Anda di halaman 1dari 101

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN IBU, SUMBER DAYA


MANUSIA KESEHATAN, LETAK GEOGRAFIS DENGAN
RENDAHNYA CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL PADA NEONATUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BAYUNG LENCIR
TAHUN 2022

OLEH

MARDHIANA
213001070066

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI
2022
SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN IBU, SUMBER DAYA


MANUSIA KESEHATAN, LETAK GEOGRAFIS DENGAN
RENDAHNYA CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL PADA NEONATUS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS BAYUNG LENCIR
TAHUN 2022

Skripsi Ini Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Kebidanan

OLEH

MARDHIANA
213001070066

PROGRAM STUDI S1 KEBIDANAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ADIWANGSA JAMBI
2022
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : MARDHIANA
Jenis Kelamin : PEREMPUAN
Tempat/ TanggalLahir : TANJUNG PANDAN,30 APRIL 1975
AnakKe : 1 DARI 3 BERSAUDARA
Agama : ISLAM
Pekerjaan : PEGAWAI NEGERI SIPIL
Nama Orang Tua
Ayah : LA.ABU ( ALM .)
Ibu : RUSNI (ALM.)
Nomor HP : 0813 7300 0990
Riwayat Pendidikan :1. 1981 – 1987 : SDN .NO.12 TG.PANDAN
2. 1987 – 1990 :SMPN .3 TG PANDAN
3. 1990 – 1993 : SPK PEMDA BELITUNG
4. 1993- 1994 : D I,PPB BELITUNG
5. 2011 - 2013 : D 3 POLTEKKES
PALEMBANG
6. 2022 -2023 : S I UNIVERSITAS
ADIWANGSA JAMBI
ABSTRAK
MARDHIANA. 213001070066
HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN IBU, SUMBER DAYA MANUSIA
KESEHATAN, LETAK GEOGRAFIS DENGAN RENDAHNYA
CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL PADA NEONATUS
DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYUNG LENCIR TAHUN 2022
Program Studi S1 Kebidanan, Universitas Adiwangsa Jambi

Hipotiroid kongenital (HK) adalah kelainan pada bayi sejak lahir yang
disebabkan defisiensi sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dan berkurangnya
kerja hormon tiroid pada tingkat selular. Tujuan skrining hipotiroid kongenital
(SHK) adalah menghilangkan atau menurunkan mortalitas, morbiditas dan
kecacatan akibat penyakit hipotiroid kongenital.
Penelitian ini menggunakan survey deskriptif analitik dengan pendekatan
cross sectional. Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara kecemasan
ibu, sumber daya manusia kesehatan, letak geografis dengan rendahnya cakupan
skrinning hipotiroid kongenital pada neonatus di Wilayah Kerja Puskesmas
Bayung Lencir Tahun 2022. Penelitian ini dilaksanakan bulan Desember tahun
2022. Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas sebanyak 1.379 orang, sampel
pada penelitian ini sebanyak 90 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Penelitian
ini menggunakan alat ukur kuesioner, teknik yang digunakan yaitu teknik random
sampling. Penelitian ini menggunakan analisa Univariat dan Bivariat
menggunakan uji korelasi Chi Square.
Hasil penelitian telah diuji dengan uji chi square yaitu terdapat 56 responden
(62,2%) tidak melakukan skrinning, sedangkan 34 responden (37,8%) melakukan
skrinning. Dari 53 responden (58,9%) tidak mempunyai kecemasan atau
kecemasannya ringan, dan 37 responden (41,1%) mempunyai kecemasan sedang
dan berat. Dari 41 reponden (45,6%) terdapat sumber daya manusia kesehatan
yang mampu, sedangkan 49 responden (54,4%) terdapat pada sumber daya
manusia kesehatan yang tidak mampu. Dari 60 responden (66,7%) terdapat pada
letak geografis terpencil, sedangkan 30 responden (33,3%) terdapat pada letak
geografis tidak terpencil. Ada hubungan antara kecemasan ibu (p value = 0,016),
sumber daya manusia kesehatan ( p value = 0,002), letak geografis ( p value =
0,001) dengan rendahnya cakupan skrinning hipotiroid kongenital di wilayah
kerja puskesmas bayung lencir.

Kata Kunci : Kecemasan Ibu, Sumber Daya Manusia Kesehaatan, Letak


Geografis dan Rendahnya Cakupan Skrinning Hipotiroid
Kongenital
Daftar Pustaka: 37 (2007-2022)

iv
ABSTRACT
MARDHIANA. 21300170066
RELATIONSHIP BETWEEN MATERNAL ANXIETY, HEALTH HUMAN
RESOURCES, GEOGRAPHICAL LOCATION AND LOW COVERAGE
OF CONGENITAL HYPOTHYROID SCREENING IN NEONATES IN
THE WORKING AREA OF BAYUNG LNCIR PUSKESMAS IN 2022
Midwifery Study Program, Adiwangsa University, Jambi

Congenital hypothyroidism (CH) is a disorder in infants from birth caused


by a deficiency in thyroid hormone secretion by the thyroid gland, and reduced
thyroid hormone action at the cellular level. The goal of congenital
hypothyroidism (CHK) screening is to eliminate or reduce mortality, morbidity
and disability due to congenital hypothyroid disease.
This study used a descriptive analytic survey with a cross sectional
approach. This study aims to determine the relationship between maternal anxiety,
health human resources, geographical location and low coverage of congenital
hypothyroid screening in neonates in the Working Area of the Bayung Lencir
Health Center in 2022. This research was conducted in December 2022. The
population in this study was 1,379 postpartum mothers. people, the sample in this
study were 90 people who met the inclusion criteria. This study uses a measuring
tool questionnaire, the technique used is random sampling technique. This study
uses Univariate and Bivariate analysis using the Chi Square correlation test.
The results of the study were tested with the chi square test, namely there
were 56 respondents (62.2%) who did not carry out the screening, while 34
respondents (37.8%) did the screening. Of the 53 respondents (58.9%) did not
have anxiety or mild anxiety, and 37 respondents (41.1%) had moderate and
severe anxiety. Of the 41 respondents (45.6%) there were capable health human
resources, while 49 respondents (54.4%) were incapacitated health human
resources. Out of 60 respondents (66.7%) they are located in remote geographical
locations, while 30 respondents (33.3%) are located in non-remote geographical
locations. There is a relationship between maternal anxiety (p value = 0.016),
health human resources (p value = 0.002), geographical location (p value = 0.001)
and the low coverage of congenital hypothyroid screening in the working area of
the Bayung Lencir Health Center.

Keywords: Maternal Anxiety, Health Human Resources, Geographical


Location and Low Congenital Hypothyroid Screening Coverage
Reference : 37 (2007-2022)

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi ini guna memenuhi syarat untuk menyelesaikan pendidikan di
Universitas Adiwangsa Jambi.
Pada penyusunan skripsi ini penulis menyadari masih banyak kekurangan
mengingat keterbatasan kemampuan yang penulis miliki, namun penulis berusaha
semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya. Selama proses penyusunan skripsi
ini penulis banyak mendapat bimbingan dan arahan dari berbagai pihak maka
pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Seno Aji S.Pd,M.Eng,Prac Selaku Rektor Universitas Adiwangsa Jambi.
2. Ibu Subang Aini Nasution, SKM.,M.Kes Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Adiwangsa Jambi
3. Ibu Diane Marlin, S.Keb., M.Keb Selaku Ketua Program Studi S1 Kebidanan
Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Adiwangsa Jambi
4. Ibu Yesi Mustika Sari, S.ST.,M.Keb selaku pembimbing yang banyak memberi
arahan, bimbingan serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini
5. Dosen dan staff Program Studi S1 Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Adiwangsa Jambi yang telah banyak memberi ilmu dan bimbingan
selama penulis mengikuti pendidikan
6. Serta semua pihak yang terlibat dan turut membantu dalam menyelesaikan
proposal skripsi ini.
Penulis menyadari apa yang disajikan dalam proposal ini masih banyak
terdapat kekurangan baik dari segi materi maupun teknisnya. Untuk itu perlu
adanya kritik dan saran yang membangun yang penulis harapkan dalam
penyempurnaannya.
Jambi, Februari 2023

Penulis

vi
DAFTAR ISI
HALAMAN COVER ..............................................................................................i
LEMBAR PERSETUJUAN ..................................................................................ii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................. iii
ABSTRAK .............................................................................................................iv
ABSTRACT ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR ...........................................................................................vi
DAFTAR ISI .........................................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................ix
DAFTAR TABEL .................................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 4
1.3 Ruang Lingkup .................................................................................................. 4
1.4 Tujuan dan Manfaat .......................................................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Hipotiroid Kongenital ........................................................................................ 7
2.2 Skrining Hipotiroid Kongenital ....................................................................... 21
2.3 Faktor-faktor Yang Berhubungan dalam Skrining Hipotiroid Kongenital ...... 30
2.4 Kerangka Teori ................................................................................................ 39

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Desain Penelitian ............................................................................................. 40
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................... 40
3.3 Kerangka Konsep ............................................................................................. 40
3.4 Populasi dan Sampel ........................................................................................ 41
3.5 Definisi Operasional ........................................................................................ 43
3.6 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 43
3.7 Tekhnik Pengumpulan Data ............................................................................. 44
3.8 Hipotesis Penelitian ......................................................................................... 44
3.9 Tekhnik Analisa Data....................................................................................... 44

BAB IV HASIL PENELITIAN


4.1 Hasil Penelitian ................................................................................................ 52
4.2 Pembahasan...................................................................................................... 59

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ...................................................................................................... 70
vii
5.2 Saran ................................................................................................................ 71

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

viii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Anatomi Kelenjar Tiroid

Gambar 2. Mekanisme kerja hormon tiroid

Gambar 3. Manifestasi klinis hipotiroid

Gambar 4. Menghangatkan tumit sebelum pengambilan specimen

Gambar 5. Lokasi pengambilan spesimen darah

Gambar 6. Penusukan tumit dengan lanset

Gambar 7. Cara meneteskan darah ke kertas saring

Gambar 8. Proses pengeringan spesimen pada rak pengering

Gambar 2.4 Kerangka Teori

Gambar 3.3 Kerangka Konsep

ix
DAFTAR TABEL

Tabel 3.5 Definisi Operasional

Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi skrinning hipotiroid kongenital di Wilayah Kerja

Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Kecemasan Ibu di Wilayah Kerja Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sumber Daya Manusia Kesehatan di Wilayah

Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Letak Geografis di Wilayah Kerja Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.5 Hubungan Kecemasan Ibu dengan Rendahnya Cakupan Skrinning

Hipotiroid Kongenital Pada Neonatus di Wilayah Kerja Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.6 Hubungan Sumber Daya Manusia Kesehatan dengan Rendahnya

Cakupan Skrinning Hipotiroid Kongenital Pada Neonatus di Wilayah

Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022

Tabel 4.7 Hubungan Letak Geografis dengan Rendahnya Cakupan Skrinning

Hipotiroid Kongenital Pada Neonatus di Wilayah Kerja Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022

x
DAFTAR LAMPIRAN

1. Lembar Konsultasi

2. Lembar Inform Consent

3. Kuesioner Penelitian

4. Data Penelitian

5. Hasil Penelitian

xi
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Hipotiroid kongenital (HK) adalah kelainan pada bayi sejak lahir yang

disebabkan defisiensi sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dan

berkurangnya kerja hormon tiroid pada tingkat selular. Tujuan skrining

hipotiroid kongenital (SHK) adalah menghilangkan atau menurunkan

mortalitas, morbiditas dan kecacatan akibat penyakit hipotiroid kongenital

(Chairunia, 2018). Insidens hipotiroid kongenital bervariasi antar negara,

umumnya sebesar 1:3.000-4.000 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan

pada anak perempuan dari pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1.

Hipotiroidisme kongenital (HK) merupakan penyebab paling umum

keterbelakangan mental. Diseluruh dunia, penyebab paling umum adalah

kekurangan yodium, yang mempengaruhi hampir 1 miliar orang. Kekurangan

hormon tiroid secara langsung berhubungan dengan fungsi intelektual,

motorik dan perilaku (Eka, 2014).

Menurut WHO, jumlah penyandang cacat di indonesia diperkirakan 7-

10% dari jumlah penduduk, diperkirakan 5% dari jumlah penduduk 210 juta

mengalami gangguan kemampuan berkomunikasi (kurang lebih 10.500.000),

16,8% mengalami gangguan pendengaran (34.280.000) dan 0,4% mengalami

gangguan tuli (840.000). Memiliki anak yang tumbuh dan berkembang secara

normal merupakan idaman setiap orangtua, tetapi pada kenyataannya tidak

1
2

jarang dijumpai anak-anak yang mengalami gangguan perkembangan yang

mengakibatkan alur tumbuh kembangnya tidak mengikuti alur perkembangan

normal. Hal ini dapat disebabkan oleh pengaruh bawaan (faktor biologis),

faktor lingkungan (nuiture), maupun kombinasi di antara keduanya. Salah satu

faktor biologi yang dapat menghambat tumbuh kembang anak adalah adanya

abnormalitas fungsi tiroid seperti hipotiroid. Di negara-negara Asia dari tahun

1999-2000, angka kejadian disingapura 1:3000-3500, malaysia 1;3026,

Filipina 1:3460, Hongkong 1:2404. Angka kejadian lebih rendah dikorea

1:4300 dan vietnam 1:5502. Proyek pendahuluan di India menunjukan

kejadian di India 1:1700 dan Bangladesh 1:2000 (Kementerian Kesehatan RI,

2004). Insiden hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih tinggi yaitu

sebesar 1:1.500 kelahiran hidup.

Dibeberapa negara maju seperti Amerika, Jepang, Australia, dan Eropa,

sejak tahun 1970, program skrining neonatal untuk hipotiroidsme telah

dilaksanakan sehingga dapat mengurangi terjadinya retardasi mental pada

anak. Di Indonesia, deteksi dini melalui skrining hipotiroid kongenital (SHK)

belum menjadi program rutin sehingga kasus HK belum layak dapat dikelola

secara tepat dan berkesinambungan. Dari tahun 2000-2005 telah di skrining

55.647 bayi di RSHS dan 25.499 bayi di RSCM dengan angka kejadian

1:3528 kelahiran, sehingga dalam konveksi healthy Technology Assement

(HTA) tahun 2006, Depkes menyetujui skrining hipotiroid kongenital untuk

semua bayi baru lahir (Perinasia, 2012).


3

Hipotiroid kongenital dapat dicegah bila ditemukan dan diobati sebelum

usia 1 bulan . Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak

terlalu jelas dan hipotiroid kongenital dapat menyebabkan retardasi mental

berat kecuali jika mendapat terapi secara dini maka pemeriksaan skrining

hipotiroid kongenital (HK) menjadi sangat penting untuk dilakukan. Tanpa

upaya deteksi dan terapi dini maka secara kumulatif keadaan ini akan

berdampak menurunkan kualitas sumber daya manusia Indonesia dikemudian

hari dan akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar pada masa

mendatang. Upaya ini diharapkan dapat menjamin bahwa bayi yang menderita

hipotiroid kongenital secepatnya didiagnosis dan mendapatkan pengobatan

yang optimal. Pengobatan optimal bisa tercapai antara lain dengan kerjasama

orang tua/ keluarga.

Kebijakan pemerintah untuk perluasan cakupan program SHK dilakukan

secara bertahap, sehingga tahun 2013 SHK baru dilakukan di 11 provinsi. Hal

ini disebabkan karena dalam proses pengembangan program SHK diperlukan

kesiapan SDM (Sumber daya manusia) yang mampu melaksanakan SHK.

Selain itu, diperlukan dukungan manajemen pelaksanaan yang melibatkan

berbagai unsur terkait dipusat maupun daerah. Mekanisme kerjasama dalam

program SHK ditingkat Provinsi dibawah koordinasi dinas kesehatan provinsi

dan penyediaan kebutuhan program SHK melalui APBN, APBD atau sumber

dana lainnya yang tidak mengikat.

