Nama Jurnal J. Il. Tan. Lingk., 19 (1) judul Analisis Respon Hidrologi Dan Simulasi Teknik Konservasi Tanah Dan Air Sub Das Cimanuk Hulu Tahun 2017 Penulis Gilang Munggaran, Yayat Hidayat, Surya Darma Tarigan dan Dwi Putro Tejo Baskoro Tujuan Bertujuan untuk menganalisis model SWAT dalam memprediksi debit aliran sungai dan teknik KTA pengelolaan lahan yang baik untuk menurunkan aliran permukaan di Sub DAS Cimanuk Hulu Temuan Subbasin yang memiliki nilai hasil sedimen (SYLD) > 15 ton ha-1 dan nilai aliran permukaan (runoff) > 1000 mm. Hal ini diindikasikan bahwa subbasin yang memiliki hasil sedimen dan koefisien runoff tinggi berpotensi terjadinya erosi permukaan (sheet erosion). Adapun teknik KTA yang diterapkan pada subbasin tersebut yaitu teknik KTA secara metode vegetative seperti penerapan agroforestry pada areal pertanian lahan kering dengan kemiringan 0-25%, pertanian lahan kering campur kemiringan 0-25%, semak dengan kemiringan 0- 25%. Penerapan teknik KTA secara mekanik yaitu countouring pada kemiringan 25-40% pertanian lahan kering dan stripcroping pada pertanian lahan kering campuran, sedangkan pada hutan lahan sekunder dan hutan tanaman pada kemiringan >40% diterapkan reboisasi. Simulasi parameter SWAT yang diterapkan diantaranya adalah CN2 (nilai kurva aliran permukaan), STRIP_CN (bilangan kurva aliran permukaan), STRIP_P (faktor P USLE), dan STRIP_C (faktor C USLE). Hasil output model SWAT pada penelitian mengambarkan bahwa penerapan semua skenario dapat menurunkan aliran permukaan (SURQ) dan hasil air (WYLD), serta mampu meningkatkan aliran lateral (LATQ) dan aliran dasar (GWQ). Hasil simulasi model SWAT tahun 2014-2015 pada kondisi eksisting menghasilkan aliran permukaan 1,027.47 mm atau 33.86% dari curah hujan, sedangkan aliran lateral (392.54 mm), aliran dasar (702.59 mm), dan water yield (2,167.14 mm). Kesimpulan Penggunaan model hidrologi SWAT di Sub DAS Cimanuk Hulu dapat memprediksi dan mensimulasikan debit aliran dengan baik (NSE 0.56 dan R 2 0.70). Berdasarkan hasil analisis respon hidrologi dapat disimpulkan bahwa skenario pertama mampu menurunkan limpasan permukaan (direct runoff) sebesar 40.76% dan menambah aliran lateral sebesar 536.95 mm, sehingga dapat menurunkan respon hidrologi Sub DAS Cimanuk Hulu. Skenario satu direkomendasikan untuk perencanaan pengelolaan Sub DAS Cimanuk Hulu. Abstrak DAS Cimanuk hulu merupakan salah satu DAS yang prioritas di Jawa Barat. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis berbagai skenario penggunaan lahan untuk memperbaiki aliran dasar dan aliran lateral. Analisis menggunakan Model Hidrologi SWAT. Hasil penelitian menunjukan bahwa kinerja model mampu memprediksi debit aliran dengan nilai NSE 0.56 (memuaskan) dan R2 0.70. Ada empat skenario yang akan dianalisis. Aliran dasar dan aliran lateral terbaik berasal dari scenario pertama dengan penerapan teknik Konservasi Tanah dan Air. Skenario tersebut menghasilkan koefisien rezim sungai sebesar 78 (sedang), mengurangi aliran permukaan (direct runoff) sebesar 40.76% dan meningkat lateral sebesar 536.95 mm. JURNAL 2 Nama Jurnal Jurnal Pengabdian Masyarakat judul Konservasi Vegetatif Kendalikan Aliran Permukaan Daerah Resapan Mata Air Tahun 2022 Penulis Restu Wigati, Enden Mina, Woelandari Fathonah, Rama Indera Kusuma, Rifky Ujianto, Soelarso, Bambang Adhi Priyambodho, Soedarsono, Heri Mulyono Tujuan untuk memulihkan keadaan siklus air dengan memanfaatkan fungsi hutan sebagai upaya mitigasi banjir, erosi dengan penanaman bibit pohon. Aktivitas yang dilakukan bekerjasama dengan pemerintah desa setempat, komunitas rafting dilaksanakan dengan pendampingan masyarakat. Temuan Dengan menanam pohon dapat mempengaruhi proses infiltrasi air hujan ke dalam tanah dimana hal ini merupakan indikator konservasi air. Pada kondisi dan situasi tertentu di musim kemarau pohon mahoni menggugurkan daun, hal tersebut mempengaruhi transpirasi guna melindungi keseimbangan air. Manfaat lain yang bisa diperoleh dengan adanya tanaman konservasi salah satu diantaranya dapat menambah penghasilan dengan memanfaatkan kulit, daun, buah serta biji sebagai bahan obat-obatan serta pakan ternak Kesimpulan Konservasi vegetatif dengan penanaman pohon pada zona mata air Cinyusu Desa Tamansari Kabupaten Serang, melibatkan peran aktif masyarakat terutama dalam penentuan prioritas lokasi berdasarkan kesepakatan antar masyarakat dengan tujuan kepentingan keberlanjutan pemeliharaan pohon yang sudah ditanam. Kegiatan KKM dan pengabdian dosen dilaksanakan untuk menyelamatkan zona mata air Cinyusu akibat adanya aktivitas manusia, hewan maupun zat berbahaya yang dapat mencemari mata air tersebut. Dalam waktu yang panjang air hujan dapat meresap ke dalam tanah dengan adanya pohon di zona mata air sehingga limpasan permukaan menjadi berkurang dan cadangan air tanah meningkat berdampak terhadap kelestarian mata air Cinyusu senantiasa terpelihara kualitas, kuantitas dan kontinuitas nya Abstrak Idealnya suatu daerah yang memiliki aset serta potensi sumber air bersih berasal dari mata air perlu adanya upaya perlindungan fungsi mata air untuk tetap berkelanjutan, salah satunya dengan melakukan kegiatan konservasi vegetatif. Kegiatan konservasi vegetatif dilakukan di sekitar mata air Cinyusu di Desa Tamansari Kabupaten Serang dengan menanam 120 bibit pohon. Bibit pohon yang ditanam adalah pohon jati bongsor (Anthocephalus cadamba); pohon mahoni (Swietenia mahagoni); pohon kayumanis (Cinnamomum verum); pohon kayu ulin (Eusideroxylon zwageri); dan pohon sengon (Albizia chinensis) yang diperoleh dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Banten. Metode pendekatan Asset-Based Community Development (ABCD) diterapkan dengan mengikutsertakan masyarakat untuk peduli terhadap lingkungan serta memotivasi masyarakat luas untuk sama-sama bergerak mensosialisasikan manfaat penanaman pohon. Kegiatan konservasi vegetatif mampu menyelamatkan mata air Cinyusu dari zat berbahaya serta bakteri sehingga terpelihara kualitasnya. Memberikan dampak terhadap proses resapan air ke dalam tanah agar dapat memicu munculnya mata air baru sehingga keberadaannya selalu tersedia sepanjang waktu. JURNAL 3 OKY JULIANSYAH (2106112881) Nama Jurnal Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan judul Identifikasi Teknik Konservasi Tanah Dan Air Di Kawasan Persawahan Untuk Menunjang Pengembangan Agrowisata Kabupaten Minahasa Tenggara. Tahun 2020 Penulis Jubert Prima, Ir. David P. Rumambi, MS, Ir. Yani E. B. Kamagi Tujuan (1) untuk mengidentifikasi teknik konservasi tanah dan air yang telah diterapkan oleh petani/kelompok tani di kawasan persawahan Mbhuk, Wowol dan Kinawakan; (2) untuk mengidentifikasi kendala yang dihadapi oleh petani/kelompok tani dalam mengadopsi teknik konservasi tanah dan air dan menerapkan di kawasan persawahan Mbhuk, Wowol dan Kinawakan; dan (3) untuk melakukan penilaian potensi objek dan daya tarik kawasan persawahan Mbhuk, Wowol, Kinawakan untuk dikembangkan sebagai suatu kawasan agrowisata di Kabupaten Minahasa Tenggara. Kesimpulan Penggunaan tanah di kawasan persawahan Mbhuk, Wowol dan Kinawakanterdiri dari lahan padi sawah,lahan kering, dan lahan kering bekas padi sawah Teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif yang teridentifikasi di lokasi studi terdiri dari tumpang gilir, tumpang sari, tanaman penutup tanah, dan mulsa bahan hijauan. Sedangkan secara mekanik yang teridentifikasi berupa teras bangku dan guludan Kendala petani dalam mengadopsi teknik konservasi tanah dan air dipengaruhi oleh pendidikan petani, luas garapan dan kepemilikan lahan, serta akses informasi dan keteramatan. Nilai potensi objek dan daya tarik wisata sebesar 2.010 dengan nilai rata rata 502,5. Nilai tersebut menunjukkan bahwa kawasan persawahan Mbhuk, Wowol dan Kinawakan termasuk pada kriteria cukup berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan agrowisata. Abstak Teknik konservasi tanah dan air secara vegetatif yang teridentifikasi di lokasi studi terdiri dari tumpang gilir, tumpang sari, tanaman penutup tanah, dan mulsa bahan hijauan. Sedangkan secara mekanik yang teridentifikasi berupa teras bangku dan guludan JURNAL 4 Nama Jurnal judul Upaya Konservasi Tanah dan Air pada Daerah Pertanian Dataran Tinggi di Sub-Daerah Aliran Sungai Gandul Tahun 2020 Penulis Diah Auliyani Tujuan untuk menganalisis tingkat sensitivitas lahan terhadap erosi di daerah pertanian dataran tinggi. Analisis data dilakukan secara spasial menggunakan peta sistem lahan dan penutupan lahan. Temuan Sensitivitas lahan Terhadap erosi di Sub- DAS Gandul terbagi menjadi 3 kategori. Kesimpulan Sensitivitas lahan terhadap erosi di Sub-DAS Gandul terbagi menjadi 3 kategori, yaitu sedang (3,9%), tinggi (95%), dan sangat tinggi (0,8%).Terdapat berbagai arahan pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas lahan dan fungsi kawasannya. Pembuatan teras gulud maupun dam penampung hujan merupakan sebagian bentuk konservasi tanah dan air yang telah dilakukan sejak lamaoleh masyarakat setempat. Abstrak Lahan terdegradasi dicirikan oleh hilangnya top soil atau lapisan atas tanah karena erosi yang menjadi ancaman bagi produktivitas lahan pertanian. Informasi mengenai sensitivitas lahan terhadap erosi sangat penting dalam penentuan teknik konservasi tanah dan air yang tepat untuk menghindari degradasi atau kerusakan lahan. Penelitian yang berlokasi di Sub-DAS Gandul ini bertujuan untuk menganalisis tingkat sensitivitas lahan terhadap erosi di daerah pertanian dataran tinggi. Analisis data dilakukan secara spasial menggunakan peta sistem lahan dan penutupan lahan. Upaya konservasi tanah dan air ditentukan berdasarkan tingkat sensitivitas lahan dan fungsi kawasan. Sensitivitas lahan terhadap erosi di Sub-DAS Gandul terbagi menjadi 3 kategori, yaitu sedang (3,9%), tinggi (95%), dan sangat tinggi (0,8%). Terdapat berbagai arahan pengelolaan DAS dengan mempertimbangkan tingkat sensitivitas lahan dan fungsi kawasannya. Pembuatan teras gulud merupakan praktik konservasi tanah dan air yang telah dilakukan sejak lama oleh masyarakat setempat sebagai upaya pengendalian erosi. JURNAL 5 SERLIA REGINA AMUSELEN (2106125987) Nama Jurnal Jurnal Penelitian Hutan dan Konservasi Alam Judul Karakter Fisik Dan Fisiologi Serta Metode Konservasi Benih Vatica Venulosa Blume (Dipterocarpaceae) (Physical And Physiological Characteristics Of Vatica Venulosa Blume (Dipterocarpaceae) Seed And Its Conservation Methods) Tahun 2021 Penulis Aulia H. Widjaya, M. Rahmad Suhartanto, Endah R. Palupi, Dian Latifah Tujuan mempelajari periode perkecambahan, waktu masak fisiologi buah, kadar air kritis dan metode konservasi embrio v. venulosa. Temuan penentuan hitungan awal benih v. venulosa didapatkan pada 23 hari setelah semai (hss) dan penghitungan akhir pada 33 hss. untuk menentukan benih berkecambah apabila radikula minimal sepanjang 3 mm dan untuk menghitung daya berkecambah didasarkan pada kecambah normal yaitu keluarnya sepasang daun dan kecambah tumbuh normal. Kesimpulan hitungan pertama perkecambahan (first count) benih vatica venulosa diperoleh pada 23 hari setelah semai (hss) dan hitungan akhir (final count) pada 33 hss. masak fisiologi