Anda di halaman 1dari 21

TUGAS REVIEW JURNAL

MATA KULIAH TEKNOLOGI FARMASI & BAHAN ALAM

Disusun Oleh :
Andika Prastyo
NIM : 23040370003

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2024
JURNAL 1
Judul Isolasi dan Identifikasi Komponen Kimia Daun Ceguk (Quisqualls indica. L)
dari Makassar, Sulawesi Selatan
Jurnal JGMI : The Journal of Indonesian Community Nutrition Vol. 10 No. 1, 2021
Volume & Volume : 10
Halaman Jumlah halaman : 9
Tahun 2021
Penulis 1. Andi Muh Yagkin P.
2. Saparuddin Latu
3. Aisyah Nur Sapriati

Email : saparuddinlatu@gmail.com
Reviewer Andika Prastyo
Abstrak Saat ini masyarakat Indonesia berada dalam situasi kondisi
perekonomian yang kurang mendukung, khususnya di bidang kesehatan,
Krisis ekonomi dan obat-obatan kimia ternyata beberapa diantaranya
berdampak negatif pada umur panjang, kini masyarakat mulai beralih
kembali ke tumbuhan obat alami. Tujuan penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi komponen kimiawi ekstrak metanol daun ceguk
menggunakan kromatografi preparatif lamella.
Bahan dan metode jenis penelitian ini adalah deskriptif berbasis
laboratorium. Daun ceguk diekstraksi secara maserasi dengan menggunakan
pengencer metanol setelah bangsal diulangi dengan n-heksan. Identifikasi
komponen kimia kromatografi lamella pada ekstrak metanol menggunakan
pengenceran n-heksan : Etil asetat (9:1), (8:2) dan (7:3), ditemukan 5 titik
bercak yang terpisah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada ekstrak n-
heksan ini menggunakan pengenceran n-heksan : Etil asetat (9:1), (8:2) dan
(7:3) menghasilkan 4, 2 dan 1 bercak bercak yang terpisah. Ekstrak n-heksan
dipisahkan komponen kimianya dengan menggunakan kromatografi
preparatif lamella menghasilkan 5 fraksi (A, B, C, D dan E). Komponen
kimiawi ekstrak Metanol Daun Ceguk secara preparative tipis lapisan
kromatografi didapatkan dalam ekstrak methanol dengan eluen heksana : Etil
asetat (9:1), (8:2) dan (7:3) masing-masing 5 noda. Dalam ekstrak n-heksana
dengan eluen heksana: Etil asetat (9:1), (8:2) dan (7:3), masing-masing 4
noda, 2 noda dan 1 noda. Pada kromatografi lapis tipis preparatif diperoleh 5
fraksi yang merupakan pewarnaan tunggal setelah kromatografi lapis tipis
dua dimensi.
Pengantar Munculnya obat-obatan kimiawi membuat masyarakat lupa akan
keberadaan tumbuhan obat. Namun, saat harga obat sintetik modern
melambung tinggi saat itu krisis ekonomi dan obat-obatan kimia ternyata
beberapa diantaranya berdampak negatif pada umur panjang, kini
masyarakat mulai beralih kembali ke tumbuhan obat alami. Salah satu
tanaman yang dapat digunakan sebagai obat yaitu tanaman Ceguk. Tanaman
ini mengandung bahan kimia di antaranya potassium quisqualata, lemak
jenuh trigondiline, dan puridine. Kulit buah dan daun terdapat potassium
quisqualata. Bunga mengandung eganidine monoglycoside.
Sementara itu, daun dan tangkainya mengandung tanin, saponin,
kalsium oksalat, lemak peroksida, dan protein. The Ceguk (Quisqualisindica
L.) adalah sejenis semak dengan bunga harum di awal mekarnya putih,
kemudian berangsur-angsur berubah warna menjadi merah jambu dan
akhirnya merah, bentuknya unik, menyerupai pipa rokok, dengan mahkota
seperti bintang, sedangkan daunnya berbentuk hati- berbentuk hijau.
Tanaman ini tumbuh relatif cepat dan tidak terlalu membutuhkan pemupukan
yang intensif. Pada kelompok masyarakat tertentu daun ceguk sudah menjadi
pengobatan tradisional penyakit tertentu sehingga menjadi hal penting
penting untuk mengidentifikasi kandungan kimia dari daun ceguk.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul masalah yaitu bagaimana komponen
kimiawi yang terkandung di dalam Daun Geguk (Quisqualis indica L).
Maka dilakukan penelitian tentang Isolasi dan Identifikasi Komponen
Kimia Ekstrak Metanol Daun Ceguk dengan kromatografi lapis tipis
preparatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komponen kimia yang
terkandung dalam ekstrak metanol Daun Geguk. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengidentifikasi komponen kimiawi ekstrak Metanol Daun Ceguk
secara preparatif tipis lapisan kromatografi. Sehingga penelitian ini dapat
bermanfaat untuk menjadi acuan dalam penggunaan obat tradisional yang
tidak hanya berdasarkan pengalaman tetapi didukung dengan data ilmiah
yang cukup.
Pembahasan Tanaman wudani (Quisqualis indica Linn) yang merupakan family
dari Combretaceae merupakan tanaman merambat yang tumbuh luas di
dunia.Tanaman wudani tumbuh dan menyebar di daerah pedesaan,
digunakan sebagai tanaman hias, obat tradisional seperti obat cacing, anti
nyeri, obat mencret, sakit kepala, rematik, imunomodulator, anti inflamasi,
anti staphylococous dan antioksidant. Suma Antara., et.al.,(2013)
melaporkan bahwa pemberian ekstrak daun wudani konsentrasi 10% dosis 5
ml/8kg berat badan babi per hari selama 3 hari mampu menghilangkan
infeksi Cacing Ascaris suum pada babi yang terinfeksi ringan, sedang, dan
berat, serta efektif juga untuk cacing Trikuris Sp., namun belum diketahui
cara kerjanya apakah ovisidal, larvasidal dan atau vermisidal.
Daun ceguk adalah nama lain daun wudani atau dani, udani, bidai,
kacekluk, kaceklik, wedani (Jawa), Tikao (Bugis), Rabetdani (madura) dan
saradengan. Efek ekstrak daun wudani (EDW) sebagai obat cacing mungkin
karena mengandung alkaloid dan glicosida. Telah diteliti bahwa golongan
alkaloid dan glicosida sangat efektif sebagai obat cacing . Sampel Ceguk
yang telah diolah diekstraksi dengan cara maserasi menggunakan pelarut
metanol semi polar yang bertujuan untuk menarik komponen kimia yang
terkandung didalamnya secara keseluruhan. Hasil ekstraksi 500 gram daun
Ceguk Sederhana diperoleh ekstrak metanol kental 5 gram. Ekstrak metanol
kental yang diperoleh dilakukan uji identifikasi menggunakan metode
kromatografi lapis tipis untuk mendapatkan profil dan pewarnaan komponen
kimia dengan nilai Rf. parameter, menggunakanpelat kromatografi dan elusi
heksana: Etil asetat dengan perbandingan (9:1), (8: 2) dan (7: 3) 5 titik
masing-masing dengan nilai Rf berbeda diperoleh.
