PENDAHULUAN
1
angka kelahiran adalah 5 juta bayi pertahun, maka diperkirakan lebih dari
1600 bayi dengan SHK akan lahir tiap tahun.
Pemeriksaan skrining hipoteroid kongenital saat lahir pada anak 0-
59 bulan menurut kabupaten/provinsi jambi Rikesdas 2018 yang dilakukan
pemeriksaan tertimbang 1.905 dari jumlah pemerikdaan 4,42 dan tidak
periksaan 59,87 dimana proporsi skining kongenital anak 0-59 bulan yang
mendapatkan hipoteroid kongenital pada saat umur 48-72 jam/jumlah anak
umur 0-59 bulan. Data dikumpulkan berdasarkan obervasi pada dokumen
buku KIA/buku catatan kesehatan lainnya atau pengakuan responden.
Untuk mendukung program SHK, Kementerian Kesehatan RI telah
menetapkan SK Menkes Nomor 829/Menkes/SK/IX/2009. Kelompok
Kerja Nasional Skrining Bayi Baru Lahir telah dibentuk pemerintah untuk
menyukseskan program SHK. Program pendahuluan telah dilakukan
dimulai pada tahun 2008 di 8 provinsi, yaitu Sumatera Barat, DKI Jakarta,
Jabar, Jateng, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Bali dan Sulawesi Selatan.
Perluasan cakupan program SHK dilakukan secara bertahap oleh
Kementerian Kesehatan. Pada tahun 2013, SHK telah dilaksanakan di 11
provinsi. SHK sudah di sosialisasikan di 14 provinsi di Indonesia yakni,
Sumetera Barat, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa
timur, Bali, Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara,
Sulawesi Utara, Aceh, Kalimantan Timur, dan Lampung hingga tahun
2014.
Secara garis besar dampak hipoteroid kongenital dalam
permenkes nomor 78 tahun 2014 dalam lampiran intinya menyatakan
jika dampak terhadap anak dapat mengalami kecacatan dan gangguan
pertumbuhan fisik secara keseluruhan dan bagi keluarga menjadi beban
psikologis maupun ekonomi merawat anak dengan retradasi mental,
kemudian berdampak juga pada negara yang akan menambah beban
negara untuk menanggung pendidikan dengan anak yang berkebutuhan
kusus dan generasi bangsa menjadi tidak berkualitas. Kurangnya upaya
deteksi dini maka secara akumulatif akan berpotensi menurunkan kualitas
2
manusia di Indonesia serta menjadi masalah kesehatan di masa
mendatang. (Kemenkes RI ; 2015).
Penyebab terjadinya HK (Hipoteroid Kongenital) adalah tidak
memadainya produksi hormon tiroid pada bayi baru lahir. Manifestasi
klinis pada awal kehidupan jarang ditunjukkan, namun HK memiliki
banyak dampak yang merugikan jika tidak didiagnosis dan diberikan
terapi sedini mungkin. Anak yang menderita HK dapat mengalami
retardasi mental dengan kemampuan IQ dibawah nilai rata- rata normal
jika terjadi keterlambatan penemuan dan pengobatan dini. Hasil penelitian
di Indonesia memperlihatkan keterlambatan terapi dalam waktu 5- 6 bulan
dapat mempengaruhi IQ, yaitu anak dengan kondisi tersebut memiliki
kecenderungan IQ sekitar 70. Pada hasil evaluasi rekam medis di RSUD
Dr. Cipto Mangunkusumo dan RS Hasan Sadikin menunjukkan bahwa
lebih dari 70% kasus HK terdiagnosis pada usia di atas satu tahun dengan
keadaan defisit mental permanen. Hanya 2,3% kasus yang terdiagnosis
pada usia kurang dari tiga bulan, dimana bayi tersebut memiliki
karakteristik berupa pertumbuhan minimal dan gangguan perkembangan
(Kurniawan ; 2020).
Maka atas dasar latar belakang masalah tersebut maka saya
mengambil sebuah judul skripsi untuk penelitain saya dengan JUDUL
“ANALISIS PELAKSANAAN PEMERIKSAAN SKRINING
HIPOTEROID KONGENITAL DIWILAYAH KERJA KONI KOTA
JAMBI”.
3
Program, dan anggota keluarga, yang dilakukan dengan wawancara secara
mendalam. Penelitian ini akan dilakukan karena masih banyaknya
ditemukan tidak dilakukan pemeriksaan skrining hiporteroid Kongenital.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan observasi dan
wawancara serta fakta lapangan.
4
BAB II
TINJUAN PUSTAKA
2.1.2 Etiologi
5
sebagainya), tiroidektomi, dan penyakit infiltratif seperti sistinosis dan
hipopituitarisme (Prasetyowati et al ; 2015).
