Anda di halaman 1dari 9

JENIS-JENIS KESULITAN, DIAGNOSIS, DAN PROSEDUR

BELAJAR

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah “Psikologi Belajar”

Dosen:
Dr. Syarifan Nurjan, M.A.

Disusun Oleh:
Maryam (21112424)
Narsi Lestari (21112427)
Khonsa’ (21112431)
Amatullah Taqiya Zahra (21112434)

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

DESEMBER 2023
A. PENDAHULUAN
Proses pembelajaran dalam bidang pendidikan tidak selalu berjalan lancar
karena peserta didik dapat menghadapi berbagai hambatan, terutama yang berakar
pada diri mereka sendiri. Kesulitan belajar yang muncul dapat mengakibatkan
penurunan prestasi akademik. Untuk mengatasi dampak tersebut, penyelidikan
terhadap penyebab kesulitan belajar perlu dilakukan agar solusi yang tepat dapat
ditemukan. Sebagai respons, pendidik, khususnya guru, seringkali melakukan
tindak lanjut, seperti penyelenggaraan program remedial.
Hendaknya guru memiliki kemampuan mengenali peserta didik yang
mengalami kesulitan belajar dan memahami faktor-faktor yang memengaruhi
proses dan hasil belajar. Kesulitan belajar biasanya terkait dengan faktor-faktor
yang memengaruhi baik proses maupun hasil belajar. Dengan mengevaluasi hasil
belajar peserta didik, guru dapat mengenali kelemahan siswa disertai penyebabnya.
Penilaian ini sebenarnya merupakan diagnosis siswa terkait kelebihan, kelemahan,
dan kesulitan belajar yang mereka alami. Dengan mengetahui penyebab kelemahan
tersebut, guru dapat lebih mudah mencari solusi untuk mengatasi masalah tersebut.
Untuk lebih jelasnya dalam makalah ini akan dijelaskan. apa gejala
kesulitan belajar, bagaimana diagnosis kesulitan belajar, dan bagaimana prosedur
kesulitan belajar.
B. PEMBAHASAN
1. Jenis-Jenis Kesulitan Belajar
Kesulitan belajar merupakan suatu kondisi dalam suatu proses belajar yang
ditandai dengan adanya hambatan-hambatan tertentu untuk mencapai hasil
belajar. Diatara jenis kesulian belajar yaitu learning difabilities, underachiever,
dan slow learner.
a. Learning Difabilities
Ketidakmampuan seseorang yang mengacu pada gejala dimana anak tidak
mampu belajar atau menghindari belajar sehingga hasil belajarnya dibawah
potensi intelektualnya.
Ciri-ciri learning difabitities diantaranya; daya ingat terbatas, sering
melakukan kesalahan konsisten dalam mengeja dan membaca, lambat dalam
mempelajari hubungan antara huruf dengan bunyi pengucapannya, bingung
dengan operasionalisasi tanda-tanda dalam pelajaran matematika, kesulitan
mengurutkan angka dengan benar, sulit dalam mempelajari keterampilan baru
terutama yang membutuhkan kemampuan daya ingat, sangat aktif dan tidak
mampu menyelesaikan tugas dengan tuntas, impulsif, sulit berkonsentrasi,
sering melangggar aturan, tidak mampu disiplin atau sulit merencanakan
kegiatan sehari-harinya, emosional, sering menyendiri, pemurung, mudah
tersinggung, cuek dengan lingkungannya, menolak bersekolah, tidak stabil
dalam memegang alat tulis, bingung dalam memahami hari dan waktu, dan
sulit dalam membedakan arah.
b. Underachiever
Underachiever adalah kondisi dimana prestasi siswa berada dibawah
kemampuannya sehingga adanya ketimpangan antara prestasi akademik
dengan kemampuan intelektual. Dilihat dari sifatnya, menurut Shaw (dalam
Miller, 1981: 20) ada tiga macam siswa/siswi berprestasi di bawah
kemampuannya:
1) Peserta didik berprestasi dibawah kemampuannya yang kronis, yaitu
peserta didik berprestasi kurang untuk jangka waktu yang relatif lama dari
waktu ke waktu.
2) Peserta didik berprestasi dibawah kemampuannya yang bersifat situasional
yaitu siswa berprestasi kurang yang hanya sesaat saja karena lebih cepat
diketahui gejala dan penyebabnya sehingga lebih cepat diatasi.
3) Peserta didik dibawah kemampuan yang tersembunyi yaitu gejala yang
