Anda di halaman 1dari 11

Perkembangan Format Laporan Keuangan

Tren Terbaru dalam Pelaporan Keuangan: Menghadapi Perubahan Standar Akuntansi


Internasional
Pelaporan keuangan adalah salah satu aspek krusial dalam dunia bisnis yang memberikan
gambaran tentang kinerja keuangan sebuah perusahaan. Standar akuntansi internasional terus
mengalami perkembangan dan perubahan sebagai respons terhadap perubahan ekonomi,
teknologi, dan kebutuhan pemangku kepentingan. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi
beberapa tren terbaru dalam pelaporan keuangan yang menuntut perusahaan untuk menghadapi
perubahan standar akuntansi internasional.
1. Konvergensi Standar Akuntansi Salah satu tren utama dalam pelaporan keuangan adalah
upaya untuk konvergensi standar akuntansi internasional. Hal ini bertujuan untuk
menciptakan keseragaman dan konsistensi dalam pelaporan keuangan di berbagai negara.
Organisasi seperti IASB (International Accounting Standards Board) dan FASB
(Financial Accounting Standards Board) terus berusaha untuk menyatukan standar
akuntansi di seluruh dunia.
2. Implementasi IFRS 9, IFRS 15, dan IFRS 16 IFRS 9 (Financial Instruments), IFRS 15
(Revenue from Contracts with Customers), dan IFRS 16 (Leases) adalah standar akuntansi
internasional terbaru yang telah diberlakukan. IFRS 9 mengatur tentang pengakuan,
pengukuran, dan laporan instrumen keuangan, IFRS 15 mengatur tentang pengakuan
pendapatan dari kontrak dengan pelanggan, dan IFRS 16 mengatur tentang perlakuan
akuntansi untuk kontrak sewa.
3. Pelaporan Berbasis Nilai Wajar (Fair Value) Pelaporan berbasis nilai wajar menjadi tren
yang semakin penting dalam pelaporan keuangan. Standar akuntansi internasional semakin
mengarah pada penggunaan nilai wajar dalam penilaian aset, kewajiban, dan instrumen
keuangan. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk memberikan informasi yang lebih
relevan dan akurat tentang nilai aktual aset dan kewajiban mereka.
4. Pelaporan Keuangan Terintegrasi Integrasi laporan keuangan dengan laporan non-
keuangan, seperti laporan keberlanjutan (sustainability report), semakin menjadi tren
dalam praktik pelaporan perusahaan. Hal ini mendorong perusahaan untuk memberikan
gambaran yang lebih komprehensif tentang kinerja mereka, termasuk dampak sosial dan
lingkungan dari kegiatan bisnis mereka.
5. Pelaporan Keuangan Digital Perkembangan teknologi telah mengubah cara perusahaan
menyajikan laporan keuangan. Pelaporan keuangan digital semakin populer dengan
penggunaan alat visualisasi data dan teknologi interaktif. Ini memungkinkan pemangku
kepentingan untuk dengan mudah memahami informasi keuangan dan melihat tren serta
analisis lebih mendalam.
6. Fokus pada Informasi Non-Finansial Selain laporan keuangan, ada peningkatan permintaan
untuk informasi non-finansial dalam pelaporan perusahaan. Informasi tentang isu-isu
sosial, lingkungan, dan tata kelola perusahaan (Environmental, Social, and
Governance/ESG) semakin dianggap penting oleh investor dan pemangku kepentingan
lainnya dalam pengambilan keputusan.

