Anda di halaman 1dari 40

PROPOSAL SKRIPSI

EFEKTIFITAS PENYULUHAN KESEHATAN DENGAN MEDIA


VIDEO UNTUK MENINGKATKAN PENGETAHUAN IBU
NIFAS TENTANG SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL
(SHK) PADA NEONATUS

Oleh:
SRI WIDOWATI PRIHATININGSIH
NIM: 1377424520112

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEBIDANAN DAN PROFESI


BIDAN SEMARANG JURUSAN KEBIDANAN
POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Memiliki anak yang tumbuh dan berkembang secara normal
merupakan idaman setiap orang tua, tetapi pada kenyataannya tidak
jarang dijumpai anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan
yang mengakibatkan alur tumbuh kembangnya tidak mengikuti alur
perkembangan yang normal. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh
bawaan (faktor biologis), faktor lingkungan (nurture), maupun
kombinasi di antara keduanya. Salah satu faktor biologis yang dapat
menghambat tumbuh kembang anak adalah adanya abnormalitas
fungsi tiroid seperti hipotiroid (Yusuf dan Zulkarnain, 2017).
Hipotiroid kongenital adalah keadaan menurun atau tidak
berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir. Hal ini terjadi
karena kelainan anatomi atau gangguan metabolisme pembentukan
hormon tiroid atau defisiensi iodium. Hormon Tiroid yaitu Tiroksin
yang terdiri dari Tri- iodotironin (T3) dan Tetra-iodotironin (T4),
merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar
gondok). Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium.
Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh,
metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta
pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini
sangat penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.
Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa
mengakibatkan hambatan pertumbuhan (cebol/stunted) dan retardasi
mental (keterbelakangan mental), Hipotoroid kongenital perlu di
deteksi sedini mungkin untuk mencegah gangguan pertumbuhan
dan mencegah anak mengalami gangguan intelektual di
kemudian hari, terutama pada ibu hamil yang tinggal didaerah
endemik kekurangan iodium, dan pada ibu yang kurang asupan
yodium. ( Pedoman SHK, Kemenkes RI , 2014).
Secara garis besar dampak Hipotiroid Kongenital disebutkan
dalam Permenkes Nomor 78 tahun 2014 dalam lampiran yang intinya
menyatakan jika dampak terhadap anak dapat mengalami kecacatan
dan gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan dan bagi
keluarga menjadi beban psikologis maupun ekonomi merawat anak
dengan retradasi mental, kemudian berdampak juga pada negara yang
akan menambah beban negara untuk menanngung pendidikan dengan
anak yang berkebutuhan khusus dan generasi bangsa menjadi tidak
berkualitas. Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu
penyebab tersering retardasi mental yang dapat dicegah.
Kelainan ini disebabkan oleh kurang atau tidak adanya hormon
tiroid sejak dalam kandungan. Hormon tiroid sudah diproduksi
dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12 minggu.
Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme sel diseluruh tubuh
sehingga berperan penting pada pertumbuhan dan
perkembangan anak (IDAI, 2010: 205)
Berdasarkan informasi yang di dapat dari IDAI, pada saat ini
lebih dari 1,7 juta orang di Indonesia berpotensi mengalami
gangguan tiroid. Hal tersebut akibat tingkat kesadaran dan
pemahaman masyarakat tentang gangguan tiroid ini masih
sangat rendah. Data yang dikumpulkan dari Unit Koordinasi Kerja
Endokrinologi Anak oleh Kemenkes RI dari tahun 2000‐2013,
Indonesia mempunyai kasus positif gangguan tiroid pada bayi yang
baru lahir sebanyak 1:2.736. Jumlah ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan berdasarkan rasio global yaitu 1:3000
kelahiran. ( IDAI, 2015. Bayi baru lahir harus skrining hipotiroid
kongenital ) Pada saat ini, data Hipertiroid Kongenital di Indonesia
baru dapat diperoleh dari RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
dan RS Hasan Sadikin Bandung menyebutkan bahwa kejadian
Hipotiroid Kongenital tahun 2000 sampai dengan september 2014,
dari 213.669 bayi baru lahir yang dilakukan Skrinning Hipotiroid
Kongenital, didapatkan hasil positif berjumlah 85 bayi atau 1 : 2513
kelahiran (lebih tinggi dari rasio global 1: 3000 kelahiran). Jika angka
kelahiran sebanyak 5 juta bayi per tahun, dengan kejadian 1 : 3000
kelahiran maka terdapat lebih dari 1600 bayi dengan Hipotiroid
Kongenital per tahun yang akan terakumulasi tiap tahunnya.
( Infodatin (Yg ditulis nama pengarangnya) (pusat data informasi
Kemenkes RI), 2015, situasi dan analisis penyakit hipotiroid. Hlm 6)
Tanpa upaya deteksi dan terapi dini (Skrining) maka secara
kumulatif keadaan ini akan menurunkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia di kemudian hari dan akan menjadi masalah
kesehatan masyarakat yang besar pada masa mendatang. Tujuan
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada bayi baru lahir (Neonatus
) adalah menghilangkan atau menurunkan mortalitas, morbiditas dan
kecacatan akibat penyakit hipotiroid kongenital (Kementrian
Kesehatan RI, 2010). Insidens hipotiroid di Indonesia
diperkirakan jauh lebih tinggi lagi sebesar 1:1.500 kelahiran
hidup (IDAI 2010).Upaya ini diharapkan dapat menjamin bahwa
bayi yang menderita Hipotiroid Kongenital secepatnya didiagnosis
dan mendapatkan pengobatan yang optimal. Pengobatan optimal bisa
tercapai antara lain dengan kerjasama orang tua /keluarga. Setelah
konfirmasi diagnosis, harus secepatnya diberikan pengobatan
dengan L-T4. Sodium levotiroksin (Na-L tiroksin) merupakan
obat yang terbaik. Orang tua pasien harus diberikan penjelasan
mengenai kemungkinan penyebab hipotiroid, pentingnya
kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika terapi
diberikan secara dini. Untuk neonatus yang terdeteksi pada
minggu-minggu awal kehidupan direkomendasikan untuk
memberikan dosis inisial seperti sebesar 10-15 µg/kg/hari karena
lebih cepat dalam normalisasi kadar T4 dan TSH.
Penjelasan kepada orang tua tentang skrining pada bayi baru
lahir dan keuntungan skrining ini bagi masa depan bayi akan
mendorong orang tua untuk mau melakukan skrining bagi bayinya.
Makin dini para orang tua mendapatkan penjelasan dan termotivasi,
makin besar kemungkinan skrining BBL dapat dilaksanakan
(Kementrian Kesehatan RI, 2014). Tingkat pemahaman orang tua
tentang pentingnya skrining ini perlu ditingkatkan, sebab perilaku
yang tidak tepat dan kurangnya pengetahuan berkontribusi terhadap
morbiditas dan mortalitas anak (Unicef, 2012). Kekurangan hormon
yang dialami bayi sejak lahir ini dapat mengakibatkan gangguan
pertumbuhan, perkembangan dan keterbelakangan mental.
Gangguan tumbuh kembang ini akan berakibat peningkatan
morbiditas , mortalitas, disabilitas, beban psikososial dan
kerugian ekonomi. Bila tidak dilakukan intervensi, diperkirakan
pada 16-26 tahun mendatang sekitar 24.000-39.000 penduduk
Indonesia berpotensi menyandang keterbelakangan mental.
Kerugian yang harus di tanggung Negara diperkirakan mencapai
5.000-8.000 triliyun rupiah, dengan asumsi bahwa setiap
tahunnya Negara merugi sebesar 309 triliyun.
Menurut data hasil laporan Kesehatan Ibu dan Anak di
wilayah di Puskesmas Susukan 1 , Kabupaten Banjarnegara tahun
2019 terdapat ibu bersalin sebanyak 724 , kelahiran hidup sebanyak
722 dan 2 lahir mati. Untuk Neonatus yang di lakukan skrining
Hipotiroid Kongenital sebanyak 141 Neonatus atau baru sebanyak
19% . Hal ini disebabkan karena masih rendahnya pengetahuan
orangtua tentang pentingnya skrining Hipotiroid Kongenital, sehingga
ada neonatus yang tidak di ijinkan dilakukan skrining karena orangtua
merasa kasihan bayinya diambil darahnya.
Meskipun upaya untuk meningkatkan pengetahuan orangtua
tentang pentingnya skrining Hipotiroid Kongenital sudah dilakukan,
baik penyuluhan kesehatan dengan menggunakan leaflet maupun
penyuluhan kelompok, tetapi hal ini belum membuahkan hasil
yang maksimal, cakupan bayi yang dilakukan Skrining
Hipotiroid Kongenital masih rendah. Hal ini dimungkinkan
media penyuluhan yang digunakan kurang efektif sehingga ibu
belum memahami Skrining Hipotiroid Kongenital, sehingga
media lain seperti video bisa digunakan untuk penyuluhan
Skrining Hipotiroid Kongenital
Berdasarkan hal di atas, maka penulis tertarik mengadakan
penelitian tentang Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media
Video Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Skrining
Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus. Penelitian ini baru
pertama kali dilakukan di Puskesmas Susukan 1.
B. Rumusan Masalah
Meskipun upaya untuk meningkatkan pengetahuan
orangtua tentang pentingnya skrining Hipotiroid Kongenital
sudah dilakukan, baik melalui konseling menggunakan leaflet
maupun penyuluhan kelompok, tetapi cakupan bayi yang
dilakukan Skrining Hipotirod masih sangat rendah. Untuk
Tahun 2019, di Puskesmas Susukan 1 dari 722 kelahiran hidup,
baru 144 (19%) bayi yang dilakukan Skrining Hipotiroid
Kongnital.
Berdasarkan latar belakang pemikiran di atas, maka rumusan
masalah yang ingin diangkat oleh penulis yaitu
“Bagaimana Efektifitas Penyuluhan Kesehatan Dengan Media
Video Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu Nifas Tentang Skrining
Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan “Efektifitas Penyuluhan Kesehatan
Dengan Media Video Untuk Meningkatkan Pengetahuan Ibu nifas
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus “
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus “
b. Untuk mendeskripsikan pengetahuan ibu Nifas tentang
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus sebelum
diberikan penyuluhan kesehatan dengan video, dibandingkan
dengan media leaflet
c. Untuk menganalisa efektifitas penyuluhan kesehatan tentang
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus dengan
media video.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat ilmiah
Hasil penelitian ini selain diharapkan menjadi referensi serta
bahan acuan bagi peneliti selanjutnya, dan manfaat yang lebih besar
diharapkan adalah dengan Skrining Hipotiroid kongenital akan
membantu menurunkan resiko morbiditas , mortalitas,
disabilitas, beban psikososial dan kerugian ekonomi
2. Manfaat praktis
a. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman
dan wawasan peneliti serta sebagai media untuk menerapkan ilmu
yang telah didapatkan selama di bangku perkuliahan.
b. Bagi Institusi Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi
yang nantinya dapat dijadikan pertimbangan dalam pembuatan
kebijakan khususnya yang berkaitan dengan Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK) Pada Neonatus.

