Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN BBDM

Modul 6.2 Skenario 2

Disusun Oleh:

Daffa Hafizh Afian

NIM 22010117130126

Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro

2020
BBDM Modul 6.2 Skenario 2

Seorang Ibu datang ke RS membawa anak perempuan usia 2 tahun dengan keluhan anak

belum bisa duduk dan belum bisa berbicara . Anak sering mengalami kesulitan buang air besar

sejak usia 1 bulan. Riwayat kuning saat lahir. Dari Pemeriksaan fisik didapatkan macroglosia,

kulit kering, suara serak, wajah sembab. BB 10 kg, TB 60 cm (HAZ : -7.97, WAZ -1.13).

Pemeriksaan laboratorium menunjukkan Hb 10 mg/dl, Lekosit 7.000 mmK, TSH 50 uIU/mL

( 0.5-5), Free T4 0.89 pmol/L (11-19), bone age sesuai newborn.

Terminologi

Macroglosia : suatu keadaan lidah yang mempunyai ukuran lebih besar dari normal, dimamna

untuk menilai ukuran lidah, lidah harus dalam keaadaan istirahat. Untuk penyebab makroglosia

ini ada 2, yaitu true makroglosia (karena kongenital) dan acquired makroglosia (seperti

hipotiroidisme), tetapi ada juga yang pseudo makroglosia, yang mana karena kebiasaan

menjulurkan postur lidah. Keadaan makroglosia ini sering dijumpai pada anak dengan down

syndrome atau hipotiroid kongenital, dan pada pemeriksaan lidah juga dijumpai scallope tounge

dikarenakan lidah mencetak bentuk gigi, cekung karena terlalu berdekatan.

HAZ dan WAZ : HAZ merupakan singkatan dari Height for Age Score yaitu skor tinggi badan

menurut umur. WAZ merupakan singkatan dari Weight for Age Score yaitu skor Berat Badan

menurut umur

Bone Age : Salah satu pemeriksaan untuk menentukan kedewasaan tulang atau usia tulang

seseorang. Dengan mengetahui usia tulang, maka akan diketaui ukuran tingkat kematangan

tulang seseorang, yaitu seberapa jauh orang tersebut mengalami peningkatan dalam

perkembangan tulangnya, biasanya untuk pemeriksaan ini bisa menggunakan algoritma penilaian
maturasi tulang, maupun radiografi pada tangan yg tidak dominan, dimana dibandingkan derajat

maturasi tulang yg disesuaikan dengan usia. untuk pemeriksaan ini biasanya digunakan dalam

penilaian maturasi pubertas, misalnya pada kasus pubertas prekoks, delayed puberty, dan

keterlambatan pertumbuhan konstitusional. Bone age ini berguna mendiagnosis penyakit yang

berkaitan dengan perkembangan dan pertumbuhan tinggi badan seorang anak. apabila beda 2

tahun sudah dapat dikatakan delayed bone age.

Rumusan masalah:

1. Apa hubungan anak sering mengalami sulit buang air besar dan memiliki riwayat

penyakit kuning dengan kasus tersebut ?

2. Mengapa pertumbuhan dan perkembangan anak tidak optimal?

3. Bagaimana intepretasi pemeriksaan laboratorium anak tersebut?

4. Apakah berat badan dan tinggi badan anak sudah sesuai dengan umur?

5. Mengapa pada anak terjadi makroglosi, miksedem, dan suara serak?

Hipotesis

1. Berdasarkan kasus ini melalui hasil pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan laboratorium,

kemungkinan anak tersebut mengalami hipotiroid. Pada keaadaan ini hormon tiroid yang

dihasilkan rendah, sehingga memperlambat proses metabolisme tubuh. Fungsi dari

saluran penceraan pun melambat (berkaitan dengan laju peristalsis) yang kemudian dapat

menyebabkan konstipasi, sehingga anak mengalami kesulitan BAB.Riwayat kuning

sendiri ada yang fisiologis dan patologis. Terdapat pustaka yang menyebutkan bahwa

hormon tiroid diperlukan untuk mengkonversi karoten menjadi vitamin A. Pada keadaan

hipotiroid terjadi penimbunan karoten (karotenemia) sehingga kulit berwarna kuning..


karotenemia dan jaundice dapat dibedakan dengan melihat sklera mata, jika sklera mata

tidak kuning maka terjadi karotenemia.

Pada anak yang mengalami hipotiroid terjadi gangguan transkripsi DNA, gangguan

translasi mRnA dan gangguan sintesis protein yang mengakibatkan:

a. Keterlambatan maturasi enzim glukoronidase hepar sehingga di dalam hati bilirubin

indirek (larut dalam lemak) tidak di konjugasi menjadi bilirubin direk (larut dalam air)

sehingga terjadi penumpukan bilirubin indirek dalam tubuh sehingga terjadi jaundice

pada anak saat lahir

b. Terjadi penghambatan pertukaran Cl dengan HCO3 transepitelial saluran cerna

sehingga menurunkan motilitas saluran cerna dan terjadi konstipasi

c. Hepatitis kolestatik neonatal sering dikaitkan adanya hipotiroid kongenital. hipotiroid

meningkatkan kejadian sumbatan pada sistem ekskresi hepar, dalam hal ini juga

seringkali disertai dengan adanya duktus biliaris yang lemah dan tidak berkontraksi

dengan normal.

d. Tiroksin dan triiodothyronine memiliki efek relaxing pada sfingter Oddi. Tidak adanya

efek prorelaxing dari tiroksin menyebabkan pengosongan saluran empedu yang

tertunda.

