Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

“ TAFSIR SURAH ALI IMRAN AYAT 145 TENTANG QADHA


DAN QADAR “
Disususn untuk memenuhi mata kuliah tafsir
Dosen pengampuMiftah Anshari M.Pd.I

Disusun oleh :
Kelompok 9
M. Alex Al-Amin : 2204117315
Faizal Ihsan : 2204117312
Chumaidy : 2204117311

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
RASYIDIYAH KHALIDIYAH

AMUNTAI
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
segala puji bagi Allah swt yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan karunia
nya kepada saya sehingga dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik da tepat
waktu. Sholawat serta salam senantiasa penulis sampaikan kepada junjungan umat
islam Nabi Muhamad swt. Sosok panutan umat manusia dalam meraih
kebahagiaan dunia dan akhirat yang telah mengajarkan ilmu pengetahuan
teknologi yang sedang berkembang saat ini melalui kalamullah yaitu Al-Qur‟an
anulkarim.Makalah ini berjudul sumber “hukum formil peradilan agama”.

Makalah ini dibuat memenuhi salah satu tugas yaitu peradilan agama di
indonesia. Makalah ini tersusun atas bantuan berbagai pihak baik berupa materi,
motivasi dan dukungan.Baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga
makalah ini dapat terselesaikan dengan baik.Untuk itu dalam ini kami
mengucapkan terimakasih kepadaBapa Miftah Anshari M.Pd.I selaku Dosen
pembimbing mata kuliah “Ushul Fiqih” Kami menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari kata sempurna, perbaikan dan koreksi masih sangat diperlukan
dalam makalah ini.

Oleh karena itu, saran dan kritik dari pembaca yang bersifat membangun
demi kesempurnaan laporan ini sangat kamiharapkan demi penyempurnaan
Makalah ini di masa yang akan datang. Kami berharap semoga Makalah ini
bermanfaat bagi para pembaca dan kami sendiri pada khususnya.

Amuntai, 20 Desember 2023

Kelompok 9

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................... i


DAFTAR ISI.................................................................................................................. ii
BAB I .............................................................................................................................1
PENDAHULUAN ..........................................................................................................1
A. Latar Belakang ...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................2
BAB II ............................................................................................................................3
PEMBAHASAN .............................................................................................................3
A. Lafadz Ayat Q.S Ali-Imran Ayat 145 .......................................................................3
B. Terjemah.................................................................................................................3
C. Mufrada ..................................................................................................................3
D. Makna Ijmali ..........................................................................................................5
E. Tafsir Surah Ali-Imran ayat 145 ..............................................................................5
F. Pengertian Istilah .....................................................................................................8
G. Asbab al-Nuzul .......................................................................................................9
BAB III ......................................................................................................................... 11
PENUTUP .................................................................................................................... 11
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 11
B. Saran .................................................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 13

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Surah Ali Imran diyakini sebagai surah Madaniyah kedua atau ketiga,
artinya diturunkan setelah Nabi Muhammad SAW berhijrah ke Madinah.Periode
ini ditandai dengan adanya peperangan dan konsolidasi umat Islam di
Madinah.Banyak ayat dalam Surah Ali Imran yang berkaitan dengan tema-tema
seperti jihad, persatuan umat, kesabaran dalam menghadapi cobaan, dan
keimanan.

Perang Badar dan Uhud, Ayat-ayat dalam Surah Ali Imran banyak merujuk
pada peristiwa perang Badar dan Uhud, yang terjadi pada tahun 2 Hijriyah dan 3
Hijriyah.Ayat-ayat tersebut memberikan pelajaran bagi umat Islam tentang
pentingnya iman, keberanian, dan kesabaran dalam menghadapi musuh.Surah Ali
Imran juga menyinggung tentang kemenangan umat Islam dalam perang Badar
dan kekalahan mereka dalam perang Uhud, serta hikmah yang dapat diambil dari
kedua peristiwa tersebut.