benih v. venulosa tercapai pada umur 101±3–106±3 hari setelah antesis (hsa) dengan ciri benih berwarna cokelat-hijau sampai cokelat-cokelat, kadar air benih 41,42- 47,94%, pada saat ini daya berkecambah 78,75-81,25%, potensi tumbuh maksimum 87,5-93,75%, berat kering kecambah normal 2,48- 3,46g, dan daya hantar listrik 7,70-8,17 µs/cm.g. kadar air kritis benih v. venulosa terjadi pada saat kadar air benih 38,63%-39,59% saat daya berkecambah 42,5–47,5%, potensi tumbuh maksimum 57,5-72,5%, daya hantar listrik 5,67-5,81 µs/cm.g, dan berat kering kecambah normal 0,63-0,73 g. benih v. venulosa tidak mampu berkecambah saat kadar air benih menurun drastis menjadi 21,57%. keberhasilan tumbuh embrio setelah desikasi 5-10 jam mencapai 63-70% dengan kadar air embrio 34-38%. konservasi embrio menggunakan wpm berhasil sampai umur 15 hst. implikasi dari hasil penelitian ini adalah status konservasi v. venulosa berpotensi diturunkan mengingat daya berkecambah benih 78,75%-81,25% dan periode perkecambahan dari benih sampai bibit (2 daun pertama) selama 45 hss; namun perlu didukung penelitian lebih lanjut mengenai periode simpan secara invitro serta alternatif metode konservasi benih yang memiliki tingkat rekalsitransi yang tinggi serta daya sintas bibit di alam. Abstrak vatica venulosa blume merupakan jenis tumbuhan langka dengan kategori critically endangered a1c ver 2.3. benih v. venulosa bersifat rekalsitran dan studi mengenai penentuan waktu panen, standar pengujian viabilitas, kadar air kritis benih untuk mendukung konservasi v. venulosa belum banyak dilakukan. penelitian ini dilakukan dengan tujuan mempelajari periode perkecambahan, waktu masak fisiologi buah, kadar air kritis dan metode konservasi embrio v. venulosa. periode perkecambahan v. venulosa memiliki hitungan awal dan akhir pada 23 hari setelah semai (hss) dan 33 hss. benih v. venulosa mencapai masak fisiologi pada 101±3 hari setelah antesis (hsa) sampai 106±3 hsa. kadar air kritis benih v. venulosa sebesar 38,63%-39,59%. pertumbuhan embrio v. venulosa menggunakan woody plant medium (wpm) memiliki tingkat keberhasilan sebesar 70% pada kadar air 34,1%. woody plant medium hanya bisa digunakan hingga 15 hari setelah tanam (hst) untuk eksplan embrio tumbuhan berkayu yang memiliki kandungan fenolik tinggi. benih v. venulosa memiliki daya berkecambah sebesar 78,75%- 81,25% dan akan menjadi bibit dengan 2 helai daun pada 45 hss. hasil penelitian ini memberikan informasi bahwa benih v. venulosa dapat dipertahankan melalui metode konservasi secara invitro untuk mendukung program konservasi benih tanaman langka. JURNAL 6 Nama Jurnal SYLVA judul Peningkatan Kesuburan Tanah Melalui Teknik Konservasi Vegetatif Dengan Penambahan Pupuk Kandang Tahun 2018 Penulis Lulu Yuningsih, Khusnul Khotimah Tujuan Untuk mengetahui peranan pupuk kandang dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan yang sudah diberi perlakukan teknik konservasi vegetatif temuan Nilai persentasi penambahan sipat kimia tanah dari lahan yang baru diberi perlakukan dengan teknik konservasi vegetatif dan lahan yang dilanjutkan dengan penambahan pupuk kandang adalah tidak ada penambahan nilai untuk ph; 108,72% c-organik; 96,03% unsur n; 422,98% p-bray; 869,23% k-dd dan 143,40% ktk. menurut alam (2013) peningkatan ph tanah setelah pemberian kotoran ayam disebabkan oleh bahan organik yang terkandung dalam kompos kotoran ayam yang memiliki gugus fungsional yang dapat mengadsorpsi kation lebih besar dari pada mineral silikat, dari hasil penelitian, terlihat tidak terdapat perubahan pada nilai ph, hal ini sejalan dengan hasil penelitian (trisnady et al., 2017) bahwa pada perlakukan pemberian antara tanah tekstur liat dan pupuk kandang tidak memberikan pengaruh yang nyata pada nilai ph. Kesimpulan Nilai kimia tanah pada lahan yang telah dilakukan teknik konservasi vegetatif dan dilakukan penambahan pupuk kandang memberikan nilai ph 5; c-organik 43,87; unsur n 4,13; p-bray 225,68; k-dd 3,48 dan ktk 37,40. persentasi penambahan nilai adalah 17,10% untuk ph; 123,83% c-organik; 173,51% unsur n; 434,15% p-bray; 1.238,46% k-dd dan 145,57% ktk. nilai persentasi penambahan sipat kimia tanah dari lahan yang baru diberi perlakukan dengan teknik konservasi vegetatif dan lahan yang dilanjutkan dengan penambahan pupuk kandang adalah tidak ada penambahan nilai untuk ph; 108,72% c- organik; 96,03% unsur n; 422,98% p-bray; 869,23% k-dd dan 143,40% ktk. nilai pertumbuhan tanaman indikator untuk tanaman kopi (coffea robusta) adalah persen hidup 84%; diameter 0,2 cm; tinggi 8,7 cm dan untuk nilai pertumbuhan kayu afrika (maesopsis eminii engl.) perse hidup 76%; diameter 0,2 cm; tinggi 7,7 cm. Abstrak Penggunaan agrokimia dan pestisida pada lahan dalam kurun waktu yang panjang akan berdampak pada kehidupan biota tanah dan menurunnya kandungan bahan organic. salah satu metode untuk meningkatkan kesuburan tanah yaitu konservasi vegetatif dan penggunaan bahan organik. penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan pupuk kandang dalam meningkatkan kesuburan tanah pada lahan yang sudah diberi perlakukan teknik konservasi vegetatif. bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk kandang sebagai perlakukan serta bibit kopi (coffea robusta) dan kayu afrika (maesopsis eminii engl.) sebagai indikator. nilai kimia tanah pada lahan yang telah dilakukan teknik konservasi vegetatif dan dilakukan penambahan pupuk kandang memberikan nilai ph 5; c-organik 43,87; unsur n 4,13; p-bray 225,68; k-dd 3,48 dan ktk 37,40. persentasi penambahan nilai adalah 17,10% untuk ph; 123,83% corganik; 