Anda di halaman 1dari 106

Psikologi Perkembangan Peserta Didik

UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta


perluan penyediaan informasi aktual;
i. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk kepentingan
penelitian ilmu pengetahuan;
ii. Penggandaan Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait hanya untuk
keperluapengajaran, kecuali pertunjukan dan Fonogram yang telah dilakukan
Pengumuman sebagai bahan ajar; dan
iii. penggunaan untuk kepentingan pendidikan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang memungkinkan suatu Ciptaan dan/atau produk Hak Terkait dapat
digunakan tanpa izin Pelaku Pertunjukan, Produser Fonogram, atau Lembaga
Penyiaran.
Sanksi Pelanggaran Pasal 113
1. Setiap Orang yang dengan tanpa hak melakukan pelanggaran hak ekonomi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf i untuk Penggunaan Secara
Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp100.000.000 (seratus juta rupiah).
2. Setiap Orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin Pencipta atau pemegang
Hak Cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi Pencipta sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk
Penggunaan Secara Komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3
(tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus
juta rupiah).
Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Christian Religious Education Class E/2022


Psikologi Perkembangan Peserta Didik

Christian Religious Education Class E/2022

Editor :
1. Angel Maria Kause
2. Susan Ariyance Selly Boling
3. Maria Kezia Beatrix
4. Cristian Rissi
5. Novita Antonia Amabi

Desain Cover :
1. Angel Maria Kause
2. Susan Ariyance Selly Boling
3. Maria Kezia Beatrix
Proofreader :
Dosen Pengampuh Mata Kuliah Psikologi Perkembangan
Peserta Didik, “Bapak. Glorius Keo S.Pd.M.Si”

Ukuran :
106 halaman, Uk: 14x20 cm

Cetakan Pertama :
Juni 2023
Kata Pengantar

v
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku ini.
Buku ini berjudul Psikologi Perkembangan Peserta Didik,
kami sangat berharap buku ini dapat membantu pembaca
untuk memahami mata kuliah ini.
Kami juga berterimakasih kepada bapak dosen : Glorius
Deonatus Keo, S.Pd.M.Si sebagai dosen pengampuh mata
kuliah dan semua pihak terkait diantaranya semua anggota
kelas E prodi Pendidikan Agama Kristen angkatan 2022,
yang telah bekerja sama dalam menyelesaikan buku ini.
Kami berharap buku ini bukan hanya sebagai syarat untuk
memnuhi nilai ujian akhie semester tetapi juga dapat
menambah wawasan mahasiswa dalam memahami
Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Kami menyadari
buku ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala
kritik dan saran yang membangun demi perbaikan buku ini
kami harapkan.
Naimata 16 juni 2023
Penulis

vi
vii
viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR / UCAPAN TERIMAKASIH v


DAFTAR ISI.............................................................vii
BAB I JUDUL BAB............................................1
BAB II JUDUL BAB KEDUA.............................3

ix
x
BAB I
Perkembangan Anak Usia 0-12 Tahun

Perkembangan anak usia 0-12 tahun adalah periode yang


krusial dalam kehidupan anak, di mana perkembangan fisik,
mental, sosial, dan emosional anak sedang berkembang
pesat. Perkembangan anak usia 0-12 tahun dipelajari oleh
psikolog perkembangan untuk memahami tahapan
perkembangan manusia sejak lahir hingga masa remaja.
Studi tentang perkembangan anak usia 0-12 tahun sangat
penting karena tahapan perkembangan pada periode ini
mempengaruhi kualitas hidup anak di masa depan. Bab ini
akan membahas perkembangan fisik, kognitif, sosial, dan
emosional anak usia 0-12 tahun serta faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan anak. Pengetahuan tentang
perkembangan anak usia 0-12 tahun sangat bermanfaat bagi
orangtua, guru, dan tenaga kesehatan untuk membantu
mengoptimalkan perkembangan anak secara holistik.

A.Perkembangan fisik 0-12 Tahun

• Perkembangan Motorik Kasar :

Perkembangan motorik kasar adalah kemampuan untuk


mengendalikan gerakan besar pada tubuh seperti berjalan,
melompat, merangkak, dan melempar. Perkembangan
motorik kasar pada anak biasanya dimulai sejak lahir dan
terus berkembang hingga usia 5-6 tahun.

1
1. Usia 0-3 bulan: Pada awal kehidupan, bayi belum dapat
mengendalikan gerakan tubuhnya secara efektif. Namun,
pada usia 2-3 bulan, bayi mulai dapat mengangkat kepala
dan dada saat berbaring tengkurap.

2. Usia 4-6 bulan: Pada usia ini, bayi sudah dapat memutar
tubuhnya dari posisi telentang ke posisi tengkurap dan
sebaliknya. Bayi juga mulai dapat duduk dengan dukungan
dan mengambil benda dengan jari-jarinya.

3. Usia 7-12 bulan: Pada usia ini, bayi sudah mulai belajar
merangkak dan berdiri dengan bantuan. Mereka juga mulai
belajar berjalan dengan dukungan dan melempar benda
kecil.

4. Usia 1-2 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah dapat


berjalan dengan lancar tanpa dukungan. Mereka juga mulai
belajar melompat dan berlari.

5. Usia 3-4 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah dapat


melompat dan berlari dengan koordinasi yang baik. Mereka
juga mulai belajar melempar benda dengan lebih akurat.

6. Usia 4-6 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah mulai


belajar bersepeda, berenang, dan melakukan aktivitas fisik
lainnya dengan lebih terampil.Namun, perlu diingat bahwa
perkembangan motorik kasar pada setiap anak dapat

2
berbeda-beda tergantung pada faktor individu seperti
genetik, lingkungan, dan kesehatan.

• Perkembangan Motorik Halus :

Perkembangan motorik halus adalah kemampuan untuk


mengendalikan gerakan kecil pada tubuh seperti
menggerakkan jari, mengambil benda kecil, dan menulis.
Perkembangan motorik halus pada anak biasanya dimulai
sejak lahir dan terus berkembang hingga usia 5-6 tahun.

Berikut adalah perkembangan motorik halus pada anak:

1. Usia 0-3 bulan: Pada usia ini, bayi mulai belajar


menggenggam benda dengan tangannya, meskipun belum
terlalu terampil. Mereka juga mulai belajar menggerakkan
jari-jari tangan dan kaki.

2. Usia 4-6 bulan: Pada usia ini, bayi sudah mulai dapat
menggenggam benda dengan lebih terampil dan belajar
memasukkan benda ke dalam mulut.

3. Usia 7-12 bulan: Pada usia ini, bayi sudah mulai belajar
menggunakan jari-jarinya untuk memegang benda kecil
seperti kacang atau kismis. Mereka juga mulai belajar
mencoba menulis dengan mencoret-coret pada kertas.

3
4. Usia 1-2 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah dapat
menggunakan sendok dan garpu untuk makan, serta mulai
belajar memegang pensil dengan benar.

5. Usia 3-4 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah dapat


menulis huruf dan angka dengan lebih terampil. Mereka
juga mulai belajar meronce baju dan mengancingkan
kancing.

6. Usia 4-6 tahun: Pada usia ini, anak-anak sudah mulai


dapat memotong dengan gunting dan melakukan aktivitas
seperti merakit puzzle dan lego.

Namun, perlu diingat bahwa perkembangan motorik halus


pada setiap anak dapat berbeda-beda tergantung pada faktor
individu seperti genetik, lingkungan, dan kesehatan.

• Perkembangan Indra:

Indra adalah alat yang digunakan tubuh untuk menerima


dan memproses informasi dari lingkungan sekitar. Terdapat
lima indra yang umum dikenal, yaitu indra penglihat,
pendengar, pencium, perasa, dan peraba. Perkembangan
indra pada anak dimulai sejak lahir dan terus berkembang
hingga usia dewasa.

Berikut adalah perkembangan indra pada anak:

1. Indra penglihat: Pada awal kehidupan, bayi masih


memiliki penglihatan yang kurang tajam dan hanya dapat
melihat objek yang berada dalam jarak dekat. Namun,

4
seiring perkembangan, bayi mulai dapat melihat objek yang
berada dalam jarak yang lebih jauh dan dapat membedakan
warna.

2. Indra pendengar: Pada usia 0-3 bulan, bayi sudah dapat


mendengar suara dan mulai merespons dengan
menggerakkan kepala dan mata. Pada usia 4-6 bulan, bayi
sudah mulai dapat membedakan suara dan mengenali suara
orang tua.

3. Indra pencium: Pada awal kehidupan, bayi sudah


memiliki kemampuan untuk mencium. Namun, kemampuan
ini masih terbatas dan perlahan-lahan berkembang seiring
waktu.

4. Indra perasa: Pada awal kehidupan, bayi sudah memiliki


kemampuan untuk merasakan rasa manis, asin, dan pahit.
Namun, kemampuan ini masih terbatas dan perlahan-lahan
berkembang seiring waktu.

5. Indra peraba: Pada awal kehidupan, bayi sudah memiliki


kemampuan untuk meraba benda. Namun, kemampuan ini
masih terbatas dan perlahan-lahan berkembang seiring
waktu.

Perkembangan indra pada setiap anak dapat berbeda-beda


tergantung pada faktor individu seperti genetik, lingkungan,
dan kesehatan. Oleh karena itu, penting bagi orangtua untuk
memberikan stimulasi dan perhatian yang cukup pada anak
agar perkembangan indra dapat berjalan dengan optimal.

5
B. Perkembangan Kognitif Anak Usia 0-12 Tahun

• Perkembangan bahasa dan komunikasi

Perkembangan kognitif anak usia 0-12 tahun mencakup


banyak aspek, termasuk perkembangan bahasa dan
komunikasi. Berikut adalah beberapa tahap perkembangan
bahasa dan komunikasi pada anak usia 0-12 tahun:

1. Tahap Pra-verbal (0-12 bulan): Pada tahap ini, bayi mulai


berkomunikasi melalui isyarat, seperti mengangkat tangan
atau menggerakkan tangan dan kaki. Mereka juga mulai
menirukan suara dan intonasi orang dewasa di sekitarnya.

2. Tahap Verbal Awal (12-24 bulan): Pada tahap ini, anak


mulai mengucapkan kata-kata pertamanya dan dapat
memahami beberapa kata sederhana. Mereka juga mulai
menggunakan bahasa tubuh untuk mengekspresikan diri.

3. Tahap Verbal Lanjutan (2-3 tahun): Pada tahap ini, anak


mulai memperluas kosakata mereka dan dapat membentuk
kalimat sederhana. Mereka juga mulai mengajukan
pertanyaan dan dapat berbicara tentang pengalaman mereka
sendiri.

4. Tahap Awal Sekolah (4-5 tahun): Pada tahap ini, anak


sudah dapat berbicara dengan jelas dan mulai
mengembangkan keterampilan membaca dan menulis.
Mereka juga mulai menggunakan bahasa untuk berpikir

6
secara abstrak dan dapat memahami konsep yang lebih
kompleks.

5. Tahap Pertengahan Sekolah (6-8 tahun): Pada tahap ini,


anak semakin terampil dalam membaca dan menulis dan
mulai menggunakan bahasa untuk berargumentasi dan
membahas ide-ide yang kompleks.

6. Tahap Akhir Sekolah (9-12 tahun): Pada tahap ini, anak


semakin terampil dalam menggunakan bahasa untuk
menyampaikan ide-ide mereka secara efektif dan dapat
memahami bahasa yang lebih kompleks dan abstrak, seperti
bahasa sastra dan matematika.

Perkembangan bahasa dan komunikasi pada anak sangat


penting untuk pengembangan kognitif dan sosial mereka.
Oleh karena itu, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk
memberikan lingkungan yang mendukung untuk membantu
anak berkembang dalam bahasa dan komunikasi mereka.

• Perkembangan berpikir dan kreativitas

Perkembangan kognitif anak usia 0-12 tahun mencakup


perkembangan berpikir dan kreativitas yang sangat penting
untuk pengembangan intelektual dan sosial anak. Berikut
adalah beberapa tahap perkembangan berpikir dan
kreativitas pada anak usia 0-12 tahun:

1. Tahap Sensorimotor (0-2 tahun): Pada tahap ini, anak


mengalami dunia melalui indera mereka dan belajar melalui

7
tindakan fisik. Mereka juga mulai memahami keterkaitan
antara tindakan dan hasil yang dihasilkan.

2. Tahap Prapemikiran (2-4 tahun): Pada tahap ini, anak


mulai menggunakan imajinasi dan memahami konsep-
konsep sederhana seperti waktu, jumlah, dan ukuran.
Mereka juga mulai mengembangkan memori jangka pendek
dan jangka panjang.

3. Tahap Operasi Konkret (5-7 tahun): Pada tahap ini, anak


mulai memahami konsep-konsep yang lebih kompleks
seperti hubungan kausal dan logika matematika. Mereka
juga mulai berpikir secara sistematis dan dapat
memecahkan masalah dengan cara yang lebih terorganisir.

4. Tahap Operasi Formal (8-12 tahun): Pada tahap ini, anak


mulai menggunakan berpikir abstrak dan logis dalam
memecahkan masalah yang lebih kompleks. Mereka juga
mulai memahami konsep-konsep seperti probabilitas,
statistik, dan hipotesis. Kreativitas juga penting dalam
pengembangan kognitif anak. Anak usia 0-12 tahun mulai
menunjukkan kreativitas mereka melalui seni, cerita, dan
permainan. Orang tua dan pengasuh dapat membantu
mengembangkan kreativitas anak dengan memberikan
lingkungan yang memungkinkan anak untuk bereksplorasi
dan mengeksperimen dengan berbagai hal. Anak juga dapat
didorong untuk menciptakan dan membuat karya seni
mereka sendiri atau berpartisipasi dalam kegiatan yang

8
mengembangkan kreativitas mereka seperti musik, drama,
atau tari.

• Perkembangan kognitif sosial

Perkembangan kognitif sosial adalah aspek penting dalam


perkembangan kognitif anak usia 0-12 tahun, yang
mencakup kemampuan mereka untuk berinteraksi dan
berkomunikasi dengan orang lain, memahami perasaan
orang lain, dan mengembangkan empati dan sosialisasi.
Berikut adalah beberapa tahap perkembangan kognitif
sosial pada anak usia 0-12 tahun:

1. Tahap Awal (0-2 tahun): Pada tahap ini, anak mulai


mengembangkan hubungan sosial pertama mereka dengan
orang tua dan orang dewasa di sekitarnya. Mereka juga
mulai menunjukkan respons sosial, seperti senyum dan
cengiran.