Berdasarkan data SHK yang didapat dari Kabupaten Musi Banyuasin

Tahun 2022 terdapat 166 bayi yang di lakukan skrinning. Kemudian data yang
4

diperoleh peneliti di Puskesmas Bayung Lencir pada tahun 2022 jumlah bayi

yang dilakukan skrining hipotiroid kongenital sejumlah 5 bayi dari 1.379 bayi.

Berdasarkan observasi awal penelitian di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung

Lencir masih kurangnya sumber daya manusia kesehatan, ibu yang merasa

cemas dan letak geografis yang membuat rendahnya cakupan skrining

hipotiroid kongenital.

Adapun yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini sesuai dengan

hasil observasi adalah: Berdasarkan hasil cakupan IDAI Hipotiroid di

Indonesia lebih tinggi 1:1.500 kelahiran hidup. Dan berdasarkan data yang

diperoleh dari Puskesmas Bayung Lencir tahun 2021 jumlah bayi yang di

skrining hipotiroid kongenital sejumlah 6 bayi dari 1.598 bayi, dari data di

atas bahwa pelaksanaan SHK di Puskesmas Bayung Lencir masih kurang.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adakah Hubungan antara Kecemasan Ibu, Sumber Daya Manusia Kesehatan,

Letak Geografis dengan Rendahnya Skrining Hipotiroid Kongenital pada

Neonatus di puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022?

1.3 RUANG LINGKUP

Materi penelitian ini adalah tentang kelainan pada bayi baru lahir, khususnya

mengenai skrining hipotiroid kongenital pada neonatus dalam ruang lingkup

ilmu kebidanan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara

kecemasan ibu, sumber daya manusia kesehatan, letak geografis dengan

rendahnya cakupan skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di Wilayah

Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022. Penelitian ini dilakukan di


5

Wilayah Kerja Puskesmas Bayung Lencir pada bulan desember Tahun 2022.

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu nifas sebanyak 1.379 orang, sampel

pada penelitian ini sebanyak 90 orang yang memenuhi kriteria inklusi. Desain

penelitian ini menggunakan survey deskriptif analitik dengan pendekatan

cross sectional dan menggunakan alat ukur kuesioner, teknik yang digunakan

yaitu teknik random sampling. Penelitian ini menggunakan analisa Univariat

dan Bivariat menggunakan uji Chi Square.

1.4 TUJUAN DAN MANFAAT

1.4.1 Tujuan

1. Diketahui gambaran kecemasan ibu dengan rendahnya cakupan

skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di Puskesmas Bayung

Lencir Tahun 2022.

2. Diketahui gambaran sumber daya manusia kesehatan dengan

rendahnya cakupan skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di

Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022.

3. Diketahui gambaran letak geografis dengan rendahnya cakupan

skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di Puskesmas Bayung

Lencir Tahun 2022.

4. Diketahui hubungan antara kecemasan ibu dengan rendahnya

cakupan skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022.


6

5. Diketahui hubungan antara sumber daya manusia kesehatan dengan

rendahnya cakupan skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di

Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022.

6. Diketahui hubungan antara letak geografis dengan rendahnya

cakupan skrining hipotiroid kongenital pada neonatus di Puskesmas

Bayung Lencir Tahun 2022.

1.4.2 Manfaat

1. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman dan

wawasan peneliti serta sebagai media untuk menerapkan ilmu yang

telah didapatkan selama di bangku perkuliahan.

2. Bagi Institusi
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi di perpustakaan

Universitas Adiwangsa Jambi

3. Bagi tempat penelitian


Sebagai salah satu sumber informasi bagi pihak Puskesmas Bayung

Lencir dalam pelaksanaan skrining hipotiroid kongenital.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 HIPOTIROID KONGENITAL

2.1.1 Pengertian

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak

lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik (Kosim

dkk, 2010: 41). Hipotiroidisme kongenital merupakan istilah umum untuk

beberapa gangguan tiroid bawaan biasanya ditandai dengan konsentrasi

patologis rendah tiroksin yang mungkin atau mungkin tidak disertai dengan

peningkatan konsentrasi thyroid-stimulating hormone (thyrotropin, TSH)

(Korzeniewski dkk, 2013).

Hipotiroid Kongenital (HK) adalah kekurangan hormon tiroid pada bayi

baru lahir. Hormon tiroid, tiroksin (T4), merupakan hormon yang diproduksi

oleh kelenjar tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya memerlukan

mikronutrien yodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas

tubuh, metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta

pertumbuhan dan perkembangan otak. Dengan demikian hormon ini sangat

penting peranannya pada bayi dan anak yang sedang tumbuh. Kekurangan

hormon tiroid pada bayi dan masa awal kehidupan, bisa mengakibatkan

hambatan pertumbuhan (cebol) dan retardasi / keterbelakangan mental

(Permenkes, 2014).

Hormon Tiroid, Tiroksin (T4), merupakan hormon yang diproduksi oleh

kelenjar tiroid (kelenjar gondok). Pembentukannya memerlukan mikronutrien


7
8

iodium. Hormon ini berfungsi untuk mengatur produksi panas tubuh,

metabolisme, pertumbuhan tulang, kerja jantung, syaraf, serta pertumbuhan

dan perkembangan otak (Kementrian kesehatan RI, 2012). Sedangkan

menurut Sudoyo dkk 2009, definisi lama bahwa hipotiroidisme disebabkan

oleh faal tiroid berkurang sudah tidak tepat lagi. Kini dianut keadaan dimana

efek hormon tiroid dijaringan kurang (contoh pada defisiensi yodium justru

bekerja keras). Tiroid fetus mulai menagkap radioaktif yodium pada minggu

12, 14 dan mulai memproduksi hormon sendiri pada minggu 19, 22. Aksi

hipofisis tiroid pada fetus mulai berfungsi (intact) pada bulan ke-5. Dengan

demikian kita perlu hati-hati untuk menggunakan obat antitiroid sejak minggu

19, 22, supaya tidak terjadi supresi TSH endogen dengan akibat timbulnya

hipotiroidisme fetal.

Hipotiroid kongenital masih merupakan salah satu penyebab tersering

retardasi mental yang dapat dicegah. Kelainan ini disebabkan oleh kurang atau

tidak adanya hormon tiroid sejak dalam kandungan. Hormon tiroid sudah

diproduksi dan diperlukan oleh janin sejak usia kehamilan 12 minggu.

Hormon tiroid mempengaruhi metabolisme sel diseluruh tubuh sehingga

berperan penting pada pertumbuhan dan perkembangan anak (IDAI, 2010:

205).

2.1.2 Etiologi

Menurut LaFranchi S tahun 2000, berdasarkan penyebabnya, hipotiroid

kongenital dapat dibagi hipotiroid primer, sekunder dan tersier. Hipotiroid

primer terjadi apabila kelainan terdapat pada kelenjar tiroid. Hipotiroid


9

sekunder terjadi kelainan pada kelenjar hipofisis, dan hipotiroid tersier terjadi

kelainan pada hipotalamus (Moelyo, 2011).

Gambar 1. Anatomi kelenjar tiroid

Sumber: Mutiara, 2007

Hipotiroidisme terjadi jika kelenjar tiroid tidak dapat memenuhi kebutuhan

tubuh akan hormon tiroid (Marmi dan Rahardjo, 2012: 364). Terjadinya

hipotiroid tidak dipengaruhi oleh faktor geografis, sosial ekonomi, maupun

iklim dan tidak terdapat predileksi untuk golongan etnis tertentu. Umumnya

kasus hipotiroid kongenital timbul secara sporadik. Faktor genetik hanya

berperan pada hipotiroid tipe tertentu yang diturunkan secara autosomal

resesif. Penelitian di Italia tahun 1991-1998 mendapatkan hasil bahwa hanya

8,4% dari 1.420 kasus hipotirod kongenital disertai oleh kelainan bawaan

lainnya ( IDAI, 2010: 206).

Berbagai faktor dapat mengakibatkan tiroidisme pada bayi baru lahir.

Mungkin ada keturunan atau abnormalitas perkembangan struktur kelenjar

tiroid. Kelenjar tiroid mungkin ada tetapi mungkin terjadi masalah dengan

produksi hormon tiroid. Mungkin ada masalah dalam kelenjar pituitari itu

sendiri meskipun jarang terjadi. Masalah ini tidak akan menyebabkan


10

peningkatan TSH dan oleh karena itu tidak akan terdeteksi pada screening

blood spot neonatal (Lumsden dan Holmes, 2012: 26).

Menurut Bourgeois, etiologi yang spesifik bervariasi pada berbagai

negara, yang tersering yaitu:

1. Tiroid ektopik (25-50%)

2. Agenesis tiroid (20-50%)

3. Dishormogenesis (4-15%)

4. Disfungsi hipotalamus pituitari (10-15%) (Kementrian kesehatan RI,

2010).

2.1.3 Faktor Resiko

Hipotiroidisme pada saat lahir dapat terjadi jika:

1. Ibu hamil sangat kekurangan iodida (yodium).

2. Antibodi tiroid maternal menyerang tiroid janin selama kehamilan

(Corwin, 2009: 296).

3. Ibu hamil mengalami kelainan tiroid atau mendapatkan pengobatan

antitiroid (PTU atau metimasol atau karbimasol), misalnya untuk penyakit

Graves (IDAI, 2010: 206).

4. Riwayat gangguan tiroid dalam keluarga (IDAI, 2009).

2.1.4 Insidensi

Insidens hipotiroid kongenital bervariasi antar negara, umumnya sebesar

1:3.000- 4.000 kelahiran hidup. Insidens hipotiroid kongenital di Amerika

Serikat adalah 1 dari 3500 kelahiran hidup. Lebih sering ditemukan pada anak

perempuan dari pada anak laki-laki dengan perbandingan 2:1. Anak dengan
11

sindrom Down mempunyai risiko 35 kali lebih tinggi untuk menderita

hipotiroid kongenital dibandingkan anak normal (IDAI, 2010).

Di negara-negara Asia, angka kejadian di Singapura 1:3000-3500,

Malaysia 1:3026, Filipina 1:3460, HongKong 1:2404. Angka kejadian lebih

rendah di Korea 1:4300 dan Vietnam 1:5502. Proyek pendahuluan di India

menunjukkan kejadian di India 1:1700 dan di Bangladesh 1:2000 (Kementrian

Kesehatan RI, 2012). Insidens hipotiroid di Indonesia diperkirakan jauh lebih

tinggi lagi sebesar 1:1.500 kelahiran hidup (IDAI 2010). Di RSUP Wahidin

Sudirohusodo Makasar dari tahun 2009-2013 ditemukan 7 kasus hipotiroid

kongenital. Dengan pengalaman lebih dari negara regional dan program

skrining nasional, telah menjadi jelas bahwa insiden bervariasi dengan lokasi

geografis (Rastogi and LaFranchi, 2010).

2.1.5 Patofisiologi

Pada umur gestasi 10-11 minggu, kelenjar tiroid fetal sudah mampu

menghasilkan hormon tiroid, namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-

20 minggu, kadar T4 (tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah mencapai kadar

normal, pada masa ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fingsional sudah bebas

dari pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal. Produksi T3 (triiodotiroinin)

tergantung dari maturasi enzim deiodinasi hepar, yaitu sekitar umur 30

minggu gestasi. Kelenjar tiroid memerlukan tirosin dan iodium untuk

membuat T4 dan T3, iodium masuk kedalam sel folikel kelenjar tiroid dengan

cara transport aktif. Didalam sel iodium akan dioksidasi oleh enzim tiroid

peroksidase menjadi iodida. Kemudian terjadi organifikasi, yaitu iodida akan


12

berikatan dengan molekul tirosin sehingga terbentuk Monoiodotirosin (MIT)

dan Diiodotirosin (DIT). Dua molekul DIT akan membentuk tetraiodotironin

= tiroksin (T4) dan satu molekul MIT dengan satu molekul DIT akan

membentuk triiodotironin (T3). T4 merupakan hormon utama yang di

produksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid dan diperlukan untuk

pertumbuhan dan perkembangan jasmani, termasuk otak. T3 merupakan

mediator utama yang mempunyai efek biologis dari kelenjar tiroid dengan

mengadakan interaksi dengan reseptor nuclear specific (Moelyo, 2011).

Sebagian besar T3 dan T4 dalam sirkulasi terikat dengan thyroid-binding

globulin (TBG), sehingga kekurangan atau kelebihan TBG akan

mempengaruhi pengukuran kadar total hormon tiroid. Tiroksin akan masuk

kedalam sel, mengalami deiodinasi menjadi T3 dan berikatan dengan reseptor

T3. Setelah hormon tiroid berikatan dengan reseptornya, reseptor tersebut

akan mengaktifkan mRNA dan sintesis protein spesifik untuk mengaktifkan

gen tersebut (IDAI, 2010).

Pengaruh kadar hormon tiroid ibu terhadap fetus sangat minimal, tetapi

penyakit tiroid ibu dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid fetus atau

neonatus. Hormon T4 dapat melewati plasenta secara bebas, sedangkan

hormon-hormon tiroid lain tidak.

Hormon tiroid memberikan efek yang luas pada pertumbuhan,

perkembangan dan metabolisme, termasuk perubahan konsumsi oksigen,

metabolisme protein, karbohidrat, lipid, dan vitamin. Hormon tiroid

diperlukan untuk pertumbuhan otak, merangsang proliferasi dan migrasi


13

neuroblas, perkembangan akson dan dendrit, diferensiasi oligodendrosit serta

proses mielinisasi dari sistem jaringan saraf. Periode kritis terbesar untuk

perkembangan otak akan dipengaruhi hipotiroid, yaitu pada beberapa minggu

atau bulan setelah lahir (Moelyo, 2011).

Gambar 2. Mekanisme kerja hormon tiroid

Sumber: Mutiara, 2007

2.1.6 Manifestasi Klinis HK

Umumnya bayi yang terdeteksi pada program skrining belum

memperlihatkan gejala klinis yang khas, dan bila ada umumnya gejala sangat

ringan dan kurang jelas. Hanya kurang dari 5% bayi dengan hasil skrining

positif memperlihatkan gejala klinis hipotiroid. Manifestasi klinis ini sangat

bergantung pada etiologi, usia terjadinya in utero, beratnya penyakit penyakit

serta lamanya hipotiroid. Bayi yang sudah memperlihatkan gejala klinis

hipotiroid pada minggu pertama kehidupannya dapat dipastikan sudah

mengalami hipotiroid yang berlangsung lama sebelum anak tersebut

dilahirkan.
14

Gejala hipotiroidisme kongenital awalnya mencolok, namun, sejarah ibu

dan kehamilan dapat memberikan beberapa petunjuk. Dalam dua puluh

persen, kehamilan melampaui empat puluh dua minggu. Dapat juga

menemukan bukti penyakit tiroid autoimun ibu atau diet kekurangan yodium

(Rastogi and LaFranchi, 2010).

Gejala klinis yang sering terlihat adalah ikterus memanjang akibat

keterlambatan maturasi enzim glukoronil transferase hati, letargi, konstipasi,

malas minum (kurang kuat) dan masalah makan lainnya, serta hipotermia.

Pada saat skrining hanya sedikit dijumpai tanda klinis. Beberapa bayi

menunjukkan tanda klasik seperti wajah sembab, pangkal hidung rata dengan

“pseudohipertelorisme”, pelebaran fontanel (khususnya fontanel posterior),

pelebaran sutura, makroglossi, suara tangis serak, distensi abdomen dengan

hernia umbilikalis, kulit yang dingin dan “mottled” (cutis mammorata),

ikterik, hipotonia, hiporefleksia, galaktorea, dan meningkatnya kadar

prolaktin. Jarang sekali dijumpai goiter, namun pada bayi yang lahir dari ibu

dengan penyakit Graves dan diobati dengan PTU sering didapatkan goiter

yang besar dan menutup jalan napas.

