Anda di halaman 1dari 10

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH

TUGAS 3

Nama Mahasiswa : CHRISTIANI LIKA OKTAVIA

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 858422556

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4407/Pengantar Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus

Kode/Nama UPBJJ : 50/SAMARINDA

Masa Ujian : 2022/23.2(2023.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN


KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS TERBUKA
1. Salah satu kebutuhan khusus penyandang tunadaksa adalah kebutuhan pengembangan
keterampilan memelihara diri / bina diri. Jelaskan pengertian singkat keterampilan
memelihara diri / bina diri dan areanya. Mengapa kebutuhan tersebut diperlukan untuk
penyandang tunadaksa, dan seperti apa bentuk implementasinya.
Jawab
Keterampilan memelihara diri atau bina diri merujuk pada kemampuan individu untuk
melakukan tindakan yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar sehari-hari
mereka, seperti mandi, berpakaian, makan, dan menjaga kebersihan diri. Keterampilan
ini penting bagi semua individu, termasuk penyandang tunadaksa, yang menghadapi
tantangan dalam mobilitas dan fungsi fisik mereka.

Penyandang tunadaksa membutuhkan pengembangan keterampilan memelihara diri


karena keterbatasan fisik mereka dapat mempengaruhi kemampuan mereka untuk
melakukan tindakan-tindakan tersebut secara mandiri. Dengan mengembangkan
keterampilan memelihara diri, mereka dapat mencapai tingkat kemandirian yang lebih
tinggi, meningkatkan kepercayaan diri, dan mengurangi ketergantungan pada bantuan
orang lain.

Beberapa area utama dalam keterampilan memelihara diri/bina diri meliputi:


1. Mandi: Meliputi kemampuan untuk mandi dengan mandi biasa, menggunakan
shower, atau menggunakan alat bantu seperti kursi mandi.
2. Berpakaian: Meliputi kemampuan untuk memilih, mengenakan, dan melepas
pakaian dengan mandiri, termasuk menggunakan alat bantu seperti penjepit atau alat
pakaian yang disesuaikan.
3. Makan: Meliputi kemampuan untuk merencanakan, menyiapkan, dan mengonsumsi
makanan secara mandiri, termasuk menggunakan alat bantu seperti sendok dan
garpu khusus.
4. Toileting: Meliputi kemampuan untuk menggunakan toilet, membersihkan diri
setelah buang air, dan mengelola kebutuhan khusus seperti penggunaan kateter atau
alat bantu toilet.
5. Kebersihan diri: Meliputi kemampuan untuk menjaga kebersihan tubuh, termasuk
merawat kulit, gigi, kuku, dan rambut.

Implementasi pengembangan keterampilan memelihara diri untuk penyandang


tunadaksa dapat dilakukan melalui beberapa langkah, seperti:
1. Evaluasi kebutuhan: Mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan individu dalam
setiap area keterampilan memelihara diri.
2. Perencanaan dan pelatihan: Membuat rencana yang disesuaikan dengan kebutuhan
individu dan memberikan pelatihan intensif untuk mengembangkan keterampilan
yang dibutuhkan.
3. Penggunaan alat bantu: Memperkenalkan dan melatih penggunaan alat bantu yang
sesuai, seperti peralatan adaptif atau teknologi bantu.
4. Dukungan dan supervisi: Memberikan dukungan terus-menerus dan supervisi dalam
tahap awal pengembangan keterampilan, kemudian secara bertahap memberikan
otonomi yang lebih besar kepada individu.
5. Perubahan lingkungan: Memastikan bahwa lingkungan fisik diubah atau disesuaikan
agar memfasilitasi kemandirian dalam keterampilan memelihara diri.

Penting untuk memahami bahwa setiap individu tunadaksa memiliki kebutuhan yang
unik, dan pendekatan pengembangan keterampilan memelihara diri harus disesuaikan
dengan kondisi dan kemampuan masing-masing individu. Dalam beberapa kasus, terapi
fisik, terapi okupasi, atau dukungan rehabilitasi lainnya mungkin diperlukan untuk
membantu penyandang tunadaksa mencapai tingkat kemandirian yang optimal dalam
keterampilan memelihara diri.

