Anda di halaman 1dari 13

TAFSIR AYAT DAKWAH

PENGEMBANGAN SIFAT PEMAAF DALAM


BERMASYARAKAT
Dosen Pengampu : Dra. Anisa Indrianti, M.Si

Disusun Oleh :
Nama : Nisa Afifah
Nim : 18102010059
Prodi/Kelas : KPI C

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2019
1
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami
tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhamma SAW yang kita nanti-
natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya, baik
itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
pembuatan makalah dari mata kuliah Tafsir Ayat Dakwah.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu penulis mengharapkan kritik
serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi makalah
yang lebih baik lagi demikian dan apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis
mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat Terima

Waassalamu’alaikum warrahmutallahi wabarakatuh.

2
DAFTAR ISI

BAB I PEMBAHASAN

1. Latar Belakang............................................................................................................4
2. Rumusan Masalah.......................................................................................................4
3. Tujuan.........................................................................................................................4

BAB II PEMBAHASAN
1. Terjemahan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200.................5
2. Kandungan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200.................7
3. Penjelasan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200.................10

BAB III PENUTUPAN

1. Kesimpulan ..............................................................................................................11

3
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Arti maaf secara umum adalah mengampuni kesalahan tidak mendendam atau
memberi remisi atau pembebasan karna didalam al-qura’an pun dinyatakan bahwa sifat
pemaaf adalah sifat yang terpuji dan sifat yang mulia. Penelitian menunjukkan bahwa
orang yang bahagia lebih cenderung untuk memaafkan. Dan sejalan dengan ini, orang
yang mampu memaafkan cenderung lebih bahagia, terutama ketika mereka memaafkan
seseorang yang dekat dengan mereka.
Ketika kita memikirkan dendam, tekanan darah dan denyut jantung akan
meningkat. Ini menandakan bahwa stres sedang melanda. Ketika kita mengampuni,
tingkat stress akan turun. Penelitian juga menunjukkan bahwa menyimpan dendam
mungkin membahayakan sistem kekebalan tubuh kita, membuat kita lebih rentan
terhadap penyakit. Ketika kita memikirkan dendam, tekanan darah dan denyut jantung
akan meningkat. Ini menandakan bahwa stres sedang melanda. Ketika kita mengampuni,
tingkat stress akan turun. Penelitian juga menunjukkan bahwa menyimpan dendam
mungkin membahayakan sistem kekebalan tubuh kita, membuat kita lebih rentan
terhadap penyakit.

2. Rumusan masalalah
a. Menerjemahkan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200
b. Memahami kandungan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-
A’raf :199-200
c. Penjelasan para ulama tentang QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-
A’raf :199-200
3. Tujuan

Agar mahasiswa mampu menerjemahkan, menafsirkan dan berargumen dengan tepat dan
memahamai pendapat para ulama tentang QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-
A’raf :199-200

4
BAB II
PEMBAHASAN
1. Terjemahan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200

 QS. Ali-Imran : 133 dan terjemahannya :

‫َو َس اِر ُع وا ِإَلى َم ْغ ِفَرٍة ِم ْن َر ِّبُك ْم َو َج َّنٍة َع ْر ُض َها الَّس َم َو اُت َو اَأْلْر ُض‬
‫ُأِع َّد ْت ِلْلُم َّتقين‬
“Dan bersegeralah kamu mencari ampunan dari Tuhanmu dan mendapatkan surga
yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan bagi orang-orang yang
bertakwa”,(QS. Ali-Imran : 133)

 QS. Ali-Imran : 134 dan terjemahannya :

‫اَّلِذ يَن ُيْنِفُقوَن ِفي الَّسَّراِء َو الَّضَّراِء َو اْلَك اِظ ِم يَن اْلَغْيَظ َو اْلَع اِفيَن َع ِن‬
‫الَّناِس َو ُهَّللا ُيِح ُّب اْلُم ْح ِس ِنيَن‬
“ (Yaitu) orang yang berinfak, di waktu di lapang maupun sempit, dan orang-orang
yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang lain. Dan Allah mencintai
orang yang berbuat kebaikan”, (QS. Ali-Imran : 134)

 QS. Ali-Imran : 135 Dan terjemahannya :

‫َو اَّلِذ يَن ِإَذ ا َفَع ُلوا َفاِح َش ًة َأْو َظَلُم وا َأْنُفَس ُهْم َذ َك ُروا َهَّللا َفاْسَتْغ َفُروا‬
‫ِلُذ ُنوِبِهْم َو َم ْن َيْغ ِفُر الُّذ ُنوَب ِإاَّل ُهَّللا َو َلْم ُيِص ُّر وا َع َلى َم ا َفَع ُلوا َو ُهْم‬
‫َيْع َلُم وَن‬