Bayi yang mengalami hipotiroid sekunder memiliki gejala lebih ringan

dari pada hipotiroid primer. Bayi dicurigai mengalami hipotiroid sekunder bila

terdapat bibir sumbing pada bibir dan /atau palatum, nistagmus, hipoglikemia,

akibat defisiensi hormon pertumbuhan dan hormon adrenokortikotropi

(ACTH), serta bayi laki-laki dengan mikropenis, hipoplasia skrotum, dan


15

undessensus testis yang diduga karena defisiensi hormon pertumbuhan dan

gonadotropin (IDAI, 2010: 211).

Hipotiroid kongenital memberikan manifestasi klinis sebagai berikut:

1. Gangguan makan (malas, kurang nafsu makan, dan sering tersedak pada

satu bulan pertama).

2. Jarang menangis, banyak tidur (somnolen), dan tampak lamban.

3. Konstipasi

4. Tangisan parau

5. Pucat

6. Berat dan panjang lahir normal, lingkar kepala sedikit melebar.

7. Ikterus fisiologi yang memanjang

8. Lidah besar (makroglosia) sehingga menimbulkan gangguan pernafasan.

9. Ukuran abdomen besar dengan hernia umbilikalis

10. Temperatur tubuh subnormal, seringkali <350C

11. Kulit (terutama ekstremitas) dingin, kering dan berbercak

12. Miksedema kelopak mata, region genital dan ekstremitas

13. Frekuensi nadi lambat

14. Murmur, kardiomegali, dan efusi pericardium

15. Anemia (makrositik) yang membaik dengan terapi hematinic

16. Letargi

17. Fontanel anterior dan posterior paten dengan sutura kranialis lebar

18. Retardasi perkembangan fisik dan mental

19. Hipotonia
16

20. Tanda ileus paralitik: hipomotilitas, distensi abdomen, dan hipertimpani

(Kementrian kesehatan R.I, 2010).

Pada bayi baru lahir, hipotiroidisme menyebabkan kreatinisme

(hipotiroidisme neonatorum), yang ditandai dengan :

1. Jaundice (sakit kuning)

2. Nafsu makan yang buruk

3. Sembelit

4. Suara menangis yang serak

5. Hernia umbilikalis (penonjolan pada pusar)

6. Perumbuhan tulang yang lambat (Marmi dan Rahardjo, 2012: 364)

a b

Gambar 3. Manifestasi klinis hipotiroid

1. Wajah bayi dengan hipotiroid kongenital, wajah kasar dengan lidah besar

dan menjulur keluar.

2. Hernia umbilikalis dan postur hipotonik, wajah kasar pada bayi dengan

hipotiroid kongenital
17

3. Wajah bayi setelah diobati (http://www.emidicine.com).

Hambatan pertumbuhan dan perkembangan lebih nyata dan pada umur 3-6

bulan gejala khas hipotiroid menjadi lebih jelas. Perkembangan mental

semakin terbelakang, terlambat duduk dan berdiri serta tidak mampu belajar

bicara (Kementrian kesehatan RI, 2012).

Hipotiroid kongenital selain berpengaruh terhadap perkembangan

intelektual, fisik, dan motorik anak juga dapat menyebabkan timbulnya

masalah emosi dan perilaku pada anak. Beberapa masalah emosi dan perilaku

yang dialami anak penderita hipotiroid, yaitu:

1. Kecemasan yaitu rasa tegang, takut dan khawatir akan sesuatu yang

mengancam dirinya.

2. Mudah terganggu (irritability) yaitu perasaan mudah terganggu akan

permasalahan kecil yang terjadi.

3. Depresi

4. Masalah perilaku sosial yaitu perilaku yang kurang sesuai dengan tuntutan

sosial.

5. Fatique yaitu perasaan lelah yang berlebihan

6. Keluhan somatis yaitu keluhan fisik seperti sering pusing, mual, muntah,

kram/ sakit perut, mudah lelah, bermasalah dengan kulit.

7. Social Withdrawal yaitu perilaku menarik diri dan kurang mau

berinteraksi dengan lingkungan sosial.

8. Masalah atensi yaitu kekurangmampuan untuk memusatkan perhatian

9. Perilaku solitary yaitu perilaku yang suka menyendiri


18

10. Perilaku yang tidak menyenangkan (Yusuf dan Zulkarnain, 2007).

2.1.7 Pengobatan

Setelah konfirmasi diagnosis, harus secepatnya diberikan pengobatan

dengan L-T4. Orang tua harus dijelaskan tentang penyebab hipotiroidisme

yang terjadi pada bayinya, dan yang sangat penting dijelaskan adalah

pengobatan dini dan adekuat akan memperbaiki prognosis bayinya (Rudy dan

Susanto, 2009).

Sodium levotiroksin (Na-L tiroksin) merupakan obat yang terbaik. Orang

tua pasien harus diberikan penjelasan mengenai kemungkinan penyebab

hipotiroid, pentingnya kepatuhan minum obat dan prognosisnya baik jika

terapi diberikan secara dini. Untuk neonatus yang terdeteksi pada minggu-

minggu awal kehidupan direkomendasikan untuk memberikan dosis inisial

seperti sebesar 10-15 µg/kg/hari karena lebih cepat dalam normalisasi kadar

T4 dan TSH.

Dosis Na LT4 yang dianjurkan oleh IDAI 2010, untuk pengobatan

hipotiroid

1. 0-3 bulan: 8-10 µg/kg

2. 3-6 bulan: 7-10 µg/kg

3. 6-10 bulan: 6-8 µg/kg

4. 1-5 tahun: 4-6 µg/kg

5. 6-12 tahun: 3-5 µg/kg

6. >12 tahun: 3-4 µg/kg


19

Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi

serum tiroksin dan TSH menurut umur (age reference range). Pemberian Pil

Tiroksin dengan cara digerus/ dihancurkan dan bisa dicampur dengan ASI

atau air putih. Terapi sulih hormon dengan pil tiroksin (L-thyroxine) harus

secepatnya diberikan begitu diagnosis ditegakkan. IDAI menganjurkan

pemberian dosis permulaan 10-15 pg/kg. Pada bayi cukup bulan diberikan

rata-rata 37,5 - 50 pg per had. Besarnya dosis hormon tergantung berat

ringannya kelainan. Bayi dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan

kadar T4 kurang dari 5 pg, sebaiknya diberikan 50 pg. Pemberian 50 pg Iebih

cepat menormalisir kadar T4 dan TSH. Hasil pengobatan sangat dipengaruhi

oleh usia pasien saat terapi dimulai dan jumlah dosis. Pada HK berat, perlu

pemberian dosis yang lebih tinggi.

Pengobatan optimal bisa tercapai antara lain dengan kerjasama orang tua /

keluarga. Oleh karena itu penting diberikan pendidikan mengenai:

1. Penyebab HK dari bayi mereka

2. Pentingnya diagnosis dan terapi dini guna mencegah hambatan tumbuh

kembang bayi.

3. Cara pemberian obat tiroksin, pentingnya mematuhi pengobatan

4. Pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai jadwal yang dianjurkan

dokter.

5. Tidak boleh menghentikan pengobatan kecuali atas perintah dokter.

(Kementrian Kesehatan RI, 2012)


20

2.1.8 Prognosis

Pengobatan dini sangat penting untuk outcome terbaik. Hipotiroid

kongenital sangat mengganggu tumbuh kembang anak apabila tidak

terdiagnosis secara dini ataupun bila pengobatan tidak dilakukan dengan

benar. Apabila hipotiroid diobati dini dengan dosis adekuat, pertumbuhan

linier pada sebagian besar kasus mengalami kejar tumbuh yang optimal

sehingga mencapai tinggi badan optimal. Pengobatan yang dilakukan setelah

usia 3 bulan akan mengakibatkan taraf IQ subnormal atau lebih rendah (IDAI,

2009). Namun jika pengobatan terlambat, bayi akan mengalami masalah

neurologi dan intelektual. Bayi yang tidak diobati akan menunjukkan

disabilitas fisik serius, kegagalan pertumbuhan, gangguan pendengaran dan IQ

rendah (Lumsden dan Holmes, 2012: 26).

Semua laporan yang ada menyebutkan bahwa penderita hipotiroid

kongenital yang mendapatkan pengobatan adekuat dapat tumbuh secara

normal. Bila pengobatan dimulai pada usia 4 - 6 minggu, maka IQ pasien

tidak berbeda dengan IQ populasi kontrol. Program skrining di Quebec (AS)

mendapatkan bahwa IQ pasien pada usia 1 tahun sebesar 115, usia 18 bulan

sebesar 104, dan usia 36 bulan sebesar 103. Pada pemeriksaan saat usia 36

bulan didapatkan “hearing speech” dan “practical reasoning” lebih rendah dari

populasi kontrol. Jadi walaupun secara umum tidak ditemukan kelainan

mental, tetapi ada beberapa hal yang kurang pada anak dengan hipotiroid

kongenital. Kasus berat dan yang tidak mendapatkan terapi adekuat pada 2
21

tahun pertama kehidupan akan mengalami gangguan perkembangan

intelektual dan neurologis.

Pada sebagian kecil kasus dengan IQ normal dapat dijumpai kelainan

neurologis antara lain gangguan koordinasi pada motorik kasar dan halus,

ataksia, tonus otot meninggi atau menurun, gangguan pemusatan perhatian,

dan gangguan bicara. Tuli sensorineural ditemukan pada sekitar 20% kasus

hipotiroid kongenital (IDAI, 2010: 221).

Menurut Moshang & Thorton 1999, prognosis perkembangan mental

bergantung pada awitan terapi, anak yang penanganannya dimulai pada usia 1

bulan mempunyai prognosis yang baik mengenai perkembangan mentalnya

(Paulette, 2007: 375).

2.2 SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL

2.2.1 Sejarah Skrining Bayi Baru Lahir

Sejarah skrining bayi baru lahir Deteksi dini kelainan bawaan melalui

skrining pada bayi baru lahir (BBL) merupakan salah satu upaya untuk

mendapatkan generasi yang lebih baik. Skrining atau uji saring pada bayi baru

lahir (Neonatal Screening) adalah tes yang dilakukan pada saat bayi berumur

beberapa hari untuk memilah bayi yang menderita kelainan kongenital dari

bayi yang sehat (Kementrian kesehatan RI, 2012). Itu sebabnya, skrining

harus dilakukan di awal kehidupan, pada hari-hari pertama pasca lahir, untuk

mencegah terjadinya ketidaksempurnaan (kecacatan) hingga kemungkinan

paling pahit, kematian pada bayi. Skrining juga merupakan langkah awal
22

untuk memastikan potensi tumbuh kembang anak bisa berlangsung secara

optimal (Nati, 2012).

Skrining bayi baru lahir dimulai pada 1960-an setelah Dr. Robert Guthrie

mengembangkan tes darah sederhana untuk mengidentifikasi adanya

fenilketonuria. Tahun 1967 merupakan diskusi internasional pertama tentang

skrining bayi baru lahir. Tes screening neonatal bervariasi diberbagai dunia

maju tetapi di Inggris tes blood spot dilakukan untuk screening:

1. Phenilketonuria

2. Hypothyroidism

3. Cystic fibrosis (Lumsden dan Holmes, 2012: 24).

WHO (World Health Organization) merekomendasikan pelaksanaan

skrining pada bayi sejak tahun 1968 (Nati, 2012). Diantara penyakit-penyakit

yang bisa dideteksi dengan skrining pada bayi baru lahir yaitu hipotiroid

kongenital (HK) merupakan penyakit yang tidak jarang ditemui.

Pada tahun 1972 sarjana Fisher DA dkk, memulai program skrining

hipotiroid kongenital di Amerika Utara. Dari hasil skrining 1.046.362 bayi

dapat diselamatkan 277 bayi dengan HK, kelainan primer sebanyak 246 (1:

4.254 kelahiran) dan 10 bayi dengan hipotiroid sentral (1: 68.200 kelahiran).

Dari pemantauan menunjukkan dengan pengobatan memadai sebelum umur 1

bulan, anak-anak tersebut tumbuh normal. Melihat keberhasilan tersebut,

program skrining HK pada bayi baru lahir menyebar ke seluruh dunia

terutama di negara maju. Negara-negara ASEAN sebagian besar sudah

melakukan skrining bayi baru lahir sebagai program nasional seperti Thailand,
23

Singapura, Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam., demikian

juga dengan Hongkong, Korea dan Taiwan. Sedangkan untuk negara

berkembang seperti halnya Indonesia, skrining hipotiroid masih belum

menjadi kebijakan nasional (Kementrian kesehatan, 2012).

Sebelum adanya program skrining bayi baru lahir, kejadian hipotiroidisme

kongenital, seperti yang didiagnosis setelah manifestasi klinis, berada di

kisaran 1; 7.000 menjadi 1:10.000. Dengan munculnya skrining populasi bayi

yang baru lahir, kejadian itu awalnya dilaporkan berada di kisaran 1: 3.000

untuk 1: 4.000 (Rastogi and LaFranchi, 2010).

Audit program menunjukkan bahwa skrining ini sangat berhasil, dan

bahwa skrining ini mendeteksi jauh lebih banyak kasus dibandingkan yang

dicurigai secara klinis pada tahap yang lebih awal dalam kehidupan (Holmes

dan Baker, 2011). Skrining bayi baru lahir melibatkan hal berikut:

1. Bayi dengan hipotirod kongenital biasanya diidentifikasi pada 2-3 minggu

setelah kelahiran.

2. Bayi harus diperiksa dengan hati-hati dan dilakukan skrining ulang untuk

mengkonfirmasi diagnosis hipotiroid kongenital (IDAI, 2009).

3. Tes skrining dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku (Kriebs dan

Gegor, 2009: 477).

2.2.2 Indikasi skrining HK

Mengingat gejala hipotiroid pada bayi baru lahir biasanya tidak terlalu

jelas dan hipotiroid kongenital dapat menyebabkan retardasi mental berat

kecuali jika mendapat terapi secara dini maka sangat di perlukan skrining
24

hipotiroid kongenital. Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah

ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24

jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi,

sehingga akan memberikan sejumlah hasil positif palsu (false positive)

(Kementrian kesehatan RI, 2012).

Di negara-negara yang telah memiliki kebijakan untuk melakukan skrining

hipotiroid, sebagian besar kasus hipotiroid kongenital ditemukan melalui

program skrining. Program skrining memungkinkan bayi mendapatkan terapi

dini dan memiliki prognosis yang lebih baik, terutama dalam perkembangan

sistim neurologis (IDAI, 2010).

2.2.3 Metode pemeriksaan skrining HK

Teknik pengambilan darah melalui tumit bayi (heel prick) adalah cara

yang sangat dianjurkan dan paling banyak dilakukan di seluruh dunia.

Persiapan alat

1. Sarung tangan

2. Lancet

3. Kartu-kertas saring

4. Kapas

5. Alkohol 70%

6. Kasa steril

7. Rak pengering
25

Prosedur pengambilan spesimen darah

1. Cuci tangan menggunakan sabun dengan air bersih mengalir dan pakailah

sarung tangan

2. Hangatkan tumit dengan cara :

3. Menempelkan handuk hangat/ suam-suam kuku

4. Digosok-gosok

5. Memakai penghangat listrik

Gambar 4. Menghangatkan tumit sebelum pengambilan specimen

6. Supaya aliran darah lebih lancar, posisikan kaki lebih rendah dari kepala

bayi

7. Tentukan lokasi penusukan yaitu bagian lateral atau medial tumit (daerah

berwarna merah),

Gambar 5. Lokasi pengambilan spesimen darah


26

8. Bersihkan daerah yang akan ditusuk dengan antiseptik kapas alkohol 70%,

biarkan kering.

9. Tusuk tumit dengan lanset steril sekali pakai dengan ukuran 2 mm.

Gambar 6. Penusukan tumit dengan lanset

10. Setelah tumit ditusuk, usap tetes darah pertama dengan kain kasa steril

11. Kemudian lakukan pijatan lembut sehingga terbentuk tetes darah yang

cukup besar. Hindarkan gerakan memeras karena akan mengakibatkan

hemolisis atau darah tercampur cairan jaringan.