Polemik dengan Ahlul Kitab, Surah Ali Imran juga berisi dialog dan
perdebatan dengan Ahlul Kitab, khususnya kaum Yahudi dan Nasrani. Ayat-ayat
tersebut membahas tentang keesaan Allah, kenabian Muhammad SAW, dan
kebenaran Al-Qur'an.Surah Ali Imran berusaha meluruskan keyakinan yang keliru
dan mengajak Ahlul Kitab untuk beriman kepada Islam. Peristiwa Mubahalah,
Surah Ali Imran juga memuat kisah tentang Mubahalah, yaitu peristiwa di mana
Nabi Muhammad SAW mengajak kaum Nasrani Najran untuk berdoa bersama
kepada Allah agar menunjukkan pihak yang benar. Peristiwa Mubahalah
menunjukkan kesungguhan Nabi Muhammad SAW dalam menyampaikan
kebenaran dan memperteguh keimanan umat Islam.

1
Keluarga Imran, Surah Ali Imran dinamakan demikian karena memuat
kisah tentang keluarga Imran, ayah dari Maryam dan kakek dari Nabi Isa AS.
Kisah ini menjadi contoh keimanan, ketaatan, dan kesabaran dalam beribadah
kepada Allah SWT.Surah Ali Imran juga menyinggung tentang persamaan antara
kelahiran Nabi Isa AS dan Nabi Adam AS, keduanya terlahir tanpa ayah.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tafsir Surah Ali Imran ayat 145 menjelaskan makna qadha dan
qadar ?

C. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum penulisan makalah ini untuk menyelesaikan tugas kelompok


mata kuliah tafsir semester 3.
2. Tujunan Khusus penulisan untuk memahami tafsir dan mengetahui makna
secara keseluruhan dari Surah Ali Imran ayat 145.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lafadz Ayat Q.S Ali-Imran Ayat 145

‫َان ِلىَ ْف ٍس أ َ ْن ت َ ُمىتَ إِ اَّل ِب ِئ ْذ ِن ا‬


‫َّللاِ ِكتَابًا ُم َؤ اج ًًل ۗ َو َم ْه‬ َ ‫َو َما ك‬
َ ‫اب ال ُّد ْويَا وُ ْؤتِ ِه ِم ْى َها َو َم ْه يُ ِر ْد ث َ َى‬
‫اب ْاْل ِخ َر ِة وُ ْؤتِ ِه‬ َ ‫يُ ِر ْد ث َ َى‬
َ ‫اللاا ِك ِر‬
‫يه‬ ِ ْ َ‫ِم ْى َها ۚ َو َى‬
B. Terjemah
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Allah, sebagai
ketetapan yang tertentu waktunya.Barang siapa menghendaki pahala dunia,
niscaya Kami berikan kepadanya pahala dunia itu, dan barangsiapa
menghendaki pahala akhirat, Kami berikan (pula) kepadanya pahala akhirat itu.
Dan Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur. (QS. Ali
Imran/3:145)”1
C. Mufrada

‫أَن‬ ‫ِل َ ۡف ٍس‬ َ‫َ ن‬ ‫َو َم‬


bahwa bagi satu jiwa ada dan tidak

‫ِل ِل ۡف ِلن‬ ‫ِل ِهَّلل‬ َ‫َ ُم ىو‬


‫ِهَّللٱِل‬
dengan izin kecuali/melaink akan mati
Allah
an

1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sygma Examedia
Arkanleema, 2009), h. 68

3
‫َو َمن‬ ‫ُّمم َ ِهَّلل ۗاٗل‬ ‫ِل َٰت َبۗاٗل‬
‫ُم ِل ۡف‬
dan barang siapa waktu tertentu telah
(ia) menghendaki
ditetapkan/ditentukan

‫مِل ۡف َه‬ ‫نُم ۡف ِل ِلهۦ‬ ‫د ۡفُّمن َي‬ َ ‫َ َى‬


‫ا‬
dari padanya Kami berikan dunia pahala
kepadanya

‫ۡفٱ ِل َ ِل‬ َ ‫َ َى‬


‫ا‬ ‫ُم ِل ۡف‬ ‫َو َمن‬
akhirat pahala (ia) menghendaki dan barang siapa

‫س ۡفَج ِلزي‬
َ ‫َو‬ ‫ِلم ۡف َه ۚا‬ ‫نُم ۡف ِل ِلهۦ‬
‫ِهَّلل‬
َ‫ل َٰ ِل ِل ن‬
dan Kami akan dari padanya kami berikan
orang-orang yang
memberi balasan kepadanya
bersyukur