Pada penyemprotan H2SO4 10% dan pemanasan 100 oC beberapa
menit juga menunjukkan 5 noda dengan nilai Rf yang sama. Ekstrak metanol
kental Daun Ceguk sebanyak 2 gram dipartisi menggunakan pelarut heksana
untuk memisahkan komponen kimia non polar dan selanjutnya diidentifikasi
dengan metode kromatografi lapis tipis menggunakan eluen heksana non
polar: Etil asetat dengan perbandingan (9:1), (8:2) dan (7:3) masing-masing
diperoleh 4 noda, 2 noda dan 1 noda dengan nilai Rf berbeda. Pada
penyemprotan H2SO4 10% dan pemanasan 100oC beberapa menit juga
menunjukkan 4 noda, 2 noda 3 dan 1 noda dengan nilai Rf berbeda. Ekstrak
n-heksan dipisahkan dengan kromatografi lapis tipis preparatif hingga
diperoleh pewarnaan berbentuk pita kemudian dikeruk dan dilarutkan dengan
pelarut heksana: Etil asetat (7:3) dan filtratnya ditampung dalam vial berupa
fraksi yaitu fraksi A, B, C, D dan E kemudian diidentifikasi dengan
kromatografi lapis tipis untuk menentukan fraksi tunggal. Hasil kromatografi
lapis tipis dari fraksi yaitu fraksi A ada 1 noda kuning, fraksi B ada 1 noda
biru, fraksi C ada 1 noda hijau, fraksi D ada 1 noda oranye sedangkan untuk
fraksi E ada 1 noda kuning.
Kemudian dilanjutkan dengan kromatografi lapis tipis 2 dimensi
dengan pengikisan noda tunggal yang terdapat pada 5 fraksi menggunakan 2
jenis eluen. Pada fraksi A smear tunggal diperoleh untuk arah I dan arah II
berwarna kuning dengan nilai Rf yang sama. Pada fraksi B diperoleh noda
tunggal untuk arah I dan arah II berwarna biru dengan nilai Rf yang sama.
Pada fraksi C diperoleh noda tunggal untuk arah I dan arah II berwarna hijau
dengan nilai Rf yang sama. Pada pecahan D noda tunggal untuk arah I dan
arah II berwarna jingga dengan nilai Rf yang sama. Pada fraksi E didapatkan
noda tunggal untuk arah I dan arah II berwarna kuning dengan nilai Rf yang
sama. Hal ini menunjukkan bahwa kelima noda tersebut merupakan senyawa
tunggal. Studi Pustaka oleh Nu’amilah tentang tanaman ceguk telah
dilakukan mengenai pengenalan khasiat ceguk sebagai salah satu tanaman
obat Indonesia menunjukkan akar, buah, biji, pucuk dan benang sari dapat
digunakan sebagai obat. Hasil interverisasi mengenai khasiat ceguk di
Indonesia dapat digunakan sebagaiobat cacing, pembesaran limpa dan
masalah kurang gizi.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
dalam ekstrak metanoldengan eluen heksana: Etil asetat (9:1), (8:2) dan (7:3)
masing-masing 5 noda. dalam ekstrak n-heksana dengan eluen heksana : Etil
asetat (9:1), (8:2) dan (7:3), masing-masing 4 noda, 2 noda dan 1 noda dan
pada Kromatografi Lapis Tipis Preparatif diperoleh 5 fraksi yang merupakan
pewarnaan tunggal setelah Kromatografi Lapis Tipis Dua Dimensi.
Daftar Pustaka 1. Dalimartha, S., 2006, Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid IV, Trubus
Puspa Swara, Jakarta.
2. Hariana, A., 2008, Tumbuhan Obat dan Khasiatnya Seri 1, Penebar
Swadaya, Jakarta.
3. Hidayat, S., 2005, Ramuan Tradisional ala 12 Etnis Indonesia, Penerbit
Swadaya, Jakarta.
4. Noorrhamdani, Djoko Santoso, Mirzia Dwi Rahma.2013. Efek Ekstrak
Daun Ceguk (Quisqualis indica, Linn) sebagai Antibakteri Salmonella
Typhi In Vitro.Jurnal Penelitian.
5. Nur’amilah, S, 2010, Berbagai Macam Cara Mengatasi Kelelahan Dalam
Beraktivitas, Program Studi Teknologi Herbal, Jurusan Manajemen
Agroindustri, Politeknik Negeri Jember
6. Suma Anthara; I Wayan Wirata ; A.A. Gde Oka Dharmayudha.2013
Ekstrak Daun Wudani Untuk Pengobatan Infeksi Cacing Ascaris Suum
Pada Babi
7. Supriyadi, 2010, Tanaman Obat keluar, (Online)
(http://florasutamto.blogspot.com/2010/04/ceguk.html)
8. Tan, Hoan, Tjay dan Rahardja, Kirana, 2002. Obat-Obat Penting. Edisi
ke-V. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia, Jakarta 9.
Tjitrosoepomo,G, 2011. Taksonomi Tumbuhan.: Gadjah Mada University
Press. 10. Yongabi,K.A. 2005.Medicinal Plant Biotechnoloby.It,s Role
and Link in Integrated Biosystems: Part I. FMEny/ZER/ Research
Centre, Abubakar. Email: yangabika@yahoo,com.

JURNAL 2
Judul Isolasi, Pemurnian dan Karakteristik Etil-P-Metoksisinamat (EPMS) dari
Rimpang Kencur (Kaempferia galanga L.)
Jurnal Dalton : Jurnal Pendidikan Kimia dan Ilmu Kimia
Dalton : J. Pend. Kim. Dan Ilmu Kim. (e-ISSN 2621-3060) Vol. 06, No. 02,
2023
DOI : http://dx.doi.org/10.31602/dl.v6i2.10136
Volume & Halaman : 7
Halaman
Tahun 2023
Penulis 1. Ni Ketut Sinarsih
2. Made Gautama Jayadiningrat
3. I Gusti Agung Ayu Kartika
Reviewer Andika Prastyo
Abstrak Penelitian ini dilakukan untuk melakukan isolasi, pemurnian, serta
karakterisasi etil-parametoksisinamat (EPMS) dari rimpang kencur
(Kaempferia galanga L.) sebagai bahan alternatif alami tabir surya. Isolasi
dilakukan dengan metode maserasi 395,362 g kencur kering menggunakan
etanol yang dilanjutkan dengan pemurnian melalui partisi dan kolom dengan
fase diam silica gel 60G normal phase. Isolasi ekstrak kering kencur
menghasilkan 50 mL ektrak kental serta menghasilkan kristal kecoklatan
setelah dipartisi dan dipekatkan. Hasil pemurnian dengan kolom
menghasilkan ekstrak berwarna bening dengan berat 9,6 g dan titik leleh
490C setelah dikristalisasi. Karakterisasi dilakukan dengan menggunakan
HPLC, FTIR dan GC–MS. Hasil pengujian dengan HPLC menunjukkan
terbentuknya satu buah peak yang menunjukkan bahwa tingkat kemurnian
senyawa yang dihasilkan tinggi.