173,51% unsur n; 434,15% p-bray; 1.238,46% k-dd dan 145,57% ktk. nilai persentasi penambahan sipat kimia tanah dari lahan yang baru diberi perlakukan dengan teknik konservasi vegetatif dan lahan yang dilanjutkan dengan penambahan pupuk kandang adalah tidak ada penambahan nilai untuk ph; 108,72% c-organik; 96,03% unsur n; 422,98% p-bray; 869,23% k-dd dan 143,40% ktk. nilai pertumbuhan tanaman indikator untuk tanaman kopi (coffea robusta) adalah persen hidup 84%; diameter 0,2 cm; tinggi 8,7 cm dan untuk nilai pertumbuhan kayu afrika (maesopsis eminii engl.) perse hidup 76%; diameter 0,2 cm; tinggi 7,7 cm. kata kunci: konservasi vegetatif, kesuburan tanah, pupuk kandang JURNAL 7 GIFLI OKTORI ( 2106126425 ) Nama jurnal Penyuluh Kehutanan pada KPH Cenrana/Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Selatan Judul METODE KONSERVASI TANAH DENGAN CARA STRIP RUMPUT (GRASS STRIP) Tahun 2014 Penulis M. Yusuf Tujuan Mengetahui metode konservasi tanah dengan cara strip rumput ( Grass Strip ) Temuan a. Metode koservasi secara vegetatif Konservasi tanah secara vegetatif merupakan salah satu cara konservasi tanah dengan memanfaatkan tanaman ataupun sisa-sisa tanaman untuk mengurangi erosi. Teknik konservasi tanah secara vegetatif yang akan diuraikan dalam monograf ini adalah: penghutanan kembali ( reforestation ), wanatani ( agroforestry ) termasuk di dalamnya adalah pertanaman lorong ( alley cropping ),pertanaman menurut strip ( strip cropping ), strip rumput ( grass strip ) barisan sisa tanaman, tanaman penutup tanah ( cover crop ), penerapan pola tanam termasuk di dalamnya adalah pergiliran tanaman (crop rotation ), tumpang sari ( intercropping ), dan tumpang gilir (relay cropping) (Subagyono dkk., 2003) b. Strip Rumput ( grass strip ) Penanaman dalam strip didefinisikan sebagai produksi dua atau lebih tanaman dalam bidang yang sama dalam jalur yang cukup luas sehingga masing- masing dapat dikelola secara mandiri oleh mesin yang ada; namun cukup sempit sehingga komponen strip dapat berinteraksi (Hauggaard-Nielsen, 2010). Syarat utam penanaman strip rumput menurut Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2007) adalah sebagai berikut : a. Terutama bagi rumah tangga yang memiliki ternak ruminansia. b. Cocok untuk daerah beriklim kering maupun daerah beriklim basah. c. Jenis rumput yang digunakan mempunyai penyebaran perakaran vertikal yang dalam sehingga daya saingnya terhadap tanaman utama menjadi rendah. d. Jenis rumput yang tahan naungan dan kekeringan. e. Mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada tanah yang tidak subur. f. Sangat baik jika memberikan efek alelopati terhadap hama. Menurut Seta (1991) bahwa sistem penanaman dalam strip semua pengolahan tanah harus dilakukan memotong arah lereng. Disamping itu, dalam strip cropping ini juga dianjurkan adanya pergiliran tanaman, bahkan pada tanah-tanah yang mudah tererosi (erodibilitasnya tinggi) disarankan agar salah satu tanaman dalam strip merupakan tanaman permanen dalam menutup tanah.Ada tiga macam metode penanaman dalam strip (Troeh et al.,1980), yakni: a. penanaman dalam strip menurut garis contur (contour strip croping) b. penanaman dalam strip lapangan (field strip cropping) dan c. penanaman dalam strip penyanggah ( buffer Strip croping). Menurut Seta (1991) bahwa pada contour strip cropping, penanaman tanaman dilakukan sejajar dengan garis kontur. Karena itu sistem ini hanyadapat diterapkan pada lahan-lahan yang lerengnya panjang dan rata atau seragam
Kesimpulan Berdasarkan pembahasan, maka dapat disimulkan bahwa :
1. Metode koservasi tanah secara vegetatif dapat mengurangi kehilangan unsur hara tanah melalui erosi 2. Metode konservasi dengn strip rumput selain menahan aliran permukaan, juga menghasilkan hijauan untuk ternak Abstrak Konservasi tanah pada lahan kering merupakan upaya meningkatkan fungsi lahan untuk berproduksi, sehingga potensinya dapat dioptimalkan sebagai sumber pendapatan. Lahan kering marginal yang berstatus kritis dicirikan oleh solum tanah yang dangkal, kemiringan lereng, tingkat erosi, kandungan bahan organik sangat rendah. Menurunnya kualitas tanah disebabkan dua faktor utama yakni faktor faktor pertama adalah faktor alamiah yang terdiri dari iklim, topografi, kemiringan lereng, vegetasi dan tanah. Faktor ke dua adalah ulah manusia seperti kesalahan dalam pengelolaan lahan. Dalam upaya mengatasi degradasi tanah untuk memperoleh lahan yang ideal dalam usaha pertanian, maka tindakan yang harus ditempuh dengan cara vegetatif. Cara vegetatif antara lain penanaman menurut kontur seperti strip rumput. Metode koservasi tanah secara vegetatif dengn strip rumput dapat mengurangi kehilangan unsur hara tanah melalui erosi, menahan aliran permukaan dan juga menghasilkan hijauan untuk ternak JURNAL 8 Nama Jurnal Jurnal AGROTEK Vol 4, No 7 Judul PREDIKSI EROSI GUNA PENERAPAN METODE KONSERVASI TANAH DAN AIR PADA AKTIVITAS PERTANIAN DAERAH LERENG WARMARE Tahun 2015 Penulis Isak Febian Rumpaidus. Yohanes Sriyadi Budiyanto, Rudolf Kristian Tukayo Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju erosi tanah yang terjadi pada daerah lereng Warmare dan upaya perbaikan yang dapat dilakukan agar aktivitas usahatani dapat berlanjut tanpa menimbulkan resiko yang besar dalam kerusakan lingkungan dan keselamatan manusia. Temuan Penelitian laju erosi tanah pada daerah lereng Warmare dipusatkan pada Kampung Tanah Merah dan Kampung Urwong Distrik Warmare Kabupaten Manokwari. Penelitian ini dilakukan dengan teknik survei tanah dan evaluasi lahan untuk menilai parameter yang dibutuhkan dalam prediksi