Anda di halaman 1dari 28

Sekolah Menengah

Komprehensif
Ahmad Nubli Syamili (23110200002)
Salsabila (23110200006)
Zaki Anshari (23110200053)
Tendensi dan Asumsi Penyelenggaraan Sekolah
Menengah Komprehensif
Pada era 90-an akhir keberadaan sekolah menengah komprehensif (SMK)
menjadi sebuah dilema. Dengan asumsi lulusan sekolah lanjutan tingkat
pertama (SLTP) yang siap bekerja akan melanjutkan pendidikan di SMK
dan yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi akan melanjutkan di
sekolah menengah umum (SMU), terbantahkan.

Pada pelaksanaannya siswa yang masuk SMK bukan karena


pilihan, tetapi tidak berani atau tidak diterima di SMU. Tidak berani
karena takut bersaing dengan temannya yang lebih pandai atau
karena tidak mampu membiayai sekolah. Dengan demikian
lulusan SLTP belum mengaggap bahwa SMK lebih cocok untuk
persiapan memasuki dunia kerja dibanding SMU.
Martoenoes Arifin berpendapat bahwa tendensi pelaksanaan sekolah
bermula pada saat sekolah menengah pertama (SMP). Pada masa ini,
sistem pendidikan yang dijalankan hendaknya lebih revolusioner pada
jenis, sifat dan lama pendidikan agar sesuai dengan kebutuhan
Pendidikan nasional.

Dalam pendapatnya disebutkan juga SMP hendaknya


memuat 4 tahun pelajaran. Agar menghasilkan anak didik
yang mandiri serta memiliki keterampilan praktis dan
akademis, maka dalam 4 tahun tersebut dilakukan
diferensiasi terhadap tiap-tiap siswa dengan bakatnya
masing-masing. Yang nantinya akan dibimbing dan diberi
penyuluhan dari pihak sekolah.
Mengikuti perkembangan tahap-tahap yang telah dilakukan sebelumnya,
maka Pendidikan yang dijalankan di SMP telah mempunyai bagiannya
masing-masing, seperti:
● Kelompok kesenian
● Kelompok perdagangan
● Kelompok administrasi
● Kelompok keterampilan/ketangkasan, dll.

Hasil akhirnya adalah selain mendapat ijazah siswa juga sudah


memiliki kecakapan jurusan sederahana seperti, Teknik,
pertanian dan sebagainya. Nantinya apabila siswa tidak
melanjutkan sekolah, dia sudah dapat bekerja.
Konsep Sekolah Menengah
Komprehensif
01 Secara historis
Konsep Pendidikan kejuruan mungkin merupakan Pendidikan tertua.
Ketika orang tua mengajarkan anaknya cara untuk berkebun
ataupun memelihara ikan, sebenarnya mereka telah melakukan
Pendidikan kejuruan. Evan, (1974) mendefinisikan Pendidikan kejuruan
merupakan pendidikan yang dikaitkan untuk pekerjaan tertentu, baik
ketika yang bersangkutan belum dapat mengerjakan atau
meningkatkan mutu pekerjaan yang selama itu sudah dikerjakan.
Dalam bahasa yang lebih komprehensif dikatakan pendidikan
kejuruan bertujuan untuk mempersiapkan siswa dalam memasuki
bidang pekerjaan tertentu.
02 Secara yuridis
Salah satu undang-undang yang menjadi landasan hukum tentang pelaksanaan
Pendidikan kejuruan adalah Pasal 14 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 13
Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan
menyebutkan bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk:

● Meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia,


serta keterampilan kerja sesuai dengan kebutuhan dunia kerja.
● Membekali peserta didik dengan keterampilan kerja sesuai dengan
program studi yang dipilihnya.
● Membekali peserta didik dengan keterampilan hidup untuk dapat
melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
● Membekali peserta didik dengan keterampilan untuk dapat hidup
mandiri..
03 Aspek Ekonomi
Sekolah kejuruan cukup berpengaruh terhadap perokonomian di Indonesia.
Sebagai lembaga yang mempersiapkan peserta didiknya untuk memasuki
lapangan kerja, pendidikan kejuruan berhasil menerapkan teori human
capital. Dengan berinvestasi dalam bidang pendidikan kejuruan, diharapkan
menjadi sebuah asset yang dapat memberikan sumbangan terhadap
pertumbuhan ekonomi.
Pemerintah juga mendukung dengan membuat beberapa
program, antara lain:
● Program peningkatan dan penguatan guru kejuruan
● Program pembentukan fasilitas pusat pengembangan karir
siswa atau Bursa kerja Khusus (BKK) SMK
● Program pembentukan fasilitas Tempat Uji Kompetensi (TUK)
● Program bantuan pemerintah fasilitasi kemitraan dan
penyelarasan SMK dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri
Dapat disimpulkan, konsep sekolah menengah komprehensif (SMK) dirancang
untuk menawarkan berbagai macam kurikulum seperti kurikulum sekolah umum,
sekolah Teknik ataupun gabungan dari kurikulum tersebut. Pengelompokan murid
dilakukan berdasarkan bakat dan kemampuan mereka. Sistem seperti ini mirip
dengan yang diterapkan sekolah Amerika dan biasa disebut system pelacakan
(tracking).