2. Anak yang tidak optimal tumbuh dan berkembang biasanya didapatkan adanya kelainan

kelenjar tiroid pada bayi baru lahir dan jika tidak diobati dapat menyebabkan kelainan

intelektual dan atau kelainan neurologik yang menetap, fungsi psikomotoriknya

terganggu, seringkali mengalami kesulitan melakukan tugas-tugas perkembangan motorik

seperti, duduk sendiri, berdiri, dan berjalan. Ini menunjukkan pentingnya hormon tiroid

untuk perkembangan otak. Ketidaknormalan hormon tiroid pada bayi dan masa awal
kehidupan bisa mengakibatkan hambatan pertumbuhan dan retardasi mental, dapat

mengganggu fungsi kognitif (kecerdasan). Terjadinya jaundice ketika lahir akibat

penumpukan bilirubin indirek dalam tubuh mengakibatkan gangguan perkembangan

neurologis sehingga refkeks primitive tidak berkurang dan mengakibatkan refleks

postutal tidak berkembang sehingga anak tidak dapat duduk dan berbicara.

3. Hasil Lab

 Hb 10 mg/dl : anemia ringan (N :10,5-13)

 Lekosit 7.000 mmK : Normal (N: 6-17 X 10^3)

 TSH 50 uIU/Ml : Tinggi (N : 0.5-5)

 Free T4 0.89 pmol/L : Rendah (N: 9-30 pmol/L)

 Bone age sesuai newborn : maturasi tulang terlambat karena ukuran tulang seukuran

dengan tulang bayi baru lahir

 Curiga hipotiroid primer karena T4 Rendah dan kadar TSH tinggi.

 terjadinya peningkatan TSH dan penurunan free T4 permasalahan biasanya terjadi pada

glandula tiroid

4. Menurut WAZ, skor -1,13 termasuk kategori baik karena rentang z score didalam -2

sampai 2. Kalau HAZ, skor -7,97 termasuk kategori sangat pendek karena z score

dibawah -3. Menurut WHO untuk anak perempuan umur 2 tahun, BB 10kg berada

dibawah garis normal (normalnya 11-12kg), dan TB 60cm sangat jauh dibawah garis

normal (normalnya 85-87cm). Ini sesuai dengan ciri-ciri hipotiroid kongenital, yaitu anak

memiliki postur pendek dan gizi yang buruk.

5. Makroglosia diklasifikasukan dalam 2 golongan yaitu true makroglosi dan pseudo

makroglosia. True makroglosia bisa didapat secara kongenital dan aqcuired. Yang secara
kongenital dapat disebabkan oleh hemangioma, limfangioma, down syndrome, dan

beckwithwiedemann syndrome. Sedangkan yang aqcuired disebabkan oleh Hipotiroid.

Menyocokkan dengan kasus anak ini terkena hipotiroid, maka dapat disimpulkan anak ini

mengalami makroglosia karena hipotiroid. Dalam kasus ini, hipotiroid mengakibatkan

penurunan metabolisme di seluruh tubuh. Salah satunya degradasi mukopolisakarida

didalam lidah, sehingga terjadi penumpukan substansi tersebut dan mengakibatkan

pembengkakan lidah.

Suara serak dapat terjadi karena kemungkinan terdapat pembesaran kelenjat tiroid,

sehingga dapat menekan n.Laryngeus Reccurens.

Myxedema dapat rerjadi karena kulit pada umumnya mengandung bermacam-macam

protin yang berkombinasi dengan polisakarida, asal hialuronat, dan asam kondroitin.

Pada hipotiroid, zat2 tersebut berakumulasi dan merangsang terjadinya retensi cairan dan

akan menimbulkan kesan bengkak (myxedema).

Selain itu, penurunan metabolisme pada ginjal juga mengakibatkan menurunan clearance

akibat penurunan clearance Natrium sehingga terlalu banyak cairan yang berada di dalam

tubuh. Peningkatan cairan ini juga mengakibatkan miksedema. Dapat diobati dengan

pemberian hormon tiroid.

Peta Konsep

Makroglosia,kulit
perempuan 2th, Riwayat kuning
kering,suara TSH 50 IU/mL
belum bisa duduk sejak lahir,
serak,mata
& belum bisa kesulitan BAB FT4 0,89 pmol/L
sembab, BB
berbicara sejak usia 1 bulan
10kg,TB 60cm
etiologi dan
faktor resiko

patofisiologi
tatalaksana
dan
dan edukasi
patogenesis

Hipotiroid
kongenital

manifestasi
diagnosis klinis dan
banding pemeriksaan
fisik

pemeriksaan
penunjang

Sasaran Belajar

1. Etiologi dan faktor resiko Hipotiroid Kongenital

2. Fungsi hormon tiroid dalam tumbuh kembang anak

3. Patofisiologi dan Patogenesis Hipotiroid Kongenital

4. Manifestasi klinis, anamnesis dan pemeriksaan fisik Hipotiroid Kongenital

5. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid Kongenital

6. Diagnosis banding Hipotiroid Kongenital


7. Tatalaksana dan Edukasi Hipotiroid Kongenital

8. Monitoring tumbuh kembang dan krining hipotiroid kongenital


1. Etiologi dan faktor risiko hipotiroid kongenital

Pada sebagian besar kasus tidak diketahui penyebab hipotiroid kongenital (HK), terutama pada

jenis yang disgenesis. Ada beberapa hal yang diketahui dapat menyebabkan HK:

 Genetik. Faktor genetic biasanya terjadi pada jenis dishormonogenesis yang diturunkan

oleh gen ayah dan/atau ibu

 Resistensi hormone tiroid atau TSH, dapat disebabkan oleh abnormalitas reseptor TSH

