Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

SIFAT ALJABAR DAN URUTAN, NILAI MUTLAK DAN GARIS BILANGAN


Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Teori Barisan
Yang diampu oleh Bapak Drs. Sukoriyanto, M.Si

Disusun oleh:
Annisa Alfi Achsania (220311603990)
Candrika Prihantari Dwi Praditya (220311600478)
Fatimatuz Zahro (220311603425)
Noviyawati (220311605859)
Wildan Sholichul Mahdi (220311605947)
Tidak Ada Kontribusi
Offering FF

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
PENDIDIKAN MATEMATIKA
FEBRUARI 2024
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.......................................................................................................................................... 2
BAGIAN 2.1 SIFAT ALJABAR DAN URUTAN .............................................................................. 3
2.1.1 Sifat Aljabar ℝ ......................................................................................................................... 3
2.1.2 Teorema .................................................................................................................................... 3
2.1.3 Teorema .................................................................................................................................... 4
2.1.4 Teorema .................................................................................................................................... 5
2.1.5 Sifat Keteraturan ℝ ................................................................................................................. 6
2.1.6 Definisi ...................................................................................................................................... 6
2.1.7 Teorema .................................................................................................................................... 6
2.1.8 Teorema .................................................................................................................................... 8
2.1.9 Teorema .................................................................................................................................... 8
2.1.10 Teorema .................................................................................................................................. 8
2.1.11 Corollary ................................................................................................................................. 9
BAGIAN 2.2 NILAI MUTLAK DAN GARIS BILANGAN ............................................................. 9
NILAI MUTLAK .................................................................................................................................. 9
2.2.1 Definisi ...................................................................................................................................... 9
2.2.2 Teorema .................................................................................................................................... 9
2.2.3 Pertidaksamaan segitiga ........................................................................................................ 10
2.2.4 Corollary ................................................................................................................................. 10
2.2.5 Corollary ................................................................................................................................. 10
2.2.6 Contoh ..................................................................................................................................... 10
2.2.7 Definisi Garis Bilangan.......................................................................................................... 11
2.2.8 Teorema .................................................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................................................... 12
BAGIAN 2.1 SIFAT ALJABAR DAN URUTAN
2.1.1 Sifat Aljabar ℝ Pada himpunan ℝ bilangan real terdapat dua operasi biner, dinotasikan
dengan + dan ∙ dan disebut Penjumlahan dan Perkalian. Operasi ini memenuhi operasi
berikut:
(A1) 𝑎 + 𝑏 = 𝑏 + 𝑎 untuk semua 𝑎, 𝑏 di ℝ (sifat komutatif pejumlahan)
(A2) (𝑎 + 𝑏) + 𝑐 = 𝑎 + (𝑏 + 𝑐) untuk semua 𝑎, 𝑏, 𝑐 di ℝ (sifat asosiatif pejumlahan)
(A3) terdapat sebuah elemen 0 di ℝ sehingga 0 + 𝑎 = 𝑎 dan 𝑎 + 0 = 𝑎 untuk semua 𝑎 di ℝ
(keberadaan elemen 0)
(A4) untuk setiap 𝑎 di ℝ terdapat elemen −𝑎 di ℝ sehingga 𝑎 + (−𝑎) = 0 dan (−𝑎) + 𝑎 = 0
(keberadaan elemen negative)
(M1) 𝑎 ∙ 𝑏 = 𝑏 ∙ 𝑎 untuk semua 𝑎, 𝑏 di ℝ (sifat komutatif perkalian)
(M2) (𝑎 ∙ 𝑏) ∙ 𝑐 = 𝑎 ∙ (𝑏 ∙ 𝑐) untuk semua 𝑎, 𝑏, 𝑐 di ℝ (sifat asosiatif perkalian)
(M3) terdapat sebuah elemen 1 di ℝ yang berbeda dengan 0 sehingga 1 ∙ 𝑎 = 𝑎 dan 𝑎 ∙ 1 = 𝑎
untuk semua 𝑎 di ℝ (keberadaan elemen satuan)
(M4) untuk setiap 𝑎 ≠ 0 di ℝ terdapat elemen 1⁄𝑎 di ℝ sehingga 𝑎 ∙ (1⁄𝑎) = 1 dan
(1⁄𝑎) ∙ 𝑎 = 1 (keberadaan timbal balik)
(D) 𝑎 ∙ (𝑏 + 𝑐) = (𝑎 ∙ 𝑏) + (𝑎 ∙ 𝑐) dan (𝑏 + 𝑐) ∙ 𝑎 = (𝑏 ∙ 𝑎) + (𝑐 ∙ 𝑎) untuk semua 𝑎, 𝑏, 𝑐 di ℝ
(sifat distributif perkalian terhadap penjumlahan)
Properti ini harusnya familiar bagi pembaca. Empat yang pertama berkaitan dengan
penjumlahan, empat berikutnya tentang perkalian, dan yang terakhir menghubungkan dua
operasi inti dari daftar ini adalah bahwa semua teknik aljabar yang familiar dapat diturunkan
dari sembilan sifat ini, dengan semangat yang sama seperti teorema geometri Euclidean dapat
disimpulkan dari lima aksioma dasar yang dinyatakan oleh Euclid dalam Elemennya. Karena
tugas ini lebih tepat dimasukkan dalam mata kuliah aljabar abstrak, kami tidak akan
melaksanakannya di sini. Namun, untuk menunjukkan semangat ikhtiar tersebut, kami akan
mencicipi beberapa hasil dan buktinya.
Pertama-tama kita tentukan fakta dasar bahwa elemen 0 dan 1, yang keberadaannya
dinyatakan dalam (A3) dan (M3), sebenarnya unik. Kita juga menunjukkan bahwa perkalian
dengan 0 selalu menghasilkan.
2.1.2 Teorema
(a) Jika 𝑧 dan 𝑎 adalah elemen di ℝ dengan 𝑧 + 𝑎 = 𝑎, maka 𝑧 = 0
(b) Jika 𝑢 dan 𝑏 ≠ 0 adalah elemen di ℝ dengan 𝑢 ∙ 𝑏 = 𝑏, maka 𝑢 = 1
(c) Jika 𝑎 ∈ ℝ, maka 𝑎 ∙ 0 = 0
Bukti.
(a) Dengan menggunakan (A3), (A4), (A2), hipotesis 𝑧 + 𝑎 = 𝑎, dan (A4), kita peroleh
𝑧 = 𝑧 + 0 = 𝑧 + (𝑎 + (−𝑎)) = (𝑧 + 𝑎) + (−𝑎) = 𝑎 + (−𝑎) = 0
(b) Dengan menggunakan (M3), (M4), (M2), persamaan yang diasumsikan 𝑢 ∙ 𝑏 = 𝑏, dan (M4)
lagi, kita peroleh