2. Tahap Prasekolah (3-5 tahun): Pada tahap ini, anak mulai


memahami perbedaan antara diri mereka sendiri dan orang
lain, dan mulai berinteraksi dengan teman sebaya mereka.
Mereka juga mulai belajar aturan sosial dasar, seperti
berbagi dan mengambil giliran.

3. Tahap Awal Sekolah (6-8 tahun): Pada tahap ini, anak


semakin terampil dalam berinteraksi dengan teman sebaya
dan mulai memahami pentingnya kerja sama dan tim dalam
kelompok. Mereka juga mulai mengembangkan empati dan
rasa simpati terhadap orang lain.

9
4. Tahap Pertengahan Sekolah (9-11 tahun): Pada tahap ini,
anak semakin terampil dalam berinteraksi dengan teman
sebaya dan dapat mempertimbangkan sudut pandang orang
lain. Mereka juga mulai mengembangkan kesadaran sosial
yang lebih besar dan dapat memahami peran sosial dalam
masyarakat.

5. Tahap Akhir Sekolah (12 tahun): Pada tahap ini, anak


mulai mengembangkan kemampuan untuk berpikir kritis
dan analitis tentang masalah sosial dan politik. Mereka juga
mulai memahami dan menghargai keanekaragaman budaya
dan pandangan dunia

C. Perkembangan Emosi dan Sosial Anak Usia 0-12


Tahun

• Perkembangan emosi

Perkembangan emosi dan sosial anak usia 0-12 tahun


adalah sangat penting dalam membentuk kepribadian dan
kemampuan sosial anak di masa depan. Berikut adalah
perkembangan emosi dan sosial anak usia 0-12 tahun:

1. Usia 0-6 bulan: Pada usia ini, bayi merespons emosi


orang tua seperti suara dan ekspresi wajah dengan
merespons dengan senyum dan tawa. Mereka juga mulai
mengembangkan ikatan emosional dengan orang tua
mereka.

10
2. Usia 6-12 bulan: Pada usia ini, bayi mulai memahami
bahwa mereka adalah individu yang terpisah dari orang tua
mereka. Mereka mulai menunjukkan rasa takut dan cemas
ketika orang tua mereka pergi.

3. Usia 1-2 tahun: Pada usia ini, anak mulai belajar untuk
mengekspresikan emosinya dengan kata-kata dan gerakan
tubuh. Mereka juga mulai menunjukkan perasaan seperti
kemarahan dan kegembiraan.

4. Usia 2-3 tahun: Pada usia ini, anak mulai memahami


perasaan orang lain dan dapat merespons dengan cara yang
tepat. Mereka juga mulai mengembangkan hubungan sosial
dengan anak-anak sebaya mereka.

5. Usia 4-5 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai lebih


mandiri dan mampu mengekspresikan perasaan mereka
dengan kata-kata. Mereka juga mulai memahami bahwa
setiap orang memiliki perasaan yang berbeda.

6. Usia 6-8 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai


mengeksplorasi hubungan sosial yang lebih kompleks dan
lebih kompleks. Mereka juga mulai memahami dan
menghargai perbedaan individu.

7. Usia 9-12 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai


memahami bahwa emosi mereka dapat mempengaruhi
orang lain. Mereka juga mulai mengeksplorasi identitas
mereka sendiri dan bagaimana mereka dapat berinteraksi
dengan orang lain.

11
Dalam hal sosial, anak-anak pada usia 0-12 tahun mulai
mengembangkan keterampilan sosial seperti berbagi,
berkomunikasi, dan bekerja sama dengan orang lain.
Mereka juga mulai memahami norma-norma sosial dan
perilaku yang dapat membantu mereka berinteraksi dengan
baik dengan orang lain. Penting bagi orang tua dan
pengasuh untuk membantu anak-anak mereka
mengembangkan keterampilan sosial ini dengan
memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-
anak sebaya mereka dan membimbing mereka dalam situasi
sosial yang berbeda.

• Perkembangan sosial

Perkembangan emosi dan emosi anak usia 0-12 tahun


adalah kunci untuk membentuk kepribadian dan
kemampuan sosial mereka di masa depan. Berikut adalah
perkembangan sosial anak usia 0-12 tahun:

1. Usia 0-6 bulan: Pada usia ini, bayi merespons emosi


orang tua seperti suara dan ekspresi wajah dengan
merespons dengan senyum dan tawa. Mereka juga mulai
mengembangkan ikatan emosional dengan orang tua
mereka.

2. Usia 6-12 bulan: Pada usia ini, bayi mulai memahami


bahwa mereka adalah individu yang terpisah dari orang tua
mereka. Mereka mulai menunjukkan rasa takut dan cemas
ketika orang tua mereka pergi.

12
3. Usia 1-2 tahun: Pada usia ini, anak mulai belajar untuk
mengekspresikan emosinya dengan kata-kata dan gerakan
tubuh. Mereka juga mulai menunjukkan perasaan seperti
kemarahan dan kegembiraan.

4. Usia 2-3 tahun: Pada usia ini, anak mulai memahami


perasaan orang lain dan dapat merespons dengan cara yang
tepat. Mereka juga mulai mengembangkan hubungan sosial
dengan anak-anak sebaya mereka.

5. Usia 4-5 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai lebih


mandiri dan mampu mengekspresikan perasaan mereka
dengan kata-kata. Mereka juga mulai memahami bahwa
setiap orang memiliki perasaan yang berbeda.

6. Usia 6-8 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai


mengeksplorasi hubungan sosial yang lebih kompleks dan
lebih kompleks. Mereka juga mulai memahami dan
menghargai perbedaan individu.

7. Usia 9-12 tahun: Pada usia ini, anak-anak mulai


memahami bahwa emosi mereka dapat mempengaruhi
orang lain. Mereka juga mulai mengeksplorasi identitas
mereka sendiri dan bagaimana mereka dapat berinteraksi
dengan orang lain.

Dalam hal sosial, anak-anak pada usia 0-12 tahun mulai


mengembangkan keterampilan sosial seperti berbagi,
berkomunikasi, dan bekerja sama dengan orang lain.
Mereka juga mulai memahami norma-norma sosial dan

13
perilaku yang dapat membantu mereka berinteraksi dengan
baik dengan orang lain. Penting bagi orang tua dan
pengasuh untuk membantu anak-anak mereka
mengembangkan keterampilan sosial ini dengan
memberikan kesempatan untuk berinteraksi dengan anak-
anak sebaya mereka dan membimbing mereka dalam situasi
sosial yang berbeda.

• Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan emosi


dan sosial anak

Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan


emosi dan sosial anak usia 0-12 tahun. Beberapa faktor
tersebut antara lain:

1. Faktor genetik: Faktor genetik dapat mempengaruhi


kemampuan anak dalam mengelola dan mengungkapkan
emosinya. Anak-anak dapat mewarisi kemampuan sosial
dan emosi dari orang tua mereka.

2. Pengalaman lingkungan: Pengalaman lingkungan seperti


pengasuhan, perawatan, dan lingkungan sosial yang terlibat
dapat mempengaruhi perkembangan emosi dan sosial anak.
Anak-anak yang hidup dalam keluarga yang penuh
dukungan dan cinta dapat memiliki perkembangan emosi
dan sosial yang lebih baik.

3. Faktor kognitif: Kemampuan kognitif anak dapat


mempengaruhi cara mereka mengelola dan merespons
emosi. Anak-anak yang memiliki kemampuan kognitif yang

14
lebih baik cenderung dapat mengatasi masalah dan
merespons emosi dengan lebih baik.

4. Keterpaparan terhadap budaya dan nilai-nilai sosial:


Budaya dan nilai-nilai sosial dapat mempengaruhi cara
anak memahami dan mengelola emosinya. Anak-anak yang
hidup dalam budaya yang menghargai keceriaan dan
kebahagiaan cenderung dapat mengembangkan emosi yang
positif.

5. Faktor biologis: Faktor biologis seperti perkembangan


otak dan kesehatan fisik dapat mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial anak. Anak-anak yang
mengalami gangguan kesehatan atau masalah
perkembangan cenderung memiliki kesulitan dalam
mengelola dan merespons emosi.

6. Interaksi sosial dengan orang tua, teman, dan anggota


keluarga lainnya: Interaksi sosial anak dengan orang tua,
teman, dan anggota keluarga lainnya dapat mempengaruhi
perkembangan emosi dan sosial mereka. Anak-anak yang
mengalami interaksi sosial yang positif dan mendapatkan
dukungan cenderung memiliki perkembangan emosi dan
sosial yang lebih baik.

Penting untuk diingat bahwa perkembangan emosi dan


sosial anak adalah proses yang kompleks dan dipengaruhi
oleh banyak faktor. Sebagai orang tua dan pengasuh,
penting untuk memberikan dukungan dan lingkungan yang

15
positif bagi anak untuk membantu mereka mengembangkan
kemampuan emosi dan sosial yang sehat.

D.Perkembangan Moral dan Nilai Anak 0-12 Tahun

• Perkembangan moral

Perkembangan moral pada anak usia 0-12 tahun merupakan


proses di mana anak memahami dan menginternalisasi
nilai-nilai moral yang diakui oleh masyarakat di sekitarnya.
Perkembangan moral ini merupakan bagian dari
perkembangan sosial anak, di mana anak belajar untuk
memahami hak dan kewajiban dalam hubungan sosialnya.

Berikut adalah tahapan-tahapan perkembangan moral anak


usia 0-12 tahun menurut teori Lawrence Kohlberg:

1. Tahap Pra Moral (0-5 tahun): Anak belum memahami


perbedaan antara benar dan salah dan tidak memiliki
penilaian moral yang jelas. Mereka biasanya mengikuti
aturan yang ditetapkan oleh orang dewasa tanpa
mempertanyakan kebenarannya.

2. Tahap Moralitas Heteronim (5-9 tahun): Anak mulai


memahami perbedaan antara benar dan salah, namun
pandangan mereka masih sangat tergantung pada
pandangan orang dewasa. Mereka mengikuti aturan karena
takut akan hukuman, tetapi tidak mempertanyakan
kebenarannya.

16
3. Tahap Moralitas Otonom (9-12 tahun): Anak mulai
memahami pentingnya perspektif orang lain dalam
menentukan apa yang benar dan salah. Mereka juga mulai
mempertanyakan aturan dan nilai-nilai yang ada, dan dapat
mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan mereka.

• Perkembangan nilai

Perkembangan nilai pada anak usia 0-12 tahun adalah


proses di mana anak mulai memahami dan
menginternalisasi nilai-nilai yang diakui oleh masyarakat di
sekitarnya. Nilai-nilai ini meliputi nilai kejujuran, tanggung
jawab, empati, dan kerjasama.

Berikut adalah beberapa cara untuk membantu


perkembangan nilai pada anak usia 0-12 tahun:

1. Memberikan contoh yang baik: Orang tua dan pengasuh


dapat memberikan contoh yang baik dalam perilaku mereka
sehingga anak dapat belajar dari contoh tersebut.

2. Memberikan penghargaan atas perilaku yang baik: Anak


dapat diberikan penghargaan ketika mereka menunjukkan
perilaku yang baik dan sesuai dengan nilai-nilai yang
dihargai oleh masyarakat.

3. Mendorong partisipasi sosial: Anak dapat didorong untuk


terlibat dalam kegiatan sosial yang mendorong nilai-nilai
seperti kerjasama, kejujuran, dan empati.

17
4. Berbicara tentang nilai-nilai: Orang tua dan pengasuh
dapat berbicara tentang nilai-nilai dengan anak dan
memberikan penjelasan mengapa nilai tersebut penting.

5. Memberikan tanggung jawab: Anak dapat diberikan


tanggung jawab dalam beberapa tugas sehari-hari untuk
membantu mereka memahami pentingnya tanggung jawab
dan konsekuensi dari tindakan mereka.

Perkembangan moral dan nilai pada anak usia 0-12 tahun


sangat penting untuk membentuk karakter dan kepribadian
mereka di masa depan. Oleh karena itu, peran orang tua dan
pengasuh dalam membantu perkembangan moral dan nilai
pada anak sangatlah penting.

• Peran orang tua dan lingkungan dalam pembentukan


moral dan nilai anak

Perkembangan moral dan nilai anak usia 0-12 tahun sangat


dipengaruhi oleh peran orang tua dan lingkungan sekitar.
Pada usia ini, anak sedang dalam tahap perkembangan yang
sangat cepat dan sangat mudah terpengaruh oleh
lingkungan sekitar, termasuk nilai-nilai yang diajarkan oleh
orang tua.

Berikut adalah beberapa cara yang dapat dilakukan oleh


orang tua dan lingkungan sekitar untuk membantu
membentuk moral dan nilai anak usia 0-12 tahun:

18
1. Berikan contoh yang baik: Orang tua adalah teladan
pertama bagi anak dalam hal nilai dan moral. Oleh karena
itu, orang tua harus memberikan contoh yang baik dengan
cara memperlihatkan sikap yang baik dan benar, seperti
jujur, adil, menghormati orang lain, dan sebagainya.

2. Berikan pengajaran yang tepat: Orang tua harus


memberikan pengajaran yang tepat sesuai dengan usia
anak, misalnya mengajarkan anak untuk berbagi,
menghormati orang lain, menghargai keberagaman, dan
sebagainya.

3. Berikan pujian dan penghargaan: Anak perlu


mendapatkan pujian dan penghargaan ketika dia melakukan
hal yang baik dan benar. Ini akan membuat anak merasa
dihargai dan termotivasi untuk terus melakukan hal yang
baik.

4. Berikan sanksi dan konsekuensi: Orang tua juga perlu


memberikan sanksi dan konsekuensi ketika anak
melakukan kesalahan atau melanggar aturan. Hal ini akan
membuat anak belajar untuk bertanggung jawab atas
tindakan mereka.

5. Perhatikan lingkungan sekitar: Lingkungan sekitar juga


memainkan peran penting dalam pembentukan moral dan
nilai anak. Oleh karena itu, orang tua perlu memperhatikan
lingkungan sekitar dan memastikan bahwa anak tidak
terpapar pada hal-hal yang negatif atau tidak baik.

