Anda di halaman 1dari 8

1

PENGARUH FOTOTERAPI TERHADAP PENURUNAN KADAR


IKTERIK PADA BAYI BARU LAHIR DI RUANG
PERINATOLOGI RS PKU MUHAMMADIYAH
KARANGANYAR

Proposal Penelitian

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Tugas Akhir


Dalam Rangka Menyelesaikan Pendidikan
Program Studi SI Keperawatan

Disusun Oleh:

FAKULTAS ILMU KESEHATAN


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN (ITS)
PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2020
2

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi baru lahir atau neonatus meliputi umur 0 – 28 hari. Kehidupan pada
masa neonatus ini sangat rawan oleh karena memerlukan penyesuaian
fisiologik agar bayi di luar kandungan dapat hidup sebaik-baiknya. Hal ini
dapat dilihat dari tingginya angka kesakitan dan angka kematian neonatus.
Diperkirakan 2/3 kematian bayi di bawah umur satu tahun terjadi pada masa
neonatus. Peralihan dari kehidupan intrauterin ke ekstrauterin memerlukan
berbagai perubahan biokimia dan faali. Dengan terpisahnya bayi dari ibu,
maka terjadilah awal proses fisiologik. Sekitar 60% bayi yang lahir normal
menjadi ikterik pada minggu pertama kelahiran. Hiperbilirubinemia (indirect)
yang tak terkonjugasi terjadi sebagai hasil dari pembentukan bilirubin yang
berlebihan karena hati neonatus belum dapat membersihkan bilirubin cukup
cepat dalam darah. Walaupun sebagian besar bayi lahir dengan ikterik normal,
tapi mereka butuh monitoring karena bilirubin memiliki potensi meracuni
sistem saraf pusat (Maisels, et al 2008).
Kuning pada bayi dalam istilah kedokteran disebut juga dengan ikterus
neonatorum. Istilah ikterus berasal dari bahasa Yunani “icterus” (IDAI, 2013).
Kuning disebut juga dengan jaundice, istilah ini berasal dari bahasa Perancis
“jaune” yang artinya kuning, menunjukkan perubahan warna kuning pada
kulit, sklera, dan membran mukosa yang dihasilkan dari peningkatan kadar
bilirubin plasma (Berk dan Korenblat, 2016).
Ikterus merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada neonatus. Salah
satu penyebab mortalitas pada bayi baru lahir adalah ensefalopati bilirubin
yang merupakan komplikasi ikterus neonatorum yang paling berat. Ikterus
merupakan gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan mukosa
karena unconjugated bilirubin yang tinggi (Dewi, Kardana, dan Suarta, 2016).
Data World Health Organization (WHO), Angka Kematian Bayi (AKB) di
Dunia tahun 2012 sebesar 49 per 1000 kelahiran hidup. High Risk Infant atau
3

faktor bayi yang mempertinggi risiko kematian perinatal atau neonatal salah
satunya adalah ikterus neonatorum atau ikterus yang merupakan penyebab
kematian neonatal sekitar 20-40% dari seluruh persalinan (Anggraini, 2014).
Di Amerika Serikat, dari 4 juta neonatus yang lahir setiap tahunnya, sekitar
65% menderita ikterus dalam minggu pertama kehidupannya (Syah, 2013).
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2017 ,
angka kematian neonatal (AKN) adalah 15 kematian per 1.000 kelahiran
hidup, menyiratkan bahwa 1 dari 67 anak meninggal dalam bulan pertama
kehidupannya (BKKBN dkk, 2018). Kematian neonatus terbanyak di
Indonesia disebabkan oleh asfiksia (37%), Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)
dan prematuritas (34%), sepsis (12%), hipotermi (7%), ikterus neonatorum
(6%), postmatur (3%), dan kelainan kongenital (1%) per 1.000 kelahiran
hidup (Ratuain, Wahyuningsih, & Purmaningrum, 2015).
Secara umum, penyebab terjadinya ikterus neonatorum akibat dari
peningkatan penyakit hemolitik, tetapi banyak juga bayi baru lahir menjadi
ikterus karena belum sempurnanya metabolisme bilirubin yang akan
terjadi hiperbilirubinemia (Gowen et al., 2011). Hiperbilirubinemia adalah
suatu keadaan meningkatnya kadar bilirubin dalam darah >5mg/dL, secara
klinis ditandai oleh adanya ikterus, dengan faktor penyebab fisiologik dan
non-fisiologik (Mathindas et al., 2013).
Penentuan derajat ikterik dapat ditentukan berdasarkan area tubuh bayi dan
volume bilirubin serum didalam tubuh. Kramer membagi derajat
ikterus pada neonatus berdasarkan luas permukaan tubuh yang terjadi
ikterus. Terdiri dari lima derajat ikterik disertai dengan volume bilirubin
serum. Derajat ikterik dapat menentukan tatalaksana yang akan dilakukan.
Salah satu tatalaksana yang dapat dilakukan untuk mengurangi ikterus,
yaitu dengan melakukan fototerapi (Mishra, 2007)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Putri & Rositawati (2016)
Kejadian ikterus neonatorum di Indonesia mencapai 50% pada bayi cukup
bulan dan kejadian ikterus neonatorum pada bayi kurang bulan (premature)
mencapai 58%. Angka kejadian bayi ikterus neonaotum di RSUD Dr.
4