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menzalimi
diri sendiri, (segera) mengingat Allah, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya,
dan siapa (lagi) yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah? Dan mereka tidak
meneruskan perbuatan dosa itu, sedang mereka mengetahui”, (QS. Ali-Imran : 135)
 QS. Ali-Imran : 136 dan terjemahannya :
5
‫ُأوَلِئَك َج َز اُؤُهْم َم ْغ ِفَر ٌة ِم ْن َر ِّبِهْم َو َج َّناٌت َتْج ِري ِم ْن َتْح ِتَها‬
‫اَأْلْنَهاُر َخ اِلِد يَن ِفيَها َو ِنْع َم َأْج ُر اْلَع اِمِلي‬
“ Balasan bagi mereka ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga-surga yang
mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Dan itulah sebaik-
baik pahala bagi orang yang beramal”,(QS. Ali-Imran : 136)
 QS. Ali-Imran : 159 dan terjemahannya :

‫َفِبَم ا َر ْح َم ٍة ِم َن ال َّلِه ِل ْن َت َلُهْم ۖ َو َلْو ُكْن َت َفًّظ ا َغ ِل ي َظ ا ْل َقْل ِب اَل ْن َفُّض وا‬
‫ِم ْن َح ْو ِل َك ۖ َفا ْع ُف َع ْن ُهْم َو اْس َتْغ ِف ْر َل ُهْم َو َش ا ِو ْر ُهْم ِف ي ا َأْلْم ِر ۖ َفِإَذ ا‬
‫َع َز ْم َت َفَتَو َّك ْل َع َل ى ال َّلِه ۚ ِإَّن ال َّلَه ُيِح ُّب ا ْل ُم َتَو ِّك ِل ي َن‬
” Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah menjauhkan diri dari
sekitarmu. Karena itu maafkanlah mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan
bermusyawarhlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah
membulatkan tekad, maka bertakwalah kepada Allah. Sungguh Allah mencintai orang
yang bertawakkal.”, (QS. Ali-Imran : 159)

 QS. Al-A’raf : 199 dan terjemahannya :

‫ُخ ِذ ا ْل َع ْف َو َو ْأ ُم ْر ِب ا ْل ُعْر ِف َو َأْع ِر ْض َع ِن ا ْل َج ا ِهِل ين‬


“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma'ruf, serta berpalinglah
dari pada orang-orang yang bodoh” (QS. Al-A’raf : 199 )

 QS. Al-A’raf : 200 dan terjemahannya :

‫َو ِإ َّم ا َيْن َز َغ َّنَك ِم َن ال َّش ْي َط ا ِن َنْز ٌغ َفاْس َتِع ْذ ِب ال َّلِه ۚ ِإَّنُه َسِم يٌع َع ِل ي ٌم‬
“Dan jika kamu ditimpa sesuatu godaan syaitan maka berlindunglah kepada Allah.
Sungguh , Dia Maha Mendengar, Maha Mengetahui.”(QS. Al-A’raf : 200)

