& Daud
Stevie IX-A & Cilla IX-B
1. Musa
Musa lahir pada tahun 1593 SM, di Mesir, sebagai putra Amram dan ibunya yokhebet,
cucu Kohat, dan cicit Lewi.
Musa tiga tahun lebih muda daripada Harun, saudaranya. Miriam, kakak mereka,
beberapa tahun lebih tua.
Awal kehidupan:
Mesir:
Musa adalah seorang anak yang ”memiliki keelokan ilahi”, yang luput dari dekret
genosida yang dikeluarkan Firaun, yakni bahwa setiap anak laki-laki Ibrani yang baru
lahir harus dibinasakan. Ia disembunyikan oleh ibunya selama tiga bulan, kemudian
ditempatkan dalam sebuah peti papirus di antara batang-batang teberau di tepi S. Nil
dan di situlah putri Firaun menemukannya. Karena tindakan yang bijaksana dari ibu dan
kakaknya, Musa dapat diasuh dan dididik oleh ibunya yang dipekerjakan oleh putri
Firaun yang kemudian mengangkat Musa sebagai putranya sendiri. Sebagai anggota
rumah tangga Firaun, ia ”diajar tentang segala hikmat orang Mesir”, menjadi ’penuh
kuasa dalam perkataan dan perbuatannya’, dan pastilah penuh kuasa juga dalam
kesanggupan mental maupun fisik
Meskipun Musa memiliki kedudukan yang tinggi dan ada berbagai kesempatan baginya
di Mesir, hatinya ada pada umat Allah yang sedang diperbudak. Malah, ia berharap akan
digunakan Allah untuk membebaskan mereka. Pada tahun ke-40 dari masa hidupnya,
sementara mengamati beban pekerjaan yang harus ditanggung saudara-saudara
Ibraninya, ia melihat seorang Mesir memukul seorang Ibrani. Sebagai upaya untuk
membela sesama orang Israel, ia membunuh orang Mesir itu dan menguburkannya di
dalam pasir
Sejak saat itu musa membuat keputusan paling penting dalam hidupnya:
Karena beriman, setelah dewasa Musa menolak untuk disebut sebagai putra dari putri
Firaun, dan memilih untuk diperlakukan dengan kejam bersama umat Allah sebaliknya
daripada mendapatkan kenikmatan sementara dari dosa.” Dengan demikian, Musa
mengorbankan kehormatan dan perkara-perkara materi yang sebenarnya bisa ia
nikmati sebagai anggota rumah tangga sang Firaun yang perkasa.—Ibr 11:24, 25
Midian:
Musa menghabiskan waktu nya di midian dan disana ia juga menikahi putri Yitro, dan
mendapat pekerjaan sebagai gembala kambing-dombanya. Belakangan, ia mengawini
Zipora, salah seorang putri Yitro, yang melahirkan baginya dua putra, Gersyom dan
Eliezer.
Di sana, timbul kembali keberanian dan kesediaan Musa untuk bertindak dengan penuh
kuasa guna membantu orang-orang yang menderita ketidakadilan.
Musa memperlihatkan sikap kurang percaya diri, dengan berdalih bahwa ia tidak fasih
berbicara. Tampaknya, ia sudah berubah, berbeda sekali dengan Musa yang 40 tahun
sebelumnya, atas prakarsanya sendiri, menawarkan diri untuk menjadi pembebas
Israel. Ia terus-menerus mengajukan keberatan kepada Yehuwa, dan akhirnya meminta
Yehuwa membebaskannya dari tugas tersebut. Meskipun hal itu membangkitkan
kemarahan Allah, Ia tidak menolak Musa tetapi menjadikan Harun, kakak Musa, sebagai
penyambung lidah. Jadi, karena Musa adalah wakil Allah, ia menjadi seperti ”Allah” bagi
Harun, yang berbicara mewakili Musa. Dalam pertemuan setelah itu dengan para tua-
tua Israel dan dalam beberapa perjumpaan dengan Firaun, tampaknya Allah yang
memberikan instruksi dan perintah kepada Musa, dan selanjutnya Musa
menyampaikannya kepada Harun. Oleh karena itu, sesungguhnya, Harun-lah yang
berbicara di hadapan Firaun (penerus dari Firaun yang memerintah 40 tahun
sebelumnya, yaitu ketika Musa melarikan diri).
Meskipun Allah menegur Musa, Ia tidak membatalkan tugas yang diberikan kepadanya
karena keengganannya untuk menjalankan tugas berat sebagai pembebas Israel. Musa
tidak mengajukan keberatan karena alasan usia tua, meskipun ia sudah berusia 80
tahun. Empat puluh tahun kemudian, pada usia 120 tahun, Musa masih memiliki
kekuatan fisik dan kesanggupan mental yang prima. (Ul 34:7) Selama 40 tahun berada di
Midian, Musa mempunyai banyak waktu untuk mengadakan renungan, dan ia mulai
menyadari kesalahan yang telah ia lakukan ketika mencoba membebaskan orang-orang
Ibrani atas prakarsanya sendiri. Kini ia menyadari kekurangannya. Dan setelah
berlalunya waktu yang lama tersebut, terpisah dari semua urusan kemasyarakatan,
pastilah ia sangat terkejut ketika tiba-tiba diminta untuk memegang peranan ini.
Musa adalah pria yang paling lembut, jauh melebihi semua orang yang ada di
permukaan bumi.” (Bil 12:3) Sebagai orang yang lembut hati, ia menyadari bahwa ia
hanyalah manusia belaka, dengan ketidaksempurnaan dan kelemahan. Ia tidak
menonjolkan diri sebagai pemimpin Israel yang tak terkalahkan. Ia menyatakan
kesadaran yang dalam akan keterbatasannya, bukannya perasaan takut akan Firaun.
2. Daud
A. Biodata
Salah satu alasan kita punya harapan untuk hidup
abadi adalah berkat seorang anak laki-laki yang
mengandalkan Allah. Namanya, Daud.
Goliat kalah
Tak lama setelah mengalahkan Goliat, Saul menjadikan Daud prajurit
depan di medan perang. Seraya waktu berlalu, Daud terbukti lebih hebat
daripada Saul. Saul geram karena dibanding-bandingkan oleh rakyatnya;
"Saul mengalahkan ribuan, Daud mengalahkan puluhan ribu." Ia mulai
tidak menyukai Daud. Saul mulai bersiasat agar Daud terbunuh.
Bangsa Israel terus berperang dengan bangsa Filistin. Saul, dikepung oleh prajurit
musuh. Mereka membunuh ketiga putra Saul. Salah satunya, Yonatan. Saul juga
terluka parah. Saul berpikir; daripada jatuh ditangan musuhnya, Ia menjatuhkan
dirinya sendiri dengan pedang yang ia miliki.
Daud sangat sedih mendengar hal itu.
...
D. Kesimpulan
Perjalanan hidup Daud sungguh menarik. Dari seorang
gembala sederhana, ia akhirnya menjadi raja. Bukan
raja biasa, tetapi raja teladan. Selanjutnya ia dijadikan
model dan kriteria untuk mengukur kualitas semua raja
Israel. Sampai pada zaman Yesus (bahkan sampai kini),
orang Yahudi tetap menantikan Mesias, raja ideal
seperti Daud
Terima
Kasih