12. Selanjutnya teteskan darah ke tengah bulat kertas saring sampai bulat dan

terisi penuh dan tembus kedua sisi. Hindarkan tetesan darah yang berlapis-

lapis (layering). Ulangi meneteskan arah ke atas bulatan lain. Bila darah

tidak cukup, lakukan tusukan di tempat terpisah dengan menggunakan

lanset baru.

Gambar 7. Cara meneteskan darah ke kertas saring


27

13. Sesudah kedua bulatan kertas saring terisi penuh, tekan bekas tusukan

dengan kasa/kapas steril sambil mengangkat tumit bayi sampai berada

diatas kepala bayi. Bekas tusukan tidak perlu diberi plester ataupun

pembalut.

Metode pengeringan specimen

1. Segera Ietakkan di rak pengering dengan posisi horisontal atau diletakkan

di atas permukaan datar yang kering dan tidak menyerap (non absorbent).

2. Biarkan spesimen mengering (warna darah merah gelap)

3. Sebaiknya biarkan spesimen di atas rak pengering sebelum dikirim ke

laboratorium.

4. Jangan menyimpan spesimen di dalam laci dan kena panas atau sinar

matahari langsung atau dikeringkan dengan pengering

5. Jangan meletakkan pengering berdekatan dengan bahan-bahan yang

mengeluarkan uap seperti cat, aerosol , dan insektisida.

6. Gambar 8. Proses pengeringan spesimen pada rak pengering

Gambar 8. Proses pengeringan spesimen pada rak pengering


28

Beberapa kemungkinan hasil TSH

1. Kadar TSH ≤ 20 mU/L

Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 mU/L,

maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim

spesimen dalam waktu 7 hari.

2. Kadar TSH antara >20 - ≤ 40 mU/L

Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang meragukan. Sehingga

perlu pengambilan specimen ulang (resample). Bila pada hasil

pengambilan ulang didapatkan:

a. Kadar TSH ≤ 20 mU/L, maka hasil tersebut dianggap normal.

b. Kadar TSH > 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan

FT4 serum.

c. Kadar TSH > 40 mU/L

Jika hasil meriksaan menunjukkan nilai yang demikian, maka perlu

dilakukan pemeriksaan konfirmasi TSH dan FT4 serum (Kementrian

kesehatan RI, 2012).

3. Kadar TSH > 50 mU/ L, memiliki kemungkinan sangat besar untuk

menderita hipotiroid kongenital permanen.

4. Kadar TSH 20-49 µU/mL dapat menunjukkan hipotiroid transien atau

positif palsu (IDAI, 2010: 221).

2.2.4 Keuntungan pemeriksaan skrining HK

Tujuan utama skrining hipotiroid adalah untuk eradikasi retardasi mental

akibat hipotiroid kongenital dan hal ini dianggap menguntungkan dengan


29

“financial benefit-cost ratio” sebesar 10:1. Skrining dilakukan dengan

mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan pada kertas saring pada usia 3-4

hari. Negara-negara di Amerika Utara menggunakan kadar T4 sebagai metode

skrining utama dilanjutkan dengan pengukuran kadar TSH untuk kasus

dengan kadar T4 beraada pada persentil 10-20. Jepang dan sebagian besar

negara di Eropa menggunakan kadar TSH sebagai metode skrining utama

dengan pengukuran kadar T4 untuk pemeriksaan lanjutan.

Program skrining disamping menguntungkan pasien dan keluarganya juga

menghasilkan informasi baru tentang epidemiologi, patofisiologi, diagnosis

dan pengobatan penyakit tiroid pada bayi dan anak. Dalam periode tersebut

terjadi implementasi dan berkembangnya program skrining, termasuk

pendekatan skrining yang optimal, pemantauan bayi dengan T4 rendah dan

TSH normal yang didapatkan pada saat skrining, peran autoimunitas sebagai

etiologi dari penyakit, dan pengobatan optimal yang diberikan sehingga anak

dapat berkembang normal bila penyakit terdeteksi dini (Rudy dan Susanto,

2009).

Diagnosis dan tatalaksana HK harus dilakukan sedini mungkin pada

periode neonatal yaitu untuk mencapai perkembangan otak maupun

pertumbuhan fisik yang normal, karena terapi efektif bila dimulai pada

minggu-minggu pertama kehidupan. (Kementrian kesehatan RI, 2010). Di

negara-negara yang mampu skrining bayi baru lahir, pengobatan dalam 28

hari pertama kehidupan yang disebut 'pengobatan dini' telah mengubah

outlook untuk anak-anak dengan CH sehingga retardasi pertumbuhan berat


30

dengan cacat mental (kretinisme) tidak lagi terlihat (Donaldson dan Jones,

2013).

Penelitian telah menunjukkan bahwa waktu terapi sangat penting untuk

hasil neurologis. Memang, ada hubungan terbalik antara intelligence quotient

(IQ) dan usia saat diagnosis. Bahkan ketika didiagnosis dini, perkembangan

neurologis mungkin menderita jika pengobatan tidak dioptimalkan dalam dua

sampai tiga tahun pertama kehidupan. Oleh karena itu penting bagi pasien

untuk menerima pengobatan dini dan dekat tindak lanjut (Rastogi and

LaFranchi, 2010).

2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RENDAHNYA

SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL

2.3.1 Usia

Usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan

sampai berulang tahun. Semakin bertambah usia seseorang, kematangan

berpikir dan kualitas pekerjaannya semakin meningkat (Purba EH, 2012)

2.3.2 Pendidikan

Tingkat pendidikan suatu bangsa akan mempengaruhi perilaku

rakyatnya. Semakin tinggi pendidikan masyarakat, semakin tinggi juga

kesadaran akan kesehatan. Hal ini akan berpengaruh terhadap tingkat

keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan kesehatan (Runjanti, 2011).

2.3.3 Pekerjaan

Pekerjaan akan mempengaruhi tingkat ekonomi seseorang. Tingkat

social ekonomi yang terlalu rendah akan mempengaruhi individu menjadi


31

tidak begitu memperhatikan pesan-pesan yang disampaikan karena lebih

memikirkan kebutuhan-kebutuhan lain yang lebih mendesak (Yuliwati,

2012).

2.3.4 Pengetahuan

Pengetahuan yang dimaksud pada penelitian ini adalah segala sesuatu

yang diketahui oleh responden tentang indikasi pemeriksaan skrining

hipotiroid kongenital pada bayi baru lahir yang diketahui dari

jawaban responden dalam kuesioner. pengetahuan dalam hal ini bisa

dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya yaitu informasi.

Tingginya pengetahuan ibu akan hal ini disebabkan karena ibu telah

mendapat informasi sebelumnya. Informasi ini dapat diperoleh dari

google, kerabat, atau tenaga medis.

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah seseorang

mengadakan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Dalam

melakukan perilaku pencegahan, dibutuhkan pengetahuan mengenai faktor

resiko yang harus dihindari dan pemeriksaan deteksi dini serta

peningkatan asupan nutrisi. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan

lebih bertahan lebih lama daripada yang tidak didasari pengetahuan.

Keikutsertaan seseorang dalam mengikuti skrining hipotiroid kongenital

besar pengaruhnya dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan seseorang. Jika

seseoarng yang mempunyai tingkat pengetahuan yang baik diharapkan

akan timbul minat dan benar-benar melakukan pemeriksaan skrining

hipotiroid kongenital. Lebih lanjut Mubarrak (2007) mengemukakan


32

bahwa semakin tinggi tingkat pengetahuan ibu, maka semakin baik

kemampuan ibu dalam memahami informasi tentang skrining hipotiroid

kongenital, sehingga meningkatkan pengetahuannya tentang skrining

hipotiroid kongenital.

2.3.5 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Sumber Daya Manusia Tenaga pelaksana program SHK idealnya

sesuai dengan PMK no 78 Tahun tentang Skrining Hipotiroid Kongenital,

sesuai dengan ketentuan yang berbunyi bahwa sumber daya manusia yang

melaksanakan SHK adalah bidan/perawat, dokter umum, analis kesehatan,

dokter spesialis anak, dokter spesialis patologi klinik, dokter spesialis

kandungan dan kebidanan.

Sumber daya manusia kesehatan yaitu berbagai jenis tenaga kesehatan

klinik maupun nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan intervensi

kesehatan masyarakat. Kinerja dari pelayanan kesehatan sangat tergantung

kepada pengetahuan, keterampilan dan motivasi dari orang-orang yang

bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia

kesehatan berhubungan erat dengan masing-masing fungsi suatu

organisasi kesehatan dan juga berinteraksi diantara fungsi-fungsi tersebut.

Untuk mencapai visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan

dan kemampuan SDM yang mampu mendiagnosa permasalahan dan

mengintervensi sehingga didapatkan penyelesaian dari setiap

permasalahan yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Sumber

daya manusia tersebut juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana


33

kebijakan, strategi, program, dan prosedur suatu kegiatan apabila tidak

dikelola dengan baik dan tepat (Anonimous, 2008).

Penyelenggaraan Sistem Kesehatan Nasional (SKN) menyataka bahwa

sub sistem Sumber Daya Manusia Kesehatan (SDMK) sebagai pelaksana

dalam upaya kesehatan perlu mencukupi jumlah, jenis, dan kualitas, serta

distribusi secara adil dan merata sesuai kebutuhan dari pembangunan

kesehatan (Perpres RI, 2012). SDMK salah satu bagian penting dalam

upaya peningkatan kesejahteraan dan kesehatan masyarakat di Indonesia.

SDMK merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan di lapangan, baik

secara preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. SDMK juga

merupakan salah satu unsur utama peningkatan daya saing pelayanan

kesehatan, serta tulang punggung upaya pelayanan kesehatan menghadapi

peningkatan jumlah dan proporsi penduduk usia produktif dan lanjut usia

di masa mendatang (Putri, 2017). Menurut Undang – Undang nomor 36

tahun 2014 tentang tenaga kesehatan menyatakan bahwa tenaga kesehatan

merupakan bagian dari SDMK. Tenaga tersebut terdiri dari tenaga medis,

tenaga psikologi klinis, tenaga keperawatan, tenaga kebidanan, tenaga

kefarmasiaan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan,

tenaga gizi, tenaga keterapian fisik, tenaga keteknisian medis, tenaga

biomedika, tenaga kesehatan tradisional dan tenaga kesehatan lainnya

(Permenkes, 2014).
34

2.3.6 Logistik

Logistik skrining hipotiroid kongenital meliputi obat dan alat

kesehatan serta sarana penunjang yang dibutuhkan dalam melaksanakan

skrining hipotiroid kongenital di fasilitas pelayanan kesehatan.Alat

kesehatan yang dipergunakan dalam skrining hipotiroid kongenital adalah

1. Kertas saring dengan plastik zip lock

2. lanset,

3. kapas alkohol 70%, alcohol swab

4. kasa steril

5. sarung tangan

6. rak pengering spesimen darah,

7. safety box/kotak limbah tajam

Sarana penunjang untuk skrining hipotiroid kongenital adalah:

1. amplop untuk mengirim spesimen darah

2. formulir pencatatan dan pelaporan

2.3.7 Dukungan Keluarga

Perhatian dan kasih sayang sangat dibutuhkan dalam menumbuh

kembangkan seorang manusia ke arah yang lebih sehat, cerdas, dan

berpotensi. Selain itu, menurut Lawrence Green, dukungan keluarga

merupakan factor pendorong (reinforcing) yang mempengaruhi perilaku

manusia. Hal ini menunjukkan bahwa dukungan dari orang terdekat,


35

termasuk didalamnya suami, berpengaruh terhadap keputusan ibu untuk

melakukan skrining hipotiroid kongenital (Susanti, 2011).

Menurut pendapat Maulidia (2015) Faktor yang mempengaruhi

dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas

sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua

dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan

yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga

kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu

orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan,

afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas

sosial bawah. Adapun hal yang bisa dilakukan yaitu dengan Menjelaskan

pada keluarga bahwa melakukan skrining hipotiroid Kongenital pada bayi

itu sangat penting.

2.3.8 Kecemasan Ibu

Pada dasarnya kecemasan adalah kondisi psikologis seseorang yang

penuh dengan rasa takut dan khawatir, dimana perasaan takut dan khawatir

akan sesuatu hal yang belum pasti akan terjadi. Kecemasan berasal dari

bahasa Latin (anxius) dan dari bahasa Jerman (anst), yaitu suatu kata yang

digunakan untuk menggambarkan efek negatif dan rangsangan fisiologis

(Muyasaroh et al. 2020). Menurut American Psychological Association

(APA) dalam (Muyasaroh et al. 2020), kecemasan merupakan keadaan

emosi yang muncul saat individu sedang stress, dan ditandai oleh perasaan

tegang, pikiran yang membuat individu merasa khawatir dan disertai


36

respon fisik (jantung berdetak kencang, naiknya tekanan darah, dan lain

sebagainya).

Semua orang pasti mengalami kecemasan pada derajat tertentu,

Menurut Peplau, dalam (Muyasaroh et al. 2020) mengidentifikasi empat

tingkatan kecemasan, yaitu :

1. Kecemasan Ringan

Kecemasan ini berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.

Kecemasan ini dapat memotivasi belajar menghasilkan pertumbuhan

serta kreatifitas. Tanda dan gejala antara lain: persepsi dan perhatian

meningkat, waspada, sadar akan stimulus internal dan eksternal,

mampu mengatasi masalah secara efektif serta terjadi kemampuan

belajar. Perubahan fisiologi ditandai dengan gelisah, sulit tidur,

hipersensitif terhadap suara, tanda vital dan pupil normal.

2. Kecemasan Sedang

Kecemasan sedang memungkinkan seseorang memusatkan pada

hal yang penting dan mengesampingkan yang lain, sehingga individu

mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu

yang lebih terarah. Respon fisiologi : sering nafas pendek, nadi dan

tekanan darah naik, mulut kering, gelisah, konstipasi. Sedangkan

respon kognitif yaitu lahan persepsi menyempit, rangsangan luar tidak

mampu diterima, berfokus pada apa yang menjadi perhatiaannya.

3. Kecemasan Berat
37

Kecemasan berat sangat mempengaruhi persepsi individu, individu

cenderung untuk memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik,

serta tidak dapat berfikir tentang hal lain. Semua perilaku ditujukan

untuk mengurangi ketegangan. Tanda dan gejala dari kecemasan berat

yaitu : persepsinya sangat kurang, berfokus pada hal yang detail,

rentang perhatian sangat terbatas, tidak dapat berkonsentrasi atau

menyelesaikan masalah, serta tidak dapat belajar secara efektif. Pada

tingkatan ini individu mengalami sakit kepala, pusing, mual, gemetar,

insomnia, palpitasi, takikardi, hiperventilasi, sering buang air kecil

maupun besar, dan diare. Secara emosi individu mengalami ketakutan

serta seluruh perhatian terfokus pada dirinya.

4. Panik

Pada tingkat panik dari kecemasan berhubungan dengan

terperangah, ketakutan, dan teror. Karena mengalami kehilangan

kendali, individu yang mengalami panik tidak dapat melakukan

sesuatu walaupun dengan pengarahan. Panik menyebabkan

peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan berhubungan

dengan orang lain, persepsi yang menyimpang, kehilangan pemikiran

yang rasional. Kecemasan ini tidak sejalan dengan kehidupan, dan jika

berlangsung lama dapat terjadi kelelahan yang sangat bahkan

kematian. Tanda dan gejala dari tingkat panik yaitu tidak dapat fokus

pada suatu kejadian.


38

2.3.9 Letak Geografis

Letak geografis adalah titik wilayah maupun negara yang secara luas

akan menjadi determinan dalam mempengaruhi berbagai macam peristiwa

yang lebih dibandingkan apa yang sudah pernah terjadi sebelumnya,

sehingga perihal ini sangat menentukan masa depan pada suatu negara

dalam menjalin hubungan internasional.

Adapun definisi letak geografis menurut para ahli, antara lain;

Meity Mudikawaty (2018), Letak Geografis adalah posisi keberadaan

suatu wilayah berdasarkan letak dan bentuknya di muka bumi. Misalnya

letak geografis Indoneisa yaitu terletak di antra benua Australia dan Asia,

serta diapit antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Letak geografis merupakan letak suatu tempat yang didasarkan pada

letak keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis sangat menentukan

terhadap pelayanan kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan.