b. Bagi Profesi Bidan


Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai tambahan informasi
dan kontribusi bagi tenaga kesehatan yang nantinya dapat
dipergunakan untuk meningkatkan mutu dalam memberikan
pelayanan khususnya dalam Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Pada Neonatus
c. Bagi Masyarakat
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
khususnya mengenai Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada
Neonatus

d. Bagi tempat penelitian

Sebagai salah satu sumber informasi bagi pihak Puskesmas


Susukan 1 dalam pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Pada Neonatus.

3. Manfaat Komunitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk


mengembangkan dan menambah pengetahuan masyarakat khususnya
ibu Nifas tentang pentingnya Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
Pada Neonatus.

E. Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini mencakup bidang ilmu Kedokteran khususnya
Ilmu Kesehatan Anak.
F. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada
Neonatus banyak dilakukan namun hasil dari penelitian tersebut berbeda
antara satu dengan lainnya. Penelitian yang penulis lakukan saat ini
berkaitan dengan “Efektifitas Penyuluhan Melalui Media Video
Terhadap Peningkatan Pengetahuan Ibu Nifas tentang Pentingnya
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) Pada Neonatus “
Berikut ini adalah hasil penelitian yang berkaitan tentang
pengetahuan ibu mengenai Skrining SHK yang pernah dilakukan.
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