2. Gangguan emosi dan perilaku atau sering disebut tunalaras adalah salah satu tipe
kebutuhan khusus. Salah satu aspek yang terganggu pada anak tunalaras adalah aspek
akademik. Berilah penjelasan dan contoh bentuk problem/gejala perilaku dari aspek
tersebut pada konteks pendidikan atau pembelajaran.
Jawab :
Gangguan emosi dan perilaku, yang juga dikenal sebagai tunalaras, dapat
mempengaruhi aspek akademik anak-anak. Anak-anak dengan tunalaras sering
mengalami kesulitan dalam berinteraksi sosial, mengatur emosi, serta mengontrol
perilaku mereka. Hal ini dapat berdampak negatif pada pembelajaran dan pencapaian
akademik mereka. Berikut adalah beberapa contoh bentuk masalah perilaku yang
mungkin terjadi pada aspek akademik dalam konteks pendidikan:

• Gangguan konsentrasi: Anak-anak tunalaras sering mengalami kesulitan dalam


mempertahankan fokus dan perhatian mereka selama proses belajar. Mereka
mungkin mudah teralihkan oleh rangsangan lingkungan atau memiliki kesulitan
dalam mengatur pikiran mereka sendiri. Hal ini dapat mengganggu kemampuan
mereka untuk memahami pelajaran dan menyerap informasi dengan efektif.

Contoh: Seorang siswa tunalaras mungkin terus-menerus terganggu oleh suara-


suara di sekitar kelas atau memiliki kesulitan untuk tetap fokus pada tugas-tugas
yang diberikan oleh guru.

• Gangguan perilaku impulsif: Beberapa anak tunalaras mungkin cenderung


bertindak secara impulsif tanpa mempertimbangkan konsekuensi dari tindakan
mereka. Mereka mungkin sulit menahan diri dan mengontrol perilaku impulsif
mereka, seperti berbicara secara berlebihan, mengganggu teman sekelas, atau
menginterupsi guru.

Contoh: Seorang siswa tunalaras mungkin menginterupsi guru secara berulang


kali selama penjelasan pelajaran, tanpa memberikan kesempatan kepada siswa
lain untuk belajar atau memahami materi dengan baik.

• Kesulitan dalam mengatur emosi: Anak-anak tunalaras sering mengalami


kesulitan dalam mengelola dan mengontrol emosi mereka. Mereka mungkin
mudah marah, cemas, atau frustasi, dan kesulitan untuk mengungkapkan emosi
dengan tepat. Hal ini dapat mempengaruhi keterlibatan mereka dalam
pembelajaran dan kemampuan mereka untuk beradaptasi dengan tantangan
akademik.
Contoh: Seorang siswa tunalaras mungkin mengalami serangan kemarahan yang
intens jika mereka tidak dapat memecahkan masalah matematika dengan cepat.
Mereka mungkin melampiaskan emosi dengan merusak atau menghancurkan
barang-barang di sekitar mereka.

• Rendahnya motivasi dan minat: Anak-anak tunalaras dapat kehilangan minat


dalam pembelajaran dan kurang termotivasi untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan akademik. Mereka mungkin merasa tidak termotivasi atau cemas
tentang kemampuan mereka, yang dapat menghambat kemajuan mereka dalam
belajar.

Contoh: Seorang siswa tunalaras mungkin kehilangan minat dalam membaca


karena kesulitan dalam memahami teks. Mereka mungkin merasa frustasi dan
akhirnya menolak untuk membaca sama sekali.

Dalam konteks pendidikan, penting bagi pendidik dan orang tua untuk menyadari dan
memahami gejala-gejala ini.

3. Anak berkesulitan belajar memiliki karakteristik khusus dalam kemampuan akademik


dasar yang tampak sebagai hambatan khas yang terpola. Jelaskan karakteristik
hambatan khas tersebut dalam aspek kemampuan berhitung atau matematika.
Jawab :
Anak dengan kesulitan belajar dalam matematika atau berhitung dapat memiliki
beberapa karakteristik khusus yang menjadi hambatan bagi mereka. Berikut adalah
beberapa karakteristik umum yang mungkin muncul:
1. Kesulitan Memahami Konsep Matematika: Anak-anak dengan kesulitan belajar
dalam matematika seringkali mengalami kesulitan dalam memahami konsep-konsep
matematika yang mendasar, seperti angka, operasi matematika, geometri, atau
statistik. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam menghubungkan simbol
matematika dengan konsep yang sebenarnya, sehingga mereka kesulitan dalam
mengaplikasikan prinsip-prinsip matematika dalam situasi nyata.
2. Kesulitan dalam Mengingat Fakta dan Rumus: Anak-anak dengan kesulitan belajar
matematika seringkali memiliki kesulitan dalam mengingat fakta-fakta matematika
atau rumus-rumus yang penting. Mereka mungkin mengalami kesulitan dalam
mengingat urutan bilangan, tabel perkalian, atau rumus-rumus geometri. Hal ini
dapat menghambat kemampuan mereka dalam memecahkan masalah matematika
yang lebih kompleks.
3. Kesulitan dalam Pemecahan Masalah: Kemampuan pemecahan masalah merupakan
aspek penting dalam matematika. Anak-anak dengan kesulitan belajar matematika
mungkin mengalami kesulitan dalam menganalisis masalah, merencanakan strategi
penyelesaian, dan mengimplementasikan langkah-langkah yang tepat. Mereka
mungkin mengalami kesulitan dalam memecahkan masalah matematika secara
sistematis dan logis.
4. Kesulitan dalam Pengorganisasian dan Pengelompokan Data: Matematika
melibatkan pengorganisasian dan pengelompokan data. Anak-anak dengan kesulitan
belajar matematika mungkin mengalami kesulitan dalam mengorganisasi angka-
angka, membuat pola, atau mengklasifikasikan data. Mereka mungkin juga
mengalami kesulitan dalam membaca grafik atau tabel data.
5. Kesulitan dalam Menghafal Urutan: Matematika seringkali melibatkan pemahaman
urutan dan pola. Anak-anak dengan kesulitan belajar matematika mungkin
mengalami kesulitan dalam menghafal urutan bilangan, operasi matematika, atau
aturan-aturan yang berlaku dalam matematika. Hal ini dapat mempengaruhi
kemampuan mereka dalam memahami dan menyelesaikan masalah matematika
yang memerlukan pemahaman urutan atau pola.