𝑢 = 𝑢 ∙ 1 = 𝑢 ∙ (𝑏 ∗ (1⁄𝑏)) = (𝑢 ∙ 𝑏) ∙ (1⁄𝑏) = 𝑏 ∙ (1⁄𝑏 ) = 1


(c) Kita punya (mengapa?)
𝑎 + 𝑎 ∙ 0 = 𝑎 ∙ 1 + 𝑎 ∙ 0 = 𝑎 ∙ (1 + 0) = 𝑎 ∙ 1 = 𝑎
Oleh karena itu kita menyimpulkan (a) maka 𝑎 ∙ 0 = 0
Kita selanjutnya menetapkan dua sifat penting perkalian: keunikan kebalikannya dan fakta
bahwa hasil kali dua bilangan adalah nol hanya jika salah satu faktornya adalah nol.
2.1.3 Teorema
(a) Jika 𝑎 ≠ 0 dan 𝑏 di ℝ sedemikian sehingga 𝑎 ∙ 𝑏 = 1, maka 𝑏 = 1⁄𝑎
(b) Jika 𝑎 ∙ 𝑏 = 0, maka 𝑎 = 0 atau 𝑏 = 0
Bukti.
(a) Dengan menggunakan (M3), (M4), (M2), hipotesis 𝑎 ∙ 𝑏 = 1, dan (M3), kita dapat

𝑏 = 1 ∙ 𝑏 = ((1⁄𝑎 ) ∙ 𝑎) ∙ 𝑏 = (1⁄𝑎) ∙ (𝑎 ∙ 𝑏) = (1⁄𝑎) ∙ 1 = 1⁄𝑎 .

(b) Cukup berasumsi 𝑎 ≠ 0 dan buktikan bahwa 𝑏 = 0. (Mengapa?) Kita mengalikan 𝑎 ∙ 𝑏


dengan 1⁄𝑎 dan menerapkan (M2), (M4) dan (M3) untuk mendapatkan
(1⁄𝑎) ∙ (𝑎 ∙ 𝑏) = ((1⁄𝑎) ∙ 𝑎) ∙ 𝑏 = 1 ∙ 𝑏 = 𝑏.