N Judul dan
Metode Penelitian Hasil
o Pengarang
1 Gambaran Penelitian deskriptif Dari hasil penelitian
Pengetahuan Ibu dengan pendekatan didapatkan bahwa
Menyusui tentang studi kasus pada 21 pengetahuan responden
Skrining Hipotiroid partisipan ibu nifas tentang keuntungan
pemeriksaan skrining
Kongenital di
hipotiroid kongenital
RSUP dr. Wahidin terhadap tumbuh
Sudirohusodo kembang anak dengan
Makassar tahun kriteria baik adalah 13
2014 (65%), dan kurang baik
Pengarang, sebanyak 7 (35%),
Nurfadillah dimana jumlah
keseluruhan responden
yaitu 20 (100%).
2 Peran Puskesmas Penelitian ini Dalam hal
Dalam Pelaksanaan bersifat deskriptif, Kebijakan
Skrinning penelitian ini pada pemerintah
Hipotiroid umumnya Kabupaten OKU
Timur mengenai
Kongenital Untuk bertujuan untuk
program Skrinning
Menjamin mendeskripsikan Hipotiroid
Kesehatan Anak Di secara sistematis, Kongenital SHK
Puskesmas faktual dan akurat ini pemerintah
Kabupaten Oku terhadap suatu memiliki Kebijakan
Timur populasi atau untuk mendukung
Pengarang, daerah programSkrinning
Charunia tertentu.Dalam Hipotiroid
Anggraini; Y.Budi penelitian ini yaitu Kongenital tersebut
Sarwo dan Hadi tentang Peran dengan menerbit
Sulistyanto kan Peraturan
Puskesmas dalam
daerah yang diatur
pelaksanaan
dalam Peraturan
Skrinning Daerah OKU Timur
Hipotiroid No. 6 tahun 2016
Kongenital. tentang
pembentukan dan
susunan perangkat
daerah Kabupaten
OKU Timur. Dalam
dalam Kebijakan
nya daerah OKU
Timur membagi
kedudukan dan
tugas oraganisasi
daerah baik tugas
dan fungsinya
N Judul dan
Metode Penelitian Hasil
o Pengarang
dalam Peraturan
Bupati Kabupaten
OKU Timur No. 33
tahun 2016 tentang
kedudukan, susunan
organisasi, tugas
dan fungsi, serta
tata kerja dinas‐
dinas daerah.
3 Perbedaan Penelitian ini Hasil penelitian ada
Pengetahuan Ibu menggunakan perbedaan
Hamil Tentang metode penelitian pengetahuan sebelum
Skrining Hipotiroid yaitu Pra- dan sesudah
Kongenital Sebelum Eksperimen dengan diberikan
dan Sesudah pendekatan one penyuluhan yang
Diberikan group pre test-post menunjukkan bahwa
Penyuluhan Di test design. Dimana adanya peningkatan
Puskesmas Tanah penelitian ini nilai mean pre test
Tinggi Kota dilakukan dengan dengan mean post
Tangerang Tahun cara memberikan test dari 65,774
2019 pre test ter lebih menjadi 82,843.
Pengarang dahulu sebelum Sedangkan nilai
YennyAulya, diberikan standar deviasi pre
Suprihatin, intervensi, setelah test dengan standar
Dianoviani itu diberikan deviasi post test dari
intervensi, 17,3733 menjadi
kemudian dilakukan 6,8429. Dapat
post test . Teknik dilihat bahwa
pengambilan jumlah responden
sampel yang menjawab
menggunakan benar pada seluruh
purposive sampling, kelompok pertanyaan
yaitu suatu metode menjadi meningkat.
pengambilan Hasil penelitian
sampel yang menunjukkan bahwa
didasarkan pada ada nya peningkatan
suatu pertimbangan pengetahuan ibu
tertentu yang hamil tentang
dibuatoleh peneliti Skrining Hipotiroid
sendiri, Kongenital sebelum
berdasarkan ciri dan sesudah diberikan
atau sifat-sifat penyuluhan.
populasi yang
sudah diketahui
sebelumnya
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori (Variable terikat dulu yg mjd masalah baru


variable bebasnya)
1. Konsep Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah merupakan hasil “tahu” dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra
manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba menurut Bachtiar yang dikutip dari Notoatmodjo
(2014).
Pengetahuan adalah hal yang diketahui oleh orang atau
responden terkait dengan sehat dan sakit atau kesehatan, misal:
tentang penyakit (penyebab, cara penularan, cara pencegahan),
gizi, sanitasi, pelayanan kesehatan, kesehatan lingkungan,
keluarga berencana, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2014 hal
140).
Pengetahuan sangat erat hubungannya dengan
pendidikan, dimana diharapkan bahwa dengan pendidikan yang
tinggi maka orang tersebut akan semakin luas pula
pengetahuannya. Akan tetapi , bukan berarti seseorang yang
berpendidikan rendah mutlak berpengetahuan rendah pula.
Pengetahuan seseorang tentang suatu objek mengandung dua
aspek yaitu aspek positif dan aspek negatif. Kedua aspek ini
akan menentukan sikap seseorang, semakin banyak aspek positif
dan objek yang diketahui, maka akan menimbulkan sikap positif
terhadap objek tertentu.

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan (Kalau


dimasukkan di teori, brarti digunakan utk screening
bias)

a. Pendidikan
Pendidikan adalah suatu usaha untuk
mengembangkan kepribadian dan kemampuan di dalam dan di
luar sekolah (baik formal maupun non formal), berlangsung
seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin
tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi, maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang
lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang
masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang
kesehatan.

b. Informasi/ media masa


Informasi adalah sesuatu yang dapat diketahui,
namun ada pula yang menekankan informasi sebagai transfer
pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan
bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana
komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio,
surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang.
c. Sosial, budaya, dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang
tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk.
Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan
menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk
kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang.
d. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
ataupun tidak, yang akan direspon sebagai pengetahuan oeh
setiap individu.
e. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah
suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan
cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam
memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
f. Usia
Usia memengaruhi daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik.
b. Pengukuran pengetahuan
Pengukuran dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang diukur dari
subjek penelitian atau responden. Menurut Budiman dan Riyanto
(2013) dalam membuat kategori tingkat pengetahuan bisa juga
dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti
masyarakat umum yaitu: Pengukuran pengetahuan dapat
dilakukan dengan wawancara atau angket yang menayakan
tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden (Notoatmodjo, 2014)
Menurut Nurhasim (2013) Pengukuran pengetahuan
dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang yang ingin
diketahui atau diukur dapat disesuaikan dengan tingkat
pengetahuan responden yang meliputi tahu, memahami, aplikasi,
analisis, sintesis, dan evaluasi. Adapun pertanyaan yang dapat
dipergunakan untuk pengukuran pengetahuan secara umum
dapat dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan
subjektif, misalnya jenis pertanyaan essay dan pertanyaan
objektif, misalnya pertanyaan pilihan ganda, (multiple choice),
betul-salah dan pertanyaan menjodohkan.
Cara mengukur pengetahuan dengan memberikan
pertanyaan – pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian 1 untuk
jawaban benar dan nilai 0 untuk jawaban salah. Penilaian
dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor yang
diharapkan (tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya
prosentase kemudian digolongkan menjadi 3 kategori yaitu :
a.Tingkat pengetahuan kategori Baik jika nilainya 76 - 100%.
b.Tingkat pengetahuan kategori Sedang/Cukup jika nilainya 56 -
75%
c. Tingkat pengetahuan kategori Kurang jika nilainya < 56%
Dalam membuat skala tingkat pengetahuan dimana responden
adalah ibu nifas,bisa dibagi dalam 2 tingkatan yaitu:
a. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya >50%
b. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 50%