6
Hipotiroidisme kongenital sekunder atau bisa disebut dengan HK sentral
biasanya disebabkan oleh defisiensi TSH terisolasi atau hipopituitarisme
kongenital (defisiensi hormon hipofisis multipel). Sedangkan pada HK
perifer, penyebabnya yaitu defek transpor hormon tiroid
(monocarboxylate transporter 8), defek metabolik hormon tiroid
(selenocysteine insertion sequence binding protein 2) atau resistensi
hormon tiroid (Rastogi dan LaFranchi., 2010 ; Kurniawan ; 2020).
2.1.3 Patofisiologi
7
dari usia 12 minggu. Hormon T4 dan T3 juga dapat dideteksi dalam
serum janin dari umur kurang lebih 12 minggu. Produksi TRH dari
hipotalamus, TSH dari kelenjar pituitari, dan T4 dari kelenjar tiroid secara
bertahap meningkat dari trimester kedua sampai usia kehamilan 36
minggu. Tingkat T3 tetap rendah pada janin, karena peningkatan
produksi reverse T3. Kadar deiodinase meningkat dari 30 minggu
kehamilan. Pada perkembangan jaringan otak dibutuhkan T3, dimana T3
akan bergantung pada konversi lokal T4 ke T3, karena sistem saraf pusat
janin resisten terhadap T3 ibu (Patel et al ; 2011).
8
parahnya gejala yang ditunjukkan tergantung pada tingkat defisiensi
kekurangan hormont tiroid serta usia saat diagnosis dibuat (Pezzuti et al ;
2009).
2.1.5 Diagnosis
9
daerah di mana skrining tersebut dilakukan. Namun, HK tetap menjadi
penyebab utama gangguan intelektual yang dapat dicegah di daerah
program skrining bayi baru lahir tidak dilakukan (Bauer dan Wassner ;
2019).
10
dan sekitar 35% pasien dengan eutopik kelenjar tiroid dapat memiliki
penyakit yang tidak menetap sehingga memerlukan terapi seumur hidup
(Rabbiosi et al ; 2013 ; McGrath et al ; 2018).
11
Perkembangan anak dengan HK telah diteliti sebelumnya. Studi
dilakukan dengan membandingkan indeks perkembangan anak dengan
hipotiroid kongenital dengan anak sehat menggunakan kuesioner usia dan
tes ASQ (children development screening test) tahun 2017. Hasil yang
didapatkan adalah skor rata-rata indikator perkembangan pada anak
dengan hipotiroidisme kongenital secara signifikan lebih rendah daripada
kelompok sehat (Khabiri et al ; 2017). Penelitian oleh Sun et al ;(2012)
juga menyebutkan bahwa anak-anak yang terkena HK memiliki skor
developmental quotient (DQ) yang lebih rendah daripada kelompok
kontrol.
12
segera dilakukan intervensi secepatnya (Kemenkes ; 2014).
13
Gambar 2.3 Algoritma Diagnosis HK (IDAI ; 2017).
24
Tabel 3. Reference Range Tes Hormon Tiroid Pada Bayi
Berdasarkan Usia.
Kadar hormon tiroid akan lebih tinggi dalam satu hingga empat hari
setelah lahir. Sedangkan pada usia dua hingga empat minggu, kadarnya
akan menurun hingga lebih dekat ke referensi yang umumnya terlihat
pada bayi. Jika kadar TSH serum meningkat dan FT4 atau T4 total
rendah, maka diagnosis mengarah pada hipotiroidisme primer. Namun
jika kadar TSH serum meningkat, tetapi FT4 atau T4 total berada di
kisaran normal, kondisi bayi diklasifikasikan sebagai hipotiroidisme
subklinis primer. Hal tersebut dikarenakan perkembangan otak baru
bergantung pada kadar optimal hormon tiroid. Bayi yang mengalami
hipotiroidisme subklinis dianjurkan untuk dirawat. Peningkatan kadar
TSH bisa ditemukan atau tidak ditemukan pada bayi yang lahir prematur
ataupun bayi yang mengalami hipotiroidisme primer akut ketika
dilakukan skrining pertama kali. Maka dari itu, perlu dilakukan skrining
kedua. Pengobatan dengan levotiroksin langsung diberikan ketika
diagnosis HK ditegakkan (Kurniawan ; 2020).
Persiapan
Pengambilan spesimen
Tatalaksana spesimen
Skining bayi baru lahir dengan kondisi khusus
1. Persiapan
a. Persiapan bayi dan keluarga
Memotivasi keluarga, ayah atau ibu bayi baru lahir sangat penting.