2. Kandungan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200
 Kandungan QS. Ali-Imran : 133

6
Bersegeralah untuk memohon ampunan kepada Allah SWT, dengan mengerjakan taat
dan meninggalkan kemaksiatan. Karena sesungguhnya orang tersebut telah Allah di
sediakan tempat yang indah (surga).
Setelah diperintahkan taat kepada Allah dan Nabi Muhammad, umat Islam diperintahkan
juga untuk berlomba meningkatkan kualitas ketakwaan. Dan bersegeralah kamu dengan
saling mendahului untuk mencari ampunan dari Tuhanmu dengan menyadari kesalahan
dan tidak mengulangi kesalahan yang sama, dan mengerjakan amalan-amalan yang
diridai Allah untuk mendapatkan surga yang luasnya seluas langit dan bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang bertakwa, yang taat menjalankan perintah dan
menjauhi larangan-Nya.
 Kandungan QS. Ali-Imran : 134
Dianjurkan untuk kita menyedekahkan harta yang kita miliki walaup dalam keadaan sulit
sekalipun, dan tahanlah amarah serta memaafkan kesalahan orang lain, sesungguhnya
Allah SWT. menyukai orang-orang yang berbuat kebaikan.
Orang yang selalu menafkahkan hartanya baik dalam keadaan berkecukupan maupun
dalam keadaan kesempitan (miskin), sesuai dengan kesanggupannya. Menafkahkan harta
itu tidak diharuskan dalam jumlah yang ditentukan sehingga ada kesempatan bagi si
miskin untuk memberi nafkah. Bersedekah boleh saja dengan barang atau uang yang
sedikit nilainya, karena itulah apa yang dapat diberikan tetap akan memperoleh pahala
dari Allah swt.
Orang yang memaafkan kesalahan orang lain. Memaafkan kesalahan orang lain sedang
kita sanggup membalasnya dengan balasan yang setimpal, adalah suatu sifat yang baik
yang harus dimiliki oleh setiap Muslim. Mungkin hal ini sulit dipraktekkan karena sudah
menjadi kebiasaan bagi manusia membalas kejahatan dengan kejahatan tetapi bagi
manusia yang sudah tinggi akhlak dan kuat imannya serta telah dipenuhi jiwanya dengan
ketakwaan, maka memaafkan kesalahan itu mudah saja baginya. Mungkin membalas
kejahatan dengan kejahatan masih dalam rangka keadilan tetapi harus disadari bahwa
membalas kejahatan dengan kejahatan pula tidak dapat membasmi atau melenyapkan
kejahatan itu. Mungkin dengan adanya balas membalas itu kejahatan akan meluas dan
berkembang. Bila kejahatan dibalas dengan maaf dan sesudah itu diiringi dengan
perbuatan yang baik, maka yang melakukan kejahatan itu akan sadar bahwa dia telah
melakukan perbuatan yang sangat buruk dan tidak adil terhadap orang yang bersih
hatinya dan suka berbuat baik. Dengan demikian dia tidak akan melakukannya lagi dan
tertutuplah pintu kejahatan.
7
 Kandungan QS. Ali-Imran : 135
Bila seseorang berbuat dosa meskipun yang diperbuatnya itu bukan dosa besar tetapi
mengerjakan tanpa ada kesadaran hendak menghentikannya dan tidak ada penyesalan
serta keinginan hendak bertobat kepada Allah maka dosanya itu menjadi dosa besar.
Setelah Allah menjelaskan sikap penghuni surga ketika menghadapi orang lain, maka
Dia menjelaskan sikap mereka terhadap diri sendiri. Mereka adalah orang-orang yang
apabila mengerjakan perbuatan keji, yaitu dosa besar yang akibatnya tidak hanya
menimpa diri sendiri tetapi juga orang lain, seperti zina, pembunuhan, dan riba, atau
menzalimi diri sendiri dalam bentuk pelanggaran apa pun yang akibatnya hanya pada
pelaku saja, baik dosa tersebut dilakukan dengan sengaja atau tidak, maka segera
mengingat Allah dan bertobat, lalu memohon ampunan atas dosa-dosanya. Sungguh
Allah Maha Pengampun, dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa-dosa selain Allah?
Dan setelah bertobat mereka tidak meneruskan atau mengulangi perbuatan dosa itu,
sedang mereka mengetahui dan menyadari akibat buruk dari perbuatan dosa dan
menyadarkan mereka untuk segera bertobat
 Kandungan QS. Ali-imran : 136
Demikianlah lima sifat di antara sifat-sifat orang yang bertakwa kepada Allah yang harus