19
6. Jalin komunikasi yang baik: Orang tua perlu menjalin
komunikasi yang baik dengan anak, sehingga anak merasa
nyaman untuk berbicara tentang masalah dan perasaannya.
Dengan begitu, orang tua dapat membantu anak dalam
memahami nilai dan moral yang baik.

E.Perkembangan Seksual Anak Usia 0-12 Tahun

• Perkembangan identitas gender

Perkembangan seksual anak usia 0-12 tahun terjadi secara


bertahap dan dipengaruhi oleh faktor biologis, psikologis,
dan lingkungan. Berikut adalah beberapa hal yang berkaitan
dengan perkembangan identitas gender pada anak usia
tersebut:

0-2 tahun:

• Anak belum memiliki pemahaman tentang identitas


gender.

° Mereka mulai mengenal perbedaan antara laki-laki dan


perempuan dari bentuk tubuh, suara, dan ekspresi wajah
orang dewasa di sekitarnya.

° Biasanya mereka merasa nyaman dan senang dengan


kontak fisik dari orang dewasa tanpa memperhatikan
gender.

2-4 tahun:

20
• Anak mulai menyadari perbedaan antara laki-laki dan
perempuan dan bisa mengidentifikasi jenis kelamin mereka
sendiri dan orang lain.

• Mereka mulai memperhatikan peran gender dan stereotip,


seperti mainan, pakaian, dan pekerjaan yang dianggap
cocok untuk laki-laki dan perempuan.

• Anak mulai mengasosiasikan karakteristik tertentu dengan


jenis kelamin, misalnya menganggap bahwa perempuan
selalu lebih lembut dan pria selalu lebih kuat.

5-7 tahun:

• Anak mulai memperkuat identitas gender mereka dan


cenderung mematuhi stereotip gender.

• Mereka mulai memperhatikan peran gender dan


perbedaan gender lebih dalam, termasuk perbedaan sosial
dan emosional.

• Mereka juga mulai belajar tentang hubungan antara laki-


laki dan perempuan, termasuk tentang keluarga dan
bagaimana tubuh berfungsi.

8-12 tahun:

• Identitas gender anak mulai lebih stabil dan terbentuk.

• Mereka mulai membentuk pemahaman mereka sendiri


tentang apa itu maskulinitas dan femininitas.

21
• Anak juga mulai mempertanyakan dan menantang
stereotip gender yang dianggap negatif atau merugikan.

• Mereka mulai memahami lebih dalam tentang orientasi


seksual dan mulai membentuk preferensi dalam hal
seksualitas.

Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memberikan


dukungan dan pendampingan yang positif pada setiap
tahapan perkembangan seksual anak. Hal ini akan
membantu anak mengembangkan identitas gender mereka
dengan sehat dan positif.

• Perkembangan seksualitas

Perkembangan seksualitas pada anak usia 0-12 tahun juga


terjadi secara bertahap dan dipengaruhi oleh faktor biologis,
psikologis, dan lingkungan. Berikut adalah beberapa hal
yang berkaitan dengan perkembangan seksualitas pada anak
usia tersebut:

0-2 tahun:

• Anak mulai menyadari tubuh mereka sendiri dan orang


lain.

• Mereka mulai mengeksplorasi tubuh mereka sendiri dan


dapat merespons kontak fisik yang menyenangkan dari
orang dewasa.

22
• Anak tidak memiliki pemahaman tentang seksualitas atau
intimasi seksual.

2-4 tahun:

• Anak mulai mengeksplorasi tubuh mereka sendiri dengan


lebih intens dan lebih terfokus pada daerah genital mereka
sendiri.

• Mereka mulai bertanya-tanya tentang perbedaan fisik


antara laki-laki dan perempuan dan mengasosiasikan
perbedaan ini dengan stereotip gender.

• Anak belum memiliki pemahaman tentang tindakan


seksual atau hubungan intim.

5-7 tahun:

• Anak mulai menunjukkan rasa penasaran dan ingin tahu


tentang seksualitas dan reproduksi.

• Mereka mulai belajar tentang anatomi tubuh, bagaimana


tubuh bekerja, dan tentang reproduksi.

• Anak mulai memahami bahwa seksualitas adalah sesuatu


yang pribadi dan tidak boleh dibagikan dengan siapa pun
yang tidak pantas.

8-12 tahun:

• Anak mulai memperdalam pengetahuan mereka tentang


seksualitas dan reproduksi.

23
• Mereka mulai mempertanyakan dan menantang stereotip
gender dan eksplorasi seksual yang tidak sehat atau tidak
aman.

• Anak mulai memahami lebih dalam tentang orientasi


seksual dan mulai membentuk preferensi dalam hal
seksualitas.

Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk memberikan


pendampingan dan bimbingan yang positif pada setiap
tahapan perkembangan seksual anak. Hal ini akan
membantu anak mengembangkan pemahaman yang sehat
dan positif tentang seksualitas mereka sendiri dan tentang
hubungan seksual yang sehat dan aman.

• Pendidikan seksual bagi anak

Pendidikan seksual bagi anak sangat penting dalam


membantu mereka memahami tentang tubuh mereka
sendiri, hubungan sosial, emosi, dan perilaku yang sehat
dalam hal seksualitas. Berikut adalah beberapa tips
mengenai pendidikan seksual bagi anak usia 0-12 tahun:

1. Mulailah dengan topik sederhana dan sesuai usia anak,


seperti menjaga kebersihan tubuh atau perbedaan fisik
antara laki-laki dan perempuan.

24
2. Jawablah pertanyaan anak secara jujur dan sederhana.
Hindari memberikan informasi yang tidak sesuai dengan
usia atau menghindari pertanyaan anak.

3. Ajarkan anak untuk menghargai privasi mereka sendiri


dan privasi orang lain, serta untuk menghormati batas-batas
pribadi.

4. Berikan informasi tentang kesehatan seksual dan cara


menjaga diri dari penyakit menular seksual.

5. Ajarkan anak tentang konsen, keamanan, dan rasa hormat


dalam hubungan seksual.

6. Gunakan bahasa yang mudah dipahami dan jangan


menggunakan istilah atau bahasa yang tidak pantas.

7. Berikan informasi yang seimbang tentang seksualitas dan


reproduksi, termasuk informasi tentang abstinensi,
kontrasepsi, dan kehamilan.

8. Berikan pengajaran yang positif tentang seksualitas dan


hindari mengejek atau meremehkan anak yang bertanya
atau tertarik tentang topik tersebut.

9. Jangan mengajarkan anak untuk meniru perilaku seksual


yang tidak pantas atau mengajarkan mereka untuk
menghindari topik tersebut.

Pendidikan seksual yang diberikan dengan tepat dan penuh


perhatian dapat membantu anak membangun pemahaman

25
yang sehat dan positif tentang seksualitas mereka dan
membantu mereka menjaga diri mereka sendiri dari situasi
yang tidak aman atau tidak sehat.

F. Masalah dan Tantangan dalam Perkembangan Anak


Usia 0-12 Tahun

• Gangguan perkembangan

Gangguan perkembangan adalah kondisi medis atau


psikologis yang dapat mempengaruhi kemampuan anak
untuk berkembang dan belajar secara normal. Berikut
adalah beberapa contoh gangguan perkembangan pada anak
usia 0-12 tahun dan tantangan yang terkait:

1. Gangguan perkembangan intelektual: Anak dengan


gangguan perkembangan intelektual mengalami kesulitan
dalam memahami dan memproses informasi, yang dapat
mempengaruhi kemampuan mereka untuk belajar dan
berinteraksi dengan orang lain.

2. Gangguan spektrum autisme: Anak dengan autisme


mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dan berinteraksi
sosial, serta menunjukkan minat yang terbatas dan pola
perilaku yang repetitif.

3. Gangguan ADHD: Anak dengan ADHD memiliki


kesulitan dalam memperhatikan atau fokus pada tugas, dan
cenderung bergerak dan berbicara secara berlebihan.

26
4. Gangguan pembelajaran: Anak dengan gangguan
pembelajaran mengalami kesulitan dalam membaca,
menulis, atau berhitung, yang dapat mempengaruhi
kemampuan mereka untuk belajar secara efektif di sekolah.

5. Gangguan perilaku: Anak dengan gangguan perilaku


dapat menunjukkan perilaku agresif, impulsif, atau tidak
terkendali, yang dapat mempengaruhi hubungan mereka
dengan orang lain dan kemampuan mereka untuk belajar
dengan baik di sekolah.

Tantangan yang terkait dengan gangguan perkembangan ini


dapat mencakup kesulitan dalam berinteraksi dengan orang
lain, kesulitan belajar di sekolah, dan kesulitan dalam
mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang
penting. Penting bagi orang tua dan pengasuh untuk
menyediakan lingkungan yang mendukung dan penuh
perhatian, serta mencari bantuan profesional jika
diperlukan, untuk membantu anak mengatasi tantangan dan
mengembangkan potensi mereka secara penuh.

• Peran orang tua dalam mengatasi masalah dan tantangan


perkembangan anak

Masalah dan tantangan dalam perkembangan anak usia 0-


12 tahun dapat bervariasi tergantung pada usia, tingkat
perkembangan, lingkungan, dan kebutuhan individu anak.
Beberapa masalah dan tantangan yang umum dihadapi oleh
anak usia 0-12 tahun antara lain:

27
1. Keterlambatan perkembangan: Beberapa anak mungkin
mengalami keterlambatan dalam perkembangan, seperti
bicara, berjalan, atau belajar. Hal ini dapat disebabkan oleh
faktor genetik, lingkungan, atau masalah kesehatan.

2. Kesulitan dalam sosialisasi: Anak-anak dapat mengalami


kesulitan dalam berinteraksi dengan orang lain, seperti sulit
bergaul dengan teman sebaya, kurangnya keterampilan
sosial, atau kesulitan membentuk hubungan yang sehat
dengan orang dewasa.

3. Gangguan perilaku: Beberapa anak mungkin mengalami


gangguan perilaku, seperti hiperaktif, impulsif, atau agresif.
Hal ini dapat memengaruhi kesejahteraan anak dan
lingkungan sekitarnya.

4. Kesulitan belajar: Beberapa anak mungkin mengalami


kesulitan dalam belajar, seperti kesulitan memahami materi
pelajaran atau kesulitan berkonsentrasi. Hal ini dapat
memengaruhi prestasi akademik dan kesejahteraan
emosional anak.

Peran orang tua dalam mengatasi masalah dan tantangan


dalam perkembangan anak sangat penting. Berikut adalah
beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua:

1. Memberikan dukungan emosional: Orang tua perlu


memberikan dukungan emosional kepada anak, seperti
memberikan pujian, mendengarkan dengan baik, dan
memberikan pengakuan atas upaya anak.

28
2. Meningkatkan keterampilan sosial: Orang tua perlu
membantu anak meningkatkan keterampilan sosial, seperti
berbicara dengan sopan, bergaul dengan teman sebaya, dan
membangun hubungan yang sehat dengan orang dewasa.

3. Menjaga kesehatan: Orang tua perlu menjaga kesehatan


anak dengan memberikan nutrisi yang seimbang,
memberikan waktu istirahat yang cukup, dan menjaga
kesehatan mental anak.

4. Meningkatkan pembelajaran: Orang tua perlu membantu


anak meningkatkan pembelajaran, seperti membaca buku
bersama, memberikan bantuan dengan tugas sekolah, atau
memberikan pengalaman belajar yang positif di rumah.

5. Mengakses dukungan profesional: Orang tua perlu


mengakses dukungan profesional jika anak mengalami
masalah atau tantangan yang serius, seperti gangguan
perilaku atau kesulitan belajar.

29
Nama Anggota Kelompok 1:

 Angel Maria Kause


 Dedi Petrus Tse
 Ilen Fidka Remadian Ruy
 Maria Kezia Beatrix
 Novita Anthonia Amabi
 Rasti Febrianti Nenotek
 Susan Ariyance Selly Boling

30
BAB II

Perkembangan Dewasa 20 sampai Lansia

Manusia adalah makhluk sosial yang eksploratif dan


potensial. Manusia dikatakan makhluk yang eksploratif
karena manusia memiliki kemampuan untuk
mengembangkan diri baik secara fisik maupun psikis.
Manusia sebagai makhluk potensial karena pada diri
manusia tersimpan sejumlah kemmpuan bawaan yang dapat
diembangkan secara nyata. Manusia adalah makhluk yang
paling sempurna kejadiannya jika dibandingkan dengan
makhluk ciptaan Allah yang lainnya. Kesempurnaan
kejadian tersebut dapat dilihat dari berbagai sisi di
antaranya manusia adalah makhluk yang eksploratif dan
potensial. Dikatakan makhluk eksploratif karena manusia
memiliki kemampuan untuk mengembangkan diri baik
secara fisik maupun psikis. Manusia disebut sebagai
makhluk potensial, karena pada diri manusia tersimpan
sejumlah kemampuan bawaan seperti potensi akal (pikiran)
potensi qolb (hati) dan potensi nafsu yang menghiasi
kehidupan.

31
Semua potensi tersebut dapat dikembangkan sesuai dengan
tingkat dan tahap-tahap perkembangan yang masing-masing
individu berbeda. Di sampingitu, manusia juga disebut
sebagai makhluk yang memiliki prinsip tanpa daya, karena
untuk tumbuh dan berkembang secara normal manusia
memerlukan bantuan dari luar dirinya. Bantuan yang
dimaksud antara lain dalam bentuk bimbingan dan
pengarahan dalam dirinya yang memerlukan bantuan orang
lain agar dirinya mampu berkembang secara optimal
diantaranya melalui jasa konseling. Sedangkan agama
bentuk pengakuan terhadap adanya hubungan manusia
dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi, kekuatan gaib
itu menguasai manusia, dan mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia. Agama dapat juga berarti ajaran-ajaran
yang diwahyukan tuhan melalui perantaraan nabi dan rasul.
Jiwa keagamaan yang termasuk kedalam aspek rohani akan
sangat tergantung pada perkembangan aspek fisik demikian
pula sebaliknya. Oleh karena itu sering dikatakan bahwa
kesehatan fisik akan mempengaruhi pada kesehatan mental.
Pada ahli psikologi perkembangan membagi perkembangan
manusia berdasarkan usia yang dapat dikelompokkan
menjadi beberapa tahap atau periodesasi perkembangan.