 Defek tiroglobulin, sehingga tidak mampu untuk membentuk atau mendegradasi

tiroglobulin

 Pendred syndrome, defek familial yang berhubungan dengan tuli kongenital

 Defek peroksidase, sehingga tidak mampu mengubah iodide menjadi iodin

 Defisiensi iodin, biasanya terjadi pada daerah endemic

Faktor Resiko:

 Terapi iodin radioaktif pada wanita hamil

 Jenis kelamin, perempuan lebih sering terkena HK jenis disgenesis

 Anggota keluarga memiliki penyakit yang sama

 Penyakit autoimun pada ibu

2. Fungsi Hormon Tiroid dalam Tumbuh Kembang Anak

 Efek Hormon Tiroid

Secara umum hormon tiroid berfungsi merangsang konsumsi oksigen, sehingga efeknya

terutama sekunder oleh peningkatan konsumsi oksigen itu. T3 dan T4 masuk ke dalam sel dan
terikat pada reseptor terhadap hormon tiroid (TR). Kompleks hormon-reseptor kemudian

mengikat DNA melalui ikatan zinc finger dan meningkatkan atau kadang-kadang menurunkan

ekspresi berbagai macam gen yang menyandikan enzim yang mengatur fungsi sel. Jadi reseptor

hormon tiroid yang terdapat dalam nukleus sel merupakan anggota dari superfamili faktor

transkripsi nukleus yang sensitif terhadap hormon.

Terdapat dua macam gen TR pada manusia, yaitu gen reseptor α pada kromosom 17 dan gen

reseptor β pada kromosom 3. Masing-masing dapat membentuk dua macam mRNA. Jadi ada

TRα1 dan TRβ2, serta TRα1 dan TRβ2. TRβ2 hanya terdapat di otak, sedang yang lain tersebar

secara luas di seluruh tubuh. TRα2 berbeda dengan TR yang lain karena TRα2 ini tidak mengikat

T3 dan fungsinya belum jelas. TR mengikat DNA sebagai monomer, homodimer dan

heterodimer dengan reseptor nukleus yang lain, terutama dengan reseptor retinoid X.

T3 umumnya mempunyai efek 3 – 4 kali lebih kuat dan lebih cepat dibandingkan T4. Hal ini

disebabkan karena ikatan antara T3 dengan protein kurang kuat, sebaliknya ikatan dengan TR

lebih kuat. RT3 bersifat inert.

 Efek Kalorigenenik Hormon Tiroid

T4 dan T3 meningkatkan konsumsi oksigen hampir semua jaringan yang secara metobolik aktif.

Beberapa pengecualian yaitu pada otak, testis, uterus, kelenjar limfe, limpa, dan hipofisis

anterior orang dewasa. T4 menekan konsumsi oksigen hipofisis anterior mungkin karena T4

justru berrfungsi menghambat sekresi TSH,

Meningkatnya taraf metabolisme jaringan oleh suntikan T4 mempunyai masa laten beberapa

jam, dan efeknya dapat sampai 6 hari atau lebih. Beberapa efek kalorigenik hormon tiroid
disebabkan karena metabolisme asam lemak yang dimobilisasi oleh hormon tsb. Juga karena

hormon tiroid meningkatkan aktivitas Na+-K+-ATPase yang terikat membran sel.

 Efek Sekunder Akibat Kalorigenesis

Bila pada orang dewasa laju metabolisme naik karena T4 dan T3, ekskresi nitrogen naik. Ini

menunjukkan katabolisme protein atau lemak meningkat. Bila asupan makanan tidak naik, maka

protein dan lemak endogen akan dikatabolisme dan individu akan turun beratnya. Pada anak-

anak yang menderita hipotiroid, dosis kecil hormon tiroid akan menyebabkan imbangan nitrogen

posistif karena rangsang pertumbuhan yang ditimbulkannya, sedang dosis besar akan

menimbulkan katabolisme protein seperti pada orang dewasa. K+ yang dbebaskannya pada saat

katabolisme protein akan meningkat di kemih dan juga ada ekskresi asam urat.

Bila taraf metabolisme naik, kebutuhan akan vitamin meningkat sehingga sindrome kekurangan

vitamin dapat muncul. Hormon tiroid diperlukan untuk konversi karoten menjadi vitamin A. Hal

ini dapat menyebabkan penimbunan karoten di darah (karotenemia) pada penderita hipotiroid

sehingga kulit penderita akan berwarna kekuningan. Kekuningan karena karotenemia dapat

dibedakan dengan jaundice karena pada karotenemia sklera mata tidak kuning.

Kulit umumnya mengandung bermacam-macam protein yang berkombinasi dengan

polisakaride, asam hialuronat, dan asam sulfat kondroitin. Pada hipotiroidisme, zat-zat tersebut

berakumulasi dan merangsang terjadinya retensi air sehingga menimbulkan kesan bengkak

(myxedema). Bila hormon tiroid diberikan, protein dimetabolisme dan terjadi diuresis sampai

miksedema sembuh.
Sekresi air susu akan berkurang pada hipotiroid dan meningkat oleh hormon tiroid. Hal ini sering

dimanfaatkan oleh pabrik susu. Hormon tiroid tidak merangsang metabolisme uterus, tetapi

esensial untuk proses menstruasi normal dan fertilitas.

 Efek pada Sistem Kardiovaskuler

Dosis tinggi hormon tiroid cukup kuat untuk meningkatkn produksi panas ekstra untuk

meningkatkan suhu tubuh, yang selanjutnya meningkatkan aktivitas penyebaran panas tubuh.