Karena 𝑎 ∙ 𝑏 = 0, dengan 2.1.2 (c) ini juga sama


(1⁄𝑎) ∙ (𝑎 ∙ 𝑏) = (1⁄𝑎) ∙ 0 = 0.
Jadi kita punya 𝑏 = 0.
Teorema ini mewakili contoh kecil dari sifat aljabar sistem bilangan real. Beberapa
konsekuensi tambahan dari property lapangan diberikan dalam Latihan.
Operasi pengurangan didefinisikan oleh 𝑎 − 𝑏 ≔ 𝑎 + (−𝑏) untuk 𝑎, 𝑏 di ℝ. Demikian
pula, pembagian didefinisikan untuk 𝑎, 𝑏 di ℝ dengan 𝑏 ≠ 0 dengan 𝑎⁄𝑏 ≔ 𝑎 ∙ (1⁄𝑏 ).
Berikut ini, kita akan menggunakan notasi umum untuk pengurangan dan pembagian, dan kita
akan menggunakan semua sifat umum dari operasi ini. Biasanya kita akan menghilangkan
penggunaan titik untuk menandakan perkalian dan menulis 𝑎𝑏 untuk 𝑎 ∙ 𝑏. Demikian pula, kita
akan menggunakan notasi biasa untuk eksponen dan menulis 𝑎2 untuk 𝑎𝑎, 𝑎3 untuk (𝑎2 )𝑎; dan
secara umum, kita mendefinisikan 𝑎𝑛+1 ≔ (𝑎𝑛 )𝑎 untuk 𝑛 ∈ ℕ. Kita setuju untuk mengadposi
konvensi bahwa 𝑎1 = 𝑎. Selanjutnya, jika 𝑎 ≠ 0, kita tulis 𝑎0 = 1 dan 𝑎−1 untuk 1⁄𝑎 , dan
jika 𝑛 ∈ ℕ, kita akan menulis 𝑎−𝑛 untuk (1⁄𝑎)𝑛 , bila hal tersebut mudah dilakukan. Secara
umum, kita akan menulis bebas menerapkan semua Teknik aljabar biasa tanpa penjabaran lebih
lanjut.
Bilangan Rasional Dan Irasional
Kita menganggap himpunan ℕ bilangan asli sebagai himpunan bagian dari ℝ, dengan
mengidentifikasi bilangan asli 𝑛 ∈ ℕ dengan jumlah n kali lipa telemen satuan 1 ∈ ℝ.
Demikian pula, kita mengidentifikasi 0 ∈ ℤ dengan elemen nol dari 0 ∈ ℝ, dan kami
mengidentifikasi jumlah 𝑛 kali lipat dari −1 dengan bilangan bulat −𝑛. Jadi, kami menganggap
ℕ dan ℤ sebagai subset ℝ.
Unsur ℝ yang dapat dituliskan dalam bentuk 𝑏⁄𝑎 dimana 𝑎, 𝑏 ∈ ℤ dan 𝑎 ≠ 0disebut
bilangan rasional. Himpunan semua bilangan rasional di ℝ akan dilambangkan dengan notasi
standar ℚ. Jumlah dan hasil kali dua bilangan rasional juga merupajan bilangan rasional
(buktikan), dan terlebih lagi, sifat-sifat medan yang tercantum diawal bagian ini dapat
ditunjukkan bertahan untuk ℚ.
Fakta bahwa ada elemen di ℝ yang tidak ada di ℚ tidak langsung terlihat. Pada abad
keeman SM masyarakat Yunani kuno Pythagoras menemukan bahwa diagonal persegi dengan
satuan sisi tidak dapat dinyatakan sebagai rasio bilangan bulat. Mengingat teorema Pythagoras
untuk segitiga siku-siku, hal ini menyiratkan bahwa kuadrat tanpa bilangan rasional sama
dengan 2. Penemuan ini berdampak besar pada perkembangan matematika Yunani. Salah satu
akibatnya adalah unsur-unsur ℝ yang tidak ada dalam ℚ dikenal sebagai bilangan irasional,
artinya bilangan-bilangan tersebut bukan perbandingan bilangan bulat. Meskipun kata
“irasional” dalam penggunaan Bahasa Inggris moderan memiliki arti yang sangat berbeda, kita
akan mengadopsi penggunaan matematika standar dari istilah ini.
Sekarang kita akan membuktikan bahwa tidak ada bilangan rasional yang kuadratnya 2.
Dalam pembuktiannya kita menggunakan pengertian bilangan genap dan ganjil. Ingatlah
bahwa suatu bilangan asli genap jika memiliki bentuk 2𝑛 untuk beberapa 𝑛 ∈ ℕ, dan ganjil
jika memiliki bentuk 2𝑛 − 1 untuk 𝑛 ∈ ℕ. Setiap bilangan asli adalah genap atau ganjil, dan
tidak ada bilangan asli adalah genap dan ganjil.
2.1.4 Teorema Tidak ada bilangan rasional sehingga 𝑟 2 = 2.
Bukti.
Sebaliknya, misalkan 𝑝 dan 𝑞 adalah bilangan bulat sehingga (𝑝⁄𝑞 )2 = 2. Kita dapat
berasumsi bahwa 𝑝 dan 𝑞 adalah positif dan tidak mempunyai faktor bilangan bulat selain 1.
(Mengapa?) Karena 𝑝2 = 2𝑞 2 , kita lihat bahwa 𝑝2 genap. Artinya 𝑝 juga genap (karena jika
𝑝 = 2𝑛 − 1 ganjil, maka kuadrat 𝑝2 = 2(2𝑛2 − 2𝑛 + 1) − 1 juga ganjil). Oleh karena itu,
karena 𝑝 dan 𝑞 tidak mempunyai faktor persekutuan 2, maka 𝑞 pasti bilangan asli ganjil.
Karena 𝑝 genap, maka 𝑝 = 2𝑚 untuk 𝑚 ∈ ℕ, dah karenanya 4𝑚2 = 2𝑞 2 , sehingga
2𝑚 = 𝑞 2 . Oleh karena itu, 𝑞 2 adalah bilangan genap, dan argument di paragraph sebelumnya
2