Pasien yang tinggal di tempat yang terpencil umumnya desa-desa yang

masih terisolir dan transfortasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk

menempuh perjalanan ke tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan

waktu yang lama, sementara pasien harus memeriksakan kesehatannya

(Meilani, 2009).

Kondisi geografis adalah kondisi atau keadaan suatu wilayah dengan

dilihat dari keadaannya yang berkaitan dengan aspek geografis. Aspek-

aspek itu meliputi : Letak, terkait dengan lokasi geografis, luas, bentuk dan

posisi koordinat dari peta. Kondisi geografis Indonesia yang mempunyai


39

banyak wilayah dengan karakteristik yang beragam dan memiliki

tantangan tersendiri dalam penyelenggaraan layanan kesehatan. Tidak

dapat dipungkiri, beberapa permasalahan kesehatan masyarakat yang tidak

kunjung selesai, salah satunya adalah permasalahan akses agar cepat

mendapatkan penanganan akan tetapi terhambat dengan akses jalan yang

rusak dan menempuh perjalanan yang membutuhkan waktu untuk tiba ke

rumah sakit tujuan tujuan (Mubasyiroh, R., Nurhotimah, E., & Laksono,

2016). Kondisi geografis merupakan hambatan utama pada bidang

kesehatan dimana masih terbatasnya akses serta fasilitas kesehatan

menjadi permasalahan bagi masyarakat pesisir.

2.4 KERANGKA TEORI

Faktor Pendukung :

1. Usia
2. Pendidikan
3. Pekerjaan
4. Pengetahuan
5. Kecemasan Ibu Rendahnya Cakupan
Skrining Hipotiroid
Kongenital Pada Neonatus
Faktor Pendorong :
1. Logistik
2. Letak Geografis
3. Dukungan Keluarga
4. Sumber Daya Manusia
Kesehatan

Gambar 2.4 Kerangka Teori Modifikasi Jurnal Adelia (2019), Fidyawati


(2022)
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 DESAIN PENELITIAN

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan rancangan

penelitian deskriptif analitik. Penelitian deskriptif analitik adalah suatu penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama untuk memberikan gambaran atau deskripsi

tentang suatu keadaan secara objektif. Pendekatan penelitian ini menggunakan

Cross sectional dimana pengukuran variabel independen dan dependen dilakukan

pada saat bersamaan satu kali (Arikunto, 2021).

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini akan dilaksanakan di Puskesmas Bayung Lencir pada bulan

Desember 2022.

3.3 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian

ini adalah:

Kecemasan Ibu

Sumber Daya
Rendahnya Skrining
Manusia
Hipotiroid Kongenital
Kesehatan

Letak Geografis

Gambar 3.3 Kerangka Konsep

40
41

3.4 POPULASI DAN SAMPEL

3.4.1 Populasi

Populasi target penelitian ini adalah semua ibu nifas yang berdomisili di

wilayah kerja Puskesmas Bayung Lencir. Populasi terjangkau penelitian ini

adalah semua ibu nifas yang berada di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung

Lencir. Berdasarkan data yang diperoleh pada tahun 2022 terdapat 1.379 ibu

nifas, bayi yang telah dilakukan skrining hipotiroid kongenital sebanyak 5

orang (0,3%) jumlah tersebut masih jauh dari target capaian yang ditentukan

yaitu 30%.

3.4.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari keseluruhan obyek yang diteliti dan

dianggap mewakili seluruh populasi. Penelitian ini menggunakan teknik

random sampling dimana pengambilan sampel memenuhi kriteria inklusi dan

eksklusi dipilih sampai jumlah subjek yang dibutuhkan terpenuhi. Dalam

pengambilan sampel peneliti menggunakan kriteria eksklusi dan inklusi.

Kriteria Inklusi Responden:

1. Ibu Nifas yang melahirkan di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung Lencir

2. Bersedia menjadi responden penelitian.

3. Sehat Jasmani dan Rohani.

Kriteria Eksklusi :

1. Tidak bersedia menjadi responden.

2. Berada diluar wilayah kerja puskesmas


42

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah cross sectional dan

jumlah sampel ditentukan menggunakan rumus minimal sampel size

(Lemeshow,1997) dengan perhitungan sebagai berikut:

ket:

n = besar sampel minimal

N = jumlah populasi

Z=Standar deviasi normal untuk 1,96 dengan CI 95%

d=Derajat ketepatan yang digunakan oleh 90% atau 0,1

p=Proporsi target populasi adalah 0,5

q=Proporsi tanpa atribut 1-p=0,5

berikut penjelasan mengenai jumlah sampel yang akan diteliti oleh

peneliti:

Jadi jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 90 orang.


43

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi Alat
No Variabel Cara Ukur Hasil Ukur Skala
Operasional Ukur

Deteksi dini untuk


kelainan hipotiroid
Rendahnya
kongenital dapat
cakupan
mencegah
skrining 0=tidak melakukan
terjadinya Buku
1 hipotiroid Observasi Ordinal
reterdasi mental Register 1=melakukan
kongenital
dan secara
pada
signifikan dapat
neonatus
meningkatkan
fungsi intelektual.

Rasa khawatir atau 0=Tidak ada kecemasan –


takut yang Kecemasan Ringan (skor
Kecemasan dirasakan ibu Kuesioner <14-20)
2 Wawancara Ordinal
Ibu karena akan HRS-A 1=Kecemasan Sedang dan
melewati tahap Berat (skor 21->27)
pemeriksaan

Tenaga pelaksana Mampu = Jika jumlah


program SHK sampel darah yang diambil
Sumber yang mampu
daya Laporan 30% dari jumlah kelahiran
3 melaksanakan Observasi Ordinal
manusia pengambilan Bulanan Tidak Mampu = jika jumlah
kesehatan sampel darah sampel darah yang diambil
untuk pemeriksaan <30% dari jumlah kelahiran
HK
Lokasi tempat
tinggal atau posisi
keberadaan suatu 0 = Terpencil
Letak
4 wilayah Wawancara Kuesioner Nominal
geografis 1 = Tidak Terpencil
berdasarkan letak
dan bentuknya di
muka bumi

3.6 INSTRUMEN PENELITIAN

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang

berisi pertanyaan mengenai variabel terikat yaitu rendahnya cakupan skirning

hipotiroid kongenital pada neonatus, faktor eksternal (kecemasan ibu, sumber

daya manusia kesehatan, letak geografis).


44

3.7 TEKHNIK PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini adalah melalui penyebaran

kuesioner oleh peneliti untuk mendapatkan data kecemasan ibu, sumber daya

manusia kesehatan, letak geografis dan skrining hipotiroid kongenital.

Berdasarkan keterbatasan waktu dan banyaknya jumlah sampel, peneliti

dibantu teman sejawat atau tim yang dinamakan enumerator untuk

mempermudah mengumpulkan data melalui kuesioner dan wawancara dengan

responden.

3.8 HIPOTESIS PENELITIAN

Hipotesis yang di gunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis alternative

Ha yaitu :

Ha : Adanya hubungan kecemasan ibu, sumber daya manusia kesehatan, letak

geografis dengan rendahnya cakupan skrining hipotiroid kongenital pada

neonatus.

Ho : Tidak adanya hubungan kecemasan ibu, sumber daya manusia kesehatan,

letak geografis dengan rendahnya cakupan skrining hipotiroid kongenital pada

neonatus.

3.9 TEKHNIK ANALISA DATA

Data yang digunakan dalam penelitian ini ialah data primer, yaitu data

yang diperoleh langsung dari sumbernya. Data yang diperoleh kemudian

dianalisa dengan menggunakan analisa univariat dan bivariat.


45

3.9.1 Analisis univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendapatkan gambaran distribusi

frekuensi dan presentase dari tiap variabel terikat dan bebas yang akan diteliti.

3.9.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat merupakan analisis untuk mengetahui hubungan antara

variable dependen dan independen. Untuk membuktikan ada/tidak hubungan

tersebut, dilakukan uji Chi Square dengan derajat kepercayaan 95% (α=0,05).

Pada penelitian ini pengolahan data menggunakan program komputer

pengolahan data statistik, yang nantinya akan diperoleh nilai. Nilai akan

dibandingkan dengan nilai α. Dasar penentu adanya pengaruh penelitian

berdasarkan pada signifikan (nilai) yaitu :

1. Jika nilai > 0,05 maka tidak terdapat hubungan.

2. Jika nilai ≤ 0,05 maka terdapat hubungan.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Analisis Univariat

Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan variabel-variabel yang

diteliti, dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan atau menggambarkan

variabel skrinning hipotiroid kongenital, kecemasan ibu, sumber daya manusia

kesehatan, dan letak geografis. Berikut hasil penelitian akan diuraikan sebagai

berikut:

4.1.1.1 Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil penelitian mengenai skrinning hipotiroid kongenital dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi skrinning hipotiroid kongenital di Wilayah
Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022
Skrinning Hipotiroid Frekuensi Persentase
Kongenital

Tidak melakukan 56 62,2

Melakukan 34 37,8

Jumlah 90 100

Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.1 menunjukkan bahwa dari 90 responden, 56

responden (62,2%) tidak melakukan skrinning hipotiroid kongenital, sedangkan

34 responden (37,8%) melakukan skrinning hipotiroid kongenital.

46
47

4.1.1.2 Kecemasan Ibu

Hasil penelitian mengenai pengetahuan dapat dilihat pada tabel dibawah

ini :

Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kecemasan Ibu di Wilayah Kerja
Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022
Kecemasan Ibu Frekuensi Persentase

Tidak ada kecemasan – 53 58,9


kecemasan ringan (skor <14-20)

Kecemasan sedang dan berat 37 41,1


(skor 21->27)

Jumlah 90 100

Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa dari 90 responden, 53

responden (58,9%) tidak mempunyai kecemasan atau kecemasannya ringan, dan

37 responden (41,1%) mempunyai kecemasan sedang dan berat.

4.1.1.3 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Hasil penelitian mengenai sumber daya manusia kesehatan dapat dilihat

pada tabel dibawah ini :

Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Sumber Daya Manusaia Kesehatan di Wilayah
Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022
Sumber Daya Manusia Kesehatan Frekuensi Persentase

Mampu 41 45,6

Tidak Mampu 49 54,4

Jumlah 90 100

Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023


48

Berdasarkan tabel 4.3 menunjukkan bahwa dari 90 responden, 41 responden

(45,6%) terdapat sumber daya manusia kesehatan yang mampu, sedangkan 49

orang (54,4%) terdapat sumber daya manusia kesehatan yang tidak mampu.

4.1.1.4 Letak Geografis

Hasil penelitian mengenai letak geografis dapat dilihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 4.4
Distribusi Frekuensi Letak Geografis di Wilayah Kerja
Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022
Letak Geografis Frekuensi Persentase

Terpencil 60 66,7

Tidak terpencil 30 33,3

Jumlah 90 100

Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.4 menunjukkan bahwa dari 90 responden, 60

responden (66,7%) berada di letak geografis terpencil, sedangkan 30 responden

(33,3%) berada di letak geografis tidak terpencil.

4.1.2 Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui pengaruh atau hubungan antara

variabel bebas dengan variabel terikat, dalam penelitian mengetahui kecemasan

ibu, sumber daya manusia kesehatan dan letak geografis dengan cakupan

skrinning hipotiroid kongenital. Berikut hasil penelitian akan diuraian sebagai

berikut :
49

4.1.2.1 Hubungan Kecemasan Ibu dengan Rendahnya Cakupan Skrinning

Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik hubungan kecemasan ibu dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.5
Hubungan Kecemasan Ibu dengan Rendahnya Cakupan Skrinning
Hipotiroid Kongenital Pada Neonatus di Wilayah Kerja
Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022

Skrinning Hipotiroid Kongenital


P
Kecemasan Tidak OR
Melakukan Total value
Ibu Melakukan
F % F % F %
Tidak ada
kecemasan –
27 30,0 26 28,9 53 58,9
kecemasan
ringan 0,286
(0,111
Kecemasan 0,016
-
Sedang – 0,741)
29 32,2 8 8,9 37 41,1
Kecemasan
Berat
Total 56 62,2 34 37,8 90 100
Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh hasil sebanyak 53 responden (58,9%)

yang tidak mempunyai kecemasan atau kecemasannya ringan terdapat 27

responden (30,0%) tidak melakukan skrinning dan 26 responden (28,9%)

melakukan skrinning. Sedangkan dari 37 responden (41,1%) dengan kecemasan

sedang dan berat terdapat 29 responden (32,2%) tidak melakukan skrinning dan 8

responden (8,9%).
50

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa p

value sebesar 0,016, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p value

lebih kecil dari pada nilai α (0,016 < 0,05), artinya bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara kecemasan ibu dengan rendahnya cakupan skrinning hipotiroid

kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022, kemudian

didapatkan nilai OR sebesar 0,286 (0,111-0,741) yang artinya ibu yang

mempunyai kecemasan sedang dan berat berpeluang lebih besar untuk tidak

melakukan skrinning hipotiroid kongenital.

4.1.2.2 Hubungan Sumber Daya Manusia Kesehatan dengan Rendahnya

Cakupan Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik sumber daya manusia kesehatan dengan rendahnya

cakupan skrinning hipotiroid kongenital dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.6
Hubungan Sumber Daya Manusia Kesehatan dengan Rendahnya Cakupan
Skrinning Hipotiroid Kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas
Bayung Lencir Tahun 2022

Skrinning Hipotiroid Kongenital


Sumber Daya P
Tidak OR
Manusia Melakukan Total value
Melakukan
Kesehatan
F % F % F %
Mampu 18 20,0 23 25,6 41 45,6 0,227
Tidak Mampu 38 42,2 11 12,2 49 54,4 0,002 (0,091-
0,564)
Total 56 62,2 34 37,8 90 100
Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023

Berdasarkan tabel 4.6 diperoleh hasil dari 41 responden (45,6%) yang

sumber daya manusia kesehatannya mampu terdapat 18 responden (20,0%) tidak

melakukan skrinning dan 23 responden (25,6%) melakukan skrinning, sedangkan


51

dari 49 responden (54,4%) yang sumber daya manusia kesehatannya tidak mampu

terdapat 38 responden (42,2%) tidak melakukan skrinning dan 11 responden

(12,2%) melakukan skrinning.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa p

value sebesar 0,002, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p value

lebih kecil dari pada nilai α (0,002 < 0,05), artinya bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara sumber daya manusia kesehatan dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung Lencir

Tahun 2022. Nilai OR yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 0,227 (0,091-

0,564) artinya bahwa sumber daya manusia kesehatan yang tidak mampu

memiliki peluang lebih besar untuk tidak melakukan skrinning hypotiroid

kongenital.

4.1.2.3 Hubungan Letak Geografis dengan Rendahnya Cakupan Skrinning

Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik hubungan letak geografis dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4.7
Hubungan Letak Geografis dengan Rendahnya Cakupan Skrinning
Hipotiroid Kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas
Bayung Lencir Tahun 2022
Skrinning Hipotiroid Kongenital
P
Tidak OR
Letak Geografis Melakukan Total value
Melakukan
f % F % F %
Terpencil 45 50,0 15 16,7 60 66,7 5,182
Tidak Terpencil 11 12,2 19 21,1 30 33,3 0,001 (2,014-
13,331)
Total 56 62,2 34 37,8 90 100
Sumber : Hasil olah data primer tahun 2023
52

Berdasarkan tabel 4.7 diperoleh hasil dari 60 responden (66,7%) yang

letak geografisnya terpencil terdapat 45 responden (50,0%) tidak melakukan

skrinning dan 15 responden (16,7%) melakukan skrinning, sedangkan dari 30

responden (33,3%) terdapat 11 responden (12,2%) tidak melakukan skrinning dan

19 responden (21,1%) melakukan skrinning.