1. Perkembangan SAK yang Berlaku di Indonesia


Standar akuntansi merupakan pedoman utama bagi akuntan dalam rangka melakukan
penyusunan laporan keuangan. Standar akuntansi keuangan adalah metode dan format baku
yang digunakan dalam penyajian informasi laporan keuangan. Standar akuntansi di Indonesia
mengalami perubahan dan perkembangan sesuai dengan perkembangan dunia bisnis global,
peraturan yang berlaku dan lain – lain. Standar akuntansi keuangan yang berlaku di Indonesia
antara lain PSAK-IFRS, SAK-ETAP, PSAK Syariah, SAP, dan SAK EMKM.
Standar akuntansi keuangan di Indonesia telah dimulai pada saat zaman penjajahan,
tahun 1602 – 1799 saat zaman kolonial telah dilakukan pencatatan sederhana, pada tahun
1800 – 1942 saat zaman penjajahan Belanda telah dilakukan pencatatan debit dan kredit,
tahun 1942 – 1945 pencatataan tetap menggunakan debit dan kredit dan belum terdapat
banyak perubahan dalam pencatatan akuntansi sedangkan pada tahun 1945 sampai dengan
sekarang dilakukan harmonisasi terhadap standar keuangan salah satunya harmonisasi pada
standar IFRS. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) yang berdiri sejak tahun 1957 merupakan
wadah profesi akuntansi di Indonesia yang terus melakukan pengembangan standar untuk
menyesuaikan dengan dunia usaha dan profesi akuntansi dan merupakan anggota
dari International Federation of Accountants (IFAC). Pada tahun 1973 dibentuknya panitia
penghimpunan bahan – bahan dan struktur GAAP dan GAAS yang Selanjutnya pada tahun
1974 dibentuk komite prinsip akuntansi Indonesia (PAI) yang bertugas menyusun dan
mengembangkan Standar Akuntansi Keuangan. Pada tahun 1994 komite PAI diubah menjadi
komite standar akuntansi keuangan yang kemudian pada tahun 1998 berubah menjadi Dewan
Standar Akuntansi Keuangan.
IAI sebagai anggota dari IFAC memiliki komitmen untuk melaksanakan semua
Standar Internasional yang ditetapkan demi kualitas tinggi dan penguatan profesi akuntan di
Indonesia. IAI memutuskan untuk melakukan harmonisasi terhadap Pernyataan Standar
Akuntansi Keuangan (PSAK) kepada International Financial Reporting Standard (IFRS)
yang kemudian dilanjutkan dengan konvergensi terhadap IFRS. PSAK adalah aturan baku
yang mengatur pencatatan, penyusunan, perlakuan, dan penyajian laporan keuangan
sedangkan IFRS merupakan Standar Akuntansi Internasional. Tahun 2012 mencatatkan satu
momen penting, dimana pada tahun ini dilakukan pengimplementasian PSAK berbasis IFRS
di Indonesia. Sehubungan dengan pengimplementasian IFRS tersebut, maka terdapat
beberapa perubahan dalam PSAK yang kemudian disesuaikan dengan pengaturan dalam
IFRS. PSAK-IFRS ini biasanya digunakan pada bisnis dan organisasi yang berskala publik
dan bersifat umum.
Semetara itu adanya perkembangan industri syariah di Indonesia yang sangat pesat
mengharuskan suatu keberadaan standar akuntansi yang sesuai dengan kebutuhan syariah.
Adanya kebutuhan tersebut melahirkan Dewan Standar Akuntansi Syariah (DSAK) yang
berada dibawah naungan IAI yang bertugas untuk menyusun Standarisasi laporan keuangan
syariah. PSAK Syariah disahkan pada tahun 2002. PSAK Syariah terdiri atas kerangka
konseptual penyusunan dan pengungkapan laporan, standar penyajian laporan keuangan dan
standar khusus transaksi syariah seperti mudharabah, murabahah, salam, ijarah dan istishna.
Selain standar akuntansi yang harus dijalankan oleh industri bisnis dan syariah di atas,
Instansi Pemerintahan juga memiliki kewajiban dalam menjalankan standar akuntansi dalam
menyusun laporan keuangannya. Laporan keuangan yang dibuat oleh instansi pemerintahan
harus sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku. Standar akuntansi yang digunakan oleh
Instansi Pemerintahan dalam menyusun laporan keuangan menggunakan Standar Akuntansi
Pemerintah (SAP). SAP ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah No. 71 Tahun 2010 dan
digunakan sebagai acuan dalam menyusun laporan keuangan Pemerintah, baik Pemerintah
Pusat maupun Pemerintah Daerah, dengan adanya SAP diharapkan dapat menjamin
transparansi, partisipasi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara sehingga
terwujudnya pemerintah yang baik dan bersih.
Banyaknya unit bisnis yang tergolong masih kecil di Indonesia membutuhkan standar
akuntansi yang sesuai dengan bisnis tersebut, maka pada 17 Juli 2009 IAI menerbitkan
Standar Akuntansi Keuangan Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) dan telah
disahkan oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. SAK-ETAP digunakan oleh entitas yang
tidak memiliki akuntabilitas publik seperti usaha – usaha yang tergolong masih kecil. SAK-
ETAP memiliki bentuk pengaturan yang lebih sederhana dalam hal perlakuan akuntansi
sehingga dapat menciptakan fleksibilitas dalam penerapannya dan diharapkan dapat memberi
kemudahan dalam hal pendanaan dari perbankan.
SAK-ETAP memiliki beberapa persyaratan akuntansi yang tidak atau belum mampu
dipenuhi oleh Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), maka pada tanggal 18 Mei 2016
Dewan Standar Akuntansi Keuangan (DSAK) telah mengesahkan Ekposure Draft Standar
Akuntansi Keuangan Entitas Mikro, Kecil, dan Menengah (“ED SAK EMKM). SAK EMKM
ini mulai berlaku efektif pada tanggal 1 Januari 2018. SAK EMKM adalah standar akuntansi
yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas mikro, kecil, dan
menengah. Laporan Keuangan pada SAK EMKM hanya meliputi Laporan Laba Rugi,
Laporan Posisi Keuangan, dan Cataan Atas Laporan Keuangan.
Pada praktiknya standar akuntansi keuangan di Indonesia dari dulu sampai dengan
sekarang terus – menerus mengalami perubahan sesuai dengan kondisi dunia usaha, profesi
akuntansi, dan peraturan yang berlaku. Perkembangan tersebut mengharuskan para pelaku
usaha dan instansi/lembaga untuk mampu menyusun laporan keuangan sesuai dengan standar
akuntansi yang berlaku, sehingga laporan keuangan yang disusun berfungsi sebagaimana
wajarnya.