Tahanan perifer berkurang karena vasodilatasi pembuluh darah kulit, dan ini meningkatkan

reabsorpsi Na+ dan air dan selanjutnya meningkatkan volume darah. Curah jantung meningkat

oleh kerja langsung hormon tiroid dan katekolamin pada jantung. Dengan demikian tekanan nadi

dan frekuensi jantung meningkat serta waktu sirkulasi memendek.

Di dalam miosit, T3 tidak dibentuk, tetapi T3 dari peredaran darah masuk ke miosit ,

berkombinasi dengan reseptornya di nukleus dan menimbulkan rangsangan atau menghambat

ekspresi beberapa gen. Gen yang diaktifkan termasuk gen untuk α-miosin heavy chain, Ca2+

ATPase retikulum sarkoplasma, reseptor β-adrenergik, protein-G, Na+-K+ATPase, dan kanal ion

K+ tertentu. Gen yang dihambat termasuk gen untuk β-miosin heavy chain, fosfolamban (PLN,

suatu protein integral yang mengatur pompa Ca2+ pada otot jantung dan otot rangka), dua jenis

adenilil siklase, reseptor T3 di nukleus, dan penukar (exchanger) Na+-Ca2+. Hasil akhirnya yaitu

meningkatnya frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung.

Di dalam otot jantung terdapat dua isoform myosin heavy chain (MHC), yaitu α-MHC dan β-

MHC. Keduanya disandikan oleh dua gen yang sangat homolog yang pada manusia berlokasi

berurutan pada lengan pendek kromosom 17. Setiap molekul miosin berisi dua heavy chain dan

dua pasang light chain. Miosin yang mengandung β-MHC aktivitas ATPasenya lebih kecil
dibandingkan miosin yang mengandung α-MHC. Pada orang dewasa, α-MHC predominan di

atrium dan jumlahnya meningkat oleh hormon tiroid. Ekspresi gen α-MHC dihambat dan gen β-

MHC ditingkatkan pada hipotiroid.

 Efek pada Sistem Saraf

Pada hipotiroidisme, pikiran lambat dan protein cairan otak meningkat kadarnya. Hormon tiroid

akan mengembalikannya ke normal. Dosis tinggi hormon tiroid akan meningkatkan proses

mental, dan dapat menyebabkan cepat marah dan gelisah. Secara umum pada orang dewasa

aliran darah otak, konsumsi glukose dan oksigen normal baik pada hipo-maupun hipertiroid.

Namun demikian pada orang dewasa hormon tiroid masuk ke dalam sel-sel otak dan terdapat

pada substansi kelabu di banyak tempat di berbagai lokasi otak. Lagi pula astrosit di otak

mengubah T4 menjadi T3, dan terjadi peningkatan yang tajam aktivitas reseptor dopamin D2

setelah tiroidektomi dan kembali ke normal 4 jam setelah sekali pemberian T3 lewat vena.

Beberapa efek hormon tiroid pada otak mungkin sekunder terhadap peningkatan kepekaan

terhadap katekolamin yang meningkakan aktivitas RAS (reticular activating system).

Hormon tiroid sangat berpengaruh pada perkembangan otak. Bagian otak yang

perkembangannya sangat dipengaruhi yaitu korteks serebri dan basal ganglia, dan juga koklea

(alat pendengaran). Akibatnya bila terjadi defisiensi hormon tiroid pada saat perkembangan

dapat terjadi retardasi mental, rigiditas sistem motorik, dan mutisme karena tuli.

Hormon tiroid juga berpengaruh pada refleks. Waktu reaksi refleks regang memendek pada

hipertiroid dan memanjang pada hipotiroid. Pemeriksaan refleks lutut sering dilakukan untuk

menilai fungsi tiroid, tetapi refleks juga dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

3. Patofisiologi dan pathogenesis hipotiroid kongenital


HK dapat disebabkan oleh disgenesis atau dishormonogenesis. Disgenesis adalah kondisi tidak

terbentuk atau pembentukan tidak sempurna dari kelenjar tiroid. Dishormogenesis adalah

pembentukan kelenjar tiroid baik tetapi tidak dapat memproduksi hormone tiroid karena

permasalahan pada jalur produksi hormonnya.

Pembentukan kelenjar tiroid dimulai pada masa awal kehamilan. Kelenjar mulai terbentuk di

belakang lidah dan berpindah ke posisi normalnya di leher bawah pada minggu kedepalan. Pada

beberapa bayi, kelenjar tidak berkembang sempurna (disgenesis) dan/atau tidak berpindah ke

posisi normal. Kelenjar dengan posisi yang salah disebut ektopik. Pada beberapa kasus, kelenjar

tirois berkembang sempurna dan di posisi yang benar, tetapi ada permasalah pada produksi

hormone tiroid. Selain itu, HK dapat disebabkan oleh defek pada reseptor.

Kelenjar tiroid berkembang dari rongga buccopharyngeal antara usia kehamilan 4 dan 10

minggu. Tiroid muncul dari kantong cabang keempat dan akhirnya berakhir sebagai kelenjar

tiroid di leher. Kesalahan dalam pembentukan atau migrasi jaringan tiroid dapat menyebabkan

aplasia tiroid, displasia, atau ektopi. Pada usia kehamilan 10-11 minggu, tiroid janin mampu

menghasilkan hormon tiroid. Pada usia kehamilan 18-20 minggu, kadar T4 dalam darah telah

mencapai level normal. Aksis hipofisis-tiroid janin diyakini berfungsi secara independen dari

aksis hipofisis-tiroid ibu.