32
Umumnya para ahli psikologi menetapkan waktu
dimulainya status kedewasaan yaitu sekitar usia 20 tahun
sebagai awal dewasa dan berlangsung sampai sekitar usia
40- 45, dan pertengahan masa dewasa berlangsung dari
sekitar usia 40 sampai 45 sampai sekitar usia 65 tahun, serta
masa dewasa lanjut atau masa tua berlangsung dari sekitar
usia 65 tahun hingga meninggal dunia. Dari segi ilmu jiwa
agama, dapat dikatakan bahwa perubahan keyakinan atau
perubahan jiwa keagamaan pada orang dewasa bukanlah
suatu hal yang terjadi secara kebetulan saja, dan tidak pula
merupakan pertumbuhan yang wajar, akan tetapi adalah
suatu kejadian yang didahului oleh berbagai proses dan
kondisi yang dapat diteliti dan dipelajari begitu juga dengan
masa dewasa lanjut atau masa tua (Zakia, 2005:159).

PERKEMBANGAN DEWASA 20 SAMPAI LANSIA


TERDAPT BEBERAPA TAHAPAN YAITU:
A.Dewasa Awal

Dewasa Awal merupakan masa dewasa atau satu tahap


yang dianggap kritikal selepas alam remaja yang berumur
dua puluhan (20-an) sampai tiga puluhan (30 an). Ia

33
dianggap kritikal karena disebabkan pada masa ini manusia
berada pada tahap awal pembentukan karir dan keluarga.
Pada peringkat ini, seseorang perlu membuat pilihan yang
tepat demi menjamin masa depannya terhadap pekerjaan
dan keluarga. Pada masa ini juga seseorang akan
menghadapi dilema antara pekerjaan dan keluarga.
Berbagai masalah mulai timbul terutama dalam
perkembangan karir dan juga hubungan dalam
keluarga.Dan masalah yang timbul tersebut merupakan
salah satu bagian dari perkembangan sosio-emosional.
SosioL-emosional adalah perubahan yang terjadi pada diri
setiap individu dalam warna afektif yang menyertai setiap
keadaan atau perilaku. Menurut Teori Erikson, Tahap
Dewasa Awal yaitu mereka di dalam lingkungan umur 20an
ke 30 an. Pada tahap ini manusia mulai menerima dan
memikul tanggung jawab yang lebih berat. Pada tahap ini
juga hubungan intim mulai berlaku dan berkembang.

B. Dewasa Madya

Masa Dewasa Madya adalah masa peralihan dewasa yang


berawal dari masa dewasa muda yang berusia 40- 65 tahun.
Pada masa dewasa madya, ada aspek- aspek tertentu yang

34
berkembang secara normal, aspek-aspek lainnya berjalan
lambat atau berhenti. Bahkan ada aspek- aspek yang mulai
menunjukkan terjadinya kemunduran- kemunduran.

Aspek jasmaniah mulai berjalan lamban, berhenti dan


secara berangsur menurun. Aspek- aspek psikis
(intelektual- sosial- emosional- nilai) masih terus
berkembang, walaupun tidak dalam bentuk penambahan
atau peningkatan kemampuan tetapi berupa perluasan dan
pematangan kualitas. Pada akhir masa dewasa madya
(sekitar usia 40 tahun), kekuatan aspek- aspek psikis ini pun
secara ber angsur ada ya ng mulai menurun, dan
penurunannya cukup drastic pada akhir usia dewasa. Untuk
lebih jelasnya, berikut ini akan disajikan uraian secara lebih
rinci tentang perkembangan fisik, intelektual, moral, dan
karier pada masa dewasa.

Menurut Lavinson, Masa Dewasa Madya berusia 40-50


tahun. Masa Dewasa Madya adalah masa peralihan dari
masa dewasa awal. Pada usia 40 tahun tercapailah puncak
masa dewasa. Setelah itu mulailah peralihan ke masa
madya (tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa
ini seseorang memiliki tiga macam tugas:

35
 Penilaian kembali pada masa lalu.
 Perubahan struktur kehidupan.
 Proses individuasi.

Artinya seseorang menilai masa lalu dengan kenyataan


yang ada saat ini, dan dengan pandangan ke depan
seseorang merubah struktur kehidupannya dengan
penyesuaian pemikiran rasional pada zaman ini pula. Proses
individuasi akan membangun struktur kehidupan baru yang
berlangsung sampai fase penghidupan yang berikutnya
yaitu permulaan masa madya (45-50 tahun).

C. Masa Dewasa Akhir

Masa dewasa akhir disebut juga masa penutupan dalam


rantang hidup seseorang di mana masa ini bisa dikatakan
masa yang beranjak jauh dari kehidupan atau masa
sebelumnya. Dalam pandangan psikolog masa tua atau
lansia memiliki umur sekitar 60 sampai meninggal, dimana
pada usia ini terjadi penurunan kekuatan fisik dan
penurunan daya ingat seseorang.

Masa dewasa akhir ini merupakan proses perubahan


menjadi tuaatau dalam istilah lain disebut” senescence”.

36
Proses perubahan ini mengalami perubahannya fisik dan
psikis pada seseorang titik. Dalam masa dewasa akhir ini
keagamaan seseorang cenderung meningkat karena masa
ini merupakan masa perenungan, persiapan dan
perencanaan untuk menghadapi kematian hal demikin
merupakan suatu hal yang normal dalam kehidupan lansia.

 Perkembangan fisik dewasa akhir

Perkembangan fisik merupakn menurut dan memburuknya


fungsi dan keadaan fisik pada lansia perubahan fisik ini
perubahan yang bisa kita lihat dan kita rasakan. Banyak
perubahan fungsi organ yang semakin menurun dalam masa
dewasa akhir ini seperti menurunnya beberapa sistem syaraf
dan kemampuan berfikir otak seperti di bawah ini:

1. Daya ingat (memori)


Penurunan kemampuan mengingat pada lansia
semakin lama akan semaikan menurun kecepatan
dalam mengingat suatu kejadian sangat lambat hal
demikian setara dengan penyakit tua yang disebut
“pikun”
2. Indera penglihatan (mata)

37
Penurunan penglihatan akan semakin dirasakan di
masa lansia bahkan pada masa sebelum lansia atau
masa dewasa tidak sedikit dari seorang mengalami
rabun jauh atau rabun dekat pada umumnya di masa
ini lansi akan menderita presbyopia atau tidak bisa
melihat objek dalam jarak jauh.
3. Indera pendengaran (telinga)
Dimasa akhir ini seseorang akan kehilangan
kemampuan mendengar suatu ucapan atau bunyi
dengan jelas, karena di masa ini penurunan
pertumbuhan syaraf dan organ basal penerunana
tersebut mengakibatkan mati rumah siput yang
terleta didalam telinga.
4. Indera peraba (kulit)
Berkurangnya kepekaan yang diperoleh oleh kulit
pada masa lansia karena perubahan yang di alami
seorang lansia kulit menjadi semakin kasar dan
mengkerut sehingga seorang lansia sulit
membedakan benda yang ia pegang.
5. Daerah bagian kepala
Berubah daerah pada bagian kepala merupakan hal
yang wajar yang dialami seorang lansia dan

38
perubahan demikian merupakan perubahan yang
paling mudah kita dapati atau kita lihat dengan mata
telanjang perubahan daerah kepala yang terlihat
seperti:
a. Rambut yang memulai memutih
b. Rambut mulai menipis
c. Pipi yang hilang atau bisa disebut kempong
d. Gigi mulai tanggal satu persatu sehingga
akan menjadi ompong
e. Kerutan yang tak bisa disembunyikan pada
kulit wajah yang mengalami kekeringan
f. Dan banyak tumbuh tailalat pada bagian
kepala
6. Daerah bagian tubuh
Daerah bagaian tubuh seorang lansia akan nampak
perubahannya:
a. Perubahan pada bahu yang dulunya tegak
akan membungkuk
b. Tubuh yang dulunya gaga akan berubah
menjadi lemas
7. Daerah persendian

39
Persandian tangan dan kaki ini memiliki fungsi yang
banyak dalam mengatur seluruh rutinitas yang
dijalaninya.

 Perkembangan Psikis Dewasa Akhir

Menurut david Wechsler dalam demista (2008)


kemunduran kemampuan mental merupkan bagian dari
proses penuaan organisme secara umum, hampir sebagian
besar penelitian menunjukkan bahwa setelah mencapai
puncak pada usia antara 45-55 tahun, kebanyakan
kemampuan seseorang secara terus menerus mengalami
penurunan, hal ini juga berlaku pada seorang lansia.

Kemerosotan intelektual lansia ini pada umumnya


merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindarkan,
disebabkan berbagai faktor, seperti penyakit, kecemasan
atau depresi. Tetapi kemampuan intelektual lansia tersebut
pada dasarnya dapat dipertahankan. Salah satu faktor untuk
dapat mempertahankan kondisi tersebut salah satunya
adalah dengan menyediakan lingkungan yang dapat
merangsang ataupun melatih ketrampilan intelektual
mereka, serta dapat mengantisipasi terjadinya kepikunan.

40
Problematika kehidupan, apapun bentuknya akan terlihat
dari ekspresi emosi seseorang saat menghadapinya,
termasuk juga emosi lansia. Emosi positif ataukah negatif.
Apakah seseorang lansia mampu menikmati hidup ataukah
menderita dalam hidup akan tampak dari ekspresi emosi
positif atau negatifnya sehari-hari. Individu bisa
mengevaluasinya sendiri melalui pertanyaan tentang
frekuensi, durasi, dan intensitas dari emosi mana yang
setiap hari mewarnai hidup, sebagaimana memahami
frekuensi, durasi, dan intensitas emosi bisa digunakan untuk
mengukur tingkat emosi amarah seseorang (Beck &
Fernandez, 1998).

Frekuensi merujuk pada seberapa sering emosi tersebut


muncul. Durasi menunjukkan seberapa lama emosi
tersebut terjadi. Sedangkan intensitas, seberapa kuat emosi
tersebut dialami oleh seseorang. Contoh emosi positif
adalah bahagia. Dalam sehari, seberapa sering kita merasa
bahagia? (frekuensi); saat kita merasa bahagia dalam
sehari, berapa lama bahagia tersebut muncul? (durasi);
dalam sehari, saat kita bahagia, seberapa kuat perasaan
tersebut kita alami? (Intensitas). Jika dibandingkan dengan

41
emosi negatif, contoh marah: Dalam sehari, seberapa sering
kita marah? (frekuensi); saat kita marah, berapa lama marah
tersebut muncul? (durasi); dalam sehari, saat kita marah,
seberapa kuat perasaan tersebut kita alami? (Intensitas)
(Ansyah & Hadi, 2017).

Dominan, emosi positif ataukah negatif? Semakin dominan


emosi negatif muncul menunjukkan semakin menderitanya
kita dalam hidup. Sebaliknya, semakin dominan emosi
positif atau kebahagiaan, kita akan semakin merasakan
nikmatnya hidup ini. Apakah ini yang kita inginkan? Saya
yakin semuanya akan memilih emosi positif yang
mendominasi kehidupan kita. Namun kenyataannya tidak
bisa dipungkiri bahwa kehidupan kita di jaman ini
didominasi dengan emosi negatif, di banyak konteks
kehidupan. Dalam konteks ekonomi, sosial, budaya, bahkan
politik (Gautama, 2016). Yang lebih miris adalah saat
emosi negatif ini sudah mendominasi dunia pendidikan
kita.

D. Teori Pentahapan Menurut Lavinson

42
Fokus perhatian Lavinson dalam mempelajari fase-fase
hidup manusia tertuju pada siklus hidup dari pada jalan
hidup seseorang. Jalan hidup seseorang berbeda-beda dari
yang satu dengan yang lain, apa yang berubah selama orang
itu hidup merupakan struktur kehidupan yang mengatur
transaksi antara struktur kepribadian dengan struktur sosial.
Lavinson membedakan empat periode kehidupan, yaitu:

 Masa anak dan masa remaja (0-22 tahun).


 Masa dewasa awal (17-45 tahun).
 Masa dewasa madya (40-65).
 Masa dewasa akhir (60 ke atas)

Antara 17 dan 22 tahun seseorang ada di dua masa. Ia


meninggalkan masa pra-dewasa dan memasuki masa
dewasa awal yang mencangkup tiga periode, yaitu;
pengenalan dengan dunia orang dewasa (22-28 tahun), di
mana orang akan mencari tempat dalam dunia kerja dan
dunia hubungan sosial untuk membentuk struktur
kehidupan yang stabil. Pada usia antara 28-33 tahun pilihan
struktur kehidupaninimenjadilebihtetap dan stabil. Dalam
fase kemantapan (33-40 tahun) seseorang dengan
keyakinan yang mantap menemukan tempatnya dalam

43
masyarakat dan berusaha sebaik-baiknya. Impian yang ada
pada (17-33) mulai mencapai kenyataan. Pekerjaan dan
keluargan membentuk struktur peran yang memunculkan
aspek-aspek kepribadian yang diperlukan dalam fase
tersebut. Pada usia 40 tahun tercapailah puncak masa
dewasa. Setelah itu mulailah peralihan ke masa madya
(tengah baya antara usia 40-45 tahun), dalam masa ini
seseorang memiliki tiga macam tugas:

 Penilaian kembali pada masa lalu


 Perubahan struktur kehidupan
 Proses individuasi

E. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan


Orang Dewasa Dalam Kehidupannya

Adapun faktor- faktor tertentu dalam kehidupan orang


dewasa yang akan mempermudah perkembangan orang
dewasa. Faktor- faktor yang paling berpengaruh adalah:

1. Kekuatan Fisik

Bagi banyak individu, puncak kekuatan fisik dicapai dalam


usia pertengahan dua puluhan. Kekuatan fisik yang prima

44
dapat mengatasi atau memecahkan persoalan- persoalan
yang timbul pada masa orang dewasa. Untuk memelihara
kekuatan fisik yang prima perlu dijaga kesehatan. Ada 6
kebiasaan hidup sehat yang perlu dilakukan oleh orang
dewasa untuk memelihara kekuatan fisik, yaitu:

 Sarapan pagi.
 Makan secara teratur.
 Makan secukupnya untuk memelihara badan yang
normal.
 Tidak merokok.
 Olahraga secukupnya.
 Tidur secara teratur 7- 8 jam setiap malam

F.Karakteristik Perkembangan Orang Dewasa

Karakteristik perkembangan orang dewasa ada 3 yaitu:

 Perkembangan Fisik
 Perkembangan Intelektual
 Perkembangan Moral

G. Masa Tua

45
1. Pengertian masa tua (lanjut usia).