2. Perkembangan Format Laporan Keuangan Menurut PSAK Syariah


Laporan keuangan Syariah memiliki perbedaan yang signifikan bila dibandingkan
dengan laporan keuangan konvensional. Hal ini terkait penyusunan laporan keuangan yang
didasarkan pada transaksi Syariah.
PSAK 101 pertama kali dikeluarkan oleh Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) pada 27 Juni 2007. PSAK ini menggantikan ketentuan
terkait penyajian laporan keuangan syariah dalam PSAK 59: Akuntansi Perbankan
Syariah yang dikeluarkan pada 1 Mei 2002.
Berdasarkan surat Dewan Pengurus Nasional (DPN) IAI No.
0823-B/DPN/IAI/XI/2013 maka seluruh produk akuntansi syariah yang sebelumnya
dikeluarkan oleh DSAK IAI dialihkan kewenangannya kepada Dewan Standar Akuntansi
Syariah (DSAS) IAI.
Setelah pengesahan awal di tahun 2007, PSAK 101 mengalami amandemen dan revisi
sebagai berikut:
1) 16 Desember 2011 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1: Penyajian Laporan
Keuangan.
2) 15 Oktober 2014 sehubungan dengan adanya revisi atas PSAK 1 terkait penyajian laba
rugi dan penghasilan komprehensif lain.
3) 25 Mei 2016 terkait penyajian laporan keuangan asuransi syariah pada Lampiran B.
Perubahan ini merupakan dampak dari revisi PSAK 108: Akuntansi Transaksi Asuransi
Syariah. Perubahan ini berlaku efektif 1 Januari 2017.

Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 101: Penyajian Laporan Keuangan


Syariah (selanjutnya disebut PSAK 101) menetapkan dasar penyajian laporan keuangan
bertujuan umum untuk entitas syariah. Pernyataan ini mengatur persyaratan penyajian
laporan keuangan, struktur laporan keuangan, dan persyaratan minimal isi laporan keuangan
atas transaksi syariah.