Kelenjar tiroid menggunakan tiroksin dan yodium untuk memproduksi T4 dan triiodothyronine

(T3). Iodida masuk ke dalam sel-sel folikel tiroid melalui sistem transpor aktif dan kemudian

dioksidasi menjadi iodin oleh tiroid peroksidase. Pengorganisasian terjadi ketika yodium melekat

pada molekul tirosin yang melekat pada tiroglobulin, membentuk monoiodotyrosine (MIT) dan

diiodotyrosine (DIT). Penyatuan dari 2 molekul DIT membentuk tetraiodothyronine (T4).

Penyatuan satu molekul MIT dan satu molekul DIT membentuk T3. Tiroglobulin, dengan T4 dan
T3 yang terikat, disimpan dalam lumen folikuler. TSH mengaktifkan enzim yang dibutuhkan

untuk memecah T4 dan T3 dari thyroglobulin. Dalam kebanyakan situasi, T4 adalah hormon

utama yang diproduksi oleh dan dilepaskan dari kelenjar tiroid. Kesalahan metabolisme tiroid

bawaan dapat menyebabkan HK pada anak-anak dengan kelenjar tiroid yang secara anatomisnya

normal.

T4 adalah tiroksi primer yang diproduksi oleh kelenjar tiroid. Hanya 10-40% dari T3 yang

beredar dilepaskan dari kelenjar tiroid. Sisanya diproduksi oleh monodeiodinasi T4 di jaringan

perifer. T3 adalah mediator utama dari efek biologis hormon tiroid dengan berinteraksi dengan

reseptor nuklir spesifik. Kelainan reseptor ini dapat menyebabkan resistensi hormon tiroid.

Kontribusi kadar hormon tiroid ibu pada janin dianggap minimal, tetapi penyakit tiroid ibu dapat

memiliki pengaruh besar pada fungsi tiroid janin dan neonatal. Autoantibodi Immunoglobulin G

(IgG), seperti yang diamati pada tiroiditis autoimun, dapat melintasi plasenta dan menghambat

fungsi tiroid. Tioamid yang digunakan untuk mengobati hipertiroidisme ibu juga dapat

menghambat sintesis hormon tiroid janin. Sebagian besar efek ini bersifat sementara. Yodium

radioaktif yang diberikan kepada wanita hamil dapat menegecilkan kelenjar tiroid janin secara

permanen.

4. Anamnesis, Manifestasi Klinik, dan Pemeriksaan Fisik

Lebih dari 95% bayi baru lahir dengan HK tidak mempunyai gejala klinis saat lahir. Hormon T4

maternal dapat melalui plasenta, sehingga bayi yang tidak dapat membuat hormon tiroid tetap

akan mempunyai kadar T4 dengan kadar 25-50% dari rata-rata bayi normal.

 Anamnesis

- Bagaimana pertumbuhan badan anak, normal atau terganggu?


- Apakah ada riwayat penggunaan obat-obatan? Steroid dapat mengganggu pertumbuhan

- Apakah ada riwayat keluarga yang menderita penyakit yang sama? Ditanyakan untuk

mencurigai faktor genetik

- Apakah berasalh dari daerah endemic?

- Apakah ibu memiliki struma dan sudah menjalani pengobatan?

- Bagaimana riwayat struma dalam keluarga?

- Bagaimana perkembangan anak sejak lahir?

- Apakah terdapat kesulitan buang air besar?

- Apakah bayi malas menyusu? Pada HK, bayi biasanya malas minum

 Manifestasi klinis

- Keterlambatan perkembangan

- Letargis (aktivitas menurun)

- Tampak pucat

- Ikterus yang berkepanjangan

- Hidung pesek

- Tangisan serak

- Konstipasi

 Pemeriksaan Fisik didapatkan:

- Penampilan fisik sekilas seperti sindroma down

- Makroglosi (lidah besar)

- Pertumbuhan terlambat, di bawah standar usianya


- Skin mottling atau cutismarmorata

- Tonus otot menurun (hipotoni)

- Ubun-ubun besar melebar atau terlambat menutup

- Perut buncit

- Udem skrotum

- Miksedema atau wajah sembab

- Hernia umbilikalis

- Hipotermi

- Kulit kering

- Goiter

- Tanda-tanda retardasi mental (pada umur lebih tua)

5. Pemeriksaan Penunjang Hipotiroid Kongenital

 Pemeriksaan Laboratorium TSH dan FT4 atau T4 total (TT4)

Pemeriksaan TSH dan FT4 merupakan baku emas diagnosis HK. Pemeriksaan TSH pada

bayi baru lahir dilakukan dengan tusukan tumit pada 48 – 72 jam setelah kelahiran. Nilai
normal TSH adalah 10 - 20µU/ml. FT4 merupakan T4 yang aktif metabolic dan tidak terikat

protein. Kadar FT4 lebih baik digunakan daripada TT4. TT4 adalah kadar tiroksin yang

dikeluarkan kelenjar tiroid yang mayoritasnya terikat dengan protein atau secara biologis

bersifat inaktif. Spesimen yang digunakan untuk bayi baru lahir dalam bentuk dried blood

specimen dari tusukan tumis. Spesimen dapat menggunakan serum atau plasma

EDTA/heparin.

Bayi dengan kadar TSH ≥ 20 mU/L dan FT4 rendah dianggap sebagai HK primer, bayi

harus segera diperiksa dan diberikan levotiroksin. Kadar TSH ≥ 10 mU/L pada bayi usia ≥ 2

minggu adalah abnormal dan harus diberikan terapi. Jika tidak diterapi, pemeriksaan TSH

dan FT4 harus diulang dalam 2 minggu dan 4 minggu, dan terapi diberikan jika kadar TSH

dan FT4 tidak normal. Kadar TSH skrining yang tinggi sebaiknya dikomunikasikan pada tim

endokrin anak.