Tujuan akhir dari SMK adalah sebagai berikut:


• Memberikan pendidikan yang merata dan berkualitas
bagi semua siswa.
• Memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengembangkan potensinya secara optimal.
• Menyiapkan siswa untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi atau memasuki dunia kerja.
PELAKSANAAN SEKOLAH
MENENGAH
KOMPREHENSIF DI
INDONESIA
SMU VS SMK
Sekolah menengah umum dan sekolah menengah kejuruan adalah termasuk jenis sekolah
menengah yang seolah-olah tidak pernah berhenti dipermasalahkan. Jika pada masa awal
kemerdekaan SMK merupakan sekolah favorit, kini praktis SMK menjadi sekolah “kelas
dua”. Lulusan SLTP yang masuk ke SMK pada umumnya bukan mereka yang tergolong
tinggi kemampuan dasarnya. Jadi masuk ke SMK bukan karena pilihan, tetapi karena tidak
berani atau tidak diterima di SMU. Jadi asumsi bahwa lulusan SLTP yang ingin segera
bekerja akan masuk ke SMK dan yang ingin melanjutkan ke perguruan tinggi masuk ke
SMU, tidak terwujud. Data menunjukkan sekitar 60 % lulusan SMU tidak melanjutkan dan
yang mengejutkan mereka sengaja memilih SMU walaupun setelah lulus akan mencari
pekerjaan. Artinya lulusan SLTP belum menganggap bahwa untuk persiapan memasuki
dunia kerja, SMK lebih cocok dibanding SMU
IMPLEMENTASI SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI INDONESIA

SLTP, dilihat dari materi pelajarannya, pendidikan disini dapat dikategorikan kedalam tahap persiapan
kejuruan. Dengan demikian, pendidikan tersebut hanya sekedar merupakan dasar untuk menempuh
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi (SLTA) atau untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan pekerja
terampil, kalau itu sudah ada di Indonesia. Anggapan yang kurang tepat sudah terlanjur menyebar di
masyarakat yang mengelompokkan lulusan sekolah tersebut kedalam pekerja semiterampil. Selain itu
mereka sebenarnya baru tergolong pada remaja stadium awal yang masih dalam masa transisi dari
dunia anak-anak ke dunia remaja. Maka dari itu, sesuai dengan bakat dan minat masing-masing, mereka
sebaiknya disalurkan ke jenjang yang lebih tinggi atau mengikuti pendidikan kejuruan tingkat pertama
yang berorientasi pada praktik untuk kemudian menjadi pekerja terampil
IMPLEMENTASI SEKOLAH MENENGAH ATAS DI
INDONESIA
SLTA memiliki siswa sekitar 4 juta, 1,3 juta diantaranya berada di jalur kejuruan. Dengan kata lain,
hanya 60% siswa SLTP yang melanjutkan pendidikan ke tingkat SLTA. Di seluruh Indonesia
tercatat sekitar 430.000 siswa STM. Lulusan STM dianggap baik oleh masyarakat maupun oleh
dunia usaha, sebagai pekerja terampil. Anggapan ini pun kurang tepat sebab kurikulum STM
terlalu berorientasi pada teori dan sangat sedikit praktek. Lulusan STM belum memiliki
keterampilan yang memadai sehingga mereka masih harus melanjutkan pendidikan dan
pelatihan yang lebih menitik beratkan pada praktek
PENDIDIKAN KOMPREHENSIP DENGAN
INOVASI PEMBELAJARAN

Pendidikan Komprehensif adalah pembelajaran yang berkelanjutan


mulai dari PAUD/SD-SMP-SMA-PT. Pembelajaran yang meliputi banyak
hal yaitu Ilmu Pengetahuan, Budi Pekerti, Akhlak, Karakter, Kreativitas,
Inovatif. Istilah komprehensif yang digunakan dalam pendidikan
karakter mencakup berbagai aspek.
aspek dalam Didalam pembelajaran di sekolah harus

