dalam (kN/m3)


b. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)
c. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.

6.18 Hasil uji kepadatan ringan tanah dengan Data hasil uji seperti Tabel S6.3

Tabel S6.3: Hasil uji kepadatan dengan kadar air


serta berat isi tanah kering
Kadar Air (%) Berat Isi Kering (kN/m3)
5 16,50
7 19,20
9 20,75
11 21,15
13 19,25
15 17,35
Tentukan

a. Berat isi tanah kering dalam (kN/m3)


b. Tentukan kepadatan kering tanah jenuh (zero air void)
c. Tentukan kadar air dan kepadatan kering optimum.
6.19 Tentukan energi yang dibutuhkan untuk pemadatan (𝐸) dalam 𝑘𝑁. 𝑚/𝑚3 pada
Modifikasi uji Proctor (pengujian kepadatan berat), Jika jumlah tumbukan setiap
lapisan 25 dengan banyak 5 lapisan dan berat penumbuk 4,54 kg serta tinggi
jatuh bebas setinggi 457 mm di atas permukaan contoh uji, untuk volume cetakan
944 cm3.
6.20 Tentukan energi yang dibutuhkan untuk pemadatan (𝐸) dalam 𝑘𝑁. 𝑚/𝑚3 pada
Modifikasi uji Proctor (pengujian kepadatan berat), Jika jumlah tumbukan setiap
lapisan 56 dengan banyak 5 lapisan dan berat penumbuk 4,54 kg serta tinggi

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 87


jatuh bebas setinggi 457 mm di atas permukaan contoh uji, untuk volume cetakan
2124 cm3.
6.21 Tentukan kepadatan lapangan dalam 𝑘𝑁/𝑚3 dengan menggunakan uji konus
pasir (Sand Cone), jika hasil Kalibrasi berat isi pasir ottawa dengan Berat volume
kering dari pasir Ottawa yang dipakai, 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = 1575 𝑘𝑔/𝑚3 . Kalibrasi berat
dari pasir dalam kerucut, 𝑊𝑐 = 0,550 𝑘𝑔. Hasil uji sebelum dibuka katup konusnya
berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol, 𝑊1 = 7,85 𝑘𝑔 dan
berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang, 𝑊2 =
4,95 𝑘𝑔. Kadar air tanah, 𝑤 = 12,25%. Berat tanah yang di timbang hasil
penggalian lubang contoh sebesar 𝑊4 = 3,215 𝑘𝑔.
6.22 Menggunakan soal 6.21 jika kepadatan maksimum di laboratorium didapatkan
sebesar 19,695 𝑘𝑁/𝑚3 , hitung kepadatan relatif tanah.
6.23 Hasil uji kepadatan dan kadar air di laboratorium memberikan data sesuai Tabel
S6.4

Tabel S6.4: Hasil uji berat isi tanah kering dan


kadar air di laboratorium
Kadar Air (%) Berat Isi Kering (kN/m3)
5 16,15
7 18,25
9 19,95
11 20,35
13 19,35
15 17,65
Menggunakan uji konus pasir (Sand Cone), dengan hasil kalibrasi berat isi pasir ottawa
dengan Berat volume kering dari pasir Ottawa yang dipakai, 𝛾𝑑(𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟) = 1575 𝑘𝑔/𝑚3 .
Kalibrasi berat dari pasir dalam kerucut, 𝑊𝑐 = 0,550 𝑘𝑔. Hasil uji sebelum dibuka katup
konusnya berat dari tabung, kerucut logam, dan pasir yang mengisi botol, 𝑊1 =
7,155 𝑘𝑔 dan berat dari tabung, kerucut logam, dan sisa pasir setelah mengisi lubang,
𝑊2 = 4,125 𝑘𝑔. Kadar air tanah, 𝑤 = 9,75%. Berat tanah yang di timbang hasil
penggalian lubang contoh sebesar 𝑊4 = 3,225 𝑘𝑔.