PSAK 101 juga memberikan penjabaran struktur dan isi pada laporan keuangan
syariah, mencakup:

(1) Laporan Posisi Keuangan


(2) Laporan Laba Rugi dan Penghasilan Komprehensif Lain
(3) Laporan Perubahan Ekuitas
(4) Laporan Arus Kas
(5) Catatan atas Laporan Keuangan

Contoh Penyajian Laporan Keuangan PSAK Syariah


Komponen Laporan keuangan:
(a) laporan posisi keuangan;
(b) laporan surplus defisit underwriting dana tabarru’;
(c) dikosongkan;
(d) laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain;
(e) laporan perubahan ekuitas;
(f) laporan arus kas;
(g) laporan sumber dan penyaluran dana zakat;
(h) laporan sumber dan penggunaan dana kebajikan; dan
catatan atas laporan keuangan.
1. Laporan Posisi keuangan
1) Aset
 Kas dan setara kas
 Piutang kontribusi
 Piutang:
(a) Muharabahah
(b) Istishna
 Investasi pada surat berharga
 Pembiayaan:
(a) Mudharabah
(b) musyarakah
 piutang salam
 investasi yang dicatat dengan metode ekuitas
 property investasi
 aset tetap
2) Liabilitas
 Bagian reasuransi dari pihak lain atas klaim yang masih harus dibayar
 (bagian peserta atas surplus underwriting dana tabarru’ yang masih
harus dibayar;
 utang klaim;
 utang reasuransi;
 utang dividen;
 utang pajak;
 klaim dalam proses;
 klaim yang sudah terjadi tetapi belum dilaporkan;
 penyisihan kontribusi yang belum menjadi hak
3) Dana peserta
 Dana investasi peserta
 Dana tabarru’;
4) Ekuitas
 modal disetor;
 tambahan modal disetor;
 penghasilan komprehensif lain;
 saldo laba; dan
 kepentingan nonpengendali
3. Format Laporan Keuangan Menurut PSAK IFRS
Bulan April 2001 Dewan Standar Akuntansi Internasional (IASB) mengadopsi IAS
1 Penyajian Laporan Keuangan , yang semula diterbitkan oleh Komite Standar Akuntansi
Internasional pada bulan September 1997. IAS 1 Penyajian Laporan
Keuangan menggantikan IAS 1 Pengungkapan Kebijakan Akuntansi (diterbitkan pada
tahun 1975), IAS 5 Informasi yang Akan Diungkapkan dalam Laporan
Keuangan (semula disetujui pada tahun 1977) dan IAS 13 Penyajian Aset Lancar dan
Kewajiban Lancar (disetujui pada tahun 1979).
Bulan Desember 2003 IASB mengeluarkan revisi IAS 1 sebagai bagian dari agenda
awal proyek teknis. IASB menerbitkan amandemen IAS 1 pada bulan September 2007,
yang mencakup amandemen penyajian perubahan pemilik ekuitas dan penghasilan
komprehensif serta perubahan terminologi judul laporan keuangan. Pada bulan Juni 2011
IASB mengubah IAS 1 untuk memperbaiki cara penyajian item pendapatan komprehensif
lain.
Bulan Desember 2014 IAS 1 diubah oleh Inisiatif Pengungkapan (Amandemen IAS
1), yang mengatasi kekhawatiran yang diungkapkan tentang beberapa persyaratan
penyajian dan pengungkapan yang ada dalam IAS 1 dan memastikan bahwa entitas dapat
menggunakan pertimbangan ketika menerapkan persyaratan tersebut. Selain itu,
amandemen tersebut memperjelas persyaratan dalam paragraf 82A IAS 1.
Bulan Oktober 2018 IASB menerbitkan Definisi Material (Amandemen IAS 1 dan
IAS 8). Amandemen ini memperjelas definisi material dan bagaimana hal tersebut harus
diterapkan dengan (a) memasukkan dalam panduan definisi yang sampai saat ini telah
ditampilkan di bagian lain dalam Standar IFRS; (b) menyempurnakan penjelasan yang
menyertai definisi tersebut; dan (c) memastikan bahwa definisi material konsisten di
seluruh Standar IFRS.
Bulan Februari 2021 IASB menerbitkan Pengungkapan Kebijakan Akuntansi yang
mengubah IAS 1 dan Pernyataan Praktik IFRS 2 Membuat Pertimbangan
Materialitas . Amandemen ini mengubah IAS 1 untuk menggantikan persyaratan bagi