pendidikan karakter membuat standarisasi bahwa kelompok


bermain adalah saat anak memang bermain,
Sekolah Dasar saat anak mulai dibangunkan
Isinya harus komprehensif karakternya supaya fundamen dalam diri anak
tersebut benar-benar kuat, karakter SMP dan
Metodenya harus komprehensif SMA lebih condong kepada pertengahan antara
Pendidikan akademik dan pendidikan karakter,
tingkatan akhir pada pembelajaran di
Hendaknya terjadi dalam keseluruhan proses pendidikan
Perguruan Tinggi lebih diajarkan mengenai
pendidikan akademik, karena pada usia
Hendaknya terjadi melalui kehidupan dalam masyarakat mahasiswa sudah mengerti mengenai hakekat
yang benar dan salah. Standarisasi ini berfungsi
untuk paling tidak menseragamkan output dari
yang dihasilkan.
Memadukan antara Pendidikan Karakter dan Pendidikan Akademik sangat
diperlukan dalam pembelajaran yang berkelanjutan. Keduanya
dibutuhkan peserta didik dalam proses pembelajaran supaya diperoleh
kesempurnaan dalam pembelajarannya. Kunci utama yang harus
dipegang guru adalah bahwa setiap proses atau produk inovatif yang
dilakukan dan dihasilkannya harus mengacu pada kepentingan siswa.

Ada beberapa keterampilan yang diperlukan supaya peserta didik dapat


mengamalkan nilai-nilai yang dianut sehingga berperilaku konstruktif dan
bermoral dalam masyarakat, keterampilan tersebut antara lain berpikir
kritis, berkomunikasi secara jelas, menyimak, bertindak asertif, dan
menemukan resolusi konflik dapat disebutkan secara ringkas sebagai
keterampilan akademik dan keterampilan sosial
Pembelajaran terintegrasi dapat memberikan pengalaman yang bermakna
kepada peserta didik, karena mereka memahami konsep-konsep
keterampilan dan nila-nilai yang mereka pelajari dengan menghubungkannya
dengan konsep dan keterampilan lain yang sudah mereka pahami. Konsep
dan keterampilan tersebut dapat berasal dari satu bidang studi (intra bidang
studi), dapat pula dari beberapa bidang studi (antarbidang studi).
Pengalaman ini sangat diperlukan dalam kehidupan, mengingat masalah
yang dihadapi hanya mungkin dapat diatasi secara tuntas dengan
memanfaatkan berbagai bidang ilmu secara interdisipliner atau
multidisipliner.
Masalah Penempatan Guru

Implikasi Solusi : Kurikulum harus


melakukan tindakan antisipasi

Masalah Terbatasnya Sarana dan Prasarana


Belajar
Pendidikan Solusi : Pemenuhan sarana dan
prasarana yang memadai
Sekolah Kualitas Pembelajaran
Komprehensif rendah
Solusi : Guru harus
melakukan inovasi
Kegiatan pembelajaran
konvensional
Solusi : Guru harus
melakukan inovasi
Masalah 1
Masalah Penempatan Guru
Pada beberapa kasus pendidikan di Indonesia, masalah penempatan
guru ini masih kerap terjadi. Terutama penempatan guru bidang studi
yang tidak sesuai dengan penempatannya atau keahliannya. Hal ini
dapat menyebabkan guru tidak bisa optimal dalam mengajar. Menurut
Jakaria, ketidaklayakan mengajar guru dapat disebabkan oleh banyak
faktor, salah satunya yaitu ketidaksesuaian antara bidang studi yang
diajarkan dengan latar belakang pendidikan guru tersebut (Jakaria:
2014).
Masalah penempatan guru ini biasanya terjadi karena kekurangan
guru di suatu daerah tertentu. Hal itu membuat guru yang ada harus
bisa mengajar bidang studi lain untuk memenuhi kebutuhan siswanya.
Kekurangan guru ini biasa terjadi di daerah yang terpencil, karena
tidak meratanya penyaluran guru ke daerah tersebut.
Masalah 2
Terbatasnya Sarana dan Prasarana
Belajar
Salah satu permasalahan pendidikan di Indonesia yang terjadi dari
dulu sampai hilir adalah masalah sarana dan prasarana. Menurut KBBI
Sarana adalah sesuatu yang dipergunakan untuk mencapai tujuan.
Sebagai contoh seperti buku bahan ajar, media dan alat untuk
mengajar seperti computer dsb. Sedangkan prasarana adalah segala
sesuatu yang merupakan penunjang utama terselenggaranya suatu
proses seperti lokasi, bangunan sekolah, lapangan olahraga, kantin,
dan perpustakaan.
Masalah 2 (lanjutan...)
Terbatasnya Sarana dan Prasarana
Belajar
Masalah rendahnya kualitas sarana dan prasarana pendidikan ini bisa
disebabkan oleh berbagai faktor, seperti penyaluran dana yang
terhambat, penyalahgunaan dana sekolah, perawatan sarana dan
prasarana yang buruk, pengawasan pihak sekolah yang acuh terhadap
sarana dan prasarana, dan faktor lainnya. Akibatnya, banyak siswa
yang tidak dapat menikmati fasilitasi di sekolah dengan baik.
“Padahal adanya sarana dan prasarana pendidikan yang memadai dapat meningkatkan
hasil pembelajaran siswa. Menurut Yustikia, sarana dan prasarana memiliki hubungan
penting dengan pembelajaran. Proses pembelajaran yang tidak menggunakan sarana dan
prasarana yang baik akan berdampak kurang baik untuk proses belajar. Proses belajar
dinilai akan kurang bermakna” (Yustikia: 2019)
Masalah 3
Kualitas Pembelajaran Rendah