erosi berdasarkan metode USLE. Pelaksanaan Penelitian Pra Survei Survei awal dilakukan untuk mendeliniasi lokasi penelitian yakni dengan GPS Tracking sekaligus penentuan titik utama tiap SPT dan pengamatan penggunaan lahan. Daerah lereng Warmare tersebar luas, namun yang menjadi fokus perhatian adalah pada areal yang dimanfaatkan untuk aktivitas perladangan di daerah lereng yakni pada Kampung Tanah Merah dan Kampung Urwong Distrik Warmare Kabupaten Manokwari. Areal penelitian memiliki satu jenis tanah yakni Alfisol, sedangkan aktivitas perladangan selalu berpindahpindah sehingga sangat sulit untuk menentukan kategori lahan berdasarkan macam penggunaannya. Penentuan Satuan Pengamatan Tanah (SPT) ditentukan berdasarkan kedudukan lokasi terhadap matahari, yang terbagi dalam 4 bagian menurut arah mata angin yakni Utara, Timur, Selatan, dan Barat. Berdasarkan pendekatan tersebut, maka diperoleh 4 SPT dalam penelitian ini. Survei Tahapan survei meliputi pengamatan kondisi lahan, pengamatan tanah di lapang, dan pengambilan sampel tanah. Pengamatan kondisi lahan meliputi penggunaan lahan, penerapan tindak konservasi tanah dan air, kemiringan lereng, panjang lereng, dan aktivitas manusia pada lokasi tersebut. Pengamatan tanah meliputi struktur tanah dan kedalaman tanah. Pengambilan sampel tanah dilakukan dengan metode pengambilan sampel tanah terusik dan tidak terusik. Pengambilan sampel tanah terusik dilakukan pada lapisan atas (kedalaman 0-20 cm) menggunakan bor tanah yang akan digunakan untuk analisis kandungan C- organik dan tekstur tanah untuk erosi. Pengambilan sampel tanah tidak terusik menggunakan ring sampel digunakan untuk perhitungan permeabilitas tanah. Analisis laboratorium untuk menentukan kelas tekstur tanah dengan metode pemipetan, kadar bahan organik dengan metode oksidasi basah Walkey dan Black, permeabilitas dengan metode permeameter. Variabel yang diamati meliputi erosivitas hujan (R), erodibilitas tanah (K), topografi, meliputi panjang (L) dan kemiringan lereng (S), penggunaan lahan (C), tindakan konservasi tanah (P), kedalaman tanah dan prediksi laju erosi (A). Analisis data dilakukan secaratabulasi. Perencanaan pertanian daerahlereng dilakukan setelah mengetahuipotensi dan kendala berdasarkan hasil yang diperoleh dari prediksi erosimenggunakan persamaan USLE. Analisis data prediksi laju erosi dan bahaya erosi akan dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Persamaan rumus USLE yang akan digunakan sebagai berikut : A = R.K.L.S.C.P Dimana : A= Banyaknya tanah tererosi dalam ton per hektar per tahun. R= Daya rusak hujan atau erosivitas hujan tahunan dapat dihitung dari data curah hujan yang didapat dari Stasiun Meteorologi Rendani dan menentukan besarnya indeks erosivitas hujan dengan menggunakan rumus yang dikemukakan oleh Lenvain (DHV, 1989) sebagai berikut : R = 2,21 P1.36 Dimana : R = indeks erosivitas P = curah hujan bulanan Erosivitas tahunan diperoleh dengan menjumlahkan nilai erosivitas bulanan. K= Besarnya nilai K ditentukan oleh tektur, struktur, permeabilitas, dan bahan organik tanah (Wischmeier dan Smith, 1978). Penentuan besarnya nilai K dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut : 100 K = 1,292{2,1M1,14(10-4 )(12-a) + 3,25 (b-2) + 2,5 (c-3)} Dimana : M= (%pasir halus + %debu) x (100 - %liat) A= kandungan bahan organic (%C x 1,724) B= kode struktur tanah C= kode kelas permeabilitas penampang tanah Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: 1. Laju erosi tanah aktual pada daerah lereng Warmare untuk masing- masing SPT: SPT 1 (56,24 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan hutan sekunder, SPT 2 (2552,63 ton/ha/tahun) ada penggunaan lahan perladangan, SPT 3 (2325,03 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan bekas areal perladangan berpindah, dan SPT 4 (9,88 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan hutan sekunder. 2. Faktor pemicu utama meningkatnya laju erosi tanah pada beberapa SPT adalah Kemiringan dan panjang lereng, serta usaha pertanian tanpa adanya tindak konservasi. 3. Upaya perbaikan yang perlu dilakukan agar aktivitas pertanian di daerah lereng dapat terus berlangsung adalah penerapan metode konservasi tanah dan air, dengan tahapan: (1) Perbaikan masalah lereng melalui modifikasi panjang dan kemiringan lereng menggunakan metode teknik sipil mekanis seperti teras gulud, pembuatan rorak, dan pemberian mulsa vertikal, (2) perlindungan permukaan tanah dari energi perusak butiran hujan dan aliran permukaan serta perbaikan sifat-sifat tanah, menggunakan metode vegetatif dan (3) kolaborasi teknik budidaya tanaman menggunakan metode agronomis. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju erosi tanah yang terjadi pada daerah lereng Warmare dan upaya perbaikan yang dapat dilakukan agar aktivitas usahatani dapat berlanjut tanpa menimbulkan resiko yang besar dalam kerusakan lingkungan dan keselamatan manusia. Penelitian ini dilakukan dengan teknik survei tanah dan deskripsi hasil survei tanah dan evaluasi lahan. Analisis data dilakukan secara tabulasi. Perencanaan pertanian daerah lereng dilakukan setelah mengetahui potensi dan kendala berdasarkan prediksi laju erosi yang dilakukan dengan menggunakan persamaan Universal Soil Loss Equation (USLE). Hasil penelitian menunjukkan bahwa laju erosi tanah aktual pada daerah lereng Warmare untuk masing-masing SPT: SPT 1 (56,24 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan hutan sekunder, SPT 2 (2552,63 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan perladangan, SPT 3 (2325,03 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan bekas areal perladangan berpindah, dan SPT 4 (9,88 ton/ha/tahun) pada penggunaan lahan hutan sekunder. Faktor pemicu utama meningkatnya laju erosi tanah pada beberapa SPT adalah kemiringan dan panjang lereng, serta usaha pertanian tanpa adanya tindak konservasi. Upaya perbaikan yang perlu dilakukan agar aktivitas pertanian di daerah lereng dapat terus berlangsung adalah penerapan metode konservasi tanah dan air, dengan tahapan: (1) Perbaikan masalah lereng melalui modifikasi panjang dan kemiringan lereng menggunakan metode teknik sipil mekanis seperti teras gulud, pembuatan rorak, dan pemberian mulsa vertikal, (2) perlindungan permukaan tanah dari energi perusak butiran hujan dan aliran permukaan serta perbaikan sifat-sifat tanah, menggunakan metode vegetatif dan (3) kolaborasi teknik budidaya tanaman menggunakan metode agronomis. JURNAL 9 BINTANG SANJAYA SIHOMBING (2106114111) Nama Jurnal Jurnal Ilmiah Mahasiswa Pertanian Unsyiah Judul PENGENDALIAN EROSI SECARA VEGETATIF MENGGUNAKAN RUMPUT PAIT (Axonopus compressus) DAN RUMPUT ALANG-ALANG (Imperata cylindrica) PADA TANAH ORDO ULTISOLS Tahun 2017 Link https://jim.usk.ac.id/JFP/article/view/3085 Penulis Safriani, Dewi Sri Jayanti, dan Syahru Tujuan Tujuan penelitian ini untuk melihat kemampuan rumput pait (Axonopus compressus) dalam mengurangi erosi tanah serta membandingkannya dengan rumput alang-alang (Imperata cylindrica) yang biasa tumbuh liar. Temuan 1. Tanah Berdasarkan analisis Laboratorium Penelitian Tanah dan Tanaman serta Laboratorium Fisika Tanah dan Lingkungan didapatkan hasil analisis seperti Tabel 1 berikut, yaitu C-organik dengan nilai 0,77% dengan kelas tekstur yaitu lempung. 2. Curah Hujan Berdasarkan data hasil pengukuran curah hujan dengan menggunakan alat penakar curah hujan manual (observatorium) yang ditempatkan didalam rainfall simulator, didapat intensitas rata-rata curah hujan sebesar 38, 76cm / jam Nilai ini didapat berdasarkan pengukuran dengan tekanan yang digunakan sebesar 15 kPa sebanyak lima kali ulangan dengan durasi 5 menit. Intensitas curah hujan yang didapat sebesar 38, 76cm / jam atau 387,6 mm / jam termasuk ke dalam kriteria sangat lebat karena mempunyai intensitas hujan lebih dari 50mm/jam. 3. Aliran Permukaan Berdasarkan tabel tentang pengaruh penggunaan jenis rumput (vegetasi) yang berbeda dengan beberapa jenis kemiringan lereng terhadap laju aliran permukaan dengan durasi hujan 5 menit dapat dilihat bahwa mengalami perbedaan yang bervariasi. Semakin tinggi kemiringannya, semakin besar aliran permukaan yang didapat. Jenis rumput atau vegetasi yang digunakan juga menentukan besarnya aliran permukaan, vegetasi tanpa menggunakan rumput menghasilkan rata-rata aliran permukaan yang lebih besar dibandingkan vegetasi yang menggunakan rumput pait dan rumput alang-alang. Selain itu kadar air tanah sebelum pengujian dilakukan juga sangat memengaruhi besarnya aliran permukaan yang didapat. 4. Erosi Berdasarkan Pengukuran Rainfall Simulator Pengukuran erosi tanah (gr) dilakukan berdasarkan berat kering tanah. Pengukuran dilakukan pada dua faktor percobaan yaitu kemiringan dan jenis vegetasi. Berdasarkan grafik pada Gambar 2. diatas dapat dilihat bahwa semakin tinggi kemiringan, erosi tanah yang terukur umumnya juga lebih besar. Erosi tertinggi terjadi pada perlakuan tanpa menggunakan rumput (R0) selanjutnya perlakuan dengan menggunakan rumput alang-alang (R2) dan kemudian perlakuan dengan menggunakan rumput pait (R1). 5. Erosi Berdasarkan Metode USLE Laju erosi dengan menggunakan metode USLE (Universal Soil Loss Equation) didapat dengan mengetahui nilai faktor-faktornya. Laju erosi atau banyaknya tanah yang tererosi (nilai A) dinyatakan dalam ton/ha/tahun. Nilai A yang didapat dari metode USLE dapat dilihat pada Tabel 4. Grafik berikut merupakan besar erosi yang terjadi dengan metode USLE. Pada gambar tersebut menunjukkan bahwa semakin besar kemiringan lereng, semakin tinggi tingkat erosi yang terjadi. Berikut merupakan grafik yang menunjukkan perbandingan nilai-nilai laju erosi (nilai A) yang didapat. 6. Perbandingan Erosi Berdasarkan Persamaan USLE dan Rainfall Simulator Perhitungan laju erosi berdasarkan persamaan USLE didapat nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan pengukuran erosi menggunakan rainfall simulator. Tingkat erosi pada tanah yang tidak bervegetasi adalah yang paling tinggi, kemudian tanah yang ditumbuhi rumput alang-alang, dan yang paling kecil yaitu tanah yang ditumbuhi oleh rumput pait. 7. Analisis Sidik Ragam (Ansira) Hasil pengujian data dengan menggunakan analisis sidik ragam (ansira) pada tingkat peluang 5% atau 0.05 dapat dilihat pada Tabel 5. Dikarenakan hasil dari pada analisis sidik ragam menunjukkan adanya perlakuan yang berpengaruh nyata, maka dari itu pengujian dilanjutkan dengan uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) atau LSD (Least Significance Different). Pengujian ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang ada atau tidak perbedaan antara perlakuan. Hasil dari uji lanjut BNT dapat dilihat pada Tabel 6. Rancangan faktorial memungkinkan peneliti untuk meneliti pengaruh utama faktor kedua maupun faktor interaksi antara keduanya. Hasil pengujian dengan analisis sidik ragam (Ansira) atau analysis of variance (Anova) dapat dilihat pada Tabel 5. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata dengan makna lain ada perlakuan yang pengaruhnya menonjol dibandingkan perlakuan lainnya. Perlakuan yang berpengaruh nyata tersebut diantaranya kemiringan, vegetasi, dan kombinasi anatara kemiringan dan vegetasi. Perlakuan dapat dikatakan berpengaruh nyata apabila nilai F hitung > (lebih besar) dari F tabel. Hal ini dapat dikatakan apabila perlakuan berpengaruh nyata maka H0 ditolak dan H1 diterima pada taraf uji 5%, H1 merupakan hipotesis penelitian. Kesimpulan 1. Kemiringan yang berbeda dapat mempengaruhi besar erosi yang terjadi dengan menggunakan rumput pait dan rumput alang-alang. Dimana erosi yang didapat pada kemiringan 5° dengan vegetasi tanah tanpa rumput (0,425 ton/ha/tahun), rumput pait (0,375 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,125 ton/ha/tahun). Pada kemiringan 10º dengan vegetasi tanah tanpa rumput (1,102 ton/ha/tahun), rumput pait (0,305 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,414 ton/ha/tahun). Sedangkan pada kemiringan 15º dengan vegetasi tanah tanpa rumput (2,217 ton/ha/tahun), rumput pait (0,451 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,858 ton/ha/tahun). 2. Rumput pait dan rumput alang-alang mampu menahan laju erosi yang terjadi pada kemiringan yang berbeda dibandingkan tanah tanpa ditanami rumput. Hal ini dapat dilihat berdasarkan nilai laju erosi yang didapat dengan menggunakan vegetasi penutup tanah lebih kecil dari pada tanpa menggunakan vegetasi. 3. Terdapat hubungan antara kemiringan yang berbeda dengan kemampuan rumput pait dan rumput alang-alang serta tanah tanpa rumput untuk menahan laju erosi. Pernyataan ini berdasarkan hasil analisis sidik ragam yang berpengaruh nyata, ini membuktikan bahwa hipotesis diterima. Abstrak Perubahan penggunaan lahan pada lahan miring menyebabkan tanah lebih mudah tererosi. Salah satu upaya penanganan erosi dapat dilakukan dengan metoda vegetatif yaitu menggunakan rumput pait (Axonopus compressus) dan rumput alang-alang (Imperata cylindrical) pada tanah ordo ultisols. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan rumput pait dan rumput alang-alang dalam mengurangi erosi tanah pada kemiringan yang berbeda. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanah dan Air Fakultas Pertanian Universitas Syiah Kuala dengan menggunakan Rainfall Simulator yang ditata dalam kotak uji. Faktor yang digunakan pada penelitian ini adalah kemiringan (main plot factor) dan jenis rumput (sub plot factor). Perlakuan dalam penelitian ini terdiri dari 3 taraf kemiringan, yaitu 5º, 10º, serta 15º dan 3 taraf vegetasi, yaitu tanpa rumput, rumput pait dan rumput alang-alang. Hasil penelitian diperoleh besar erosi yang terjadi pada kemiringan 5º dengan vegetasi tanah tanpa rumput (0,425 ton/ha/tahun), rumput pait (0,375 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,125 ton/ha/tahun). Pada kemiringan 10º dengan vegetasi tanah tanpa rumput (1,102 ton/ha/tahun), rumput pait (0,305 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,414 ton/ha/tahun). Pada kemiringan 15º dengan vegetasi tanah tanpa rumput (2,217 ton/ha/tahun), rumput pait (0,451 ton/ha/tahun), dan rumput alang-alang (0,858 ton/ha/tahun). Hasil pengujian dengan analisis sidik ragam (Ansira) bahwa terdapat perlakuan yang berpengaruh nyata. Perlakuan yang berpengaruh nyata tersebut diantaranya kemiringan, vegetasi, dan kombinasi antara kemiringan dan vegetasi. Sedangkan hasil dari uji lanjut BNT (Beda Nyata Terkecil) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada beberapa perlakuan. JURNAL 10 Nama Jurnal PROS SEM NAS MASY BIODIV INDON Judul Peran bulu (Ficus elasticus) sebagai upaya konservasi tanah dan air di Hutan Bulupitu, Kebumen, Jawa Tengah. Tahun 2021 Link http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/54535 Penulis ANIK NUR HIDAYATI , ATUS SYAHBUDIN , DWI TYANINGSIH ADRIYANTI, AULIA ALIZAR ANAM2, DINA SALIMA. Tujuan Penelitian bertujuan mengetahui urgensi penangkaran Bulu (Ficus elasticus) sebagai upaya konservasi tanah dan air di Hutan Bulupitu. Temuan Dominansi dari jenis-jenis yang ada pada tegakan dapat dilihat berdasarkan Indeks Nilai Penting (INP). Jenis yang mempunyai Indeks Nilai Penting terbesar merupakan jenis yang yang paling dominan atau berarti pula jenis tersebut mempunyai tingkat kesesuaiaan terhadap tempat tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan jenis yang lain. Berdasarkan nilai INP yang diperoleh terdapat perbedaan pada jenis dominan di setiap tingkatan hidup pohon. Hal ini disebabkan karena kerapatan, frekuensi dan dominansi yang tinggi di setiap tingkatan (Kusmana 1997). Pada tingkat semai dan sapihan parameter kerapatan dan frekuensi adalah parameter yang mengakibatkan tingginya nilai dominansi pada tingkatan tersebut. Nilai INP terbesar pada tingkatan semai dimiliki oleh Mallotus blumeanus, hal ini terjadi karena Mallotus blumeanus memiliki permudaan alam yang baik. Keberhasilan permudaan alam ditandai dengan dominansi serta adaptasi yang baik dari suatu spesies. Myristica affinis memiliki INP tertinggi pada tingkatan sapihan dan tiang. Hal ini disebabkan karena Myristica affinis memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi serta diduga belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Jenis pohon yang memiliki nilai INP tertinggi adalah Dysoxylum mollissimum, karena termasuk ke dalam jenis pohon yang dikeramatkan sehingga masyarakat tidak memanfaatkan Rauh untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Nilai INP pada semai dan sapihan serta pada tiang dan pohon memiliki pengaruh yang berbeda pada ekosistem, hal ini terjadi karena antara semai dan sapihan serta tiang dan pohon memiliki fungsi yang berbeda. Semai dan sapihan tergolong ke dalam kelas stratifikasi tajuk tertekan dan intermediet, sedangkan tiang dan pohon tergolong