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa p

value sebesar 0,001, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p value

lebih kecil dari pada nilai α (0,001 < 0,05), artinya bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara letak geografis dengan rendahnya cakupan skrinning hipotiroid

kongenital di wilayah kerja puskesmas bayung lencir tahun 2022. Nilai OR yang

diperoleh dalam penelitian ini sebesar 5,182 (2,014-13,331) artinya bahwa letak

geografis terpencil memiliki peluang lebih besar untuk tidak melakukan skrinning

hypotiroid kongenital.

4.2 Pembahasan Penelitian

4.2.1 Pembahasan Univariat

4.2.1.1 Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 responden, 53 responden

(58,9%) tidak mempunyai kecemasan atau kecemasannya ringan, dan 37

responden (41,1%) mempunyai kecemasan sedang dan berat.

Hasil ini sejalan dengan penelitian Fidyawati dkk (2022), bahwa lebih

banyak responden yang tidak melakukan skrining hipotiroid kongenital,

diperoleh yang dilaksanakan skrining hipotiroid kongenital sebanyak 5 orang

(17,9%) dan yang tidak dilaksanakan sebanyak 23 orang (82,1%).


53

Hipotiroid kongenital (HK) merupakan kelainan pada bayi sejak lahir

yang disebabkan defisiensi sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid, dan

berkurangnya kerja hormon tiroid pada tingkat selular. Tujuan skrining

hipotiroid kongenital (SHK) adalah menghilangkan atau menurunkan

mortalitas, morbiditas dan kecacatan akibat penyakit hipotiroid kongenital

(Chairunia, 2018). Hipotiroidisme kongenital (HK) merupakan penyebab

paling umum keterbelakangan mental. Kekurangan hormon tiroid secara

langsung berhubungan dengan fungsi intelektual, motorik dan perilaku (Eka,

2014).

Berdasarkan asumsi peneliti, sebagian besar responden tidak melakukan

skrining hipotiroid kongenital, hal ini dikarenakan banyak faktor yang

mempengaruhi kemauan responden melakukan skrining hipotiroid kongenital

terhadap bayinya, khususnya faktor internal seperti pengetahuan dan informasi

yang didapat oleh responden. Untuk itu, perlu pendidikan kesehatan terhadap

responden untuk mengetahui betapa pentingnya skrining hipotiroid kongenital.

4.2.1.2 Kecemasan Ibu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 responden, 13 responden

(14,4%) tidak ada kecemasan, 39 responden (43,3%) mempunyai kecemasan

ringan, 22 responden (24,4%) mempunyai kecemasan sedang, 16 responden

(17,8%) mempunyai kecemasan berat.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Syahrianti et al (2020), masih ditemukan responden yang mengalami

kecemasan sedang dan berat, menyebutkan bahwa responden mengalami


54

kecemasan berat sebanyak 26,47%, responden dengan kecemasan sedang

sebanyak 50% sedangkan responden dengan kecemasan ringan sebanyak

23,53%.

Hal ini dimungkinkan karena responden dalam penelitian ini sudah

melewati masa persalinan yang kemungkinan menambah kecemasan

responden. Kecemasan merupakan keadaan emosi yang muncul saat individu

sedang stress, dan ditandai oleh perasaan tegang, pikiran yang membuat

individu merasa khawatir dan disertai respon fisik (jantung berdetak kencang,

naiknya tekanan darah, dan lain sebagainya) (Muyasaroh et al. 2020).

Berdasarkan asumsi peneliti, masih adanya responden yang mengalami

kecemasan sedang dan ringan terhadap skrining hipotiroid kongenital, hal ini

disebabkan oleh sebagian besar responden masih merasa cemas dan merasa

takut untuk melakukan skrining hipotiroid kongenital. Walaupun sudah ada

dukungan dari petugas kesehatan, selain responden masih memiliki persepsi

bahwa skrining hipotiroid kongenital tidak terlalu penting ketika mereka

merasa belum ada tanda dan gejala penyakit. Oleh sebab itu sebaiknya

peningkatan pengetahuan ibu tentang skrining hipotiroid kongenital sebaiknya

dilakukan penyuluhan.

4.2.1.3 Sumber Daya Manusia Kesehatan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 responden, 41 responden

(45,6%) terdapat sumber daya manusia kesehatan yang mampu, sedangkan 49

orang (54,4%) terdapat sumber daya manusia kesehatan yang tidak mampu.
55

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Anggraini dkk (2019),

bahwa masih ditemukan sumber daya manusia kesehatan yang tidak mampu

melakukan skrining hipotiroid kongenital, tenaga yang terlibat didalam

program SHK di puskesmas berjumlah 6 orang, yaitu koordinator dan tenaga

pelaksana yang semuanya berprofesi bidan. Jumlah SDM yang terlibat didalam

program SHK di Puskesmas Karangrejo sudah mencukupi, namun belum

semua tenaga pelaksana mendapatkan pelatihan SHK.

Sumber daya manusia kesehatan merupakan berbagai jenis tenaga

kesehatan klinik maupun nonklinik yang melaksanakan upaya medis dan

intervensi kesehatan masyarakat. Kinerja dari pelayanan kesehatan sangat

tergantung kepada pengetahuan, keterampilan dan motivasi dari orang-orang

yang bertanggung jawab terhadap pelayanan kesehatan. Sumber daya manusia

kesehatan berhubungan erat dengan masing-masing fungsi suatu organisasi

kesehatan dan juga berinteraksi diantara fungsi-fungsi tersebut. Untuk

mencapai visi dan misi suatu organisasi diperlukan keterampilan dan

kemampuan SDM yang mampu mendiagnosa permasalahan dan

mengintervensi sehingga didapatkan penyelesaian dari setiap permasalahan

yang menjadi tugas pokok dan fungsi organisasi. Sumber daya manusia

tersebut juga dapat menjadi ancaman bagi pelaksana kebijakan, strategi,

program, dan prosedur suatu kegiatan apabila tidak dikelola dengan baik dan

tepat (Anonimous, 2008).

Berdasarkan hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa masih banyak

sumber daya manusia kesehatan yang tidak mampu dalam melakukan skrining
56

hipotiroid kongenital, disebabkan minimnya sumber daya manusia yang

berkompeten. Oleh karena itu, perlu perbaikan di sisi tatanan sumber daya

manusia agar cakupan skrining hipotiroid kongenital tercapai misalnya dengan

mengikutsertakan dalam pelatihan SHK.

4.2.1.4 Letak Geografis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 90 responden, 60 responden

(66,7%) berada di letak geografis terpencil, sedangkan 30 responden (33,3%)

berada di letak geografis tidak terpencil.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Roswati dkk (2022), variabel geografis kategori baik yaitu sebanyak 43

(29,06%) dan kategori kurang baik yaitu 105 (70,94%). Banyak ditemukan

responden yang tidak mau memanfaatkan pelayanan kesehatan dikarenakan

kondisi letak geografisnya yang kurang baik.

Letak geografis merupakan letak suatu tempat yang didasarkan pada

letak keadaan alam di sekitarnya. Letak geografis sangat menentukan terhadap

pelayanan kesehatan dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pasien yang

tinggal di tempat yang terpencil umumnya desa-desa yang masih terisolir dan

transportasi yang sulit terjangkau, sehingga untuk menempuh perjalanan ke

tempat pelayanan kesehatan akan memerlukan waktu yang lama, sementara

pasien harus memeriksakan kesehatannya (Meilani, 2009).

Peneliti berasumsi bahwa akses pelayanan kesehatan mempengaruhi

seseorang untuk skrining hipotiroid kongenital. Semakin dekat akses pelayanan

kesehatan semakin mendukung seseorang untuk bisa memanfaatkan skrining


57

hipotiroid kongenital, semakin jauh akses pelayanan kesehatan semakin

menjadi hambatan bagi seseorang untuk bisa memanfaatkan skrining hipotiroid

kongenital. Jadi sebaiknya para petugas kesehatan meningkatkan pelayanan

skrining hipotiroid kongenital di tempat yang mudah dijangkau oleh

masyarakat.

4.2.2 Pembahasan Bivariat

4.2.2.1 Hubungan Antara Kecemasan Ibu dengan Rendahnya Cakupan

Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa

p value sebesar 0,016, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p

value lebih kecil dari pada nilai α (0,016 < 0,05), artinya bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara kecemasan ibu dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital di Wilayah Kerja Puskesmas Bayung Lencir

Tahun 2022, kemudian didapatkan nilai OR sebesar 0,286 (0,111-0,741) yang

artinya ibu yang mempunyai kecemasan sedang dan berat berpeluang lebih

besar untuk tidak melakukan skrinning hipotiroid kongenital.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Risnaningtyas dan

Maharani (2021), pada variabel tingkat kecemasan, diperoleh bahwa adanya

keterkaitan diantara variabel tersebut dengan pemanfaatan kembali pelayanan

kesehatan pada masyarakat di wilayah kerja Puskesmas Mranggen 1 (p =

0,029).

Tingkat Kecemasan adalah derajat yang menggambarkan perasaaan

takut atau tidak tenang yang dialami oleh pasien ketika datang ke tempat
58

pelayanan kesehatan (Stuart, 2017). Hasil studi serupa dengan penelitian lain

yang menyatakan terdapat hubungan antara tingkat kecemasan dengan

kepatuhan kunjungan posyandu selama masa pandemi COVID-19 (R. P. Sari &

Utami, 2020). Penelitian tersebut juga sesuai dengan hasil survei publik yang

menyimpulkan selama masa pandemi COVID-19 masyarakat mengalami panik

dan cemas berlebih sehingga berpengaruh terhadap perilaku masyarakat

terutama hal yang berhubungan dengan kesehatan (Alvara, 2020).

Berdasarkan asumsi peneliti, bahwa adanya hubungan kecemasan

terhadap skrining hipotiroid kongenital lebih ditekankan kepada responden

yang merasa takut untuk melakukan skrining hipotiroid kongenital. Walaupun

sudah ada dukungan dari petugas kesehatan, selain responden masih memiliki

persepsi bahwa skrining hipotiroid kongenital tidak terlalu penting ketika

mereka merasa belum ada tanda dan gejala penyakit. Oleh sebab itu sebaiknya

peningkatan pengetahuan ibu tentang skrining hipotiroid kongenital sebaiknya

dilakukan penyuluhan.

Untuk mengatasai kecemasan pada ibu kita harus menenangkan ibu

terlebih dahulu, memberinya air minum, menjelaskan dengan hati-hati agar

ibu mengerti, berbagi perasaan dan ketakutan untuk melegakan ibu,

menyarankan ibu untuk istirahat yang cukup, berfikiran positif buang jauh-

jauh fikiran negative.


59

4.2.2.2 Hubungan Antara Sumber Daya Manusia Kesehatan dengan

Rendahnya Cakupan Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa

p value sebesar 0,002, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p

value lebih kecil dari pada nilai α (0,002 < 0,05), artinya bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara sumber daya manusia kesehatan dengan

rendahnya cakupan skrinning hipotiroid kongenital di Wilayah Kerja

Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022. Nilai OR yang diperoleh dalam

penelitian ini sebesar 0,227 (0,091-0,564) artinya bahwa sumber daya manusia

kesehatan yang tidak mampu memiliki peluang lebih besar untuk tidak

melakukan skrinning hypotiroid kongenital.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Frangky dan Siswati (2020), hasil perhitungan korelasi kualitas SDM yang

dilakukan diperoleh hasil t hitung sebesar 10,10 dan t tabel sebesar 1,98 dengan

jumlah sampel sebanyak 100 orang responden dengan ketentuan t hitung > t

tabel, maka terdapat pengaruh positif antar kualitas SDM terhadap pelayanan

kesehatan di Puskesmas Simpat Rube Kabupaten Pakpak Barat. Berdasarkan

pengujian koefisien determinasi diperoleh hasil sebesar 0,510, maka terdapat

pengaruh yang kuat. Dengan demikian terdapat pengaruh positif dan signifikan

antara kualitas SDM terhadap pelayanan kesehatan di Puskesmas Simpat Rube

Kabupaten Pakpak Barat.

Dalam sistem manajemen di pelayanan kesehatan, SDM turut

berkontribusi baik dalam subsistem input maupun subsistem proses. Studi yang
60

dilakukan oleh Olakunde BO (2012), menunjukkan bahwa mobilisasi sumber

daya dan akuntabilitas merupakan faktor utama keberhasilan National Health

Act di Nigeria. Meskipun pendanaan masyarakat adalah kunci keberhasilan

pencapaian UHC, namun pengeluaran pemerintah untuk sektor kesehatan

masih rendah dan mobilisasi sumber daya juga masih lemah.

Salah satu kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran Program

Pengembangan dan Pemberdayaan SDM Kesehatan sesuai Rencana Strategis

Kemenkes 2020-2024 yaitu kegiatan perencanaan dan pendayagunaan SDM

kesehatan. Sasaran kegiatan ini adalah meningkatnya perencanaan dan

pendayagunaan SDM kesehatan. Indikator pencapaian sasaran adalah jumlah

tenaga kesehatan yang didayagunakan di fasilitas pelayanan kesehatan

sebanyak 24.000 orang. Kementerian Kesehatan melalui Badan Pengembangan

dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan (PPSDMK) telah

melakukan upaya pendayagunaan SDM kesehatan untuk mengatasi disparitas

SDM kesehatan antarwilayah. Pendayagunaan tersebut meliputi

pendistribusian/pemerataan, pemanfaatan, dan pengembangan SDM kesehatan

yang ditujukan terutama pada daerah tertinggal, terpencil, perbatasan dan

kepulauan (DTPK) dan daerah bermasalah kesehatan (DBK) (Kemenkes RI,

2020).

Berdasarkan asumsi peneliti, adanya hubungan sumber daya manusia

kesehatan terhadap cakupan skrining hipotiroid kongenital dikarenakan

ketersediaan SDM dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan memegang peranan

penting. Dari aspek provider kesehatan misalnya, harus memberikan layanan


61

yang meningkat karena adanya peningkatan permintaan terhadap layanan

kesehatan. Dengan meningkatnya kunjungan maka diperlukan kesigapan

petugas atau SDM di pelayanan kesehatan dalam melayani kunjungan

masyarakat. Oleh karena itu, perlu perbaikan di sisi tatanan sumber daya

manusia agar cakupan skrining hipotiroid kongenital tercapai misalnya dengan

mengikutsertakan dalam pelatihan SHK.

Berdasarkan dari penelitian ini solusi yang harus diperhatikan yaitu

dengan cara melakukan pelatihan untuk sumber daya manusia kesehatan yang

bertujuan untuk mengembangkan diri dalam hal meningkatkan pengetahuan,

keterampilan yang dimiliki serta sikap tenaga kesehatan tersebut.

4.2.2.3 Hubungan Antara Letak Geografis dengan Rendahnya Cakupan

Skrinning Hipotiroid Kongenital

Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi Square diperoleh bahwa

p value sebesar 0,001, jika dibandingkan dengan nilai α (0,05) maka nilai p

value lebih kecil dari pada nilai α (0,001 < 0,05), artinya bahwa terdapat

hubungan yang signifikan antara letak geografis dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital di wilayah kerja puskesmas bayung lencir

tahun 2022. Nilai OR yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 5,182 (2,014-

13,331) artinya bahwa letak geografis terpencil memiliki peluang lebih besar

untuk tidak melakukan skrinning hypotiroid kongenital.

Berdasarkan hasil penelitian Naimu (2018) menunjukkan bahwa ada

hubungan yang bermakna dari semua variabel yang memiliki hubungan dengan

pemanfaatan pelayanan kesehatan di unit rawat jalan adalah availability


62

(p=0,002)<(0,05), accessibility (p=0,000)<(0,005), dan acceptability

(p=0,002)<(0,005).

Menurut Hausman Muelal (2013) beberapa faktor yang mempengaruhi

pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam model The Four availability

(ketersediaan), accessibility (aksesibilitas), affordability (pembiayaan), dan

acceptability (penerimaan). The Four As yang telah banyak digunakan oleh

ahli medis, antropolog dan epidemiologi yang terutama menekankan jarak

(baik social maupun geografis) dan akses ekonomi merupakan faktor kunci

sebagai akses pengobatan.