Adjidarmo Rangkasbitung tahun 2013 yaitu 4,77% dan pada tahun 2014 yaitu
11,87%. Pemantauan bilirubin secara klinis ini adalah langkah awal agar
dapat dilakukan intervensi selanjutnya,yaitu apakah ada indikasi bayi
dilakukan fototerapi atau tidak. Cara ini dianggap lebih mudah dan murah
sebagai deteksi awal dilakukannya fototerapi.
Fototerapi rumah sakit merupakan tindakan yang efektif untuk mencegah
kadar Total Bilirubin Serum (TSB) meningkat. Uji klinis telah divalidasi
kemanjuran fototerapi dalam mengurangi hiperbilirubinemia tak terkonjugasi
yang berlebihan, dan implementasinya telah secara Drastis membatasi
penggunaan transfusi tukar (Bunyaniah, 2013).
Fototerapi atau terapi dengan menggunakan sinar ultraviolet, merupakan
perawatan paling umum yang digunakan untuk menurunkan kadar bilirubin
yang tinggi pada newborn yang mengalami Ikterus neonatorum (jaundice atau
bayi kuning). Warna kuning pada kulit bayi akan lebih sulit dikenali pada bayi
dengan kulit lebih gelap. Namun tetap bisa mengenali kuning pada bayi di
beberapa bagian pada tubuhnya, misalnya di bagian sclera mata, di dalam
mulut, juga di telapak tangan dan kakinya. Bayi juga kerap mengantuk, sering
menangis, lemas, urine berwarna kuning gelap, dan tinja yang berwarna pucat
(seharusnya berwarna kekuningan) (Dewi, Kardana, dan Suarta, 2016).
Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul Pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan Kadar
ikterik pada bayi baru lahir diruang Perinatologi RS PKU Muhammadiyah
Karanganyar.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dalam latar belakang tersebut di atas maka dapat
dirumuskan masalah penelitian adalah “Apakah ada Pengaruh Fototerapi
terhadap Penurunan Kadar ikterik pada bayi baru lahir diruang Perinatologi
RS PKU Muhammadiyah Karanganyar?”
5

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan Kadar ikterik
pada bayi baru lahir.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui kadar ikterik pada bayi baru lahir sebelum
dilakukan fototerapi diruang Perinatologi RS PKU Muhammadiyah
Karanganyar
b. Untuk mengetahui kadar ikterik pada bayi baru lahir setelah dilakukan
fototerapi diruang Perinatologi RS PKU Muhammadiyah Karanganyar
c. Untuk mengetahui pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan Kadar
ikterik pada bayi baru lahir diruang Perinatologi RS PKU
Muhammadiyah Karanganyar

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
Sebagai bahan kajian dan informasi tambahan bagi perkembangan
pendidikan Kebidanan, terkait dengan Pengaruh Fototerapi terhadap
penurunan kadar ikterus pada bayi lahir.
2. Manfaat praktis
a. Bagi Profesi Keperawatan
Sebagai bahan masukan dan informasi bagi perawat atau petugas
kesehatan lainnya mengenai pengaruh Fototerapi terhadap Penurunan
Kadar ikterik pada bayi baru lahir.
b. Bagi peneliti
Sebagai tambahan pengetahuan, wawasan dan pengalaman untuk
mengembangkan penelitian lebih aplikatif tentang pengaruh
Fototerapi terhadap Penurunan Kadar ikterik pada bayi baru lahir.
c. Bagi masyarakat
Bagi masyarakat khususnya Orang Tua yang memiliki Bayi Baru
Lahir diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang derajat ikterik
6

