Anda di halaman 1dari 2

Saper Aude: Kelelahan Teori dan Janji Filsafat

Arum Ratnasari 53050210041

Dalam konteks Jerman, setelah pensiunnya Habermas madzhab Frankfurt mulai


goyah mengenai agenda saat ini serta masa depan. Tapi, inilah filosofi Jerman pascaperang:
normalisasi setelah bencana Sosialisme Nasional. Lebih luas, Jerman secara filosofis sedang
terhenti dan generasi pascaperang seperti Habermas, Karl Otto Apel, Ernest Tugendhat, dan
filsuf yang lain sudah meninggal atau pension dan penerus mereka belum bias bangkit untuk
mencapai puncak intelektual mereka.

Runtuhnya neo-Kantianisme di Perancis tahun 1930an dan kebangkitan atau ‘les trois
H’ (Hegel, Husserl, Heidegger) menghasilkan duan generasi hebat. Generasi pertama, kita
memikirkan Levinas, Sartre, de Beauvoir, Merleau-Ponty, Lévi-Strauss, Lacan, Bataille, dan
Blanchot. Generasi kedua, ada Althusser, Faucault, Derrida, Deleuze, Lyotard, dan Kristéva.
Walaupun banyak filsuf-filuf yang masih eksis dan pembaruan fenomenologi Tetapi, ada
kesan bahwa semuanya tidak berjalan dengan baik.

Hal ini menimbulkan masalah bagi gagasan umum filsafat Kontinental. Alas an yang
dibenarkan bahwa terdapat tradisi filosofis yang meluas dari idealism dan romantisme
Jerman, sehingga fenomoenologi, hermeneutika, dan Madzab Frankfrut dilupakan, ditekan,
atau diabaikan begitu saja. filsafat harus merupakan kreasi konseptual yang diperdebatkan
dengan jelas dalam kaitannya secara kritis dengan tradisi pemikiran tertentu, dan bukan
kesedihan melankolis atas hilangnya peluang atau sekedar Teknik untuk mempertajam akal
sehat seseorang.

Perpecahan dalam studi filsafat saat ini merupakan konsekuensi dari deskripsi diri
professional tertentu yang kurang lebih tidak memadai. Oleh karena itu, meminjam kata-kata
Rorty, perbedaan tersebut menjadi melelahkan. Untuk memahami dengan benar masalah
dua budaya dalam filsafat, kita harus memahami perbedaan jalur yang ditempuh filsafat
setelah Kant dan berbagai permasalahan muncul untuk mendefinisikannya.

Saper menawarkan sebuah Janji filsafat yang mudah-mudahan dapat ditepati: bahwa
filsafat dapat menjadi bagian penting dalam kehidupan suatu kebudayaan, dalam cara suatu
kebudayaan berkomunikasi dengan dirinya sendiri dan dengan kebudayaan lain. Filsafat
adalah momen refleksi kritis dalam konteks tertentu, dimana manusia diajak menganalisis
dunia tempat mereka berada, dan mempertanyakan apa yang masuk akal dalam masyarakat
tertentu dimana mereka tinggal dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan dalam bentuk
yang paling umum. Dan, harapannya bahwa sebagai pertimbangan yang menimbulkan
pertanyaan-pertanyaan tersebut, melalui penyelidikan dan argumentasi, dapat mempunyai
efek edukatif dan emansipatoris. Sebagaimana dicatat oleh Stanley Cavell adalah Pendidikan.
Namun, hal ini tidak menjadi berita baru, karena ini adalah deskripsi filsafat yang tidak akan
mengejutkan Socrates.

Anda mungkin juga menyukai