a. Tentukan kepadatan lapangan dalam 𝑘𝑁/𝑚3


b. Tentukan kadar air optimum dan kepadatan maksimum laboratorium
c. Tentukan kepadatan relatifnya

88 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


6.24 Hasil pengujian sondir (CPT) dengan tahap pembacaan untuk setiap kedalaman
20 cm, menggunakan alat konus dengan diameter konus, 𝐷𝑐 = 𝐷𝑠 = 𝐷′𝑝1 =
3,56 𝑐𝑚. Panjang bidang geser 𝐿 = 13,3 𝑐𝑚. Hasil pembacaan manometer untuk
nilai perlawanan konus dan pembacaan manometer untuk nilai perlawanan
konus dan geser seperti Tabel S6.5 (dalam kg/cm2 (1 kg/cm2 ≅ 1/100𝑘𝑃𝑎).
Hitung nilai sondir pada kedalaman tersebut.

Tabel S6.5: Hasil pembacaan 𝐶𝑤 dan 𝑇𝑤


Kedalaman 𝑪𝒘 , 𝑻𝒘 , Kedalaman 𝑪𝒘 , 𝑻𝒘 ,
(m) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (m) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 ) (𝐤𝐠/𝐜𝐦𝟐 )
0,2 7 12 2,2 19 47
0,4 22 37 2,4 18 44
0,6 31 45 2,6 12 26
0,8 22 43 2,8 9 24
1,0 27 32 3,0 19 37
1,2 29 42 3,2 21 40
1,4 13 20 3,4 24 38
1,6 12 19 3,6 28 41
1,8 22 28 3,8 39 55
2,0 17 27 4,0 29 45

6.25 Berdasarkan data N-SPT Tabel S6.6. Jika pada saat pengujian N-SPT
menggunakan palu dengan pengaman dan bor yang digunakan dengan diameter
115 mm serta untuk pengambilan contoh uji menggunakan tabung standar (tanpa
pelapis/liner), hitung N-SPT Terkoreksi.

Tabel S6.6: Hasil uji N-SPT


Kedalaman Berat Volume Kedalaman Berat Volume
NM NM
(m) (kN/m3) (m) (kN/m3)
1,00 – 2,00 - 17,25
2,00 - 2,45 8 18,25 20,45 - 22,45 41
2,45 - 4,45 15 18,25 22,45 - 24,45 44 18,75
4,45 - 6,45 43 24,45 - 26,45 43
19,25
6,45 - 8,45 25 26,45- 28,45 62
8,45 - 10,45 36 19,15 28,45 - 30,45 65
19,25
10,45 - 12,45 42 30,45 - 32,45 42
12,45 - 14,45 40 32,45 - 34,45 43
14,45 - 16,45 20 18,50 34,45 - 36,45 44
16,45 - 18,45 25 36,45 - 38,45 30 19,50
18,45 - 20,45 45 38,45 - 40,45 34

6.26 Pengujian sondir (CPT),


a. jelaskan prosedur pengujiannya?
b. Data apa saja yang didapatkan dari hasil

Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 89


c. Apa saja keuntungan dan kekurangan pengujian sondir?

6.27 Pengujian SPT:


a. Jelaskan posedur pengujiannya?
b. Data apa saja yang didapatkan dari hasil
c. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam pengujian penetrasi dengan SPT?

6.28 Sebuah pengujian SPT dilakukan dengan menggunakan palu Donat dengan
rasio tenaga sebesar 95% menggunakan pengeboran berdiameter 150 mm.
Panjang batang yang digunakan untuk pengujian sepanjang 5 meter. Contoh uji
diambil dengan tabung standar. Jika diketahui tegangan efektif diawal pengujian
sebesar 120 kPa serta 𝜎𝑎 tekanan atmosfir sebesar 100 kPa, menghasilkan nilai
N-SPT dilapangan sebesar 30. Berapa nilai terkoreksi 𝑁60 .