Usia lanjut adalah periode penutup dalam rentang hidup


seseorang. Masa ini dimulai dari umur enam puluh tahun
sampai meninggal, yang ditandai dengan adanya perubahan
yang bersifat fisik dan psikologis yang semakin menurun.
Proses menua (lansia) adalah proses alami yang disertai
adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial
yang saling berinteraksi satu sama lain.

Berikut beberapa pendapat mengenai pengertian masa tua

a. Menurut Bernice Neugarten (1968) James C.


Chalhoun (1995) masa tua adalah suatu masa dimana orang
dapat merasa puas dengan keberhasilannya. Penggolongan
lansia menurut Depkes dikutip dari Azis (1994) menjadi
tiga kelompok yakni :

 Kelompok lansia dini (55 – 64 tahun),


merupakan kelompok yang baru memasuki
lansia.
 Kelompok lansia (65 tahun ke atas).
 Kelompok lansia resiko tinggi, yaitu lansia
yang berusia lebih dari 70 tahun

46
2. Ciri-ciri masa tua

Menurut Hurlock (Hurlock, 1980, h.380) terdapat beberapa


ciri-ciri orang lanjut usia, yaitu :

 Usia lanjut merupakan periode kemunduran.


 Orang lanjut usia memiliki status kelompok
minoritas.
 Menua membutuhkan perubahan peran.
Penyesuaian yang buruk pada lansia.

3 . Karakteristik masa tua

Menurut Butler dan Lewis (1983) serta Aiken (1989)


terdapat berbagai karakteristik lansia yang bersifat positif.
Beberapa di antaranya adalah:

 Keinginan untuk meninggalkan warisan;


 Fungsi sebagai seseorang yang dituakan;
 Kelekatan dengan objek-objek yang dikenal;
 Perasaan tentang siklus kehidupan;
 Kreativitas;
 Rasa ingin tahu dan kejutan (surprise);

47
 Perasaan tentang penyempurnaan atau pemenuhan
kehidupan, dll.

4. Perubahan Fisik Pada Masa Tua.

Perkembangan fisik pada masa lansia terlihat pada


perubahan perubahan fisiologis yang bisa dikatakan
mengalami kemunduran, perubahan perubahan biologis
yang dialami pada masa lansia yang terlihat adanya
kemunduran tersebut sangat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatan dan terhadap kondisi psikologis.

Perkembangan masa dewasa akhir atau usia lanjut,


membawa penurunan fisik yang lebih besar dibandingkan
dengan periode periode usia sebelumnya. Kita akan
mencatat rentetan perubahan perubahan dalam penurunan
fisik yang terkait dengan penuaan, dengan penekanan
pentingnya perkembangan perkembangan baru dalam
penelitian proses penuaan yang mencatat bahwa kekuatan
tubuh perlahan lahan menurun dan hilangnya fungsi tubuh
kadangkala dapat diperbaiki.

48
Nama Anggota Kelompok 3 :

 Adelsinia Sakan
 Libert Edison Saeketu
 Mariani Panca Putri Nawa Lay
 Omikang Ineri Karlau
 Sonya Sarci Leimany
 Windi Anrian Lassa
 Tua M. M Nomnafa

49
BAB III

Teori Konstruktivisme Kognitif

( Jean Piaget)

Teori pembelajaran konstruktivisme kognitif adalah


pembelajaran yang berpusat pada siswa (student oriented)
guru sebagai mediator, fasiliator dan sumber belajar dalam
pembelajaran. Dalam pembelajaran konstruktivisme siswa
membangun pengetahuan melalui pengalaman, interaksi
sosial dan dunia nyata. Maka dari itu tugas utama guru
yaitu membimbing siswa untuk belajar serta
mengembangkan dirinya sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki. Kognitif adalah salah satu ranah dalam taksonomi
pendidikan. Secara umum kognitif diartikan sebagai potensi
intelektual yang terdiri dari tahapan : pengetahuan,
pemahaman, penerapan, analisa, sintesa, evaluasi. Kognitif
berarti persoalan yang menyangkut kemampuan untuk
mengembangkan kemampuan rasional (akal), teori kognitif
lebih menekankan bagaimana proses atau upaya untuk
mengoptimalkan kemampuan aspek rasional yang dimiliki

50
oleh orang lain. Oleh sebab itu kognitif berbeda dengan
teori behavioristik yang lebih menekankan pada aspek
kemampuan perilaku yang diwujudkan dengan cara
kemampuan merespon terhadap stimulus yang datang
kepada dirinya.

Secara sederhana, kemampuan kognitif adalah kemampuan


anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah. Dengan
demikian dapat dipahami perkembangan kognitif adalah
salah satu aspek perkembangan peserta didik yang
berkaitan dengan pengertian ( pengetahuan), yaitu semua
proses psikologi yang berkaitan dengan bagaimana cara
individu memepelajari dan memikirkan lingkungan.

Jean Piaget adalah seorang ilmuawan yang merumuskan


teori yang didapat menjelaskan fase-fase perkembangan
kognitif. Teori ini dibangun berdasarkan sudut pandang
yang disebut sudut pandang aliran struktural dan aliran
konstruktive. Teori perkembangan Piaget adalah salah satu
teori yang menjelaskan bagaimana anak beradaptasi dan
menginterpretasikan objek-objek dan kejadian yang terjadi
disekitar anak. Piaget memandang bahwa anak memainkan

51
peran aktif dalam menyusun pengetahuannya mengenai
realitas, anak tidak pasif menerima informasi walaupun
proses berfikir dalam konsepsi anak mengenai realitas telah
dimodifikasi oleh pengalaman dengan dunia sekitarnya.
Namun anak juga berperan aktif dalam menginterpretasikan
informasi yang ia peroleh, Piaget percaya bahwa pemikiran
anak-anak berkembang menurut tahap-tahap atau periode-
periode yang terus bertambah kompleks. Teori Piaget
merupakan akar revolusi kognitif saat ini yang
menekankan pada proses mental.

A. Pengenalan Teori Konstruktivisme Kognitif

1.Definisi Konstruktivisme Kognitif

Konstruktivisme adalah teori belajar yang mengusung


pembangunan kompetensi, pengetahuan, keterampilan
secara mandiri oleh peserta didik yang difasilitasi oleh
pendidik melalui berbagai rancangan pembelajaran dan
tindakan yang diperlukan untuk menghasilkan perubahan
yang dibutuhkan pada peserta didik. Ada beberapa
pendapat para ahli mengenai teori konstruktivisme kognitif
yaitu:

 Menurut Thobroni & Mustofa teori konstruktivisme


memberikan keaktifan terhadap manusia untuk
belajar menemukan sendiri kompetensi,

52
pengetahuan atau teknologi, dan hal lain yang
diperlukan guna mengembangan dirinya. Artinya,
belajar dalam pandangan konstruktivisme betul-
betul menjadi usaha aktif individu dalam
mengonstruksi makna tentang sesuatu yang
dipelajari.
 Menurut Yaumi & Hum teori konstruktivisme
mengasumsikan bahwa siswa datang ke ruang kelas
dengan membawa ide-ide, keyakinan, dan
pandangan yang perlu diubah atau dimodifikasi oleh
seorang guru yang memfasilitasi perubahan ini,
dengan merancang tugas dan pertanyaan yang
menantang seperti membuat dilema untuk
diselesaikan oleh peserta didik.
 Menurut Mudlofir & Fatimatur menjelaskan bahwa
dalam konstruktivisme, belajar lebih diarahkan pada
experimental learning, yaitu adaptasi kemanusiaan
berdasarkan pengalaman konkrit di laboratorium,
diskusi dengan teman sekelas, yang kemudian
dikontemplasikan dan dijadikan ide serta
pengembangan konsep baru. Oleh karena itu,
aksentuasi dari mendidik dan mengajar tidak
terfokus pada si pendidik melainkan pada
pembelajar. Pembelajaran menurut teori belajar
konstruktivistik lebih menekankan kepada proses
dalam pembelajaran.

53
2.Sejarah dan Perkembangan Teori Konstruktivisme
Kognitif

Di dalam sejarah psikologi pendidikan, revolusi


konstruktivisme mempunyai akar sejarah yang panjang.
Pendekatan yang dilandasi teori konstruktivisme ini sumber
utamanya adalah karya Jean Piaget dan Lev Vigotsky, baik
Piaget maupun Vigotsky menekankan sifat sosial
pembelajaran mereka juga menyarankan penggunaan
kelompok-kelompok dalam belajar dengan kemampuan
campuran( bervariasi) untuk meningkatkan terjadinya
perubahan konsepsi pada diri pelajar atau siswa.
Konstruktivisme modern paling banyak dilandasi oleh teori
Vigotsky yang telah digunakan untuk mendukung metode
pengajaran di ruang kelas yang menekankan pembelajaran
kerja sama (pembelajaran kooperatif) berbasis proyek dan
pembelajaran penemuan (discovery). Ada 4 gagasan utama
menurut Vigotsky yang sangat penting yaitu:

 Penekanan Pada Sifat Sosial Pembelajaran

Anak belajar melalui interaksi bersama orang dewasa dan


teman yang lebih mampu, pada proyek-proyek kerjasama
anak-anak dihadapkan pada proses pemikiran teman-teman
mereka. Metode demikian tidak hanya memungkinkan hasil
pembelajaran tersedia bagi semua siswa, tetapi juga
memungkinkan proses berpikir siswa yang lebih mampu
tersedia bagi siswa-siswa yang lain.

54
a. Zona Perkembangan Proksimal

Vigotsky mempunyai gagasan bahwa anak-anak paling baik


mempelajari konsep yang berada pada zona perkembangan
proksimal mereka. Anak-anak yang bekerja dalam zona
perkembangan proksimal mereka terlibat dalam tugas yang
tidak dapat mereka kerjakan sendiri tetapi dapat
mengerjakannya dengan sedikit bantuan teman atau orang
dewasa.

b. Masa Magang Kognisi

Istilah masa magang kognisi merujuk pada proses yang


digunakan oleh seorang pelajar untuk secara bertahap
memperoleh keahlian melalui interaksi dengan pakar,
pengajaran untuk siswa adalah suatu bentuk masa magang.
Para ahli teori konstruktivisme menyarankan agar guru
mengalihkan model pembelajaran yang berlangsung lama
dan sangat efektif ini kedalam ruang-ruang kelas, guru
dapat melibatkan siswa dalam tugas-tugas rumit dan
melibatkan siswa dalam kelompok-kelompok belajar yang
heterogen dan kooperatif di mana siswa yang lebih maju
membantu siswa yang kurang maju melalui tugas-tugas
yang rumit tersebut.

c. Pembelajaran Termediasi

Vigotsky menekankan pada gagasan tentang perancahan


atau pembelajaran termediasi, penafsiran tentang gagasan
Vigotsky yang satu ini adalah siswa seharusnya diberikan

55
tugas-tugas yang rumit, sulit,dan realistis. Kemudian
mereka diberikan cukup bantuan untuk mencapai tugas-
tugas ini, harus dicatat bahwa diberikan bantuan disini
maksudnya siswa bukan diajarkan bagian-bagian kecil
pengetahuan. Prinsip-prinsip ini digunakan untuk
mendukung penggunaan tugas proyek di ruang kelas,
simulasi, penjajakan dalam komunitas, penulisan untuk
pembaca yang sesungguhnya dan tugas-tugas otentik
lainnya. Berkaitan dengan hal ini ada istilah “pembelajaran
situasi” yang mengacu pada digunakannya pembelajaran
yang berlangsung dalam tugas-tugas otentik kehidupan
nyata.

B. Prinsip-Prinsip Dasar Teori Konstruktivisme


Kognitif

Terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang dapat memandu


penerapan dasar teori konstruktivisme kognitif, menurut
Suyono & Hariyanto prinsip-prinsip konstruktivisme adalah
sebagai berikut:

 Belajar merupakan pencarian makna, oleh sebab itu


pembelajaran harus dimulai dengan isu-isu yang
mengakomodasi siswa untuk secara aktif
mengkonstruk makna.
 Pemaknaan memerlukan pemahaman bahwa
keseluruhan itu sama pentingnya seperti bagian-
bagiannya, sedangkan bagian-bagian harus
dipahami dalam konteks keseluruhan. Oleh

56
karenanya proses pembelajaran berfokus terutama
pada konsep-konsep primer dan bukan kepada
fakta-fakta yang terpisah.
 Supaya dapat mengajar dengan baik, guru harus
memahami model-model mental yang dipergunakan
siswa terkait bagaimana cara pandang mereka
tentang dunia serta asumsi-asumsi yang disusun
untuk menunjang model mental tersebut.
 Tujuan pembelajaran adalah bagaimana setiap
individu mengkonstruksi makna, tidak sekedar
mengingat jawaban apa yang benar dan menolak
makna milik orang lain. Karena pendidikan pada
fitrahnya memang antardisiplin satu-satunya cara
yang meyakinkan untuk mengukur hasil
pembelajaran adalah melakukan penilaian terhadap
bagian-bagian dari proses pembelajaran, menjamin
bahwa setiap siswa akan memperoleh informasi
tentang kualitas pembelajarannya.

C. Teori Konstruktivisme Kognitif ( Jean Piaget)

1. Biografi Jean Piaget

Jean Piaget adalah seorang filsuf, ilmuwan, dan psikolog


perkembangan Swiss, yang terkenal karena hasil
penelitiannya tentang anak-anak dan teori perkembangan
kognitifnya. Menurut Ernst von Glasersfeld, Jean Piaget
adalah juga "perintis besar dalam teori konstruktivis tentang
pengetahuan".

