Anda di halaman 1dari 4

PERAN BURUH PEREMPUAN DALAM MEMBANTU

PEREKONOMIAN KELUARGA

DI KOTA PALEMBANG, SUMATERA SELATAN

DISUSUN OLEH

SANIA SILVA 2022610014


NYIMAS GHINA SALSABILA 20226100
YENI EKA PURNANI 20226100
TUTI RUKMANA 2022610007
NENI AGUSTIN 2022610008

PRODI ILMU PEMERINTAHAN


FAKULTAS ILMU PEMERINTAHAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS INDO GLOBAL MANDIRI PALEMBANG
A. PENDAHULUAN

Kota Palembang, Sumatera Selatan merupakan kota yang padat pemukiman dan
penduduknya. Berdasarkan data BPS (Badan Pusat Statistik), jumlah penduduk Kota
Palembang pada 2020 adalah 1.668.164 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak
843.615 jiwa dan perempuan 837.759 jiwa.

BPS Kota Palembang mencatat angkatan kerja tahun 2020, dari keseluruhan jumlah tenaga
kerja yang ada di Kota Palembang. Penyerapan tenaga kerja perempuan yang bekerja adalah
51,53 sedangkan untuk penyerapan tenaga kerja laki-laki yang bekerja adalah 79,58. Kondisi
ini menggambarkan bahwa Kota Palembang memiliki banyak penduduk perempuan yang
berstatus sebagai pekerja.

Pekerja perempuan yang bekerja di ranah publik umumnya berlandaskan pada motivasi yang
beragam, seperti faktor ekonomi misalnya. Perempuan pekerja biasanya merasakan
kemandirian yang terasah sehingga perempuan pekerja belajar menghadapi tantangan;
ekonomi, sosial dan budaya. Dengan bekerja, perempuan dapat meningkatkan status
sosialnya.

Karakteristik peran perempuan berkaitan dengan segala aktivitas pekerjaan yang


berhubungan dengan segala aktivitas pekerjaan rumah atau keluarga. Namun, seiring
berkembangnya zaman, karakteristik seorang perempuan sebagai pekerja dalam rumah
berangsur menjadi suatu hal yang mutlak lagi dilakukan oleh para perempuan.

Pergeseran peran perempuan dari ranah domestik ke publik merupakan tanda penting dari
perkembanganrealitas sosial ekonomi, dan politik. Kesadaran perempuan semakin meningkat
terhadap peran non domestik. Hal tersebut terlihat dari adanya pergeseran aktivitas
perempuan yang bukan saja sebagai pelaksana terhadap pekerjaan rumah namun juga
perempuan telah berperan dalam bidang ekonomi, sosial, politik, dan bidang-bidang lain di
luar rumah tangga (Abdullah : 2003).

Perubahan peran perempuan dalam rumah tangga padadasarnya disebabkan oleh faktor
ekonomi dalam keluarga, seperti; penghasilan suami yang tidak dapat memenuhikebutuhan
hidup. Dengan demikian, dalam urusan mencari nafkah, perempuan tergerak untuk berperan
andil untuk mempertahankan ekonomi rumah tangga serta untuk mencukupi kebutuhan hidup
keluarga.
Bainar (1998: 264) menyatakan bahwa perkembangan zaman dan kondisi sosial ekonomi
kadang kala menyebabkan peranan seorang ibu bukan lagi hanya semata-mata sebagai ibu
rumah tangga, melainkan juga sebagai perempuan karir atau pekerja.

Hal yang menjadi penyebab perempuan melakukan pekerjaan mencari nafkah, diantaranya;
keharusan untuk bekerja,keinginan untuk memiliki barang-barang komersil, keadaan
ekonomi (misalnya akibat perceraian). (Wolfman (1989: 16). Sedangkan menurut Goode
(1993: 153), bahwa perempuan pekerja dimotivasi oleh keinginan untuk meningkatkan
kehidupan keluarga, tentu saja hal iniatas pertimbangan ekonomi.

Dengan bekerja, perempuan akan merasakan keuntungan positif, seperti yang dikatakan
Munandar (1985 : 48) yaitu;

Meningkatnya harga diri dan sikap terhadap diri sendiri.


Adanya kepuasan hidup dan berpandangan positif terhadap masyarakat.
Berkurangnya keluhan-keluhan fisik.
Dalam mendidik anak lebih kurang menunjukan sikap otoriter dan keras.
Lebih memperhatikan penampilan.
Memiliki pengertian terhadap pekerjaan suami sehingga berdampak
positif terhadap hubungan suami istri.
Mempunyai sikap positif terhadap pekerjaan dan penyesuaian pribadi dan sosial yang baik.
Produktivitas antara kerja laki-laki dan perempuan dalam masyarakat tidak terlalu berbeda,
baik laki-laki maupun perempuan menghasilkan barang dan jasa untuk keperluan keluarga.
Secara jasmaniah sebagian besar pria lebih unggul. Pada tahap fisik ini laki-laki maupun
perempuan tidak mendapat manfaat dari spesialisasi. Dalam menentukan posisi laki-laki atau
perempuan, keduanya sangat penting. Pekerjaan laki-laki dan perempuan dalam masyarakat
tertentu ditetapkan oleh kelas, gender dan suku.

Konsep gender, yakni suatu sifat yang melekat pada laki-laki maupun perempuan yang
dikonstruksi secara sosial maupun kultural. Perempuan dikenal lemah, lembut, cantik,
emosional, dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.

Ciri-ciri yang ditunjukan dalam konsep gender merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Ada laki-laki yang emosional, lemah, lembut, dan keibuan, sementara itu juga
ada perempuan yang kuat, rasional, dan perkasa. Penggolongan selanjutnya lebih kepada
bagaimana perempuan dan laki-laki menjalankan perannya masing-masing (Fakih, 1996 :
08).

Salah satu aspek pembagian kerja berdasarkan gender dalam rumah tangga, laki-laki
cenderung melakukan pekerjaan yang dibayar dan perempuan sebaliknya. Pekerjaan rumah
tangga yang dilakukan oleh perempuan sangat menguras tenaga, waktu dan membutuhkan
keterampilan. Sementara itu, keterlibatan peran laki-laki dalam kegiatan domestik masih
sangat jarang, sebab kebanyakan laki-laki diasosiasikan dalam peran mencari nafkah saja
(Kesselmen, Amy dkk. : 1999).

Studi perempuan yang mengkaji relasi gender di berbagai masyarakat dunia, pada umumnya
sependapat bahwa terjadi ketidakadilan dalam hubunggan gender. Ketidakadilan gender yang
dialami oleh perempuan, (Mansour Fakih : 2007) yaitu;

Marjinalisasi atau proses pemiskinan ekonomi pada perempuan


Subordinasi atau anggapan tidak penting dalam keputusan politik
Pembentukan stereotipe perempuan atau melalui pelabelan negatif
Kekerasan (violence) terhadap perempuan
Beban kerja tidak proporsional, beban kerja lebih panjang dan lebih banyak (burden)
Sosialisasi ideologi nilai peran gender.
Aktivitas domestik sudah sejak lama dilekatkan pada perempuan dan ini telah membudaya.
Perempuan selalu dikonotasikan sebagai manusia pekerja domestik (homemaker) yang dinilai
tidak dapat berkontribusi secara aktif di luar rumah sehingga perannya tidak lebih dari
sekadar aktivitas dalam rumah. Wacana tersebut dinilai sebagai wacana usang yang tidak
dapat dibuktikan secara nyata, karena banyak perempuan telah mengambil bagian penting di
ranah produktif.

Anda mungkin juga menyukai