6.29 Bagaimana prosedur pengujian


a. beban pelat (plate lood test )?
b. vane shear test?
c. Diketahui alat vane shear test standar berdiameter 𝐷 = 15 cm dan 𝐻 = 30
cm, berapa nilai tahanan geser tanah lapangan jika torsi maksimum sampai
kedalaman 5 meter sebesar 490 N.m?
6.30 Hasil pengujian laboratorium pada kedalaman tanah 5 meter memberikan nilai
indeks plastisitas sebesar 38%? Berapa nilai faktor koreksi untuk tahanan geser
tanah lapangan berdasarkan Bjerrum (1972) dan Chandler (1988) serta Morris
and Williams (1994)? Jika data alat vane shear test standar berdiameter 𝐷 = 15
cm dan 𝐻 = 30 cm, berapa nilai tahanan geser rencana yang terkoreksi jika torsi
maksimum sampai kedalaman 5 meter sebesar 620 N.m, gunakan rata-rata dari
Bjerrum (1972) dan Chandler (1988) serta Morris and Williams (1994)?

J. REFERENSI
Arun Soil Lab. (2011). Plate Load Test as per IS: 1888-1982. Dipetik 3 1, 2015, dari Arun Soil
Lab Pvt.Ltd: http://www.arunsoillab.com/images/services/img25.jpg
ASTM D 3441 - 05. (t.thn.). Standard Test Method for Mechanical Cone Penetration Tests of
Soil (Withdrawn 2014). West Conshohocken, PA: ASTM International,
http://www.astm.org/.