Pada penelitian ini juga melihat faktor dalam model The Four As yakni

accessibility (aksesibilitas) menyangkut masalah jarak, waktu, serta sarana dan

transportasi. Menurut Hausma Muelal (2013) mengatakan bahwa beberapa

faktor yang mempengaruhi pemanfaatan pelayanan kesehatan dalam model The

Four Asadalah availability (ketersediaan), accessibility (aksesibilitas),

affordability (pembiayaan), dan acceptability (penerimaan). The four as yang

telah banyak digunakan oleh ahli medis, antropolog dan epidemologi yang

terutama menekankan jarak (baik sosial maupun geografis) dan aspek ekonomi

merupakan faktor kunci sebagai akses pengobatan.

Berdasarkan asumsi peneliti, adanya hubungan letak geografis

terhadap cakupan skrining hipotiroid kongenital dikarenakan letak geografis

sangat mempengaruhi responden untuk dapat mendapatkan pelayanan

kesehatan, seberapa jauh dan bagaimana cara untuk mendapatkan pelayanan

tersebut. Akses pelayanan kesehatan mempengaruhi seseorang untuk skrining,


63

semakin dekat akses pelayanan kesehatan semakin mendukung seseorang

untuk bisa memanfaatkan skrining hipotiroid kongenital, semakin jauh akses

pelayanan kesehatan semakin menjadi hambatan bagi seseorang untuk bisa

memanfaatkan skrining hipotiroid kongenital. Jadi sebaiknya para petugas

kesehatan meningkatkan pelayanan skrining hipotiroid kongenital di tempat

yang mudah dijangkau oleh masyarakat.

Pada daerah terpencil cara mengatasi agar masyarakat mendapatkan

pelayanan kesehatan dengan baik yaitu memudahkan akses mereka menuju

pelayanan kesehatan dengan cara menyediakan transportasi khusus untuk

masyarakat yang membutuhkan, melakukan sosialisasi tiap bulan kedaerah

tersebut, membuat posko kesehatan apabila di daerah tersebut belum ada.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian tentang hubungan antara kecemasan ibu, sumber

daya manusia kesehatan dan letak geografis dengan rendahnya cakupan skrinning

hipotiroid kongenital di wilayah kerja puskesmas bayung lencir, dapat di

simpulkan bahwa:

5.1.1 Terdapat 56 responden (62,2%) tidak melakukan skrinning, sedangkan

34 responden (37,8%) melakukan skrinning.

5.1.2 Terdapat 53 responden (58,9%) tidak mempunyai kecemasan atau

kecemasannya ringan, dan 37 responden (41,1%) mempunyai kecemasan

sedang dan berat.

5.1.3 Terdapat 41 reponden (45,6%) terdapat sumber daya manusia kesehatan

yang mampu, sedangkan 49 responden (54,4%) terdapat pada sumber

daya manusia kesehatan yang tidak mampu .

5.1.4 Terdapat 60 responden (66,7%) terdapat pada letak geografis terpencil,

sedangkan 30 responden (33,3%) terdapat pada letak geografis tidak

terpencil

5.1.5 Ada hubungan antara kecemasan ibu dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital di wilayah kerja puskesmas bayung lencir

dengan nilai p value (0,016).

64
65

5.1.6 Ada hubungan antara sumber daya manusia kesehatan dengan rendahnya

cakupan skrinning hipotiroid kongenital di wilayah kerja puskesmas

bayung lencir dengan nilai p value (0,002).

5.1.7 Ada hubungan antara letak geografis dengan rendahnya cakupan

skrinning hipotiroid kongenital di wilayah kerja puskesmas bayung lencir

dengan nilai p value (0,001).

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian, saran yang diajukan yaitu sebagai berikut:

5.2.1 Bagi Dinas Kesehatan

Perlu diharapkan untuk dinas kesehatan membuat suatu program

mengenai skrinning hipotiroid kongenital agar ibu nifas bisa langsung

melakukan skrinning terhadap bayinya ketika lahir. .

5.2.2 Bagi Puskesmas

Diharapkan untuk selalu mensosialisasikan mengenai skrinning

hipotiroid kongenital terhadap masyarakat khususnya kepada ibu nifas

karena untuk mencegah terjadinya komplikasi pada bayi.

5.2.3 Bagi peneliti selanjutnya

Diharapkan ada penelitian lebih lanjut dengan memperluas sampel dan

lebih memperhatikan variabel-variabel yang lain serta bisa menjadi acuan

dalam penelitian selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA
Adelia dkk. 2019. Evaluasi Pelaksanaan Program Skrining Hipotiroid Kongenital
Oleh Puskesmas Karangrejo Kota Metro. Lampung : Universitas
Diponegoro. Jurnal Kesehatan Masyarakat

Audrey Dkk. 2009. Newborn Screening: An Appeal for Improved Parent


Education.Http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2947955/pdf/ni
hms182350. pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Brook Charles G. D dan Rosalind S. Brown. 2008. Handbook of Clinical Pediatric


Endocrinology. USA: Blackwell Publishing.

Budiman. 2013. Kapita Selekta Kuesioner Pengetahuan Dan Sikap Dalam


Penelitian Kesehatan. Jakarta: Salemba medika.

Chairunia Anggraini. 2018. Peran puskesmas dalam pelaksanaan skrining


hipotiroid kongenital untuk menjamin kesehatan anak. Jurnal Kesehatan.

Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: Buku kedokteran


EGC.

Donaldson Malcolm, Jeremy Jones. 2013. Optimising Outcome in Congenital


Hypothyroidism;Current Opinions on Best Practice in Initial Assessment
and Subsequent Management.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3608009/pdf/JCRPE-5-
13.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Eka Fatmawati. Pentingnya skrining pada bayi agar kaki anak tumbuh
sempurna megembalikan semangat belajar. http://www. Diakses pada
tanggal 28 November 2022; 2012

Fidyawati dkk. 2022. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Cakupan Pelaksanaan


Skrining Hipotiroid Kongenital di RSU Prof. Dr. H. Aloe Saboe Kota
Gorontalo. Gorontalo : Universitas Muhamadiyah Gorontalo. Jurnal
MPPKI
Haws, Paulette S. 2008. Asuhan Neonatus Rujukan Cepat. Jakarta: Buku
kedokteran EGC. Holmes. 2011. Buku Ajar Ilmu Kebidanan.Jakarta: Buku
kedokteran EGC.

IDAI. 2009. Pedoman Pelayanan Medis.


http://idai.or.id/downloads/PPM/BukuPPM.pdf. Diakses pada tanggal 28
November 2022

IDAI. 2010. Buku Ajar Endokrinologi Anak Edisi I. Jakarta: Badan penerbit
IDAI.

IDAI. 2010. Buku Ajar Neonatologi Edisi Pertama. Jakarta: Badan penerbit IDAI.

IDAI. 2014. Tumbuh kembang anak hipotiroid kongenital yang diterapi dini
dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi.
http://saripediatri.idai.or.id/15-2-2.pdf. Diakses tanggal 28 November
2022.

Kementerian kesehatan R.I. 2010. Konvensi HTA 2010.


http://buk.depkes.go.id/index.php?option=com_docman&task=doc_downl
oa d&gid=285&Itemid=142. Diakses pada tanggal 28 November 2022

Kementerian kesehatan RI. 2012. Pedoman Skrining Hipotiroid Kongenital.


Jakarta: Kementerian kesehatan RI.

Kementerian Kesehatan RI. 2022. Data Skrining Hipotiroid Kongenital Pada


Bayi. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.

Korzeniewski, Steven J. 2013. Transient Hypothyroidism at 3-Year Follow-Up


among Cases of Congenital Hypothyroidism Detected by Newborn
Screening.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3529757/pdf/ni
hm s416850.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022

Kriebs Jan M dan Carolyn L. Gegor. 2009. Buku Saku Asuhan Kebidanan
Varney. Jakarta: Buku kedokteran EGC.
Lumsden Hilary dan Debbie Holmes. 2012. Asuhan Kebidanan Pada Bayi Yang
Baru Lahir. Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Makda Dkk, 2012. Factors associated with knowledge of and satisfaction with
newborn screening education: a survey of mothers.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3908555/pdf/gim201287a.
pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Marmi Dkk. 2012. Asuhan Neonatus, Bayi, Balita, dan Anak Prasekolah.
Yogyakarta: Pustaka pelajar.

Moelyo, Annang Giri. 2011. Mengenal Kasus-kasus Endokrin Anak.


http://fk.uns.ac.id/static/resensibuku/Mengenal_Kasuskasus_Endokrin_An
ak.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Nati, Francinita MM. 2012. Pentingnya Skrining Pada Bayi Agar Kaki Anak
Tumbuh Sempurna Mengembalikan Semangat Belajar.
http://www.mitrakeluarga.com/download/majalah_rsmk5.pdf. Diakses
pada tanggal 28 November 2022.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka


cipta.

Nurfadillah. 2014. Pedoman skrining hipotiroid kongenital (SHK) . Jakarta.


Kementerian Kesehatan RI.

Peraturan Menteri Kesehatan. 2014. Skrining Hipotiroid Kongenital.

Perinasia. 2012. Pedoman skrining hipotiroid kongenital (SHK) . Jakarta


Kementerian Kesehatan RI.

Profil Puskesmas Bayung Lencir Tahun 2022

Rastogi Maynika V dan Stephen H LaFranchi. 2010. Congenital hypothyroidism.


http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2903524/pdf/1750-1172-5-
17.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.
Rudy-Susanto. 2009. Kelainan Tiroid Masa Bayi.
http://eprints.undip.ac.id/15015/1/KELAINAN_TIROID_MASA_BAYI.p
df. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Sondang, Maria. 2012. Skrining Hipotiroid Kongenital.


http://www.kesehatananak.depkes.go.id/index.php?view=article&catid=38
% 3Asubdit3&id=87%3Apembelajaran-koordinasi-dan-komitmen-antar
provinsi&format=pdf&option=com_content&Itemid=81. Diakses pada
tanggal 28 November 2022

Stuart G. Nicholls dan K. W. Southern. 2012. Parental information use in the


context of newborn bloodspot screening. An exploratory mixed methods
study.http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3461221/pdf/12687_
2012_A rticle_82.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Sudoyo Dkk. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing.

Unicef. 2012. Kesehatan ibu & Anak.


http://www.unicef.org/indonesia/id/A5_B_Ringkasan_Kajian_Kesehatan_
REV.pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022.

Wirawan, Adi Dkk. 2013. Tumbuh Kembang Anak Hipotiroid Kongenital yang
Diterapi dini dengan Levo-tiroksin dan Dosis Awal Tinggi.
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/15-2-2.pdf. Diakses tanggal 28
November 2022.

Yusuf Elvi Andriani dan Zulkarnain. 2007. Masalah Emosi dan Perilaku pada
Anak Penderita Hipotiroid Kongenital.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19065/1/mkn-mar2007
40%20(6).pdf. Diakses pada tanggal 28 November 2022
HALAMAN KONSULTASI BIMBINGAN SKRIPSI S1 KEBIDANAN

NAMA MAHASISWA : MARDHIANA


DOSEN PEMBIMBING : YESI MUSTIKA SARI, SST.,M.Keb
KELAS : REGULER B
NIM : 213001070066
JUDUL PENELITIAN : HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN IBU,
SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN,
LETAK GEOGRAFIS DENGAN RENDAHNTA
CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL PADA NEONATUS DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS BAYUNG
LENCIR TAHUN 2022
NO HARI/TANGGAL MATERI BIMBINGAN TTD
1 Selasa, 11 Oktober 2022 Pengajuan Judul ke 1
2 Jum’át, 14 Oktober 2022 Pengajuan Judul ke 2
3 Sabtu, 22 Oktober 2022 Acc Judul
4 Rabu, 16 November 2022 Konsul proposal BAB I , II dan III
5 Senin , 21 November 2022 Revisi BAB I , II dan III
6 Kamis,23November 2022 Revisi BAB II , III & kuestioner
7 Kamis ,28 November2022 Revisi kuestioner
8 Jumat , 02 Desember 2022 Revisi BAB III dan Kuesioner
9 Sabtu , 03 Desember 2022 Acc
10 Sabtu, 04 Februari 2023 Konsul BAB IV & V
11 Senin, 06 Februari 2023 Revisi BAB IV
12 Jumat , 13 Februari 2023 Konsul BAB IV & V
13 Senin , 20 Februari 2023 Acc
Diketahui
Ka.Prodi S1 Kebidanan

Diane Marlin,S.Keb, M.Keb


INFORMED CONSENT
(PERNYATAAN PERSETUJUAN IKUT PENELITIAN)

Yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama :
Umur :
Jumlah Kelahiran :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :

Telah mendapat keterangan secara terinci dan jelas mengenai:

1. Penelitian yang berjudul “ HUBUNGAN ANTARA KECEMASAN IBU,


SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN, LETAK GEOGRAFIS
DENGAN RENDAHNYA CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID
KONGENITAL PADA NEONATUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
BAYUNG LENCIR TAHUN 2022”
2. Perlakuan yang akan diterapkan pada subyek
3. Manfaat ikut sebagai subyek penelitian
4. Bahaya yang akan timbul

dan prosedur penelitian mendapat kesempatan mengajukan pertanyaan mengenai


segala sesuatu yang berhubungan dengan penelitian tersebut. Oleh karena itu saya
bersedia/tidak bersedia*) secara sukarela untuk menjadi subyek penelitian dengan
penuh kesadaran serta tanpa keterpaksaan.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya tanpa tekanan dari pihak
manapun.

Musi Banyuasin, …............ 20……..

Peneliti, Responden,

…………………………………. ..............…………………………

*) Coret salah satu


KUESIONER

Isilah kuesioner di bawah ini sesuai dengan kondisi Anda yang sebenarnya
dengan memilih salah satu jawaban dan berilah tanda silang (X) pada kotak yang
disediakan.

1. CAKUPAN SKRINING HIPOTIROID KONGENITAL


1) Apakah bayi Anda pernah dilakukan skrining hipotiroid kongenital?
YA TIDAK

2) Bila Ya, dimana dilakukan?


a) Rumah Sakit
b) Puskesmas
c) Klinik Pratama
d) Praktik Bidan Mandiri

3) Bila Ya, pada usia bayi berapa hari dilakukan?