Pengujian dengan FTIR menunjukkan adanya intensitas yang kuat
untuk ikatan C-O pada panjang gelombang diatas 1050 cm-1 dan C=O
memiliki intensitas yang kuat pada panjang gelombang 1700 cm-1 yang
merupakan ciri khas dari EPMS. Hasil GCMS diperoleh 1 peak pada waktu
retensi 18,32 dengan massa molekul relatif senyawa hasil isolasi sebesar 206
yang sesuai dengan massa molekul relatif dari EPMS.
Pengantar Pemanasan global merupakan salah satu isu yang paling bergejolak
saat ini, yang mana di beberapa belahan dunia telah terjadi kenaikan suhu
antara 0,5 °C – 3 °C (Mulyani, 2021). Pemanasan global ini terjadi karena
penipisnya lapisan ozon akibat berbagai faktor, yang secara tidak langsung
meningkatkan radiasi sinar UV (ultraviolet) baik itu UV A (315-400 nm),
UV B (280-315 nm) dan UV C (100-280 nm) ke bumi (Sari et al., 2020).
Radiasi sinar ultraviolet tersebut memberikan efek buruk pada kulit manusia
karena reaksireaksi yang ditimbulkannya. Beberapa efek buruk sinar
ultraviolet pada kulit manusia diantaranya sunburn, pigmentasi kulit,
penuaan dini, bahkan kanker kulit (Putra et al., 2022). Efek buruk sinar
matahari dapat diminimalisir dengan penggunaan tabir surya.
Tabir surya merupakan bahan yang bekerja dengan mekanisme
menyerap, menyebarkan serta memblok atau memantulkan sinar UV
sehingga intensitas sinar UV yang mengenai kulit dapat diminimalisir
(Yanuarti et al., 2021). Oleh karena itu tabir surya merupakan bahan yang
sangat dibutuhkan dan perlu dikembangkan saat ini. Bahan tabir matahari
dapat diperoleh secara sintetik maupun secara alami. Bahan tabir surya
sintetik yang umumnya digunakan adalah benzofenon-3 (anti UV A), oktil
metoksisinamat (anti UV B), dan titanium dioksida yang dapat memantulkan
sinar UV sebagai tabir surya fisika yang digunakan sebagai bahan berbagai
kosmetik (Rahmat, 2019). Tabir surya secara alami bisa diperoleh dari bahan
alam salah satunya kencur (Kaempferia galanga L.) (Luh Putu Desy
Puspaningrat et al., 2019). Tanaman kencur merupakan salah satu tanaman
obat tradisional yang sudah banyak dikenal dan dimanfaatkan oleh
masyarakat Indonesia, baik untuk rempah-rempah maupun sebagai bahan
baku berbagai jenis pengobatan alternatif yang cukup efektif (Sutrisno et al.,
2022).
Tanaman ini mempunyai kandungan kimia antara lain minyak atsiri
2,4 – 3,9% serta senyawa metabolit sekunder seperti pentadekana, katekin,
epikatekin, kuersetin, mirisetin, naringenin, luteolin, kamfer, sineol,
apigenin, dan borneol (Kiptiyah et al., 2021). Tanaman kencur juga
mengandung senyawa etilpara-metoksisinamat (EPMS) sebanyak 1,2- 2,5%
dengan rendemen 78,28 pada sampel uji kencur di Kota Malang, 77,23% di
Kota Blitar, dan 73,33% di Kota Trenggalek (Adianingsih et al., 2021). Etil-
p-metoksisinamat merupakan senyawa turunan sinamat yang berbagai
manfaat diantaranya sebagai agen antiinflamasi, analgesik, serta sebagai tabir
surya (Shintia et al., 2020). Isolasi EPMS telah banyak dilakukan dengan
beberapa metode diantaranya sokletasi dengan rendemen 2,098%
(Puspaningrat et al., 2019), perkolasi 4,84% (Shintia et al., 2020), maserasi
dengan etanol 8,4% (Winingsih et al., 2021). Dari berbagai metode tersebut
EPMS yang dihasilkan merupakan EPMS yang belum dimurnikan sehingga
masih ada kandungan senyawa pengotor yang terdapat dalam kristal tersebut.
Berdasarkan fakta-fakta tersebut maka penelitian ini dilakukan dengan
tujuan memanfaatkan bahan alam rimpang kencur secara optimal dengan
mengisolasi, memurnikan, serta karakterisasi senyawa EPMS. Penelitian ini
dilakukan sebagai penelitian pendahuluan untuk pengembangan kencur
sebagai bahan alami untuk tabir surya.
Pembahasan Isolasi dan Pemurnian EPMS Maserasi 395,362 g serbuk kencur
kering selama 5 hari menggunakan etanol teknis 96% sebanyak 2 L
menghasilkan ekstrak etanol yang berwarna cokelat kemerahan. Pengeringan
kencur dilakukan dengan dikeringanginkan agar EPMS yang terkandung di
dalamnya tidak rusak oleh pemanasan sinar matahari. Selain itu, penggunaan
sampel dalam bentuk serbuk dimaksudkan dengan tujuan untuk memperluas
bidang sentuh sehingga ekstraksi akan berjalan secara maksimal. Etanol
digunakan dalam maserasi karena EPMS (gambar 1) merupakan golongan
senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang
bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat
sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut yang
memiliki spektrum luas dan umumnya memberikan hasil optimal dalam
proses ekstrasi (Kumalasari dan Andiarna, 2020). Kehadiran etanol
menyebabkan senyawa tersebut larut dan mudah dipisahkan dari rimpang
kencur mengingat sifat etanol yang memiliki spektrum luas dalam
melarutkan senyawa bahan alam (Sinarsih et al., 2021).
Ekstrak etanol pekat yang dihasilkan dari proses maserasi sebanyak
50 mL. Ekstrak tersebut dipartisi dengan 50 mL n-heksana. Partisi bertujuan
untuk mengelompokkan metabolit yang terkandung dalam ekstrak kasar
berdasarkan perbedaan polaritasnya (Sinarsih et al., 2021). Penggunaan n-
heksan untuk partisi karena nheksan lebih bersifat nonpolar dibandingkan
etanol sehingga senyawa-senyawa polar yang ikut terekstraksi selama proses
maserasi dapat dipisahkan. Selain itu sifat EPMS yang cenderung nonpolar
akan lebih mudah larut dalam pelarut nonpolar sehingga ekstrak yang
dihasilkan lebih murni. Proses partisi membentuk dua lapisan, yaitu fase atas
berwarna kuning yang merupakan ekstrak heksana, sedangkan fase bawah
ekstrak etanol yang berwarna jingga pekat. Lapisan atas yang mengandung
EPMS diuapkan dan dikristalisasi dalam waktu satu hari menghasilkan
kristal kekuningan.
Kristal kekuningan dimurnikan lebih lanjut melalui kolom sehingga
menghasilkan ekstrak bening yang dikristalisasi menghasilkan kristal bening
(gambar 2) sebanyak 9,6 g dengan titik leleh sebesar 490C. Silica gel
normal-phase digunakan sebagai fase diam dikarenakan sifatnya yang polar
karena ujungnya mengikat -OH (gugus silanol) (Mariana et al., 2019). Sifat
silica gel yang polar akan menahan komponen yang polar dan bersifat
pengotor dari ekstrak sedangkan komponen yang bersifat nonpolar akan
terelusi bersama dengan eluen n-heksan. Proses pengkoloman ini
memurnikan senyawa EPMS dengan lebih maksimal melalui mekanisme
pengikatan pengotor (gambar 3). Persentase EPMS dari rimpang kencur yang
diisolasi dengan teknik maserasi menggunakan etanol teknis 96% dan
dimurnikan dengan nheksana yaitu 2,43%.
Persentase Rendemen ini relatif lebih tinggi dibandingkan dengan
isolasi dengan berbagai metode lain seperti sokhletasi dengan rendemen
2,098% (Puspaningrat et al., 2019), namun lebih rendah dibandingkan
dengan persentase EPMS yang didapat dengan perkolasi dan rekristalisasi
4,84% (Shintia et al., 2020), maserasi dan rekristalisasi dengan etanol 8,4%
(Winingsih et al., 2021). EPMS pada penelitian ini tidak hanya dimurnikan
dengan rekristalisasi namun pemurnian secara kimia menggunakan kolom.
Pemurnian tersebut kemungkinan yang menyebabkan rendemen EPMS yang
dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan penelitian lainnya.
Simpulan EPMS dari rimpang kencur telah dihasilkan menggunakan metode
maserasi, fraksinasi dan kromatografi kolom. Analisis dan karakterisasi
menggunakan HPLC, FTIR dan GCMS menunjukkan jika senyawa yang
dihasilkan adalah EPMS. EPMS dari kencur ini merupakan senyawa yang
sangat mudah untuk diisolasi dan dimurnikan sehingga memiliki peluang
untuk dijadikan alternatif bahan baku tabir surya.
Daftar Pustaka 1. Adianingsih, O. R., Widaryanto, E., Saitama, A., & Zaini, A. H. (2021).
Analysis of bioactive compounds present in Kaempferia galanga rhizome
collected from different regions of East Java, Indonesia. IOP Conference
Series: Earth and Environmental Science, 913(1), 012074.
https://doi.org/10.1088/1755- 1315/913/1/012074
2. Anindhita Putra, A., Cantika, P., Indriyani, N., Romadhani, P.,
Lestariyanti, E. (2022). Persepsi, Perilaku Dan Keputusan Terhadap
Penggunaan Produk Sunscreen Berlabel Halal (Studi Eksplorasi Pada
Mahasiswa Uin Walisongo Semarang). Konferensi Integrasi Interkoneksi
Islam Dan Sains, 4(1), 101–105.
http://ejournal.uinsuka.ac.id/saintek/kiiis/article/view/3254
3. Kiptiyah, S. Y., Harmayani, E., Santoso, U., & Supriyadi. (2021). The
effect of blanching and extraction method on total phenolic content, total
flavonoid content and antioxidant activity of Kencur (Kaempferia
galanga. L) extract. IOP Conference Series: Earth and Environmental
Science, 709(1), 012025. https://doi.org/10.1088/1755-
1315/709/1/012025
4. Sutrisno, D., Fitri Sulasama, E., Maila, A. (2022). Pemanfaatan Beras
Kencur dan Daun Kelor sebagai Obat Tradisional Melalui Kegiatan KKN
di RT 05 Desa Mudung Darat Kabupaten Muaro Jambi. Jurnal Abdi
Masyarakat Indonesia, 2(1), 199– 204.
https://doi.org/10.54082/JAMSI.206
5. Mulyani, A. S. (2021). Antisipasi Terjadinya Pemanasan Global Dengan
Deteksi Dini Suhu Permukaan Air Menggunakan Data Satelit. Jurnal
Rekayasa Teknik Sipil Dan Lingkungan - CENTECH, 2(1), 22–29.
http://ejournal.uki.ac.id/index.php/cen/arti cle/view/2807
6. Winingsih, W., Husein, G., Putri, R., & Ramdhani, N. (2021). Analysis of
Ethyl pMethoxycinnamate from Kaempferia galanga L. Extract by High
Performance Liquid Chromatography. Journal of Tropical Pharmacy and
Chemistry, 5(4), 353–358. https://doi.org/10.25026/JTPC.V5I4.331
7. Yanuarti, R., Anwar, E., & Pratama, G. (2021). Evaluasi Fisik Sediaan
Krim Tabir Surya dari Bubur Rumput Laut Kappaphycus alvarezii dan
Turbinaria conoides. Jurnal FishtecH, 10(1), 1–8.
https://doi.org/10.36706/FISHTECH.V10I 1.13883
JURNAL 3
Judul Isolasi, Identifikasi Senyawa Alkaloid Dan Uji Efektivitas Penghambatan
Dari Ekstrak Daun Sirih (Piper betle L.) Terhadap Bakteri Staphylococcus
epidermidis
Jurnal DOI : https ://doi.org/10/35790/ebm.8.1.2020.28706
Available from : https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik
Volume & 7
Halaman
Tahun 2020
Penulis 1. Gwendolyn Louradebi Kapondo
2. Fatimawali
3. Meilani Jayanti
Reviewer Andika Prastyo
Abstrak Daun Sirih (Piper betle L) mengandung senyawa alkaloid dan
memiliki fungsi sebagai antibakteri dan antiseptik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengisolasi senyawa alkaloid dan menguji efektivitas penghambatan
dari ekstrak daun sirih hijau terhadap pertumbuhan bakteri Staphylococcus
epidermidis. Simplisia daun sirih hijau diekstraksi dengan menggunakan
pelarut etanol 96%. Uji aktivitas antibakteri ekstrak daun sirih dengan variasi
konsentrasi 25%, 20%, 15%, 10% dan 5% menggunakan metode dilusi cair.
Hasil identifikasi terhadap isolat alkaloid menggunakan metode
Spektrofotometri UV-Vis dapat diketahui senyawa alkaloid yang terkandung
dalam daun sirih termasuk alkaloid dengan kerangka dasar Indol yang
mempunyai serapan pada panjang gelombang 262 nm dan 274 nm.
Hasil uji efektivitas daun sirih terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis dengan metode dilusi cair menunjukan bahwa ekstrak daun sirih
dengan nilai densitas optik pada konsentrasi 25%, 20%, 15% dan 10%
sebelum dan sesudah inkubasi mengalami penurunan berturut-turut sebesar -
0.347, -0.304, -0.192 dan -0.104, sedangkan pada konsentrasi 5% mengalami
kenaikan nilai densitas optik sebesar 0.162. Dari hasil penelitian yang
diperoleh, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun sirih mengandung
alkaloid dengan kerangka dasar indol dan memiliki aktivitas penghambatan
terhadap bakteri Staphylococcus epidermidis dengan KHM pada konsentrasi
10%.
Pengantar Penyakit yang disebabkan oleh bakteri memiliki peringkat yang cukup
tinggi. Belakangan ini, salah satu masalah kulit wajah yang sering dijumpai
anak remaja dan orang dewasa adalah timbulnya jerawat. Infeksi bakteri dan
kosmetik merupakan masalah utama penyebab jerawat. Staphylococcus
epidermidis merupakan salah satu bakteri yang menyebabkan penyakit
jerawat, bakteri ini merupakan flora normal di kulit. Penyebab lain penyakit
jerawat karena adanya zat nutrisi bagi bakteri yang diproduksi dari sekresi
kelenjar sebasea yakni air, urea, garam dan asam lemak. Senyawa-senyawa
metabolit sekunder terdapat di dalam tumbuhan. Salah satu senyawa
metabolit sekunder adalah alkaloid.
Efek fisiologis senyawa tersebut sangat bermanfaat dalam
pengobatan. Alkaloid kebanyakan bersifat basa. Sifat tersebut tergantung
adanya pasangan elektron pada nitrogen penyusunnya. Umumnya alkaloid di
dalam tumbuhan terikat dengan asam organik membentuk garam. Garam ini
yang diekstraksi dengan pelarut organik yang sesuai. Pelarut etil asetat dan
kloroform memiliki sifat semipolar sehingga dapat baik melarutkan
alkaloid.3 Berdasarkan uraian tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian (Isolasi, identifikasi senyawa alkaloid dan uji efektivitas
penghambatan dari ekstrak daun sirih (Piper betle L.) terhadap bakteri
Staphylococcus epidermidis) dengan metode dilusi untuk membuktikan
apakah daun sirih dapat menghambat bakteri Staphylococcus epidermidis.
Pembahasan Berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukan di Laboratorium Biologi
FMIPA Universitas Sam Ratulangi dapat dipastikan bahwa tumbuhan yang
digunakan ialah benar tumbuhan daun sirih (Piper betle L). Proses ekstraksi
menggunakan metode ekstraksi cara dingin, yaitu maserasi menggunakan
3750 mL pelarut etanol 96%, proses maserasi dilakukan selama 5 hari dan
diperoleh ekstrak kental sebanyak 58 g. Metode maserasi merupakan metode
ekstraksi yang paling mudah dan cepat. Filtrat yang dihasilkan kemudian
diuapkan menggunakan oven dengan tujuan menguapkan etanol. Proses
ekstraksi dilakukan dengan menggunakan pelarut etanol 96% karena pelarut
ini menyari hampir keseluruhan kandungan simplisia baik non polar, semi
polar maupun polar.4 Pelarut ini bersifat selektif, tidak beracun dan bersifat
universal yang cocok untuk mengekstrak semua golongan senyawa metabolit
sekunder.5 Dari perolehan ekstrak ini, telah dilakukan perhitungan
rendemen. Dengan rendemen sampel yang diperoleh yaitu sebesar 9,375%
dan rendemen ekstrak yang diperoleh yaitu sebesar 7,73%. Isolasi alkaloid,
alkaloid kebanyakan bersifat basa. Sifat tersebut tergantung adanya pasangan
elektron pada nitrogen penyusunnya. Umumnya alkaloid di dalam tumbuhan
terikat dengan asam organik membentuk garam. Garam ini yang diekstraksi
dengan pelarut organik yang sesuai. Pelarut etil asetat memiliki sifat
semipolar sehingga dapat baik melarutkan alkaloid. Larutan HCl 2M hingga
pH larutan 3 yang bersifat asam agar terbentuk garam alkaloid. Alkaloid
akan bereaksi dengan asam kuat akan membentuk garam alkaloid. Larutan
yang telah bersifat asam kemudian diekstraksi menggunakan etil asetat.
Lapisan asam berwarna coklat kehijauan dan lapisan etil asetat berwarna
merah kecoklatan dilihat pada lampiran 16. Kedua pelarut memiliki berat
jenis dan kepolaran yang berbeda. Kedua lapisan tersebut dipisahkan,
kemudian lapisan asam ditambahkan NH4OH hingga pH larutan mencapai 9
yaitu larutan basa dilihat pada lampiran 16.
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat di simpulkan bahwa
ekstrak daun sirih (Piper betle L) memiliki kandungan senyawa alkaloid jenis
indol dengan nilai absorbansi 0.632 dan 0.582 pada panjang gelombang 262
nm dan 274 nm. Ekstrak daun sirih (Piper betle L) dapat menghambat bakteri
Staphylococcus epidermidis dengan terjadinya penurunan densitas optik
sebelum dan sesudah inkubasi pada konsentrasi 25%, 20%, 15% dan 10%,
dan terjadi kenaikan nilai densitas optic sebelum dan sesudah inkubasi pada
konsentrasi 5%, sehingga diperoleh nilai KHM pada konsentrasi 10%.
Daftar Pustaka 1. Angelina F, Sabdono A, Delianis P. 2012. Potensi Antibakteri
Ekstrak Rumput Laut Terhadap Bakteri Penyakit Kulit. Universitas
Diponegoro, Semarang
2. Kakhia,T.I.2012. Alkaloids & Alkaloids Plans. Adana University
Industry Joint Research Center, Turkey.
3. Anshori M dan Iswanti S. 2009. Buku Ajar : Metodologi Penelitian
Kuantitatif. Airlangga University Press, Surabaya.
4. Kristanti., Novi, A. 2008. Buku Ajar Fitokimia. Universitas
Airlangga Press, Surabaya.
5. Titis, Muhammad, B.M., Fachriyah, E., Kusrini, D. 2013. Isolasi,
Identifikasi dan Uji Aktivitas Senyawa Alkaloid Daun Binahong
(Anredera cordifolia (Tenore) Steeniss). 1(1): 196-201.

JURNAL 4
Judul Eksplorasi Proses Pengolahan Tumbuhan Obat Imunomodulator Suku Anak
Dalam Bendar Bengkul
Jurnal BIOEDUKASI – Jurnal Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah
Metro (e ISSN 2442-9805 ; p ISSN 2086-4701)
Volume & 5
Halaman
Tahun 2019
Penulis 1. Fitria Lestari
2. Ivoni Susanti
Reviewer Andika Prastyo
Abstrak Imun merupakan salah satu sistem penting dalam tubuh yang mampu
meredam bakteri, virus, protozoa masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan
penyakit. Suku Anak Dalam di Bendar Bengkulu adalah salah satu suku di
Kabupaten Musi Rawas yang membutuhkan kekebalan tubuh untuk
memanfaatkan tanaman obat. Setiap pabrik mempunyai proses pengolahan
yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari
pengolahan tanaman yang mengandung imunomodulator. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian pada Anak Dalam etnis di
Bandar Bengkulu. Teknik pengumpulan data observasi dan wawancara
dengan para pemimpin. Teknik analisis data deskriptif kualitatif dimana data
yang diperoleh adalah kemudian disajikan dan dijelaskan teknik pengolahan
terbanyak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar
pengolahannya dengan cara direbus. Berdasarkan penelitian disimpulkan
bahwa setiap tumbuhan mempunyai pengolahannya berbeda-beda untuk
menghilangkan senyawa-senyawa yang ada di dalamnya sehingga
memerlukan pengobatan.
Pengantar Imunitas merupakan suatu sistem penting dalam tubuh, jika terjadi
penurunan imunitas maka tubuh akan sangat mudah terinfeksi virus, bakteri,
protozoa, cacing, dan jamur parasitik (WHO, 2014). Infeksi merupakan
penyakit kedua didunia dengan persentase 16,7% setelah kardiovaskular.
Jika jumlah dan fungsi sel imun berkurang, maka mikroorganisme patogen
akan dengan mudah menyebabkan penyakit infeksi (Joyce, dkk., 2008).
Substansi yang dapat membantu memperbaiki fungsi sistem imun dikenal
sebagai imunomodulator yang secara klinis digunakan pada pasien dengan
gangguan imunitas, antara lain pada kasus keganasan, HIV/ AIDS,
malnutrisi, alergi, dan lain-lain (Masihi, 2001; Kayser, dkk. 2003).
Mekanisme imunomodulator, meliputi 1) mengembalikan fungsi imun yang
terganggu (imunorestorasi), memperbaiki fungsi sistem imun
(imunostimulasi) dan menekan respons imun (imunosupresi). Masyarakat
umumnya mengobati penyakit infeksi menggunakan obat-obat sintetis,
seperti ketoprofen, aspirin, azatioprin, sitoksan, isoprinosin, levamsiol,
arginin, dan lain-lain. Akan tetapi, penggunaan obat sintetis dalam jangka
waktu yang panjang dapat mengakibatkan efek negatif, seperti penurunan
kadar trombosit, depresi pernapasan, uritakaria, toksik terhadap hati,
gangguan saluran pencernaan, dan lain-lain. Oleh karena itu, salah satu cara
untuk mengurangi dampak dari obat sintetis, yaitu penggunaan tumbuhan
obat. Tumbuhan sebagai obat memiliki keunggulan seperti mudah
didapatkan, harga murah, dan efek samping yang ditimbulkan sedikit. Alasan
penggunaan tumbuhan sebagai obat, seperti mudah ditemukan di
persawahan, kebun, dan pinggir jalan dan juga mudah dikembangbiakkan
sendiri di rumah Pranata (2014). Tumbuhan obat biasanya diracik khusus
dan ada juga biasa digunakan dalam makanan sehari-hari seperti rempah-
rempah bumbu dapur (Noor & Zen, 2015). Salah satu suku yang ada di
Kabupaten Musi Rawas yang masih menggunakan tumbuhan sebagai obat
adalah Suku Anak Dalam Bendar Bengkulu. Hasil wawancara dengan kepala
suku Anak Dalam Bendar Bengkulu diketahui bahwa suku ini masih
menggunakan tumbuhan sebagai obat penyakit infeksi, seperti: 1) daun, akar,
dan bunga bougenvile sebagai obat keputihan; 2) daun tapak dara sebagai
obat leukimia; 3) daun dan bunga alamanda digunakan untuk penawar racun
dan obat malaria dan lainnya. Menurut Jauhari (2012), kebiasaan Suku Anak
Dalam ini tidak terlepas dari perilaku yang sudah diturunkan dari nenek
moyangnya yang sangat bergantung pada alam dan meramunya. Namun,
keberadaan tumbuhan yang digunakan sebagai obat oleh suku ini belum
tercatat dan diidentifikasi dengan baik, hal ini terbukti dengan belum
ditemukannya referensi yang membahas tentang tumbuhan obat oleh suku ini
secara online maupun buku. Padahal dokumentasi pengetahuan tradisional
dalam pemanfaatan tumbuhan, akan tetapi dapat juga diturunkan untuk
generasi-generasi berikutnya (Hidayat & Hardiansyah, 2016).
Oleh karena itu, penelitian ini diharapkan menjadi data awal keberadaan cara
pengolahan yang digunakan oleh Suku Anak Dalam Bendar Bengkulu
khususnya sebagai imunomodulator.
Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa cara pengolahan yang banyak
dilakukan oleh Suku Anak Dalam Bendar Bengkulu adalah dengan cara
direbus. Tujuan merebus tumbuhan obat adalah untuk memindahkan zat-zat
berkhasiat yang ada pada tumbuhan ke dalam larutan air, kemudian diminum
untuk kebutuhan pengobatan (Mahendra, 2006). Cara perebusan dipercaya
masyarakat dapat membunuh kuman yang ada pada tumbuhan, lebih aman
dan senyawa kandungan yang ada pada tumbuhan lebih banyak keluar.
Kartika (2015) dalam Jurnal nya yang berjudul “Inventarisasi Jenis-Jenis
Tumbuhan Berkhasiat Obat Di Desa Tanjung Baru Petai Kecamatan Tanjung
Batu Kabupaten Ogan Ilir (OI) Provinsi Sumatera Selatan” menyatakan
bahwan jenis tumbuhan yang ditemukan di Desa Tanjung Baru Petai
Kecamatan Tanjung Batu Kabupaten Ogan Ilir Provinsi Sumatera Selatan
terdiri dari 2 class, 31 ordo, 33 familia, 40 genus, dan 40 spesies. Cara
pengolahan tumbuhan obat yang banyak digunakan adalah cara direbus. Hal
ini didukung Tamelene, dkk (2017) bahwa etnis Tobaru di Pulau Halmahera
banyak mengoleh tumbuhan obat dengan cara di rebus untuk perawatan
kehamilan dan persalinan. Pengolahan tumbuhan obat dengan cara direbus
bisa mengurangi rasa hambar dan pahit dibandingkan dimakan langsung,
serta dengan direbus lebih steril karena bisa membunuh kuman ataupun
bakteri yang pathogen (Novianti, 2014). Proses direbus dapat mengangkat
zat yang terkandung pada tumbuhan dan mempunyai reaksi yang begitu
cepat bila diminum (Gunadi, 2017). Sedangkan dengan cara diiris, digosok,
dijus, disangrai dan minum maupun yang lainya, proses pengolahan juga
lebih lama dan zat yang terkadung didalam tumbuhan juga sedikit yang
keluar sehingga proses penyembuhan bisa mengakibatkan waktu yang lebih
lama. Tumbuhan obat biasa digunakan dalam makanan sehari-hari seperti
rempahrempah bumbu dapur dan sayuran seperti daun Jinten, katu dan
lainnya (Noor & Zen, 2015). Semakin besar lama waktu perebusan maka
aktivitas antioksidan semakin rendah (Wicaksono, 2015). Senyawa yang
terdapat dalam daun seperti daun sirsak pada suhu 60ºC dapat menyebabkan
perubahan struktur, sehingga dapat disimpulkan bahwa pemanasan yang
berlebih akan menyebabkan sel terdegradasi, sehingga aktivitas antioksidan
menjadi menurun. Seluruh senyawa dalam daun akan terekstrak akan keluar
dan tercampur dalam larutan air setelah mencapai titik optimal akan
mengalami penurunan. Disebabkan akibat proses hidrolisis selama proses
ekstraksi dan pemanasan yang berlangsung terus menerus dengan 80ºC
(Oematan, 2015).