tidak tampak secara jelas.
Ciri-ciri anak dengan underachiever adalah lebih banyak mengalami
kekecewaan dan mampu mengontrol diri terhadap kecemasannya, kurang
mampu menyesuaikan diri dan kurang percaya diri, kurang mampu mengikuti
otoritas, kurang mampu dalam penerimaan sosial, kegiatan yang kurang
berorientasi pada akademik dan sosial, banyak mengalami konflik dan
ketergantungan, pandangan yang negatif terhadap sekolah, kurang minat
dalam membaca dan berhitung, tidak dapat menggunakan waktu luang, dan
menunjukkan gejala psikotik (sulit membedakan mana yang nyata dan mana
yang khayalan) dan neorotik (merasa dirinya memiliki kesulitan emosional).
c. Slow Learner
Peserta didik yang lambat dalam proses belajar sehingga membutuhkan
waktu yang lebih lama dibandingkan teman sebayanya yang memilki potensi
intelektual yang sebanding.
Ciri-ciri slow learner, yaitu: perhatian dan konsentrasi singkat, reaksi lambat,
kemampuan terbatas untuk mengerjakan hal-hal yang abstrak dan
menyimpulkan, kemampuan terbatas dalam menilai bahan yang relevan,
kelambatan dalam menghubungkan dan mewujudkan ide dengan kata-kata,
gagal mengenal unsur dalam situasi baru, belajar lambat dan mudah lupa,
berpandangan sempit, serta tidak mampu menganalisis, memecahkan
masalah, dan berpikir kritis.
2. Diagnosis Kesulitan Belajar
Diagnosis merupakan penentuan jenis penyakit dengan meneliti atau
memeriksa gejala-gejalanya atau proses pemeriksaan terhadap hal yang
dipandang tidak beres, maka agar ketepatan hasil yang diambil tidak keliru tentu
dibutuhkan kecermatan dan ketelitian yang tinggi. Menurut Syah, mendiagnosis
kesulitan belajar adalah suatu langkah dalam upaya mengidentifikasi secara
ilmiah jenis-jenis kelainan yang menghambat siswa mencapai tujuan yang
diperlukan dalam proses pembelajaran, ditinjau dari tujuan pendidikan,
kedudukan dalam kelompok, perbandingan antar potensi dan prestasi, dan
kepribadian untuk dapat melakukan perbaikan secara efektif.
a. Prosedur dalam melakukan diagnosis, yaitu:
1) Identifikasi: pengenalan dan penentuan sifat serta penyebab kesulitan
belajar yang dialami anak-anak. Hal ini melibatkan pengumpulan
informasi tentang kemampuan, perilaku, dan faktor-faktor lain yang dapat
memengaruhi proses belajar. Identifikasi penting untuk merancang
intervensi yang tepat dalam membantu dan mengatasi kesulitan belajar
mereka.
2) Menentukan prioritas: menentukan prioritas anak mana yang diperkirakan
dapat diberi pelayanan pengajaran remedial oleh guru kelas atau guru
bidang studi, dan anak mana yang perlu dilayani oleh guru khusus,
sedangkan anak-anak dengan identifikasi yang tergolong berat mungkin
perlu memperoleh pelayanan pengajaran remedial yang sistematis dari
guru khusus remedial.
3) Menentukan potensi: setelah melakukan identifikasi anak berkesulitan
belajar selanjutnya dilakukan tes inteligensi. Tes inteligensi yang paling
banyak digunakan adalah WISC-R (Wechsler Intelligence Scale for
Children Revised).
4) Menentukan penguasaan bidang studi yang perlu diremedial: guru
memiliki data tentang prestasi belajar anak dan membandingkan prestasi
belajar tersebut dengan taraf inteligensinya, kemudian mengelompokkan
sesuai kapasitas inteligensinya
5) Menentukan gejala kesulitan: observasi dan analisis oleh guru terhadap
cara belajar anak, apakah ada gangguan tertentu sehingga dapat
digunakan sebagai landasan diagnosis selanjutnya
6) Analisis berbagai faktor yang terkait: melakukan analisis terhadap hasil-
hasil pemeriksaan ahli-ahli lain seperti psikolog, dokter, konselor, dan
pekerja sosial
7) Menyusun rekomendasi untuk pengajaran remedial: berdasarkan hasil
diagnosis secara cermat, guru remedial dapat menyusun rekomendasi