4
D. Makna Ijmali

Rukun iman yang keenam, atau tingkatan kepercayaan yang paling akhir
ialah qadha dan qadar. Ringkasan kepercayaan ini ialah bahwa segala sesuatu
yang terjadi dalam alam ini atau terjadi pada diri kita manusia sendiri, buruk dan
baik, naik dan jatuh, senang dan sakit, dan segala gerak-gerik hidup kita,
semuanya tidaklah lepas pada “taqdir” atau ketentuan Illahi. Tidak lepas dari pada
qadar artinya jangka yang telah tertentu, dan qadha artinya ketentuan. Qadha dan
qadar selalu berhubungan erat, qadha adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah
SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari ketentuan atau
hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana dan
perbuatan.
E. Tafsir Surah Ali-Imran ayat 145
Al-Biqa‟i menghubungkan ayat ini dengan ayat sebelumya dengan berkata
bahwa kematian pimpinan pendukung-pendukung suatu agama tidak wajar
dijadikan sebab untuk mengelak dari pertempuran dan meninggalkan medannya,
kecuali jika kematian itu terjadi tanpa izin Tuhan, pemilik agama itu.2 Di sisi lain ,
meninggalkan medan perang tidak akan ada manfaatnya kecuali jika itu menjadi
sebab keselamatan. Kalau tidak demikian, dalam arti kalau kematiannya tidak
dapat terjadi kecuali atas izin-Nya, dan lari dari medan perang tidak menjadi
sebab panjang atau pendeknya usia, maka apa yang dilakukan oleh sebagian
peserta perang Uhud adalah sesuatu yang sangat tidak pada tempatnya. Inilah
pesan yang dikandung dalam ayat ini, yakni sesuatu yang bernyawa makhluk apa
pun ia, dan setinggi apa pun kedudukannya dan kemampuannya tidak akan
mati dengan satu dan lain sebab melainkan dengan izin Allah, yang
memerintahkan kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya, sebagai
ketetapan yang telah ditentukan waktunya sehingga tidak akan bertambah usia itu
dengan lari dari peperangan tidak juga berkurang bila bertahan dan melanjutkan
perjuangan.

2
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 2, h. 235

5
Firman-Nya: ( َ‫ ) َو َما كَان‬dari segi bahasa pada mulanya berarti tidak wajar.
Ketika kata itu dikaitkan dengan kematian satu jiwa ( َ‫) ِلىَ ْف ٍس أَنْ ت َ ُمىت‬, maka
terjemahannya secara harfiah adalah “Tidak wajar satu jiwa mati ..” redaksi ini
menimbulkan pertanyaan, karena jika anda berkata: “Tidak wajar yang ini”, maka
akan timbul pertanyaan, “Apa yang wajar?” dan ketika itu terkesan adanya
pilihan. Nah, sekali lagi timbul pertanyaan: “Apakah ada yang wajar atau tidak
wajar untuk menentukan datangnya kematian? Adakah pilihan bagi seseorang
menyangkut kematian?” Tentu saja jawabannya: “Tidak ada!” Jika demikian,
mengapa ayat ini berbunyi seperti itu? Syekh Mutawalli asy-Sya‟rawi memberi
jawaban sebagai berikut: “Seandainya ada seseorang yang akan membunuh
dirinya , maka dia tidak akan mati (walau usahanya telah maksimal) kecuali sudah
izin Allah kepada malaikat maut untuk mencabut nyawanya. Kalau yangn mau
membunuh diri saja tidak dapat mati kecuali seizin-Nya, maka lebih-lebih mereka
yang memelihara dirinya.Hal tersebut demikian, karena ajal telah ditentukan
Allah, dan dengan demikian, tidak wajar seseorang menghindar dari peperangan
karena takut mati.”3