Pemantauan laboratorium FT4 atau T4 total (TT4) dan TSH juga dilakukan secara periodik

setelah dilakukan terapi. Re-evaluasi HK dilakukan untuk:

- Mencari penyebab pasti (permanen atau transien) dilakukan pada usia 3 tahun.

- Pemeriksaan fungsi tiroid lebih lanjut dan radiologi dilakukan oleh konsultan

endokrinologi anak.
 Thyroid Scanning

Thyroid scanning tidak digunakan utuk mendiagnosis tetapi dapat digunakan untuk

mengetahui etiologi. Thyroid scanning menggunakan metode radionuklir dengan

technetium-99m or iodine-123. Thyroid scanning dapat digunakan untuk mengetahui fungsi

tiroid. Thyroid scanning juga dapat mengetahui jika ada tiroid ektopik seperti kelenjar di

lingual atau sublingual.


 USG

USG dapat digunakan untuk pemeriksaan alternatif atau tambahan. USG digunakan untuk

mencari ada tidaknya kelenjar tiroid, ukuran kelenjar tiroid, atau ektopik. Namun, USG

terkadang gagal untuk melihat kelenjar ektopik.

 Rontgen

Rontgen digunakan untuk menilai umur tulang atau umur skeletal atau bone age. Bone age

ditentukan oleh level pertumbuhan pada area osifikasi dan level akumulasi kalsium di area

tersebut. Umur skeletal mendeskripsikan derajat maturasi tulang anak. Pada HK sering

didapatkan keterlambatan maturase tulang. Gambaran radiografi yang sering digunakan

adalah tangan tidak dominan yang meliputi distal radius dan ulna serta semua jari-jari.

Penampakan tulang karpal, metacarpal, phalanges, radius, dan ulna adalah standar tang

digunakan untuk menilai umur skeletal.

6. Diagnosis Banding Hipotiroid Kongenital

a. Tidak Adanya Kelenjar Tiroid (Athyrosis)

Pada kelompok ini, kelenjar tiroid gagal terbentuk sebelum kelahiran. Kelenjar

tersebut absen dan tidak akan pernah dapat berkembang, sehingga sebagai konsekuensinya

tidak ada hormon tiroksin yang diproduksi. Kondisi ini disebut Agenesis Tiroid atau

Athyrosis. Kondisi ini lebih sering ditemukan pada perempuan dibandingkan laki-laki,

sekitar 2:1. Kondisi ini ditemukan pada 1 dari 10.000 bayi lahir, dan merupakan 35% kasus

yang ditemukan pada Newborn Screening. Alasan mengapa hormon tiroid gagal

berkembang belum diketahui. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa salah satu
kaskade pada gen yang berperan dalam pembentukan kelenjar tiroid tidak teraktivasi tepat

pada waktunya.

b. Kelenjar Tiroid Ektopik

Pada bayi dengan kondisi ini, kelenjar tiroid berukuran kecil dan tidak terletak secara

normal pada posisinya di depan trakea. Seringkali kelenjar tiroid ditemukan di bawah lidah

di dekat lokasi di mana kelenjar pertama kali terbentuk pada embrio. Tiroid ektopik

memiliki derajat fungsi yang berbeda-beda. Terkadang ukurannya sangat kecil dan tidak

aktif, namun pada kondisi tertentu masih dapat menghasilkan hormon tiroid yang jumlahnya

hampir mencapai normal, oleh karena itu ada derajat keparahan pada kondisi ini. Setelah

kelahiran,kelenjar tiroid ektopik tidak akan bertambah besar dan turun pada posisi

normalnya. Fungsinya pun akan semakin menurun seiring perjalanan waktu. Kelenjar tiroid

ektopik juga dua kali lebih sering terjadi pada wanita dibandingkan pria. Kondisi tersebut

merupakan 50% dari yang terdeteksi pada Newborn Screening dan sedikit lebih sering

terjadi dibandingkan atirosis. Penyebab pastinya juga tidak diketahui, namun penyebab yang

sama seperti pada atirosis dapat menimbulkan kondisi ini.

c. Malformasi Kelenjar Tiroid pada Posisi Normal (Hypoplasia)

Kondisi ini terkadang disebut sebagai Hipoplasia Thyroid dan hanya terjadi dengan

persentase yang sangat kecil pada total seluruh kasus. Pada hypoplasia tiroid, kelenjar

berukuran kecil, tidak terbentuk secara optimal dan terkadang hanya memiliki satu lobus.

d. Kelenjar Tiroid Tumbuh dengan Normal Namun Tidak Dapat Berfungsi Optimal

(Dysmorphogenesis)
Kondisi ini merupakan 15% dari kasus yang ditemukan pada Neonatal Screening.

Dismorfogenesis seringkali terjadi akibat defek enzim tertentu, yang dapat bersifat transien

maupun permanen. Pada bayi dengan dysmorphogenesis, ukuran kelenjar tiroid mengalami

pembesaran dan dapat dilihat atau diraba pada bagian depan.

7. Tatalaksana dan Edukasi Hipotiroid Kongenital

a. Jenis obat

 L-T4 (levotiroksin) merupakan satu-satunya obat untuk HK.

 Levotiroksin diberikan sesegera mungkin setelah diagnosis ditegakkan.

 Terapi terbaik dimulai sebelum bayi berusia 2 minggu.

b. Dosis

 Dosis awal levotiroksin adalah 10-15μg/kgBB/hari

 Dosis selanjutnya disesuaikan dengan hasil pemeriksaan TSH dan FT4 berkala dengan

dosis perkiraan sesuai umur seperti dalam tabel 1

c. Cara Pemberian

 Pemberian levotiroksin secara oral

 Tablet bisa dihancurkan dan dicampurkan dengan air minum


 Orang tua harus dijelaskan cara pemberian levotiroksin dan pentingnya ketaatan minum

obat.