menyatakan bahwa q adalah bilangan asli ganjil.


Karena hipotesis bahwa (𝑝⁄𝑞 )2 = 2 menghasilkan kesimpulan yang kontradiktif bahwa
𝑞 genap dan ganjil, maka hipotesis tersebut pasti salah.
Sifat-sifat Urutan pada ℝ
Secara sederhana, sifat urutan memungkinkan kita mengurutkan anggota-anggota himpunan
bilangan real. Jika kita diberikan dua bilangan real maka kita dapat menentukan bilangan mana
yang nilainya lebih dari bilangan lainnya . "Sifat keteraturan" ℝ menjelaskan tentang
kepositifan (positivity) dan ketaksamaan (inequalities) di antara bilangan--bilangan real.
Seperti halnya dengan pembahasan sifat aljabar pada sistem bilangan real, kita akan memulai
dengan mengisolasi atau mengidentifikasi tiga sifat dasar. Dari ketiga sifat ini, kita akan
menurunkan sifat-sifat lainnya, termasuk aturan-aturan dalam ketaksamaan. Cara paling
sederhana untuk melakukannya adalah dengan mengidentifikasi subset khusus dari ℝ dengan
menggunakan gagasan "positif".
2.1.5 Sifat Keteraturan ℝ Terdapat himpunan bagian tak kosong ℙ dari ℝ (ℙ ⊂ ℝ), yang
disebut himpunan bilangan real positif, yang memenuhi sifat-sifat berikut:
(i) Jika 𝑎, 𝑏 ∈ ℙ maka 𝑎 + 𝑏 ∈ ℙ.
(ii) Jika 𝑎, 𝑏 ∈ ℙ maka 𝑎𝑏 ∈ ℙ.
(iii)Jika 𝑎 ∈ ℝ maka tepat satu dari pernyataan berikut berlaku:
𝑎 ∈ ℙ, 𝑎 = 0, −𝑎 ∈ ℙ
Sifat pertama dan kedua pada teorema di atas menjelaskan tentang sifat tertutup ℙ
terhadap operasi penjumlahan dan perkalian. Sifat yang ketiga (iii) disebut Sifat Trikotomi
(Trichotomy Property), karena sifat ini membagi himpunan bilangan real (ℝ)menjadi tiga jenis
elemen yang berbeda. Hal ini menjelaskan bahwa himpunan bilangan real negatif, {− 𝑎: 𝑎 ∈
ℙ} tidak mempunyai elemen yang sama dengan himpunan bilangan real positif. Lebih lanjut,
ℝ merupakan gabungan tiga himpunan saling lepas tersebut, yaitu
ℝ = ℙ ∪ {− 𝑎: 𝑎 ∈ ℙ} ∪ {0}
Jika 𝑎 ∈ ℙ, maka kita menulis 𝑎 > 0 dan dikatakan bahwa 𝑎 adalah bilangan real
positif. Jika 𝑎 ∈ ℙ ∪ {0}, maka kita menulis 𝑎 ≥ 0 dan dikatakan bahwa 𝑎 adalah bilangan real
non-negatif. Jika −𝑎 ∈ ℙ, maka kita menulis 𝑎 < 0 dan dikatakan bahwa 𝑎 adalah bilangan
real negatif. Jika −𝑎 ∈ ℙ ∪ {0}, maka kita menulis 𝑎 ≤ 0 dan dikatakan bahwa 𝑎 adalah
bilangan real non-positif.
Ketaksamaan antara dua bilangan real didefinisikan menggunakan himpunan ℙ.
2.1.6 Definisi Misalkan 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ.
a) Jika 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ maka kita menulis 𝑎 > 𝑏 atau 𝑏 < 𝑎.
b) Jika 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ ∪ {0} maka kita menulis 𝑎 ≥ 𝑏 atau 𝑏 ≤ 𝑎.
Sifat Trikotomi di atas berakibat bahwa untuk 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ memenuhi tepat satu kondisi berikut:
𝑎 > 𝑏, 𝑎 = 𝑏, 𝑎 < 𝑏.
Oleh karena itu, jika 𝑎 ≤ 𝑏 dan 𝑏 ≤ 𝑎 , maka 𝑎 = 𝑏 . Untuk kemudahan notasi, kami akan
menulis
𝑎<𝑏<𝑐
Uuntuk menunjukkan bahwa 𝑎 < 𝑏 dan 𝑏 < 𝑐 memenuhi syarat. Pertidaksamaan "ganda"
lainnya 𝑎 ≤ 𝑏 < 𝑐, 𝑎 ≤ 𝑏 ≤ 𝑐 dan 𝑎 < 𝑏 ≤ 𝑐 didefinisikan dengan cara yang sama.
2.1.7 Teorema Misalkan diberikan sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ.
(a) Jika 𝑎 > 𝑏 dan 𝑏 > 𝑐, maka 𝑎 > 𝑐.
(b) Jika 𝑎 > 𝑏 , maka 𝑎 + 𝑐 > 𝑏 + 𝑐.
(c) Jika 𝑎 > 𝑏 dan 𝑐 > 0, maka 𝑐𝑎 > 𝑐𝑏.
Jika 𝑎 > 𝑏 dan 𝑐 < 0, maka 𝑐𝑎 < 𝑐𝑏.
Bukti:
(a) Teorema pertama memuat ketaksamaan. Untuk itu, kita perlu menyatakannya sebagai
anggota himpunan ℙ.
Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dengan 𝑎 > 𝑏 dan 𝑏 > 𝑐. Berdasarkan definisi, diperoleh
𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ dan 𝑏 − 𝑐 ∈ ℙ.
Kita akan membuktikan bahwa 𝑎 > 𝑐. Untuk itu, kita perlu menunjukkan bahwa 𝑎 −
𝑐 ∈ ℙ.
Berdasarkan Sifat Urutan 𝑎, hasil penjumlahan dua anggota ℙ juga merupakan anggota
ℙ. Artinya
(𝑎 − 𝑏) + (𝑏 − 𝑐) = 𝑎 − 𝑐