1. Hipotiroid Kongenital
a. Definisi
Hipotiroid Kongenital adalah keadaan menurun
atau tidak berfungsinya kelenjar tiroid yang didapat sejak lahir.
Hal ini terjadi karena kelainan anatomi atau gangguan
metabolisme pembentukan hormon tiroid atau defisiensi iodium.
(Buku Pedoman SHK, Kemenkes RI, 2014)
Hormon Tiroid yaitu Tiroksin yang terdiri dari Tri-
iodotironin (T3) dan Tetra-iodotironin (T4), merupakan hormon
yang diproduksi oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok).
Pembentukannya memerlukan mikronutrien iodium. Hormon ini
berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh, metabolisme,
pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan
dan perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini sangat
penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh.
Kekurangan hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan,
bisa mengakibatkan hambatan – hambatan pertumbuhan
(cebol/stunted) dan retardasi mental (keterbelakangan mental).
Perjalanan hormon tiroid dalam kandungan dapat
dijelaskan sebagai berikut. Selama kehamilan, plasenta berperan
sebagai media transportasi elemen-elemen penting untuk
perkembangan janin. Thyroid releasing hormone (TRH) dan
iodium yang berguna untuk membantu pembentukan hormon
tiroid (HT) janin bisa bebas melewati plasenta. Demikian juga
hormon tiroksin (T4). Namun disamping itu, elemen yang
merugikan tiroid janin seperti antibodi (TSH receptor antibody)
dan obat anti tiroid yang dimakan ibu, juga dapat melewati
plasenta. Sementara TSH, yang mempunyai peranan penting
dalam pembentukan dan produksi HT, justru tidak bisa melewati
plasenta.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa keadaan
hormon tiroid dan obat- obatan yang sedang dikonsumsi ibu
sangat berpengaruh terhadap kondisi hormon tiroid janinnya.
Bayi Hipotioid Kongenital yang baru lahir dari ibu bukan
penderita kekurangan iodium, tidak menunjukkan gejala yang
khas sehingga sering tidak terdiagnosis. Hal ini terjadi karena
bayi masih dilindungi hormon tiroid ibu melalui plasenta. Di
daerah endemik kekurangan iodium (daerah GAKI), ibu rentan
menderita kekurangan iodium dan hormon tiroid sehingga tidak
bisa melindungi bayinya. Bayi akan menunjukkan gejala lebih
berat yaitu kretin endemik. Oleh karena itu, dianjurkan untuk
dilakukan skrining terhadap ibu hamil di daerah GAKI
menggunakan spesimen urin untuk mengetahui kekurangan
iodium. Lebih dari 95% bayi dengan Hipotiroid Kongenital
biasanya tidak memperlihatkan gejala saat dilahirkan. Kalaupun
ada sangat samar dan tidak khas. Tanpa pengobatan, gejala akan
semakin tampak dengan bertambahnya usia. Skining yang telah
dilakukan untuk mendeteksi resiko hipotiroid kongenital
adalah dengan menggunakan form NHI (Neonatal
Hipotiroid Index). Program skrining hipotiroid kongenital baik
melalui NHI maupun SHK, secara program sudah diintegrasikan
dalam Manajemen Terpadu Bayi Muda (MTBM). Dalam MTBM,
salah satu tata laksana yang wajib dilakukan adalah deteksi dini
hipotiroid kongenital melalui form NHI saat bidan melakukan
kunjungan neonatal. (Kementerian Kesehatan RI. Pedoman
Deteksi Dini Kretin bagi Petugas Kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI; 2014).
Tabel 2.1
NO GEJALA KLINIS SKOR
1 Gangguan Makan 1
2 Konstipasi 1
3 Tidak Aktif 1
4 Hipotoni 1
5 Hernia umbilikalis (>0.5cm) 1
6 Makroglosi 1
7 Kutis marmorata 1
8 Kulit kering 1,5
9 Ubun-ubun besar lebar (>0.5cm) 1,5
10 Faeses khas 3
TOTAL 13

b. Gejala dan tanda Hipotiroid Kongenital (Bedakan tanda


dan gejala)
Gejala dan tanda yang dapat muncul pada bayi Hipotiroid
Kongenital (Berikan penjelasan mengapa masing – masing
bias terjadi. Krn focus penelitian ada disini)adalah:
1) Letargi (aktivitas menurun)
2) Ikterus (kuning)
3) Makroglosi (lidah besar)
4) Hernia umbilikalis (bodong)
5) Hidung pesek
6) Konstipasi
7) Kulit kering
8) Skin mottling (cutis marmorata)/burik
9) Mudah tersedak
10) Suara serak
11) Hipotoni (tonus otot menurun)
12) Ubun-ubun melebar
13) Perut buncit
14) Mudah kedinginan (intoleransi terhadap dingin)
15) Miksedema (wajah sembab)
16) Oedem scrotum
Jika sudah muncul gejala klinis, berarti telah terjadi
retardasi mental.( Berikan penjelasan alasannya) Untuk itu
penting sekali dilakukan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)
pada semua bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis di
atas, karena makin lama gejala makin berat. Hambatan
pertumbuhan dan perkembangan mulai tampak nyata pada umur
3–6 bulan dan gejala khas hipotiroid menjadi lebih jelas.
Perkembangan mental semakin terbelakang, terlambat duduk
dan berdiri serta tidak mampu belajar bicara. Bila tidak segera
dideteksi dan diobati, maka bayi akan mengalami kecacatan
yang sangat merugikan kehidupan berikutnya. Anak akan
mengalami gangguan pertumbuhan fisik secara keseluruhan, dan
yang paling menyedihkan adalah keterbelakangan
perkembangan mental yang tidak bisa dipulihkan.
Hipotiroid Kongenital pada BBL dapat bersifat
menetap (permanen) maupun transien. Disebut sebagai
Hipotiroid Kongenital transien bila setelah beberapa bulan atau
beberapa tahun sejak kelahiran, kelenjar tiroid mampu
memproduksi sendiri hormon tiroidnya sehingga pengobatan
dapat dihentikan. Bayi dengan Hipotiroid Kongenital permanen
membutuhkan pengobatan seumur hidup dan penanganan
khusus. Penderita Hipotiroid Kongenital permanen ini akan
menjadi beban keluarga dan negara. Untuk itu penting sekali
dilakukan Skining Hipotiroid Kongenital (SHK) pada semua
bayi baru lahir sebelum timbulnya gejala klinis di atas, karena
makin lama gejala makin berat. Hipotiroid kongenital selain
berpengaruh terhadap perkembangan intelektual, fisik, dan
motorik anak juga dapat menyebabkan timbulnya masalah emosi
dan perilaku pada anak.
Beberapa masalah emosi dan perilaku yang dialami anak
penderita hipotiroid, (Mengapa bias terjadi seperti ini,
berikan penjelasan, secara medis)yaitu:
a. Kecemasan
Yaitu rasa tegang, takut dan khawatir akan sesuatu yang
mengancam dirinya.
b. Mudah terganggu(irritability)
Yaitu perasaan mudah terganggu akan permasalahan kecil
yang terjadi.
c. Depresi
d. Masalah perilaku sosial
Yaitu perilaku yang kurang sesuai dengan tuntutan sosial.
b. Fatique
Yaitu perasaan lelah yang berlebihan
c. Keluhan somatis
Yaitu keluhan fisik seperti sering pusing, mual, muntah,
kram/ sakit perut, mudah lelah, bermasalah dengan kulit.
d. Social Withdrawal
Yaitu perilaku menarik diri dan kurang mau berinteraksi
dengan lingkungan sosial.
e. Masalah atensi
Yaitu kekurangmampuan untuk memusatkan perhatian
f. Perilaku solitary
Yaitu perilaku yang suka menyendiri
j. Perilaku yang tidak menyenangkan (Yusuf dan Zulkarnain,
2017)

2. Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK)


a. Definisi
Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) (lebih
dilengkapi lagi,masih banyak yg perlu dijelaskan berkaitan
dg SHK.
Menentukan tentang siapa respondennya, kapan dilakukan
dll
Harus detail krn focus penelitian disini) adalah skrining/uji
saring untuk memilah bayi yang menderita Hipotiroid
Kongenital dari bayi yang bukan penderita Skrining Hipotiroid
Kongenital (SHK), bukan hanya melakukan tes laboratorium
tetapi merupakan suatu sistem dengan mengintegrasikan
proses/prosedur maupun individu yang terlibat yaitu manajemen
puskesmas/rumah sakit, penanggung jawab program, petugas
kesehatan, orangtua, masyarakat, pemerintah, dan pemerintah
daerah. Sistem ini mencakup komponen komunikasi, informasi,
edukasi (KIE), pengambilan dan pemeriksaan spesimen, tindak
lanjut hasil skrining, diagnosis, tatalaksana, pemantauan kasus,
pengorganisasian, dan monitoring evaluasi program.
Secara garis besar dibedakan tiga tahapan utama
yang sama pentingnya dalam pelaksanaan skrining yaitu:
1. Pra skrining : Sebelum tes laboratorium diperlukan
sosialisasi , advokasi dan edukasi termasuk pelatihan.
2. Skrining : Proses skrining , bagaimana prosedurr yang benar,
sensitivitas dan spesifitas, validitas, pemantapan mutu
(eksternal/internal)
3. Paska skrining : Tindak lanjut hasil test, pemanggilan
kembali bayi untuk test konfirmasi, dilanjutkan diagnosis
dan tatalaksana pada kasusu hasil tinggi Hipotiroid
Kongenital

b. Indikasi skrining Hipotiroid Kongenital

Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir


biasanya tidak terlalu jelas dan hipotiroid kongenital dapat
menyebabkan retardasi mental berat kecuali jika mendapat
terapi secara dini maka sangat di perlukan skrining hipotiroid
kongenital. Pengambilan spesimen darah yang paling ideal
adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. Sebaiknya darah
tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena
pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan
memberikan sejumlah hasil positif palsu (false positive)
(Kementrian kesehatan RI, 2014). Di negara-negara yang
telah memiliki kebijakan untuk melakukan skrining
hipotiroid, sebagian besar kasus hipotiroid kongenital
ditemukan melalui program skrining. Program skrining
memungkinkan bayi mendapatkan terapi dini dan memiliki
prognosis yang lebih baik, terutama dalam perkembangan
sistim neurologis (IDAI, 2015).
c. Keuntungan pemeriksaan skrining Hipotiroid Kongenital
Tujuan utama skrining hipotiroid adalah untuk
eradikasi retardasi mental akibat hipotiroid kongenital dan hal
ini dianggap menguntungkan dengan “financial benefit-cost
ratio” sebesar 10:1. Skrining dilakukan dengan mengukur kadar
T4 atau TSH yang dilakukan pada kertas saring pada usia 3-4
hari. Negara-negara di Amerika Utara menggunakan kadar T4
sebagai metode skrining utama dilanjutkan dengan pengukuran
kadar TSH untuk kasus dengan kadar T4 beraada pada persentil
10-20.
Diagnosis dan tatalaksana Hipotiroid Kongenital
harus dilakukan sedini mungkin pada periode neonatal yaitu
untuk mencapai perkembangan otak maupun pertumbuhan fisik
yang normal, karena terapi efektif bila dimulai pada minggu-
minggu pertama kehidupan. (Kementrian kesehatan RI, 2014).
Di negara-negara yang mampu skrining bayi baru lahir,
pengobatan dalam 28 hari pertama kehidupan yang disebut
'pengobatan dini' telah mengubah outlook untuk anak-anak
dengan CH sehingga retardasi pertumbuhan berat dengan cacat
mental (kretinisme) tidak lagi terlihat (Donaldson dan Jones,
2013).
Penelitian telah menunjukkan bahwa waktu terapi
sangat penting untuk hasil neurologis. Dan hanya 2,3% yang
bisa dikenali sebelum umur 3 bulan dan dengan pengobatan
dapat meminimalkan keterbelakangan pertumbuhan dan
perkembangan. Dengan demikian deteksi dini melalui skrining
pada Bayi Baru Lahir sangat penting dan bayi bisa segera
mendapatkan pengobatan (KEMENKES, 2014). Memang, ada
hubungan terbalik antara intelligence quotient (IQ) dan usia saat
diagnosis. Bahkan ketika didiagnosis dini, perkembangan
neurologis mungkin menderita jika pengobatan tidak
dioptimalkan dalam dua sampai tiga tahun pertama kehidupan.
Oleh karena itu penting bagi pasien untuk menerima pengobatan
dini dan dekat tindak lanjut. (Rastogi and LaFranchi, 2010)
4. Penyuluhan Kesehatan
a. Definisi
Penyuluhan adalah penyampaian informasi dari
sumber informasi kepada seseorang atau sekelompok orang
mengenai berbagai hal yang berkaitan dengan suatu program.
Penyuluhan merupakan jenis layanan yang merupakan bagian
terpadu dari bimbingan. Penyuluhan merupakan suatu hubungan
timbal balik antara dua orang individu, dimana seorang penyuluh
berusaha membantu yang lain (klien) untuk mencapai pengertian
tentang dirinya sendiri dalam hubungan dengan masalah-
masalah yang dihadapinya pada waktu yang akan datang.
(Depkes, 2014)
Pendidikan kesehatan adalah kegiatan pendidikan
kesehatan yang dilakukan dengan menyebarkan pesan,
menanamkan keyakinan, sehingga masyarakat tidak hanya sadar,
tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan suatu
anjuran yang ada hubungannya dengan kesehatan. (Azwar, S.
2013) Penyuluhan kesehatan adalah gabungan berbagai kegiatan
dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip belajar untuk
mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok,
atau masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, tahu
bagaimana caranya dan melakukan apa yang bisa dilakukan,
secara kelompok dan meminta pertolongan.
Pada dasarnya penyuluhan kesehatan sebagai bagian
dalam promosi kesehatan memang diperlukan sebagai upaya
meningkatkan kesadaran dan pengetahuan. Oleh karena itu, tentu
diperlukan upaya penyediaan dan penyampaian informasi yang
merupakan bidang garapan penyuluhan kesehatan. Makna asli
penyuluhan adalah pemberian penerangan dan informasi, maka
setelah dilakukan penyuluhan kesehatan seharusnya akan terjadi
peningkatan pengetahuan oleh masyarakat.

Sasaran dalam promosi kesehatan ada 3 kelompok,


yaitu pendidikan kesehatan untuk individual, pendidikan
kesehatan untuk kelompok, dan pendidikan kesehatan
masyarakat, dengan sasaran masyarakat luas (Mubarak, 2012).
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, maka dapat
disimpulkan bahwa penyuluhan adalah suatu proses
penyampaian informasi kepada seseorang atau sekelompok
orang untuk menambahan pengetahuan melalui penyebaran
pesan.

b.Metode dalam penyuluhan kesehatan


Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil promosi kesehatan
secara optimal Metode yang dapat digunakan dalam memberikan
penyuluhan kesehatan menurut Notoatmodjo (. Notoatmodjo,
Soekidjo. 2014) adalah:
1) Metode individual (perorangan)
Dalam promosi kesehatan metode ini digunakan
untuk membina perilaku baru atau seseorang yang telah mulai
tertarik pada suatu perubahan perilaku atau inovasi. Dasar
digunakan pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah atau alas an yang berbeda-beda
sehubungan dengan penerimaan atau perilaku baru tersebut.
Metode yang dapat dikemukakan antara lain metode bimbingan
dan wawancara. Video masuk dimana??keterkaitan dengan
definisi operasional bab 3
2) Metode kelompok
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus
mengingat besarnya kelompok sasaran serta tingkat pendidikan
formal pada sasaran. Untuk kelompok yang besar metodenya
akan berbeda dengan kelompok kecil. Efektifitas suatu metode
akan tergantung pula pada besarnya sasaran penyuluhan.
Metode ini mencakup ceramah dan seminar.
3) Metode massa
Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan
kepada masyarakat yang sifatnya massa atau publik. Oleh
karena sasaran bersifat umum dalam arti tidak membedakan
golongan umur, pekerjaan, status ekonomi, tingkat pendidikan
dan sebagainya, maka pesan kesehatan harus dirancang
sedemikian rupa sehingga dapat ditangkap oleh massa tersebut.
Beberapa contoh dari metode ini adalah ceramah umum,
berbincang-bincang (talk show) tentang kesehatan melalui
media elektronik, simulasi, dialog antara pasien dan petugas
kesehatan, sinetron, tulisan majalah atau koran, spanduk, poster
dan sebagainya.