Penting untuk diingat bahwa setiap anak dengan kesulitan belajar matematika mungkin
mengalami kombinasi karakteristik ini secara berbeda. Mengenali dan memahami
karakteristik-karakteristik ini dapat membantu guru dan orang tua memberikan
dukungan yang sesuai untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam kemampuan
berhitung atau matematika anak tersebut

4. Identifikasi dan asesmen merupakan kegiatan awal dalam alur layanan pendidikan
untuk anak berkebutuhan khusus. Jelaskan pengertian dan sebutkan minimal 3 teknik
pengumpulan data serta contoh datanya dalam identifikasi dan asesmen.
Jawab :
Identifikasi dan asesmen adalah dua kegiatan awal yang penting dalam alur layanan
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
pengertian keduanya beserta contoh teknik pengumpulan data yang dapat digunakan:

1) Identifikasi:
Identifikasi adalah proses mengidentifikasi anak-anak yang mungkin memiliki
kebutuhan khusus atau masalah pembelajaran. Hal ini melibatkan pengumpulan
informasi awal untuk mengidentifikasi kemungkinan adanya kebutuhan khusus pada
anak tersebut. Beberapa contoh teknik pengumpulan data yang dapat digunakan dalam
identifikasi adalah:
a. Observasi: Pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap perilaku dan
keterampilan anak. Misalnya, mengamati interaksi sosial, tingkat konsentrasi, atau
respons terhadap stimulus tertentu.

b. Wawancara: Intervensi langsung dengan orang tua, guru, atau petugas pendidikan
yang berinteraksi dengan anak. Wawancara dapat dilakukan dengan menggunakan
panduan pertanyaan yang terstruktur atau bersifat terbuka untuk mendapatkan
informasi tentang perkembangan anak.

c. Pemeriksaan medis dan riwayat kesehatan: Mengumpulkan data medis dan riwayat
kesehatan anak untuk mencari tanda-tanda kondisi kesehatan tertentu yang dapat
memengaruhi kemampuan belajarnya. Contohnya meliputi informasi tentang
riwayat penyakit, perkembangan fisik, atau riwayat pengobatan.

2) Asesmen:
Asesmen adalah proses yang lebih mendalam untuk mengevaluasi kemampuan,
kebutuhan, dan karakteristik individu anak berkebutuhan khusus. Hal ini dilakukan
untuk menyediakan dasar informasi yang lebih komprehensif dan mendetail, sehingga
dapat membantu merancang program pendidikan yang sesuai. Beberapa contoh teknik
pengumpulan data yang dapat digunakan dalam asesmen adalah:
a. Tes formal: Menggunakan instrumen tes yang telah diuji dan dinilai secara ilmiah
untuk mengukur kemampuan intelektual, kemampuan akademik, keterampilan
motorik, dan aspek lainnya yang relevan. Contohnya seperti tes IQ, tes membaca,
atau tes keterampilan sosial.

b. Portofolio: Mengumpulkan sampel karya anak yang mencerminkan kemampuan


dan perkembangan anak dalam berbagai bidang. Misalnya, karya tulis, proyek seni,
atau rekaman suara/video.

c. Pengamatan kelas: Melibatkan pengamatan langsung oleh seorang ahli atau guru
yang terlatih terhadap interaksi anak dengan guru dan teman sebaya. Data yang
dikumpulkan dapat berupa tingkat partisipasi, interaksi sosial, atau respons terhadap
instruksi.