merupakan anggota ℙ. Berdasarkan definisi, 𝑎 − 𝑐 ∈ ℙ dapat ditulis sebagai 𝑎 >


𝑐. Terbukti.
(b) Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dengan 𝑎 > 𝑏. Berdasarkan definisi, 𝑎 > 𝑏 dapat ditulis
sebagai 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ.
Kita akan membuktikan bahwa 𝑎 + 𝑐 > 𝑏 + 𝑐. Untuk itu, kita perlu menunjukkan
bahwa (𝑎 + 𝑐) − (𝑏 + 𝑐) ∈ ℙ.

Perhatikan bahwa
(𝑎 + 𝑐) − (𝑏 + 𝑐) = 𝑎 + 𝑐 − 𝑏 − 𝑐 = 𝑎 − 𝑏
Padahal kita tahu 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ. Akibatnya, (𝑎 + 𝑐) − (𝑏 + 𝑐) ∈ ℙ. Berdasarkan definisi,
diperoleh 𝑎 + 𝑐 > 𝑏 + 𝑐. Terbukti.
(c)
- Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dengan 𝑎 > 𝑏 dan 𝑐 > 0. Berdasarkan definisi, 𝑎 > 𝑏
berarti 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ dan 𝑐 > 0 berarti 𝑐 ∈ ℙ.
Kita akan membuktikan bahwa 𝑐𝑎 > 𝑐𝑏. Untuk itu, kita perlu menunjukkan bahwa
𝑐𝑎 − 𝑐𝑏 ∈ ℙ.

Kita mempunyai 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ dan 𝑐 ∈ ℙ. Berdasarkan Sifat Urutan b, hasil kalinya,


yaitu
𝑐(𝑎 − 𝑏) = 𝑐𝑎 − 𝑐𝑏
merupakan anggota ℙ. Diperoleh 𝑐𝑎 − 𝑐𝑏 ∈ ℙ, yang berarti 𝑐𝑎 > 𝑐𝑏. Terbukti

- Ambil sebarang 𝑎, 𝑏, 𝑐 ∈ ℝ, dengan 𝑎 > 𝑏 dan 𝑐 < 0. Berdasarkan definisi, 𝑎 > 𝑏


berarti 𝑎 − 𝑏 ∈ 𝑃 dan 𝑐 < 0 berarti −𝑐 ∈ ℙ.
Kita akan membuktikan bahwa 𝑐𝑎 < 𝑐𝑏. Untuk itu, kita perlu menunjukkan bahwa
𝑐𝑏 − 𝑐𝑎 ∈ ℙ