ِ ‫َو َما كَانَ ِلىَ ْف ٍس أ َ ْن ت َ ُمىتَ إِ اَّل ِب ِئذْ ِن ا‬


‫َّللا ِكتَابًا ُم َؤج ًاًل‬
Allah menyatakan: "semua yang bernyawa tidak akan mati melainkan
dengan izin-Nya, tepat pada waktunya sesuai dengan yang telah ditetapkan-Nya”.
Artinya persoalan mati itu hanya di tangan Tuhan, bukan di tangan siapa-siapa
atau di tangan musuh yang ditakuti. Dalam hal ini keimanan terhadap qadha‟ dan
qadar sangatlah diperlukan, karena jika kita meyakini tentang qadha‟ dan qadar
tentu kita akan berserah diri kepada Allah tentang urusan yang sudah pasti urusan
Allah yaitu salah satunya adalah tentang ajal. Ayat Ini merupakan teguran kepada
orang-orang mukmin yang lari dari medan perang Uhud karena takut mati, dan
juga merupakan petunjuk bagi setiap umat Islam yang sedang berjuang di jalan
Allah seterusnya Allah memberikan bimbingan kepada umat Islam bagaimana
seharusnya berjuang di jalan Allah dengan firman-Nya :

3
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 235-236

6
َ ‫اب ال ُّد ْويَا وُ ْؤتِ ِه ِم ْىهَا َو َم ْه يُ ِر ْد ث َ َى‬
‫اب ْاْل ِخ َر ِة وُ ْؤتِ ِه ِم ْىهَا‬ َ ‫َو َم ْه يُ ِر ْد ث َ َى‬
Artinya: “Barang siapa menghendaki pahala dunia, niscaya Kami berikan
kepadanya pahala dunia itu, dan barang siapa yang menghendaki pahala akhirat,
Kami berikan (pula)kepadanya pahala akhirat.(Q.S Ali Imran: 145)
Ini berarti setiap orang Islam harus meluruskan dan membetulkan niatnya
dalam melaksanakan setiap perjuangan.Kalau niatnya hanya sekadar untuk
memperoleh balasan dunia, biar bagaimanapun besar perjuangannya maka
balasannya hanya sekadar yang bersifat dunia saja. Dan barang siapa yang niatnya
untuk mendapat pahala akhirat, maka Allah akan memberikannya dan juga
memberikan bagian dari dunia kepadanya. Sebagaimana Allah SWT telah
berfirman: “Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami
segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami
kehendaki dan Kami tentukan baginya Neraka Jahannam; ia memasukinya dalam
keadaan tercela dan terusir. Dan barangsiapa yang menghendaki kehidupan
akhirat dan berusaha kearah itu dengan sungguh-sungguh sedang ia adalah
mukmin, maka mereka itu adalah orang-orang yang usahanya dibalasi dengan
baik.”(QS. al-Israa‟: 18-19)
Oleh karena itu, di sini Allah berfirman َ‫اللااك ِِريه‬ ِ ْ ‫“ َو َ َى‬Dan Kami akan
memberi balasan kepada orang-orang yang bersyukur.” Maksudnya, Allah akan
memberikan karunia dan rahmat, di dunia dan akhirat sesuai dengan rasa syukur
dan amal mereka.
E. Pengertian Istilah
Qadha menurut bahasa yaitu hukum, ketetapan, perintah, kehendak,
pemberitahuan, dan penciptaan. Sedangkan menurut istilah, qadha ialah ketetapan
Allah SWT sejak zaman Azali sesuai dengan iradah-Nya, tentang segala sesuatu
yang berkenaan dengan makhluk ciptaan-Nya. Qadar menurut bahasa yaitu
kepastian, peraturan, dan ukuran. Sedangkan menurut istilah, qadar adalah
perwujudan atau kenyataan ketetapan Allah SWT terhadap semua makhluk dalam
kadar dan berbentuk tertentu sesuai dengan iradah-Nya. Sebenarnya, qadha dan
qadar ini merupakan dua masalah yang saling berkaitan, tidak mungkin satu sama
lain terpisahkan.