penyelenggaraan pengajaran remedial bagi anak yang berkesulitan
belajar. Rekomendasi dapat dalam bentuk suatu program pendidikan yang
diindividualkan (individualized education program)
b. Prinsip diagnosis kesulitan belajar
1) Terarah pada perumusan metode perbaikan: ada dua tipe diagnosis,
diagnosis etiologis (etiological diagnosis) yaitu diagnosis yang bertujuan
untuk mengetahui sumber penyebab orisinal dari kesulitan belajar dan
diagnosis terapeutik (therapeutik diagnosis) yaitu diagnosis yang
berkaitan langsung dengan kondisi anak pada saat sekarang dan sangat
bermanfaat untuk menyusun program tentang kekuatan, keterbatasan,
dan karakteristik lingkungan anak saat sekarang. Mengingat kesulitan
belajar memiliki latar belakang yang kompleks maka informasi mengenai
kondisi fisik, sensorik, emosional, dan lingkungan perlu mendapat
perhatian
2) Efisien: diagnosis hendaknya berlangsung sesuai dengan derajat
kesulitan anak. Evaluasi rutin, termasuk evaluasi psikologis, dapat
memberikan informasi diagnostik yang berharga.
3) Penggunaan catatan kumulatif: catatan yang dibuat sepanjang tahun
kehidupan anak di sekolah
4) Valid dan reliabel: menggunakan instrumen yang dapat mengukur apa
yang sehrusnya diukur (valid) dan instrumen tersebut hendaknya juga
dapat diandalkan (reliabel)
5) Penggunaan tes baku: tes yang teruji validitas dan reabilitasnya
6) Penggunaan prosedur informal: Guru memiliki perasaan bebas untuk
melakukan evaluasi dan tidak terlalu terikat secara kaku oleh tes baku
7) Kuantitatif: keputusan didasarkan pada pola skor
8) Berkesinambungan: diagnosis yang berulang untuk landasan penyusunan
program pengajaran remedial yang lebih efektif dan efisien.
c. Pendekatan diagnosis kesulitan belajar
1) Pendekatan Perseptual-Motor: dilakukan melalui; 1) pemahaman tentang
perkembangan anak yang normal, 2) pemahaman tentang kerusakan atau
gangguan yang dapat terjadi pada otak, 3) observasi yang sensitif
terhadap hasil belajar anak, 4) analisa tentang kegagalan yang dialami, 5)
memutuskan prosedur mana yang paling tepat untuk meningkatkan hasil
belajar.
2) Pendekatan Pengembangan: dilakukan dengan empat jenis tes; 1) tes
perkembangan pengamatan visual, 2) tes pembedaan pendengaran, 3)
skala inteligensi untuk anak-anak, 4) tes kemampuan Psikolinguistik
Illinois.
3) Pendekatan Linguistik: dilakukan pada anak yang mengalami gangguan
dalam kemampuan berbahasa. Terdapat lima tahap pendekatan; 1)
memutuskan apakah benar-benar mengalami kesulitan belajar, 2)
melakukan analisa, 3) menyelidiki hubungan ketidakmampuan itu
dengan faktor lain, 4) menyiapkan hipotesis yang jelas, teliti, dan
lengkap, 5) menyusun saran-saran pendidikan yang didasarkan pada
hipotesis diagnostik
4) Analisis Hasil Diagnosis
5) Hasil dari diagnosis kesulitan belajar yang telah dilakukan perlu
dilakukan analisis sedemikian rupa untuk mengetahui jenis kesulitan
khusus yang dialami oleh siswa yang berprestasi rendah dapat diketahui.
6) Berdasarkan hasil analisis tersebut, guru diharapkan dapat menentukan
bidang kecakapan tertentu yang dianggap bermasalah dan memerlukan
perbaikan. Bidang-bidang kecakapan bermasalah ini dapat dikategorikan
menjadi tiga macam, yaitu: (1) bidang kecakapan bermasalah yang dapat
ditangani oleh guru sendiri; (2) Bidang kecakapan bermasalah yang dapat
ditangani oleh guru dengan bantuan orang tua; (3) Bidang kecakapan
bermasalah yang tidak dapat ditangani baik oleh guru maupun orang tua.
3. Prosedur Diagnosis Kesulitan Belajar
Para ahli di bidang diagnosis kesulitan belajar mengajukan langkah-langkah
(prosedur) diagnosis kesulitan belajar secara berbeda. Perbedaannya hanya
merupakan perbedaan teknis dan bukan perbedaan prinsip. Roos dan Stanley