dimiliki oleh setiap Muslim. Setiap Muslim hendaknya berusaha agar terwujud di dalam
dirinya kelima sifat itu dengan sempurna karena dengan memiliki sifat-sifat itu dia akan
menjadi Muslim yang dapat memberi manfaat kepada dirinya sendiri dan dapat pula
memberi manfaat kepada orang lain dan kepada masyarakat, nusa dan bangsanya. Orang
yang memiliki sifat-sifat itu akan dibalas Allah dengan mengampuni dosanya dan
menempatkannya di akhirat kelak di dalam surga. Mereka kekal di dalamnya dan
memang itulah ganjaran yang sebaik-baiknya bagi setiap orang yang beramal baik dan
berusaha untuk memperbaiki dirinya, masyarakat dan umatnya.
 Kandungan QS. Ali-Imran : 159
Meskipun dalam keadaan genting, seperti terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang
dilakukan oleh sebagian kaum Muslimin dalam Perang Uhud sehingga menyebabkan
kaum Muslimin menderita, tetapi Rasulullah tetap bersikap lemah lembut dan tidak
marah terhadap para pelanggar itu, bahkan memaafkannya, dan memohonkan ampunan
dari Allah untuk mereka. Andaikata Nabi Muhammad saw bersikap keras, berhati kasar
tentulah mereka akan menjauhkan diri dari beliau. Di samping itu Nabi Muhammad saw
selalu bermusyawarah dengan mereka dalam segala hal, apalagi dalam urusan
peperangan. Oleh karena itu kaum Muslimin patuh melaksanakan keputusan-keputusan
8
musyawarah itu karena keputusan itu merupakan keputusan mereka sendiri bersama
Nabi. Mereka tetap berjuang dan berjihad di jalan Allah dengan tekad yang bulat tanpa
menghiraukan bahaya dan kesulitan yang mereka hadapi. Mereka bertawakal sepenuhnya
kepada Allah, karena tidak ada yang dapat membela kaum Muslimin selain Allah.
 Kandungan QS. Al-A’raf : 199
Dalam ayat ini Allah memerintahkan Rasul-Nya, agar berpegang teguh pada prinsip
umum tentang moral dan hukum : (1.) Sikap Pemaaf dan berlapang dada. Allah swt
menyuruh Rasul-Nya agar beliau memaafkan dan berlapang terhadap perbuatan, tingkah
laku dan akhlak manusia dan janganlah beliau meminta dari manusia apa yang sangat
sukar bagi mereka sehingga mereka lari dari agama, memudahkan, menjauhkan
kesukaran dan segala hal yang menyusahkan manusia. (2.)Menyuruh manusia berbuat
maruf (baik) Pengertian urf pada ayat ini adalah maruf. Adapun Maruf adalah adat
kebiasaan masyarakat yang baik, yang tidak bertentangan dengan ajaran agama Islam.
Dalam Al-Quran kata"maruf" dipergunakan dalam hubungan hukum-hukum yang
penting, seperti dalam hukum pemerintahan, hukum perkawinan. Dalam pengertian
kemasyarakatan kata "maruf" dipergunakan dalam arti adat kebiasaan dan muamalah
dalam suatu masyarakat. Karena itu ia berbeda-beda sesuai dengan perbedaan bangsa,
negara, dan waktu. Di antara para ulama ada yang memberikan definisi "maruf" dengan
apa yang dipandang baik melakukannya menurut tabiat manusia yang murni tidak
berlawanan dengan akal pikiran yang sehat. Bagi kaum Muslimin yang pokok ialah
berpegang teguh pada nash-nash yang kuat dari Al-Quran dan Sunnah. (3).Tidak
mempedulikan gangguan orang jahil Yang dimaksud dengan orang jahil ialah orang yang
selalu bersikap kasar dan menimbulkan gangguan-gangguan terhadap para Nabi, dan
tidak dapat disadarkan. Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya, agar menghindarkan
diri dari orang-orang jahil, tidak melayani mereka, dan tidak membalas kekerasan mereka
dengan kekerasan pula.
 Kandungan QS. Al-A’raf : 200
Rasul sebagai manusia, tentu saja dapat marah jika kemungkaran orang-orang musyrik
telah mencapai puncaknya, dan setan akan memanfaatkan itu. Oleh karenanya, Nabi dan
umatnya diingatkan, "Dan jika setan datang menggodamu dengan merayu secara halus,
melalui suatu bisikan, seperti saat dirimu murka karena hujatan-hujatan jahat mereka,
maka berlindunglah kepada Allah, dengan memohon pertolongan kepada-Nya, niscaya
Dia akan mengusir bisikan-bisikan itu. Sungguh, Dia Maha Mendengar setiap ucapan,