7
Oleh karena salah satu di antara keduanya merupakan asas atau pondasi
dari bangunan yang lain. Maka, barangsiapa yang ingin memisahkan di antara
keduanya, ia sungguh merobohkan bangunan tersebut
Qadha dan qadar selalu berhubungan erat.Qadha adalah ketentuan, hukum
atau rencana Allah SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan
dari ketentuan atau hukum Allah SWT.Jadi hubungan antara qadha dan qadar
ibarat rencana dan perbuatan.
Perbuatan Allah SWT berupa qadar-Nya selalu sesuai dengan ketentuan.
Di dalam surat Al-Hijr ayat 21 Allah SWT berfirman : ”Dan tidak sesuatupun
melainkan disisi kami-lah khazanahnya, dan kami tidak menurunkannya
melainkan dengan ukuran yang tertentu”.
Orang kadang menggunakan istilah qadha dan qadar dengan satu istilah,
yaitu qadar atau takdir.Jika ada orang terkena musibah, lalu orang tersebut
mengatakan, “sudah takdir”, maksudnya qadha dan qadar.
Kita harus yakin dengan sepenuh hati bahwa segala sesuatu yang terjadi
kepada diri kita, baik yang baik maupun yang buruk adalah kehendak Allah SWT.
Sebagai seorang yang beriman, kita mesti ikhlas menerima segala ketentuan Allah
SWT atas apa yang ditentukannya kepada diri kita.
Di dalam sebuah hadits qudsi, Rasulullah SAW bersabda yang artinya:
”Barangsiapa yang tidak ridha dengan qadha-Ku dan qadar-Ku, dan tidak sabar
terhadap bencana-Ku yang aku timpakan atasnya, maka hendaklah mencari Tuhan
selain Aku. (H.R.Tabrani)
Takdir Allah SWT merupakan iradah atau kehendak Allah SWT.Oleh
sebab itu takdir tidak selalu sesuai dengan keinginan kita.Tatkala takdir atas diri
kita sesuai dengan keinginan kita, hendaklah kita beresyukur karena hal itu
merupakan nikmat yang diberikan Allah SWT kepada kita.Ketika takdir yang kita
alami tidak menyenangkan atau merupakan musibah, maka hendaklah kita terima
dengan sabar dan ikhlas.Kita harus yakin, bahwa di balik musibah itu ada hikmah
yang terkadang kita belum mengetahuinya. Allah SWT maha mengetahui atas apa
yang diperbuatnya.

8
Macam-macam takdir
a. Takdir Mua‟llaq
Takdir mua‟llaq yaitu takdir yang erat kaitannya dengan ikhtiar
manusia.Sebagai contoh yaitu orang yang memiliki cita-cita. Dan untuk
mencapai cita-citanya tersebut dia terus menerus berusaha agar cita-citanya
tersebut tercapai, dan kemudian apa yang dia cita-citakan tercapai. Dalam hal
ini Allah SWT berfirman : “……Sesungguhnya Allah SWT tidak akan
merubah keadaan suatu kaum sehingga mereka merubah keadaan mereka
sendiri……”(Q.S. Ar-Rad : 11)

b. Takdir Mubram
Takdir mubram takdir yang terjadi pada diri manusia dan tidak dapat
diusahakan atau tidak dapat di tawar-tawar lagi oleh manusia.Contoh. Ada
orang yang dilahirkan dengan mata sipit , atau dilahirkan dengan kulit hitam
sedangkan ibu dan bapaknya kulit putih dan sebagainya.

E. Asbab al-Nuzul
· Surat Ali Imran/3: 145
1. Asbabun nuzul ayat ini berhubungan dengan asbabun nuzul ayat sebelumnya
yaitu “Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...” Ibnu Munzir
meriwayatkan dari Umar, dia berkata “ ketika peperangan Uhud, kami
berpisah dengan Rasulullah. Lalu saya mendaki Gunung Uhud, disana saya
mendengar orang-orang berkata.„Muhammad telah terbunuh‟. Maka saya
membatin, “ tak seorangpun mengatakan bahwa Muhammad telah terbunuh
kecuali akan saya bunuh ”
Ketika saya perhatikan ke bagian bawah Gnung Uhud, saya melihat
Rasulullah dengan orang-orang sedang kembali. Lalu turun firman
Allah, „Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.