57
Kelahiran: 9 Agustus 1896, Neuchâtel, Swiss

Meninggal: 16 September 1980, Jenewa, Swiss

Istri : Valentine Catenay

Anak: Jacqueline Piaget, Laurent Piaget, Lucienne Piaget

Pendidikan: University of Neuchâtel (1918), Universitas


Zürich

Orang tua: Arthur Piaget, Rebecca Jackson

Kebangsaan: Swiss

Jean Piaget adalah seorang filsuf,ilmuwan dan seorang


psikolog perkembangan yang terkenal .Piaget merupakan
psikolog abad ke-20 yang sangat berpengaruh. Di tahun
1921, Piaget melakukan riset tentang bagaimana cara
peserta didik pada jenjang sekolah dasar memberi alasan.
Itulah mengapa Piaget tidak tertarik dengan jawaban benar
atau salah dalam tes intelegensi yang dilakukan Simon
Binet terhadap anak-anak. Ketertarikan Piaget pada
bagaimana cara anak beralasan merupakan keniscayaan
bahwa Piaget memfokuskan studinya pada psikologi
intelegen (kognitif). Adapun “tradisi perkembangan
kognitif” yang dapat disebut sebagai “perkembangan
struktural,” ditemukan dalam karya-karya Jean Piaget di
tahun 1947 dan 1970. Pendekatan “kognitif” atau
“struktural” menekankan sifat aktif otak anak-anak ketika
sadar untuk membangun dan mengelola struktur pikiran dan

58
tindakan. Premis dasarnya adalah bahwa semua
pengetahuan dibangun. Pendekatan kognitif ini
mengidentifikasi serangkaian struktur yang terorganisir
kemudian diubah dalam urutan yang runtut ketika
seseorang membangun proses kognitif yang semakin
berguna dan komplek melalui interaksi dengan lingkungan.

2. Teori Perkembangan Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif Jean Piaget atau teori Piaget


menunjukkan bahwa kecerdasan berubah seiring dengan
pertumbuhan anak. Perkembangan kognitif seorang anak
bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan, anak juga
harus mengembangkan atau membangun mental yakni

 Anak adalah pembelajar yang aktif


 Anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari
dari pengalamannya
 Anak menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui
proses asimilasi dan akomodasi
 Proses equibrasi menunjukan adanya peningkatan
ke arah bentuk-bentuk pemikiram yang komplek.

3. Tahap-Tahap Perkembangan Menurut Jean Piaget

 Tahap Sensorimotor (Usia 18-24 bulan)

Tahap sensorimotor adalah yang pertama dari empat tahap


dalam teori Piaget mengenai perkembangan kognitif anak

59
Piaget. Selama periode ini, bayi mengembangkan
pemahaman tentang dunia melalui koordinasi pengalaman
sensorik (melihat, mendengar) dengan tindakan motorik
(menggapai, menyentuh).

 Tahap Praoperasional (Usia 2-7 Tahun)

Tahap ini dimulai sekitar 2 tahun dan berlangsung hingga


kira-kira 7 tahun. Selama periode ini, anak berpikir pada
tingkat simbolik tapi belum menggunakan operasi kognitif.
Artinya, anak tidak bisa menggunakan logika atau
mengubah, menggabungkan, atau memisahkan ide atau
pikiran.Perkembangan anak terdiri dari membangun
pengalaman tentang dunia melalui adaptasi dan bekerja
menuju tahap (konkret) ketika ia bisa menggunakan
pemikiran logis. Selama akhir tahap ini, anak secara mental
bisa merepresentasikan peristiwa dan objek (fungsi
semiotik atau tanda), dan terlibat dalam permainan
simbolik.

 Tahap Operasional Konkret (Usia 7-11 Tahun)

Perkembangan kognitif anak di tahap ini berlangsung


sekitar usia 7 hingga 11 tahun, dan ditandai dengan
perkembangan pemikiran yang terorganisir dan rasional.
Piaget menganggap tahap konkret sebagai titik balik utama
dalam perkembangan kognitif anak, karena menandai awal
pemikiran logis. Pada tahapan ini, Si Kecil cukup dewasa
untuk menggunakan pemikiran atau pemikiran logis, tapi
hanya bisa menerapkan logika pada objek fisik. Anak mulai

60
menunjukkan kemampuan konservasi (jumlah, luas,
volume, orientasi). Meskipun anak bisa memecahkan
masalah dengan cara logis, mereka belum bisa berpikir
secara abstrak atau hipotesis.

 Tahap Operasional Formal (Usia 12 tahun ke atas)

Perkembangan kognitif anak menurut tahap terakhir


menurut Piaget dimulai sekitar usia 12 tahun dan
berlangsung hingga dewasa. Saat remaja memasuki tahap
ini, mereka memperoleh kemampuan untuk berpikir secara
abstrak dengan memanipulasi ide di kepalanya, tanpa
ketergantungan pada manipulasi konkret.Seorang remaja
bisa melakukan perhitungan matematis, berpikir kreatif,
menggunakan penalaran abstrak, dan membayangkan hasil
dari tindakan tertentu.

D. Konsep Penting Dalam Teori Konstruktivisme


Kognitif

 Skemata atau skema adalah jenis-jenis pengetahuan


memiliki fungsi untuk membantu seorang individu
melakukan interperasi serta memhami lingkungan
sekitarnya. Sifat utama dari skema ialah bahwa
skema akan terus bermodifikasi, bergerak, dinamis,
berkelanjutan atau tidak dapat berhenti di satu titik
saja.Agar skema mampu terus bergerak sesuai
dengan sifat yang dimiliki, maka skema pun dibantu
dengan dua proses penting bernama asimilasi serta
akomodasi.

61
 Asimilasi ialah aktivitas untuk mendapatkan sebuah
informasi baru agar nantinya informasi tersebut,
dimasukan ke dalam skema yang ada.
 Akomodasi ialah proses yang terjadi ketika
pengetahuan baru masuk ke dalam skema lalu
diubah menjadi skema dalam bentuk yang baru.
 Keseimbangan adalah proses adaptasi dengan
lingkungan dimana individu berusaha untuk
mencapai struktur atau mental skema yang stabil.

Kelebihan Teori Konstruktivisme Kognitif

 Dapat meningkatkan motivasi


 Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk
memecahkan masalah
 Dapat membantu guru untuk mengenal siswasecara
individu sehingga dapat mengembangkan
kemampuan siswa
 Dapat melihat tingkat perkembangan kognitif
manusia mulai dari bayi hingga dewasa sehingga
memudahkan untuk memilih pelajaran yang tepat
bagi anak di usia tertentu
 Dapat mempelajari materi pembelajaran yang rumit
untuk memecahkan dan untuk menciptakan kreasi
atau ide baru

62
Kelemahan Teori Konstruktivisme Kognitif

 Teori ini dianggap dekat dengan psikologi belajar


daripada teori belajar, sehingga dalam proses belajar
menjadi tidak mudah
 Teori ini dianggap sulit dipraktekkan secara murni
karena seringkali merasa bingung untuk memahami
unsur-unsur kognitif menjadi bagian-bagian yang
jelas
 Teori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat
pendidikan
 Teori ini sulit dipraktekkan khususnya ditingkat
lanjut
 Beberapa dari teori ini sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.

E. Tujuan belajar Teori konstruktivisme kognitif

 Mengembangkan kemampuan siswa untuk


mengajukan pertanyaan dan mencari sendiri
pertanyanya
 Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian
dan pemahaman konsep secara lengkap
 Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi
pemikir yang mandiri.

63
F.Implikasi Teori Konstruktivisme Kognitif Dalam
Pembelajaran

Teori ini lebih menekankan bagaimana siswa belajar bukan


bagaimana guru mengajar. Sebagai fasilitator guru
bertanggung jawab terhadap kegiatan pembelajaran di
kelas. Diantara tanggung jawab guru dalam pembelajaran
adalah menstimulasi dan memotivasi siswa yakni :

 Mencari tahu apa yang sudah siswa ketahui dan


pikiran terkait pelajaran dengan memperbanyak
komunikasi.
 Menciptakan rasa ingin tahu siswa melalui
pertanyaan dan penelitian.
 Memberikan kesempatan bagi siswa untuk
menyampaikan ide dan gagasannya.
 Memahami metode belajar apa yang paling sesuai
dengan kebutuhan siswa.
 Melibatkan siswa dalam berbagai kegiatan di kelas,
seperti diskusi atau presentasi.

G.Perbandingan Teori Konstruktivisme Kognitif


dengan Teori Lain

1. Perbandingan dengan Teori Behaviorisme

Teori ini berisi tentang perubahan tingkah laku yang terjadi


karena pengalaman belajar. Dalam perkembangannya, teori
ini menjadi aliran psikologi belajar yang memiliki pengaruh
terhadap tujuan peningkatan teori belajar dan praktik dalam

64
dunia pendidikan dan pembelajaran. Aliran psikologi
belajar juga dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini
lebih mengutamakan terbentuknya perilaku yang dihasilkan
dari proses belajar itu sendiri merupakan interaksi antara
stimulus dan respon. Menurut teori behavioristik, dalam
proses belajar mengajar yang terpenting adalah seseorang
akan dianggap telah belajar ketika sudah menunjukkan
perubahan perilaku.

2. Perbandingan dengan Teori Sosial Kognitif

Teori sosial kognitif ini berbicara tentang manusia


membangun kognitifnya dengan motivasi yang dilakukan
oleh diri sendiri terhadap lingkungannya. Teori kognitif
sosial Menekankan bahwa belajar melalui pengamatan
tidak selalu memerlukan imbalan ikstrinsik. Pandangan
kognitif sosial adalah bahwa belajar melalui pengamatan
tidak selalu memerlukan imbalan ikstrinsik. Belajar seperti
ini terjadi melalui pemrosesan kognitif pada saat dan
sebelum pengamat melakukan suatu respon.

Jadi, perbandingan Teori Behaviorisme dan Teori Sosial


Kognitof terhadap Teori Konstruktivisme adalah Teori
Konstruktivisme berbicara pada ilmu psikologi berpikir
khususnya teori Kognitif Jean Piaget yang dimana kognitif
piaget ini sangat berkolaborasi dengan psikologis manusia
untuk mendapatkan pengetahuan yang dimana menekankan
seseorang belajar menemukan tujuan minat dan bakatnya

65
dan menambah pengetahuan yang dimilikinya untuk
mengembangkannya.

Berdasarkan teori belajar kognitif , belajar merupakan


proses perubahan persepsi dan pemahaman. Dengan kata
lain, belajar itu tidak harus berbicara tentang perubahan
tingkah laku atau sikap yang bisa diamati.Setiap orang
memiliki pengalaman dan pengetahuan yang berbeda dan
tertata rapi dalam bentuk struktur kognitif. Pengalaman dan
pengetahuan inilah yang membuat kegiatan pembelajaran
akan berjalan dengan baik. Teori ini dikatakan dapat
berjalan dengan baik ketika materi pelajaran yang baru bisa
beradaptasi dengan struktur kognitif atau kemampuan yang
dimiliki oleh siswa.

66
Nama Anggota Kelompok 5 :
 Abraham F. D. Barus Nefes
 Endang Fina
 Lily C. M Anabokai
 Marlinda Rut Runesi
 Oskar Nabuasa
 Sardun Aristi Nubatonis
 Yufitri Imelda Tenis

67
BAB IV
Teori Perkembangan Sosial Emosional

Erik Erikson

Dasar teori Erikson dimulai dari aspek ketidak – sadaran


dan prasadar yang terlihat dalam cara anak-anak
berkomunikasi melalui bahasa dan dalam tingkah laku
bermain. Karena Erikson mengarahkan perhatiannya
terhadap kelompok dan kebudayaan yang mengelilinginya,
Iya menerapkan Psikonalisa pada pengetahuan -
pengembangan sprinsip-epigenes.

Dalam mengemukakan konsepnya mengenai


perkembangan, Erikson membandingkan dengan
perkembangan – perkembangan evolusi-filogenetik.
Perkembangan manusia merupakan pengulangan
perkembangan evolusi-filogenetik yang memiliki dasar-
dasar biologis, misalnya pada masa bayi mulut adalah alat
satu-satunya untuk memasukkan segala sesuatu dari luar,
pada tingkat – tingkat pertama. Erikson menekankan
kemampuan kreatif dan penyesuaian pada setiap individu
dan menghargai ke khususan kemampuan yang dimiliki
secara perorangan untuk mengatur kehidupannya. Erikson
melihat semua manusia ketika dilahirkan mempunyai
potensi untuk menjadi baik atau menjadi buruk.

68
Perhatikannya terhadap sifat-sifat perorangan ini yang
terlihat pada setiap masa perkembangan menjadi dasar
konsepnya mengenai prinsip-epigenesis.

Dalam perkembangan anak, Erikson juga menekankan


pentingnya tahun-tahun pertama kehidupan anak sebagai
tahun pembentukan dasar kepribadiannya. Kehidupan
emosi dan kualitasnya hubungan-hubungan perorangan
menjadi landasan yang penting untuk memberi bentuk
terhadap perkembangan kepribadian selanjutnya.
Perkembangan ego lebih penting daripada fungsi-fungsi
lain, dan dalam perkembangan ego ini pengaruh-pengaruh
lingkungan sosial besar sekali. Pada waktu anak memasuki
tahapan baru ia dihadapkan dengan tantangan yang timbul
dari lingkungannya, agar ego-nya menyesuaikan diri.
Dengan demikian setiap meningkat ke tahapan
perkembangan baru, ia menghadaapi krisis emosi. Jika ego
dapat mengatasi krisis ini, maka perkembangan yang
matang (healthy ego defelopment) akan terjadi, dan ia bisa
menyesuaikan diri dengan baik pada lingkungannya sosial
atau masyarakat. Proses-proses kematangan hubungan
dengan waktu-waktu yang ada pada setiap tahap
perkembangannya.

A. Teori Perkembangan Sosial Emosional Erik Erikson

Teori Erikson dijabarkan dalam dua sisi yakni tahap


perkembangan sosial dan penekanan terhadap
perkembangan anak. Berikut penjelasan lebih lanjut.

69
1. Tahap Perkembangan Psikososial
Teori Erikson adalah penganut teori psikodinamika atau
psikoanlisis Freud, namun dia memberikan perluasan
dengan menghubungkan dengan gejala psikis dan sisi
edukasi. Menurut Freud masyarakat sangat memberikan
pengaruh terhadap perkembangan individu, dimulai dari
aturan budaya yang ada dalam masyarakat dan pola asuh
orang tua.