 Levotiroksin bisa diberikan pagi atau malam hari sebelum atau bersama dengan makan

asalkan diberikan dengan cara dan waktu yang sama setiap harinya.

 Pemberian levotiroksin tidak boleh bersamaan dengan pemberian susu kedelai, zat besi,

dan kalsium.

d. Pengambilan keputusan terapi

 Hasil skrining menggunakan kertas saring yang positif (TSH ≥ 20mU/L) harus

dikonfirmasi dengan darah serum sebelum dimulai terapi.

 Pengobatan harus segera dimulai jika FT4 serum rendah.

 Hasil laboratorium yang meragukan (TSH yang tinggi tetapi FT4 normal) harus dirujuk

ke PPK III atau dokter spesialis konsultan endokrinologi anak untuk dievaluasi dan

ditangani lebih lanjut.

e. Penanganan lebih lanjut oleh dokter spesialis konsultan endokrin anak

Penanganan kasus oleh dokter konsultan endokrin anak tergantung dari kondisi klinis,

laboratoris dan pemantauan selanjutnya:

 Jika kadar TSH serum (vena) > 20 mU/L, terapi harus dimulai meskipun FT4 normal.

 Jika kadar TSH serum (vena) ≥ 6 - 20 mU/L sesudah usia 21 hari bayi sehat, dengan

kadar FT4 normal, direkomendasikan untuk melakukan: a). investigasi lebih lanjut

dengan antara lain pemeriksaan pencitraan untuk mencari diagnosis pasti atau b).

dilakukan diskusi dengan keluarga untuk memberikan suplementasi levotiroksin segera

dan dievaluasi ulang dikemudian hari saat tanpa mendapatkan pengobatan (usia 3 tahun)
atau c). terapi ditunda dan diulang laboratorium 2 minggu kemudian. Apabila tetap

meragukan terapi akan segera diberikan.

8. Monitoring Tumbuh Kembang dan Skrining Hipotiroid Kongenital

a. Pertumbuhan

Pada tahun 2006, WHO mengeluarkan sebuah kurva pertumbuhan standar yang

menggambarkan pertumbuhan anak umur 0-59 bulan di lingkungan yang diyakini dapat

mendukung pertumbuhan optimal anak.

1) Berat badan terhadap usia


2) Tinggi/Panjang badan terhadap usia

3) Tinggi/Panjang badan terhadap berat badan


4) BMI/IMT terhadap umur

Cara menggunakan grafik pertumbuhan WHO:


1) Tentukan umur, panjang badan (anak di bawah 2 tahun)/tinggi badan (anak di atas 2

tahun), berat badan.

2) Tentukan angka yang berada pada garis horisontal / mendatar pada kurva. Garis

horisontal pada beberapa kurva pertumbuhan WHO menggambarkan umur dan panjang /

tinggi badan.

3) Tentukan angka yang berada pada garis vertikal/lurus pada kurva. Garis vertikal pada

kurva pertumbuhan WHO menggambarkan panjang/berat badan, umur, dan IMT.

4) Hubungkan angka pada garis horisontal dengan angka pada garis vertikal hingga

mendapat titik temu (plotted point). Titik temu ini merupakan gambaran perkembangan anak

berdasarkan kurva pertumbuhan WHO.

Cara menginterpretasikan kurva pertumbuhan WHO:

1) Garis 0 pada kurva pertumbuhan WHO menggambarkan median, atau rata-rata

2) Garis yang lain dinamakan garis z-score. Pada kurva pertumbuhan WHO garis ini diberi

angka positif (1, 2, 3) atau negatif (-1, -2, -3). Titik temu yang berada jauh dari garis median

menggambarkan masalah pertumbuhan.

3) Titik temu yang berada antara garis z-score -2 dan -3 diartikan di bawah -2.

4) Titik temu yang berada antara garis z-score 2 dan 3 diartikan di atas 2.

5) Untuk menginterpretasikan arti titik temu ini pada kurva pertumbuhan WHO dapat

menggunakan tabel berikut ini.


b. Perkembangan

 KPSP (Kuesioner Pra Skrining Perkembangan)

KPSP adallah alat untuk mendeteksi penyimpangan perkembangan yang melibatkan empat

sector perkembangan yaitu:

- Motorik halus

- Motoric kasar

- Bahasa

- Personal dan kemandirian

Untuk usia dibawah 24 bulan, alat ukur ini dapat dibagi setiap kelipatan 3 bulan (KPSP

untuk anak 3,6,9,12,15,18 dan 24 bulan). Untuk usia diatas 24 bulan dibagi setiap 6 bulan

(KPSP untuk anak 30,36,42,48,54,60 dan 72 bulan) Setiap kategori usia hanya berisi sekitar

9-10 pertanyaan, sehingga mudah dikaji pada anak.

Tujuan pemeriksaan perkembangan dengan KPSP adalah untuk mengidentifikasi

perkembangan anak normal atau tidak. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan
(di puskesmas umumnya dilakukan oleh tenaga bidan), guru TK dan petugas PAUD terlatih.

Selain itu, perlu dipertimbangkan keterlibatan orang tua atau kelompok masyarakat dalam

melakukan skrining ini, karena Teknik pelaksanaannya tidak terlalu rumit.