Penjelasan pada orngtua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan
pengambilan tetes darah tumit bayi dan keunutngan skrining ini bagi
masa depan bayi akan mendorong orang tua untuk mau melakukan
skrining bagi bayinya.
b. Persejutuan/penolakan
1) Persetujuan (infomed consent)
Bila tindakan pengambilan darah bbl ditolak, maka orang tua harus
menanda tangani formulir penolakan. Hal ini dilakukan agar jika
dikemudian hari didapati bayi yang bersangkutan menderita hipoteroid
kongenital, orang tua tidak akan menuntut atau menyalahkan tenaga
kesehatan dan atau fasilitas pelayanan kesehatan.
c. Persiapan Alat
Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena
pada saaat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan
sejumlah hasil tinggi/positif palsu (false positive). dipulangkansebelum 24
jam, maka spesimen perlu diambil pada kunjungan neonatal berikutnya
melalui kunjungan rumah atau pasien diminta datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan.
b. Data/identitas bayi
Isi identitas bayi dengan lengkap dan bener dalam kertas saring. Data
yang kurang lengkap akan memeperlambat penyampaian hasil tes.
Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari
kepala bayi.
Agar bayi lebih tenang, pengambilan spesimen dilakukan ambil
disusui ibunya atau dengan perlekatan kulit bayi dengan kulit ibu
(skin to skin ).
Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral tumit kiri atau kanan
sesuai daerah berwarna merah.
Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas alkhol
70%, biarkan kering.
Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai dengan ukuran
kedalaman 2 mm. Gunakan lanset dengan ujung berbentuk pisau.
Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain steril.
Kemudian lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah
yang cukup besar. Hindarkan gerakan memeras karena akan
mengakibatkan hemoloss atau darah tercampur cairan jaringan.
Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulatan kertas saring bulatan
terisi penuh dan tembus kedua sisi. Hindarkan tetesan darah yang
berlapis-lapis. Ulangi meneteskan darah keatas bulatan lain. Bila
darah tidak cukup, lakukan tusukan ditempat terpisah dengan
menggunakan lanset baru. Agar bisa diperiksa, dibutuhkan sedikitnya
satu bulatan penuh spesimen darah kertas saring.
Sesudah bulatan kertas daring terisi penuh, tekan bekas tusukan
dengan kasa/kapas steril sambil mengangkat tumit bayi sampai
berada diatas kepala bayi. Bekas tusukan diberi pester ataupun
pembalut hanya jika diperlukan.
3. Tatalaksana Spesimen
a. Metode pengeringan spesimen
b. Pengeriman/transportasi spesimen
Setelah kering spesimen siap dikirim. Ketika spesimen akan dikirim,
masukan kedalam kantong plastik zip lock. Satu lembar kertas saring
dimasukan kedalam datu plastik. Dapat juga dengan menyusun kertas
saring secara selang-seling untuk menghindari agar bercak darah
tidak saling bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak darah.
Masukan kedalam amplop dan sertakan daftar spesimen yang
dikirim.
Amplop berisi spesimen dimasukan kedalam kantong plastik agar
tidak tertembus cairan/kontaminan sepanjang perjalanan.
Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen atau
dikirim melalui layanan jasa pengiriman yang tersedia.
Spesimen dikirimkan kelaboratorium SHK yang ditunjuk oleh
kementerian kesehatan.
Pengiriman tidak boleh dari 7 (tujuah) hari sejak spesimen diambil.
Perjalan pengiriman tidak boleh dari 3 hari.
2.2.3 Tindak Lanjut Skirining
Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 U/mL,
maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim
spesimen dalam waktu 7 hari.
Nilai TSH yang demikian menunjukan hasil yang tinggi, sehingga perlu
pengambilan spesimen ulang (resample) atau dilakukan pemeriksaan
DUPLO diperiksa dua kali dengan spsimen yang sama, kemudian diambil
nilai rata-rata. Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan:
Kadar TSH antara < 20 U/mL, maka hasil tersebut dianggap normal.
Kadar TSH > 20 U/mL, maka harus dilakukan pemeriksaan TSH dan
FT4 serum, melalui tes konfirmasi.
METODE PENELITIAN
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau dari lisan orang-orang dan pelaku
Kota Jambi.
1) Kepala puskesmas
2) Pemegang Program
3) Bidan BPS
konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang akan
1. Input
kongenital.
kongenital.
Bagan 3.1
a. Man Analisis
b. Machine pelaksanaan
c. Money pemeriksaan Evaluasi
d. Methode skrining pelaksanaan
3.5 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
b. Observasi
kepada partisipan.
2. Data Sekunder
lainnya.
Dalam bagian ini harus di uraikan rencana yang akan dilakukan untuk
a. Mengumpulkan data dari informasi yang didapat baik dari catatan maupun
hasil rekaman pada saat diskusi maupun wawancara mendalam yang telah
dilaksanakan.
sistematis.
.