Dalam tahapan psikologianalisis ada dua hal yang menjadi


perhatian untuk mengamati psikososial yaitu :

 Tahapan perkembangan sosial seseorang sebenarnya


sama, namun budaya yang ada disekitarnya
memiliki peran dalam mempengaruhi perilaku
individu tersebut.
 Budaya dapat berubah seiring berjalannya waktu,
kemajuan teknologi, pendidikan, urbanisasi dan
perubahan lain yang membuat budaya harus
berubah dan menyesuaikan kebutuhan masyarakat.
Psikososial menekankan pada perubahan perkembangan
sepanjang siklus hidup yang mana setiap tahapannya terdiri
atas tugas yang menghadapkan individu pada suatu
permasalahan. Semakin individu tersebut mampu mengatasi
permasalahan yang ada maka akan semakin baik
perkembangannya.

70
Untuk mendapatkan pemahaman mengenai tahap
perkembangan yang dikemukakan oleh Erikson perlu
memahami poin-poin ( Feist- Feist :14) sebagai berikut :

 Satu bagian komponen yang tumbuh dari komponen


lain dan memiliki pengaruh waktu sendiri namun
tidak mangatikan komponen yang lain
 Terdapat interaksi berlawanan antara elemen
sintonik dan distonik
 Lahirnya kekuatan dasar yakni kualitas dan
kekuatan ego
 Kemungkinan adanya patologi inti
 Meski tahapan yang dikemukakan adalah
perkembangan psikososial namun tetap tidak
meninggalkan aspek biologis
 Peristiwa ditahapan lalu tidak menyebabkan
kepribadian selanjutnya
 Setiap tahapan pasti akan ada krisis.
Dalam perkembangannya manusia memiliki tahapan
perkembangan, menurut Erikson ada 8 tahap perkembangan
manusia dengan tahapan pertama hingga keempat sama
dengan tahapan yang diungkapkan oleh Piaget, berikut
tahapan yang dikemukakan oleh Erikson :

 Masa Oral-Sensorik. Kepercayaan VS


ketidakpercayaan (besis trust VS mistrust)
a. Periode 0-1 tahun
b. Karakteristik:rasa percaya menurut perasaan
nyaman secara fisik dan sedikit katakutan serta

71
kekhwatiran akan masa depan. Oleh karenanya
kepercayaan pada masa bayi menentukan
tahapan selanjutnya.
Seorang bayi yang baru dilahirkan mulai berhadapan
dengan dunia luar, tidak lagi tenang dan aman seperti
berada dalam kandungan ibunya. Lingkungan yang
menyenangkan ( hawa udara, cahaya, dan suara) dan tidak
mengalami hal-hal yang menakutkan atau serba tidak
menentu, mulai menumbuhkan perasaan mempercayai
sesuatu.Sebaliknya, bila lingkungan yang tidak memuaskan
dan pengalaman – pengalaman psikologis yang tidak
menyenangkan, timbulnya perasaan tidak mempercayai
sesuatu.Pertumbuhan yang cepat pada masa bayi dan
pengalaman yang diitempuhnya melalui kebutuhannya
menjadi landasan tumbuhnya hal-hal psikologis seperti
mempercayai atau tidak mempercayai sesuatu.

Sebaliknya, bila lingkungan yang tidak memuaskan dan


pengalaman-pengalaman psikologis yang tidak
menyenangkan, timbulah perasaan tidak mempercayai
sesuatu. Pertumbuhan yang cepat pada masa bayi, dan
pengalaman yang ditempuhnya melalui kebutuhannya
menjadi landasan tumbuhnya hal-hal yang psikologis
seperti mempercayai atau tidak mempercayai sesuatu.

Fungsi penginderaan menjadi alat yang pertama untuk


melakukan hubungan dan mendapat pengalaman social dan
mempengaruhi reaksi dan sikap di kemudian hari. Bayi
akan merasakan hubungan-hubungan social yang pertama

72
melalui hal-hal kualitatif dari pada hal-hal yang kuantitatif,
seperti seringnya memperoleh makanan. Dengan kata lain
bayi akan merasakan kehangatan cinta kasih dari ibunya
melalui caranya memberikan makanan, menyusui anak,
caranya mengajak tertawa dan berbicara dengan bayi.
Sejalan dengan tumbuhnya gigi ia mulai merasakan ingin
mengigit. Hal ini sebagai perkembnagn timbulnya
keinginan untuk bisa menentukan sendiri. Dalam
pengalaman dan kegiatan sensorik ini, tidak selamanya
terjadi hal-hal yang menyenangkan terkadang terjadi pula
hal-hal yang tidak menyenangkan.

Pada masa ini Erikson masih menambahkan peranan


hubungan timbale balik antara bayi dengan ibunyayang
mampunyai sifat pengaturan bersama (mutual regulation).
Hubungan timbale balik antara anak dan ibunya adalah
kenyataan bahwa pengasuhan yang baik untuk
memperkembangkan dan menumbuhkan dasar perasaan
mempercayai sesuatu pada anak adalah sifat dan sikap
keibuan dengan tertitik tolak pada keadaan anak.

 Masa anal-muskulator. Otonomi vs rasa malu dan


ragu-ragu (Autonomy vs shame/doubt)
a. Periode: tahun ke 2
b. Karakteristik: pada tahap ini bayi mulai
menyadari keinginan mereka, bila ada
pembatasan pada banyak hal atau

73
adanya hukuman yang berat akan
membuat anak mengembangkan rasa
ragu-ragu dan malu.

Pertumbuhan fisik anak pada masa ini memungkinkan


untuk melakukan gerak-gerik, berjalan, berlari dengan
bebas. Anak merasa bebas dan ingin melakukan semuanya
dengan sendiri, karena memang beberapa hal seperti
dikemukakan diatas sudah bisa dilakukan anak. Pemikiran
ini tumbuh menurut Erikson dari perkembangan ego-nya.
Bila anak masih mengalami kesulitan untuk menguasai
tubuhnya, sehingga orang lain yang harus melakukan
sesuatu kepadanya, maka padanya akan tumbuh perasaan
malu dan ragu-ragu. Perasaan mau juga timbul karena
secara naluriah anak tidak mau lagi menikmati
ketergantungan yang dialami pada masa perkembnagan
sebelumnya, tetapi dalam kenyataannya masih banyak hal
yang belum mampu dilakukannya sendiri. Situasi konflik
ini menimbulkan perasaan ragu-ragu terhadap segala
kemampuan yang dimiliki sendiri. Dalam keadaan
demikian anak membutuhkan pengarahan yang baik dan
halus serta dorongan yang berkali-kali agar tidak terlalu
jauh mengalami perasaan malu dan ragu-ragu ini.

 Masa gential-locomotor. Inisiatif vs Rasa Bersalah


(initiative vs Guilt)
a. Periode: 3-5 tahun

74
b. Karakteristik: masa ini sering disebut
sebagai pra sekolah dan umumnya anak-
anak akan lebih aktif disbanding saat bayi.
Perlilaku aktif ini akan menjadi sebuah
tuntutan untuk menghadapi tantangan yang
harapannnya membuat anak
mengembangkan rasa tanggungjawab akan
tubuh, perilaku, mainan, dan hewan
peliharaan mereka. Namun pada fase ini
juga dapat muncul rasa bersalah yang tidak
menyenangkan saat anak tidak diberi
kepercayaan dan dibuat merasa sangat
cemas.

Pada anak mulai tumbuh “kepribadian”, anak mulai


mengetahui kemampuan dan bisa berkhayal mengenai apa
yang akan dilakukan. Tetapi rencana-rencana yang akan
dilakukan tidak selamanya berkenan bagi orang dewasa
yang ada di sekitarnya, rencara atau inisiatif ini didorong
oleh kepercayaan dari kebebasan yang baru diperolehnya
sedangkan ia ingin menarik kembali rencana ini, maka

75
timbul perasaan bersalah.Perkembangan psikologis pada
masa ini terlihat dalam dua hal yakni :

a. Bahwa unsur-unsur struktur kepribadiannya,


yakni id, ego, dan superego mulai mencapai
keseimbangan sebagai suatu kesatuan
psikologis yang sesuai, dan menampilkan
kepribadian tertentu
b. Bahwa anak mulai bisa mengetahui
perbedaan-perbedaan jenis kelamin terhadap
orang di sekelilingnya, yang mempengaruhi
perasaan dan dorongannya tetapi terbatasi
oleh adanya norma-norma social
 Masa laten. Tekun vs Rasa Rendah Diri (Industry &
Inferiority)
a. Periode:6 tahun – pubertas
b. Karakteristik: pada tahap ini anak akan
bersentuhan dengan pengalaman-
pengalaman baru. Perkembagan
imajinasi terjadi pada awal masa anak-
anak pada tahap ini sedangkan pada masa
peralihan yakni pertengahan dan akhir

76
masa anak-anak mereka memusatkan
energy mereka pada penguasaan
pengetahuan dan keterampilan
intelektual. Namun ada bahaya yang
mengancap pada fase ini yakni proses
pengembangan rasa rendah diri, perasaan
tidak berkompeten, dan tidak produktif
pada tahun-tahun sekolah dasar.
Disinilah menurut Erikson peran guru
c. Contoh: sekolah
Dalam hubungan social yang lebih
luas, anak menyadari kebutuhan utnuk
mendapat tempat dalam kelompok
seumurannya. Perkembangan Psikososialnya
menunjukan anak yang berada pada usia
sekolah memperoleh bermacam-macam
keterampilan da kemampuan dan mengetahui
apa yang akan dilakukannya dan bagaimana
ia akan melakukannya. Maka anak akan
memperoleh perasaan gairah, ia merasa
bahwa ia mampu melakukan sesuatu. Tetapi
di pihak lain, ia bisa menemui kegagalan dan

77
terlihat ketidak mampuannya di hadapan
orang-orang dewasa, maka timbul perasaan
randah diri.
 Identitas vs Kebingungan Identitas (Identity vs
Identity confusion)
a. Periode: 10 – 20 tahun
b. Karakteristik: pada masa ini
dihadapkan pada pertanyaan seperti
siapa mereka, bagaimana mereka
nantinya, dan kemana mereka menuju
dalam hidupnya. Mulai berhadapan
dengan banyak peran baru dan status
orang dewasa, jika mereka dapat
menjajaki peran dengan cra yang sehat
dan tiba pada suatu jalan yang positif
untuk diikuti dalam kehidupannya
maka identitas yang positif akan
dicapai.
c. Contoh: penentuan karir masa depan
 Keakraban vs Keterkucilan (Intimacy vs Isolation)
a. Periode: 20 – 30 tahun

78
b. Karakteristik; menghadapi tugas
perkembangan pembentukan relasi
intim dengan orang lain . Erikson
menggambarkan hal tersebut sebagai
penemuan diri sendiri pada diri orang
lain. Jika dapat membentuk
persahabatan yang sehat dan relasi
akrab yang intim dengan orang lain
maka keintiman akan dicapai.
c. Contoh: hubungan asmara
 Bangkit vc Tetap-mandeg (Generativity vs
Stagnation)
a. Periode: 40 – 50 tahun
b. Karakteristik: persoalan pada fase ini
adalah membantu generasi muda agar
berkembang dan mengarahkan
kehidupan yang berguna.
c. Contoh: parenting
 Keutuhan vs Keputusasaan (Integrity vs Despair)
a. Periode: diatas 60 tahun
b. Karakteristik: melakukan refleksi akan
kehidupan yang telah dilalui saat

79
retrospektif yang dilakukan
menghasilkan pandangan yang positif
akan apa yang telah dilakukan di masa
lalu maka akan melahirkan keutuhan
rasa utuh namun jika sebaliknya maka
yang didapat adalah keputusasaan.
c. Contoh: refleksi

Proses perkembangan diatur oleh Epigenetic Principle of


Maturation, setiap tahap ditentukan oleh faktor
genetik/keturunan. Erikson juga menekankan faktor
peranan lingkungan/sosial. Jadi perkembangan ditentukan
oleh dua faktor yaitu dari dalam (innate) dan faktor yang
dipelajari . Perkembangan manusia ditentukan oleh
sejumlah konflik. Kepribadian harus mampu mengatasi
konflik pada setiap tahapnya. Setiap tahap perkembangan
melibatkan dua pilihan yaitu maladaptif dan adaptif yakni
ego identity. Misal pada tahap pertama melalui dua tahap
perkem;bangan yaitu trust dan mistrust. Trust lebih adaptif
sedangkan mistrust maladaptif. Individu juga harus
mengembangkan mistrust sebagai bentuk perlindungan. Di

80
setiap tahap, ego harus mengembangkan sikap adaptif
maupun maladaptif.

2.Penekanan pada identitas

Erikson selalu menekankan bahwa Individu selalu mencari


identitas diri dlam setiap tahapan perkembangan. Bila
proses pencarian identitas ini baik maka akan menguatkan
untuk tahapan perkembangan selanjutnya meski tetap akan
mencapai puncak krisis pada saat remaja.

3.Peran terhadap perkembangan

Erikson merupakan salah satu pengikut dari teori yang


dikemukakan Frued sehingga dalam teorinya pun juga
memasukkan pemikiran Frued. Berdasarkan teori
psikoanalisis Frued dikatakan bahwa sangat penting
pengalaman pada masa kanak-kanak awal, hal ini dapat
diartikan bahwa lingkungan terdekat haruslah
memperhatikan kebutuhan serta tata cara atau metode
pendekatan yang sesuai untuk anak sehingga praktek

81
pengasuhan atau pendidikan dapat berlangsung secara
optimal.