Kita mempunyai 𝑎 − 𝑏 ∈ ℙ dan −𝑐 ∈ ℙ. Berdasarkan Sifat Urutan b, hasil kalinya,


yaitu
(−𝑐)(𝑎 − 𝑏) = (−𝑐)𝑎 − (−𝑐)𝑏
= −𝑐𝑎 + 𝑐𝑏
= 𝑐𝑏 − 𝑐𝑎
merupakan anggota ℙ. Diperoleh 𝑐𝑏 − 𝑐𝑎 ∈ ℙ, yang berarti 𝑐𝑎 < 𝑐𝑏. Terbukti.
2.1.8 Teorema
(a) Jika 𝑎 ∈ ℝ dan 𝑎 ≠ 0, maka 𝑎2 > 0.
(b) 1 > 0.
(c) Jika 𝑛 ∈ ℕ, maka 𝑛 > 0.
Bukti.
(a) Berdasarkan Sifat Trikotomi, jika 𝑎 ≠ 0, maka 𝑎 ∈ ℙ untuk −𝑎 ∈ ℙ, jika 𝑎 ∈ ℙ, maka
menurut 2.1.5 (ii), 𝑎2 = 𝑎 ∙ 𝑎 ∈ ℙ . juga, jika −𝑎 ∈ ℙ, maka 𝑎2 = (−𝑎)(−𝑎) ∈ ℙ. Kita
simpulkan jika 𝑎 ≠ 0, maka 𝑎2 > 0.
(b) Karena 1 = 12 , maka dari (a) bahwa 1 > 0.
(c) Kami menggunakan induksi matematika. Pernyataan untuk 𝑚 − 1 benar oleh (b). jika kita
menganggap pernyataan benar untuk bilangan asli 𝑘, maka 𝑘 ∈ ℙ, dan 1 ∈ ℙ, kita mempunyai
𝑘 + 1 ∈ ℙ menurut 2.1.5 (i). Oleh karena itu, pernyataan tersebut berlaku untuk semua
bilangan asli.
Perlu dicatat bahwa tidak ada bilangan real positif terkecil yang ada. Selanjutnya kita
1
mengamati bahwa jika 𝑎 > 0, maka karena 2 > 0 (mengapa?), maka kita mempunyai
1
0 < 2 𝑎 < 𝑎.

Jadi, jika 𝑎 dinyatakan sebagai bilangan real positif terkecil, maka kita dapat
1
menunjukkan bilangan positif 2 𝑎 yang lebih kecil.

Pengamatan ini mengarah pada hasil berikutnya, yang akan sering digunakan sebagai
metode pembuktian. Misalnya, untuk membuktikan bahwa suatu bilangan 𝑎 ≥ 0 sebenarnya
sama dengan nol, kita lihat bahwa cukup dengan menunjukkan bahwa 𝑎 lebih kecil dari suatu
bilangan positif sembarang.
2.1.9 Teorema Jika 𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga 0 < 𝑎 < 𝜀 untuk setiap 𝜀 > 0, maka 𝑎 = 0.
Bukti :
𝑎 𝑎
Andaikan 𝑎 > 0. Maka 𝑎 > > 0 . Diambil 𝜀0 = 2 (𝜀0 bilangan real positif tegas), maka
2
maka 𝑎 > 𝜀0 > 0 . Kontradiksi dengan pernyataan 0 ≤ 𝑎 < 𝜀 untuk setiap 𝜀 > 0 .
Jadi, pengandaian salah, yang benar adalah 𝑎 = 0 .
Catatan: Merupakan latihan untuk menunjukkan bahwa jika 𝑎 ∈ ℝ sedemikian sehingga 0 ≤
𝑎 ≤ 𝜀 untuk setiap 𝜀 > 0, maka 𝑎 = 0.
Perkalian antara dua bilangan positif hasilnya adalah positif. Akan tetapi, hasil perkalian yang
positif belum tentu setiap faktornya positif.
2.1.10 Teorema
Jika 𝑎𝑏 > 0, maka salah satu
(i) 𝑎 > 0 𝑑𝑎𝑛 𝑏 > 0, atau
(ii) 𝑎 < 0 𝑑𝑎𝑛 𝑏 < 0.
Bukti:
Pertama kita perhatikan bahwa 𝑎𝑏 > 0, menyiratkan bahwa 𝑎 ≠ 0 𝑑𝑎𝑛 𝑏 ≠ 0. Dari sifat
1 1
trikotomi, 𝑎 > 0 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑎 < 0. Jika 𝑎 > 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑎 > 0, maka 𝑏 = (𝑎) (𝑎𝑏) > 0. Begitupula,
1 1
jika 𝑎 < 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑎 < 0, 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 𝑏 = (𝑎) (𝑎𝑏) < 0

