Anda di halaman 1dari 6

KORELASI SKRINING HIPOTIROID KONGINETAL

DENGAN HIPERBILIRUBINEMIA DI RS MITRA


KELUARGA DEPOK

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Meraih Gelar Sarjana Sains Terapan

Oleh

Dian Indarwati
NIM : P3.73.34.2.22.107

PROGRAM STUDI DIPLOMA IV


JURUSAN TEKNOLOGI LABORATORIUM MEDIS
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA III
2022
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Hipotiroid  atau kelenjar tiroid yang kurang aktif, terjadi apabila kelenjar

tiroid tidak menghasilkan hormon tiroid yang cukup. Artinya sel tubuh tidak

mendapatkan hormon tiroid yang cukup untuk bekerja dengan baik dan

metabolisme tubuh pun melambat. Hipotiroid bisa disebabkan oleh banyak hal,

diantaranya penyakit autoimun, kerusakan kelenjar tiroid, yodium yang terlalu

banyak atau terlalu sedikit serta akibat pengobatan dengan radiasi. Jika tak

diobati, gejala hipotiroid akan meningkat dan menyebabkan komplikasi yang

serius sampai mengancam jiwa. (P2PTM Kemenkes RI)

Hipotiroid Kongenital adalah kurangnya produksi hormone tiroid pada bayi

bru lahir. Hal ini dapat terjadi karena cacat anatomis kelenjar tiroid, kesalahan

metabolism tiroid, atau kekurangan iodium.

Hiperbilirubinemia adalah terjadinya peningkatan kadar bilirubin dalam

darah, baik oleh faktor fisiologik maupun non-fisiologik, yang secara klinis

ditandai dengan ikterus. Bilirubin diproduksi dalam sistem retikuloendotelial

sebagai produk akhir dari katabolisme heme dan terbentuk melalui reaksi oksidasi

reduksi.
“Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah skrining atau uji saring yang

dilakukan pada bayi baru lahir untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid

Kongenital (HK) dan bayi yang bukan penderita. Pada pelaksanaanya, Skrining

Hipotiroid Kongenital dilakukan dengan pengambilan sampel darah pada tumit

bayi yang berusia minimal 48 sampai 72 jam dan maksimal 2 minggu oleh tenaga

kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan pemberi layanan.

Manifestasi klinis pada neonatus sering tidak spesifik, namun manifestasi

yang didapatkan setelah lahir berupa usia gestasi > 42 minggu, bayi baru lahir

>4kg ikterik >3 hari setelah lahir, edema, hernia umbilicus. Penegakan diagnosa

dapat dilakukan skrining tiroid. Skrining tiroid pada neonates dilakukan sebelum

keluar dari rumah sakit, antara hari ke-2 sampai usia ke-4 bayi, dengan

memeriksakan kadar TSH dan T4.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas hidup anak adalah dengan

melaksanakan pemeriksaan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK). Hal tersebut

sudah tercantum dalam Peraturan Menteri  Kesehatan (Permenkes) No. 25 Tahun

2014 tentang Upaya Kesehatan Anak, dan diperjelas secara teknis dengan

Permenkes No. 78 Tahun 2014 tentang SHK.  Permenkes tersebut menegaskan

bahwa salah satu pelayanan kesehatan bayi baru lahir adalah skrining bayi baru

lahir, yang dilakukan terhadap setiap bayi baru lahir oleh tenaga kesehatan, dan

paling sedikit meliputi Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK).

Adanya peraturan Permenkes tersebut menjadikan dokter anak di beberapa

Rumah Sakit mengajukan permintaan pemeriksaan laboratorium Skrining


Hipotiroid Kongenital (SHK) bersamaan dengan pemeriksaan bilirubin pada

pasien bayi baru lahir, termasuk salah satunya dokter anak di RS Mitra Keluarga

Depok.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh dr. Aman B. Pulungan dalam

Kelompok Kerja Nasional Skrining Bayi Baru Lahir didapatkan angka kejadian

hipotiroid kongenital ini 1:2916. Pada tahun 2012 didapatkan 906 kasus hipotiroid

kongenital di seluruh Indonesia. Dan Berdasarkan penelitian yang dilakukan di

RSCM dan RSHS, sebanyak 70% diagnosis hipotiroid kongenital baru diketahui

pada anak usia di atas 1 tahun. Pada pada usia tersebut, gangguan pada otak yang

terjadi sudah permanen dan mengalami gangguan pertumbuhan yang sudah tidak

dapat dikembalikan. Keterlambatan diagnosis ini dikarenakan anak yang

menderita hipotiroid kongenital, jarang memperlihatkan gejala klinis pada awal

kehidupan.  Pada penelitian yang sama juga ditemukan kurang dari 5% yang bisa

dikenali sebelum usia 3 bulan dan dengan pengobatan dapat meminimalkan

keterbelakangan pertumbuhan dan perkembangan.

Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti bermaksud melakukan penelitian

yang berjudul korelasi skrining hipotiroid neonatus dengan hiperbilirubinemia di

Rs Mitra Keluarga Depok.

B. Rumusan masalah

Apakah terdapat korelasi yang bermakna pada pemeriksaan skrining

hipotiroid neonatus dengan hiperbilirubinemia pada bayi baru lahir ?


C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Untuk mengetahui apakah ada korelasi skrining hipotiroid neonatus dengan hasil

bilirubin pada bayi baru lahir di Rs Mitra Keluarga Depok.

2. Tujuan khusus

Mengetahui korelasi skrining hipotidroid neonates dengan hasil bilirubin pada bayi

baru lahir di Rs. Mitra Keluarga Depok

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Institusi Menambah kepustakaan Program Studi Jurusan Teknologi

Laboratorium Medis Poltekkes Kemenkes Jakarta III.

2. Bagi Peneliti

a. Sebagai pemenuhan salah satu syarat bagi peneliti untuk meraih gelar Sarjana

Sains Terapan.

b. Sebagai salah satu referensi dalam melakukan pemeriksaan skrining hipotiroid

neonatus dan bilirubin pada bayi baru lahir.

3. Bagi Instansi

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan

bagi Ahli Teknologi Laboratorium Medis dan tenaga medis lainnya akan
pentingnya pemeriksaan skrining hipotiroid neonatus dan bilirubin pada bayi baru

lahir dan untuk penanganan hasil yang akurat guna menunjang diagnosa yang

tepat.

Anda mungkin juga menyukai