9
2. Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari ar-rabi‟, dia berkata “ketika kekalahan
menimpa orang-orang muslim dan mereka berteriak-teriak memanggil
Rasulullah, orang-orang berkata, „Rasulullah telah terbunuh.‟Maka
sekelompok orang berkata, „seandainya dia seorang nabi, tentu tidak akan
terbunuh.‟Dan sekelompok orang lainnya berkata, „berperanglah demi
sesuatu untuknya Nabi kalian berperang, hingga Allah memenangkan
kalian atau kalian menyusul beliau.‟ Lalu Allah menurunkan
firmannya „Dan Muhammad hanyalah seorang rasul;...”.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil paparan makalah diatas mengenai kajian ayat-ayat
tentang qadha‟ dan qadar maka dapat disimpulkan. Bahwa Qadha‟ dan qadar
selalu berhubungan erat. Qadha‟ adalah ketentuan, hukum atau rencana Allah
SWT sejak zaman Azali. Sedangkan qadar adalah kenyataan dari ketentuan
atau hukum Allah SWT. Jadi hubungan antara qadha dan qadar ibarat rencana
dan perbuatan. Ketetapan Allah pasti akan terjadi apa pun yang Dia
kehendaki pasti terjadi meskipun manusia tidak menginginkannya. Begitu
pula sebaliknya, apa pun yang tidak dikehendaki pasti tidak akan terjadi
meskipun manusia memohon dan menghendakinya.
Hal ini bukan dikarenakan Dia tidak mampu melainkan karena Dia tidak
menghendakinya. Kematian adalah salah satu dari ketentuan Allah yang telah
ditetapkan-Nya, dan pasti tidak akan dapat terelakkan jika Allah telah
menentukan waktu, keadaaan, sebab dan juga tempat terjadinya kematian
itu. Apa saja yang diperoleh yang berupa kebaikan (baik berupa karunia,
kenikmatan, kelembutan, kasih sayang dan lain-lain) merupakan berasal dari
Allah. Sedangkan apa saja bencana yang menimpa manusia, itu merupakan
akibat dari dosa-dosanya.
Iman terhadap qadha dan qadar sangat diperlukan dalam menghadapi
berbagai masalah yang pasti akan kita temui contohnya dalam dunia
pendidikan, dengan beriman kepada qadha dan qadar kita meyakini bahwa
apa pun yang menimpa diri kita telah di atur oleh Allah dan tugas kita
hanyalah berusaha. Dalam proses belajar mengajar (dunia pendidikan) kita
harus meyakini bahwa Allah SWT telah meggariskan kepada kita sesuatu
yang baik dan kita tidak boleh berputus asa dari rahmatnya karena tugas kita
hanyalah belajar dan keputusan mengenai hasil dari usaha kita tersebut hanya
Allah lah yang maha mengetahui.

11
B. Saran
Menyadari bahwa penulisan jauh dari kata sempurna, kedepannya penulisan akan
lebih Fokus dan delail dalam menjelaskan tentang makalah di atas dengan sumber-
sumber yang lebih bnyakyang tentu dapat di pertanggung jawabkan. Untuk saran bisa
berupa kritik atau saran yang membangun, juga bisa untuk menanggapi terhadap
kesimpulan dari bahasan makalah yang telah dijelaskan

12
DAFTAR PUSTAKA

https://mkitasolo.blogspot.com/2011/02/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html

Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al Sheikh. Tafsir Ibnu
Katsir. Jilid 2. Kairo: Mu-assasah Daar al Hilaal, 1994
Departeman Agama RI. Al-Qur‟an dan Terjemahannya. Jakarta: PT. Sygma
Examedia Arkanleema, 2009M. Quraish Shihab. Tafsir Al-Misbah. Volume
2. Jakarta: Lentera Hati, 2002
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sygma
Examedia Arkanleema, 2009), h. 68
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), volume 2, h.
235
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, h. 235-236

13

Anda mungkin juga menyukai