90 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ


ASTM D1586-11. (t.thn.). Standard Test Method for Standard Penetration Test (SPT) and
Split-Barrel Sampling of Soils. West Conshohocken, PA, 2011: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D1587-08(2012)e1. (t.thn.). Standard Practice for Thin-Walled Tube Sampling of Soils
for Geotechnical Purposes. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D2166 / D2166M-13. (t.thn.). Standard Test Method for Unconfined Compressive
Strength of Cohesive Soil. West Conshohocken, PA, 2013: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D2573-08. (t.thn.). Standard Test Method for Field Vane Shear Test in Cohesive Soil.
West Conshohocken PA, 2008: ASTM International, http://www.astm.org/.
ASTM D3740-12a. (t.thn.). Standard Practice for Minimum Requirements for Agencies
Engaged in Testing and/or Inspection of Soil and Rock as Used in Engineering
Design and Construction. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D4633-10. (t.thn.). Standard Test Method for Energy Measurement for Dynamic
Penetrometers. West onshohocken, PA, 2010: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D4648 / D4648M-13. (t.thn.). Standard Test Method for Laboratory Miniature Vane
Shear Test for SaturatedFine-Grained Clayey Soil. West Conshohocken, PA, 2013:
ASTM International, http://www.astm.org/.
ASTM D5434-12. (t.thn.). Standard Guide for Field Logging of Subsurface Explorations of
Soil and Rock. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM International,
http://www.astm.org/.
ASTM D5783 - 95(2012). (t.thn.). Guide for Use of Direct Rotary Drilling with Water-Based
Drilling Fluid for Geoenvironmental Exploration and the Installation of Subsurface
Water-Quality Monitoring Devices. West Conshohocken, PA, 2012: ASTM
International, http://www.astm.org/.
ASTM D6151-08. (t.thn.). Standard Practice for Using Hollow-Stem Augers for Geotechnical
Exploration and Soil Sampling. West Conshohocken, PA, 2008: ASTM International,
http://www.astm.org/.
Azzouz, A. S., Baligh, M. M., & Ladd, C. C. (1983). Corrected Field Vane Strength for
Embankment Design. Journal of Geotechnical Engineering, 109(5), 730-734.
Bowles, J. E. (1997). Foundation analysis and design (Fifth ed.). New York: The McGraw-Hill.
Chandler, R. (1988). The in-situ measurement of the undrained shear strength of clays using
the field vane. Dalam Vane Shear Strength Testing in Soils: Field & Lab Studies, STP
1014 (hal. 13-44). West Conshohocken, PA: ASTM International.
Civil Engineering Terms. (2011). Plate load test (ASTM D1194) | Limitations and Advantages.
Dipetik 3 1, 2015, dari Civil Engineering Terms:
http://www.civilengineeringterms.com/soil-mechanics-1/plate-load-test-astm-d1194-
limitations-and-advantages/
Das, B. M. (2011). Principles of Foundation Engineering (Seventh ed.). USA: Cengage
Learning.
Das, B. M., & Sobhan, K. (2014). Principles of Geotechnical Engineering. Stamford, CT
06902 USA: Cengage Learning.
Departemen Pekerjaan Umum. (2005). Vol.1: Penyusunan program penyelidikan, metode
pengeboran dan deskripsi log bor (Pd.T 03.1- 2005-A). Dalam Pedoman penyelidikan
geoteknik untuk fondasi bangunan air. Jakarta: Departemen Pekerjaan Umum.
Mulyono,T (2017).,Mekanika Tanah dan Pondasi, Jakarta: FT-UNJ 91
ES & S. (2009). Geotechnical Solutions: Shear Vane Tester. Australia: Environmental
Systems & Services, http://www.esands.com.
GeoSystem. (2015). In-situ Testing devices. Dipetik 3 1, 2015, dari
eosystems.ce.gatech.edu:
http://geosystems.ce.gatech.edu/Faculty/Mayne/Research/devices/VSTdevice.gif
Geotechdata.info. (2010). Vane Shear Test . Dipetik 3 1, 2015, dari Geotechdata.info:
http://www.geotechdata.info/geotest/vane-shear-test.html
IS 1888 - 1982. (t.thn.). Method of load test on soils (Second Revision). New Dehli: Soil
Engineering and Rock Mechanics Sectional Committee, BDC 23,INDIAN
STANDARDS INSTITUTION.
Kulhawy, F., & Mayne, P. (1990). Manual on Estimating Soil Properties for Foundation
Design. Report EPRI-EL 6800, Electric Power Research Institute, Palo Alto.
Rojas, J. C., Salinas, L. M., & Sejas, C. (2007). Plate-Load Tests on an Unsaturated Lean
Clay. Dalam T. Schanz, Experimental Unsaturated Soil Mechanics, Springer
Proceedings in Physics Volume 112 (hal. 445-452). Berlin: Springer Berlin
Heidelberg.
Skempton, A. (1986). SPT Procedures and the Effects in Sands of Overburden Pressure
Relative Density, Particle Size, Aging, and Overconsolidation. Geotechnique, 36(3),
425-447.
SNI 03-2828-1992. (1992). Pengujian kepadatan lapangan dengan alat konus pasir. Jakarta:
Badan Standarisasi Nasional.
SNI 1742:2008. (2008). Cara uji kepadatan ringan untuk tanah. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
SNI 1743:2008. (2008). Cara uji kepadatan berat untuk tanah . Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
SNI 19-6413-2000. (2000). Metode pengujian kepadatan berat isi tanah di lapangan dengan
balon karet . Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
SNI 2827:2008. (2008). Cara uji penetrasi lapangan dengan alat sondir. Jakarta: BSN.
SNI 3423:2008. (2008). Cara uji analisis ukuran butir tanah. Jakarta: Badan Standardisasi
Nasional.
SNI 4153:2008. (2008). Cara uji penetrasi lapangan dengan SPT. Jakarta: BSN.
SNI-03-6371-2000. (2000). Tata Cara Pengklasifikasian Tanah Dengan Cara Unifikasi
Tanah. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Youd, T., & Idriss, I. (2001). Liquefaction Resistance of Soils : Summary Report from the
1996 NCEER Workshops on Evaluation of Liquefaction Resistance of Soil. Journal of
Geotechnical and Geoenvironmental Engineering , ASCE, April 2001, 127(4), 297-
313.

92 Mulyono,T (2017).,Kepadatan Tanah, CPT dan SPT,, Jakarta: FT-UNJ

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai