Anda di halaman 1dari 9

NOMINA NONMURNI

Nomina nonmurni ada tiga macam yaitu nomina deverbal (nomina transposisi dari kata
kerja), nomina deadjektival (nomina transposisi dari kata sifat) dan nomina denumeralia (nomina
transposisi dari kata bilangan).
a. Nomina deverbal
Nomina deverbal adalah nomina yang berasal dari bentuk dasar verba atau kata kerja.
Artinya bahwa nomina deverbal merupakan nomina hasil proses derivasi berdasarkan pengujian
kategorial dan identitas leksikal berbeda dari verba yang menjadi dasar perubahan itu yang
ditandai dengan afiks-afiks derivatif di antaranya:
(1) prefiks paN- serta kombinasinya dengan sufiks -(n)e, -ku, dan -an, yang bervariasi
menjadi /paN-/ dan /peN-/ dengan kaidah pembentukannya sama dengan prefiks N-, menjadi
pan-, pam-, pang-, pany-, pa-, dan pange- (Edi Subroto et al., 1991:69–70) yang dapat dilekati
sufiks -(n)e yang penggunaannya –sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya– dapat berubah
atau bervariasi menjadi -e jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika bentuk
dasarnya berfonem akhir vokal yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada ragam
bahasa krama sufiks -(n)e berbentuk -ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205– 206); sufiks -an,
penggunaannya –sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya– dapat berubah atau bervariasi
menjadi -n atau -nan jika bentuk dasarnya berfonem akhir vokal, sedangkan jika bentuk dasarnya
berfonem akhir konsonan maka tetap -an; dan sufiks -ku yang kaidah penggunaannya tidak
mengalami perubahan, baik disertai dasar yang berfonem akhir vokal maupun konsonan.
Misalnya, proses pembentukan verba denominal dengan prefiks paN- pada kepung ʻkepung’
menjadi pangepung ʻpengepung’ dan kombinasinya dengan sufiks -(n)e pada dasar jaluk ’pinta’
menjadi panjaluke ʻpermintaannya’; sufiks -an pada dasar slundup 'selundup' (V) menjadi
panyundhupan ʻpenyelundupan’ (N); dan sufiks -ku pada dasar sawang 'lihat' (V) panyawangku
ʻpenglihatanku’ (N).
(2) prefiks pi-, Prefiks pi- biasanya digunakan dalam ragam bahasa pustaka dan tidak
mengalami peluluhan atau perubahan bentuk baik dilekati dasar yang berfonem akhir vokal
maupun konsonan (Poedjosoedarmo, 1979:192). Dalam hal ini, prefiks pi- adakalanya dilekati
dengan sufiks -an dan -(n)e. Sufiks -an penggunaannya –sesuai dengan bentuk dasar yang
dilekatinya– dapat berubah atau bervariasi menjadi -n atau -nan, sedangkan jika bentuk dasarnya
berfonem akhir vokal, sedangkan jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan maka tetap -an,
sedangkan sufiks -(n)e, penggunaannya –sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya– dapat
berubah atau bervariasi menjadi -e jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika
bentuk dasarnya berfonem akhir vokal yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada
ragam bahasa krama sufiks -(n)e berbentuk –ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205–206). Misalnya,
prefiks pipada tulung ʻtolong’ menjadi pitulung ʻpertolongan’; bentuk pitakonan terbentuk
dengan menyisipkan prefiks pi- disertai sufiks -an pada takon 'tanya', serta pitunganipun
ʻpertolongannya’ yang berasal dari penambahan sufiks –an dan -(n)e –dalam ragam bahasa
krama sehingga menjadi -ipun–;
(3) prefiks pa- yang dipakai dalam ragam bahasa formal dan pustaka, sedangkan ragam
bahasa non-formal dan non-pustaka, prefiks pa- berbentuk pe- (Poedjosoedarmo, 1979:192).
Misalnya, prefiks pa- pada wulang ʻajar’ dan nyanyi ʻmenyanyi’ menjadi pawulang ‘pelajaran’
dalam ragam bahasa formal dan pustaka dan penyanyi ‘penyanyi’ pada ragam bahasa non-formal
dan non-pustaka;
(4) konfiks pe-an serta kombinasinya dengan sufiks -(n)e, yang bervariasi menjadi pe-an,
pa-an, atau peran yang melibatkan sufiks -an dan bervariasi menjadi -n atau -nan jika bentuk
dasarnya berfonem akhir vokal, sedangkan jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan maka
tetap -an. Selain itu, konfiks pe-an dapat diperluas dengan sufiks - (n)e yang penggunaannya –
sesuai dengan bentuk dasar yang dilekatinya–, sufiks -(n)e dapat berubah atau bervariasi menjadi
-e jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika bentuk dasarnya berfonem akhir
vokal yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada ragam bahasa krama sufiks -(n)e
berbentuk –ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205–206). Misalnya, usaha (V) ‘usaha’ yang diperluas
atau dirangkai dengan konfiks pe-an menjadi perusahaan (N) ‘perusahaan’ dan sare (V) 'tidur'
dilekati konfiks pe-an yang dilanjutkan dengan sufiks -(n)e menjadi pesareyane (N)
‘peristirahatanya’;
(5) konfiks ka-an serta kombinasinya dengan sufiks -(n)e, yang dilafalkan /ka-an/ atau
/kə-an/ (Edi Subroto dkk., 1991:71). Konfiks ka-an yang mengandung prefiks ka- pada
hakikatnya hanya terdapat dalam ragam bahasa formal dan pustaka, baik krama maupun ngoko.
Prefiks ka- tidak pernah mengalami perubahan bentuk apabila digabungkan dengan bentuk dasar,
baik dimulai dari vokal maupun konsonan (Poedjosoedarmo, 1979:189), sedangkan konfiks ke-
an yang mengandung prefiks ke- biasa dipakai dalam ragam non-formal yang menyatakan
‘ketidaksengajaan’. Konfiks ka-an melibatkan sufiks -an dengan kaidah pembentukan sama.
Apabila D berakhir dengan vokal mengakibatkan timbulnya sandi atau peluluhan, sedangkan
pembentukan yang melibatkan prefiks ka- tidak menimbulkan gejala apapun (Edi Subroto et al.,
1991:71). Selain itu, konfiks ka-an dapat dilekati dengan sufiks -(n)e sufiks -(n)e yang dapat
berubah atau bervariasi menjadi -e jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika
bentuk dasarnya berfonem akhir vokal yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada
ragam bahasa krama sufiks -(n)e berbentuk –ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205–206). Misalnya,
paring 'beri' dan lungguh 'duduk' merupakan verba yang berakhir dengan fonem konsonan
sehingga bentuknya tetap, tanpa ada perubahan atau peluluhan ketika dilekati konfiks ka-an
menjadi kaparingan 'pemberian' dan kalungguhane ‘kedudukannya’ yang masih diperpanjang
lagi dengan sufiks -(n)e;
(6) sufiks -an serta kombinasinya dengan sufiks -(n)e, yang penggunaannya –sesuai
dengan bentuk dasar yang dilekatinya– dapat berubah atau bervariasi menjadi -n atau -nan jika
bentuk dasarnya berfonem akhir vokal, sedangkan jika bentuk dasarnya berfonem akhir
konsonan maka tetap -an yang diperpanjang dengan sufiks -(n)e yang dapat berubah atau
bervariasi menjadi -e jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika bentuk
dasarnya berfonem akhir vokal yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada ragam
bahasa krama sufiks -(n)e berbentuk -ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205–206). Misalnya, taker
‘ukur’ yang merupakan verba yang berakhir dengan fonem konsonan, sehingga sufiks -an tidak
berubah, hanya identitas leksikal dan kategorinya saja yang berubah menjadi nomina takeran
‘ukuran’ dan ganggu ‘ganggu’ yang berakhir dengan fonem vokal [u] bertemu dengan sufiks –an
dan dilanjutkan dengan sufiks -(n)e, bentuknya tetap, menjadi gangguwane ‘gangguannya’
(dalam Widayanti, 2013: 1-12).

Awalan pa– / paN dan akhiran –an beserta kombinasinya ternyata cukup berperanan
dalam membentuk nomina de verbal (transposisi dari kata kerja). Di samping itu ada bentuk-
bentuk morfologi yang sama, seperti: paNL, paNL–an, L–an, DP–an, dan DL–an, tetapi artinya
berlainan. Hal ini agaknya disebabkan karena perbedaan macam akar kata dari kata kerja
pembentuknya. Misalnya antara kata panguripan ‘penghidupan’ dengan kata pandhelikan
‘persembunyian’ memiliki bentuk yang sama (paNL - an) namun mempunyai arti yang
berlainan. Yang pertama berarti ‘pengabstrakan’ , sedang yang kedua berarti ‘lokasi’. Selain itu
ada pula sebuah kata dalam bentuk morfologi tertentu ternyata memiliki arti lebih dari satu,
tergantung dari sudut mana kita memandangnya. Misalnya saja kata pangilon ‘cermin’ (pa–L–
an) yang bisa berarti ‘alat’, yakni ‘alat untuk bercermin’ dan dapat pula berarti ‘lokasi’ atau
‘tempat untuk bercermin’.
Awalan paN– pada kata-kata seperti pangajab, pangrungu, dsb. Sering berubah jadi peN–
dalam ragam informal, sehingga kata-kata tersebut berbunyi pengajab dan pengrungu. Demikian
pula dalam ragam yang sama awalan pa– sering diucapkan pe– , misalnya pangilon ‘cermin’
menjadi pengilon dan paturon ‘tempat tidur’ jadi peturon. Berikut adalah tabel
1) Bentuk dan Makna Nomina deverbal
Makna Bentuk Contoh
Benda abstrak a. paN-L pangrungu, pangudi, pangajab
b. paN-L-an panyuwunan, panguripan
c. pi-L pituduh, piwelas, pitutur, pitakon
d. paN-DL pangarep-arep, pangeling-eling,
pangajak-ajak
Pelaku a. paN-L panulis, pangrawit, panggarap,
pangripta, pamirsa, panabuh
b. pa-L pagawe, pamong.
Alat a. paN-L panyangga, pangukur.
b. paN-L-an panggorengan, panggilingan.
c. L-an saringan, gosokan, kukusan
d. pa-L-an patukon, pacithakan.
Obyek a. L-an buron, gawean, tanduran.
b. DP-an beburon, tetanduran.
c. DL-an alap-alapan.
Tempat a. L-an shendhenan, lungguhan,parkiran.
b. paN-L-an pandhelikan, pangrantunan.
c. pa-L-an palagan, paturon.
d. per-L-an pertapan, persewan
Hasil a. L-an gorengan, lukisan, gambaran.
b. DP-an gegayuhan, tetanduran, tetukon.
b. DL-an goreng-gorengan, iris-isisan.
Milik a. –ku/-mu/-e gaweanmu, pangudine.
b. DL-ku/-mu/-e pangarep-arepku, tetukonmu.

2) Sistem Morfologi Nomina deverbal


paN-L paN-L paN-Lan paN-L-an paN-L-an
paN-L-an Pi-L Per-L-an Pa-L Pa-L-an
Pa-L-an DP-an DP-an DL-an DL-an
DL-ku/-mu/-e L-an L-an L-an L-an
-ku/-mu/-e paN-DL

a. Nomina deadjektival
Nomina deadjektival adalah kata benda hasil proses derivasi berdasarkan pengujian
kategorial dan identitas leksikal berbeda dari kata sifat yang menjadi dasar perubahan itu.
Adapun afiks-afiks penanda derivatif dalam nomina deadjektival di antaranya:
(1) prefiks paN-, yang bervariasi menjadi /paN-/ dan /peN-/ dengan kaidah pembentukan sama
dengan prefiks N-, jadi prefiks paN- dapat berwujud pan-, pam-, pang-, pany-, pa-, dan pange-
(Subroto et al., 1991:69–70). Misalnya, prefiks paN- pada kuwasa ‘kuasa’ yang berakhir dengan
fonem vokal dan dhemen ‘suka’ yang berakhir dengan fonem konsonan, menjadi panguwasa
‘penguasa’ dan pandhemen ‘penyuka’;
(2) konfiks ka-an serta kombinasinya dengan sufiks -e, yang dilafalkan /ka-an/ atau /kə-an/ (Edi
Subroto dkk., 1991:71). Konfiks ka-an yang mengandung prefiks kapada hakikatnya hanya
terdapat dalam ragam bahasa formal dan pustaka, baik krama maupun ngoko. Prefiks ka- tidak
pernah mengalami perubahan bentuk apabila digabungkan dengan bentuk dasar, baik dimulai
dari vokal maupun konsonan (Poedjosoedarmo, 1979:189), sedangkan konfiks ke-an yang
mengandung prefiks ke- biasa dipakai dalam ragam non-formal yang menyatakan
‘ketidaksengajaan’. Konfiks ka-an melibatkan sufiks -an dengan kaidah pembentukan sama.
Apabila D berakhir dengan vokal mengakibatkan timbulnya sandi atau peluluhan, sedangkan
pembentukan yang melibatkan prefiks ka- tidak menimbulkan gejala apapun (Edi Subroto dkk.,
1991:71). Konfiks ka-an dapat dilekati dengan sufiks -(n)e yang bervariasi menjadi -e jika
bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan dan -ne jika bentuk dasarnya berfonem akhir vokal
yang dipakai pada ragam bahasa ngoko, sedangkan pada ragam bahasa krama sufiks -(n)e
berbentuk –ipun (Poedjosoedarmo, 1979: 205–206). Misalnya, luhur ‘luhur’ dan penting
‘penting’ yang berakhir dengan fonem konsonan sehingga bentuknya tetap, tanpa ada perubahan
atau peluluhan ketika dilekati konfiks ka-an yang mengandung sufiks -an, menjadi kaluhuran
‘keluhuran’ dan kapentingan ‘kepentingan’ yang masih diperpanjang dengan sufiks -(n)e,
menjadi kapentingane ‘kepentingannya’;
(3) konfiks pe-an, yang bervariasi menjadi pe-an, pa-an, atau per-an yang melibatkan sufiks -an
dan bervariasi menjadi -n atau –nan jika bentuk dasarnya berfonem akhir vokal, sedangkan jika
bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan maka tetap -an. Misalnya, adjektiva kulina ‘biasa’ dan
sulaya ‘khianat’ yang berakhir dengan fonem vokal, bila dilekati konfiks pe-an yang
mengandung sufiks -an, menjadi pakulinan ‘kebiasaan’ dan pasulayan ‘pengkhianatan’;
(4) sufiks -an, yang dapat berubah atau bervariasi menjadi -n atau -nan jika bentuk dasarnya
berfonem akhir vokal, sedangkan jika bentuk dasarnya berfonem akhir konsonan maka tetap -an.
Misalnya, dhuwur ‘tinggi’ dan bolong ‘berlubang’ berakhir dengan fonem konsonan, sehingga
sufiks -an tetap, menjadi dhuwuran ‘atasan baju’ dan bolongan ‘lubang’ (dalam Widayanti,
2013: 1-12).
Rupa-rupanya bentuk-bentuk morfologi dalam nomina deadjektival ini hanya mendukung
delapan macam arti saja, yaitu ‘pengabstrakan’, ‘agen’, ‘alat’, ‘hasil’, ‘menyebabkan’, ‘bersifat’,
‘lokasi’, dan ‘pembedaan penentu’.
Akhiran –an, terutama dengan kombinasi awalan pa– / paN–, nampaknya tetap menonjol
peranannya sebagai pembentuk nomina transposisi dari kata sifat, seperti halnya dari kata kerja.
Dalam ragam informal, awalan ka– dalam kata-kata seperti kaadilan ‘keadilan’ dan kasarasan
‘kesehatan’ sering diucapkan ke–, menjadi keadilan dan kesarasan. Perubahan bunyi yang sering
terjadi dalam ragam informal semacam ini juga berlaku untuk awalan pa– / paN–, misalnya
palarisan ‘pelaris’ menjadi pelarisan dan panglipur ‘pelipur’ menjadi penglipur.

1) Bentuk dan Makna nomina de adjektival


Makna Bentuk Contoh
Benda abstrak a. ka-L-an keadilan,kamulyan, kasarasan
b. pi-L plala, piandel
Pelaku paN-L pembareb, pangayom,
panggedhe, panguwat
Alat a. paN-L pangawet, paningset.
b. L-an telesan, rusohan.
Sebab a. paN-L panglaris, panglipur.
b. paN-L-an Panglarasan
c.pa-L-an palarisan, pasugihan
d. DP-an memeden, wewangen
e. DP memedi, wewangi
Tempat a. L-an petengan, adheman, sepen
b. PaN-L-an pangayoman, pangresian
c.pa-L-an pasucen, pakiwan
Hasil a. L-an bathen, payan, manisan
b.Dp-an bebathen, pepayon.
Milik a. –ku, -mu, -e piandelku, pakiwanmu, ayune
b. DP-ku, -mu, -e pepayonku, bebhatenmu.
Sifat a. L-an legen, paitan, kuningan.
b. DP lelembut, kekecut, rerusuh
c. DP-an pepaitan, lelegian, sesegeran.
d. DL res-res.
Bagian L-an Jeroan

2) Sistem Morfologi Nomina de adjektival


Pa-L-an Pi-L paN-L paN-L L-an
L-an L-an paN-L-an paN-L-an Pa-L-an
Pa-L-an DP-an DP-an(2) DP-an DP
DP DP-ku DL -ku,-mu, -e

a. Nomina denumeralia
Nomina denumeralia adalah kata benda hasil proses derivasi berdasarkan pengujian
kategorial dan identitas leksikal berbeda dari kata bilangan (numeralia) yang menjadi dasar
perubahan itu. Berikut adalah bentuk dan makna nomina denumeralia.

1) Bentuk dan Makna Nomina denumeralia


Makna Bentuk Contoh
Satuan L-an atusan, ewon (sewunan), puluhan
Tempat Pra-L-an prapatan, proliman, protelon

2) Sistem Morfologi Nomina denumeralia


L-an
Pra-L-an

D. Rangkuman
Nomina adalah kata yang menerangkan nama barang-barang secara kongkret dan abstrak
(Padmosoekotjo, 1986: 108). Selanjutnya Poedjoseodarmo (1979:77) menambahkan
bahwa nomina adalah kata yang mandiri, dalam kalimat tidak tergantung kata lain,
misalnya orang, tempat, benda, kualitas, dan tindakan. Artinya nomina adalah suatu jenis
kata yang menandai atau menamai suatu benda yang dapat berdiri sendiri di dalam
kalimat dan tidak tergantung pada jenis kata lain, seperti misalnya orang, tempat, benda,
kualitas, atau tindakan. Berdasarkan bentuknya nomina berupa nomina murni dan
nonmurni.

Anda mungkin juga menyukai