…. hari

2. KECEMASAN IBU
Keterangan:
0: Tidak ada
1: Ringan
2: Sedang
3: Berat
4: Berat Sekali

No. Pernyataan 0 1 2 3 4
1 Perasaan Ansietas
- Cemas
- Firasat Buruk
- Takut Akan Pikiran Sendiri
- Mudah Tersinggung
2 Ketegangan
- Merasa Tegang
- Lesu
- Tak Bisa Istirahat Tenang
- Mudah Terkejut
- Mudah Menangis
- Gemetar
- Gelisah
3 Ketakutan
- Pada Gelap
- Pada Orang Asing
- Ditinggal Sendiri
- Pada Binatang Besar
- Pada Keramaian Lalu Lintas
- Pada Kerumunan Orang Banyak
4 Gangguan Tidur
- Sukar Masuk Tidur
- Terbangun Malam Hari
- Tidak Nyenyak
- Bangun dengan Lesu
- Banyak Mimpi-Mimpi
- Mimpi Buruk
- Mimpi Menakutkan
5 Gangguan Kecerdasan
- Sukar Konsentrasi
- Daya Ingat Buruk
6 Perasaan Depresi
- Hilangnya Minat
- Berkurangnya Kesenangan Pada Hobi
- Sedih
- Bangun Dini Hari
- Perasaan Berubah-Ubah Sepanjang Hari
7 Gejala Somatik (Otot)
- Sakit dan Nyeri di Otot-Otot
- Kaku
- Kedutan Otot
- Gigi Gemerutuk
- Suara Tidak Stabil
8 Gejala Somatik (Sensorik)
- Tinitus
- Penglihatan Kabur
- Muka Merah atau Pucat
- Merasa Lemah
- Perasaan ditusuk-Tusuk
9 Gejala Kardiovaskuler
- Takhikardia
- Berdebar
- Nyeri di Dada
- Denyut Nadi Mengeras
- Perasaan Lesu/Lemas Seperti Mau Pingsan
- Detak Jantung Menghilang (Berhenti Sekejap)
10 Gejala Respiratori
- Rasa Tertekan atau Sempit Di Dada
- Perasaan Tercekik
- Sering Menarik Napas
- Napas Pendek/Sesak
11 Gejala Gastrointestinal
- Sulit Menelan
- Perut Melilit
- Gangguan Pencernaan
- Nyeri Sebelum dan Sesudah Makan
- Perasaan Terbakar di Perut
- Rasa Penuh atau Kembung
- Mual
- Muntah
- Buang Air Besar Lembek
- Kehilangan Berat Badan
- Sukar Buang Air Besar (Konstipasi)
12 Gejala Urogenital
- Sering Buang Air Kecil
- Tidak Dapat Menahan Air Seni
- Amenorrhoe
- Menorrhagia
- Menjadi Dingin (Frigid)
- Ejakulasi Praecocks
- Ereksi Hilang
- Impotensi
13 Gejala Otonom
- Mulut Kering
- Muka Merah
- Mudah Berkeringat
- Pusing, Sakit Kepala
- Bulu-Bulu Berdiri
14 Tingkah Laku Pada Wawancara
- Gelisah
- Tidak Tenang
- Jari Gemetar
- Kerut Kening
- Muka Tegang
- Tonus Otot Meningkat
- Napas Pendek dan Cepat
- Muka Merah
Skor Total =
Tingkat Kecemasan: Skor Total:
Tidak Ada Kecemasan < 14
Kecemasan Ringan 14 – 20
Kecemasan Sedang 21 – 27
Kecemasan Berat > 27
3. SUMBER DAYA MANUSIA KESEHATAN
1) Apakah terdapat tenaga pelaksana program skrining hipotiroid
kongenital?
YA TIDAK

2) Bila YA, siapa tenaga tersebut?


a. Bidan
b. Perawat
c. Dokter Umum
d. Analis Kesehatan
e. Dokter Spesialis Anak
f. Dokter Spesialis Patologi Klinik
g. Dokter Spesialis Kandungan dan Kebidanan
3) Bila YA, apakah tenaga tersebut mampu melakukan pengambilan
sampel darah untuk pemeriksaan hipotiroid kongenital sebanyak 30%
dari jumlah kelahiran?
YA TIDAK

4. LETAK GEOGRAFIS
1) Apa daerah tempat tinggal ibu saat ini?
a. Terpencil
b. Tidak Terpencil
*Daerah Terpencil adalah daerah yang sulit dijangkau karena berbagai
sebab seperti keadaan geografi (kepulauan, pegunungan, daratan, hutan
dan rawa), transportasi, sosial, dan ekonomi.
2) Apakah ibu kesulitan dalam mengakses fasilitas kesehatan untuk
melakukan skrining hipotiroid kongenital?
YA TIDAK
DATA PENELITIAN

KUESIONER KECEMASAN IBU


SKOR
Resp. P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9 P10 P11 P12 P13 P14
TOTAL
1 2 2 0 1 0 1 1 1 0 1 2 2 0 2 15
2 3 1 3 1 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 17
3 1 3 0 1 1 1 3 2 2 2 1 2 0 1 20
4 3 2 1 1 1 0 1 0 1 0 0 2 1 2 15
5 1 2 0 1 2 0 1 2 2 0 1 1 2 1 16
6 4 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 20
7 3 2 3 3 3 2 2 2 0 2 0 2 1 2 27
8 3 3 0 0 1 1 0 1 0 1 0 0 0 0 10
9 1 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 15
10 4 2 1 1 1 2 3 2 1 2 1 2 2 4 28
11 2 2 0 3 0 2 0 1 0 1 0 0 0 0 11
12 1 1 1 2 1 1 3 1 1 1 1 1 1 1 17
13 4 3 3 2 1 4 2 0 2 0 1 2 2 4 30
14 4 1 0 1 0 3 2 0 0 0 2 1 3 4 21
15 3 0 0 3 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 8
16 3 2 2 2 1 3 1 4 1 2 1 3 1 4 30
17 2 0 3 2 1 0 0 0 0 0 2 0 0 0 10
18 4 2 1 0 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 19
19 3 0 0 0 0 2 1 0 0 0 2 0 0 3 11
20 1 3 1 3 2 2 0 0 1 2 1 1 1 1 19
21 4 0 3 0 1 2 2 1 1 1 1 0 1 0 17
22 1 2 0 1 1 2 0 0 0 0 1 2 0 2 12
23 3 0 1 2 2 0 2 0 1 2 0 0 2 0 15
24 3 1 3 1 1 2 1 2 0 2 1 1 0 1 19
25 3 1 1 0 1 1 2 1 1 1 0 1 1 1 15
26 2 0 1 2 0 1 2 1 1 1 1 2 0 2 16
27 4 3 2 1 1 2 1 2 2 1 1 2 2 4 28
28 1 0 3 3 1 1 1 2 0 2 2 0 0 2 18
29 4 1 1 0 0 0 2 0 1 0 1 1 1 1 13
30 2 2 0 1 1 0 2 0 0 0 2 2 0 2 14
31 1 2 3 3 1 2 0 2 1 2 2 0 1 0 20
32 1 0 0 1 1 0 1 0 0 2 1 0 2 3 12
33 3 1 1 2 1 0 1 0 1 0 2 1 1 1 15
34 3 3 0 0 0 1 0 1 0 1 1 2 0 2 14
35 0 0 3 1 1 1 2 2 0 2 2 1 1 1 17
36 3 1 1 0 0 0 1 0 1 0 2 1 1 1 12
37 1 2 0 3 0 0 0 0 0 0 1 2 0 2 11
38 2 1 2 0 1 1 2 1 0 1 0 1 0 3 15
39 2 2 3 2 1 0 1 0 2 2 1 0 2 0 18
40 1 2 0 0 1 2 1 2 0 2 1 2 2 2 18
41 3 3 2 1 1 1 2 2 0 1 2 2 1 1 22
42 2 2 1 0 1 0 0 0 1 0 2 2 1 2 14
43 4 3 2 2 2 2 2 0 1 2 0 2 2 2 26
44 3 1 0 2 0 1 0 1 0 1 1 1 2 3 16
45 4 3 3 0 2 2 2 0 1 2 1 2 1 2 25
46 2 3 1 1 1 2 0 1 2 0 0 1 1 0 15
47 2 2 1 0 0 0 1 0 1 0 2 2 1 2 14
48 4 0 0 2 1 1 0 1 0 1 1 0 0 2 13
49 1 2 3 1 1 0 0 0 1 0 1 2 1 3 16
50 3 3 1 3 0 0 1 1 1 0 0 2 1 2 18
51 2 0 0 1 1 2 0 2 0 2 2 0 2 0 14
52 3 3 1 2 2 0 1 0 2 2 1 0 2 4 23
53 2 1 3 1 1 1 0 1 0 1 2 1 0 1 15
54 3 3 1 1 0 1 2 0 1 0 1 2 1 2 18
55 2 1 1 3 1 0 0 0 1 0 0 1 1 3 14
56 3 2 0 1 1 1 0 1 0 1 1 0 0 2 13
57 4 2 1 1 2 0 1 0 1 0 0 2 1 2 17
58 2 2 3 3 0 0 0 0 0 0 2 2 2 3 19
59 4 0 1 1 0 2 1 2 1 2 1 0 1 0 16
60 2 3 0 1 1 2 1 0 0 0 2 1 0 1 14
61 3 0 1 1 0 1 2 1 1 1 1 0 1 3 16
62 4 3 1 2 1 2 2 3 1 1 2 2 0 3 27
63 2 0 3 3 0 2 1 2 0 2 1 0 2 0 18
64 2 0 1 3 1 0 1 0 1 2 2 0 1 3 17
65 1 1 0 0 0 1 2 1 0 1 1 1 0 1 10
66 2 0 1 1 3 2 1 2 1 2 1 0 1 2 19
67 2 3 1 3 0 0 1 0 1 0 2 2 2 2 19
68 3 0 3 2 2 0 2 0 2 0 1 0 1 3 19
69 4 2 1 3 1 2 1 2 1 2 1 2 3 4 29
70 2 0 1 2 0 0 1 0 1 2 1 0 1 2 13
71 4 3 1 2 0 0 0 0 1 0 0 1 1 3 16
72 2 2 3 1 2 1 1 1 2 1 1 0 0 4 21
73 1 2 1 1 1 0 3 0 1 0 1 2 1 2 16
74 4 4 1 1 3 1 2 2 1 0 0 0 1 2 22
75 1 3 3 0 1 0 0 0 0 0 1 2 2 3 16
76 2 1 2 3 0 2 2 0 0 0 0 1 0 1 14
77 3 2 0 1 0 1 1 1 0 1 2 2 0 4 18
78 2 1 3 1 1 1 2 0 1 2 0 2 1 2 19
79 4 3 1 0 0 2 1 2 1 2 0 0 1 2 19
80 1 1 0 3 0 0 0 0 0 0 1 1 2 3 12
81 4 3 2 1 2 2 2 1 1 4 1 2 1 2 28
82 1 1 3 1 0 0 2 2 1 2 1 1 1 1 17
83 0 2 0 0 1 2 0 0 0 0 0 2 0 2 9
84 1 3 3 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 15
85 3 2 1 3 2 2 2 2 1 2 2 1 1 3 27
86 2 1 0 2 0 0 1 0 0 0 2 1 2 1 12
87 1 0 1 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1 0 10
88 4 2 0 2 2 0 0 2 0 2 0 2 0 2 18
89 2 3 3 1 0 0 2 2 2 0 2 0 2 3 22
90 4 2 1 2 1 1 1 1 1 1 0 2 1 2 20

KUESIONER SKRINNING HIPOTIROID KONGENITAL, SUMBER


DAYA MANUSIA KESEHATAN DAN LETAK GEOGRAFIS
No Skrinning Hipotiroid sumber daya manusia
letak geografis
Resp Kongenital kesehatan
1 1 0 1
2 0 1 0
3 0 1 0
4 0 1 0
5 0 1 0
6 1 0 1
7 0 1 0
8 1 0 1
9 0 1 0
10 1 0 1
11 0 1 0
12 1 0 1
13 1 0 1
14 1 0 1
15 0 1 0
16 1 0 1
17 1 0 1
18 1 0 1
19 0 1 0
20 1 0 1
21 0 1 0
22 0 1 0
23 0 1 0
24 1 0 1
25 0 1 0
26 1 0 1
27 0 1 0
28 0 1 0
29 1 0 1
30 0 1 0
31 0 1 0
32 1 0 1
33 1 0 1
34 0 1 0
35 1 0 1
36 0 1 0
37 1 0 1
38 0 1 0
39 1 0 1
40 0 1 0
41 1 0 1
42 0 1 0
43 0 1 0
44 1 0 1
45 0 1 0
46 1 0 1
47 0 1 0
48 1 0 1
49 0 1 0
50 0 1 0
51 0 1 0
52 1 0 1
53 0 1 0
54 0 1 0
55 1 0 1
56 0 1 0
57 1 0 1
58 0 1 0
59 0 1 0
60 0 1 0
61 1 0 1
62 0 1 0
63 0 1 0
64 1 0 1
65 0 1 0
66 0 1 0
67 1 0 1
68 0 1 0
69 0 1 0
70 1 0 1
71 0 1 0
72 0 1 0
73 0 1 0
74 0 1 0
75 1 0 1
76 0 1 0
77 0 1 0
78 0 1 0
79 0 1 0
80 0 1 0
81 0 1 0
82 0 1 0
83 1 0 1
84 0 1 0
85 1 0 1
86 1 0 1
87 0 1 0
88 0 1 0
89 0 1 0
90 0 1 0
HASIL PENELITIAN

ANALISIS UNIVARIAT

Skirining hipotiroid kongenital


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid tidak melakukan 56 62.2 62.2 62.2
melakukan 34 37.8 37.8 100.0
Total 90 100.0 100.0

kecemasan ibu
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid tidak ada kecemasan -
kecemasan ringan 53 58.9 58.9 58.9
(skor <14-20)
kecemasan sedang dan
37 41.1 41.1 100.0
berat (skor 21->27)
Total 90 100.0 100.0

sumber daya manusia kesehatan


Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid mampu 41 45.6 45.6 45.6
tidak mampu 49 54.4 54.4 100.0
Total 90 100.0 100.0

letak geografis
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid terpencil 60 66.7 66.7 66.7
tidak terpencil 30 33.3 33.3 100.0
Total 90 100.0 100.0
ANALISIS BIVARIAT

kecemasan ibu * Skirining hipotiroid kongenital


Crosstab
Skirining hipotiroid kongenital
tidak melakukan melakukan Total
kecemasan tidak ada kecemasan - Count 27 26 53
ibu kecemasan ringan (skor % of Total
<14-20) 30.0% 28.9% 58.9%
kecemasan sedang dan Count 29 8 37
berat (skor 21->27) % of Total 32.2% 8.9% 41.1%
Total Count 56 34 90
% of Total 62.2% 37.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 6.977a 1 .008
b
Continuity Correction 5.859 1 .016
Likelihood Ratio 7.245 1 .007
Fisher's Exact Test .009 .007
Linear-by-Linear Association 6.899 1 .009
b
N of Valid Cases 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 13.98.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kecemasan ibu
(tidak ada kecemasan -
kecemasan ringan (skor <14-20) .286 .111 .741
/ kecemasan sedang dan berat
(skor 21->27))
For cohort Skirining hipotiroid
.650 .475 .890
kongenital = tidak melakukan
For cohort Skirining hipotiroid
2.269 1.159 4.443
kongenital = melakukan
N of Valid Cases 90
sumber daya manusia kesehatan * Skirining hipotiroid kongenital

Crosstab
Skirining hipotiroid
kongenital
tidak
melakukan melakukan Total
sumber daya manusia mampu Count 18 23 41
kesehatan % of Total 20.0% 25.6% 45.6%
tidak mampu Count 38 11 49
% of Total 42.2% 12.2% 54.4%
Total Count 56 34 90
% of Total 62.2% 37.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. (2- Exact Sig. (1-
Value df (2-sided) sided) sided)
a
Pearson Chi-Square 10.752 1 .001
b
Continuity Correction 9.368 1 .002
Likelihood Ratio 10.919 1 .001
Fisher's Exact Test .002 .001
Linear-by-Linear
10.633 1 .001
Association
N of Valid Casesb 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 15.49.
b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for sumber daya
manusia kesehatan (mampu / .227 .091 .564
tidak mampu)
For cohort Skirining hipotiroid
.566 .388 .826
kongenital = tidak melakukan
For cohort Skirining hipotiroid
2.499 1.390 4.493
kongenital = melakukan
N of Valid Cases 90
letak geografis * Skirining hipotiroid kongenital

Crosstab
Skirining hipotiroid
kongenital
tidak melakukan melakukan Total
letak geografis Terpencil Count 45 15 60
% of Total 50.0% 16.7% 66.7%
tidak terpencil Count 11 19 30
% of Total 12.2% 21.1% 33.3%
Total Count 56 34 90
% of Total 62.2% 37.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. (2- Exact Sig. (2- Exact Sig.
Value df sided) sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 12.503a 1 .000
b
Continuity Correction 10.925 1 .001
Likelihood Ratio 12.424 1 .000
Fisher's Exact Test .001 .000
Linear-by-Linear Association 12.364 1 .000
b
N of Valid Cases 90
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11.33.
b. Computed only for a 2x2 table

Risk Estimate
95% Confidence Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for letak geografis
5.182 2.014 13.331
(terpencil / tidak terpencil)
For cohort Skirining hipotiroid
2.045 1.250 3.347
kongenital = tidak melakukan
For cohort Skirining hipotiroid
.395 .236 .661
kongenital = melakukan
N of Valid Cases 90

Anda mungkin juga menyukai