9
termasuk permohonanmu itu, dan Dia Maha Mengetahui setiap perbuatan, termasuk yang
direncanakan oleh setan."
Dalam ayat ini Allah menjelaskan tentang kemungkinan Nabi Muhammad digoda setan,
lalu dia tidak dapat melaksanakan prinsip di atas. Oleh karena itu Allah memerintahkan
kepada Rasul-Nya, agar selalu memohonkan perlindungan kepada Allah jika golongan
setan datang, dengan membaca "Taawwuz", yaitu: "Aku berlindung kepada Allah dari
godaan setan yang terkutuk". Allah swt Maha Mendengar segala permohonan yang
diucapkan dan Maha Mengetahui apa yang terlintas dalam jiwa seseorang, yang dapat
mendorong dia berbuat kejahatan atau kesalahan. Jika doa itu dibaca orang yang tergoda
itu dengan hati yang ikhlas dan penghambaan diri yang tulus kepada Allah, maka Allah
akan mengusir setan dari dirinya, serta akan melindu nginya dari godaan setan itu.

3. Menerjemahkan QS. Ali-Imran : 133-136 & 159 dan QS. Al-A’raf :199-200
dengan Argument yang Tepat dan Pendapat Para Ulama.
 QS. Ali-Imran : 133-136 & 159

HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. At-Tirmidzi berkata: “Haditsini hasan
gharib.”Firman-Nya, wal kaadhimiinal ghaidha (“Dan orang-orang yang menahan
amarahnya.”) Artinya mereka tidak melampiaskan kemarahannya kepada orang lain,
tetapi sebaliknya, mereka menahannya dengan mengharap pahala di sisi Allah. Kemudian
firman-Nya, wal ‘aafiina ‘anin naasi (“Serta memaafkan [kesalahan] orang.”) Artinya, di
samping menahan amarah, mereka memberi maaf kepada orang-orang yang telah
menzhalimi mereka, sehingga tidak ada sedikit pun niat dalam diri mereka untuk balas
dendam kepada seseorang. Keadaan itu adalah keadaan yang paling sempurna.

Oleh karena itu Allah berfirman, wallaaHu yuhibbul muhsiniin (“Allah menyukai
orang-orang yang berbuat kebajikan.”) Ini merupakan salah satu maqam (tingkatan)
ihsan. Dalam kitab al-Mustadrak, al-Hakim meriwayatkan dari `Ubadah bin ash-Shamit
dari Ubay bin Ka’ab, bahwa Rasulullah bersabda: “Barangsiapa yang ingin dimuliakan
tempat tinggalnya dan ditinggikan derajatnya, maka hendaklah ia memberi maaf kepada
orang yang telah menzhalimi-nya, memberi orang yang tidak mau memberi kepadanya
dan menyambung tali silaturahmi kepada orang yang memutuskannya.”

 QS. Al-A’raf :199-200

Mengenai firman Allah: khudzil ‘afwa (“Jadilah engkau pemaaf.”) Al-afwu


menurut Ibnu `Abbas, “Yaitu kebajikan.” Dan masih mengenai firman-Nya, “Jadilah
engkau pemaaf.” `Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata: “Allah menyuruh
Rasulullah saw. untuk memberikan maaf dan kelapangan dada kepada orang-orang
musyrik selama sepuluh tahun. Setelah itu, Allah menyuruh beliau untuk bersikap keras
10
kepada mereka.” Pendapat ini pun menjadi pilihan Ibnu Jarir. Dari Abu Zubair, mengenai
firman-Nya, “Jadilah engkau pemaaf,” ia berkata: “Merupakan akhlak manusia. Demi
Allah, aku pasti akan menjadi pemaaf kepada mereka, selama aku bersahabat dengan
mereka.” Demikian itulah pendapat yang paling masyhur (terkenal).

Mengenai firman Allah: khudzil ‘afwa wa’mur bil ‘urfi wa’ridl ‘anil jaaHiliin
(“Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta
berpalinglah engkau daripada orang-orang yang bodoh.”) Dari Qatadah, ia berkata: “Ini
adalah akhlak yang diperintahkan dan ditunjukkan oleh Allah kepada Nabi saw.”
Sebagian orang bijak berpegang pada makna tersebut dan mengungkapkannya dalam dua
bait sya’ir yang di dalamnya terdapat lafazh yang sama, tetapi maknanya berbeda. Jadilah
pemaaf dan suruhlah orang berbuat kebaikan, sebagaimana yang telah diperintahkan
kepadamu dan berpalinglah engkau dari orang-orang bodoh.

Dan lembutkanlah dalam tutur kata kepada setiap manusia, karena merupakan
suatu kebaikan dari orang-orang mulia adalah bersikap lemah lembut. Dalam
menafsirkan firman Allah: wa immaa yanzaghannaka minasy syaithaani nazghun (“Dan
jika engkau ditimpa sesuatu godaan syaitan.”) Ibnu Jarir berkata: “Dan jika engkau
menjadi marah karena syaitan yang menghalangimu berpaling dari orang-orang bodoh,
serta menyeretmu untuk membalasnya.Fasta’idz billaaH (“Maka berlindunglah kepada
Allah.”) Maksudnya, mohonlah perlindungan kepada Allah dari godaannya. innaHuu
samii’un ‘aliim (“Sesungguhnya Allah Mahamendengar lagi Mahamengetahui.”)
Mahamendengar kebodohan orang bodoh terhadapmu, juga terhadap permohonan
perlindungan kepada-Nya dari godaan syaitan dan berbagai macam pembicaraan lainnya
dari para makhluk-Nya, tidak ada sedikit pun tersembunyi dari-Nya. Dia
Mahamengetahui apa yang dapat membebaskanmu dari godaan syaitan dan lain
sebagainnya dari urusan makhluk-Nya.”

11
12
13

Anda mungkin juga menyukai