pada bayi.
E. Keaslian penelitian
Keaslian penelitian diperlukan sebagai bukti agar tidak ada plagiarisme antara
penelitian sebelumnya dengan penelitian yang baru. Berikut tabel keaslian
penelitian
No Keaslian Penelitian
.
1. Nama dan tahun : Dewi, A.K.S., Kardana, I.M., dan
penelitian Suarta, K. 2016
Judul : Efektivitas Fototerapi terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Total
pada
Hiperbilirubinemia Neonatal di
RSUP Sanglah
Desain dan Variabel : Jenis penelitian cohort
dengan melibatkan 44 bayi
hiperbilirubinemia usia kehamilan
≥35 minggu, melihat kadar
bilirubin sebelum dan setelah
dilakukan fototerapi.
Hasil : Hasil penelitian setelah dilakukan
fototerapi 24 jam 12,8±1,88 mg/dL
dengan p=0,001. Penurunan kadar
bilirubin 2,5±0,8mg/dL dalam 24
jam (turun 16,3% dalam 24 jam)

Persamaan : Menggunakan independent yaitu


fototerapi
Perbedaan : menggunakan variable dependent
yaitu derajat ikterus
No Keaslian Penelitian
2. Nama dan tahun : Kosim, M.S., Soetandio, R., dan
penelitian Sakundaro, M. (2016)
Judul : Dampak Lama Fototerapi terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Total
pada Hiperbilirubinemia Neonatal.
Desain dan variabel : Jenis penelitian dengan cara
penelitian eksperimental pada 40 noenatus
hiperbilirubinemia, dibagi 4
kelompok (Kelompok I:
bilirubin total 13-15 mg/dL,
7

fototerapi 6 jam; Kelompok II: 16-


: 17 mg/dL,
fototerapi 12 jam; Kelompok III:
: 18-20 mg/dL, fototerapi 18 jam;
Kelompok IV: > 20 mg/dL,
fototerapi 24 jam) menggunakan 4
lampu
khusus fototerapi dengan jarak 50
cm

Hasil Hasil penelitian yaitu tidak terdapat

perbedaan bermakna penurunan


kadar bilirubin total pada kelompok
II dan III (p>0,05), sebaliknya ada
perbedaan bermakna penurunan
kadar
bilirubin total terbesar terjadi pada
kelompok IV (p>0,05) yaitu
penurunan
sebesar 4,83±2,42 mg/dL
Persamaan
Menggunakan variabel independent
yaitu fototerapi
Perbedaan
Perbedaan penelitian terletak pada
tempat penelitian, waktu penelitian,
jumlah responden dan pengambilan
sampel. Serta variabel dependent
yaitu peneliti meneliti derajat
ikteris dan penelitian terkait
meneliti kadar bilirubin total
3. Nama dan tahun : Dewi dan Suarta 2016
penelitian
Judul : Efektivitas Fototerapi Terhadap
Penurunan Kadar Bilirubin Total pada
Hiperbilirubinemia Neonatal di RSUP
Sanglah
:
Penelitian cohort dengan melibatkan
Desain dan variabel
44 bayi hiperbilirubinemia usia
kehamilan ≥35 minggu, melihat kadar
bilirubin sebelum dan setelah
: dilakukan fototerapi. Analisis data dan
statistik digunakan SPSS 22 dan uji t
berpasangan dengan nilai p≤0,05 dan
koefisien interval 95% dianggap
8

: signifikan

Rerata usia kuning 4,2±0,88 hari


Hasil dengan rerata berat badan 2784±643
gram. Rerata kadar bilirubin sebelum
dilakukan fototerapi 15,3±1,94 mg/dL,
dan setelah dilakukan fototerapi 24
jam 12,8±1,88 mg/dL dengan p=0,001.
Penurunan kadar bilirubin
2,5±0,8mg/dL dalam 24 jam (turun
16,3% dalam 24 jam). Komplikasi
fototerapi yaitu hipertermi (2,3%) dan
eritema (27,3%)

Meneliti pengaruh dari fototerapi

Persamaan

Perbedaan : Perbedaan penelitian ini terletak


pada variabel dependent berbeda,
tempat penelitian, waktu penelitian,
responden penelitian, dan
Pengambilan sampel.

Anda mungkin juga menyukai