5. Media
a. Definisi Media
Media berasal dari kata mediu yang berarti tengah,
pengantar, perantara. Media juga diartikan sebagai wahana
penyalur pesan. Media menurut Heinich (2012) mengemukakan
bahwa mendia adalah perantara yang mengantar informasi antara
sumber kepada penerima.

Media promosi kesehatan adalah semua sarana atau


upaya untuk menyampaikan informasi kesehatan dan
mempermudah penerimaan pesan-pesan kesehatan bagi
masyarakat atau klien. ( Notoatmodjo, Soekidjo. 2014)
berdasarkan fungsinya sebagai penyaluran pesan kesehatan,
media dibagi menjadi tiga, yaitu:

1) Media cetak (video masuk dimana???)

Media ini mengutamakan pesan-pesan visual,


biasanya terdiri dari gambaran sejumlah kata, gambar atau
foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini yaitu
booklet, leaflet, flyer, flip chart, rubric, poster dan foto yang
mengungkapkan informasi kesehatan.kelebihan media cetak
yaitu tahan lama, mencakup banyak orang, dapat dibawa
kemana-mana. Kelemahan media cetak yaitu media ini tidak
dapat menstimulir efek suara dan efek gerak.(Notoatmodjo,
Soekidjo. 2014 )

2) Media elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan
dinamis, dapat dilihat dan didengar dan penyampainnya
melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media
ini yaitu televisi, radio, video, slide dan film strip. Kelebihan
media ini yaitu sudah dikenal masyarakat, mengikutkan
panca indera dan lebih menarik. Kekurangan dari media ini
yaitu perlu persiapan matang, biaya tinggi, sedikit rumit dan
perlu keterampilan penyimpanan. ( Notoatmodjo, Soekidjo.
2014)

3) Media luar ruang

Media ini menyampaikan pesannya di luar ruang,


biasanya melalui media cetak maupun elektronik misalnya
papan reklame, spanduk, pameran, banner, dan televisi layar
lebar. Kelebihan media luar ruang yaitu sebagai informasi
umum dan hiburan, lebih mudah dipahami, lebih menarik,
bertatap muka, penyajian dapat dikendalikan dan sebagai alat
diskusi serta dapat diulang-ulang. Kelemahan media ini yaitu
biaya tinggi, rumit, perlu listrik, perlu alat canggih, perlu
persiapan matang dan peralatan selalu berkembang dan
berubah.
b. Definisi video
Video adalah seperangkat alat yang dapat
memproyeksikan gambar bergerak yang merupakan paduan
antara gambar dan suara membentuk karakter sama dengan
obyek aslinya (Hujair, 2009). Pesan yang disajikan video dapat
berupa fakta (kejadian/peristiwa penting, berita) maupun fiktif
(misal cerita) dapat pula bersifat informatif, edukatif, maupun
intruksional. Video dapat menggambarkan suatu objek yang
bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang
sesuai. Video dapat menyajikan informasi, memaparkan proses,
menjelaskan konsep-konsep yang rumit, dan mempengaruhi
sikap. (Kustandi, 2011).
Media video adalah media intraksional modern yang
sesuai dengan perkembangan zaman (kemajuan ilmu
pengetahuan dan teknologi) meliputi media yang dapat dilihat
dan didengar. Dengan video, pesan yang disampaikan lebih
menarik perhatuan dan motivasi bagi penonton. Pesan yang
disampaikan lebih efisien karena gambar bergerak dapat
mengkomunikasikan pesan dengan cepat dan nyata. Oleh karena
itu, dapat mempercepat pemahaman pesan secara lebih
komprehensif. Pesan audiovisual lebih efektif karena penyajian
secara audiovisual membuat penonton lebih berkonsentrasi.
Video juga dapat memberikan stimulus terhadap
pandangan dan pendengaran dengan memegang prinsip
psikomotor, behavioristik, dan kognitif, sehingga responden bisa
menerima informasi melalui indra pendengar yaitu telinga dan
indra penglihatan yaitu mata, sehigga informasi yang
disampaikan dapat diterima secara maksimal. Video diharapkan
sama seperti film, dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian
dan kemauan sehingga dapat mendorong terjadinya perubahan
pengetahuan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, video
merupakan rekaman gambar hidup / bagian yang
memancarkan gambar atau program televisi untuk
ditayangkan lewat pesawat televisi, atau dengan kata lain
video merupakan tayangan gambar bergerak yang disertai
dengan suara. Video dapat menggambarkan suatu objek yang
bergerak bersama-sama dengan suara alamiah atau suara yang
sesuai. Video sebenarnya berasal dari bahasa Latin, video-vidi-
visum yang artinya melihat (mempunyai daya penglihatan);
dapat melihat. Media video merupakan salah satu jenis media
audio visual. Media audio visual adalah media yang
mengandalkan indera pendengaran dan indera penglihatan.
c. Kelebihan dan kekurangan media video
Kelebihan dan Kekurangan Media Video .( Lia Kurniasari. 2017)
a. Kelebihan media video adalah sebagai berikut:
(1) Menarik perhatian sasaran, karena pesan yang disajikan
video dapat berupa fakta (kejadian/peristiwa penting, berita)
maupun fiktif (misal cerita) dapat pula bersifat informatif,
edukatif, maupun intruksional
(2) Sasaran dapat memperoleh informasi dari berbagai sumber,
dengan video seseorang dapat belajar sendiri