entitas untuk mengungkapkan kebijakan akuntansi signifikannya dengan persyaratan
untuk mengungkapkan informasi kebijakan akuntansi materialnya.
Bulan Oktober 2022, IASB menerbitkan Kewajiban Tidak Lancar dengan
Perjanjian . Amandemen ini menyempurnakan informasi yang disediakan entitas ketika
haknya untuk menunda penyelesaian liabilitas setidaknya selama dua belas bulan tunduk
pada kepatuhan terhadap pembatasan. Amandemen ini juga menanggapi kekhawatiran
para pemangku kepentingan mengenai klasifikasi liabilitas tersebut sebagai liabilitas
jangka pendek atau liabilitas jangka panjang.
Standar lain telah melakukan sedikit perubahan pada IAS 1. Standar tersebut
mencakup Penyempurnaan IFRS (diterbitkan April 2009), Penyempurnaan
IFRS (diterbitkan Mei 2010), IFRS 10 Laporan Keuangan Konsolidasian (diterbitkan
Mei 2011), IFRS 12 Pengungkapan Kepentingan pada Entitas Lain (diterbitkan Mei
2011), IFRS 13 Pengukuran Nilai Wajar (diterbitkan Mei 2011), IAS 19 Imbalan
Kerja (diterbitkan Juni 2011), Penyempurnaan Tahunan IFRS Siklus 2009–
2011 (diterbitkan Mei 2012), IFRS 9 Instrumen Keuangan (Akuntansi Lindung Nilai dan
amandemennya ke IFRS 9, IFRS 7 dan IAS 39) (diterbitkan November 2013), IFRS
15 Pendapatan dari Kontrak dengan Pelanggan (diterbitkan Mei 2014), Pertanian:
Tanaman Produktif (Amandemen IAS 16 dan IAS 41) (diterbitkan Juni 2014), IFRS
9 Instrumen Keuangan (diterbitkan Juli 2014), IFRS 16 Sewa (diterbitkan Januari
2016), Inisiatif Pengungkapan (Amandemen IAS 7) (diterbitkan Januari 2016), IFRS
17 Kontrak Asuransi (diterbitkan Mei 2017), Amandemen Referensi Kerangka
Konseptual dalam IFRS Standar (diterbitkan Maret 2018) dan Amandemen IFRS
17 (diterbitkan Juni 2020).
IAS 1 menetapkan persyaratan keseluruhan untuk penyajian laporan keuangan, pedoman
strukturnya, dan persyaratan minimum isinya. Hal ini mensyaratkan suatu entitas untuk
menyajikan satu set laporan keuangan lengkap setidaknya setiap tahun, dengan jumlah
komparatif untuk tahun sebelumnya (termasuk jumlah komparatif dalam catatan). Satu set
lengkap laporan keuangan terdiri dari:
 laporan posisi keuangan pada akhir periode;
 laporan laba rugi dan penghasilan komprehensif lain untuk periode
tersebut. Pendapatan komprehensif lain adalah pos-pos pendapatan dan beban yang
tidak diakui dalam laba rugi sesuai dengan Standar IFRS. IAS 1 mengizinkan suatu
entitas untuk menyajikan satu laporan gabungan laba rugi dan penghasilan
komprehensif lain atau dua laporan terpisah;
 laporan perubahan ekuitas periode berjalan;
 laporan arus kas untuk periode tersebut;
 catatan, berisi ringkasan kebijakan akuntansi penting dan informasi penjelasan
lainnya; Dan
 laporan posisi keuangan pada awal periode komparatif sebelumnya ketika suatu
entitas menerapkan kebijakan akuntansi secara retrospektif atau melakukan penyajian
kembali secara retrospektif atas pos-pos dalam laporan keuangannya, atau ketika
entitas mereklasifikasi pos-pos dalam laporan keuangannya.
Entitas yang laporan keuangannya mematuhi Standar IFRS harus membuat
pernyataan kepatuhan tersebut secara eksplisit dan tanpa syarat dalam catatan. Entitas tidak
boleh menggambarkan laporan keuangan sebagai laporan yang mematuhi Standar IFRS
kecuali laporan tersebut mematuhi seluruh persyaratan Standar. Penerapan Standar IFRS,
dengan tambahan pengungkapan bila diperlukan, diperkirakan akan menghasilkan laporan
keuangan yang mencapai penyajian wajar. IAS 1 juga membahas masalah kelangsungan
usaha, penyeimbangan dan perubahan presentasi atau klasifikasi.