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa cara pengolahan
tumbuhan obat sebagai imunomodulator yang digunakan oleh Suku Anak
Dalam Bendar Bengkulu masih bervariasi. adanya variasi ini diharapkan
dapat menjadi alternatif untuk meminimalisir penggunaan dan dampak
jangka panjang dari obat kimia yang ada dipasaran.
Daftar Pustaka 1. Joyce, B., dan Swain. Prinsip-prinsip Sains Untuk Keperawatan.
Jakarta: Erlangga. 2008.
2. Kayser O, K.N. Masihi, F.K. Kiderlen. 2003. Review: natural
products and synthetic compounds as immunomodulators. Expret
Rev Anti-infect Ther. Vol 1(2): 31-35.
3. Pranata, S. 2014. Herbal TOGA (Tanaman Obat Keluarga).
Yogyakarta: Aksara Sukses.
4. Jauhari, B.V. 2012. Jejak Peradaban Suku Anak Dalam. Bangko:
Lembaga Swadaya Masyarakat Kelompok Suku Anak Dalam.
5. Hidayat, D dan G. Hardiansyah, 2012. Studi Keanekaragaman Jenis
Tumbuhan Obat di Kawasan IUPHHK PT. Sari Bumi Kusuma Camp
Tontang Kabupaten Sintang. Journal Biology Science, Vol 8(2): 61-
68.
6. Mahendra, B. 2006. 13 Jenis Tanaman Obat Ampuh. Jakarta:
Penebar Swadaya.

JURNAL 5
Judul Isolasi dan Identifikasi Ethyl P-Methoxycinnamate (EPMC) dari Rimpang
Kencur (Kaempheria Galanga) sebagai Kandidat Senyawa Antikanker
Jurnal Original Article (Majalah Farmasi & Farmakologi (MFF) 2023;27(3):140-
146)
Volume & 7
Halaman
Tahun 2023
Penulis 1. Nurhasni Hasan
2. Sitti Nur Fatimah
3. Anugerah
4. Muhammad Raihan
5. Subehan
6. Apon Zaenal Mustopa
7. Herman Irawan
8. Jabal Rahmat Haedar
9. Habiebie
Reviewer Andika Prastyo
Abstrak Indonesia kaya akan keanekargaman tanaman obat. Salah satunya adalah
rimpang kencur atau Kaempferia galanga L. Tanaman ini memiliki potensi
besar sebagai sumber penting senyawa bioaktif yang dapat mendukung
pengembangan obat-obatan alami serta mendorong penelitian lebih lanjut
dalam bidang farmakologi dan pengobatan. Kaempferia galanga sendiri telah
diteliti mengandung beragam senyawa yang dapat dimanfaatkan untuk
berbagai aktivitas farmakologi salah satunya adalah antikanker. Salah satu
komponen senyawa yang dimiliki oleh Kaempferia galanga yang dapat
digunakan sebagai antikanker adalah etil p-methoxycinnamate (EPMC).
Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa
EPMC untuk memperoleh hasil isolasi yang maksimal dengan kadar EPMC
yang tinggi. Metode isolasi EPMC dari tanaman kencur menggunakan
soxhlet sebagai alat ekstraksi. Identifikasi dan penentuan kadar senyawa
diperoleh menggunakan evaluasi KLT, GC-MS, NMR, HPLC dan
Spektrofotometri UV-Vis. Hasil identifikasi menunjukkan isolat dari
Kaempheria galanga merupakan senyawa ethyl p-methoxycinnamate dengan
berat molekul 206 dan persentase kadar EPMC menunjukkan kadar yang
tinggi baik menggunakan HPLC maupun spektrofotometer UV-Vis, dimana
kadar EPMC dalam isolat didapatkan sebesar 90,40 ± 3,62 %, dan 91,29 ±
3,66 %. Sedangkan untuk kadar pada ekstrak metanol Kaempheria galanga
adalah 49,57 ± 0,63 % dan 40,61± 0,25% berdasarkan hasil HPLC dan
spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan
bahwa metode isolasi EPMC dari tanaman kencur (Kaempferia galanga)
menggunakan soxhlet sebagai alat ekstraksi memberikan rendemen ekstrak
dan rendemen isolat yang tinggi.
Pengantar Bahan alam memiliki peranan yang sangat penting dalam penelitian untuk
menemukan obat baru (Atanasov et al. 2021). Sampai saat ini sumber bahan
aktif obat sebagian besar berasal dari bahan alam, hal ini diperkuat dengan
penelitian yang dilakukan oleh Harvey et al. (2008), yang mengungkapkan
bahwa hampir setengah dari obat baru yang telah disetujui sejak tahun 1994
berasal dari sumber alam. Penemuan obat-obatan baru ini meliputi beragam
indikasi terapeutik, termasuk namun tidak terbatas pada antikanker,
antiinfeksi, antidiabetes, dan penyakit lainnya. Di tengah era modernisasi,
tumbuhan masih mempertahankan peran pentingnya sebagai penyedia bahan
obat, terutama di negara-negara berkembang yang tetap mengandalkan
ramuan tumbuhan untuk keperluan kesehatan masyarakatnya (Salim et al.,
2008). Indonesia memiliki peran penting dalam bidang pengembangan dan
penelitian tanaman obat. Data yang diperoleh dari penelitian oleh Afifa et al.
(2022) menunjukkan kekayaan Indonesia dalam hal keanekaragaman
tanaman obat, terdiri dari 110 spesies tanaman obat dengan lebih dari 456
kandungan senyawa yang berbeda. Kandungan senyawa ini juga
menunjukkan keberagaman aktivitas biologis, dengan total 280 aktivitas
yang telah teridentifikasi. Salah satu contoh tanaman obat ini adalah
Kaempferia galanga L., yang dikenal sebagai kencur. Tanaman ini memil\
[iki sejarah panjang dalam penggunaan herbal di masyarakat Indonesia.
Kencur telah digunakan secara turun-temurun sebagai obat tradisional untuk
berbagai jenis penyakit . Beberapa penelitian sebelumnya juga telah
menunjukkan bahwa ekstrak dan senyawa murni dari Kaempferia galanga L.
menunjukkan beragam aktivitas farmakologis. Penelitian oleh Elshamy et al.
(2019) mengungkapkan berbagai aktivitas farmakologis yang dimiliki oleh
tanaman ini. Beberapa di antaranya adalah aktivitas antikanker, antiobesitas,
anti-HIV, antimikroba, antioksidan, antiinflamasi, dan antikolinesterase.