dalam strata tajuk kodominan dan dominan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa di Hutan Bulupitu memiliki starta tajuk yang berlapis, dari starta tajuk tertekan hingga dominan. Strata tajuk menyebabkan adanya persaingan pertumbuhan di Hutan Bulupitu, sehingga ada beberapa jenis yang mendominasi di Hutan Bulupitu. N. Komposisi jenis pada Hutan Bulupitu akan tetap terjaga apabila jenis yang memiliki nilai INP tertinggi tidak mengalami gangguan. Ekosistem yang terganggu dapat merubah komponen yang berada di Hutan Bulupitu. Indeks keanekaragaman jenis menggambarkan tingkat kemerataan jenis serta jumlah jenis dalam satu komunitas. Keanekaragaman jenis yang tinggi menunjukkan bahwa suatu ekosistem tersebut tersusun dari jumlah jenis yang beragam. Namun, ketika jumlah jenis penyusun suatu ekosistem hanya sedikit, maka keanekaragamaan jenisnya juga rendah. Penurunan keanekaragaman jenis menjadikan persaingan antar jenis akan berkurang dan meningkatkan persaingan ocial jenis. Keberadaan jenis pohon pada Hutan Bulupitu yang didominasi oleh spesies tertentu menyebabkan nilai keanekaragaman jenis yang rendah. Nilai Indeks Diversitas di Hutan Bulupitu disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai indeks keanekaragaman jenis untuk seluruh tingkat pertumbuhan pohon di Hutan Bulupitu menunjukkan nilai di bawah 1. Nilai indeks keanekaragaman jenis dengan skala < 1 tergolong kategori rendah, skala ≤ 1 – 3 ≤ kategori sedang, dan ≤ 3 termasuk dalam kategori tinggi (Shannon and Weaver 1949). Menurut nilai indeks diversitas ShannonWiener keanekaragaman jenis di Hutan Bulupitu termasuk rendah. Rendahnya nilai keaneka-ragaman jenis dipengaruhi oleh komposisi individu yang tidak merata serta rendahnya jumlah spesies pada Hutan Bulupitu. Jenis pohon yang berada pada Hutan Bulupitu cenderung tumbuh berkelompok pada suatu wilayah. Spesies Dracontomelon dao dan Ficus elasticus adalah spesies di Hutan Bulupitu yang memiliki persebaran ocial di seluruh wilayah. Dominansi kedua spesies tersebut mengakibatkan jumlah tingkatan pohon lain lebih sedikit. Faktor dominansi suatu spesies itulah yang mengakibatkan adanya keanekaragaman hayati yang rendah. Nilai keanekaragaman jenis pada Hutan Bulupitu juga dipengaruhi oleh faktor ocial dan ekonomi dari masyarakat. Sumber daya alam kayu pada Hutan Bulupitu mulai dimanfaatkan sejak wilayah hutan masuk dalam kawasan adminstrasi desa. Kesimpulan Berdasarkan data hasil pengamatan di Hutan Bulupitu dapat diketahui bahwa hanya ditemukan 8 pohon bulu, angka ini termasuk kategori sangat sedikit, padahal menurut menyatakan bahwa jenis Moraceae salah satunya adalah Bulu berperan penting dalam fungsi konservasi tanah dan air karena jenis tersebut mampu mengikat air sehingga menjaga kestabilan tata air di sekitarnya. Selain itu, jenis Ficus merupakan salah satu jenis tumbuhan yang paling penting dari ekosistem hutan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penangkaran Bulu di Hutan Bulupitu, sebab jika tidak dilakukan penangkaran hal ini akan berisiko hilangnya Bulu dari Hutan Bulupitu. Salah satu teknik konservasi tanah dan air yang dapat digunakan adalah teknik vegetasi dimana teknik ini menjaga vegetasi dengan tujuan siklus air tetap stabil. Hal ini sudah dilakukan di Hutan Bulupitu, namun perlu diketahui bahwa Bulu adalah jenis tumbuhan potensial yang berperan dalam fungsi konservasi tanah dan air sehingga jumlah dan keberadaanya perlu tetap dilestarikan bahkan penting unntuk dilakukan penangkaran. Dalam disimpulan, bulu tidak mendominasi Hutan Bulupitu, permudaan alam yang tidak berhasil berpotensi rentan hilang dari habitatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penangkaran untuk menjaga kelestariannya serta mempertahankan fungsi konservasi tanah dan air agar keseimbangan ekosistem Hutan Bulupitu terjaga. Abstrak Peran Bulu (Ficus elasticus) sebagai upaya konservasi tanah dan air di Hutan Bulupitu, Kebumen, Jawa Tengah. Pros Sem Nas Masy Biodiv Indon 5: 66-70. Pengelolaan sumberdaya alam yang tidak bijaksana menyebabkan ketidakseimbangan ekosistem. Penangkaran suatu jenis tumbuhan selain berfungsi untuk menjaga kelestarian juga berfungsi menjaga kualitas lingkungan terutama konservasi tanah dan air. Penelitian bertujuan mengetahui urgensi penangkaran Bulu (Ficus elasticus) sebagai upaya konservasi tanah dan air di Hutan Bulupitu. Bulu adalah tumbuhan asli Hutan Bulupitu yang berperan penting dalam konservasi tanah dan air namun jumlahnya sedikit. Penelitian dilakukan di Hutan Bulupitu, Kebumen, Jawa Tengah. Metode penelitian dilakukan dengan inventarisasi menggunakan metode systematic sampling with random start dengan petak ukur nested sampling berdasarkan tingkatan pertumbuhan vegetasi. Data dianalisis menggunakan analisis vegetasi dan indeks diversitas vegetasi. Hasil penelitian menunjukkan komposisi jenis pohon yang mendominasi di Hutan Bulupitu pada tingkatan semai adalah Mallotus blumeanus, INP 54.95; tingkat sapihan Myristica affinis, INP 53.93; tingkat tiang Myristica affinis, INP 70.16; dan tingkat pohon Dracontomelon dao, INP 61.72. Keanekaragam jenis pohon Hutan Bulupitu termasuk rendah, secara berturut-turut pada tingkatan semai, tiang, pancang dan pohon adalah 0.629; 0.831; 0.122; dan 0.892. Dapat disimpulkan bahwa Bulu tidak mendominasi Hutan Bulupitu, permudaan alam yang tidak berhasil berpotensi rentan hilang dari habitatnya. Oleh karena itu perlu dilakukan penangkaran untuk menjaga kelestariannya serta mempertahankan fungsi konservasi tanah dan air agar keseimbangan ekosistem Hutan Bulupitu terjaga.