(3) Menghemat waktu , dapat dipercepat maupun diperlambat


dan dapat diulang kapan saja pada bagian tertentu yang perlu
lebih jelas,
(4) Volume audio dapat disesuaikan ketika penyaji ingin
menjelaskan sesuatu, .....
b. Kekurangan media video adalah sebagai berikut: (jelaskan
masing2)
(1) Kurang mampu dalam menguasai perhatian peserta.
(2) Komunikasi bersifat satu arah,
(3) Dapat bergantung pada energi listrik.
(4) Detail objek yang disampaikan kurang mampu ditampilkan
secara sempurna.
d. Definisi Leaflet
Leaflet adalah selembaran kertas yang berisi tulisan cetak
tentang sesuatu masalah khusus untuk suatu sasaran dengan
tujuan tertentu. (Hikmawati,2011).
Bentuk Leaflet
1.Tulisan terdiri dari 200-400 huruf dengan tulisan
cetak,biasanya juga diselingi gambar-gambar. Isi leaflet harus
dapat dibaca sekali pandang.
2.Ukuran biasanya 20 x 30 cm
3.Penggunaan leaflet
a.Untuk mengingatkan kembali tentang hal-hal yang pernah
diajarkan/diceramahkan.
b.Biasanya leaflet diberikan kepada sasaran setelah selesai
pelajaran/ceramah, atau dapat juga diberikan sewaktu kampanye
untuk memperkuat ide yang disampaikan.
Keuntungan leaflet:
1.Dapat disimpan lama, kalau lupa bisa dilihat kembali.
2.Dapat dipakai sebagai bahan bacaan rujukan.
3.Isi dipercaya karena dicetak atau dikeluarkan oleh instansi
resmi.
4.Jangkauannya jauh dan dapat membantu jangkauan media lain.
5.Jika perlu dicetak ulang
6.Dapat dipakai untuk bahan diskusi, pada kesempatan berbeda.
Kerugian Leaflet
1.Bila cetakannya tidak menarik, orang segan menyimpannya.
2.Kebanyakan orang segan membacanya, apalagi bila hurufnya
terlalu kecil dan susunannya tidak menarik.
3.Leaflet tidak bisa digunakan oleh individu yang kurang lancar
membaca atau buta huruf (Hikmawati,2011).

B. Kerangka Teori (sat arah panah masukkan sesuai teori yg ditulis di

Bab 2)
Faktor Predisposisi

- Tingkat Pengetahuan

- Definisi Hipotiroid Kongenital

- Gejala Hipotiroid Kongenital

- Definisi Skrining Hipotiroid Kongenital

- Indikasi Skrining Hipotiroid Kongenital

- Keuntungan Skrining Hipotiroid Kongenital

Faktor Pendukung Peningkatan Pengetahuan Ibu Nifas

- Penyuluhan Kesehatan Tentang Pentingnya Skrining


- Media Penyuluhan Kesehatan Hipotiroid Kongenital Pada
- Media Video
Neonatus

Bagan 1.1 Kerangka Teori Penelitian

(Notoatmodjo, 2014) (modifikasi dengan siapa?? Notoatmojo tdk

menuliskan ttg SHK, tetapi secara umum)


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan


antara konsep-konsep yang ingin diamati atau di ukur melalui penelitian yang
akan dilakukan (Notoatmodjo, 2018). Variabel bebas (independent variable)
merupakan variabel yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variabel
terikat (dependent variable) dan variabel terikat (dependent variable) merupakan
variabel yang dipengaruhi atau menjadi akibat karena variabel bebas (Hidayat,
2014).

Kerangka Konsep dalam penelitian ini adalah :

Variabel Independent Variabel Dependent

 Media Leaflet
 Media Video Pengetahuan Ibu

B. Hipotesa Penelitian
Hipotesis berasal dari kata hupo dan thesis, hupo artinya sementara
kebenarannya dan thesis artinya pernyataan atau teori. Jadi hipotesis adalah
pernyataan sementara yang akan diuji kebenarannya. Hipotesis ini merupakan
jawaban sementara berdasarkan pada teori yang belum dibuktikan dengan
data atau fakta. Pembuktian dilakukan dengan pengujian hipotesis melalui uji
statistik. Hipotesa adalah kunci jawaban sementara dari penelitian dengan
atau dalil sementara yang kebenaranya akan dibuktikan dalam penelitian
tersebut (Notoatmodjo, 2014).

Adapun hipotesa dalam penelitian ini adalah:

1. Penyuluhan kesehatan dengan video lebih efektif meningkatkan


pengetahuan ibu nifas tentang Skrining Hipotiroid Kongenital
2. Penyuluhan kesehatan dengan leaflet efektif meningkatkan
pengetahuan ibu nifas tentang Skrining Hipotiroid Kongenital
3. Ada perbedaan efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media video
dengan media leaflet terhadap peningkatan pengetahuan ibu nifas
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital

C. Jenis dan Desain Penelitian


Jenis penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, metode
yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi experiment atau eksperimen
semu. Penelitian quasi experiment jenis penelitian dengan melibatkan suatu
intervensi namun tanpa disertai system acak (random) pada pemilihan grup
sampelnya (Pamungkas dan Usman, 2017).
Desain yang digunakan dalam penelitian ini Post Test Only Control
Group Design atau pasca tes dengan kelompok eksperimen. Pada rancangan
ini kedua kelompok eksperimental diberi perlakuan berbeda dan pada kedua
kelompok tidak diawali dengan pre test. Pengukuran dilakukan setelah
pemberian perlakuan selesaiPada penelitian ini penulis ingin mengetahui
efektifitas penyuluhan kesehatan dengan media video untuk meningkatkan
pengetahuan ibu nifas tentang Skrining Hipotiroid Kongenital pada Neonatus.
D. Variabel Penelitian
Menurut Hatch dan Farhady (1981) dalam Sugiyono (2015), variabel
adalah seseorang atau obyek yang mempunyai variasi antara satu orang
dengan yang lain atau satu obyek dengan obyek yang lain. Variabel
mengandung pengertian ciri, sifat atau ukuran yang dimiliki seseorang atau
sesuatu yang dapat menjadi pembeda atau penciri antara yang satu dengan
yang lainnya.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :


1. Variabel Independent / Variabel bebas
Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi
variabel lain, apabila variabel independen berubah maka dapat menyebabkan
variabel lain berubah.Variabel Independen yang digunakan adalah:
a. Penyuluhan Kesehatan tentang SHK dengan Media Video
b. Penyuluhan Kesehatan tentang SHK dengan Media Leaflet
2. Variabel Dependent /Variabel Terikat /Variabel Tergantung
Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel
independen, artinya variabel dependen berubah karena disebabkan oleh
perubahan pada variabel independen. Variabel Dependent dalam penelitian
ini adala:
Tingkat Pengetahuan ibu Nifas Tentang Skrining Hipotiroid
Kongenital Pada Neonatus

E. Definisi Operasional Variabel Penelitian


1. Variabel Independent / Variabel bebas

Parameter
N Alat Skala
Variabel Definisi Operasional dan
o Ukur Pengukuran
Kategori
1 Penyuluha Kegiatan penyuluhan - - -
n kesehatan kepada ibu
Kesehatan nifas dengan media
Melalui video tentang Skrining
Video Hipotiroid Kongenital
meliputi:
- Pengertian HK
- Pengertian SHK
- Manfaat SHK
- Dampak bila
diagnosis HK
ditegakkan sedini
mungkin

2 Penyuluha Kegiatan penyuluhan - - -


n kesehatan kepada ibu
Kesehatan nifas dengan media
Melalui leaflet tentang
Leaflet Skrining Hipotiroid
Kongenital meliputi:
- Pengertian HK
- Pengertian SHK
- Manfaat SHK
- Dampak bila
diagnosis HK
ditegakkan sedini
mungkin
2. Variabel Dependent

Tingkat Pengetahuan ibu Nifas Tentang Skrining Hipotiroid

Kongenital Pada Neonatus

SKAL
No VARIABEL KATEGORI SKOR Cara Ukur
A

1 Efektifitas media Rendah: < 55% Benar: 1 Ordinal Kuesioner


penyuluhan Sedang: 55-75% Salah: 0
melalui video Tinggi : 75-100%

2 Tingkat Rendah: < 55% Benar: 1 Ordinal Kuesioner


pengetahuan ibu Sedang: 55-75% Salah: 0
Tinggi : 75-100%

F. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari s/d Maret 2021
2. Tempat penelitian
Kegiatan penelitian ini dilakukan di Puskesmas Susukan 1
Banjarnegara

G. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel


Populasi Populasi adalah keseluruhan objek penelitian (Notoatmodjo,
2018). Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah rata-rata ibu bersalin
setiap bulannya di tahun 2020 yaitu sebanyak 20 orang.
1. Sampel
Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo,
2018). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan
teknik total sample. Total sampling yaitu semua populasi dijadikan
sebagai sampel, karena jumlah populasi kurang dari 100
(Sugiyono, 2018)..
2. Besar Sampel
Jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebagian dari populasi
ibu nifas tahun 2020 di Puskesmas Susukan 1 , jumlah sampel
sebanyak 20 orang.