Salah satu penyebab rendahnya kualitas pembelajaran ialah rendahnya kualitas


guru. Guru merupakan seorang pengajar yang menyampaikan ilmu kepada
peserta didiknya. Peran seorang guru sangatlah penting dalam mencapai
keberhasilan pendidikan. Tidaklah mudah hidup menjadi seorang guru, begitu
banyak tanggung jawab yang dilakukan. Namun, nyatanya masih banyak guru
yang memandang pekerjaannya adalah suatu hal yang mudah dan hanya
melakukan pekerjaannya sekadar untuk mendapat penghasilan.
Menurut Herlambang, saat ini terbangun paradigma keliru tentang pemahaman
profesi guru yang meliputi:
(1) Mencetak manusia yang siap untuk kerja;
(2) Memandang bahwa mendidik merupakan pekerjaan mudah dan dapat
dilakukan oleh siapapun; dan
(3) Memiliki tujuan utama yaitu untuk mendapat penghasilan
(Herlambang: 2018).
Masalah 3 (Lajutan...)
Kualitas Pembelajaran Rendah

Padahal, Indonesia membutuhkan guru yang berkualitas dan profesional. Seperti


yang dikatakan oleh Suparno, bahwa pendidikan di Indonesia saat ini membutuhkan
guru yang melakukan tugasnya sebagai panggilan bukan sekadar tuntutan pekerjaan
(Suparno 2004).
Sebagai seorang pendidik atau guru harus bisa menjalankan kewajibannya sebagai
mana mestinya, guru memiliki kewajiban untuk mendidik, mengajar, membimbing,
melatih, dan menilai anak didiknya. Adapun tugas guru menurut Undang-undang
Nomor20 tahun 2003 yaitu guru bertugas dalam merencanakan dan menyusun
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil dari pembelajaran,
membimbing, melatih, meneliti, dan mengabdi terhadap masyarakat.
Dengan menjalankan tugasnya sebagai seorang guru, diharapkan guru dapat
mendidik dan membimbing siswanya menjadi manusia yang sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional.
Masalah 4
Kegiatan Pembelajaran Konvensional
Kegiatan Pembelajaran Konvensional tidak terlepas dari Metode pembelajaran yang
monoton. Hal ini berarti tidak ada perubahan dan inovasi, dengan kata lain metode
ini dilakukan begitu saja tidak ada perbedaan saat menyampaikan materi. Padahal,
metode pembelajaran yang digunakan sangatlah berpengaruh terhadap hasil belajar
siswa.
Pasalnya proses pembelajaran adalah kegiatan yang berniali edukatif, dimana terjadi
interaksi antara siswa dan guru. Interaksi dalam proses kegiatan pembelajaran
benilai edukatif dikarenakan siswa diarahkan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu yang telah disusun sebelumnya, tujuan tersebut mengaharapkan siswa
dapat memahami dan mengerti materi yang disampaikan (Kartiani:2015).
Oleh sebab itu, dalam kegiatan pembelajaran, guru atau pendidik perlu menerapkan
metode yang kreatif dan inovatif agar tidak terkensan konvensional dan juga guna
menarik perhatian siswanya yang kemudian dapat mencapai hasil pembelajaran
sesuai harapan.
Solusi Permasalahan Pendidikan
Sekolah Menengah Komprehensif

Masalah 1 : Persepsi Masyarakat terhadap SMK


Negatif
Solusi : SMK harus melihat kecenderungan
ketenagakerjaan pada tingkat menengah
Masalah 2 : Dunia kerja tidak lagi
membedakan SMU dan SMK
Solusi : Lulusannya SMK harus
memiliki keahlian yang memenuhi
aspek efektif dan efisien
Masalah 3 : Peningkatan kualifikasi
pendidikan yang dituntut oleh
lapangan kerja
Solusi : Pola pendidikan SMK dikemas
dengan prinsip multi entry - multi exit
Solusi Menurut Martoenoes Arifin

1 Keterampilan terminal II

2 Siswa dapat mengambil jenis program berbeda pada waktu yang sama

3 Siswa terdiri dari SMU penuh dan program terminal

4 Sekolah terbuka dengan teknologi

5 Pembahasan RT dan SPP antara sekolah dan keluarga


Terima
Kasih

Anda mungkin juga menyukai