2.1.11 Corollary
Jika 𝑎𝑏 < 0, maka berlaku salah satu
(i) 𝑎 < 0 dan 𝑏 > 0, atau
(ii) 𝑎 > 0 dan 𝑏 < 0

BAGIAN 2.2 NILAI MUTLAK DAN GARIS BILANGAN

NILAI MUTLAK
Dari sifat trikotomi 2.1.5 (iii), kita yakini bahwa jika 𝑎 ∈ ℝ dan 𝑎 ≠ 0, maka tepat salah satu
bilangan a dan -a positif. Nilai mutlak dari 𝑎 ≠ 0 didefinisikan sebagai salah satu positif dari
kedua bilangan tersebut. Nilai mutlak dari 0 didefinisikan sebagai 0.
2.2.1 Definisi
Nilai mutlak dari bilangan real 𝑎 yang dinotasikan dengan |𝑎|, didefinisikan jika

Contoh;
1. |5| = 5
2. |−8| = 8
3. |0| = 0
Kita melihat dari definisi |𝑎| ≥ 0 untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ dan |𝑎| = 0 jika dan hanya jika 𝑎 = 0.
Juga |−𝑎| = |𝑎| untuk setiap 𝑎 ∈ ℝ.
2.2.2 Teorema
(a) |𝑎𝑏| = |𝑎||𝑏| 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ
(b) |𝑎|2 = 𝑎2 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎 ∈ ℝ
(c) Jika 𝑐 ≥ 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 |𝑎| ≤ 𝑐 𝑗𝑖𝑘𝑎 𝑑𝑎𝑛 ℎ𝑎𝑛𝑦𝑎 𝑗𝑖𝑘𝑎 − 𝑐 ≤ 𝑎 ≤ 𝑐
(d) −|𝑎| ≤ 𝑎 ≤ |𝑎| 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑠𝑒𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑎 ∈ ℝ
Bukti
a. Jika 𝑎 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏 adalah 0, maka kedua ruasnya sama dengan 0. Ada empat kasus lainnya
mempertimbangkan, jika 𝑎 > 0, 𝑏 > 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑎𝑏 > 0, 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 |𝑎𝑏| = 𝑎𝑏 = |𝑎||𝑏|.
Jika 𝑎 > 0, 𝑏 < 0, 𝑚𝑎𝑘𝑎 𝑎𝑏 < 0, 𝑠𝑒ℎ𝑖𝑛𝑔𝑔𝑎 |𝑎𝑏| = −𝑎𝑏 = 𝑎(−𝑏) = |𝑎||𝑏|. Kasus
lainnya diperlakukan serupa.
b. Karena 𝑎2 ≥ 0, 𝑘𝑖𝑡𝑎 𝑚𝑒𝑚𝑝𝑢𝑛𝑦𝑎𝑖 𝑎2 = |𝑎2 | = |𝑎𝑎| = |𝑎||𝑎| = |𝑎|2
c. Jika |𝑎| ≤ 𝑐, maka kita mempunyai 𝑎 ≤ 𝑐 𝑑𝑎𝑛 − 𝑎 ≤ 𝑐, yang ekuivalen dengan −𝑐 ≤
𝑎 ≤ 𝑐. Sebaliknya, jika −𝑐 ≤ 𝑎 ≤ 𝑐, maka kita mempunyai 𝑎 ≤ 𝑐 dan −𝑎 ≤ 𝑐,
sehingga |𝑎| ≤ 𝑐
d. Ambil 𝑐 = |𝑎| pada bagian c
2.2.3 Pertidaksamaan segitiga
Jika 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ 𝑚𝑎𝑘𝑎 |𝑎 + 𝑏| ≤ |𝑎| + |𝑏|
Bukti
Dari 2.2.2 (d), kita memiliki −|𝑎| ≤ 𝑎 ≤ |𝑎| 𝑑𝑎𝑛 − |𝑏| ≤ 𝑏 ≤ |𝑏|. Dengan
menjumlahkan pertidaksamaan ini, kita peroleh −(|𝑎| + |𝑏|) ≤ 𝑎 + 𝑏 ≤ |𝑎| + |𝑏|.
Oleh karena itu, pada 2.2.2 (c) diperoleh |𝑎 + 𝑏| ≤ |𝑎| + |𝑏|.
2.2.4 Corollary
Jika 𝑎, 𝑏 ∈ ℝ, maka
a. ||𝑎| − |𝑏|| ≤ |𝑎 − 𝑏|
b. |𝑎 − 𝑏| ≤ |𝑎| + |𝑏|
Bukti:
a. Kita tuliskan 𝑎 = 𝑎 − 𝑏 + 𝑏 dan kemudian terapkan pertidaksamaan segitiga untuk
mendapatkan |𝑎| = |(𝑎 − 𝑏) + 𝑏| ≤ |𝑎 − 𝑏| + |𝑏|. Sekarang kurangi |𝑏| untuk
mendaptkan |𝑎| − |𝑏| ≤ |𝑎 − 𝑏|. Begitu juga dari |𝑏| = |𝑏 − 𝑎 + 𝑎| ≤ |𝑏 − 𝑎| + |𝑎|,
kita mendapatkan −|𝑎 − 𝑏| = −|𝑏 − 𝑎| ≤ |𝑎| − |𝑏|. Jika kita gabungkan kedua
pertidaksamaan tersebut, dengan menggunakan 2.2.2(c) kita daptkan pertidaksamaan
(a)
b. Gantikan 𝑏 pada pertidak samaan segitiga dengan −𝑏, untuk mendapatkan |𝑎 − 𝑏| ≤
|𝑎| + |−𝑏|. Karena |−𝑏| = |𝑏| kita mendpatkan pertidaksamaan di (b)
2.2.5 Corollary
Jika 𝑎1 , 𝑎2 , … , 𝑎𝑛 adalah semua bilangan asli, maka
|𝑎1 + 𝑎2 + ⋯ + 𝑎𝑛 | ≤ |𝑎1 | + |𝑎2 | + ⋯ + |𝑎𝑛 |
2.2.6 Contoh:
2𝑥 2 +3𝑥+1
Misalkan fungsi 𝑓 didefinisikan dengan 𝑓(𝑥) ≔ untuk 2 ≤ 𝑥 ≤ 3. Temukan
2𝑥−1
kontanta 𝑀 sehinga |𝑓(𝑥)| ≤ 𝑀 untuk semua 𝑥 di 2 ≤ 𝑥 ≤ 3.
Jawab:
|2𝑥 2 + 3𝑥 + 1|
|𝑓(𝑥)| =
|2𝑥 − 1|
• Karena|𝑥| ≥ 3 |2𝑥 2 + 3𝑥 + 1| ≤ 2|𝑥|2 + 3|𝑥| + 1 ≤ 2(32 ) + 3(3) + 1 = 28
• |2𝑥 − 1| ≥ 2|𝑥| − 1 ≥ 2(2) − 1 = 3
Maka,
|2𝑥 2 + 3𝑥 + 1| 28