Erikson membagi tahapan perkembangan menjadi 8


tahapan dan mengatakan pada setiap tahapannya ada tugas
perkembangan yang dikuasai pada setiap tahapannya.
Untuk itu ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru
dalam mendorong inisiatif pada anak-anak yang berkaitan
dengan implikasi teori structural dari Erikson, yaitu:

 Pada anak prasekolah


a. Mendorong anak untuk membuat pilihan-pilihan
sendiri
b. Pastikan anak mendapat kesempatan yang sama,
yaitu ajarkan langkah-langkah kecil ketika
mengajarkan suatu keterampilan, serta
menghindari permainan kompetitif bila rentag
kemamampuan di kelas sangat besar
c. Mendorong menstimulasi berbagai macam peran
profesi
d. Bersikap toleran terhadap kesalahan anak

82
Nama Anggota Kelompok 7 :

 Cristian Rissi
 Ferdinand Nomleni
 Lora Aktaduti Lena Djila
 Petri Penina Isu
 Serli Ifanti Tameon
 Seterina Nuham

83
BAB V

Teori Perilaku Behavioristik

Teori belajar Behavioristik adalah sebuah teori yang


dicetuskan oleh Gage dan Berliner tentang perubahan
tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman.Teori ini lalu
berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang
berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan
praktek pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai
aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada
terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil
belajar.Teori behavioristik dengan model hubungan
stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar
sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu
dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan
semata .Munculnya perilaku dan semakin kuat bila
diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai
hukuman.Metode behavioristik ini sangat cocok untuk
perolehan kemampaun yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti :

84
Kecepatan, spontanitas, kelenturan, reflek, daya tahan dan
sebagainya, contohnya: percakapan bahasa asing, mengetik,
menari, menggunakan komputer, berenang, olahraga dan
sebagainya. Teori ini juga cocok diterapkan untuk melatih
anak-anak yang masih membutuhkan dominasi peran orang
dewasa, suka mengulangi dan harus dibiasakan, suka
meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan
langsung seperti diberi permen atau puji.

A. Sejarah Teori Behavioristik

Terapi behavior tradisional diawali pada tahun 1950-


an dan awal 1960-an di Amerika Serikat, Afrika
Selatan, dan Inggris sebagai awal radikal menentang
perspektif psikoanalisis yang dominan. Fokusnya
adalah pada menunjukkan bahwa teknik
pengkondisian perilaku yang efektif dan merupakan
alternatif untuk terapi psikoanalitik.Secara garis
besar, sejarah perkembangan pendekatan behavior
terdiri dari tiga trend utama, yaitu:

Gelombang 1 : Pada tahun 1960 Albert Bandura


mengembangkan teori belajar sosial, yang
dikombinasikan pengkondisian klasik dan operan
kondisioning sdengan pembelajaran observasional.
Bandura membuat kognisi fokus yang sah untuk
terapi bahavior. Selama tahun 1960-an sejumlah

85
pendekatan perilaku kognitif bermunculan, dan
mereka masih memiliki dampak signifikan pada
praktek terapi. Terapi behavior kontemporer muncul
sebagai kekuatan utama dalam psikologi selama
1970-an, dan itu memiliki dampak signifikan pada
pendidikan, psikologi, psikoterapi, psikiatri, dan
pekerjaan sosial. Teknik behavior yang diperluas
untuk memberikan solusi terhadap masalah bisnis,
industri, dan membesarkan juga anak.

Dikenal sebagai “gelombang pertama”di lapangan


behavior, teknik terapi behavior dipandang sebagai
pilihan perawatan untuk banyak masalah psikologis.

Gelombang 2 : Tahun 1980-an yang ditandai dengan


pencarian konsep dan metode baru yang melampaui
teori belajar tradisional. Terapis behavior melakukan
evaluasi terhadap metode yang mereka gunakan dan
mempertimbangkan dampak dari praktek terapi pada
klien mereka dan masyarakat yang lebih luas.
Meningkatnya perhatian diberikan kepada peran
emosi dalam perubahan terapi, serta peran faktor
biologis dalam gangguan psikologis. Dua
perkembangan yang paling signifikan adalah (1)
munculnya terus terapi kognitif behavior sebagai
kekuatan utama dan (2) penerapan teknik perilaku
untuk pencegahan dan pengobatan gangguan
kesehatan terkait.

86
Pada akhir 1990-an Asotiation Behavior and
Cognitive Therapi (ABCT) menyatakan keanggotaan
dari sekitar 4.300. Gambaran saat ABCT adalah
“sebuah organisasi keanggotaan lebih dari 4.500
profesional kesehatan mental dan mahasiswa yang
tertarik dalam terapi bahavior berbasis empiris atau
terapi behavior kognitif.” Perubahan nama dan
deskripsi mengungkapkan pemikiran saat ini
mengintegrasikan terapi perilaku dan kognitif. Terapi
kognitif dianggap sebagai “gelombang kedua” dari
tradisi behavior.

Gelombang 3 : Pada awal 2000-an, “gelombang


ketiga” dari tradisi perilaku muncul, memperbesar
ruang lingkup penelitian dan praktek. Perkembangan
terbaru termasuk terapi perilaku dialektis, kesadaran
berbasis pengurangan stres, kesadaran berbasis terapi
kognitif, dan penerimaan dan terapi komitmen

B. Konsep Dasar Teori Behavioristik

1. Menurut Ivan Pavlov

Pavlov mengemukakan sebuah teori belajar yang


yang menggunakan media berupa neutral
stimulus (rangsangan) agar mendapat respon
yang sama seperti pada saat unresponse
conditioning (respon yang didapat tanpa

87
menggunakan media apapun atau terjadi secara
alam.

Dalam penelitiannya, Pavlov mencoba


memberikan stimulus atau rangsangan pada
sebuah pembelajaran baru dan mengamati
responnya. Ia melakukan eksperimen terhadap
anjing dengan memberikan dua stimulus yang
bebeda dan mengamati respon yang terjadi.
Stimulus pertama yang diberikan adalah daging.
Walaupun tanpa latihan atau dikondisikan
sebelumnya, anjing pasti akan mengeluarkan air
liur jika dihadapkan dengan daging. Respon
tersebut dinamakan sebagai respon yang tidak
dikondisikan (unresponse conditioning). Stimulus
yang kedua berupa bel. Dalam hal ini belajar
tidak dapat serta merta memberikan respon yang
disebut juga dengan stimulus netral (neutral
stimulus).

Dari kedua eksperimen tersebut, menurut Pavlov


jika stimulus netral (bel) dipasangkan dengan
daging (stimulus yang tidak terkondisikan) dan
dilakukan secara berulang- ulang, maka stimulus
netral akan berubah menjadi stimulus yang
terkondisikan dan memiliki kekuatan yang sama
untuk mengarahkan respons anjing seperti ketika
ia melihat daging

88
Dengan melihat eksperimen tersebut dapat kita
wujudkan dalam proses pembelajaran dangan
memberikan stimulus yang dilakukan secara
berulang untuk hal - hal yang baru agar
mendapatkan respons yang sama seperti hal-hal
yang telah diketahui sebelumnya. Teori belajar
ini disebut dengan “Teori Belajar Kondisioning
Klasik (clasical conditioning) yang berarti
perilaku manusia telah diarahkan oleh sebuah
rangsangan.

Beberapa penerapan prinsip kondisioning klasik


dalam kelas:

a. Memberikan suasana yang menyanangkan


ketika memberikan tugas-tugas belajar.
b. Membantu siswa mengatasi situasi - situasi
yang mencemaskan atau menekan.
c. Membantu siswa untuk mengenal perbedaan
dan persamaan terhadap situasi-situasi
sehingga dapat menggeneralisasikannya
secara tepat.
2. Menurut Edward Lee Throndike

Throndike menyatakan bahwa perilaku belajar


manusia ditentukan oleh stimulus yang ada di
limgkungan sehingga menimbulkan respons
secara refleks. Stimulus yang terjadi setelah
sebuah perilaku terjadi akan mempengaruhi

89
perilaku selanjutnya. Dia juga telah
mengembangkan hukum law effect yang
menyatakan bahwa jika sebuah tindakan yang
memuaskan dalam lingkungan, maka
kemungkinan tindakan itu akan diulang kembali
akan semakin meningkat, begitupun sebaliknya.
Dengan kata lain, konsekuen – konsekuen dari
perilaku seseorang akan memainkan peran
penting bagi terjadinya perilaku – perilaku yang
akan datang.

3. Menurut Burrus Frederic Skinner

Teori Skinner tak jauh berbeda dengan yang di


kemukakan oleh Throndike bahwa ada hubungam
antara perilaku dan konsekuen – konsekuen yang
mengikutinya. Misalnya, jika perilaku seseorang
menghasilkan konsekuen yang menyenangkan,
maka ia akan melakukan perilaku tersebut lebih
sering lagi. Menggunakan konsekuen yang
menyenangkan atau tidak untuk mengubah
perilaku sering disebut operant conditioning.
C. Aplikasi Teori Behavioristik Dalam
Pembelajaran.

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam menerapkan


teori behavioristik adalah ciri-ciri kuat yang
mendasarinya yaitu:

a. Mementingkan pengaruh lingkungan

90
b. Mementingkan bagian-bagian
c. Mementingkan peranan reaksi
d. Mengutamakan mekanisme terbentuknya hasil
belajar melalui prosedur stimulus respon
e. Mementingkan peranan kemampuan yang
sudah terbentuk sebelumnya
f. Mementingkan pembentukan kebiasaan melalui
latihan dan pengulangan
g. Hasil belajar yang dicapai adalah munculnya
perilaku yang diinginkan.

Sebagai konsekuensi teori ini, para guru yang


menggunakan paradigma behaviorisme akan menyusun
materi pelajaran dalam bentuk yang sudah siap, sehingga
tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa
disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak
memberi ceramah, tetapi instruksi singkat yng diikuti
contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui
simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang
sederhana samapi pada yang kompleks.

Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian kecil yang


ditandai dengan kerajinan suatu keterampilan tertentu.
Pembelajaran diarahkan pada hasil yang dapat diukur dan
diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan
dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan
dapat menjadi kebiasaan. Hasil yang diharapkan dari
penerapan teori behavioristik ini adalah membentuknya
suatu perilaku yang diinginkan. perilaku yang diinginkan

91
mendapat penguatan positif dan perilaku yang kurang
sesuai mendapat penghargaan negatif. Evaluasi atau
penilaian yang mempengaruhi perilaku yang tampak. Kritik
terhadap behavioristik adalah pembelajaran yang
ditekankan pada guru, bersifaat mekanistik, dan hanya
dipusatkan pada hasil yang dapat diamati dan diukur. Kritik
ini sangat tidak berdasar karena penggunaan teori
behavioristik mempunyai persyartan tertentu sesuai dengan
ciri yang dimunculkannya. Tidak setiap mata pelajaran bisa
memakai metode ini, sehingga kejelian dan kepekaan guru
pada situasi dan kondisi pembelajaran sangat penting untuk
menerapkan kondisi behavioristik.Metode behavioristik ini
sangat cocok untuk perolehan kemampaun yang
membuthkan praktek dan pembiasaan yang mengandung
unsur-unsur seperti :Kecepatan, spontanitas, kelenturan,
reflek, daya tahan dan sebagainya, contohnya: percakapan
bahasa asing, mengetik, menari, menggunakan komputer,
berenang, olahraga dan sebagainya. Teori ini juga cocok
diterapkan untuk melatih anak-anak yangmasih
membutuhkan dominasi peran orang dewasa, suka
mengulang dan harus dibiasakan, suka meniru dan senang
dengan bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen
atau pujian.Penerapan teori perilaku yang salah dalam suatu
situasi pembelajaran juga mengakibatkan terjadinya proses
pembelajaran yang sangat tidak menyenangkan bagi siswa
yaitu guru sebagai pusat, memperindah otoriter, komunikasi
berlangsung satu arah, guru melatih dan menentukan apa
yang harus dipelajari murid. Murid dipandang pasif , perlu

92
motivasi dari luar, dan sangat dipengaruhi oleh penguatan
yang diberikan guru. Murid hanya mendengarkan dengan
tertib penjelasan guru dan menghafalkan apa yang didengar
dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oelh para
tokoh behavioristik justru dianggap sebagai metode yang
paling efektif untuk menertibkan siswa.

D. Kelebihan Teori Behavioristik

1. Materi yang mendetail


2. Membangun konsentrasi dalam berpikir
3. Membiasakan murid belajar secara mandiri
4. Cocok diterapkan untuk anak yang masih
membutuhkan peran orang dewasa.
5. Membuat tenaga pendidik bersikap lebih jeli.
6. Bahan pelajaran sudah disusun secara hierarki.
7. Mampu mengarahkan peserta didik berpikir linear.
8. Mampu membawa peserta didik dalam mencapai
target tertentu

E. Kekurangan Behavioristik

1. Sebuah konsekuensi untuk menyusun bahan


pelajaran dalam bentuk yang sudah siap.
2. Tidak setiap pelajaran dapat menggunakan metode
ini.

93
3. Murid berperan sebagai pendengar dalam proses
pembelajaran dan menghafalkan apa di dengar dan
di pandang sebagai cara belajar yang efektif.
4. Penggunaan hukuman yang sangat dihindari oleh
para tokoh behavioristik justru dianggap sebagai
metode yang paling efektif untuk menertibkan
siswa.
5. Murid dipandang pasif, perlu motifasi dari luar, dan
sangat dipengaruhi oleh penguatan yang diberikan
oleh guru.
6. Murid hanya mendengarkan dengan tertib
penjelasan dari guru dan mendengarkan apa yang
didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang
efektif sehingga inisiatif siswa terhadap suatu
permasalahan yang muncul secara temporer tidak
bisa diselesaikan oleh siswa.
7. Cenderung mengarahakan siswa untuk berfikir
linier, konvergen, tidak kreatif, tidak produktif, dan
menundukkan siswa sebagai individu yang pasif.
8. Pembelajaran siswa yang berpusat pada guru
(teacher cenceredlearning) bersifat mekanistik dan
hanya berorientasi pada hasil yang dapat diamati
dan diukur.
9. Penerapan metode yang salah dalam pembelajaran
mengakibatkan terjadinya proses pembelajaran yang
tidak menyenangkan bagi siswa, yaitu guru sebagai
center, otoriter, komunikasi berlangsung satu arah.

94
Nama Anggota Kelompok 9 :

 Debriani Tomasuy
 Higa Kire
 Maria Feninda Nalle
 Mehida Imer Nomleni
 Petrus Kaledi Wawu
 Serly Tefa
 Ida Here

95
Daftar Pustaka

Krismawati, Yeni. "Teori psikologi perkembangan Erik H.


Erikson dan manfaatnya bagi tugas pendidikan Kristen 95
dewasa ini."

KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) 2.1


(2018): 46-56. Putri, Alifia Fernanda. "Pentingnya orang
dewasa awal menyelesaikan tugas perkembangannya."
SCHOULID: Indonesian JournalofSchoolCounseling 3.2 (2019):
35-40.

Brebahama, A., &Listyandini, R. A. (2016). Gambaran tingkat


kesejahteraan psikologis penyandang tunanetra

96

Anda mungkin juga menyukai