(dalam Rosjidan, dkk, 1992) mengemukakan bahwa dalam tahapan diagnosis
kesulitan belajar perlu dipertanyakan hal-hal berikut:
a) Siapakah siswa-siswa yang mengalami kesulitan belajar?
b) Di manakah kelemahan-kelemahan dilokalisasikan?
c) Di manakah kelemahan-kelemahan itu terjadi?
d) Penyembuhan-penyembuhan apakah yang disarankan?
e) Bagaimana kelemahan itu dapat dicegah?
Dari pertanyaan-pertanyaan tersebut dapat dikatakan bahwa keempat
pertanyaan merupakan usaha perbaikan sedangkan pertanyaan kelima
merupakan usaha pencegahan.
1. Prosedur Diagnosis
Langkah-langkah Prosedur diagnosis sebagai berikut:
a. Melakukan observasi kelas untuk melihat perilaku menyimpang siswa
ketika mengikuti pelajaran.
b. Memeriksa penglihatan dan pendengaran siswa khususnya yang diduga
mengalami kesulitan belajar.
c. Mewawancarai orangtua atau wali siswa untuk mengetahui hal ihwal
keluarga yang mungkin menimbulkan kesulitan belajar.
d. Memberikan tes diagnostik bidang kecakapan tertentu untuk mengetahui
hakikat kesulitan belajar yang dialami siswa.
e. Memberikan tes kemampuan intelegensi (IQ) khususnya kepada siswa
yang diduga mengalami kesulitan belajar.
2. Membimbing Menemukan Kata Kunci
Untuk segera menemukan kesulitan belajar dini, perlu siswa/siswi dibimbing
untuk menemukan kata kunci, di antaranya:
1) Jika anak terlihat kesulitan dalam memahami bacaan, orangtua dapat
membantunya dengan membuat peta atau bagan cerita.
2) Orangtua juga bisa membantu anak untuk mencari permasalahan, tindakan
yang harus dilakukan, dan bagaimana akhir ceritanya.
3) Setelah anak bisa menceritakan kembali, ajarkan anak untuk membuat
pertanyaan tentang cerita tersebut
4) Menemukan kata-kata kunci yang tidak dimengerti.
5) Mengenalkan penggunaan kamus dan ensiklopedia berperan di sini.
6) Latar belakang yang dimiliki anak sangat membantu untuk memahami
sebuah persoalan atau bacaan baru.
3. Contoh-contoh kesulitan belajar
Diantara contoh-contohnya seperti: gangguan disleksia, underachiever,
retardasi mental, learning disabilities, anak tunarungu, slow learners, perilaku
agresif, kecemasan, kesulitan mata pelajaran Bahasa Indonesia, autism, anak
temper tantum, gangguan pemusatan perhatian, hiperaktif, disgrafia, dan
kesulitan belajar anak ADHD.
C. KESIMPULAN
Sebagai pendidik hendaknya mengetahui jenis-jenis dan memahami ciri-ciri
dari berbagai kesulitan belajar yang dialami oleh siswa. Diharapkan gangguan
kesulitan belajar yang dialami oleh siswa dapat terdeteksi sejak awal dan dapat
dilakukan tindakan lebih lanjut untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
Dalam melakukan diagnosa kesulitan belajar, guru hendaknya mengetahui
dasar-dasar dari berbagai bidang keilmuan yang berhubungan tentang pelaksanaan
diagnosa tersebut. Maka dalam hal ini, diperlukan kerjasama antara guru, orang tua
dan ahli seperti psikolog ataupun psikiater.
Diagnosis kesulitan belajar melibatkan evaluasi menyeluruh terhadap
kemampuan belajar anak, identifikasi potensi hambatan, serta penentuan strategi
dan intervensi yang sesuai. Proses ini melibatkan pengumpulan data akan prestasi
anak, perilaku, dan faktor-faktor lain yang memengaruhi kemampuan belajar.
Perencanaan tindakan remedial yang sesuai untuk membantu anak dan mengatasi
kesulitan belajar mereka.
DAFTAR PUSTAKA
Nurjan, Syarifan. "Psikologi belajar." (2016).
Rosada, Ulfa Danni, and U. Rosada. "Diagnosis of Learningdifficulties and
Guidance Learningservices to Slow Learner Student." Journal of Guidance
and Counselin (2016): 2442-7802.
DAFTAR HADIR

Pembuatan Tanda
No. Nama Mahasiswa Presentasi Revisi
Makalah Tangan

Maryam
1. √ √ √
(21112424)

Narsi Lestari
2. √ √ √
(21112427)

Khonsa’
3. √ √ √
(21112431)

Amatullah Taqiya
4. Zahra √ √ √
(21112434)

Anda mungkin juga menyukai