H. Teknik Pengumpulan dan Jenis Data


Dalam penelitian ini, informasi yang diperlukan didapatkan
melalui data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari
responden. Data primer adalah data tangan pertama yang diperoleh
langsung dari subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukur atau
alat pengambil data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang
dicari (Saryono, 2015). Pengambilan data dilakukan dengan membagikan
kuesioner yang kemudian diisi sendiri oleh responden. Kuesioner yang
dibagikan berisi pertanyaan yang menggali pengetahuan ibu nifas tentang
skrining hipotiroid kongenital.
I. Instrument / Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian berupa kuisioner. Kuisioner
adalah daftar pertanyaan yang sudah tersusun dengan baik, sudah matang,
dimana responden (dalam hal angket) tinggal memberikan jawaban atau
dengan memberi tanda-tanda tertentu (Notoatmodjo, 2014). Kuisioner
sebagai alat pengumpul data penelitian harus dirumuskan dengan kriteria
tertentu. Kuisioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuisioner
pilihan ganda dimana sudah disediakan jawaban sehingga responden
tinggal memilih. Kuisioner ini terdiri dari dua bagian, bagian pertama
terdiri atas 2 pertanyaan yang menanyakan identitas responden, bagian
kedua terdiri dari 25 pertanyaan yang menanyakan tentang Skrining
Hipotiroid Kongenital
J. Uji Validitas dan Reliabilitas
1. Uji Validitas
Validitas instrument adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat
kenali dan atau kesahihan suatu instrument . Sebuah instrumen dikatakan
valid jika instrumen itu benar – benar dapat dijadikan alat untuk mengukur
sesuatu yang akan diukur.Uji validitas dalam penelitian ini menggunakan
rumus korelasi product moment, (Notoatmodjo, 2014)
Instrumen dikatakan jika nilai r hitung > r table (Sugiyono, 2015).
Uji coba skala penilaian tingkat pengetahuan ibu tentang Skrining
Hipotiroid Kongenital telah dilakukan kepada 30 responden di Desa Derik
Kecamatan Susukan yang menjadi subyek penelitian. Pengujian validitas
untuk masing-masing skala dihitung dengan menggunakan Correlation
Coefficien dari tiap-tiap indikator α Cronbach, yang perhitungannya
menggunakan program komputer SPSS ( Satistical Product Service Solution
) release 12.0 for windows. Setelah dianalisis untuk tingkat pengetahuan
tentang MP-ASI semua item positif sehingga semua pertanyaan dianggap
valid dan layak untuk dijadikan alat ukur dalam penelitian ini dengan nilai
signifikan 0,01.
2. Uji reliabilitas
Reliabilitas adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alatukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Notoatmodjo, 2014).
Dari hasil reliabilitas skala penilaian diperoleh α : 0,623. Koefisien
dikatakan reliabel 0,6 sampai 0,8 masuk dalam kategori sedang untuk
penelitian dasar (Sugiyono, 2015). Maka hasil data tingkat pengetahuan
tentang Skrining Hipotiroid Kongenital dalam penelitian ini memiliki
tingkat reliabilitas cukup, atau dengan kata lain hasil skala penilaian dapat
dipercaya.
K. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
Data yang diperoleh nantinya diolah secara manual dan disajikan dalam
bentuk tabel. Kemudian data tersebut dianalisa secara deskriptif. Adapun
proses pengelolaan dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Seleksi data (Editing)
Editing adalah upaya untuk memeriksa kembali kebenaran data yang
diperoleh atau dikumpulkan. Editing dapat dilakukan pada tahap
pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Pemberian kode (Coding)
Merupakan kegiatan pemberian kode numerik terhadap data. Pemberian
kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis data menggunakan
komputer. Biasanya dalam pemberian kode dibuat juga daftar kode dan
artinya dalam satu buku (code book) untuk memudahkan kembali melihat
lokasi dan arti suatu kode dari suatu variabel.
c. Pengelompokkan data (Tabulating)
Setelah dilakukan kegiatan editing dan koding dilanjutkan dengan
mengelompokkan data ke dalam suatu tabel menurut sifat yang dimiliki
sesuai dengan tujuan penelitian.
2. Analisis data
Analisis data dapat dilakukan dengan cara deskriptif dengan melihat
presentase data yang terkumpul dan disajikan tabel distribusi frekuensi
kemudian dicari besarnya presentase jawaban masing-masing responden dan
selanjutnya dilakukan pembahasan dengan menggunakan teori kepustakaan
yang ada. Analisis data dilakukan dengan mengunakan rumus distribusi
frekuensi sebagai berikut:
x 100%
Keterangan :
P : presentase
f : frekuensi
n : jumlah subjek 100: bilangan tetap
L. Etika Penelitian
Etika penelitian merupakan hal yang sangat penting dalam pelaksanaan
sebuah penelitian mengingat penelitian kebidanan akan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi penulisan etika harus diperhatikan
karena manusia mempunyai hak asasi dalam segi penelitian. Adapun etika
yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Informed consent
Merupakan bentuk persetujuan antar peneliti dengan responden,
dengan memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed
consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk menjadi partisipan.Tujuan informed
consent adalah agar responden mengerti maksud dan tujuan penelitian,
mengetahui dampaknya, jika partisipan bersedia maka mereka harus
menandatangani lembar persetujuan, serta bersedia mengisi lembar
kuesioner dan jika responden tidak bersedia maka peneliti harus
menghormati hak responden. Lembar persetujuan diberikan pada subyek
yang akan diteliti.
2. Tanpa nama (Anonimity)
Merupakan etika dalam penelitian kebidanan dengan cara tidak
memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan
kode pada lembar pengumpulan data.
3. Kerahasiaan (Confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari
hasil penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainya, semua
responden yang telah dikumpulkan di jamin kerahasiaan oleh peneliti, hanya
kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
M. Jadwal Penelitian

Nop 2020 Des 2020 Jan 2021 Feb 2021 Mar 2021
N KEGIATAN
O 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan
1 proposal dan                        
konsultasi
Seminar
3                        
proposal
Revisi
4                        
proposal
Pelaksanaan
5                        
penelitian
Penyusunan
6 laporan                        
penelitian
Ujian hasil
7                        
penelitian
Revisi dan
8                        
penjilidan

Anda mungkin juga menyukai