4. Format Laporan Keuangan Berdasarkan SAK ETAP


Ikatan Akuntan Indonesia pada tanggal 17 Juli 2009 yang lalu, telah menerbitkan Standar
Akuntansi Keuangan untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK-ETAP) atau atau The
Indonesian Accounting Standards for Non Publicly-Accountable Entities, dan telah disahkan
oleh DSAK IAI pada tanggal 19 Mei 2009. Dewan standar Akuntansi Keuangan Ikatan
Akuntan Indonesia (DSAK IAI) sendiri beranggotakan 17 orang mewakili: Akuntan Publik,
Akademisi, Akuntan Sektor Publik, dan Akuntan Manajemen. Standar Akuntansi Keuangan
untuk Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (SAK ETAP) dimaksudkan untuk digunakan oleh
Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (ETAP), yaitu entitas yang tidak memiliki akuntabilitas
publik signifikan; dan menerbitkan laporan keuangan untuk tujuan umum (general purpose
financial statement) bagi pengguna eksternal. Contoh pengguna eksternal adalah pemilik
yang tidak terlibat langsung dalam pengelolaan usaha, kreditur, dan lembaga pemeringkat
kredit.
SAK ETAP bertujuan untuk menciptakan fleksibilitas dalam penerapannya dan diharapkan
memberi kemudahan akses ETAP kepada pendanaan dari perbankan. SAK ETAP merupakan
SAK yang berdiri sendiri dan tidak mengacu pada SAK Umum, sebagian besar menggunakan
konsep biaya historis; mengatur transaksi yang dilakukan oleh ETAP; bentuk pengaturan
yang lebih sederhana dalam hal perlakuan akuntansi dan relatif tidak berubah selama
beberapa tahun. SAK ETAP akan digantikan oleh SAK Entitas Privat per 1 Januari 2025.

SAK ETAP efektif Per 1 Januari 2011


5. Format Laporan Keuangan Berdasarkan SAK EMKM
Jika dibandingkan dengan SAK lainnya, SAK EMKM merupakan standar yang dibuat
sederhana karena mengatur transaksi umum yang dilakukan oleh EMKM dan dasar
pengukurannya murni menggunakan biaya historis sehingga EMKM cukup mencatat aset dan
liabilitasnya sebesar biaya perolehannya. Entitas yang memenuhi persyaratan menggunakan
SAK EMKM ini tetap perlu mempertimbangkan apakah ketentuan yang diatur dalam SAK
EMKM ini telah sesuai dan memenuhi kebutuhan pelaporan keuangan entitas tersebut. Oleh
karena itu, entitas perlu mempertimbangkan kerangka pelaporan keuangan yang akan
diterapkan, apakah berdasarkan SAK EMKM atau SAK lainnya, dengan memperhatikan
kemudahan yang ditawarkan dalam SAK EMKM, dan kebutuhan informasi pengguna
laporan keuangan entitas tersebut. SAK EMKM berlaku efektif per 1 Januari 2018 dan
penerapan dini diperkenankan.
SAK EMKM Efektif

Anda mungkin juga menyukai