Temuan ini menegaskan potensi besar tanaman Kaempferia galanga sebagai
sumber penting senyawa bioaktif yang dapat mendukung pengembangan
obatobatan alami serta mendorong penelitian lebih lanjut dalam bidang
farmakologi dan pengobatan. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk
menemukan senyawa aktif dari Kaempferia galanga dan menemukan
beberapa komponen senyawa metabolit seperti etil pmethoxycinnamate,
ethyl cinnamate, 3-carene, pentadecane, borneol, bornyl acetate, δ-selinene,
camphor dan α pinene (Kumar, 2014; Wang et al. 2021). Penelitian-
penelitian sebelumnya telah menguji aktivitas EPMC antara lain sebagai
antiinflamasi (Kumar, 2020), anti-neoplastik (Ichwan et al., 2019),
antihiperglikemik (Chowdhury et al., 2014), antibakteri (Elya et al., 2016)
dan sebagai antimelanoma antimelanoma dimana EPMC mampu
menghambat aktivitas "NFκB" (Lallo et al., 2022). Dengan adanya aktivitas
farmakologik ini, EPMC diharapkan dapat menjadi salah satu kandidat obat
baru. Kandidat obat baru dari bahan alam diperoleh melalui berbagai metode
ekstraksi dan isolasi (Sasidharan et al., 2011). Salah satu metode yang
digunakan adalah ekstraksi soxhlet yang dapat mengekstraksi secara
kontinyu dengan efisiensi ekstraksi tinggi dan memerlukan waktu serta
pelarut lebih sedikit (Zhang et al., 2018). Penelitian oleh (Umar et al., 2014)
dan (Hakim et al., 2018) dan telah berhasil mengisolasi EPMC menggunakan
metode soxhlet dengan yield 4.33% dan 40.83%. Pengembangan metode
isolasi yang dilakukan telah menunjukkan peningkatan hasil isolasi. Namun,
masih diperlukan optimasi metode isolasi yang tepat sehingga memperoleh
kadar EPMC yang tinggi dibanding penelitian sebelumnya. Penelitian ini
bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa EPMC dari
rimpang kencur.
Pembahasan Obat dari bahan alam memiliki pengaruh yang signifikan terhadap penemuan
obat baru. Beberapa komponen senyawa dari bahan alam telah dipelajari
aktivitas farmakologinya, dan beberapa bahkan sudah digunakan sebagai
obat. Komponen utama Kaempferia galanga yaitu ethyl p-methoxycinnamate
diisolasi menggunakan pelarut etanol. Pada penelitian ini kristal EPMC yang
diperoleh diidentifikasi dengan KLT, GCMS, dan NMR sementara kadar
kristal EPMC dihitung menggunakan HPLC dan spektrofotometer UV-Vis.
Identifikasi kualitatif isolat EPMC menggunakan KLT yang dielusi pada fase
gerak dan diamati spot noda yang terbentuk. Perbandingan spot noda standar
dan isolat EPMC (Gambar 2.) menunjukkan bahwa EPMC terdapat dalam
hasil isolasi Kaempheria galanga. Identifikasi lanjutan isolat EPMC
menggunakan GC-MS, 1H-NMR, dan 13C-NMR. Identifikasi menggunakan
data GC-MS, membuktikan bahwa isolasi senyawa dari K galanga
kemungkinan besar mengandung senyawa EPMC. Karena ciri-ciri EPMC
yang ditunjukkan sama dengan senyawa hasil isolasi yang telah dianalisis
menggunakan GC-MS antara lain: EPMC mempunyai BM 206 sama seperti
senyawa dalam isolat Kaempheria galanga. Selain itu, EPMC juga memiliki
gugus yang sama dengan fragmen-fragmen dalam senyawa yang dianalisis.
Apabila fragmen-fragmen tersebut disatukan akan menjadi struktur EPMC.
EPMC dari hasil analisis memiliki luas area 1577654095 dengan presentase
area (% area) sebesar 86,28% dari total isolasi Kaempheria galanga. Pada
penelitian ini selain mengidentifikasi senyawa EPMC pada isolasi dari
Kaempheria galanga, dilakukan pula perhitungan kadar isolat EPMC dan
ekstrak metanol Kaempheria galanga menggunakan dua alat yaitu HPLC dan
spektrofotometer UV-Vis. Penggunaan dua alat ini untuk membandingkan
kadar EPMC pada masing-masing alat. Berdasarkan perhitungan kadar
diperoleh nilai dari kedua alat tersebut tidak jauh berbeda yaitu pada kadar
isolat senyawa menggunakan HPLC dan spektrofotometer UV-Vis adalah
90,40± 3,62 %, dan 91,29 ± 3,66 %. Sedangkan untuk kadar ekstrak metanol
Kaempheria galanga menggunakan HPLC dan spektrofotometer UV-Vis
adalah 49,57± 0,63 % dan 40,61 ± 0,25 %.
Simpulan Metode isolasi EPMC dari tanaman kencur (Kaempferia galanga)
menggunakan soxhlet sebagai alat ekstraksi memberikan rendemen ekstrak
dan rendemen isolat yang tinggi. Hasil identifikasi menunjukkan isolasi dari
Kaempheria galanga merupakan senyawa ethyl p-methoxycinnamate.
Menggunakan metode ini pula presentase kadar EPMC menunjukkan kadar
yang tinggi yaitu kadar pada isolat senyawa menggunakan HPLC dan
spektrofotometer UV-Vis adalah 90,40 ± 3,62%, dan 91,29 ± 3,66%.
Sedangkan untuk kadar ekstrak metanol Kaempheria galanga adalah 49,57±
0.63% dan 40,61 ± 0,25%.
Daftar Pustaka 1. Afifa, R. M., Kusuma, W. A., & Annisa, A. (2022). Ontology Data
Modeling of Indonesian Medicinal Plants and Efficacy. INTENSIF:
Jurnal Ilmiah Penelitian dan Penerapan Teknologi Sistem Informasi,
6(2), 218-232.
2. Atanasov, A. G., Zotchev, S. B., Dirsch, V. M., & Supuran, C. T.
(2021). Natural products in drug discovery: Advances and
opportunities. Nature reviews Drug discovery, 20(3), 200-216.
3. Balunas, M. J., & Kinghorn, A. D. (2005). Drug discovery from
medicinal plants. Life sciences, 78(5), 431-441.
4. Batubara, I., Assaat, L., Irawadi, T., Mitsunaga, T., & Yamauchi, K.
(2011). Effect of sniffing of kencur (Kaemferia galangal) essential
oils in rats. International Symposium on Medicinal and Aromatic
Plants 1023,
5. Chowdhury, M. Z., Al Mahmud, Z., Ali, M. S., & Bachar, S. C.
(2014). Phytochemical and pharmacological investigations of
rhizome extracts of Kaempferia galanga. Int. J. Pharmacogn, 1(3),
185-192

Anda mungkin juga menyukai