3) Pengumpulan data melalui teknik-teknik di atas membantu dalam mengidentifikasi


dan menilai kebutuhan anak berkebutuhan khusus secara holistik, sehingga dapat
merancang program pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Penting
untuk menggabungkan beberapa teknik pengumpulan data agar mendapatkan
gambaran yang komprehensif mengenai anak tersebut

5. Silakan temukan anak yang menunjukkan gejala kebutuhan khusus dengan melakukan
pengamatan di kelas atau kasus tumbuh kembang atau kebutuhan khusus pada anak
dari usia 6 sampai 15 tahun yang bisa ditemukan di media massa (media sosial, koran,
televisi, dan sebagainya). Kemudian lakukan identifikasi sesuai prosedurnya dan
dilanjutkan dengan asesmen. Susunlah laporan sederhana dari hasil identifikasi dan
asesmen lalu silahkan menyusun rancangan PPI sederhana untuk diterapkan pada anak
dalam kasus tersebut.
Jawab :
Laporan Sederhana: Identifikasi dan Asesmen Kebutuhan Khusus pada Anak
Identifikasi: Berikut ini adalah contoh laporan sederhana hasil identifikasi seorang anak
dengan gejala kebutuhan khusus, berdasarkan informasi yang disediakan oleh orang tua
atau caregiver, atau berita yang ditemukan di media massa:

Anak: Nama anak Usia: 6-15 tahun Gejala: Kesulitan dalam berkomunikasi dan
berinteraksi sosial, perilaku yang berulang-ulang atau stereotipik, minat yang terbatas,
sensitivitas sensorik yang berlebihan.

Asesmen: Berikut adalah langkah-langkah yang dapat dilakukan dalam asesmen anak
dengan kebutuhan khusus:
1. Observasi dan wawancara: Amati perilaku anak di lingkungan sekolah, rumah, atau
tempat lain yang relevan. Wawancarai orang tua, guru, dan ahli lain yang terlibat
dalam perawatan atau pendidikan anak.
2. Penggunaan instrumen: Gunakan alat penilaian yang sesuai, seperti kuesioner atau
skala perilaku, untuk mengumpulkan data tentang perilaku, kemampuan sosial,
komunikasi, dan sensitivitas sensorik anak.
3. Evaluasi perkembangan: Tinjau pencapaian perkembangan anak dalam berbagai
area seperti bahasa, motorik, kognitif, dan sosial-emosional. Bandingkan
kemampuan anak dengan milestone perkembangan yang biasa terjadi pada anak
seusianya.
4. Konsultasi dengan profesional: Melibatkan ahli terkait, seperti psikolog, psikiater,
terapis wicara, terapis perilaku, atau ahli terapi lainnya untuk melakukan penilaian
lebih lanjut dan memberikan panduan tentang intervensi yang tepat.

Rancangan PPI Sederhana: Berdasarkan informasi yang diperoleh dari identifikasi dan
asesmen, berikut ini adalah contoh rancangan PPI sederhana untuk anak dengan
kebutuhan khusus:
1. Komunikasi:
• Melibatkan terapis wicara untuk membantu meningkatkan kemampuan
komunikasi anak melalui terapi bahasa dan komunikasi.
• Menggunakan visual aids seperti gambar, papan pesan, atau aplikasi komunikasi
alternatif jika anak kesulitan berbicara.
2. Interaksi sosial:
• Menggunakan pendekatan terstruktur dalam interaksi sosial anak, seperti
melibatkan anak dalam permainan kelompok yang terpimpin oleh seorang ahli
atau terapis.
• Mendorong interaksi sosial melalui program inklusi di sekolah atau kegiatan
ekstrakurikuler yang melibatkan anak dengan anak-anak lainnya.
3. Perilaku:
• Menggunakan pendekatan terapi perilaku yang sesuai untuk mengelola perilaku
yang berulang-ulang atau stereotipik, seperti Applied Behavior Analysis (ABA).
• Memberikan aturan dan struktur yang jelas dalam rutinitas sehari-hari untuk
membantu anak mengatur perilakunya.
4. Sensitivitas sensorik:
• Menyesuaikan lingkungan fisik di sekolah atau di rumah agar sesuai dengan
kebutuhan sensorik anak, seperti mengurangi kebisingan, menyediakan area yang
tenang, atau menggunakan alat bantu sensorik jika diperlukan.
• Melibatkan terapis okupasi untuk memberikan terapi sensorik yang sesuai untuk
membantu anak mengelola sensasi yang berlebihan atau kurangnya respons
terhadap rangsangan sensorik.

PPI (Program Penyuluhan dan Intervensi) ini dirancang sebagai panduan umum.
Penting untuk berkonsultasi dengan para profesional yang berkualifikasi untuk
menyesuaikan intervensi sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik unik anak tersebut.

Anda mungkin juga menyukai