KPSP untuk anak 24 bulan:

Cara penggunaan KPSP yaitu:

1) Pada waktu pemeriksaan atau skrining anak harus dibawa

2) Tentukan umur anak dengan menanyakan tanggal, bulan dan tahun anak lahir. Bila

umur anak lebih dari 16 hari dibulatkan jadi 1 bulan

3) Setelah menentukan umur anak, pilih KPSP yang sesuai dengan umur anak

4) KPSP terdiri 2 macam pertanyaan, yaitu:


- Pertanyaan yang dijawab oleh ibu atau pengasuh anak

- Perintah kepada ibu atau pengasuh anak untuk melaksanakan tugas yang tertulis

pada KPSP

5) Tanyakan pertanyaan secara berurutan, satu persatu.

6) Setiap pertanyaan hanya ada 1 jawaban, Ya atau Tidak.

7) Catat jawaban tersebut pada formulir.

 DDST (Denver Developmental Screening Test)

Merupakan suatu metode pengkajian yang digunakan untuk menilai perkembangan anak

usia 0-6 tahun. Manfaat dari DDST adalah untuk menilai tingkat perkembangan anak seuai

umurnya dan memantau anak yang diperkirakan memiliki kelainan dalam berkembang.

Manfaat DDST Denver II dapat digunakan dengan tujuan untuk menilai perkembangan anak

yang tampak sehat dan anak yang tidak menunjukan adanya masalah pekembangan sesuai

dengan rentang usia.

Isi DDST Denver II terdiri atas 125 item tugas perkembangan yang sesuai dengan umur

anak antara 0 sampai dengan 6 tahun dan dibagi kedalam beberapa aspek yaitu

kepribadian/tingkah laku sosial (personal sosial), gerakan motorik halus (fine motor

adaptive), perkembangan motorik kasar (gross motor), dan perkembangan bahasa

(language). Dalam perkembangan bahasa, anak diukur kemampuan untuk berbicara spontan,

memberikan respon terhadap suara, dan mengikuti perintah. Bahasa meliputi segala bentuk

komunikasi, baik secara lisan, isyarat, ekspresi, bahasa tubuh, tulisan atau seni. Bahasa

merupakan aspek paling penting dan sering digunakan.


Interpretasi nilai

a. Penilaian per item

1) Penilaian lebih/advance(perkembangan anak lebih)

Termasuk kategori ini ketika anak lulus pada uji coba item yang berada di kanan

garis umur dan ketika anak menguasai kemampuan anak yang lebih tua dari

umurnya.
2) Penilaian OK atau normal

Termasuk kategori normal ketika anak gagal/menolak pada item di kanan garis

umur, lulus atau gagal atau menolak pada item di garis umur terletak diantara 25-

75%.

3) Penilaian caution/peringatan

Termasuk kategori ini ketika anak gagal/menolak pada item dalam garis umur yang

berada diantara 75-90%. Tulis C disebelah kanan kotak.

4) Penilaian Delayed/keterlambatan

Termasuk kategori ini bila gagal/menolak pada item yang berada di sebelah kiri

garis umur.

5) Penilaian Tidak ada Kesempatan

Termasuk kategori ketika orang tua laporkan bahwa anak tidak ada kesempatan

untuk melakukan mencoba, dan item ini tidak perlu diinterpretasikan.

b. Interpretasi tes Denver II

1) Normal

Dikatakan normal saat tidak ada penilaian delayed (keterlambatan), paling banyak 1

caution (peringatan), dan lakukan ulang pemeriksaan pada control berikutnya.

2) Suspect

Dikatakan suspect saat terdapat 2 atau lebih caution (peringatan), terdapat 1 atau

lebih delayed (terlambat) yang terjadi karena fail/kegagalan bukan karena

menolak/refuse. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu kemudian untuk menghilangkan

rasa takut, sakit, dan lelah.

3) Untestable (tidak dapat di uji)


Dikatakan untestable saat terdapat 1 atau lebih skor delayed (terlambat), dan/atau

terdapat 2 atau lebih caution(peringatan). Dalam hal ini delayed atau caution kaeena

penolakan/refuse bukan karena kegagalan/fail. Dilakukan uji ulang 1-2 minggu

kemudian.

Sumber:

 UKK Endokrinologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. Diagnosis dan Tata Laksana

Hipotiroid Kongenital. Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2017

 Congenital Hypothyroidism. British Thyroid Foundation. 2018. [diakses 25 Maret 2020

di https://www.btf-thyroid.org/congenital-hypothyroidism].

 Daniel MS, Postellon DC. Congenital Hypothyroidism. Medscape. 2017. [diakses 25

Maret 2020 di https://emedicine.medscape.com/article/919758-overview].

 Rastogi MV, LaFranchi SH. Congenital Hypothyroidism. Orphanet Journal of Rare

Diseases. 2010;5:17.

 De Sanctis V, Di Maio S, Soliman AT, Raiola G, Elalaily R, Millimaggi G. Hand X-ray

in pediatric endocrinology: Skeletal age assessment and beyond. Indian J Endocrinol

Metab. 2014;18(Suppl 1):S63–S71.

 Ayu AS. Hubungan Kadar TSH dan FT4 terhadap Perawakan Dismorfik Pada Anak Usia

0- 3 tahun di Desa Karangpatihan, Kec. Balong, Kab. Ponorogo. Universitas

Muhammadiyah Malang. 2015.

 Dhamayanti M. Kuesioner Praskrining Perkembangan. Sari Pediatri. 2006; 8; 1.

 Setiadji SV. Fisiologi Kelenjar Tiroid, Paratiroid, Vitamin D serta Metabolisme Kalsium

dan Fosfat. Research Gate. 2016. [diakses 25 Maret 2020 di

https://www.researchgate.net/publication/293632037_Fisiologi_Kelenjar_Tiroid].

Anda mungkin juga menyukai