|2𝑥 − 1| 3
28
Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa 𝑀 = 3

2.2.7 Definisi Garis Bilangan


Misalkan 𝑎 ∈ ℝ dan ℇ > 0. Maka ℇ-neigborhood dari 𝑎 adalah himpunan
𝑉ℇ (𝑎) ≔ {𝑥 ∈ ℝ: |𝑥 − 𝑎| < ℇ}
Untuk 𝑎 ∈ ℝ, pernyataan bahwa 𝑥 termasuk dalam 𝑉ℇ (𝑎) ekuivalen dengan salah satu
pernyataan berikut

2.2.8 Teorema
Misalkan 𝑎 ∈ ℝ. Jika 𝑥 termasik dalam neigborhood 𝑉ℇ (𝑎) untuk setiap ℇ > 0, maka 𝑥 = 𝑎
Bukti: jika 𝑥 tertentu memenuhi |𝑥 − 𝑎| < ℇ untuk setiap ℇ > 0, maka mengikuti dari 2.1.9
bahwa |𝑥 − 𝑎| = 0, dan oleh karena itu 𝑥 = 𝑎
DAFTAR PUSTAKA
Bartle, R. G. & Sherbet, D. R., 2000. Introduction to Real Analysis. Ketiga penyunt. New York:
John Wiley & Sons, Inc..
Riyanto, M, and S Si. n.d. “ANALISIS REAL I (Introduction to Real Analysis I).” Accessed
February 18, 2024. https://dosen.ikipsiliwangi.ac.id/wp-
content/uploads/sites/6/2018/03/Pengantar_Analisis_Real_I.pdf.
Arum Ayu Ramadhani. 2019. “Kelompok 8_Sifat Urutan.” Scribd. 2019.
https://id.scribd.com/document/500049937/Kelompok-8-Sifat-Urutan.
“Sifat Urutan Pada Himpunan Bilangan Real.” 2019. Kimiamath.com. 2019.
https://www.kimiamath.com/post/sifat-urutan-himpunan-bilangan-real.

Anda mungkin juga menyukai